Kajian Perencanaan Pengembangan Usaha Tani Berbasis Murbei Berkelanjutan di DAS Lawo

KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN USAHA TANI
BERBASIS MURBEI BERKELANJUTAN DI DAS LAWO

MAHENDRO HARJIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Kajian Perencanaan
Pengembangan Usaha Tani Berbasis Murbei Berkelanjutan di DAS Lawo adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

Juni 2015

MAHENDRO HARJIANTO
A165100021

RINGKASAN

MAHENDRO HARJIANTO. Kajian Perencanaan Pengembangan Usaha Tani
Berbasis Murbei Berkelanjutan di DAS Lawo. Dibimbing oleh NAIK
SINUKABAN sebagai ketua, SURIA DARMA TARIGAN, dan OTENG
HARIDJAJA sebagai anggota.
Konversi hutan menjadi lahan pertanian yang tidak disertai penerapan
konservasi tanah dan air yang memadai telah meningkatkan erosi tanah dan
menurunkan produktivitas lahan. Alih fungsi hutan menjadi pertanian murbei
dengan pengelolaan yang tidak memadai di DAS Lawo meningkatkan frekuensi
dan intensitas banjir, menurunkan produksi daun murbei, dan meningkatkan
sebaran lahan kritis. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji karakteristik
biofisik DAS Lawo untuk pengembangan usaha tani berbasis murbei, meliputi

evaluasi kecocokan penggunaan lahan dengan kemampuan lahan menggunakan
metode klasifikasi kemampuan lahan (USDA) dan metode USLE; (2) Mengkaji
pengembangan usaha tani berbasis murbei yang berkelanjutan dan dicirikan oleh
pendapatan petani yang dapat mendukung kehidupan layak (KHL) dan prediksi
erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan; (3) Merumuskan usaha
tani berbasis murbei yang optimal dan berkelanjutan di DAS Lawo menggunakan
metode program tujuan ganda (PTG). Analisis penentuan usaha tani berbasis
murbei yang berkelanjutan dilakukan menggunakan perangkat pengambilan
keputusan (decision tool) dengan indikator ekologi (Erosi < E tol), ekonomi
(Pendapatan > PKHL) dan sosial (agroteknologi bisa diterima dan diterapkan oleh
petani).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAS Lawo terdiri dari 25 satuan lahan
(SL) dengan kelas kemampuan III, IV, dan VI. Faktor penghambat utama adalah
faktor keiringan lereng (l) yang tergolong landai sampai sangat curam, dan tingkat
erosi (e) yang tergolong sedang. Karakteristik Lahan di DAS Lawo cocok untuk
pengembangan tanaman murbei (Morus sp). Tipe usaha tani berbasis murbei di
DAS Lawo terdiri dari usaha tani murbei monokultur dengan pola panen 10 kali
setahun (M1), usaha tani monokultur dengan pola panen 6 kali setahun (M2), usaha
tani murbei yang bercampur secara tidak teratur dengan tanaman lainnya
diantaranya pisang (M3), dan usaha tani murbei dengan coklat (M-C).

Hasil pengukuran aliran permukaan dan erosi pada petak erosi menunjukkan
bahwa usaha tani M1 menghasilkan aliran permukaan dan erosi terendah (AP =
10.2 mm, 10.1 % dari total hujan dan erosi = 0.3 Ton ha-1). Semua tipe usaha tani
berbasis murbei memberikan pengaruh nyata terhadap erosi dan aliran permukaan.
Nilai aliran permukaan dan erosi pada usaha tani berbasis murbei lebih rendah
apabila dibandingkan dengan pertanian jagung (AP = 33.3 mm, CA= 28.7%, dan
erosi = 1.4 ton ha-1).
Rata-rata luas lahan petani di DAS Lawo adalah 1 ha. Jumlah anggota
keluarga petani rata-rata 4 orang dan nilai KHL sebesar Rp. 28 350 000 kk-1 tahun1. Usaha tani berbasis murbei yang dilakukan oleh petani di DAS Lawo saat ini
tidak berkelanjutan (unsustainable) karena pendapatannya hanya sebesar Rp 4 094

600 - 11 594 000 kk-1tahun-1.lebih kecil dibandingkan standar hidup layak.
Berdasarkan indikator ekosistem, Erosi sebesar 53 ton ha-1 - 318.9 ton ha-1 > Etol
yaitu > 36.9 ton ha-1 - 43 ton ha-1.
Analisis menunjukkan bahwa usaha tani berbasis murbei yang berkelanjutan
di DAS Lawo adalah dapat dicapai dengan penerapan agroteknologi pemupukan
yaitu dengan mengkombinasikan pemberian pupuk anorganik dan organik berupa
pupuk limbah pemeliharaan ulat sebanyak 1 kg tanaman-1 + 20 g campuran urea,
TSP dan KCL dan penerapan konservasi tanah berupa pemberian mulsa jerami padi
sebanyak 6 ton ha-1 untuk lahan dengan kemiringan lereng kurang dari 6%; dan

pembuatan teras gulud dengan tanaman penguat teras pada lahan dengan lereng
12% dan 18%. Untuk meningkatkan pendapatan petani maka usaha tani berbasis
murbei harus dikombinasikan dengan pemeliharaan ternak kambing peranakan
etawa (PE) Capra aegagrus hricus sebanyak 5 ekor per tahun.
Analisis program tujuan ganda menunjukkan bahwa usaha tani berbasis
murbei yang optimal dan berkelanjutan di DAS Lawo adalah tipe M2 pada lahan
seluas 1 ha dengan menerapkan agroteknologi pemupukan, teras gulud dengan
tanaman penguat teras, dan pemberian mulsa jerami padi 6 ton ha-1 yang
dikombinasikan dengan usaha ternak kambing serta pengembangan industri rumah
tangga pemintalan benang. Penerapan agroteknologi ini dapat diterima dan
diterapkan petani, prediksi erosi sebesar 15.536 – 36 ton-1 ha-1 tahun-1 (16–63%
dibawah Etol), serta pendapatan sebesar Rp. 31 832 000 kk-1 tahun-1 – Rp. 38 525
000 kk-1 tahun-1(12 - 36% lebih tinggi apabila dibandingkan dengan KHL).
Hasil analisis menunjukan bahwa satuan lahan nomor 1 (satu) dan 13 sesuai
untuk pengembangan usaha tani M1, sedangkan satuan lahan nomor 10,11,12, 14,
15, 16 dan 17 sesuai untuk pengembangan usaha tani M2. Setiap usaha tani berbasis
murbei dikembangkan dengan menerapkan skenario agroteknologi 2 (SA2).

Rekomendasi pengembangan usahatani berbasis murbei yang disertai dengan
penerapan agroteknologi yang sesuai harus dilaksanakan pada satuan lahan

yang dialokasikan untuk murbei. Peruntukan penggunaan lahan pada satuan
lahan nomor 4,5,6,7,8 dan 9 dikembalikan menjadi hutan, sedangkan satuan lahan
nomor 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, dan 25 diperuntukkan untuk pertanian unggulan
provinsi sesuai dengan Perda No. 8 tahun 2012 Kabupaten Soppeng tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Soppeng (RTRWK).
Kata kunci : agroteknologi erosi, Murbei, pendapatan, penggunaan lahan.

SUMMARY

MAHENDRO HARJIANTO. Analysis of Sustainable Mulberry Based Farming
System Planning in Lawo Watershed. Supervised by NAIK SINUKABAN as
chairman, SURIA DARMA TARIGAN and OTENG HARIDJAJA as member of
advisory committee.
Conversion of forest land to agriculture land without adequate soil and water
conservation has resulted in increasing soil erosion and decreasing land
productivity. Forest conversion to Mulberry based farming systems in Lawo
watershed with inadequate soil and water conservation has increased the frequency
and intensity of floods, decreased production of Mulberry leaves, and increased the
extent of degraded land. The aim of this study were to (1) analyze the biophysical

characteristics of Lawo Watershed for developing Mulberry based farming systems,
including evaluation of appropriateness of land capability with land user using
USDA method and erosion prediction using USLE method; 2) analyze and develop
sustainable Mulberry based farming system with characterized by the increasing
farmer’s income that can support life wartheel living standard, using descriptive
method of calculation; (3) develop optimal and sustainable mulberry based farming
systems in Lawo watershed using multiple goal program method..
The results showed that Lawo watershed consists of 25 land unit (LU) with
land capability class of class III, IV, and VI. The constraint factors for agriculture
development are moderate to steep slope (l) and moderate erosion (e). Land
characteristics in Lawo watershed is suitable for developing the mulberry (Morus
sp) based farming systems. The type of mulberry based farming systems consists
of monoculture farming system with 10 time harvest year-1 (M1), monoculture
farming system with 6 harvesting time year-1 (M2), irregular-multi crop mulberry
farming system mixed with other crop such as banana (M3), and mulberry farming
system with cocoa (M-C).
Results of the study showed that M1 plot has the lower run off and erosion
(run off = 10.2 mm , 10.1 % from total rainfall and erosion = 0.3 ton ha-1). Run off
and erosion from all Mulberry based farming system are lower than that from corn
agriculture plot (run off = 33.3 mm, CA= 28.7%, dan erosion = 1.4 ton ha-1).

The average size of Mulberry based farming systems in Lawo Watershed is
one ha per farmer, the average size of household is 4 person per household, and the
worthed living standard is Rp 28 350 000 ha-1kk-1year-1. Mulberry based farming
system which were carried out by farmers were not sustainable because their
income Rp 4 094 600 - 11 594 000 kk-1tahun-1 were only lower than worthed living
standard and its erosion 53 ton ha-1 - 318.9 ton ha-1 were greater than tolerable
erosion of 36.9 ton ha-1 - 43 ton ha-1. Therefore, the existing farming systems should
be improved.
The analysis showed that sustainable Mulberry based farming systems in
Lawo Watershed can be achieved by fertilizer application both in-organic and
organic fertilizer. The combination of fertilizer from caterpillar waste amounted to
1 kg plant-1 + 20 g TSP and KCl with soil application of 6 ton ha-1 rice straw mulch
for slope less than 6% and grassed ridge terrace should be constructed on land with

slope 12 - 18%. To increase farmer’s income, the Mulberry based farming system
should also raise Goat (PE) at least 5 goats per year.
The multiple goal program analysis showed that the optimal and sustainable
mulberry based farming systems in Lawo Watershed is farming system type M2 in
area of one ha with application of fertilizer, agrotechnology of grassed ridge terrace
, and 6 ton ha-1 of rice straw mulch, combined with Goat and equiped with yarn

pinning home industry. The application of this agrotechnologies are acceptable and
replicable by farmers. Predicted erosion of this system is 15.5 – 36 ton-1 ha-1 year-1
(16–63% lower than local tolerable erosion), and income increased up to Rp 31 832
000 – Rp 38 525 000 kk-1 year-1(12 – 36% higher than worthed living standard).
Analysis result using decision tool showed that land unit number 1 and 13 are
suitable for M1, while land unit number 10,11,12, 14, 15, 16 and 17 are suitable for
M2. Every farming system is carried out by application of agrotechnologies
scenario 2 (SA2). Land use in land unit number 4, 5, 6, 7, 8 and 9 are allocated for
forest, while land unit number 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24 and 25 are allocated for
primary agriculture as Perda No. 8 year 2012 of Soppeng Regency concering Land
Use Planning of Soppeng Regency (RTRWK).
Key words: agrotechnology, erosion, income, land use, Mulberry,.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN USAHA TANI
BERBASIS MURBEI BERKELANJUTAN DI DAS LAWO

MAHENDRO HARJIANTO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pengeloan DAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Pada Ujian Tertutup


:

Dr. Ir. Yanuar J Purwanto, MS
(Staf Pengajar Departemen Teknik
Sipil dan Lingkungan Faperta IPB)
Dr. Ir. Latief. M. Rachman, MBA.
(Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah
dan Sumber Daya Lahan Faperta IPB)

Penguji Pada Ujian Promosi

:

Dr. Ir. Mahfudz, MP.
(Kepala Balai Besar Penelitian
Biotekhnologi Pemuliaan Tanaman
Hutan Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan)
Dr. Ir. Latief. M. Rachman, MBA.
(Staf Pengajar Departemen Ilmu Tanah

dan Sumber Daya Lahan Faperta IPB)

Judul Desertasi : Kajian Perencanaan Pengembangan Usaha Tani Berbasis
Murbei Berkelanjutan di DAS Lawo
Nama

: Mahendro Harjianto

NIM

: A165100021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Naik Sinukaban, MSc
Ketua

Dr Ir Oteng Haridjaja, MSc.
Anggota

Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc.
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Pengelolaan DAS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc.

Dr Ir Dahrul Syah, MSc. Agr.

Tanggal Ujian: 4 Juni 2014
(Tanggal pelaksanaan ujian disertasi)

Tanggal Lulus:
(Tanggal penandatanganan
disertasi oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)

J udul Desertasi

Kajian l'erencanaan Pcngcmbangan U;;a/Ja Tani Berbasis
Murbei Dctkclanjutan di DAS I.awo

Nama

Mahendro Harjiauto

N fM

;\165100021

Disemiui oleb

rmt. Dr Ir Nnik SinukabaD, i\1Sc
K.etua

.~

'r

Dr Ir Oten: Ilaridjajl\, MSc.
D r zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Suria D:lYnu l'lIrigsn, MSc.
Aaggota

l\nggota

Dikctahui old!

Kctua Program Stud;
Ilmu Pengelolaan DAS

,-,,"zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

Ii';'
f;'?
\C

. :.~I'

D ekan ~ekQ .1;iliPascasarjana

," I

...

~

\::~~ ~:..
l'.

Dr II' Suria Darma T;trigan. MSc.zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
--. Dr-Ii Dahrul Syah, MSr..Agr.
Tanggal Ujian: 4 Juoi 2014
(Tanggal pelaksanaan ujian disertasi)

Tanggal Lulus:

1 B h"llr\l 2G;5

(TanggaJ penandatanganan
disertasi olch Dekan Sekolah

Pascasariana]

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat di selesaikan. Karya ilmiah ini
disusun guna memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan di sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS
dengan judul Kajian Perencanaan Pengembangan Usaha Tani Berbasis Murbei
Berkelanjutan di DAS lawo. Penelitian ini dilaksanakan pada bula Desember 2013
hinga bulan Juli 2014.
Karya ilmiah ini mencakup beberapa tujuan penelitian, yakni menkaji
karakteristik biofisik DAS Lawo (evaluasi kemampuan lahan dan prediksi erosi)
untuk pengembangan usaha tani berbasis murbei., menkaji kelayakan finansial dan
merumuskan agroteknologi usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo yang mampu
meningkatkan pendapatan petani hingga sama atau melebihi standar kehidupan
layak petani, serta merumuskan usaha tani berbasis murbei optimal dan
berkelanjutan di DAS Lawo. Keluaran yang dicapai dari penelitian ini adalah
bahwa DAS Lawo didominasi oleh kelas kemampuan lahan III yang cocok untuk
areal pengembangan murbei. Pengembangan usaha tani berbasis murbei di DAS
lawo harus disertai dengan penerapan konservasi tanah dan Agroteknologi
pemupukan anorganik serta dikombinasikan dengan pemeliharaan ternak kambing
guna mendorong peningkatan pendapatan petani hingga sama atau melebihi standar
hidup layak petani. Pengembangan usaha tani berbasis murbei yang diikuti
dengan alokasi penggunaan lahan optimal mampu menekan degaradasi lahan di
DAS Lawo.
Penelitian Disertasi ini sebagian didanai oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan melalui Beasiswa pendidikan pasca sarjana Kementerian
Kehutanan dari tahun 2010 – 2014. Untuk itu penghargaan dan ucapan terima kasih
kami sampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah
memberikan fasilitas beasiswa.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada, Bapak Prof
Dr Ir Naik Sinukaban, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak
Dr Ir
Oteng Haridjaja, MSc serta Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc selaku anggota komisi
pembimbing yang telah banyak memberi saran dan motivasi sehingga karya ilmiah
ini dapat diselesaikan.
Akhirnya semoga Semoga karya ilmiah ini menjadi sumbangsih penulis
terhadap ilmu pengetahuan dan berguna bagi semua pihak. Terima Kasih
Bogor,

Juni 2015

Mahendra harjianto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Permasalahan
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kebaruan Penelitian
2 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Letak Geografis
Kondisi Biofisik
Penggunaan Lahan
Topografi
Curah Hujan
Kondisi Hidrologi DAS Lawo
Kondisi Sosial
Sebaran Jumlah Penduduk
Pendidikan
Tingkat Persepsi Petani Terhadap Upaya Pengembangan Usaha Tani
Berbasis Murbei di DAS Lawo
Agama dan Budaya
Kondisi Ekonomi
Kondisi Kesejahteraan Masyarakat
Mata Pencaharian
Kelembagaan
3 PREDIKSI EROSI DAN EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN
UNTUK PENGEMBANGAN USAHA TANI BERBASIS MURBEI
BERKELANJUTAN DI DAS LAWO
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Bahan dan Alat
Jenis, Sumber dan Kegunaan Data
Metode
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Satuan Lahan Pengamatan Intensif di DAS Lawo.
Evaluasi Kelas Kemampuan Lahan DAS Lawo
Pengaruh Berbagai Pola Usaha Tani terhadap Erosi dan Aliran
Permukaan
Erosi yang Dapat Ditoleransikan
Prediksi Erosi di DAS Lawo

1
3
4
8
8
8
9
9
9
9
9
10
11
13
13
13
14
15
16
16
17
17

19
19
20
20
21
21
28
28
31
35
38
38

Arahan Tindakan Konservasi Tanah dan Air Pada Usaha Tani Berbasis
Murbei di DAS Lawo
Simpulan
4 ANALISIS
USAHA
TANI
BERKELANJUTAN DI DAS LAWO

BERBASIS

MURBEI
48

Pendahuluan
Agroteknologi Murbei
Sistem Pertanian Berkelanjutan
Bahan dan Metode
Bahan dan Alat
Jenis, Sumber dan Kegunaan Data
Metode
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Responden petani Murbei di DAS Lawo
Karakteristik Usaha Tani Berbasis Murbei di DAS Lawo
Usaha Tani Murbei 1 (M1)
Usaha Tani Murbei 2 (M2)
Usaha Tani Murbei 3 (M3)
Tumpang sari murbei dengan Kakao (M-C)
Alternatif Pengembangan Usaha Tani Berbasis Murbei Berkelanjutan
Simpulan
5 OPTIMALISASI
USAHA
TANI
BERKELANJUTAN DI DAS LAWO

BERBASIS

6 PEMBAHASAN UMUM
Arahan Pengembangan Usaha tani Berbasis Murbei Berkelanjutan di DAS
Lawo
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

48
49
50
51
51
51
52
55
55
57
61
61
62
63
67
75

MURBEI

Pendahuluan
Konsep Optimasi Lahan.
Program Tujuan Ganda
Bahan dan Metode
Alat dan Bahan
Jenis, Sumber dan Kegunaan Data
Metode
Hasil dan Pembahasan
Analisis Keberlanjutan Usaha Tani Berbasis Murbei di DAS Lawo
Faktor kendala, tujuan, dan formulasi Optimalisasi Lahan Usaha tani
Berbasis Murbei di DAS Lawo
Simpulan

7 SIMPULAN DAN SARAN

44
47

76
76
76
77
80
80
81
81
84
84
86
89
90
90
100
100
100
101

DAFTAR TABEL

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

12.
13.
14.
15.
16.

Sebaran jenis penggunaan lahan di DAS Lawo
Sebaran topografi dan kelas lereng di DAS Lawo
Kondisi morfometri sub DAS Lawo
Jumlah penduduk pria dan wanita masing-masing kecamatan di DAS
Lawo tahun 2013
Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut pendidikan di
DAS Lawo
Persepsi petani terhadap upaya pengembangan usaha tani berbasi
murbei di DAS Lawo
Sebaran jumlah keluarga pra sejahtera, sejahtera I dan sejahtera II, III,
III+ masing masing kecamatan di DAS Lawo
Sebaran mata pencaharaian penduduk di DAS Lawo
Jenis, sumber dan kegunaan data
Kriteria klasifikasi kemampuan lahan
Perlakuan masing-masing petak erosi yang ditentukan berdasarkan
tipe usaha tani berbasis murbei dan tipe usaha tani lahan kering yang
dominan serta kemiringan lereng yang digunakan untuk pengukuran
aliran permukaan dan erosi lapangan
Satuan lahan di DAS Lawo
Kelas kemampuan lahan (KKL) di DAS Lawo
Pengaruh tipe usaha tani berbasis murbei terhadap aliran permukaan
dan erosi
Sebaran Nilai ETol pada masing-masing satuan lahan di DAS Lawo
Perhitungan prediksi erosi masing-masing satuan lahan di DAS Lawo

9
10
12
13
14
15
16
17
21
22

26
29
31
35
38
39

17. Prediksi erosi pada setiap tipe usaha tani berbasis murbei di DAS
Lawo
18. Prediksi erosi pada tipe usaha tani berbasis murbei setelah penerapan
konservasi tanah di DAS Lawo
19. Kesesuaian jenis murbei berdasarkan ketinggian tempat tumbuh
20. Rekomendasi tindakan konservasi tanah dan air pada lahan usahatani
berbasis murbei di DAS lawo
21. Jenis, sumber dan kegunaan data penelitian
22. Karakteristik petani murbei di DAS Lawo
23. Sebaran responden berdasarkan kepemilikan lahan murbei
24. Luas tanaman murbei di DAS Lawo
25. Luasan beberapa tipe usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo
26. Deskripsi karakteristik setiap usaha tani berbasis murbei di DAS
Lawo
27. Besaran tenaga yang dibutuhkan berdasarkan tipe usaha tani berbasis
murbei existing
28. Biaya produksi tiap tipe usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo
29. Produksi usaha tani berbasis murbei skala usaha 1 ha per tahun di DAS
Lawo

42
43
44
45
52
56
57
58
59
60
64
64
65

30. Penerimaan usaha tani berbasis murbei per kepala keluarga di DAS
Lawo
31. Pendapatan Usaha tani luasan 1 hektar di DAS Lawo
32. Sebaran produksi daun murbei, kokon, kakao dan ternak pada masingmasing tipe usaha tani setelah penerapan SA1
33. Pengaruh penerapan SA1 terhadap biaya, penerimaan dan pendapatan
pada setiap tipe usaha tani berbasis murbei
34. Pengaruh penerapan SA1 terhadap tingkat kelayakan setiap tipe usaha
tani berbasis murbei di DAS Lawo pada setiap kemiringan lereng
35. Sebaran produksi daun murbei kokon kakao dan ternak pada masingmasing tipe usaha tani setelah penerapan SA2
36. Pengaruh penerapan SA2 terhadap biaya penerimaan dan pendapatan
pada setiap tipe usaha tani berbasis murbei
37. Pengaruh penerapan SA2 terhadap tingkat kelayakan setiap tipe usaha
tani berbasis murbei di DAS Lawo pada setiap kemiringan lereng
38. Perangkat pengambil keputusan analisis kelayakan pengembangan
usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo
39. Kriteria fungsi kendala sumber daya dan kendala tujuan pada analisis
optimalisasi usaha tani berbasis murbei dengan LINDO
40. Optimalisasi lahan usaha tani berbasis murbei di DAS Lawo seluas 1
ha pada kelas lereng 6%, 12% dan 18% dengan skenario agroteknologi
2
41. Perangkat pengambil keputusan (decision tool) di DAS Lawo
42. Rekomendasi penggunaan lahan optimal di DAS Lawo

66
66
69
69
71
72
73
74
86
87
88
95
97

DAFTAR GAMBAR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Kerangka pikir pengembangan usaha tani berbasis murbei berkelanjutan
di DAS Lawo
Diagram alir tahapan penelitian
Sebaran curah hujan dan hari hujan di DAS Lawo berdasarkan data hujan
tahun 1985-2012
Desain petak pengamatan erosi dan aliran permukaan
Peta satuan lahan DAS Lawo
Peta kelas kemampuan lahan DAS Lawo
Grafik prediksi erosi dan ETol pada penggunaan lahan belukar dan hutan
Grafik prediksi erosi dan ETol pada penggunaan lahan pertanian
Grafik hubungan antara prediksi erosi (E) dan erosi yang dapat
ditoleransikan (ETol) pada lahan usaha tani berbasis murbei di DAS
Lawo
Peta rekomendasi konservasi tanah dan air pada lahan usaha tani berbasis
murbei di DAS Lawo
Foto usaha tani berbasis murbei dengan pola panen 10 kali dalam setahun
(a) dan usaha tani berbasis murbei dengan pola panen 6 kali dalam
setahun (b)
Foto usaha tani berbasis murbei yang tidak terawat (a) dan usaha tani
berbasis murbei tumpang sari dengan coklat M-C (b)
Hubungan antara pemupukan urea dengan produksi daun pada beberapa
jenis tanaman murbei di kebun percobaan Pakato Sulawesi Selatan
Grafik pengaruh penerapan skenario agroteknologi 1 terhadap
pendapatan petani pada masing-masing tipe usaha tani berbasis murbei
Grafik pengaruh penerapan skenario agroteknologi 2 terhadap
pendapatan petani pada masing-masing tipe usaha tani berbasis murbei
Grafik pengaruh penerapan skenario agroteknologi 1 terhadap erosi (E)
dan pendapatan (P) pada masing-masing pola usaha tani berbasis murbei
(M1, M2, M3, M-C)
Grafik pengaruh penerapan skenario agroteknologi 2 terhadap erosi (E)
dan pendapatan (P) pada masing-masing pola usaha tani berbasis murbei
(M1, M2, M3, M-C)
Peta pola ruang DAS Lawo berdasarkan RTRW Kabupaten Soppeng
Peta rekomendasi penggunaan lahan optimal di DAS Lawo

6
7
10
25
30
34
41
41
43
46
59
63
68
70
73
84
85
94
96

DAFTAR LAMPIRAN
TABEL

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Faktor-faktor penghambat dalam klasifikasi kemampuan lahan
Nilai faktor C dengan pertanaman tunggal
Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) dan pengelolaan tanaman
(C )
Faktor kedalaman beberapa sub order tanah
Kedalaman tanah minimum untuk berbagai jenis tanaman
Hasil analisis optimasi menggunakan program Lindo usaha tani M2
skenario agroteknologi 2 pada lereng 6%
Hasil analisis optimasi menggunakan program Lindo usaha tani M2
skenario agroteknologi 2 pada lereng 12%
Hasil analisis optimasi menggunakan program Lindo usaha tani M2
skenario agroteknologi 2 pada lereng 18%
Data curah hujan selama 28 tahun terakhir (1985–2012) di DAS Lawo
121
Penilaian kelas kemampuan lahan DAS Lawo
Prediksi erosi pada beberapa satuan lahan di DAS Lawo
Nilai erosi yang di toleransikan (ETol) masing- masing satuan lahan
di DAS Lawo
Hasil analisis sifat fisika tanah di DAS Lawo
Analisis kelayakan investasi usaha tani berbasis murbei pada kondisi
existing dan setelah penerapan skenario agroteknologi 1
Analisis kelayakan investasi usaha tani berbasis murbei pada setelah
penerapan skenario agroteknologi 2

111
114
115
116
117
118
119
120
123
126
127
128
130
131

GAMBAR
1. Peta penggunaan lahan DAS Lawo
2.
Peta lereng DAS Lawo
3.
Peta jenis tanah DAS Lawo

132
133
134

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gangguan terhadap lingkungan hidup umumnya bersifat lintas wilayah
(transboundary environmental problems) yang sering kali melampaui batas
administrasi pemerintahan, baik regional, nasional maupun internasional, dengan
demikian keberlanjutan pembangunan di daerah tengah dan hilir suatu DAS tidak
dapat lagi dilepaskan dari aktivitas pembangunan yang berlangsung di wilayah hulu
DAS. Kondisi ini menggambarkan keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam
di daerah tengah dan hilir suatu ekosistem DAS tidak dapat dilepaskan dari pola
pengelolaan lingkungan/sumber daya alam di hulu (Simenstad et al. 1992).
Kerusakan DAS sering diawali oleh kerusakan hutan akibat alih fungsi hutan
menjadi pemukiman, perkebunan/pertanian terutama praktek pertanian tanpa
penerapan teknik konservasi tanah dan air secara memadai. Pengolahan dan
pengelolaan lahan yang tidak mempertimbangkan kemampuan tanah telah
menyebabkan kerusakan DAS yang diindikasikan oleh terjadinya erosi lahan yang
cukup besar, fluktuasi debit sungai (banjir di musim hujan, kekeringan di musim
kemarau), dan menurunnya produktivitas lahan. Faktor utama penyebab kerusakan
DAS adalah: (1) hilang/rusaknya penutupan vegetasi permanen/hutan di bagian
hulu, (2) penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, dan (3)
penerapan teknologi pengelolaan lahan/pengelolaan DAS yang tidak memenuhi
syarat yang diperlukan (Sinukaban 2007).
Kerusakan DAS Bila Walanae berdampak pada terjadinya sedimentasi Danau
Tempe dan banjir yang hampir terjadi setiap tahun di Wajo, Sopeng dan Bone,
dengan frekuensi dan besaran banjir yang sulit diprediksi. Banjir besar terjadi pada
bulan November tahun 2010 yang telah merusak 99 470 ha sawah dengan total
kerugian 10.86 miliar rupiah (Unru 2010).
Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya alam
yang tidak memadai di hulu DAS berdampak negatif terhadap kondisi lingkungan
di wilayah hilir. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya pengelolaan DAS yang
lestari melalui penggunaan sumberdaya alam secara rasional agar mendapatkan
produksi yang maksimum dalam waktu yang tidak terbatas dan mencegah
terjadinya kerusakan lahan seminimal mungkin.
DAS Lawo seluas 35 174 ha merupakan salah satu DAS di Sulawesi Selatan
yang saat ini kondisinya sangat penting untuk ditangani, hal ini karena adanya
degradasi dan transformasi hutan yang terus meningkat dan tidak terkendali.
Bentuk dan pola degradasi yang terjadi sangat beragam mulai dari: (1) penurunan
kerapatan dan jenis vegetasi, (2) perubahan tipe vegetasi penutup lahan (land cover
type), dan (3) impermeabilitas yaitu perubahan lahan budidaya (cultivated land)
menjadi lahan pemukiman yang permukaannya kedap air (non cultivated land yang
impermeable). Alih fungsi hutan menjadi lahan bukan hutan selama kurun waktu
10 tahun di DAS Lawo mencapai 4 933 ha (33.5%), sedangkan total kawasan hutan
yang mengalami perambahan (alih fungsi dan illegal loging) seluas 8 719 ha atau
58.29% dari total luas kawasan hutan 14 597 ha. Sebaran hutan primer di DAS
Lawo saat ini hanya tersisa 1 023.1 ha (2.9%), dan hutan sekunder 8 768.4 ha
(24.9%), sedangkan penggunaan lahan dominan di DAS Lawo adalah kebun

2

campuran seluas 18 123.1 ha (51.5%) dengan jenis tanaman antara lain kakao
(Theobroma cacao), murbei (Morus sp), kelapa (Cocos nucifera L). (BPDAS
2012).
Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian di DAS Lawo,
berimplikasi terhadap fluktuasi debit sungai. Hal ini dapat dilihat dari nilai
koefisien rejim sungai pada tahun 2008 sebesar 78.6 ( debit maksimum 110
m3/detik, dan debit minimum 1.4 m 3/detik). Sebaran lahan yang memiliki
prediksi erosi lebih besar di bandingkan eros yang di Toleransikan ( E > Etol)
seluas 14 279.3 ha atau 40.6% dari total luas DAS Lawo, selain itu dampak
langsung yang di rasakan masyarakat adalah luasnya sebaran lahan kritis yang
mencapai 9 378.2 ha (26.7%) di DAS Lawo . (Dinas PSDA Sulawesi Selatan
2012; Pertiwi et al. 2011; BPDAS Jeneberang Walanae 2012).
Potensi kerusakan sumber daya hutan dan lahan di DAS Lawo akan terus
mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan masih
banyaknya jumlah keluarga miskin yang berada di dalam wilayah DAS Lawo.
Pada tahun 2013 tercatat bahwa kepadatan rata-rata penduduk yang berada di DAS
Lawo mencapai 151 jiwa/km2, dengan pertumbuhan penduduk 1 % tahun-1 (BPS
Soppeng 2013).
Akibat kerusakan lahan di DAS Lawo adalah rendahnya produksi beberapa
jenis komoditi unggulan seperti padi, kacang tanah, kedelai, dan jagung, dengan
produksi masing-masing sebesar 5.3 ton ha -1 (padi), 3.6 ton ha-1 (jagung), 1.4
ton ha-1 (kedelai) dan 1.7 ton ha -1 (kacang tanah) (BPS, Soppeng dalam Angka
2013).
Produktivitas hasil pertanian yang rendah juga terjadi pada usaha tani
berbasis murbei, produksi daun tanaman murbei (Morus alba) di Kabupaten
Soppeng (7.1 ton ha-1 th-1) lebih rendah dibandingkan produksi daun murbei di
Kabupaten Luwu (8.6 ton ha -1 tahun-1). Kondisi ini menyebabkan produksi
kokon yang dihasilkan dari usaha persuteraan alam di DAS Lawo tidak optimal
(Santoso 2012). Rendahnya produktivitas hasil pertanian berdampak langsung
pada rendahnya pendapatan petani di wilayah ini, data BPS Soppeng (2013)
menunjukkan rata-rata pendapatan penduduk di Kabupaten Soppeng adalah
sebesar Rp16 315 876 kk-1 tahun-1 atau Rp1 359 656 kk-1 bulan-1, sebaran jumlah
rumah tangga miskin di wilayah ini mencapai 16.2% dari total jumlah rumah
tangga di Kabupaten Soppeng (BPS Soppeng 2013).
Permasalahan pengembangan usaha persuteraan alam di wilayah ini sangat
kompleks mulai dari rendahnya harga kokon, menurunnya produktivitas kebun
murbei, dan kualitas ulat yang kurang baik serta rendahnya pendapatan petani
sutera. Rata-rata pendapatan bersih petani murbei/sutera di Soppeng adalah sebesar
Rp1 946 980 tahun-1, ini menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan petani
murbei/sutera jauh lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata pendapatan penduduk
di Kabupaten Soppeng sebesar Rp16 315 876 kk-1 tahun-1 ( Kadir et al 2008, BPS
Soppeng 2013).
Fenomena kerusakan DAS Lawo pada dasarnya tidak bisa terlepas dari
permasalahan sosial ekonomi masyarakat. Pertumbuhan jumlah penduduk dan
rendahnya tingkat pendapatan masyarakat merupakan faktor utama serta alasan
yang paling mendasar timbulnya perambahan hutan, alih fungsi lahan, dan
penggunaan lahan di dalam DAS yang tidak tepat. Pertambahan penduduk
mengakibatkan peningkatan penyediaan kebutuhan pangan, termasuk air, dan

3

papan, juga meningkat. Keinginan dan motivasi masyarakat dalam memenuhi
kecukupan kebutuhan primer dan sekunder telah mendorong masyarakat
khususnya petani tidak rasional dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan.
Pertumbuhan penduduk merupakan faktor pengungkit (leverage factor) terhadap
peningkatan penggunaan lahan hutan, erosi lahan pemukiman, dan erosi lahan
pertanian (Waluko AF 2012).
Upaya pengelolaan DAS harus dilakukan secara intensif dan dilakukan
secara terus-menerus guna mewujudkan kondisi DAS yang lestari. Pengelolaan
DAS yang memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan kepentingan
peningkatan produksi pertanian serta pendapatan masyarakat. Pengelolaan dan
pengembangan DAS secara lestari dapat diwujudkan dengan alokasi
penggunaan lahan secara tepat di dalam DAS, untuk itu diperlukan suatu
evaluasi kemampuan lahan di DAS tersebut, ini karena dalam klasifikasi
kemampuan lahan diatur pola penggunaan lahan sesuai dengan daya dukungnya
(Panhalkar S. 2011; Ayalew D; dan Yilak et al. 2014).
Pengelolaan DAS yang baik adalah upaya penggunaan sumber daya alam di
dalam DAS secara rasional untuk mendapatkan produksi maksimum dalam waktu yang
tidak terbatas dan menekan bahaya kerusakan (degradasi lahan) seminimal mungkin,
serta diperoleh water yield yang merata sepanjang tahun. Adapun tujuan utama
pengelolaan DAS adalah DAS yang sustainable, yaitu pendapatan masyarakat di
dalamnya cukup tinggi, teknologi yang diterapkan tidak menimbulkan kerusakan, dan
teknologi tersebut acceptable dan replicable (Sinukaban 1999).
Pemilihan DAS Lawo sebagai lokus penelitian didasarkan beberapa
pertimbangan, antara lain; (1) Bagian hulu DAS terdapat kawasan hutan negara
yang mengalami perambahan hutan baik berupa alih fungsi hutan menjadi lahan
pertanian dan perkebunan maupun pembalakan liar, (2) Aktifitas pertanian lahan
kering yang tidak sesuai peruntukannya dapat mengancam keberadaan fungsi
hidrologis DAS Lawo, (3) DAS Lawo merupakan kawasan penyangga Danau
Tempe, yang semakin hari kelestariannya semakin terancam (Setiawan dan
Wibowo 2013).
Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah pokok yang
perlu diatasi dalam pengembangan usaha tani berbasis murbei dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat menuju pengelolaan DAS yang berkelanjutan, yaitu:
1. Usaha tani berbasis murbei yang dilakukan selama ini kurang
mempertimbangkan kelas kemampuan, kesesuaian tempat tumbuh dan daya
dukung lahan serta tidak menerapkan praktek konservasi tanah dan air yang
memadai, sehingga berpotensi menyebabkan tingginya aliran permukaan dan
erosi lahan di DAS Lawo.
2. Pendapatan petani murbei di DAS Lawo masih rendah, sehingga perlu
dilakukan kajian sejauh mana kelayakan finansial serta kontribusi usaha tani
berbasis murbei terhadap pemenuhan hidup layak petani di DAS Lawo.
3. Belum ada rumusan pola usaha tani berbasis murbei yang optimal serta
berkelanjutan di DAS Lawo.

4

Kerangka Pemikiran
Daerah aliran sungai (DAS) terdiri atas unsur - unsur yang saling berinteraksi
dan membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi dan sangat peka terhadap
input-input yang terjadi didalamnya. Salah satu input yang mempengaruhi kondisi
DAS adalah perubahan penggunaan lahan. Hutan di wilayah DAS Lawo umunya
di konversi menjadi lahan pertanian termasuk di dalamnya untuk kebun murbei
yang masih di kelola secara konvensional sehingga belum dapat memenuhi
kebutuhan hidup petani secara layak dan bahkan menimbulkan degradasi lahan.
Pengelolaan DAS harus dilakukan dengan memadukan kepentingan
konservasi tanah dan air dengan kepentingan produksi pertanian, melalui sistem
pertanian konservasi, dengan penerapan sistem pertanian konservasi dapat
diharapkan usaha tani lahan kering dapat lestari (sustainable) (Sinukaban 1994;
2005). Sinukaban et al. (2001) juga menyatakan bahwa untuk mewujudkan
kelestarian DAS diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan DAS
secara cermat dan seksama. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa tahapan
perencanaan, yang meliputi penataan penggunaan lahan yang mengacu pada faktorfaktor biofisik setempat, pemilihan alternatif komoditas dan pemilihan
agroteknologi yang optimal. Agroteknologi yang optimal adalah agroteknologi
yang menjamin menghasilkan pendapatan yang cukup tinggi, teknologi yang dapat
diterima (acceptable) dan dapat dikembangkan (replicable) oleh petani.
Sistem pertanian konservasi (SPK) adalah sistem pertanian yang dapat
mengendalikan degradasi lahan (erosi ≤ ETol) dan meningkatkan pendapatan petani
hingga dapat memenuhi standar kebutuhan hidup secara layak dengan
menggunakan agroteknologi memadai serta bersifat khas lokasi (site specific).
Penerapan sistem pertanian konservasi merupakan langkah tepat untuk menjamin
kelestarian usaha tani lahan kering dalam suatu DAS. Untuk itu agar sumberdaya
lahan dapat dilakukan secara lestari dan berkelanjutan maka optimalisasi pola usaha
tani perlu didesain dan dirancang dengan tepat agar usaha tani berbasis murbei di
DAS Lawo dapat berkelanjutan.
Sinukaban (2007) menyatakan bahwa dalam perencanaan usaha tani perlu
dilakukan beberapa tahapan yang meliputi: (1) melakukan evaluasi potensi fisik
lahan, (2) mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan, (3) melakukan prediksi
erosi, (4) melakukan analisis ekonomi usaha tani, dan (5) mempertimbangkan aspek
sosial
Pengelolaan DAS lestari dapat. dilakukan dengan beberapa tahapan
perencanaan meliputi: 1) penataan penggunaan lahan yang mengacu atau
mempertimbangkan faktor-faktor biofisik setempat dengan penggunaan model
simulasi, 2) pemilihan alternatif komoditas yang sesuai dengan faktor biofisik
setempat, dan 3) pemilihan alternatif agroteknologi. Optimalisasi pola atau tipe
usaha tani dan agroteknologi yang menjamin pendapatan yang cukup tinggi, dapat
diterima (acceptable) dan dapat dikembangkan (replicable) harus dilakukan.
Tahapan perencanaan tersebut memberikan gambaran bahwa penerapan sistem
pertanian konservasi merupakan langkah tepat untuk menjamin kelestarian usaha
tani lahan kering dalam suatu DAS.
Hal senada juga di sampaikan oleh (Panhalkar S. 2011; Ayalew D; dan Yilak
et al. 2014), bahwa pengelolaan dan pengembangan DAS secara lestari dapat
diwujudkan dengan alokasi penggunaan lahan secara tepat di dalam DAS, untuk itu

5

perlukan suatu evaluasi kemampuan lahan, ini karena dengan menyusun kelas
kemampuan lahan dapat di rekomendasikan pola penggunaan lahan yang tepat di
dalam DAS.
Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan penilaian
kemampuan dan kesesuaian lahan pada tiap satuan lahan yang bertujuan untuk
mengetahui produktivitas dari masing-masing satuan lahan bagi usaha tani.
Penggunaan lahan yang sesuai dan cocok dengan kemampuan lahan merupakan
langkah awal menuju sistem budidaya tanaman yang baik. Untuk itu, bila kondisi
tanahnya tidak sesuai untuk pertanian maka agroteknologi apapun yang digunakan
tidak akan dapat mencegah erosi. (Sinukaban, 1989).
Agoteknologi adalah suatu teknologi inovatif yang di rancang untuk
mencapai produksi pertanian yang lebih efisies dan menguntungkan (Parker 2002).
Pengertian tersebut menunjukan bahwa agroteknologi meliputi semua teknologi
yang diterapkan dalam budidaya tanaman pertanian seperti system tanam,
pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit serta teknik konservasi tanah dan
air (KTA).
Pemilihan agroteknologi usaha tani berbasis murbei berkelanjutan harus
berdasarkan beberapa kriteria, yaitu memberi keuntungan kelestarian lingkungan
(environmentally friendly), memberi keuntungan ekonomi kepada masyarakat
(economically profitable), serta dapat di terima dan diaplikasikan oleh masyarakat
(socially acceptable and applicable) secara simultan.
Keberhasilan penerapan agroteknologi pada suatu bidang lahan dapat
dievaluasi dari besarnya erosi yang terjadi. Prediksi erosi yang di hasilkan harus
lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi (E < ETol).
Agroteknologi yang dikembangkan harus disesuaikan dengan karakteristik biofisik
dan kondisi sosial ekonomi masyarakat (site specific) seperti ketersediaan modal
petani (lahan, tenaga kerja, sarana produksi dan lain-lain), serta menguntungkan,
terutama harus dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
sehingga sama atau melebihi standar kehidupan layak ( P > PHKL). Agroteknologi
yang layak di kembangkan juga harus memenuhi indicator sosial yaitu teknologinya
dapat diterima dan dikembangkan oleh petani setempat (Sinukaban 2004).
Pemilihan alternatif agroteknologi yang dipilih adalah agroteknologi yang
efektif dalam mengurangi erosi dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Terkait
dengan hal tersebut maka pemilihan agroteknologi dapat dilakukan dengan simulasi
menggunakan model prediksi erosi Universal of Soil Loss Equation (USLE), karena
model USLE ini berfungsi baik untuk skala plot atau usaha tani (Tarigan dan
Sinukaban 2000).
Selanjutnya upaya untuk merumuskan model pertanian berkelanjutan dalam
pengelolaan DAS melalui analisis system multikriteria, dengan multiple goal
programming (MGP) atau program tujuan ganda yang digunakan berdasarkan
typical farm size. Metode ini dapat mengakomodasi berbagai tujuan atau
kepentingan secara simultan (Nasendi dan Anwar 1985; Mulyono 1991).
Fungsi tujuan di dalam analisis optimalisasi dengan program tujuan ganda,
adalah meminimumkan simpangan atau deviasi dari kendala tujuan yang ada, dalam
hal ini adalah erosi dan pendapatan usaha tani. Pola usaha tani yang optimal
diperoleh jika deviasi pada tolok ukur erosi dan tolok ukur pendapatan usaha tani
memiliki rentang yang paling minimal (Gambar 1).

6

Daerah Aliran Sungai
1. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan daya
dukungnya
2. Alih fungsi hutan (33.5%), Total perambahan hutan
(58.3%)

Lahan yang memiliki
prediksi erosi > Etol
seluas 14 279.3 ha
(40.6%)

Tingkat pendapatan
penduduk rendah
(Rp1 359 656 kk/bln)

Koefisien
rejim sungai
tinggi
(78.6)

Sebaran lahan kritis
seluas
9 378.23 ha (26.7%)

Perencanaan Penggunaan Lahan dan Implementasi Agroteknologi
yang tepat untuk pengelolaan DAS Berkelanjutan

Kajian Kodisi Biofisik Lahan
meliputi : Karaktersitik satuan
lahan, evaluasi kelas
kemampuan lahan dan prediksi
erosi di DAS Lawo

Tidak

Kajian pengaruh
agroteknologi murbei
terhadap erosi dan
aliran permukaan

Analisa
keberlanjutan usaha
tani berbasis murbei

• Layak secara ekonomi
• Pendapatan ≥ KHL
• Teknologi acceptable
dan replicable

Erosi
≤ Etol

Tidak

Ya

Analisa keputusan dengan program tujuan ganda

Usaha tani murbei optimal dan
berkelanjutan

Pengelolaan DAS
Lestari

Gambar 1 Kerangka pikir pengembangan usaha tani berbasis murbei berkelanjutan di DAS
Lawo

7

Mulai

Persiapan :
Studi Pustaka, Pengumpulan Peta dan Data Sekunder, Penetapan Sampel (Satuan lahan pengamatan, tanah dan responden),
Persiapan Kuisioner, dan Groundchek
Persiapan :

Tujuan 1 dan 2

Pengumpulan Data di Lapangan

Survei, Pengukuran dan Pengamatan Kondisi Aktual

Data Sosial Ekonomi : Penduduk, Pendapatan,
Jenis usaha tani, Luas dan status penggunaan
lahan, Modal, Penggunaan input dan Sarana
Produksi dan Agroteknologi yang digunakan

Data Biofisik : Curah Hujan,
Karakteristik Lahan dan Penggunaan
Lahan, Tipe Usaha tani berbasis
Murbei

• Analisa kemampuan
• Analisa tipe usaha tani murbei
• Analisas pengaruh tipe usaha tani murbei
terhadap sifat tanah, Aliran permukaan dan
Erosi lahan usaha tani
• Prediksi erosi dengan USLE





Analisis karakteristik responden petani
Analisis karakteristik usaha tani
Analisis kelayakan usaha tani
Analisis karakteristik responden petani

Alternatif tipe dan agroteknologi usaha tani murbei yang telah
diadaptasi oleh masyarakat

Tujuan 3
Analisis agroteknologi murbei (Erosi PKHL

Agroteknologi murbei berkelanjutan

Analisa optimalisasi usaha tani murbei berkelanjutan dengan PTG

Usaha tani berkelanjutan dan penggunaan lahan
optimal

Selesai

Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian

8

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada di atas maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mengkaji karakteristik biofisik DAS Lawo (evaluasi kemampuan lahan dan
prediksi erosi) untuk pengembangan usaha tani berbasis murbei.
2. Melakukan analisis usaha tani serta merumuskan agroteknologi yang mampu
meningkatkan pendapatan petani murbei hingga sama atau lebih besar dari
standar kehidupan layak.
3. Merumuskan usaha tani berbasis murbei yang optimal dan berkelanjutan di
DAS Lawo.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Bahan pertimbangan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
pengambilan kebijakan pengembangan usaha tani berbasis murbei
berkelanjutan.
2. Menjadi sumber informasi bagi petani sebagai pengguna lahan dan pihak
swasta yang menggeluti usaha persuteraan alam.
3. Pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam hal kajian lahan optimal
untuk usaha tani murbei yang berkelanjutan dengan menggunakan analisis
program tujuan ganda.
Kebaruan Penelitian
Kebaruan dari penelitian ini adalah memberikan informasi:
1.
2.
3.
4.

Pengembangan tanaman murbei sebagai tanaman konservasi tanah.
Perumusan pola panen daun murbei sebanyak 6 kali dalam setahun, yang
merupakan pola panen daun paling efisien dalam kegiatan usaha tani berbasis
murbei
Perumusan Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan berdasarkan
perhitungan Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) dan ditambah dengan
Kebutuhan Hidup Tambahan (KHT) untuk keberlanjutan.
Perumusan model pengembangan usaha tani berbasis murbei berkelanjutan
dengan menggunakan indikator keberlanjutan: a) indikator ekosistem (nilai
prediksi erosi < Nilai ETol), b) indikator ekonomi (Pendapatan petani > nilai
KHL), dan c) indikator sosial (teknologi dapat diterapkan dan dikembangkan
petani).

9

2 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Letak Geografis
Daerah Aliran Sungai (DAS) Lawo terletak pada 119º45’0”–119º58’30” BT
dan 4º24’0”–4º10’30” LS seluas 35 174.62 ha. DAS Lawo secara administrasi
pemerintahan berada di Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan, dengan
batas-batas: sebelah utara Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Wajo,
sebelah timur Kabupaten Wajo, sebelah selatan Kabupaten Bone dan sebelah
barat Kabupaten Barru. Wilayah DAS Lawo sebagian merupakan daerah depresi
dan resapan air yang alirannya langsung masuk ke dalam Danau Tempe.
Kondisi Biofisik
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di DAS Lawo terdiri atas hutan primer, hutan sekunder,
hutan tanaman, pertanian lahan kering, kebun campuran, sawah, tanah terbuka,
belukar, dan belukar rawa (Tabel 1 dan Lampiran 14).
Tabel 1 Sebaran jenis penggunaan lahan di DAS Lawo
No

Jenis Penggunaan Lahan

Luas

Ha
(%)
Belukar
650.0
1.9
Belukar Rawa
682.7
1.9
Hutan Primer
1 023.1
2.9
Hutan Sekunder
8 768.4
24.9
Hutan Tanaman
188.7
0.6
Pertanian Lahan Kering
574.6
1.6
Kebun Campuran
18 123.1
51.5
Sawah
5 040.3
14.3
Tanah Terbuka
123.7
0.4
Jumlah
35 174.6
100
Sumber : BPDAS Jeneberang Walanae (2012), Observasi Lapangan (2013)
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Penggunaan lahan DAS Lawo saat ini didominasi oleh penggunaan lahan
untuk kebun campuran seluas 18 123.1 ha (51.5%), kemudian diikuti oleh hutan
sekunder seluas 8 768.4 ha (24.9%), sawah seluas 5 040.3 ha (14.3 %), dan hutan
primer seluas 1 023.1 ha (2.9%). Pada penggunaan lahan kebun campuran dan
pertanian lahan kering banyak dijumpai usaha tani berbasis murbei dengan berbagai
pola usaha tani.
Topografi
Perbedaan dalam bentuk wilayah suatu daerah akan menyebabkan perbedaan
dalam gerak air tanah bebas dan jenis-jenis vegetasi yang tumbuh di permukaan
tanah tersebut. Hal ini mengakibatkan pengaruh yang berbeda terhadap besar
kecilnya limpasan permukaan dan erosi lahan.

10

Berdasarkan analisis data Aster Gdem 30 m dan peta topografi DAS Lawo,
lokasi penelitian dibagi menjadi 5 kelas lereng yaitu datar (0–3%), landai (3–8%),
agak miring (8–15%), miring (15–30%) dan agak curam (30–45%) (Tabel 2).
Secara umum topografi DAS Lawo di dominasi oleh topografi miring hingga agak
curma seluas 17 426.5 ha ( 49.5 %).
Tabel 2 Sebaran topografi dan kelas lereng di DAS Lawo
Luas Lahan
(Ha)
(%)
Datar
961.1
2.7
Landai
11 922.9
33.9
Agak miring
4 864.1
13.8
Miring
9 788.2
27.9
Agak Curam
7 638.3
21.7
Jumlah
35 174.6
100.00
Sumber : BPDAS Jeneberang Walanae 2013; Analisa Aster Gdem 30 m
Topografi

Kelas Lereng
(%)
0-3
3-8
8-15
15-30
30-45

Curah Hujan

Hari hujan

Curah hujan (mm)

Berdasarkan data curah hujan selama 27 tahun terakhir (1985-2012) dari
pantauan stasiun Meteorologi dan Geofisika Soppeng (Lampiran 9) dapat diketahui
bahwa curah hujan rata-rata tahunan di lokasi penelitian adalah 1 850.79 mm, curah
hujan terendah terjadi pada bulan September (24 mm) dan curah hujan tertinggi
terjadi pada bulan Mei (64 mm). Tipe hujan di lokasi penelitian berdasarkan
klasifikasi Schmidt-Ferguson termasuk kedalam iklim tipe B (daerah basah),
dengan rata-rata bulan kering adalah 2 bulan dan rata-rata bulan basah adalah 7
bulan.

\?|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||\

Bulan
Gambar 4 Sebaran curah hujan dan hari hujan di DAS Lawo
berdasarkan data hujan tahun 1985-2012

11

Kondisi curah hujan di DAS Lawo pada 5 tahun terakhir sangat
dipengaruhi oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global.
Kondisi ini ditandai dengan masih terjadinya hujan di musim kemarau, terutama
pada tahun 2009 dan 2010. Terjadinya penyimpangan iklim yang memicu
terjadinya cuaca ekstrim di musim kemarau tidak lepas dari beberapa faktor
pengendali curah hujan seperti memanasnya suhu muka laut di perairan Indonesia.
Meningkatnya suhu muka laut di perairan Indonesia menyebabkan semakin
intensifnya proses penguapan dan pembentukan awan yang menyebabkan
terjadinya banyak hujan. Selain suhu permukaan laut, kondisi cuaca ekstrim di
sebagian besar wilayah Indonesia akhir-akhir ini terjadi akibat adanya fenomena
faktor global La Nina. La Nina menyebabkan penumpukan massa udara yang
banyak mengandung uap air di atmosfir Indonesia, sehingga potensi terbentuknya
awan hujan menjadi semakin tinggi. Akibatnya pada bulan-bulan di pertengahan
tahun 2010 yang seharusnya berlangsung musim kemarau kini justru turun hujan
deras, termasuk di DAS Lawo (Lampiran 9).
Perubahan iklim yang terjadi di hadapai petani di DAS Lawo dalam bentuk
mitigasi dan adaptasi, salah stu yang di lakukan adalah tidak melakukan pemanenan
daun murbei dan pemeliharaan ulat pada masa-masa kemarau (minim) air,sehingga
kegiat