Economic Analysis of Benefit Value of Coral Reef Ecosystem in Ternate Island North Maluku Province

(1)

ANALISIS EKONOMI MANFAAT EKOSISTEM TERUMBU

KARANG DI PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA

ERNI SISCA DEWI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 30 Desember 1974 dari Keluarga Bapak Muhammad Shaleh Sutan Ma’ruf dan Ibu Rudinah. Penulis merupakan anak terakhir dari delapan bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Cikokol I Tangerang pada tahun 1987, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 3 Tangerang pada tahun 1990, dan Sekolah Menegah Atas di SMAN 2 Tangerang pada tahun 1993.

Pada tahun yang sama penulis lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri Universitas Andalas. Penulis memilih jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis memperoleh gelar Sarjana Sains pada jurusan tersebut tahun 1998.

Sejak tahun 2001 penulis menjadi staf pengajar di Universitas Respati Indonesia, Jakarta. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan magister pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara .

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada para personalia dibawah ini :

1. Dr.Ir. Achmad Fahrudin, MS dan Dr.Ir. Luky Adrianto, MSc selaku ketua dan

anggota komisi pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan tesis ini.

2. Prof.Dr.Ir.Tridoyo Kusumastanto, MS selaku ketua Program Studi Ekonomi

Sumberdaya Kelautan Tropika Sekolah Pascasarjana Institut Pertania Bogor atas dukungan dan motivasinya.

3. Dr. Suharno M.Adev, selaku penguji atas masukan dan sarannya.

4. Drs. A.B.Suriadi M.Arsjad, MSc selaku kepala Pusat Survey Sumberdaya Alam

Laut Bidang Inventarisasi Sumberdaya Alam Laut Bakosurtanal atas izinnya menggunakan data penelitian team Bakosurtanal.

5. Mutmainnah Ridwan SPi, MSi dan rekan-rekan Program Studi Ekonomi

Sumberdaya Kelautan Tropika atas dukungan dan persahabatannya. 6. Orang tua dan keluarga atas se gala doa dan dukungannya.

Harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca. Atas masukan dan saran yang bersifat membangun penulis ucapkan terimakasih.

Bogor, Agustus 2006


(4)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan


(5)

ABSTRACT

ERNI SISCA DEWI. Economic Analysis of Benefit Value of Coral Reef Ecosystem in Ternate Island North Maluku Province. Under the supervision of ACHMAD FAHRUDIN and LUKY ADRIANTO.

Artisanal fishermen are people whose economic activities depend on natural resource especially coral reef ecosystem. In Ternate Island there are 729 fishermen household. Who are running some economic activities, including destructive fishing practices .

The aim of this research is to estimate the benefit value of coral reef in Ternate Island using Effect on Production (EoP) approach. This approach mainly applies to estimate the difference in value of productive output before and after the impact of activity. The results of this research show that the actual economic values of coral reef in Ternate Island based on cross section data is Rp 21.027.933.840,00, while produce an estimation of present value of the benefit is Rp 384.542.778,79. Furthermore, the present value of residual rent is as of estimated to be Rp 239.081.334,38.

Based on the time series appproach, it is estimated that a loss of benefit after 10 years has been occurred. Therefore foregone benefit value of coral reef in 10 years is Rp 5.097.140.400,00 or Rp 2.842.800.000,00 per hectare.


(6)

ABSTRAK

ERNI SISCA DEWI. Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan LUKY ADRIANTO.

Nelayan pancing merupakan kelompok nelayan yang sangat tergantung kepada keberadaan ekosistem terumbu karang. Di Pulau Ternate terdapat 729 nelayan pancing yang diantaranya menjalankan praktek penangkapan ikan karang secara destruktif.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengestimasi nilai manfaat dari ekosistem terumbu karang dengan menggunakan pendekatan efek produktivitas. Pendekatan ini menggunakan perbedaan hasil produksi perikanan karang sebelum dan sesudah praktek penangkapan ikan karang secara destruktif.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai estimasi ekonomi aktual dari ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate berdasarkan data primer adalah Rp 21.027.933.840,00. Sementara itu estimasi dari nilai manfaat sekarang adalah Rp 384.542.778,79. Sedangkan nilai estimasi manfaat bersih sekarang adalah Rp 239.081.334,38.

Dengan pendekatan data berkala diperoleh nilai estimasi dari manfaat ekosistem terumbu karang yang hilang selama kurun waktu 10 tahun. Estimasi nilai manfaat yang hilang yaitu sebesar Rp 5.097.140.400,00 atau sebesar Rp 2.842.800,00 per hektar.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Terumbu Karang... 5

Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang ... 12

MetodeValuasi Ekonomi... 16

KERANGKA PENDEKATAN STUDI ... 24

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu... 27

Metode Penelitian ... 27

Metode Pengambilan Sampel... 27

Variabel dan Cara Pengukuran ... 28

Analisis Data ... 29

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis ... 34

Kondisi Fisik ... 34

Kondisi Sosial Ekonomi ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN Pendekatan Data Cross Section... 47

Nilai Ekonomi Aktual (Net Benefit Income Approach) ... 47

Nilai Manfaat sekarang. ... 50

Nilai Manfaat Ekonomi Sekarang... 51

Analisis Sensitivitas Net Present Value ... 52

Keterkaitan Ikan Karang dengan Karang Hidup... 56

Pendekatan data Time series ... 62


(8)

Halaman SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 66

Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Valuasi Ekosistem Berdasarkan Tiga Tujuan Utama Efisisensi,

Keadilan ,Dan Keberlanjutan... . ... 13

2. Contoh Nilai Ekonomi Total Ekosistem Terumbu Karang... 16

3. Rincian Wilayah Pulau Ternate ... 37

4. Luas Jarak,dan Waktu Tempuh Ke Pulau–Pulau Kecil Di Kota Ternate ... 37

5. Sarana Pendidikan Dasar dan Menengah Di Kota Ternate tahun 2004 38 6. Perkembangan Indeks Harga Konsumen Berdasarkan Kelompok Harga Komoditi Di Kota Ternate Tahun 2000-2004... 39

7. Komposisi Sebaran RTP Di Pulau Ternate... 41

8. Produksi Hasil Perikanan Di Kota Ternate Tahun 1996-2004 ... 41

9. Perkembangan Produksi Perikanan Kota Ternate Dari Tahun 2002-2004 ... 42

10. Perkembangan Armada Tangkap Nelayan Selama 3 Tahun... 42

11. Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenis Di Pulau Ternate... 42

12. Sarana Dan Prasarana Pelabuhan Bastiong ... 44

13. Klasifikasi Umur Responden ... 45

14. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden ... 45

15. Klasifikasi Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga ... 46

16. Asal Responden... 46

17. Lama Domisili Responden... 47

18. Status Kepemilikan Armada ... 47

19. Rincian Estimasi Penerimaan Ikan Karang Nelayan Pancing Di Pulau Ternate ... 49

20. Rincian Estimasi Manfaat Bersih Nelayan Pancing Di Pulau Ternate 50 21. Nilai Estimasi Ekonomi Aktual Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate ... 44 22. Nilai Estimasi Manfaat Sekarang Ekosistem Terumbu Karang di


(10)

Pulau Ternate ... 51

Halaman

23. Nilai Estimasi Present Value Residual Rent Terumbu Karang Di

Pulau Ternate ... 52 24. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Berkurang 25

% menggunakan Pola Pemanfaatan Destruktif ... 54 25. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Bertambah

25% Menggunakan Pola Pemanfaatan Dengan Pengaturan ...54 26. Rincian Tindakan dan Penanganan Yang Harus Dilakukan Seluruh

Stake Holders pemanfaat Ekosistem Terumbu Karang ... 55

27. Perbandingan Net Prresent Value Dengan Perubahan Biaya Angkut 56

28. Rekapitulasi Persentase Sebaran Tutupan Karang di Pulau Ternate . 58

29. Rekapitulasi Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan Karang

Konsumsi Masyarakat di Pulau Ternate ... 59

30. Hasil Regresi Antara Ikan Karang Konsumsi Dengan Karang Hidup 57

31. Hasil Regresi Masing-Masing Ikan Karang Konsumsi Denga n

Tutupan Karang Hidup di Semua Stasiun Pengamatan ... 62 32. Perbandingan Produktivitas Terumbu Karang dengan Luasan

Terumbu Karang pada Tahun 1995 dan 2004... 64 33. Proporsi Luasan terumbu Karang tahun 1995 dan 2004... 65 34. Rincian Kehilangan Nilai Manfaat Terumbu Karang dari tahun


(11)

ANALISIS EKONOMI MANFAAT EKOSISTEM TERUMBU

KARANG DI PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA

ERNI SISCA DEWI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 30 Desember 1974 dari Keluarga Bapak Muhammad Shaleh Sutan Ma’ruf dan Ibu Rudinah. Penulis merupakan anak terakhir dari delapan bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Cikokol I Tangerang pada tahun 1987, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 3 Tangerang pada tahun 1990, dan Sekolah Menegah Atas di SMAN 2 Tangerang pada tahun 1993.

Pada tahun yang sama penulis lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri Universitas Andalas. Penulis memilih jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis memperoleh gelar Sarjana Sains pada jurusan tersebut tahun 1998.

Sejak tahun 2001 penulis menjadi staf pengajar di Universitas Respati Indonesia, Jakarta. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan magister pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara .

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada para personalia dibawah ini :

1. Dr.Ir. Achmad Fahrudin, MS dan Dr.Ir. Luky Adrianto, MSc selaku ketua dan

anggota komisi pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan tesis ini.

2. Prof.Dr.Ir.Tridoyo Kusumastanto, MS selaku ketua Program Studi Ekonomi

Sumberdaya Kelautan Tropika Sekolah Pascasarjana Institut Pertania Bogor atas dukungan dan motivasinya.

3. Dr. Suharno M.Adev, selaku penguji atas masukan dan sarannya.

4. Drs. A.B.Suriadi M.Arsjad, MSc selaku kepala Pusat Survey Sumberdaya Alam

Laut Bidang Inventarisasi Sumberdaya Alam Laut Bakosurtanal atas izinnya menggunakan data penelitian team Bakosurtanal.

5. Mutmainnah Ridwan SPi, MSi dan rekan-rekan Program Studi Ekonomi

Sumberdaya Kelautan Tropika atas dukungan dan persahabatannya. 6. Orang tua dan keluarga atas se gala doa dan dukungannya.

Harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca. Atas masukan dan saran yang bersifat membangun penulis ucapkan terimakasih.

Bogor, Agustus 2006


(14)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan


(15)

ABSTRACT

ERNI SISCA DEWI. Economic Analysis of Benefit Value of Coral Reef Ecosystem in Ternate Island North Maluku Province. Under the supervision of ACHMAD FAHRUDIN and LUKY ADRIANTO.

Artisanal fishermen are people whose economic activities depend on natural resource especially coral reef ecosystem. In Ternate Island there are 729 fishermen household. Who are running some economic activities, including destructive fishing practices .

The aim of this research is to estimate the benefit value of coral reef in Ternate Island using Effect on Production (EoP) approach. This approach mainly applies to estimate the difference in value of productive output before and after the impact of activity. The results of this research show that the actual economic values of coral reef in Ternate Island based on cross section data is Rp 21.027.933.840,00, while produce an estimation of present value of the benefit is Rp 384.542.778,79. Furthermore, the present value of residual rent is as of estimated to be Rp 239.081.334,38.

Based on the time series appproach, it is estimated that a loss of benefit after 10 years has been occurred. Therefore foregone benefit value of coral reef in 10 years is Rp 5.097.140.400,00 or Rp 2.842.800.000,00 per hectare.


(16)

ABSTRAK

ERNI SISCA DEWI. Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan LUKY ADRIANTO.

Nelayan pancing merupakan kelompok nelayan yang sangat tergantung kepada keberadaan ekosistem terumbu karang. Di Pulau Ternate terdapat 729 nelayan pancing yang diantaranya menjalankan praktek penangkapan ikan karang secara destruktif.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengestimasi nilai manfaat dari ekosistem terumbu karang dengan menggunakan pendekatan efek produktivitas. Pendekatan ini menggunakan perbedaan hasil produksi perikanan karang sebelum dan sesudah praktek penangkapan ikan karang secara destruktif.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai estimasi ekonomi aktual dari ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate berdasarkan data primer adalah Rp 21.027.933.840,00. Sementara itu estimasi dari nilai manfaat sekarang adalah Rp 384.542.778,79. Sedangkan nilai estimasi manfaat bersih sekarang adalah Rp 239.081.334,38.

Dengan pendekatan data berkala diperoleh nilai estimasi dari manfaat ekosistem terumbu karang yang hilang selama kurun waktu 10 tahun. Estimasi nilai manfaat yang hilang yaitu sebesar Rp 5.097.140.400,00 atau sebesar Rp 2.842.800,00 per hektar.


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Terumbu Karang... 5

Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang ... 12

MetodeValuasi Ekonomi... 16

KERANGKA PENDEKATAN STUDI ... 24

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu... 27

Metode Penelitian ... 27

Metode Pengambilan Sampel... 27

Variabel dan Cara Pengukuran ... 28

Analisis Data ... 29

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis ... 34

Kondisi Fisik ... 34

Kondisi Sosial Ekonomi ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN Pendekatan Data Cross Section... 47

Nilai Ekonomi Aktual (Net Benefit Income Approach) ... 47

Nilai Manfaat sekarang. ... 50

Nilai Manfaat Ekonomi Sekarang... 51

Analisis Sensitivitas Net Present Value ... 52

Keterkaitan Ikan Karang dengan Karang Hidup... 56

Pendekatan data Time series ... 62


(18)

Halaman SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 66

Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Valuasi Ekosistem Berdasarkan Tiga Tujuan Utama Efisisensi,

Keadilan ,Dan Keberlanjutan... . ... 13

2. Contoh Nilai Ekonomi Total Ekosistem Terumbu Karang... 16

3. Rincian Wilayah Pulau Ternate ... 37

4. Luas Jarak,dan Waktu Tempuh Ke Pulau–Pulau Kecil Di Kota Ternate ... 37

5. Sarana Pendidikan Dasar dan Menengah Di Kota Ternate tahun 2004 38 6. Perkembangan Indeks Harga Konsumen Berdasarkan Kelompok Harga Komoditi Di Kota Ternate Tahun 2000-2004... 39

7. Komposisi Sebaran RTP Di Pulau Ternate... 41

8. Produksi Hasil Perikanan Di Kota Ternate Tahun 1996-2004 ... 41

9. Perkembangan Produksi Perikanan Kota Ternate Dari Tahun 2002-2004 ... 42

10. Perkembangan Armada Tangkap Nelayan Selama 3 Tahun... 42

11. Jumlah Alat Tangkap Berdasarkan Jenis Di Pulau Ternate... 42

12. Sarana Dan Prasarana Pelabuhan Bastiong ... 44

13. Klasifikasi Umur Responden ... 45

14. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden ... 45

15. Klasifikasi Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga ... 46

16. Asal Responden... 46

17. Lama Domisili Responden... 47

18. Status Kepemilikan Armada ... 47

19. Rincian Estimasi Penerimaan Ikan Karang Nelayan Pancing Di Pulau Ternate ... 49

20. Rincian Estimasi Manfaat Bersih Nelayan Pancing Di Pulau Ternate 50 21. Nilai Estimasi Ekonomi Aktual Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate ... 44 22. Nilai Estimasi Manfaat Sekarang Ekosistem Terumbu Karang di


(20)

Pulau Ternate ... 51

Halaman

23. Nilai Estimasi Present Value Residual Rent Terumbu Karang Di

Pulau Ternate ... 52 24. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Berkurang 25

% menggunakan Pola Pemanfaatan Destruktif ... 54 25. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Bertambah

25% Menggunakan Pola Pemanfaatan Dengan Pengaturan ...54 26. Rincian Tindakan dan Penanganan Yang Harus Dilakukan Seluruh

Stake Holders pemanfaat Ekosistem Terumbu Karang ... 55

27. Perbandingan Net Prresent Value Dengan Perubahan Biaya Angkut 56

28. Rekapitulasi Persentase Sebaran Tutupan Karang di Pulau Ternate . 58

29. Rekapitulasi Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan Karang

Konsumsi Masyarakat di Pulau Ternate ... 59

30. Hasil Regresi Antara Ikan Karang Konsumsi Dengan Karang Hidup 57

31. Hasil Regresi Masing-Masing Ikan Karang Konsumsi Denga n

Tutupan Karang Hidup di Semua Stasiun Pengamatan ... 62 32. Perbandingan Produktivitas Terumbu Karang dengan Luasan

Terumbu Karang pada Tahun 1995 dan 2004... 64 33. Proporsi Luasan terumbu Karang tahun 1995 dan 2004... 65 34. Rincian Kehilangan Nilai Manfaat Terumbu Karang dari tahun


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Metode Valuasi Ekonomi... 17 2. Alur Kerangka Pendekatan S tudi... 27 3. Proporsi Rata-Rata Tangkapan Ikan Karang Per Trip Nelayan

Pancing Di Pulau Ternate ... 49

4. Nilai Ekonomi Aktual Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate 51

5. Perbandingan Antara PV Benefit Dan PV Residual Rent Terumbu

Karang Di Pulau Ternate... 52 6. Grafik Analisis Sensitivitas Net Present Value (NPV) Ekosisrtem

Terumbu Karang Di Pulau Ternate ... 56

7. Kurva Interaksi Antara Persentase Tutupan Karang Hidup Dengan Kelimpahan

Ikan Karang Konsumsi... 59 8. Kurva Interaksi Antara Persentase Tut upan Karang Hidup Dengan

Keanekaragaman Ikan Karang Konsumsi Di Pulau Ternate ... 60

9. Mata Rantai Karang Sehat Dengan Keanekaragaman dan Kelimpahan

Ikan ... 61 10. Rekapitulasi Produksi Perikanan Karang di Pulau Ternate tahun

1995-2004 ... 63 11. Estimasi Degradasi Luasan terumbu Karang di Pulau Ternate Dari

tahun 1995-2004 ... 64 12 Perbandingan nilai manfaat ekonomi antara tahun 1995 dan 2004 65


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta Ekosistem Terumbu Karang Pulau Ternate ... 70 2. Analisis Manfaat –Biaya Per Tahun Responden Nelayan Pancing di


(23)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 sehingga wilayah pesisir dan lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia dengan memiliki ekosistem pesisir seperti mangrove, terumbu karang (coral reefs) dan padang lamun (sea grass beds) (Dahuri et al. 1996).

Untuk ekosistem terumbu karang World Resource Institute (WRI) (2002) mengestimasi bahwa luas terumbu karang di Indonesia adalah sekitar 51.000 km2. Angka ini belum mencakup terumbu karang di wilayah terpencil yang belum dipetakan atau yang berada di perairan agak dalam (inland waters). Jika estimasi ini akurat maka 51% terumbu karang di Asia Tenggara atau 18% terumbu karang di dunia berada di perairan Indonesia. Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi (fringing reefs) yang berdekatan dengan garis pantai sehingga mudah diakses oleh masyarakat sekitar. Lebih dari 480 jenis karang batu (hard coral )telah didata di wilayah timur Indonesia dan merupakan 60% dari jenis karang batu di dunia yang telah berhasil dideskripsikan. Keanekaragaman tertinggi ikan karang di dunia juga ditemukan di Indonesia dengan lebih dari 1.650 jenis hanya untuk wilayah Indonesia bagian timur.

Sebagai salah satu ekosistem utama pesisir dan laut, terumbu karang dengan

beragam biota asosiatif dan keindahan yang mempesona, memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat, terumbu karang juga mempunyai nilai ekologis antara lain sebagai habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar serta tempat pemijahan bagi berbagai biota laut. Nilai ekonomis terumbu karang yang menonjol adalah sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias, bahan konstruksi dan perhiasan, bahan baku farmasi dan sebagai daerah wisata serta rekreasi yang menarik.

Selanjutnya Hopley dan Suharsono (2000) dalam Burke et al.(2002)


(24)

tahunnya sekitar 1,6 milyar US Dollar, selain ituterumbu karang Indonesia juga dikenal sebagai salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia yang menyediakan 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan pada tahun 1997 .

Sebagaimana ciri negara berkembang dengan populasi penduduk yang besar ditambah dengan struktur geografis yang dikelilingi oleh laut, maka laut menjadi tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama masyarakat di daerah pesisir. Tekanan terhadap sumberdaya laut terutama terumbu karang meningkat seiring dengan bertambahnya populasi secara cepat. Ketergantungan yang tinggi telah menyebabkan penurunan yang besar pada nilai ekologis dan ekonomis akibat degradasi dan kerusakan yang parah. Dari sekitar 51.000 km2 luas terumbu karang di Indonesia, lebih dari 40 % dalam kondisi rusak dan hanya sekitar 6,5% dalam kondisi sangat baik selebihnya dalam kondisi sedang (WRI, 2002).

Dibeberapa tempat di Indonesia karang batu digunakan untuk berbagai kepentingan seperti konstruksi jalan dan bangunan, bahan baku industri dan perhiasan. Dalam industri pembuatan kapur, karang batu (hard coral) kadang-kadang ditambang sangat intensif sehingga bisa mengancam keamanan pantai. Selain it u karang dan ikan karang Indonesia yang berlimpah tersebut terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak. Penangkapan ikan menggunakan racun sianida dan bahan peledak telah meluas di Indonesia bahkan di daerah yang dilindungi (WRI, 2002).

Kerusakan terumbu karang yang telah terjadi di beberapa kawasan pantai di Indonesia menjadi keprihatinan banyak fihak akan keberlanjutan fungsi ekosistem tersebut. Kerusakan ekosistem terumbu karang terjadi karena faktor- faktor alam, akan tetapi faktor-faktor antropogenik mempunyai andil yang besar Menurut Garces (1992) sumber-sumber kerusakan karang dapat dikelompokan sebagai aktivitas ekonomi yang terdiri dari kegiatan perikanan, pembangunan di daratan disamping wilayah pesisir dan rekreasi serta pariwisata.

Hasil survei WRI (2002) di wilayah Indonesia bagian Timur menunjukkan sekitar 65% kerusakan ekosistem terumbu karang disebabkan penangkapan ikan secara destruktif. Sebagian besar menggunakan racun dan bom dimana aktivitas ini telah mengakibatkan kerugian ekonomi yang luar biasa. WRI mengestimasi kerugian di Indonesia akibat penangkapan ikan menggunakan bahan peledak selama 20 tahun ke


(25)

depan adalah sebesar 570 juta US Dollar. Sedangkan estimasi kerugian dari penangkapan ikan dengan racun sianida secara berkala adalah sebesar 46 juta US Dollar. Dari ekosistem terumbu karang yang rusak hanya diperoleh hasil perikanan rata-rata 5 ton/km2 /tahun sedangkan hasil produktivitas terumbu karang yang sehat bisa mencapai sekitar 20 ton/km2/tahun .

Provinsi Maluku Utara merupakan bagian dari lingkup yang bergerak antara Sangihe Talaut, Minahasa ke Filipina yang merupakan jalur distribusi terumbu karang di Indonesia bagian Timur. Jalur kepulauan Indonesia dan Filipina ini merupakan pusat keragaman terumbu karang dunia dengan jumlah spesies yang telah teridentifikasi sekitar 600 spesies.

COREMAP (2001) melaporkan bahwa dibeberapa daerah di Provinsi Maluku Utara terjadi kerusakan ekosistem terumbu karang. Mulai dari Pulau Ternate, Pulau Bacan, Pulau Obi, Pulau Halmahera sa mpai bagian Utara yaitu pulau Morotai. Di Pulau Halmahera tutupan karang hidup dengan kondisi baik sebesar 29%, 14% dalam kondisi sedang dan selebihnya dalam kondisi buruk. Berdasarkan laporan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Universitas Khairun (2001) bahwa ekosistem terumbu karang dibeberapa lokasi di Pulau Ternate mengalami kerusakan akibat tindakan destruktif. Penyebab dominan kerusakan adalah kegiatan penangkapan ikan menggunakan muroami, bahan peledak, bahan beracun, pemasangan perangkap, aktivitas transportasi dan wisata bahari.

Perumusan Masalah

Sebagai sebuah ekosistem, terumbu karang merupakan sumberdaya yang tidak mempunyai nilai pasar (non market base). Salah satu proxy bagi nilai ekonomi terumbu karang adalah melalui Proxy terhadap nilai produktivitas perikanan. Nilai ekonomi terumbu karang didekati dengan nilai proksi yaitu produktivitas perikanan karang. Fungsi terumbu karang sebagai feeding ground, spawning ground dan nursery ground dapat diestimasi dengan nilai output yang dihasilkan oleh ekosistem ini yaitu ikan karang. Terumbu karang dan ikan karang merupakan suatu rangkaian mata rantai dimana keberadaan ekosistem terumbu karang akan menunjang kelimpahan ikan karang. Permasalahan yang timbul adalah dalam mengekstraksi ikan karang dilakukan tindakan


(26)

destruktif sehingga ekosistem terumbu karang mengalami kerusakan. Kerusakan itu menyebabkan fungsi- fungsi terumbu karang mengalami gangguan. Gangguan tersebut dapat menjalar secara berantai terhadap fungsi-fungsi ekosistem yang lain dan akhirnya bermuara pada penurunan nilai ekonomi dari sumberdaya.

Pertanyaan yang kemudian timbul dengan mencermati fenomena ekstraksi potensi sumberdaya ekosistem terumbu karang di atas adalah :

1) Bagaimana potensi dan jenis pema nfaatan ekosistem terumbu karang yang dilakukan oleh masyarakat lokal di Pulau Ternate ?

2) Bagaimana dan seberapa besar nilai manfaat ekonomi dari ekosistem terumbu

karang di Pulau Ternate ?

3) Bagaimana pemanfaatan yang berkelanjutan untuk ekosistem terumbu karang ?

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk

1) Mengidentifikasi potensi dan jenis pemanfaatan terumbu karang oleh masyarakat

lokal di Pulau Ternate.

2) Menganalisis secara ekonomi nilai manfaat dari ekosistem terumbu karang. Kegunaan penelitian, yaitu :

Dari penelitian ini di harapkan diperoleh data dan informasi mengenai nilai estimasi dari manfaat ekonomi suatu ekosistem terumbu karang sehingga kesalahan dalam mengestimasi nilai ekosistem terumbu karang menjadi undervalue atau overvalue tidak terjadi.


(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang (Coral reef) merupakan masyarakat organisme yang hidup

didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Sedangkan organisme–organisme yang dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur. Berkaitan dengan terumbu karang diatas dibedakan antara binatang karang atau karang (reef coral ) sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang (coral reef) sebagai suatu ekosistem (Sorokin, 1993).

Terumbu karang (coral reef) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni (Sorokin, 1993).

Berdasarkan kepada kemampuan memproduksi kapur maka karang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik. Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan didaerah tropis. Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia. Perbedaan utama karang Hermatipik dan karang ahermatipik adalah adanya simbiosis mutualisme antara karang hermatipik dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae unisular (Dinoflagellata unisular), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan fotosistesis. Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang. Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat


(28)

fototeopik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 oC (Nybakken, 1982).

Menurut Veron (1995) terumbu karang merupakan endapan massif (deposit) padat kalsium (CaCo3) yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur (Calcareous algae) dan organisme -organisme lain yang mensekresikan kalsium karbonat (CaCo3). Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleractina ) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu (reef -building corals). Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenterata yang hanya memp unyai stadium polip. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, morfologi dan fisiologi.

Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).

Menurut Sumich (1992) dan Burke et al. (2002) sebagian besar spesies karang

melakukan simbiosis dengan alga simbiotik yaitu zooxanthellae yang hidup di dalam

jaringannya. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa

organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae.

Selanjutnya Sumich (1992 ) menjelaskan bahwa adanya proses fotosintesa oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut:

Ca (HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2

Fotosintesa oleh algae yang bersimbiose membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposist cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiose dengan zooxanthellae.

Veron (1995) dan Wallace (1998) mengemukakan bahwa ekosistem terumbu karang adalah unik karena umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitif


(29)

terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Suharsono (1999) mencatat selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 oC di atas suhu normal.

Selain dari perubahan suhu, maka perubahan pada salinitas juga akan mempengaruhi terumbu karang. Hal ini sesuai dengan penjelasan McCook (1999) bahwa curah hujan yang tinggi dan aliran material permukaan dari daratan (mainland run off) dapat membunuh terumbu karang melalui peningkatan sedimen dan terjadinya penurunan salinitas air laut. Efek selanjutnya adalah kelebihan zat hara (nutrient

overload) berkontribusi terhadap degradasi terumbu karang melalui peningkatan

pertumbuhan makroalga yang melimpah (overgrowth) terhadap karang.

Meskipun beberapa karang dapat dijumpai dari lautan subtropis tetapi spesies yang membentuk karang hanya terdapat di daerah tropis. Kehidupan karang di lautan dibatasi oleh kedalaman yang biasanya kurang dari 25 m dan oleh area yang mempunyai suhu rata-rata minimum dalam setahun sebesar 10oC. Pertumbuha n maksimum terumbu karang terjadi pada kedalaman kurang dari 10 m dan suhu sekitar 25 o C sampai 29 oC. Karena sifat hidup inilah maka terumbu karang banyak dijumpai di Indonesia (Hutabarat dan Evans, 1984).

Selanjutnya Nybakken (1992) mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga tipe umum yaitu :

a.Terumbu karang tepi (Fringing reef/shore reef) b.Terumbu karang penghalang (Barrier reef) c.Terumbu karang cincin (atoll)

Diantara tiga struktur tersebut, terumbu karang yang paling umum dijumpai di perairan Indonesia adalah terumbu karang tepi (Suharsono, 1998). Penjelasan ketiga tipe terumbu karang sebagai berikut :

1) Terumbu karang tepi (fringing reef) ini berkembang di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40m. Terumbu karang ini tumbuh keatas


(30)

atau kearah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat dibagian yang cukup arus. Sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai pertumbuhaan yang kurang baik bahkan banyak mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak endapan yang datang dari darat.

2) Terumbu karang tipe penghalang (Barrief reef) terletak di berbagai jarak kejauhan dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m). Umumnya memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar-putar seakan – akan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. Contohnya adalah The Greaat Barier reef yang berderet disebelah timur laut Australia dengan panjang 1.350 mil.

3) Terumbu karang cincin (atol) yang melingkari suatu goba (laggon). Kedalaman goba didalam atol sekitar 45m jarang sampai 100m seperti terumbu karang penghalang. Contohnya adalah atol di Pulau Taka Bone Rate di Sulawesi Selatan.

Moberg and Folke (1999) dalam Cesar (2000) menyatakan bahwa fungsi

ekosistem terumbu karang yang mengacu kepada habitat, biologis atau proses ekosistem sebagai penyumbang barang maupun jasa. Untuk barang merupakan yang terkait dengan sumberdaya pulih seperti bahan makanan yaitu ikan, rumput laut dan tambang seperti pasir, karang. Sedangkan untuk jasa dari ekosistem terumbu karang dibedakan :

1.Jasa struktur fisik sebagai pelindung pantai.

2.Jasa biologi sebagai habitat dan dan suport mata rantai kehidupan. 3.Jasa biokimia sebagai fiksasi nitrogen.

4.Jasa informasi sebagai pencatatan iklim.

5.Jasa sosial dan budaya sebagai nilai keindahan, rekrasi dan permainan

Terumbu karang me nyediakan berbagai manfaat langsung maupun tidak langsung. Cesar (2000) menjelaskan bahwa ekosistem terumbu karang banyak meyumbangkan berbagai biota laut seperti ikan karang, mollusca, crustacean bagi masyarakat yang hidup dikawasan pesisir. Selain itu bersama dengan ekosistem pesisir lainnya menyediakan makanan dan merupakan tempat berpijah bagi berbagai jenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.


(31)

Menurut Munro dan William dalam Dahuri (1996) dari perairan yang terdapat ekosistem terumbu karang pada kedalaman 30 m setiap kilometer perseginya terkandung ikan sebanyak 15 ton. Sementara itu Supriharyono (2000) mengemukakan bahwa tingginya produktivitas primer di perairan terumbu karang, memungkinkan ekosistem ini dijadikan tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan bagi banyak biota laut. Menurut Salm (1984) dalam Supriharyono (2000), bahwa 16% dari total hasil ekspor ikan Indonesia berasal dari daerah karang.

Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan sekitar 50.000 km 2 dan

mempunyai kaenekaragaman jenis dan produktivitas primer yang tinggi. Namun dibalik potensi tersebut, aktivitas manusia dalam rangka pemanfaatan potensi sumberdaya alam didaerah pantai, baik secara langsung maupun tidak langsung sering merusak terumbu karang. Menurut Suprihayono (2000) beberapa aktivitas pemanfaatan terumbu karang yaitu :

1) Perikanan terumbu karang

Masalah perikanan merupakan bagian dari ekosistem bahkan keanekaragaman karang dapat mencerminkan keanekaragaman jenis ikan. Semakin beragam jenis terumbu karang akan semakin beraneka ragam pula jenis ikan yang hidup di ekosistem tersebut. Oleh karena itu masalah perikanan tidak bisa diabaikan pada pengelolaan ekosistem terumbu karang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk saaat ini maka jumlah aktivitas penangkapan ikan di ekosistem terumbu karang juga meningkat. Apabila hal ini dilakukan secara intensif, maka kondisi ini memungkinkan terjadinya penurunan stock ikan di ekosistem terumbu karang. Keadaan ini akan memakan waktu lama untuk bisa pulih kembali. Pengelolaan yang efektif harus didasarkan pada pengetahuan biologis target spesies, sehingga teknik penangkapan yang tepat dapat ditentukan. Pengelolaan terumbu karang ini cenderung lebih banyak ditekankan pada pengambilan karang atau aktivitas manusia seperti pengeboman ikan karang, dan yang lainnnya secara tidak langsung dapat merusak karang.

2) Aktivitas Pariwisata Bahari

Untuk menjaga kelestarian potensi sumberdaya hayati daerah-daerah wisata bahari, maka di Indonesia telah dibentuk suatu kerja sama pengembangan kepariwisataan


(32)

lokal, pemerintah lokal dan regional dan masyarakat Badan kerjasama pariwisata dapat dijumpai di Nusa Dua Bali dan Manado. Adapun tugas badan ini diantaranya adalah

• Menjaga daya tarik masyarakat terhadap pengembangan pariwisata .

• Membantu pengusaha menempati kebijaksanaan– pemerintah

• Pengadaaan dana pinjaman untuk pembangunan infra struktur.

• Pemanfaatan taman laut untuk tujuan wisata pada umumnya diperoleh melalui

agen-agen pariwisata dan scuba diving .Namun kedua agen atau arganisasi

tersebut lebih mementingkan profit daripada harapan konservasi yaitu pelestarian sumberdaya alam laut. Sebagai akibatnya aktivitas mereka sering menimbulkan hal- hal yang tidak diinginakan atau bertentangan dengan nilai estetika atau

carrying capacity lingkungan laut.

3) Aktivitas Pembangunan Daratan

Aktivitas pembangunan di daratan sangat menentukan baik buruknya kesehatan terumbu karang. Aktivitas pembangunan yang tidak direncanakan dengan baik di daerah pantai akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem terumbu karang. Beberapa aktivitas seperti pembukaan hutan mangrove, penebangan hutan, intensifikasi pertanian, bersama-saa dengan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang jelek umumnya akan meningkatkan kekeruhan dan sedimentasi di daerah terumbu karang.

4) Aktivitas Pembangunan di Laut

Aktivitas pembangunan di laut, seperti pembangunan darmaga pelabuhan, pengeboran minyak, penambangan karang, pengambilan pasir dan pengambilan karang dan kerang untuk cinderamata secara langsung maupun tidak langsung akan memebahayakan kehidup an terumbu karang. Konstruksi pier dan pengerukan alur pelayanan menaikkan kekeruhan demikian juga dengan eksploitasi dan produksi minyak lepas pantai, selain itu tumpahan minyak tanker juga membahayakan terumbu karang seperti yang terjadi di jalur lintasan international.


(33)

Ancaman terhadap terumbu karang

fenomena alam dan berbagai tindakan destruktif masyarakat mengancam kesehatan maupun keberadaan terumbu karang. Ancaman terhadap terumbu karang dibagi menjadi dua kategori yaitu ancaman bencana alam dan ancaman yang ditimbulkan oleh manusia. Ancaman yang ditimbulkan oleh alam termasuk kerusakan akibat badai, perubahan suhu. Sedangkan ancaman yag disebabkan oleh aktivitas manusia adalah :

1. Praktek penangkapan dengan racun, dengan peledak, muroami . 2. Sedimentasi , polusi dan sampah

3. Pertambangan

4. Praktek tourism yang tidak berkelanjutan.

Cesar (2000) melaporkan terjadi praktek penangkapan besar–besaran dengan bahan peledak dan cianida di Indonesia. Penyebabnya adalah demand yang tinggi terhadap ikan karang terutama jenis kerapu ( groupers) maupun ikan Napoleon wrasse.

Dengan nilai pasar yang tinggi berkisar US$ 60-180 per kilo telah menyebabkan perburuan ikan karang dihampir seluruh perairan Indonesia. Untuk menjaga profit yang menggiurkan ini mau tidak mau supply tetap banyak dan biaya ektraksi harus murah, sehingga masyarakat beramai-ramai memanen ikan menggunakan bahan peledak dan sianida.

Umumnya penyebab sedimentasi karena penebangan hutan atau aktivitas masyarakat kota, sehingga simbiose algae dan karang menjadi terhalang dari penangkapan cahaya matahari. Sedimentasi yang lebih parah terjadi apabila penutupan lahan seperti reklamasi daerah estuaria dan pantai. Sedangkan polusi yang terjadi disebabkan oleh bahan kimia pertanian dan limbah industri yang dibuang keperairan. Menurut penelitian Cesar (2000) biaya polusi dan sampah kota selama 1 tahun di Indonesia adalah 987 milyar USD. Sedangkan keuntungan dari tourisme adalah 101 milyar USD,dari perikanan 221 milyar USD, dan kesehatan (farmasi ) sebesar 4,8 mlyar USD Sehingga total manfaat yang didapatkan dari ekosistem terumbu karang adalah 327 milyar USD, atau sepertiga dari total biaya sebesar 987 milyar USD.

Praktek penambangan karang sejak lama terjadi, umumnya untuk membangun fondasi rumah penduduk atau kantor pemerintah di pulau terpencil dan untuk campuran


(34)

semen. Penambangan karang tidak hanya menghancurkan karang tetapi juga mengakibatkan penebangan hutan untuk pembakaran karang. Penambangan karang juga berdampak terhadap jasa ekologis seperti pelindung garis pantai .

Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang

Dari ancaman – ancaman terhadap terumbu karang saat ini hal yang sangat mendesak yang perlu dilakukan adalah tindakan penilaian ekonomi terhadap berbagai macam fungsi terumbu karang baik sebagai pensuplai barang dan jasa. Penilaian bisa dianalogkan dari nilai perikanan atau nilai sebagai pelindung pantai yang mempunyai

nilai pasar. Dimana nilai bisa diturunkan berdasarkan pada permintaan (demand),

penawaran (supply), harga (price) dan biaya (Cost) (Spurgeon, 1992).

Barton (1994) menjelaskan bahwa nilai ekonomi dari ekosistem terumbu karang merupakan nilai dari seluruh instrument yang ada padanya termasuk sumber makanan dan jasa ekologis. Nilai dari seluruh instrumen yang terdapat pada ekosistem terumbu

karang dapat dikuantifikasi melalui metode valuasi ekonomi total (Total Economic

Valuation/TEV). Berdasarkan teori ekonomi neoklasik seperti consumer surplus dan

willingness to pay dapat didekati nilai ekosistem terumbu karang yang bersifat tiada

nilai pasar (non market value).

Menurut Fauzi ( 2005) valuasi ekonomi dapat didefinisikan sebagai upaya untuk member ikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan baik atas nilai pasar (market value) maupun nilai non pasar

(non market value). Penilaian ekonomi sumberdaya merupakan suatu alat ekonomi (

economic tool) yang menggunakan teknik penilaian tertentu untuk mengestimasi nilai

uang dari barang dan jasa yang diberikan oleh suatu sumberdaya alam. Tujuan dari penilaian ekonomi antara lain digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara konservasi sumberdaya alam dan pembangunan ekonomi, maka valuasi ekonomi dapat menjadi suatu peralatan penting dalam peningkatan apresiasi dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan itu sendiri. Dijelaskan juga oleh Fauzi (2005) bahwa terdapat tiga ciri yang dimiliki oleh sumberdaya yaitu:


(35)

1. Tidak dapat pulih kembali, tidak dapat diperbaharuinya apabila sudah mengalami kepunahan. Jika sebagai asset tidak dapat dilestarikan,maka kecenderungannya akan musnah.

2. Adanya ketidakpastian, misalnya terumbu karang rusak atau hilang. Akan ada biaya potensial yang harus dikeluarkan apabila sumberdaya alam tersebut mengalami kepunahan.

3. Sifatnya yang unik, jika sumberdaya mulai langka, maka nilai ekonominya akan lebih besar karena didorong pertimbangan untuk melestarikannya.

Penilaian ekonomi sumberdaya merupakan suatu bentuk penilaian yang komprehensif. Dalam hal ini tidak saja nila i pasar (market value) dari barang tetapi juga nilai jasa (nilai ekologis) yang dihasilkan oleh sumberdaya alam yang sering tidak terkuantifikasi kedalam perhitungan menyeluruh sumberdaya alam

Menurut Constanza and Folke (1977) diacu dalam Adrianto (2006) tujuan valuasi ekonomi adalah menjamin tercapainya tujuan maksimisasi kesejahteraan individu yang berkaitan dengan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi. Selanjutnya Constanza (2001) dalam Adrianto (2006) menyatakan untuk tercapainya ke tiga tujuan diatas, perlu adanya valuasi ekosistem berdasarkan tiga tujuan utama yaitu efisiensi, keadilan, dan keberlanjutan .

Tabel 1.Valuasi ekosistem berdasarkan efisiensi, keadilan, dan keberlanjutan.

Tujuan / dasar nilai Kelompok responden Dasar preferrensi Tngkat diskusi Tingkat input ilmiah Metode spesifik Efisinsi (E-Value) Homo economicus Preferrensi individu

Rendah Rendah Willingness

to pay Keadilan (F-Value ) Homo communicus Preferensi Komunitas

Tinggi Medium Veil of

ignorance Keberlanjut an (S-Value) Homo Naturalis Preferensi Keseluruh an Sistem

Medium Tinggi modelling

Sumber ; Constanza and Folke (1997) dalam Adrianto (2006).

Dari Tabel 1 diatas dapat dijelaskan bahwa untuk nilai keadilan (F-value) berbasis kepada nilai–nilai komunitas dan bukan kepada nilai-nilai individu. Nilai ekosistem pada konteks (F- value ) ini ditentukan berdasarkan tujuan umum yang


(36)

dihasilkan dari sebuah konsensus atau kesepakatan antara anggota komunitas (homo

comunicus). Menurut Rawls (1971) dalam Adrianto (2006) metode valuasi yang tepat

untuk tujuan ini adalah veil of ignorance) dimana responden memberikan penilaian

dengan tanpa memandang status dirinya dalam komunitas. Sedangkan untuk tujuan keberlanjutan (S-Value) yang bertujuan mempertahankan tingkat keberlanjutan dari suatu ekosistem, lebih menitik beratkan kepada fungsi ekosistem sebagai penopang kehidupan

manusia. Dalam konteks ini manusia berperan sebagai homo naturalis yang

menempatkan diri sebagai bagian dari system secara keseluruhan (sistem alam dan sistem manusia). Modeling adalah salah satu metodologi yang dapat digunakan dalam konteks S- value (Vionov, 1999, Constanza et al,.1993 dalam Adrianto, 2006).

Sementara itu, menurut Krutila (1967) dalam Fauzi (2005) untuk mengukur nilai sumberdaya dilakukan berdasarkan konsep nilai total (total value) yaitu nilai kegunaan atau pemanfaatan (use value) dan nilai bukan kegunaan atau non use values. Konsep use

value pada dasarnya mendefinisikan suatu nilai dari konsumsi aktual maupun konsumsi

potensial dari suatu sumberdaya.

Barton (1994) membagi konsep use value kedalam nilai langsung (direct use

value) dan nilai tidak langsung (indirect use value) adalah nilai yang dihasilkan dari

pemanfaatan aktual dari barang dan jasa serta nilai pilihan (option value).Sementara nilai

non use value meliputi nilai keberadaan existence values dan nilai warisan (bequest

values) jika nilai- nilai tersebut dijumlahkan akan diperoleh nilai ekonomi total (total

economic values).

Nilai guna langsung meliputi seluruh manfaat dari sumberdaya yang dapat diperkirakan langsung dari konsumsi dan produksi dimana harga ditentukan oleh mekanisme pasar. nilai guna ini dibayar oleh orang secara langsung mengunakan sumberdaya dan mendapatkan manfaat darinya.

Nilai guna tidak langsung terdiri dari manfaat - manfaat fungsional dari proses ekologi yang secara terus menerus memberikan kontribusi kepada masyarakat dan ekosistem. Sebagai contoh terumbu karang terus menerus memberikan perlindungan kepada pantai, serta peranannya dalam mempertahankan keberlanjutan sumberdaya

perikanan terkait dengan fungsinya sebagai spawning ground, nursery ground dan


(37)

Nilai pilihan (Option value) meliputi manfaat-manfaat sumberdaya alam yang disimpan atau dipertahankan untuk tidak dieksplorasi sekarang demi kepentingan yang akan datang. Contohnya spesies, habitat dan biodiversity.

Nilai Keberadaan (existance values) adalah nilai yang diberikan masyarakat kepada sumberdaya tertentu atas manfaat spiritual, estetika, dan kultural. Nilai guna ini tidak berkaitan dengan penggunaan oleh manusia baik untuk sekarang maupun masa dating, semata- mata sebagai bentuk kepedulian atas keberadaan sumberdaya sebagai obyek. Contohnya nilai yang diberikan atas keberadaan karang penghalang di Taman Nasio nal Laut Takabonerate. Orang umumnya tidak akan memberikan nilai terhadap karang penghalang ini untuk melihatnya, meskipun mengetahui keberadaannya melalui TV, Koran atau Foto.

Nilai warisan (bequest value) adalah nilai yang diberikan masyarakat yang hidup saat ini untuk sumberdaya alam tertentu agar tetap utuh untuk diberikan kepada generasi selanjutnya.Nilai ini berkaitan dengan konsep penggunaan masa datang, atau pilihan dari orang lain untuk menggunakannya.

Tabel 2. Nilai Ekonomi Total Ekosistem Terumbu Karang

Nilai Ekonomi Total

Nilai Guna( use value) Nilai non guna (non use value)

langsung Tidak langsung

Nilai pilihan Nilai quasi piihan Nilai warisan Nilai keberadaan Produk dikonsum- si secara langsung

Manfaat fungsional

Nilai guna langsung& ti-dak langsung dimasa akan datang

Informasi baru hilang/tersedia nya sumberdaya

Nilai guna langsung & tak langsung sumberdaya keberlanjutan keberadaan sumberdaya tertentu Makanan biomass, rekreasi Pengendali banjir pelindung badai, perikanan, Penelitian, sikluscarbon sumberdaya gen perlindungan biodiversitas proses evolusi keragaman ekosistem biodiversitas, sumberdaya gen perlindungan sp, proses evolusi, keragaman Konservasi habitat, upaya preventif pada perub. yang tidak dapat Konservasi habita&sp, integrasi nilai social& kultural.


(38)

siklusnutrisi, pendidikan,s tudiarkeolgi

ekosistem. diperbaharui

Metode Valuasi Ekonomi

Metode untuk menilai sumberdaya secara ekonomi umumnya dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu valuasi yang menggunakan fungsi permintaan dan yang tidak menggunakan fungsi permintaan. Metode yang tercakup kedalam kedua pendekatan ini dapat dilihat pada gambar 1. dibawah ini.

Gambar 1. metode valuasi ekonomi (sumber: Garrot and Willis, 1999) Dose response Function

Payment Card Choice Experiment PREFERENCES

State Preferences Direct Approach Revealed Preferences

(Surrogate Market, Indirect Approach)

Hedonic market

Travel Cost Methode

Wage Risk Property

USE VALUES

Bidding game

NON USE VALUES+USE VALUES

Market value

Open/close ended

Avertive Behaviour

Contingent Valuation


(39)

Pendekatan ya ng tidak mengunakan fungsi demand (non market demand approach) secara luas digunakan dalam menilai biaya dampak lingkungan dalam hal ini untuk menentukan respon kebijakan yang akan diterapkan .

Pendekatan kurva permintaan (demand curve approach).

1.Metode Dampak Produksi (Effect on Production = EoP)

Teknik pendekatan ini mengacu juga sebagai perubahan dalam produksi yaitu memandang perubahan pada output (produksi) sebagai basis dalam menilai ekosistem terumbu karang. Umumnya teknik ini diterapkan pada perikanan dan turisme untuk menduga perbedaan produksi output sebelum dan sesudah dampak dari suatu aktivitas maupun intervensi pengelolaa. Metode ini menghitung dari sisi kerugian (apa yang hilang) akibat suatu tindakan. Misalnya suatu kawasan dijadik an konservasi. Pendekatan ini menjadi dasar bagi pembayaran kompensasi bagi property yang semestinya dibeli oleh pemerintah untuk tujuan sepert membangun jalan tol, bandara, instalasi militer dan lain- lain. juga biaya kompensasi bagi petani yang merelakan tanahnya untuk tujuan pembangunan yang ramah lingkungan misalnya cagar alam,hutan lindung dan lain- lain. Kasus yang mudah adalah pemutihan karang yang terjadi sehingga dalam waktu singkat mengurangi jumlah wisatawan diving pada terumbu karang, dampaknya tentu saja menurunkan pendapatan sehingga perubahan pada manfaat bersih dapat diukur dan dapat digunakan sebagai proksi kerugian pada nilai turisme. Demikian juga halnya dengan perikanan karang misalnya dengan aktivitaas yang merusak seperti pemboman, pembiusan ,muroami maka perubahan hasil output yaitu ikan karang dapat digunakan sebagai proksi dari nilai ekosistem terumbu karang yang hilang.

2.Metode Respon Dosis (Dose Respon Methode)

Metode ini menilai pengaruh perubahan kandungan zat kimia atau polutan tertentu terhadap kegiatan ekonomi atau utilitas konsumen.Misalnya tingkat pencemaran perairan karena limbah dibuang kelaut sehingga mempengaruhi kesehatan ikan. Penurunan tingkat produksi dapat dihitung baik dengan menggunakan harga pasar

yang berlaku maupun harga bayangan (shadow price). Perhitungan menjadi lebih


(40)

Perhitungan dampak ekonominya memerlukan estimasi yang menyangkut nilai kehidupan manusia seperti pengurangan resiko sakit, meninggal , kemauan membayar untuk menghindari resiko sakit atau mati akibat pencemaran tersebut.Ada kaitan yang erat antara metode EOP dan DR .

3.Metode Pengeluaran Preventif (Preventive Expenditure Methode)

Pada metode ini nilai sumberdaya dihitung dari apa yang disiapkan oleh orang atau sekelompok orang untuk pencegahan (preventif) yang menyebabkan kerusakan sumberdaya.

4.Metode Avertive Behaviour (AB)

Penghitungan nilai eksternalitas , dilakukan dengan menghitung berapa biaya yang disiapkan seseorang untuk menghindari dampak negatif dari kerusakan sumberdaya . misalnya pindah kedaerah yang kualitas lingkungannya lebih baik, sehingga akan ada biaya pindah .Jika kepindahan menyangkut tempat kerja , maka biaya transportasi ke tempat kerja yang baru juga merupakan biaya ekternalitas.

5.Metode Biaya Pengganti (Replacement Cost Methode)

Metode ini didasarkan kepada biaya ganti rugi asset produktif yang rusak., karena penurunan kualitas sumberdaya atau kesalahan pengelolaan.Biaya ini diperlukan sebagai estimasi minimum dari nilai peralatan yang dapat mereduksi limbah atau perbaikan cara pengelolaan praktis sehingga dapat mencegah kerusakan .Nilai minimum ini akan dibandingkan dengan biaya peralatan yang baru. Contoh yang relevan adalah konversi hutan bakau menjadi bangunan. Kenyataan menunjukkan perubahan tersebut tidak hanya menyangkut keseimbangan rantai makanan biota-biota yang hidup dalam ekosistem tersebut, akan tetapi juga menyangkut aspek lain,misalnya pengurangan luas hutan berdampak pada pengurangan unsur hara dan penurunan nilai populasi udang tangkap sebagai akibat :

•Hilangnya tempat bertelur (spaning ground)

•Rusaknya daerah asuhan (nursery ground)

•Penurunan produktivitas primer diperairan.

Setelah dihitung jumlah kerugian, serta kerugian karena unsur hara yang berkurang akibat berkurangnya luas hutan bakau dalam bentuk nilai uang, maka hasil


(41)

perhitungan merupakan jumlah biaya pengganti yang harus dikeluarkan jika kebijakan pengelolaan hutan bakau tersebut dilaksanakan.

Pendekatan Non Kurva Permintaan (Non Demand Curve Approach)

1.Contingent valuati on methode (CVM)merupakan metoda valuasi sumberdaya alam

dengan cara menanyakan kepada konsumen tentang nilai manfaat sumberdaya alam yang mereka rasakan.Teknik CVM ini dilakukan dengan survey melalui wawancara langsung dengan responden yang memanfaatkan sumberdaya alam.Cara ini diharapkan dapat menentukan preferensi responden terhadap barang sumberdaya

alam dengan mengemukakan kesanggupan untuk membayar (Wilingness to pay)

yang dinyatakan dalam bentuk nilai uang.

Guna memperoleh hasil yang maksimal dan tepat sasaran , maka dalam penggunaan metode ini diperlukan desain kuesioner yang umumnya digunakan yakni metode

pertanyaan langsung, (direct question methode), metode pena waran bertingkat

(bidding game methode), metode kartu pembayaran (payment card methode) dan

metode setuju atau tidak setuju (take it or leave it methode). 1. Metode pertanyaan langsung

Metode ini digunakan dengan cara memberikan pertanyaan langsung berapa harga yang sanggup dibayar oleh responden untuk dapat memanfaatkan atau mengkonsumsi sumberdaya yang ditawarkan.

2. Metode Penawaran Bertingkat

Metode ini merupakan penyempurnaan dari pertanyaan langsung. Caranya adalah bahwa semua harga tertentu telah ditetapkan oleh pewawancara kemudian ditanyakan kepada responden apakah harga tersebut layak. Jika responden menjawab ya dengan harga yang ditawarkan , maka harga dinaikkan terus hingga responden menjawab tidak. Angka terakhir yang dicapai tersebut merupakan nilai WTP yang tertinggi. Hal yang sebaliknya bisa saja terjadi yaitu jika responden menjawab tidak untuk harga pertama yang ditawarkan. Jika demikian yang terjadi maka harga diturunkan terus hingga responden menjawab ya. Angka terakhir dianggap sebaga i nilai WTP terendah. Harga WTP ini dianggap sebagai harga/nilai sumberdaya yang ditawarkan.


(42)

3. Metode Kartu Pembayaran

Metode ini digunakan dengan bantuan sebuah kartu berisi daftar harga yang dimulai dari nol (0) sampai pada suatu harga tertentu yang relative tinggi. kemudian kepada responden ditanyakan harga maksimum sanggup untuk membayar suatu produk SDA .

4. Metode Setuju Atau Tidak Setuju

Dari sisi responden metode ini sangat mudah karena responden ditawari sebuah harga , kemudian ditanya setuju atau tidak dengan harga tersebut.

Metode CVM dengan survey WTP merupakan metode yang sering digunakan, metode ini memiliki beberapa kekurangan akibat bias yang ditimbulkannya. Ada lima sumber bias yang timbul pada metode ini yaitu:

Kesalahan strategi (strategic Bias)

Kesalahan in akibat kesalahan strategi dalam mengungkapkan informasi akibatnya tidak tepat persepsi respoden terhadap pertanyaan yang diajukan Kesalahan titik awal (Starting Point Bias)

Kesalahan ini disebabkan oleh kesulitan penentuan berapa harga awal yang ditawarkan dengan menggunakan metode penawaran bertingkat.

Kesalahan hipotesis (Hypotetic Bias)

Terdapat dua sumber munculnya keslahan hipotesis ini. Pertama diakibatkan karena responden tidak merasakan secara benar karakteristik sumberdaya yang diuraikan oleh pewawancara. Kedua karena responden memberikan respon yang tidak serius terhadap pertanyaan yang diajukan dan hanya menjawab seadanya. Kesalahan Sampling (Sampling bias )

Kesalahan ini muncul karena ketidak jelasan dalam mendefinisikan populasi. Tidak ada kesesuian antara populasi yang menjadi sasaran dengan sampel yamg diambil. Sumber kesalahan lainnya adalah pengambilan sampel yang tidak dilakukan secara acak (random) atau jumlah sampel yang tidak representative. Kesalahan Spesifikasi Komoditas (comodity specification Bias)

Kesalahan ini terjadi karena responden tidak mengerti spesifikasi barang sumberdaya yang ditawarkan.


(43)

• Menguraikan dengan kalimat yang sederhana, efektif dan mudah.

• Melakukan visualisasi dengan menggunakan alat bantu, seperti foto, lukisan atau audio visual.

2. Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost Methode).

Pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Methode) merupakan metode valuasi dengan cara mengestimasi kurva permintaan barang –barang rekreasi terutama

rekreasi luar (outdoor recreation). Asumsinya semakin jauh tempat tinggal

seseorang yang datang memanfaatkan fasilitas rekreasi, maka para pemakai diharapkan lebih banyak meminta kare na harga tersirat berupa biaya perjalanan lebih rendah dibandingkan dengan yang tinggal jauh dari tempat tersebut. Dengan demikian mereka yang bertempat tinggal lebih dekat dan biaya perjalanannya lebih rendah akan memiliki surplus konsumen yang lebih besar.

Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi dan membagi tempat rekreasi dan kawasan yang mengelilinginya. Dibagi zona konsentrik dengan ketentuan semakin jauh dengan tempat rekreasi semakin tinggi biaya perjalanannya. Kemudian dilakukan survey terhadap para pemakai ditempat rekreasi untuk menentukan zona asal , tingkat kunjungan , biaya perjalanan dan berbagai karakteristik biaya ekonomi. Data yang diperoleh digunakan untuk meregresi tingkat kunjungan dengan biaya perjalanan dan berbagai variabel ekonomi lainnya. Hasil regresi merupakan fungsi permintaan produk rekreasi terhadap biaya perjalanan. Bentuk persamaan regresinya adalah;

Qi= f (TC, X1, X2,……Xn),

Dimana Qi adalah tingkat kunjungan dari zona 1 per 1000 penduduk zo na I , TC merupakan biaya perjalanan dan Xi hingga Xn adalah variable social ekonomi , termasuk penghasilan dan variable lain yang sesuai.

Dengan dasar pemikiran diatas maka pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost

Methode) dapat diterapkan untuk menyusun kurva permintaan masyarakat terhadap

rekreasi untuk suatu produk sumberdaya tertentu.

Penerapan metode biaya perjalanan (Travel Cost methode) didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut (Davis dan johnson, 1987).


(44)

• Para konsumen memberikan respon yang sama terhadap perubahan harga tiket dan jumlah biaya perjalanan yang harus di keluarkan .

• Utilitas perjalanan bukan faktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi.

• Tempat-tempat rekreasi sejenis mempunyai kualitas yang sama dalam

memberikan kepuasan kepada pengunjung .

• Pengunjung dengan tujuan rekreasi yang banyak diketahui sebelumnya .

• Tempat rekreasi belum mencapai kapasitas maksimum sehingga tidak ada

pengunjung yang ditolak. Pengunjung dari zona yang berbeda dianggap mempunyai selera , preferens i, dan income yang relative sama.

3. Pendekatan Nilai Properti ( Property value Methode).

Teknik penilaian lingkungan berdasarkan perbedaan harga sewa lahan atau harga sewa rumah. Dengan asumsi perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kualitas lingkungan maka selisih harga keduanya merupakan harga kualitas lingkungan itu sendiri. Disebut Pendekatan hedonic (hedonic approach) . Metode ini berdasarkan kesanggupan membayar (WTP) lahan atau komoditas lingkungan sebagai cara untuk menduga secara tidak langsung bentuk kurva permintaannya sehingga nilai perubahan sumberdaya dapat ditentukan. Kesanggupan seseorang untuk membayar lahan, rumah atau property lainnya tergantung karakteristik barang tersebut. Artinya perubahan karakteristik akan mengubah WTP seseorang sehingga kurva permintaannya juga berubah. Salah satu karakteristik lahan dan perumahan adalah kondisi lingkungan lahan atau rumah berada, digambarkan oleh perbedaan harga atau sewanya. Pendekatan ini didasarkan pada dua asumsi dasar. Pertama konsumen mengakui dengan baik tentang karakteristik properti yang ditawarkan dan memiliki kebebasan untuk memilih alternatif yang lain tanpa ada kekuatan lain yang mempengaruhi.Kedua, konsumen harus merasakan kepuasan maksimum atas property yang dibelinya dengan kemampuan keuangan yang dimiliki (transaksi terjadi pada kondisi equilibrium).Atas dasar kedua asumsi tersebut maka harga rumah atau tanah atau property lain yang merupakan fungsi dari bangunan itu sendiri Structural (S) lingkungan sekitar Neighborhood (N) dan kualitas lingkungan (Q ).Variable structural adalah bentuk , ukuran dan luas lahan dan lain- lain.Variabel lingkungan sekitar adalah akses kekota, pusat pendidikan , keamanan , ketetanggaan


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, L. 2006. Sinopsis Pengenalan Konsep Dan Metodologi Valuasi Ekonomi

Sumberdaya Pesisir Dan Laut. Bogor. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan

Lautan. Institut Pertanian Bogor.

Bakosurtanal. 2005. Inventarisasi Sumberdaya Alam Pesisir Dan Laut Di Maluku

Utara..Bogor. Bakosurtanal.

Barton, D.N 1994. Economic Factor And Valuation Of Tropical Coastal Resources.

SMR-Report 14/94. Norway.Center for Studies of Environmental and Resources

.University of Bersen.

Burke L, Selig E, Spalding M. 2002. Terumbu Karang Yang Terancam Di Asia

Tenggara. USA: Wold Resource Institute.

Cesar, H. 2000. Collected Essay on the Economics of Coral Reefs. Cordio Departemen

Biology and Environmental Science,Kalma r University. Sweden.

COREMAP. 2001. Kebijakan Nasional Pengelolaan Terumbu Karang Di Indonesia

(Buku II). Jakarta: Coral Reef Rehabilitation and Management Program

Hopley.D and Suharsono.2000 eds.,

The Status of Coral Reefs in Eastern Indonesia

Townsville, Australia: Global Coral Reef Monitoring Network.

Dahuri.R, Rais.J, Ginting.S.P, Sitepu.M.J. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah

Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta. PT Pradnya Paramita.

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. 2005. Informasi Data Statistik

Bidang Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. Ternate. Dinas Perikanan

dan Kelautan Provinsi maluku Utara

Edrus,I.N. 2004. A Study on Coral Reef and Coral Fish in Watubela Island,East

Seram,Mollucas. Indonesian Fisheries Research Journal Vol.10 N0.1.2004

Faisal, S. 2001. Format- format Penelitian Sosial. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta.


(2)

Garces,L.R. 1992. Coral reef Management in Thailand .Naga.The ICLARM

QuartelyJuly.1992.

Gomez,E.D and H.T.Yap. 1984. Monitoring Reef Condition. In: Coral Reef

Management Handbook .R.A Kenshington and B.E.T Hudson (Eds).Unesco

Publisher. Jakarta.

Greene,W.H. 1990. Economic Analysis.New York. MacMillan Publishing Company.

Hirto, S.A. 2005. Biodiversitas Karang Lunak (

Soft Coral

) Di Perairan Gamalama Kota

Ternate Utara (Skripsi).Ternate.Universitas Khairun.Fakultas Perikanan Dan

Kelautan

Hutabarat,L.,Evans, S.M.1984. Pengantar Oceanografi.UI Press. Jakarta

L. Pet-Soede, H. Cesar, dan J. Pet. 1996. “Blasting Away: The Economics of Blast

Fishing on Indonesian Coral Reefs,” in H. Cesar, ed.,

Collected Essays on

theEconomics of Coral Reefs

, H. Cesar, “Economic Analysis of Indonesian Coral

Reefs,”Working Paper Series ‘Work in Progress Washington, DC: World Bank .

McAllister, D.E. 1998. Environmental, Economic and Social Costs of Coral Reef

Destructionin the Philippines. Galaxea Vol. 7, pp. 161-178.

Nunes

et al

. Economic Valuation of Biodiversity : sense or non sense. Ecological

Economics 39 : 203 – 222.

Nybakken JW. 1986. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman M, Koebiono,

DG Bengen, Penterjemah. Jakarta : PT Gramedia. Terjemahan dari : Biology and

Ecological Approach.

McCook LJ. 1999. Macroalgae, nutrients and phase shifts on coral reefs: scientific issue

and management consequences for the Great Barrier Reef.

Coral reef

(18):

357-367

PKSPL Universitas Khairun Ternate. 2001. Pengembangan kawasan Pesisir Kotamadya

Ternate:Laporan Penelitian. Ternate. PKSPL Unkhair Ternate.

Sorokin YI. 1993. Coral reef ecology. New York: Springer-Verlag.

Sumich JL. 1992. An introduction to the biology of marine life. Ed ke-5. Dubuque:

WmC Brown.


(3)

Westmacott.S, Teleki.K, Wells.S , West.J. 2000. Pengelolaan Terumbu Karang Yang

Telah Memutih Dan Rusak Kritis. IUCN

Gland, Switzerland and Cambridge, UK.

Diterjemahkan oleh Jan Henning Steffen.

Spurgeon,J.1992.The Economic Valuation of Coral Reefs.Marine Polution Bulletin vol

24 (11) 529-536.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir

Tropis. Jakarta. Gramedia.

White A.T and A. Cruz-Trinidad, 1988

The Values of Philippine Coastal

Resources: Why Protection and Management Are Critical

: Coastal Resource

Management Project.

.

Cebu City, Philippines.

Veron JEN. 1995. Coral in space and time. Townsville: Australian Institute of Marine

Science.

Veron JEN, Minchin PR. 1992. Correlation Between Sea Surface Temperature,

Circulation Patterns And The Distribution Of Hermatypic Corals Of Japan.

Continental Self Res

. (12): 835-857.

Wallace D. 1998. Coral reefs and their management.

www.cep.unep.org

. [13 Maret


(4)

y y y y % [ y # # y y Î y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y # y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y $ y y y y y # y y y y y y y y y y y y y y y y y y # y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y y $ y y y y y y y y y y y Î Î

Ka yu me ra h Bo st io n gM an gg ad ua

Klap ap en de kTo b oko M uha jir in Kota b ar u Ta n ah ting gi

Ub o ub o Buk uko no ra

M oy a Ka st ur ia n

H awa ng ido Se ke p

Sal er o Soa sio

Mak as sar T im ur To bo leu

Sa ng aji Pa ce i

T af ur e T ab a m T ub o Ake hu da

Sa ng o Kula ba

Ta ra u Bula To bo lolo Su lam a da ha

T a kom e

T an n ade ne Ban ed ing a

T og alo L ot o

Af e L ad um a

Dor op ed o

R ua Am o

Por am ad ia he

Ka st ela

Ga mb e si F itu

Ng ad e Bu ku ba nd er a

Ta na o le M ar iku ru bu

To ra no M ad o

T o go lob e D or ar iisa

F a ud u

T am aj ik o

Ake ba i

Ng us u le ng e

Pas ima yau Bo eh

T ob alo

Rum Tu a

M ar ar um

Ru m

T o hu a

Ke ciSa ke ta M af utu tu Ma jui

Ga ng ga u Co b oleg u

Ga ra m ela To mo da u

Sur um a lau

Ake sa hu T ela ga Ru m

Te lag a Ma tu fka ng e

Ku su bir ah i Mir a

Lo lo bi

Ake m am Do wo ra Ha teja ti Go bo do e

G amtufkan ge

G ur ab un ga Ka mp u ng bar u Tu gu wa ji Ind on es iana Ng iha la ka

Jaya m aya u

Lo do a ke Gu ap aji

Ja ya Bu ab ua Sir on go Kus um a you

Afa 3 Af a 2 M ar eku Ka m pu ng ba ru

Bo bo Om e

Ga m sun g F o ba ha ru

T ob ah ar um a ju To ga m

Go lili Kala ed i

Sida ng oli

J er e Cob o Ga bu ng Co bo M ad oe

Te lag a M ar eku

Afa 1

D ola Ga ma lam a

Ka mp u ng Sta dion Soa

T ab an a

Sa sa

Kalu mata Dufa-d ufa

Ja mula

T om b og a KO TA T E RN AT E

U TA RA

KO TA T ERN AT E

SE L ATA N TE RNATE

PU L AU T ER NAT E

G. MA ITAR A

BK. PAD AN G A Tg . Ta nua

T g.T obalo

T g. E ba Tg. Ka yumer ah

Tg. Pa si rp utih

Tg. Tah am Tg. S us ahu madah a

T g. T akome

Tg. T ad uma

Tg. Am o

T g. F au du

Tg . Ma do

Tg. Tafr aka

G. GA M A LA M A Tg . Kau cina

P. H IRI

P. MA ITAR A

P.H ALMAH E RA

P. H ALMAH E RA

P. T ID O RE

P . GU RA MA NG OF AM A KA

So a s io D. T olire Ke c il

D . Tolire Be s ar

D . L aguna

S E L A

T

L A M

O Tl. Cobo

L A U T M A L U K U

Kota T ido re Kepu lau an

Te ru mb u karan g

Kar ang H idu p; b ai k Kar ang H idu p; b uru k Kar ang H idu p; sa nga t b aik Kar ang H idu p; se dan g Pas ir Hal us Pas ir Kasa r no data

PUSA T SU RVEI SU MBER DAYA ALA M L AUT, BAKO SUR TANA L JL . R AYA JAKA RTA - B O GO R KM. 4 6 C IBIN O NG ,BO G OR 1 6 91 1 TELP. / FAX. : ( 0 21 ) 87 5 94 8 1

B

AK OSU RTA N AL

PET A EKO SISTEM TERUMBU KARA NG

# D Q Î q ýý "

KKK

Ç Ç Ç Ç Ç Ç

Me n ar a su ar Te mpa t b er la bu h P en a ha n omb a k / g el omb an g D er ma ga B en d un ga n S umb e r a ir Te r us an , Salu r an a ir S umb e r a ir A ra h al ira n P en g ga ra ma n E mpa n g R aw a J er a m A ir te rju n S un g ai musi man S un g ai D an a u B et ing ka r a ng Te r umb u B at u ka ra ng G a ris p an ta i

PERAIRAN

Ib uko ta Pro p ins i Ib uko ta Kab u pa te n Ib uko ta Kec ama ta n De sa / Ka mpu n g La inn ya Gu nu n g # Y % [ # z $

ð Ti tik Ting gi

KET ERAN GA N

La p an g an te r b an g Ja lan se ta p ak Ja lan la in Ja lan se da n g di ba ng u n Ja lan lo ka l Ja lan ko le kt or Ja lan a rte r i

PER HUBU NG AN

BAT AS ADMINIST RASI

Ba ta s Ke ca mat an Ba ta s Ka bu p at en / Ko ta Ba ta s Pro p in si Ba ta s Ne ga r a

B r. T

a

ko

m

e

P. Fil ong a

Ng. L ol a N g. L obi

Ng. S ubod o

Ng. Nasi Ng.

Fuinai N g. Salo

N g. Pa daki e Ng Siko

N g . Sum k usu

Br. T ogu aip erla tu

Br. K

aste la

B

r

. Sa

sa

B

r. F

itu B

r. Sar a

bu

Br. Mar ik

u

r ubu Br. Tugu

r ara B r. Kul aba 0°4 0'00"U 127 °30 '00 "T 12 7° 10 '0 0" T 0°40'00 "U 0 72 5 mU73

0300 0305 0310 0315 0320 032 5 0330

03 080 m T 33

00 712 mU73

0075

0080

0085

009 0

0095

010 0

0105

011 0

03 094 m T 33 42' 44' 46' 48' 50' 52' 54' 56'

12 ' 14' 16' 18' 20' 22' 24 ' 26' 28'

58' 127 °30 '00 "T 1°0 0'00"U 1°00 '0 0"U

127

°1

0'

00

"T

TID O R E

TID O RE S ELA TA N TI DO R E U TA RA P. TERN A TE

PE MB AGI AN D A ER A H AD M IN IS TR A SI

PR OPI NSI MAL UK U U TARA 1 . K ot a Te r na te a . Ke cam at an Te rn a te Ut ar a b . Ke cam at an Te rn a te Se lat an c . K ec ama ta n Pu lau Te r na te 2 . K ot a Ti do re Ke p ula u an a . Ke cam at an Tid or e b . Ke cam at an Tid or e U ta ra c . K ec ama ta n Tid or e Se lat an 3 . K ab up a te n Ha lmah e ra Ba r at a . Ke cam at an Ja ilo lo 1 2 a b c a 3 a b b L AUT MAL U KU

SEL AT LAMO

U

TERN ATE Le mba r L PI 25 1 6 - 02

Lembar LPI 2516 - 02

EDISI I - 2 005

TERNATE

SK ALA 1 : 50.000

KETER ANG AN RIW AYAT / SUMBER DAT A

Pet a ini d isu su n da r i : Pet a da sa r sk al a 1: 5 0.0 0 0 Ter na t e

Pet a da sa r sk al a 1 : 1 00 .0 0 0 Dir e kto r at To po g ra fi TN I - A D In te rp re ta si cit ra la n ds at 7 ETM+ p at h1 1 0 ro w 05 9 2 7 Mei 20 0 2 Bat as a dmi nis tr as i d ar i BP S Ma lu ku U ta ra ,b uk an s eb a ga i re fe re n si

3 0 3 6KM

SKALA 1 : 50. 0 00

Pro y ek si : Tr an sv er se Me rc a to r

L AUT H AL M AHERA

D IAG RAM LO KASI

P. HAL MAHER A

L AUT M ALU KU

12 6 °0 0 ' T 1 30 ° 3 0' T 3° 00 ' U

0° 00 ' 2° 00 ' U

1° 00 ' U

12 7 °3 0 ' T 1 2 9 °0 0 ' T

PET UNJU K L ET AK PET A

2516 02 03 01 04 1 2 7 °3 0 ' T 0° 0 0'

1 26 °0 0 ' T 1 °0 0 ' U


(5)

Lampiran 2.Analisis Manfaat-Biaya per Tahun responden nelayan Pancing di Pulau Ternate

No Nama Responden Jumlah Trip Total Penerimaan Total Biaya Keuntungan R/C PV Benefit NPV BCR

1 Abdullah 200 67.600.000,00 20.389.000,00 47.211.000,00 3,32 563.749.340,59 471.956.666,67 210,57 2 Sulaiman 150 43.650.000,00 18.465.000,00 25.185.000,00 2,36 362.452.295,35 245.893.000,00 119,1 3 Soleman S.Poen 120 44.520.000,00 14.145.000,00 30.375.000,00 3,15 369.437.831,69 251.885.503,47 392,08 4 Abuhari Samsudin 220 59.180.000,00 21.167.111,00 38.012.889,00 2,80 491.044.322,84 395.494.227,16 328,4 5 Hasan Aba 150 67.350.000,00 10.426.111,00 56.923.889,00 6,46 558.807.846,32 471.223.624,61 412,19 6 Yasim Taher 260 60.840.000,00 18.264.285,00 42.575.715,00 3,33 504.796.621,85 352.473.476,88 369,7 7 Dahlan 150 48.600.000,00 12.485.000,00 36.115.000,00 3,89 403.286.476,11 291.925.431,19 41,89 8 Rahim Djalal 220 61.820.000,00 26.013.000,00 35.807.000,00 2,38 513.162.089,72 352.193.000,00 155,34 9 Salasa Soroto 220 63.580.000,00 26.931.714,00 36.648.286,00 2,36 527.713.611,90 359.710.857,15 109,61 10 Safrudin Usman 220 64.020.000,00 33.443.714,00 30.576.286,00 1,91 531.318.465,63 302.863.000,00 110,65 11 samsuddin Ibrahim 100 36.100.000,00 11.375.000,00 24.725.000,00 3,17 299.571.858,33 204.133.424,18 338,97 12 Arfan 220 58.960.000,00 23.440.333,00 35.519.667,00 2,52 489.232.312,35 294.247.590,14 569,05 13 Adam Usman 150 52.500.000,00 30.109.285,00 22.390.715,00 1,74 435.809.771,46 182.947.413,99 63,02 14 Husein Hamidi 110 44.110.000,00 21.998.285,00 22.111.715,00 2,01 366.200.784,05 178.362.020,29 61,42 15 Haji Daud 260 59.540.000,00 24.041.000,00 35.499.000,00 2,48 494.028.466,21 293.204.338,49 411,65 16 Kamis Soroto 220 57.420.000,00 21.312.333,00 36.107.667,00 2,69 476.361.843,62 297.751.612,20 211,57 17 Muslim 150 48.000.000,00 10.875.000,00 37.125.000,00 4,41 398.279.976,88 311.508.219,13 414,14 18 Usman Pulu 240 62.640.000,00 36.558.238,00 26.081.762,00 1,71 519.878.683,60 211.824.810,09 66,58 19 Sulaiman Soroto 130 42.120.000,00 8.213.333,00 33.906.667,00 5,13 349.524.981,61 280.004.569,18 372,36 20 Jalal Kene 150 42.150.000,00 12.420.000,00 29.730.000,00 3,39 349.752.465,95 244.982.269,58 282,54 21 Harun Bakar 150 41.850.000,00 25.602.500,00 16.247.500,00 1,63 347.427.492,86 133.731.127,90 34,35 22 Muksin Puasa 210 56.490.000,00 31.640.000,00 24.850.000,00 1,79 468.654.179,06 208.461.183,54 55,01 23 Gafur 200 68.200.000,00 42.206.666,00 25.993.334,00 1,62 565.944.138,95 220.545.189,02 46,47 24 Sadek 240 56.160.000,00 25.511.000,00 30.649.000,00 2,20 466.007.761,15 252.614.360,70 381,44 25 Nurdin 200 58.800.000,00 26.345.714,00 32.454.286,00 2,23 488.072.332,84 273.857.170,98 97,23 26 Jabid Habibi 150 36.600.000,00 11.510.000,00 25.090.000,00 3,18 303.736.786,50 207.069.465,24 313,74 27 Ishak Samad 240 50.160.000,00 24.960.047,00 25.199.953,00 2,01 416.353.518,23 207.694.561,68 71,5 28 Boko 220 51.480.000,00 19.481.809,00 31.998.191,00 2,64 427.334.878,44 270.348.659,02 81,8 29 BaCo 150 39.600.000,00 7.755.000,00 31.845.000,00 5,11 328.592.927,17 263.150.026,89 346,34 30 Aswad Sidiq 220 53.680.000,00 21.450.666,00 32.229.334,00 2,50 445.409.929,37 266.143.295,06 320,88 31 Sopyan Akhmad 150 39.600.000,00 8.618.333,00 30.981.667,00 4,59 328.666.273,88 255.210.310,67 364,55 32 H.Abu bakar 100 30.400.000,00 12.770.000,00 17.630.000,00 2,38 252.322.318,94 144.674.281,38 161,75 33 Nasir Tu 260 65.260.000,00 42.207.142,00 23.052.858,00 1,55 541.673.955,62 185.519.606,29 59,38 34 Basir 150 35.550.000,00 15.628.333,00 19.921.667,00 2,27 295.165.796,81 159.986.658,95 52,54 35 Hasan 150 33.300.000,00 15.795.000,00 17.505.000,00 2,11 276.266.702,45 146.443.372,69 1786,89 36 Sahid 260 48.620.000,00 20.723.000,00 27.897.000,00 2,35 403.360.678,80 231.286.356,89 2514,98 37 Malin 150 31.050.000,00 8.225.000,00 22.825.000,00 3,78 288.731.134,03 195.677.519,30 180,19 38 Mahfud 100 22.700.000,00 10.830.714,00 11.869.286,00 2,10 188.560.677,28 93.234.787,75 31,04


(6)

39 Basir Alim 150 38.100.000,00 11.325.714,00 26.774.286,00 3,36 316.288.981,20 217.459.109,49 81,42 40 Muhammad 100 26.400.000,00 8.495.000,00 17.905.000,00 3,11 219.308.355,53 144.224.675,55 35,87 41 Umar Said 240 56.160.000,00 19.435.357,00 36.724.643,00 2,89 466.158.396,37 298.889.171,17 87,89 42 Muhammad Taha 120 28.920.000,00 8.725.000,00 20.195.000,00 3,31 240.071.805,85 163.139.579,34 91,43 43 Sarifudin 100 29.800.000,00 5.730.000,00 24.070.000,00 5,20 247.275.291,45 198.191.569,86 323,79 44 Jufri 150 56.400.000,00 20.096.666,00 36.303.334,00 2,81 467.897.035,97 299.619.922,71 2881,96 45 Abdullah 100 27.200.000,00 11.515.000,00 15.685.000,00 2,36 225.868.738,65 125.190.895,39 48,89 46 Jamil 150 40.850.000,00 25.360.000,00 15.490.000,00 1,61 332.270.730,14 119.336.005,81 64,14 47 Ibrahim 200 49.800.000,00 24.903.809,00 24.896.191,00 2,00 413.381.417,93 200.417.400,94 66,41 48 Adnan 100 26.100.000,00 9.420.001,00 16.679.999,00 2,77 216.614.925,11 105.212.293,36 122,77 49 Daud Sulaiman 150 40.800.000,00 12.828.333,00 27.971.667,00 3,18 338.663.158,88 228.107.766,94 102,56 50 Abdurahman 200 52.200.000,00 12.828.333,00 39.371.667,00 4,07 433.152.850,43 252.691.537,44 492,62 51 Marsad 100 28.900.000,00 11.636.785,00 17.263.215,00 2,48 239.826.315,85 141.630.570,66 156,81 52 Yono 100 26.700.000,00 8.526.904,00 18.173.096,00 3,13 221.760.238,10 145.280.420,07 46,20 53 Muhammad Yusuf 210 50.610.000,00 22.644.000,00 27.966.000,00 2,24 420.141.478,67 227.615.419,91 124,30 54 Hamzah 260 64.220.000,00 13.169.666,00 51.050.334,00 4,88 532.826.076,33 422.049.609,93 519,49 55 Halid 150 41.250.000,00 18.765.833,00 22.484.167,00 2,20 342.499.709,83 180.977.186,26 70,37 56 Ismail 120 39.000.000,00 6.475.166,00 32.524.834,00 6,02 323.606.851,94 268.370.851,68 332,73 57 Amran Sakuta 220 51.480.000,00 18.966.000,00 32.514.000,00 2,71 427.163.575,80 268.265.637,13 437,91 58 Baharuddin 220 45.540.000,00 24.650.857,00 20.889.143,00 1,85 378.110.480,64 167.805.197,36 56,09 59 Ibnu Samad 260 53.040.000,00 13.167.285,00 39.872.715,00 4,03 292.920.740,37 182.007.176,30 200,13 60 Awaluddin Amir 150 35.550.000,00 11.986.666,00 23.563.334,00 2,97 295.312.761,52 191.252.901,38 84,15 61 Abdurrahim 100 27.900.000,00 5.521.666,00 22.378.334,00 5,05 231.526.781,38 184.195.717,18 227,28 62 Salmin Muhammad 150 43.500.000,00 9.415.000,00 34.085.000,00 4,62 360.933.090,42 281.465.800,78 395,21 63 Samsuddin 260 66.090.000,00 24.951.500,00 43.125.000,00 2,65 548.122.746,81 335.603.244,04 116,17 64 Abdullah 150 36.150.000,00 7.271.666,00 28.878.334,00 4,97 299.966.186,20 238.117.672,49 293,53 65 Mustafa Sidik 220 53.320.000,00 26.847.166,00 26.472.834,00 1,99 467.458.464,45 239.058.299,23 83,18 66 Hamid Husein 150 42.150.000,00 9.420.001,00 32.729.999,00 4,47 349.727.006,56 270.019.681,04 440,77 67 Amin 150 33.600.000,00 7.895.000,00 25.705.000,00 4,26 278.820.457,82 212.021.101,67 413,49 11670 3.115.930.000,00 1.185.308.040,00 1.932.608.460,00 204,44 25.764.366.178,64 16.018.449.403,46 20338,47

267.003,43

101.568,81 165.604,84 0,0175 2.207.743,46 1.372.617,77 1,7427995 174,1791045 46.506.417,91 17.691.164,78 28.844.902,39 3,0513 384.542.778,79 239.081.334,38 303,55925

1,106 347.687.865,09

Present Value Residual Rent 216.167.571,77 Present Value per Hektar

Jumlah Rata-rata/trip

Luas Terumbu Karang Rata-rata/Responden