IMPLEMENTASI PROGRAM SAFETY RIDING SATLANTAS POLRESTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014

(1)

THE IMPLEMENTATION OF SAFETY RIDING PROGRAM BY TRAFFIC POLICE UNIT BANDAR LAMPUNG 2014

By

LICA CHINTYA

The traffic unit of Bandar Lampung Police has the responsibility and important role in educative people in safety riding. Therefore traffic police unit Bandar Lampung implement safety riding program based on Law No. 22 of 2009 on Traffic and Transportation Section 203 paragraph 2. Traffic accidents that occurred in the area of Bandar Lampung is dominated by a motorcycle, it is according to data compiled by traffic police unit Bandar Lampung in 2014. Factors not orderly traffic become the most dominant of traffic accidents cause in Bandar Lampung area. This means that public awareness of Bandar Lampung city to orderly traffic is low. Therefore traffic police unit Bandar Lampung implement safety riding program. Safety riding program is a program that aims to increase awareness of orderly traffic.

This study aimed to describe the implementation of the safety riding traffic police unit Bandar Lampung. The theory used in this implementation program is implementation model George Edward III by focusing on four indicators are: Communication, Resources, Disposition and Bureaucratic Structure. The method used in this research is descriptive qualitative approach. Data was collected through in-depth interviews, documentation and observation studies. Results and discussion on research terms with the theory of George Edward III with communication indicator, resources, disposition and bureaucratic structure. Indicators of human resources has not been fulfilled either because the number of personnel in the unit of dikyasa is very minimal, so it could affect the successful implementation of the program of safety riding traffic police unit Bandar Lampung. In addition, the indicators SOP, Traffic police unit Bandar Lampung, the operator of the program does not yet have the SOP on safety riding programs. The conclusion of this study is the implementation of the safety riding traffic police unit Bandar Lampung be reviewed by using the theory of George Edward III that the implementation has not


(2)

(3)

IMPLEMENTASI PROGRAMSAFETY RIDINGSATLANTAS POLRESTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014

OLEH

LICA CHINTYA

Polresta Bandar Lampung dalam hal ini satuan lalu lintas mempunyai tanggung jawab dan peran penting dalam pendidikan masyarakat dalam bidang lalu lintas. Oleh karenanya satuan lalu lintas Polresta Bandar Lampung menyelenggarakan program safety riding sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 203 ayat 2 yaitu bahwa program nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di antaranya yaitu tentang Cara Berkendara dengan Selamat (Safety Riding)

Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di wilayah Bandar Lampung lebih didominasi oleh sepeda motor, hal ini sesuai dengan data yang dihimpun oleh pihak satuan lalu lintas Polresta Bandar Lampung pada tahun 2014. Faktor tidak tertib berlalu lintas menjadi penyebab kecelakaan paling dominan di wilayah Bandar Lampung. Artinya kesadaran masyarakat kota Bandar Lampung untuk tertib berlalu lintas masih rendah. Oleh karena itu satuan lalu lintas Polresta Bandar Lampung menerapkan program safety riding. Program safety riding adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tertib berlalu lintas

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi Program Safety Riding

Satuan lalu lintas Polresta Bandar Lampung. Teori yang digunakan dalam program Implementasi ini menggunakan model implementasi George Edward III dengan memfokuskan pada 4 indikator yaitu : Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tipe deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, studi dokumentasi dan observasi.

Hasil dan Pembahasan pada penelitian ditinjau dengan teori George Edward III dengan indikator komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Dimana


(4)

pada indikator SOP, satuan lalu lintas Polresta Bandar Lampung selaku pelaksana

program belum memiliki SOP tentang program safety riding. Kesimpulan dari

penelitian ini adalah implementasi Program Safety Riding satuan lalu lintas Polresta Bandar Lampung ditinjau dengan menggunakan teori George Edward III bahwa dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Terlihat pada hasil dan pembahasan mengenai indikator sumber daya dan struktur birokrasi.


(5)

(6)

(SKRIPSI)

Oleh

LICA CHINTYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Gambar Bagan Struktur Organisasi Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar

Lampung ... 48

5.1 Gambar Penyuluhan Aparat Kepada Pelajar ... 62

5.2 Gambar Penyuluhan Kepada Komunitas Jama-Jama ... 63

5.3 Gambar Penyuluhan Kepada Mahasiswa ... 63

5.4 Gambar Aksi Polwan MemperagakanSafety Riding... 64

5.5 Gambar InstrukturSafety RidingMemberi Arahan... 64

5.6 Gambar Aparat Membagikan Brosur Tertib Lalu Lintas ... 65

5.7 Gambar Aparat Membagikan Majalah Lalu Lintas ... 65

5.8 Gambar Peragaan Gerakan Pelopor Keselamatan Lalu Lintas Oleh Petugas Kepolisian... 93

5.9 Gambar Peserta Mengikuti Gerakan Yang Dilakukan Oleh Peugas ... 96


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1 Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas ... 2

Tabel 1.2 Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Lampung Berdasarkan Faktor Pengemudi ... 3

Tabel 1.3 Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas ... 4

Tabel 1.4 Profesi Pelanggar Lalu Lintas Tahun 2014 ... 5

Tabel 3.1 Nama Informan ... 32

Tabel 3.2 Daftar Dokumen yang berkaitan dengan penelitian ... 35

Tabel 5.1 Data PelaksanaanSafety RidingTahun 2013 ... 66

Tabel 5.2 Data PelaksanaanSafety RidingTahun 2014 ... 67

Tabel 5.3 Daftar Komunitas Motor yang Terdaftar di IMI Lampung ... 69

Tabel 5.4 Daftar Nama Pelaksana Program Safety Riding Satlantas Polresta Bandar Lampung ... 84

Tabel 5.5 Sarana dan Prasarana ... 89

Tabel 5.6 Alut dan Alsus Dikmas Lantas ... 90


(9)

(10)

(11)

Kupersembahkan karya kecil ini untuk

Papaku tercinta Ali Rahman

Mamaku tercinta Supiah, S.Pd.

Selalu menjadi sumber inspirasi di dalam kehidupanku

Selalu mendoakan dan mendukung segala aktivitasku hingga sekarang Semua curahan kasih sayang yang kalian berikan takkan mampu aku

gantikan dengan apapun

Kakakku Ikhsan Surahman dan adik-adikku Riky Surahman, Rika Chintya, Feby Chintya dan Zaskia Salma Chintya

Kehadiran kalian menyempurnakan hidupku

Semoga kita bisa berhasil dan tetap menjadi kebanggaan orang tua


(12)

Penulis bernama lengkap Lica Chintya dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 11 Januari 1992, merupakan anak kedua dari enam bersaudara pasangan Bapak Ali Rahman dan Ibu Supiah, S.Pd. Penulis memiliki seorang kakak bernama Ikhsan Surahman, dan empat orang adik bernama, Riky Surahman, Rika Chintya, Feby Chintya dan Zaskia Salma Chintya.

Penulis menempuh pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Kartini 1 yang diselesaikan pada tahun 1998, lalu lanjut ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Palapa Tanjung Karang Pusat lulus pada tahun 2004, kemudian dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 9 Bandar Lampung lulus pada tahun 2007, dan dilanjutkan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2010.

Penulis diterima menjadi mahasiswi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara (Himagara).


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Tabel ... i

Daftar Gambar ... ii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik ... 10

1. Pengertian Kebijakan Publik ... 10

2. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik ... 11

3. Model-Model Implementasi Kebijakan Publik ... 13

4. Model Implementasi George C. Edward III ... 16

B. Tinjauan Tentang Lalu Lintas ... 20

1. Pengertian Lalu Lintas ... 20

2. Kecelakaan Lalu Lintas ... 20

3. Faktor-Faktor Kecelakaan Lalu Lintas... 21

4. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Lalu Lintas ... 23

C. Tinjauan Tentang Program Safety Riding ... 24

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 28

B. Fokus Penelitian ... 29

C. Lokasi Penelitian ... 30

D. Jenis dan Sumber Data ... 31

E. Informan Penelitian ... 32

F. Teknik Pengumpulan Data ... 33

G. Teknik Analisis Data ... 35


(14)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Polresta Bandar Lampung ... 40

B. Tata Organisasi Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung ... 44

C. Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung ... 46

D. Struktur Organisasi Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung... 47

E. Visi Satlantas Polresta Bandar Lampung Tahun 2014... 48

F. Misi Satlantas Polresta Bandar Lampung Tahun 2014... 49

G. Sasaran Prioritas Satuan Lalu Lintas... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Implementasi Program Safety Riding Satlantas Polresta Bandar Lampung ... 61

B. Deskripsi Hasil Penelitian Pelaksanaan Program Safety Riding Satlantas Polresta Bandar Lampung ... 72

1. Komunikasi ... 72

a. Transmisi... 73

b. Kejelasan ... 77

c. Konsistensi... 80

2. Sumber Daya ... 82

a. Sumber Daya Manusia ... 83

b. Informasi ... 85

c. Wewenang ... 87

d. Fasilitas... 89

3. Disposisi... 93

4. Struktur Birokrasi... 98

a. Standar Operating Procedure (SOP)... 98

b. Fragmentasi... 100

C. Pembahasan Pelaksanaan Program Safety Riding Satlantas Polresta Bandar Lampung………... 102

1. Komunikasi... 103

a. Transmisi... 104

b. Kejelasan... 105

c. Konsistensi... 106

2. Sumber Daya... 107

a. Sumber Daya Manusia... 107

b. Informasi... 108

c. Wewenang... 110

d. Fasilitas... 111

3. Disposisi... 112

4. Struktur Birokrasi... 113

a. Standar Operating Procedure (SOP)... 114


(15)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 117 B. Saran... 119 DAFTAR PUSTAKA


(16)

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Program Safety Riding Satlantas Polresta Bandar Lampung Tahun 2014”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada jurusan Ilmu Admnistrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga penulis membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, baik keluarga, dosen, maupun teman-teman. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Bapak Simon Sumanjoyo, S.A.N., M.PA selaku dosen pembimbing utama

yang telah memberi banyak dukungan, arahan, bimbingan, saran, serta nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Fery Triatmojo, S.AN., M.PA selaku pembimbing kedua yang telah

memberikan bimbingan, arahan, masukan, serta semangat yang memotivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Eko Budi Sulistio, S.Sos., M.AP selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran serta arahannya kepada penulis dalam penyelesaian dan penyempurnaan skripsi ini.


(17)

5. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu

Administrasi Negara.

7. Seluruh Dosen Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung.

8. Kedua orang tuaku tercinta Ali Rahman dan Supiah S.Pd. yang selalu

memberikan doa, dukungan dan motivasi kepada penulis.

9. Kakak dan adik-adikku tersayang Ikhsan Surahman, Riky Surahman, Rika Chintya, Feby Chintya dan Zaskia Salma Chintya yang telah menjadi motivasi dan semangat bagi penulis.

10. M. Iqbal Hermawan S.T seseorang yang spesial yang selalu mendampingi, memberi support, dan doa kepada penulis.

11. Segenap responden dalam penelitian ini baik petugas kepolisian di Ditlantas Polda Lampung, petugas kepolisian di Polresta Bandar Lampung, pegawai RRI, staf Tunas Dwipa Matra dan staf Lautan Teduh Interniaga. Terima kasih atas bantuan, dukungan, serta keramahan yang diberikan kepada penulis. 12. Teman-teman yang selalu memberikan motivasi, nasehat dan arahan (Bunga,

Gusti, Eci, Cita, Indah, Erisa, Thio, Triyadi, Pandu, Desmon, Astria, Rizka, Hani, Tamy, Abdu, Satria, Enggi dan Fadri) dan teman-teman seperjuangan akhir kuliah (Annisa, Rahma, Rana, Nurul, Datas, Uyung, Ali, Abil, Ardi, Hadi, Bek, Loy, Bogel, Anjas, Daus, dan Gery).


(18)

menyelesaikan skripsi.

Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis sangat berharap karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi penulis sendiri.

Bandar lampung, 12 Februari 2015 Penulis,


(19)

(20)

A. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan masyarakat saat ini maka kebutuhan sarana dan prasarana yang terkait dengan transportasi guna mendukung produktivitas di berbagai bidang yang menggunakan sarana jalan raya semakin meningkat. Menurut Adisasmita (2011 : 68) Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat telah mengakibatkan berbagai kesulitan seperti, kemacetan, pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat. Dengan jumlah penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah kendaraan yang semakin pesat yang tidak diimbangi dengan sarana dan prasarana lalu lintas jalan yang memadai, maka akan semakin menambah kemacetan dan kepadatan arus lalu lintas dan hal itu menyebabkan banyaknya pelanggaran-pelanggaran masyarakat dalam berkendara di jalan raya.

Permasalahan-permasalahan lalu lintas seperti kemacetan, pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas terus berkembang. Pelanggaran lalu lintas dipandang memberi kontribusi yang cukup besar pada kecelakaan lalu lintas. Karena kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada umumnya diawali dengan pelanggaran


(21)

lalu lintas oleh pengemudi. Lalu disebabkan oleh kondisi kendaraan, jalan dan alam. Faktor penyebab kecelakaan lalu lintas jalan menurut kajian balitbang

Kementerian PU sebesar 67% karena human error (kesalahan manusia),

sedangkan sebesar 33% disebabkan oleh kondisi jalan, lingkungan, cuaca dan kendaraan bermotor yang tidak layak jalan.

(http://www.menkokesra.go.id/content/rakor-dampak-kecelakaan-lalu-lintasdarat -bagi-kesehatan-sosial-dan-ekonomi, diakses pada hari senin, 24 februari 2014, pukul 19:35)

Jumlah kecelakaan lalu lintas di Bandar Lampung dapat dilihat melalui tabel yang tertera di bawah ini yaitu jumlah kecelakaan lalu lintas tahun 2013 dan 2014. Tabel 1.1 Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas

No. TAHUN JUMLAH KORBAN KERUGIAN

LAKA MENINGGAL DUNIA LUKA BERAT LUKA RINGAN MATERIL

1. 2013 302 77 105 307 Rp. 1.032.700.000

2. 2014 431 82 135 443 Rp. 1.664.750.000

Sumber : Unit Laka Lantas Polresta Bandar Lampung 2014

Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa jumlah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Bandar Lampung belum dapat diminimalisir. Jumlah kecelakaan lalu lintas pada tahun 2014 lebih banyak jika dibanding tahun 2013. Hal ini pun berbanding lurus dengan peningkatan jumlah korban, baik korban meninggal dunia, korban luka berat dan korban luka ringan. Kerugian material akibat kecelakaan lalu lintas pun semakin besar jumlahnya.

Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di wilayah Bandar Lampung juga lebih didominasi oleh sepeda motor, hal ini sesuai dengan data yang dihimpun oleh pihak Satlantas Polresta Bandar Lampung pada tahun 2014 tentang kecelakaan


(22)

lalu lintas yakni, pada tahun 2014 jumlah kecelakaan lalu lintas sepeda motor adalah 525 kejadian, mobil penumpang 51 kejadian, mobil beban 20 kejadian, bus 2 kejadian dan kendaraan khusus 1 kejadian. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa sepeda motor menempati urutan pertama kendaraan yang paling banyak mengalami kecelakaan, selain itu jumlah korban meninggal dunia yang diakibatkan karena kecelakaan sepeda motor jumlahnya sangat banyak jika dibandingkan dengan kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan lain.

Tujuan Polri untuk menciptakan zero accident sepertinya belum terwujud karena

kecelakaan lalu lintas belum benar-benar dapat diminimalisir. Data kepolisian menyebutkan, tingginya angka kematian yang merupakan akibat langsung dari tingginya angka kecelakaan lalu lintas, mayoritas disebabkan oleh faktor manusia. Bukan karena kurang memiliki keterampilan mengemudi, namun lebih karena kurangnya etika atau moral berlalu lintas. Hal ini sesuai dengan data kepolisian mengenai penyebab kecelakaan lalu lintas berdasarkan faktor pengemudi yaitu sebagai berikut :

Tabel 1.2 Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas di Wilayah Lampung Berdasarkan Faktor Pengemudi tahun 2014

Wilayah Lelah Lengah Mengantuk Batas kecapatan

Tidak tertib

JUMLAH

Bandar lampung 0 0 0 0 302 302

Metro 0 8 1 29 34 72

Lampung selatan 9 6 8 57 224 304

Lampung tengah 0 0 0 158 87 245

Lampung utara 1 3 2 89 97 192


(23)

Lampung barat 0 0 0 0 56 56

Way kanan 0 2 2 2 61 67

Tanggamus 0 0 1 86 194 281

Tulang bawang 5 19 1 42 28 95

JUMLAH 15 39 15 553 1106 1728

Sumber : Unit Laka Lantas Polda Lampung 2014

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa faktor tidak tertib berlalu lintas menjadi penyebab kecelakaan paling dominan di wilayah Bandar Lampung. Artinya kesadaran masyarakat kota Bandar Lampung untuk tertib berlalu lintas masih rendah. Sedangkan untuk di wilayah lain selain karena kurangnya kesadaran tertib berlalu lintas, berkendara dengan melebihi batas kecepatan juga menjadi faktor yang dominan penyebab kecelakaan lalu lintas. Selain masih tingginya angka kecelakaan lalu lintas, Kepolisian Resort Kota (Polresta) Bandar Lampung mencatat, bahwa jumlah pelanggaran masih cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan tabel yang tertera,

Tabel 1.3 Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas

Sumber : Satlantas Polresta Bandar Lampung Tahun 2014

Berdasarkan tabel tersebut, jumlah pelanggaran lalu lintas yang terjadi pada tahun 2014 masih cukup tinggi, namun jumlah pelanggaran lalu lintas pada tahun 2014 mengalami penurunan jika dibanding pada tahun 2013. Pada tahun 2014, yang mengalami penurunan adalah pelanggaran non tilang atau pelanggaran yang hanya mendapat teguran saja. Pelanggaran yang dikenakan tilang pada tahun 2014

NO TAHUN JUMLAH PELANGGARAN

TILANG TEGURAN JUMLAH

1 Tahun 2013 39.072 31.956 71.028


(24)

jumlahnya bertambah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi antara lain berkendara tidak memakai helm, tidak menyalakan lampu sign sepeda motor di siang hari, menerobos lampu merah, dan melanggar marka, berkendara secara ugal-ugalan dan melebihi batas kecepatan serta berkendara tidak dilengkapi dengan SIM dan STNK. Sedangkan untuk profesi pelanggar lalu lintas tahun 2014 adalah sebagai berikut,

Tabel. 1.4 Profesi Pelanggar Lalu Lintas Tahun 2014

Sumber : Satlantas Polresta Bandar Lampung Tahun 2014

Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa pelanggaran lalu lintas paling banyak dilakukan oleh karyawan swasta dan pelajar baik yang dikenakan tilang atau pun teguran saja. Memang jika dibanding tahun sebelumnya, pada tahun 2014 jumlah pelanggaran lalu lintas sudah berkurang, namun tetap harus diperhatikan bahwa jumlah pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar jumlahnya terbanyak kedua setelah karyawan swasta. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada saat penelitian, oleh Bapak Kompol Ruhyat selaku Kasi Laka Polda Lampung pada tanggal 8 September 2014, mengatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pelajar diantaranya banyak yang berkendara tidak memiliki SIM, selain itu banyak juga para pelajar yang sudah memiliki SIM namun berkendara tidak dilengkapi dengan surat-surat kendaraan, tidak memakai helm, motor tidak dilengkapi dengan kaca spion, dan tidak menyalakan lampu.

Profesi Pelanggar Lalu lintas Tahun 2014

No. Jenis Jumlah Pelanggaran Pegawai Negeri Karyawan Swasta

Mahasiswa Pelajar Pengemudi

Lain–

lain 1 Tilang 40.389 120 22.180 4.656 9.026 1.677 2.730

2 Teguran 24.616 162 11.910 3234 6825 929 1556


(25)

Kurangnya kesadaran masyarakat dalam bertata tertib lalu lintas di jalan bisa menyebabkan timbulnya kecelakaan yang menyebabkan pengendara luka-luka, cacat ataupun kematian. Kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas seharusnya menjadi isu nasional karena jumlahnya yang masih tinggi. Inilah mengapa menekan angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas harus menjadi perhatian. Diperlukan kegiatan pengendalian lalu lintas secara menyeluruh dan terpadu, tidak cukup hanya dengan penegakkan hukum semata, namun perlu melakukan upaya yang ditunjang oleh seluruh komponen bangsa, adanya peran aktif dari masyarakat dalam mewujudkan rasa kesadaran dan disiplin dalam melakukan aktivitas di jalan raya. Hal ini sesuai dengan amanat pasal 258 Undang- Undang No. 22 Tahun 2009, bahwa masyarakat wajib berperan serta dalam pemeliharaan sarana dan prasarana, pengembangan disiplin dan etika berlalu lintas, dan berpartisipasi dalam pemeliharaan keamanan, keselamatan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan.

Mengingat banyaknya korban jiwa dan besarnya kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh kecelakaan lalu lintas, maka pemerintah melalui kepolisian bagian lalu lintas membangun budaya keselamatan jalan (road safety culture). Budaya dapat mempengaruhi bagaimana seseorang bersikap dan bertindak. Budaya yang baik akan memberikan hasil optimal. Namun sebaliknya, budaya yang tidak kondusif tidak akan memberikan hasil.

Undang - Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan mengamanatkan bahwa peran dan fungsi polisi di bidang lalu lintas adalah pendidikan masyarakat tentang lalu lintas, rekayasa lalu lintas, penegakkan hukum, registrasi dan identifikasi pengemudi kendaraan bermotor dan sebagai


(26)

pusat K3I (Komando, Kendali, Koordinasi dan Informasi) lalu lintas. Fungsi dan peran tersebut bertujuan untuk mewujudkan keamanan, keselamatan dan ketertiban lalu lintas, meminimalisir korban fatalitas sebagai akibat terjadinya kecelakaan lalu lintas, kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan peraturan lalu lintas serta meningkatkan pelayanan masyarakat di bidang lalu lintas. Jadi, peran polisi lalu lintas secara ideal adalah mewujudkan sistem pengoperasian jalan dengan tingkat keamanan dan keselamatan yang tinggi, ketertiban, serta kelancaran lalu lintas.

Selain melakukan penegakkan hukum atas masalah pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas, pihak kepolisian juga melakukan upaya preventif agar masalah pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas sebisa mungkin tidak terjadi. Upaya preventif yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk meminimalisir pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas antara lain dengan dilakukannya pendidikan keselamatan lalu lintas. Karena pihak kepolisian yang bertanggung jawab untuk memperbaiki perilaku pengguna jalan melalui pendidikan keselamatan berlalu lintas. Salah satu program dalam pendidikan berlalu lintas adalah program safety riding.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan angkutan jalan bagian 4 yang mengatur tentang tata cara berlalu lintas maka

Satlantas Polresta Bandar Lampung terus melakukan upaya – upaya dengan

melaksanakan program –progam secara berkesinambungan yang bertujuan untuk

menekan semaksimal mungkin terjadinya pelanggaran dan kecelakaan. Satlantas

Polresta Bandar Lampung melakukan kebijakan program safety riding dan


(27)

Angkutan Jalan kepada masyarakat. Pihak Satlantas Polresta Bandar Lampung

menerapkan kebijakan program safety riding berdasarkan Surat perintah Kapolda

Lampung Nomor : Sprin/ 932 /XI/ 2013 tanggal 29 November 2013 tentang

pelaksanaan Safety Riding. Program safety riding lebih memfokuskan pada

kendaraan bermotor roda dua karena kendaraan bermotor roda dua atau sepeda motor adalah kendaraan yang jumlah pelanggaran dan kecelakaan lalu lintasnya paling banyak jika dibandingkan dengan kendaraan lainnya.

Pelaksanaan kebijakan program safety ridingperlu mendapatkan perhatian karena program safety riding adalah program nasional keselamatan lalu lintas yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tertib berlalu lintas. Dilaksanakannya program ini agar masalah pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas dapat diminimalisir. Selain itu diharapkan masyarakat akan menjadi masyarakat yang patuh terhadap tata tertib lalu lintas walaupun tidak ada petugas polisi yang sedang berjaga. Perilaku pengendara yang tidak tertib diharapkan akan berubah menjadi perilaku yang tertib ketika mereka sudah mendapatkan penyuluhan-penyuluhan lalu lintas.

Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat bagaimana kinerja pihak kepolisian lalu lintas terutama unit dikyasa yaitu melalui implementasi programsafety riding untuk membangun kesadaran pegendara kendaraan bermotor dalam tertib berlalu lintas disamping permasalahan mengenai masih banyaknya pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas yang terjadi dikarenakan kesalahan manusia (human error) sebagai faktor dominan.


(28)

B. Perumusan Masalah

Dengan melihat permasalahan pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah :

Bagaimanakah implementasi program safety riding Satlantas Polresta Bandar

Lampung ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi program safety riding yang dilakukan oleh Satlantas Polresta Bandar Lampung.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan keilmuan administrasi negara terutama tentang kajian dalam bidang implementasi kebijakan publik.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi institusi

kepolisian mengenai evaluasi pelaksanaan program safety riding.

Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan secara akademis terhadap informasi tentang program keselamatan lalu lintas.


(29)

A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk memecahkan masalah atau mewujudkan tujuan yang diinginkan masyarakat (Abidin, 2012 : 19). Menurut Eyestone dalam Winarno (2012 : 20) definisi kebijakan publik sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Anderson dalam Winarno (2012 : 20), definisi dari kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Selain itu Harold Laswell dan Abraham Kaplan dalam Nugroho (2011:93), mendefinisikannya sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu (a projected of goals, values, and practices). Sedangkan menurut

Carl I. Friedrick dalam Nugroho (2011:93), mendefinisikannya sebagai

serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada.


(30)

Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Selain itu menurut pandangan lain Thomas R. Dye dalam Nugroho (2011 :94), mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang dikerjakan oleh pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda. Sedangkan menurut David Easton dalam Nugroho (2011:93), mendefinisikannya sebagai akibat aktivitas pemerintah (the impact of government activity).

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan dapat memecahkan suatu masalah.

2. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Purwanto (2012 : 64), paling tidak mengandung tiga komponen dasar, yaitu: (1) tujuan yang hendak dicapai, (2) sasaran yang spesifik, dan (3) cara mencapai sasaran tersebut. Cara mencapai sasaran inilah yang sering disebut dengan implementasi, yang biasanya diterjemahkan ke dalam program-program aksi dan proyek. Aktivitas implementasi terkandung di dalamnya biasanya terdiri dari : siapa pelaksananya, besar dana dan sumbernya, siapa kelompok sasarannya, bagaimana manajemen program atau proyeknya, dan bagaimana keberhasilan atau kinerja program diukur. Secara singkat implementasi


(31)

kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Tujuan kebijakan pada hakekatnya adalah melakukan intervensi. Oleh karenanya implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan(action)intervensi itu sendiri.

Beberapa konsep tentang implementasi kebijakan diungkapkan oleh para ahli salah satunya yaitu Ripley dan Franklin dalam Winarno (2012 : 148) menjelaskan bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memeberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Winarno (2012 : 149), implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

Pengertian lain yaitu menurut Lester dan Steward dalam Winarno (2012 : 147), implementasi kebijakan jika dipandang dari pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana sebagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program. Sedangkan Winarno (2012 : 146) menyebutkan bahwa implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.


(32)

Menurut pendapat Abidin (2012 : 145), implementasi kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa implementasi, suatu kebijakan hanyalah merupakan sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Selain itu, Nugroho (2011 : 618) menjelaskan bahwa kejelasan makna dari implementasi kebijakan adalah suatu cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

Berdasarkan beberapa konsep yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa, implementasi kebijakan publik adalah suatu langkah dalam tahap pelaksanaan sebuah kebijakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang menghasilkan sebuah dampak dari proses kebijakan tersebut.

3. Model–Model Implementasi Kebijakan Publik

Model-model implementasi kebijakan publik menurut Nugroho (2011 : 627), antara lain :

a. Model Van Meter dan Van Horn

Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik,


(33)

implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel: aktivitas

implementasi dan komunikasi antarorganisasi, karakteristik agen

pelaksana/implementor, kondisi ekonomi-sosial-politik, dan kecenderungan (disposition) pelaksana/implementor.

b. Model Mazmanian dan Sabatier

Model ini disebut model kerangka analisis implementasi (a framework for implementation analysis). Model ini mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel. Variabel tersebut adalah variabel independen, variabel intervening, dan variabel dependen.

c. Model Hogwood dan Gunn

Model ini mendasarkan pada konsep manajemen strategis yang mengarah pada praktik manajemen yang sistematis dan tidak meninggalkan kaidah-kaidah pokok. Kelemahannya, konsep ini secara tidak tegas menunjukkan nama yang bersifat politis, strategis, dan teknis atau operasional.

d. Model Goggin, Bowman, dan Lester

Model ini bertujuan mengembangkan model implementasi kebijakan yang “lebih ilmiah” dengen mengedapankan pendekatan “metode penelitian” dengan adanya

variabel independen, intervening, dan dependen, dan meletakkan faktor


(34)

e. Model Grindle

Model ini ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa kebijakan ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut.

f. Model Elmore, dkk

Model implementasi ini didasarkan pada jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakan atau tetap melibatkan pejabat pemerintah namun hanya di tataran rendah.

g. Model George C. Edward III

Model ini menegaskan bahwa masalah utama Administrasi Publik adalah lack of

attention to implementation (kurangnya perhatian dari implementasi). Dikatakannya, without effective implementation the decision of policymakers will not be carried out successfully (tanpa implementasi yang efektif, pembuat kebijakan tidak akan berjalan lancar). Edward menyarankan untuk memerhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif yaitu : komunikasi, resources, disposition, dan struktur birokrasi.

h. Model Nakamura dan Smallwood

Model ini menautkan pembentukan kebijakan dalam implementasi kebijakan secara praktikal. Konsep ini menjadi magnet yang sangat besar terhadap para


(35)

praktisi kebijakan, yang justru mendekatkan ilmuwan kebijakan dan praktisi kebijakan. Kedekatan ini menjadikan pengetahuan implementasi kebijakan

semakin mampu mengkontribusikan nilai bagi kehidupan bersama.

Konsekuensinya adalah pengetahuan implementasi kebijakan tidak lagi menjadi monopoli para professor kebijakan publik, namun juga para praktisnya di birokrasi dan lembaga Administrasi Publik lainnya.

i. Model Jaringan

Model ini memahami bahwa proses implementasi kebijakan adalah sebuah complex of interaction processes di antara sejumlah aktor besar yang berada dalam suatu jaringan (network) aktor-aktor yang independen, interaksi di antara para aktor dalam jaringan tersebutlah yang akan menentukan bagaimana implementasi harus dilaksanakan, permasalahan-permasalahan yang harus dikedepankan, dan diskresi-diskresi yang diharapkan menjadi bagian penting di dalamnya.

4. Model Implementasi George C. Edward III

Dari penjelasan beberapa teori diatas mengenai implementasi kebijakan publik maka pada penelitian ini peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan George C. Edward III. Menurut Edward, studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration (administrasi publik) dan public policy (kebijakan publik). Menurut Edward ada 4 (empat) faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik. Faktor-faktor tersebut antara lain :


(36)

a. Komunikasi

Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap, dan tanggap dari pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan (Nugroho, 2011:636). Edward menyebutkan terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur faktor komunikasi. Indikator tersebut antara lain :

1. Transmisi

Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian, hal tersebut disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi ditengah jalan.

2. Kejelasan

Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan ( street-level-bureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

3. Konsistensi

Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan komunikasi haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena jika


(37)

perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

b. Sumber daya (Resources)

Hal ini berkenaan dengan ketersediaan sumber daya manusia menjalankan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara efektif. Sumber daya yang penting menurut Edward dalam Agustino (2006:151) meliputi : staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanalan tugas-tugas mereka, informasi, wewenang, dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usulan-usulan di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

Sebagaimana yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya, staf merupakan sumber daya utama dalam implementasi kebijakan. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi, salah satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.

c. Disposisi (Disposition)

Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor yang penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias.

Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan


(38)

sebagaimana yang diingini oleh pembuat kebijakan. Demikian pula sebaliknya, apabila tingkah laku-tingkah laku atau perspektif-perspektif para pelaksana berbeda dengan para pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan menjadi semakin sulit.

d. Struktur birokrasi

Edward dalam Nugroho (2011:636), menjelaskan bahwa struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif.

Menurut Edward dalam Agustino (2006:153), dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah: melakukan standar operating procedures (SOPs) dan pelaksanaan fragmentasi. SOPs adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai

(atau pelaksana kebijakan/administrator/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan (standar minimum yang dibutuhkan warga).Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja.


(39)

B. Tinjauan Tentang Lalu Lintas

1. Pengertian Lalu Lintas

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pengertian lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lalu lintas adalah perhubungan antara sebuah tempat dengan tempat yang lain.

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa lalu lintas adalah sebuah pergerakan kendaraan menuju suatu tempat.

2. Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas menurut Pasal 1 angka 24 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Berikut ini adalah macam-macam kecelakaan lalu lintas menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu :

a. Kecelakaan lalu lintas ringan merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.

b. Kecelakaan lalu lintas sedang merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.

c. Kecelakaan lalu lintas berat merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.


(40)

3. Faktor–Faktor Kecelakaan Lalu lintas

Menurut Adler (dalam Adisasmita, 2011 : 67) faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah :

a. Keadaan jalan raya umumnya kurang memuaskan, yaitu sempit dan

kualitasnya di bawah standar.

b. Jumlah kendaraan bermotor bertambah terus setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan yang sangat pesat, tidak sebanding dengan jalan raya yang tersedia.

c. Banyaknya kendaraan yang berkecepatan lambat seperti dokar dan becak seringkali menimbulkan terjadinya kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. d. Kedisiplinan, kesopanan, dan kesadaran berlalu lintas para pemakai jalan raya

masih kurang, sehingga kerap kali mengakibatkan kesemrawutan lalu lintas. e. Sebagian pengaturan lalu lintas masih dirasakan belum mampu menjamin

kelancaran arus lalu lintas.

Sedangkan menurut Putranto ( 2013 : 164 ) faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas adalah :

1. Faktor Manusia

Faktor manusia adalah faktor yang paling dominan jika terjadi peristiwa kecelakaan lalu lintas. Banyak kondisi dimana pengemudi menjadi penyebab kecelakaan seperti melanggar rambu lalu lintas baik disengaja maupun tidak, memaksakan diri berkendara padahal kondisi tubuh tidak memungkinkan misalnya mengantuk dan sakit.


(41)

2. Faktor Kendaraan

Faktor kendaraan juga menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Misalnya adalah pecah ban, rem blong, dan komponen mobil yang seharusnya diganti tetapi tidak diganti sehingga komponen tersebut tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.

3. Faktor Jalan

Kecelakaan lalu lintas pun bisa dipengaruhi oleh faktor jalan. Seperti permukaan jalan yang tidak rata, lampu jalanan yang kurang memadai, pagar pengaman jalan, dan jalan yang berlubang.

4. Faktor Cuaca

Kondisi cuaca juga dapat menjadi penyebab kecelakaan, misalnya ketika hujan maka jarak pengereman akan lebih jauh karena jalan licin terkena guyuran hujan. Kabut juga dapat menggangu kita dalam ber-kendara karena jarak pandang menjadi terbatas.

Selain pada faktor-faktor di atas kesadaran manusia dalam memahami dan mematuhi peraturan lalu lintas adalah hal terbesar yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran dan berakibat kecelakaan lalu lintas. Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan. Pelanggaran dapat terjadi karena memang sengaja melanggar atau ketidaktahuan terhadap arti aturan yang ada.


(42)

4. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Lalu Lintas

Bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi adalah : 1. Pelanggaran Kendaraan Roda Dua (R2)

Macam-macam pelanggaran kendaraan roda dua adalah :

a. Berkendara melebihi batas kecepatan

b. Berkendara tidak menggunakan helm

c. Berkendara tidak dilengkapi dengan kelengkapan kendaraan

d. Berkendara tidak dilengkapi dengan surat-surat

e. Berkendara dengan boncengan lebih dari 1 orang

f. Berkendara dengan tidak memperhatikan marka jalan

g. Berkendara tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas

h. Berkendara dengan melawan arus

2. Pelanggaran Kendaraan Roda Empat (R4)

Macam-macam pelanggaran kendaraan roda empat adalah :

a. Berkendara melebihi batas kecepatan

b. Berkendara tidak mengenakan sabuk pengaman (safety belt)

c. Berkendara tidak dilengkapi dengan kelengkapan kendaraan

d. Berkendara tidak dilengkapi dengan surat-surat

e. Berkendara dengan melebihi kapasitas muatan yang telah ditentukan

f. Berkendara tidak memperhatikan marka jalan

g. Berkendara tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas


(43)

C. Tinjauan Tentang ProgramSafety Riding

Penerapan Program Safety Riding ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Bab XI tentang Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 203 Ayat 2

huruf a yang berbunyi: ”Untuk menjamin Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan rencana umum nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, meliputi: a. Penyusunan program

nasional kegiatan Keselamatan dan Angkutan Jalan.” yang dimaksud dengan

“program nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan” antara lain:

a. Polisi Mitra Kampus (Police Goes to Campus) b. Cara Berkendara dengan Selamat(Safety Riding) c. Forum Lalu Lintas(Traffic Board)

d. Kampanye Keselamatan Lalu Lintas e. Taman Lalu Lintas

f. Sekolah Mengemudi

g. Kemitraan Global Keselamatan Lalu Lintas (Global Road Safety Partnership).

Adapun penjelasan dari pasal 203 Ayat 2 huruf a yaitu bahwa program nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di antaranya yaitu tentang Cara Berkendara dengan Selamat (Safety Riding). Berdasarkan hal tersebut, jadi jelas

bahwa penerapansafety rdingmerupakan program nasional yang harus didukung


(44)

Safety riding merupakan kegiatan cara selamat berkendaraan. Kegiatan ini mencakup pada kegiatan pendidikan dan pelatihan mengemudi serta kiat-kiat cara aman berkendaraan. Keterampilan dan keahlian berkenderaan yang dilatihkan oleh polisi bekerjasama dengan sektor bisnis diharapkan mampu menurunkan fatalitas kecelakaan lalu lintas. Kegiatan ini ditujukan kepada masyarakat mulai dari tingkat pelajar, mahasiswa, pengemudi angkutan umum dan siapa saja yang peduli terhadap masalah keselamatan berkendaraan. Tujuan dari program ini adalah meningkatkan pengetahuan lalu lintas dan keterampilan mengendarai kendaraan bermotor serta meningkatkan kesadaran berlalu lintas.

Safety riding adalah program di bidang pengaturan lalu lintas yang bertujuan supaya kenyamanan dan keselamatan berkendara selalu tetap terjaga. Program ini merupakan yang pertama kali diterapkan di Indonesia, Surabaya mengawalinya sebagai proyek percontohan pada tahun 2005 (Nurhadi dalam Hidayati 2011: 33). Program Safety riding menurut Nurhadi (dalam Hidayati 2011: 33) merupakan kelanjutan program 2003 dengan tertib lajur kiri untuk roda 2 dan angkutan umum, tahun 2004 dengan tertib lajur kiri ditambah program helm dan klik sabuk keselamatan.

Ketentuan-ketentuan programsafety riding:

1. Pengecekan kondisi kendaraan sebelum berkendara

2. Pengecekan kelengkapan surat-surat dan SIM

3. Berkendara dengan memakai helm

4. Menaaati peraturan lalu lintas seperti menyalakan lampu utama, menggunakan kaca spion lengkap, dan sebagainya.


(45)

ProgramSafety Ridingdengan 9 skala prioritas sbb :

1. Menggunakan sabuk pengaman dan helm standar bagi pengendara sepeda motor dan yang membonceng.

2. Menggunakan kaca spion lengkap.

3. Lampu kendaraan bermotor lengkap dan berfungsi baik. 4. Sepeda motor menyalakan lampu di siang hari.

5. Patuhi batas kecepatan (dalam kota 50 km/jam, luar kota 80 km/jam, daerah pemukiman / keramaian 25 km/jam dan jalan bebas hambatan 100 km/jam). 6. Kurangi kecepatan pada saat mendekati persimpangan.

7. Sepeda motor, kendaraan berat dan kendaraan lambat menggunakan lajur kiri. 8. Patuhi dan disiplin terhadap ketentuan dan tata-cara berlalu-lintas saat :

Memasuki jalan utama, mendahului, membelok/memutar arah, penggunaan lampu sign

9. Patuhi rambu-rambu, marka jalan dan peraturan lalu-lintas.

Adapun dasar dilaksanakannya program safety riding, mempunyai maksud untuk

memberikan pemahaman tentang cara berlalu lintas yang baik dan benar untuk meningkatkan keselamatan di jalan baik keselamatan diri sendiri maupun keselamatan orang lain dengan cakupan mendasar menurut Nurhadi (dalam Hidayati 2011: 33) antara lain:

1). Banyak masyarakat yang mengerti rambu-rambu lalu lintas, namun tidak semua dari mereka menyadari bahwa peraturan lalu lintas dibuat sebagai sarana penunjang keselamatan diri sendiri dan orang lain.


(46)

2). Kesadaran berlalu lintas masyarakat perlu ditingkatkan, karena dengan sadar berlalu lintas masyarakat akan menaati peraturan baik ada petugas maupun tidak. 3). Program safety riding merupakan system pembelajaran berlalu lintas yang didalamnya terdapat aturan/himbauan yang langsung menyentuh pada konsep yang mendasar berlalu lintas. Sehingga kualitas dan kuantitas masyarakat dalam berlalu lintas semakin baik.

4). Dengan melengkapi kaca spion, lampu sein,lampu rem, menggunakan helm standar, menyalakan lampu meski disiang hari dan menggunakan lajur kiri secara tidak langsung antara pengendara satu dengan yang lain bisa berkomunikasi lewat isyarat. Contoh apabila pengendara yang akan membelok menyalakan lampu sein, maka pengendara yang dibelakangnya bisa membaca arah kendaraan.

5). Secara tidak langsung dengan program safety riding masyarakat bisa

memahami, mengerti dan selanjutnya menyadari serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari cara berlalu lintas yang baik dan benar.

Selanjutnya program safety riding memiliki tujuan untuk menekan terjadinya kecelakaan dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa berlalu lintas bukan hanya berjalan dari satu tempat ke tempat lain namun hal yang paling mendasar adalah faktor keamanan dan keselamatan diri sendiri dan orang lain menurut Nurhadi (dalam Hidayati, 2011:34).


(47)

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Gulo (2000 : 19) tipe penelitian deskriptif didasarkan pada pertanyaan dasar yaitu bagaimana. Selanjutnya, pendekatan penelitian kualitatif menurut Ikbar (2012 : 175) merupakan suatu pendekatan penelitian yang berlandaskan pada fenomenologi dan paradigma konstruktivisme dalam megembangkan ilmu pengetahuan. Pengertian lain menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2009 : 3) tentang metode penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tulisan atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif karena teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan agar peneliti mendapatkan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh terhadap pelaksanaan program safety riding yang dilakukan oleh Satlantas Polresta Bandar Lampung.


(48)

B. Fokus Penelitian

Moleong (2009 : 63) mengatakan bahwa fokus penelitian merupakan pedoman untuk mengambil data apa saja yang relevan dengan permasalahan penelitian. Fokus harus konsisten dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang ditetapkan terlebih dahulu. Tujuan dari fokus penelitian adalah untuk membatasi studi sehingga tidak melebar dan untuk menyaring informasi yang mengalir masuk secara efektif. Oleh karena itu, peneliti memberikan pembatasan penelitian melalui fokus penelitian. Fokus penelitian ini adalah : untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi program safety riding yang dilakukan oleh Satlantas Polresta Bandar Lampung dengan menggunakan teori implementasi kebijakan publik George Edward III (1980. Indikator-indikator model tersebut adalah :

1. Komunikasi, indikatornya adalah :

a. Transmisi, penyampaian informasi penyuluhan safety riding kepada

sasaran program.

b. Kejelasan, kejelasan penyampaian informasi tentang program safety riding.

c. Konsistensi, konsistensi dalam melaksanakan program safety riding, yaitu tentang pelaksanaan penyuluhansafety riding.

2. Sumber Daya (Resources)

a. Staf, Apakah cukup jumlahnya untuk melaksanakan program safety riding.


(49)

b. Informasi, apakah memadai untuk keperluan implementasi program safety riding.

c. Wewenang, apakah kewenangan yang dimiliki implementor sudah tepat untuk melaksanakan kebijakan programsafety riding.

d. Fasilitas yang digunakan dalam melaksanakan programsafety riding.

3. Disposisi (Disposition)

Sikap para pelaksana dalam menjalankan program safety riding di kota Bandar Lampung.

4. Struktur birokrasi

a. Standar Operation Procedure (SOP) yang digunakan dalam

menjalankan programsafety riding.

b. Fragmentasi Koordinasi antar penanggung jawab dan pelaksana programsafety riding.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Bandar Lampung. Peneliti memilih penilitian di daerah tersebut dikarenakan Bandar Lampung adalah pusat pemerintahan Provinsi Lampung yang memiliki mobilitas tinggi dalam berbagai aspek pembangunan yang berdampak pada meningkatnya jumlah kendaraan


(50)

bermotor yang sehingga memberikan kontribusi pada banyaknya pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas di kota Bandar Lampung. Selain itu, menurut data Laka Lantas Polresta Bandar Lampung, pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas di Bandar Lampung jumlahnya masih sangat tinggi.

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian ini sumber data utama tersebut dicatat melalui catatan tertulis atau perekaman audio atau record voice, dan pengambilan foto. Sedangkan, jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data Primer adalah kata-kata dan tindakan informan serta peristiwa-peristiwa tertentu yang berkaitan dengan fokus penelitian dan merupakan hasil pengumpulan peneliti sendiri selama berada di lokasi penelitian. Data-data primer ini merupakan inti analisis utama yang digunakan dalam kegiatan analisis data. Data primer ini contohnya hasil wawancara yang diperoleh peneliti selama proses pengumpulan data terhadap implementasi program safety ridingyang dilakukan oleh Satlantas Polresta Bandar Lampung.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data-data tertulis yang digunakan sebagai informasi pendukung dalam analisis data primer. Data ini pada umumnya berupa


(51)

data-data tertulis seperti laporan kegiatan dan surat-surat keputusan yang terkait dengan implementasi program safety riding yang dilakukan oleh Satlantas Polresta Bandar Lampung.

E. Informan Penelitian

Menurut Moleong (2009 : 132) informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberi informasi tentang sutu situasi dan kondisi latar penelitian. Seorang informan adalah sumber data yang dibutuhkan oleh peneliti dalam sebuah penelitian.

Informan yang akan peneliti wawancarai adalah pihak-pihak yang terlibat dalam program safety riding. Hal tersebut sesuai dengan tujuan peneliti yaitu ingin mendapatkan data-data penelitian. Adapun informan yang menjadi sumber dalam penelitian ini adalah :

Tabel 3.1 Daftar Nama Informan

No. Nama Jabatan Tanggal wawancara

1. Aiptu Budiono Kasubnit II Dikyasa Polresta Bandar Lampung

24 Oktober 2014

2. Aiptu Jonidi Kasubnit I Regident Polresta Bandar Lampung

24 Oktober 2014

3. Hidayatullah Staf Promosi PT. Lautan Teduh

Interniaga/Koordinator safety riding

8 Desember 2014

4. Tri Munardi Staf Promosi PT. Tunas Dwipa Matra/


(52)

Koordinatorsafety riding

5. Sutrisno S.E. Kasubsi

Pengembangan Usaha RRI

5 Desember 2014

6. Fahriyal S.Sos. Kasubsi Programa 1 RRI

5 Desember 2014

7. Kadek Purnawirawan Ketua Sheraton Lampung Motor Community

27 September 2014

8. Ahmad Saputra Anggota Honda Beat Club Lampung

28 September 2014

9. Imam Dharma Setiawan Mahasiswa Unila 16 Januari 2015 10. Dimas Fajar Kasih Mahasiswa Unila 17 Januari 2015 11. Saniman Masyarakat 18 Januari 2015 12. Iwan Sudrajat Masyarakat 18 Januari 2015 Sumber : Data diolah peneliti tahun 2015

Pemilihan informan-informan tersebut sebagai nara sumber dikarenakan memiliki sumber informasi yang akurat sesuai dengan data yang akan diteliti.

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaan penelitian, pengumpulan data sangat penting karena menjadi dasar dalam penguasaan masalah atau materi penelitian dan ketepatan fokus sesuai dengan masalah yang diteliti. Selain itu, data-data yang dikumpulkan juga berguna untuk mendukung analisis penelitian sehingga mendapatkan kemantapan dalam kesimpulan akhir. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Gulo, 2000 : 119-123) :


(53)

1. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden. Komunikasi berjalan dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara variabel. Dalam penelitian ini, wawancara yang digunakan ialah melakukan tanya jawab sesuai dengan masalah penelitian kepada para informan dengan menggunakan panduan wawancara.

2. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Observasi yang dilakukan ialah dengan terjun langsung ke lokasi dan mengamati berbagai peristiwa yang kemudian dikumpulkan sehingga menjadi sumber data yang dapat mendukung analisis penelitian.

3. Dokumentasi

Dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu yang lalu. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah dari berbagai arsip-arsip yang dimiliki oleh Satlantas Polresta Bandar

Lampung tentang program safety riding, dari surat kabar, maupun buku-buku

atau literatur yang sesuai dengan bahasan penelitian. Adapun dokumen dalam penelitian ini adalah :


(54)

Tabel 3.2 Daftar Dokumen Yang Berkaitan Dengan Penelitian

No. Dokumen Substansi

1. Profil Polresta Bandar Lampung Gambaran umum Polresta Bandar Lampung

2. (SOP) Unit Dikyasa Sat Lantas Polresta Bandar Lampung

Berisi tentang tata cara dan prosedur teknis tugas dan fungsi pendidikan dan rekayasa lalu lintas

3. Progiat Satlantas Polresta Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014

Berisi tentang program kerja/kegiatan Satlantas Polresta Bandar Lampung

4. MoU Satlantas Polresta Bandar Lampung dan RRI Bandar Lampung

Berisi tentang perjanjian kerjasama antara Polresta Bandar Lampung dan RRI Bandar Lampung

mengenai sosialisasi lalu lintas.

5. Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 Berisi tentang lalu lintas dan angkutan jalan

Sumber : Data diolah peneliti tahun 2014

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkip-transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus menerus dari awal sampai akhir penelitian. Pengamatan


(55)

tidak mungkin tanpa analisis untuk mengembangkan hipotesis dan teori berdasaran data yang diperoleh (Ikbar, 2012 : 186)

Menurut Bogdan dalam Sugiyono (2012 : 244) analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-unit, meyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang akan diceritakan kepada orang lain. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2012 : 243) :

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dalam teknik reduksi data, peneliti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, serta memfokuskan pada hal-hal penting dari berbagai sumber data berupa hasil wawancara, serta dokumentasi yang dimiliki. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, serta mencarinya bila diperlukan. Reduksi data berlangsung secara terus-menerus selama proses penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan dianalisa lalu disesuaikan dengan kelompoknya.


(56)

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan dengan melihat penyajian-penyajian sehingga kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Pada penelitian ini, data-data akan disajikan dalam bentuk naratif, tabel dan gambar. Penyajian data-data dilakukan dengan mendeskripsikan hasil temuan dalam wawancara terhadap para informan serta menggunakan dokumen sebagai penunjang data.

3. Penarikan Kesimpulan

Menarik kesimpulan dimulai dengan mencari arti benda, mencatat

keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Peneliti menarik kesimpulan atas penelitian setelah dilakukan verifikasi secara terus-menerus, sejak awal memasuki lapangan dan selama proses penelitian berlangsung. Peneliti berusaha untuk menganalisa dan mencari pola tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis, dan sebagainya yang dituangkan dalam kesimpulan yang tentatif.

H. Teknik Keabsahan Data

Uji Keabsahan data dalam penelitian ini ditekankan pada uji validitas (kesahihan) dan reliabilitas (keandalan). Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas


(57)

sejumlah kriteria tertentu. Menurut Sugiyono, untuk menguji keabsahan data dalam penelitian kualitatif ada beberapa kriteria yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data, yaitu :

1) Derajat Kepercayaan (credibility)

Penerapan derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dan non kualitatif. Fungsi dari derajat kepercayaan yaitu : pertama,

penemuannya dapat dicapai; kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan

hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Adapun untuk memeriksa derajat kepercayaan (credibility) ini menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan suatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai bahan pembanding terhadap data itu. Triangulasi dianggap sebagi cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dalam penelitian ini triangulasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan memeriksa temuan di lapangan dengan membandingkannya berbagai sumber, metode, dan teori yang berhubungan dengan pembahasan.

2) Keteralihan (transferability)

Untuk melakukan keteralihan, peneliti mencari dan mengumpulkan data kejadian empiris dalam konteks yang sama, peneliti mendeskripsikan atau memaparkan data yang telah diperoleh, baik berupa hasil wawancara, hasil observasi, maupun dokumentasi secara transparan dan menguraikannya


(58)

secara rinci lalu peneliti membuat tabulasi data (terlampir) serta disajikan oleh peneliti dalam hasil dan pembahasan.

3) Kebergantungan (dependability)

Kebergantungan merupakan subtitusi reliabilitas dalam penelitian

nonkualitatif. Reliabilitas merupakan syarat bagi validitas. Dalam penelitian kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Dalam hal ini, peneliti melakukan diskusi dengan dosen pembimbing atas data-data yang ditemukan di lapangan selama proses penelitian berlangsung.

4) Kepastian (confirmability)

Dalam penelitian kualitatif uji kepastian mirip dengan uji kebergantungan, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji kepastian (confirmability) berarti menguji hasil penelitian. Untuk menjamin kepastian bahwa penelitian ini objektif, peneliti berdiskusi dengan pembimbing dan informan terhadap kebenaran data, dan melakukan penarikan kesimpulan dari data yang didapat.


(59)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Polresta Bandar Lampung

Berdasarkan Keppres Nomor : 52 Tahun 1969 tanggal 17 Juni 1969 terjadi Reorganisasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia dalam ketentuan itu disebutkan bahwa Panglima Angkatan Kepolisian Republik Indonesia disingkat Pangak dan sebutan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia disingkat Mabak dan ditingkat Daerah yang semula disebut Komando Daerah Kepolisian disingkat Kodak sedangkan Komando pelaksana terdapat Komando kewilayahan disingkat Kowil Lampung dibawah Kodak VI Sumatera Bagian Selatan.

Kowil Lampung membawahi beberapa Kores, diantaranya adalah Koresta 611 Tanjung Karang Teluk betung yang dipimpin Kepala Kepolisian Resort Kota 611 Tanjung Karang Teluk Betung.

Tabel. 4.1 Daftar Nama Kepala Kepolisian Resort Kota 611 Tanjung Karang Teluk Betung

No. Nama Tahun Menjabat

1. AKBP Drs. R. Siswoyo Tahun 1969-1976

2. Letkol Pol. Drs. M. Zachri Amin Tahun 1976-1978


(60)

4. Letkol Pol. Drs. Oetomo Tahun 1979-1980

5. Letkol Pol Drs. Soegiono Tahun 1980-1983

6. Letkol Pol. Drs. Agoes Salim Djamil Tahun 1983-1986

7. Letkol Pol. Drs. Sjacroedin ZP. Tahun 1986-1988

8. Letkol Pol. Drs. Purnomo Subagio Tahun 1988-1989

9. Letkol Pol. Drs. Edwin Ismail Tahun 1989-1990

10. Letkol Pol. Drs.Syawal Hariadi Tahun 1990-1991

11. Letkol Pol Drs. RM. Napitupulu Tahun 1991-1992

12. Letkol Pol. Drs. Paiman Tahun 1992-1994

13. Letkol Pol Drs.JMR .Sondakh Tahun 1994-1995

14. Letkol Pol Drs.S. Damanhuri Tahun 1995–1997

15. Letkol Pol. Drs.TMB. Bagan Siahaan Tahun 1997-2000

16. Supt. Drs.Tri Parnoyo Kartiko Maret 2000- Desember

2000

17. Kombes Pol. Drs. Bung Jono ,SH,MH Tahun 2000-2003

18. Kombes Pol. Drs. Imam Djauhari Tahun 2003-2005

19. Kombes Pol Drs. H.S. Maltha, SH.Msi Tahun 2005-2006

20. Kombes Pol. Drs. Endang Sunjaya, SH Tahun 2006- 2007

21. Kombes Drs. Syauqie Achmad Tahun 2007-2009

22. Kombes Pol. Drs. Agoes Dwi Listijono Tahun 2009-2010

23. Kombes Pol. Drs. Guntor Fartio Gaffar Tahun 2010

24. Kombes Pol. M. Nurocman, S.I.K Tahun 2010 sampai

sekarang Sumber : Satlantas Polresta Bandar Lampung Tahun 2014


(61)

Pada tanggal 2 Oktober 1996 dengan Keputusan Panglima ABRI Nomor : Kep /06/IX/1996 Polwil Lampung berubah menjadi Polda Lampung dengan status PoldaTipe “ C “ yangdipimpin oleh :

1) Kolonel Pol. Drs. Didy Kusmayadi 2) Kolonel Pol. Drs. Gendro Budi Santoso 3) Brigjen Pol. Drs. Riswahyono

4) Brigjen Pol. Drs. Suprihadi Suhadi 5) Brigjen Pol. Drs. Primanto

6) Brigjen Pol. Drs. Sugiri, MSc. MM 7) Brigjen Pol. Drs.Rasyd Ridho, SH. MH. 8) Brigjen Pol. Drs. Suhardjiono Kamino, MBA 9) Brigjen Pol. Drs. Ferial Manaf, SH

10) Brigjen Pol. Drs. Edmon Ilyas

11) Brigjen Pol. Drs. Sulistio Ishak, SH., MH 12) Brigjen Pol. Drs. Jodi Roseto

13) Brigjen Pol. Drs. Heru Winarko

Dengan adanya perubahan Polwil Lampung menjadi Polda Lampung tentunya Koresta 611 Tanjung Karang berubah menjadi Polresta Bandar Lampung dan kepemimpinannya di bawah ini :

1. Dengan adanya Keputusan Kapolri Nomor Polisi : Kep/05/X/2000 tanggal 10 Oktober 2000 Polresta Bandar Lampung berubah menjadi Poltabes Bandar lampung dan dipimpin oleh Komisaris Besar Polisi Drs. Bung Djono, S.H.


(62)

2. Dengan adanya Surat Keputusan Kapolri Nomor Polisi : Skep/313/V/2003 tanggal 29 Mei 2003 pergantian Kapoltabes Bandar Lampung dari pejabat lama Kombes Pol. Drs. Bung Djono, S.H. ke pejabat baru Kombes Pol. Drs. Imam Djauhari, S.H. M.H.

3. Dengan Surat keputusan Kapolri Nomor Polisi : Skep/658/IX/2005 tanggal 16 September 2005 pergantian Kapoltabes Bandar Lampung dari Kombes Pol. Drs. Imam Djauhari, S.H. M.H. ke Pejabat baru Kombes Pol. Drs. H.S. Maltha, SH. Msi.

4. Dengan Surat keputusan Kapolri Nomor Polisi : Skep/46/I/2006 tanggal 19 Januari 2006 pergantian Kapoltabes Bandar Lampung dari Kombes Pol. Drs. H.S. Maltha, SH. Msi. ke pejabat baru Kombes Pol. Endang Sunjaya, SH. H.M

5. Dengan Surat keputusan Kapolri Nomor Polisi : Skep/580/XII/2007 tanggal 7 Desember 2007 pergantian Kapoltabes Bandar Lampung dari Kombes Pol. Endang Sunjaya, SH. HM ke pejabat baru Kombes Pol. Drs. Syauqie Achmad, SH., M.Hum., MM.

6. Dengan Keputusan Kapolri Nomor Polisi : Kep/488/X/2009 tanggal 17 Oktober 2009 pergantian Kapoltabes Bandar Lampung dari Kombes Pol. Drs. Syauqie Achmad, SH.,M.Hum.,MM, ke pejabat baru Kombes Pol. Drs. Agoes Dwi Listijono, SH., MH.

Pada tanggal 9 Agustus 2010 di Resmikan perubahan tipe Polres yaitu dari Poltabes menjadi Polresta dengan Keputusan Kapolri Nomor : Kep/366/VI/2010 tanggal 14 Juni 2010 tentang perubahan atas Keputusan Kapolri Nomor Polisi :


(63)

Kep/7/I/2005 tanggal 31 Januari 2005 tentang OTK tingkat Polda, dengan Kapolresta yaitu Kombes Pol. Drs. Agoes Dwi Listijon, SH., MH.

7. Dengan Keputusan Kapolri Nomor Polisi : Skep/638/VIII/2010 tanggal 25 Agustus 2010, pergantian Kapolresta Bandar Lampung dari Kombes Pol. Drs. Agoes Dwi Listijono, SH., MH ke pejabat baru AKBP Drs. Guntor Fartio Gaffar, MSi.

8. Dengan Keputusan Kapolri Nomor Polisi : Skep/2045/X/2011 tanggal 19 Oktober 2011 pergantian Kapolresta Bandar Lampung dari Kombes Pol. Drs. Guntor Fartio Gaffar, Msi. ke pejabat baru AKBP M. Nurochman, S.Ik.

9. Dengan Keputusan Kapolri Nomor Polisi : Skep/ 1119/V/2013 tanggal 30 Mei 2013 pergantian Kapolresta Bandar Lampung dari Kombes Pol. M. Nurochman, S.Ik ke pejabat AKBP Dwi Irianto, S.Ik., M.Si sampai sekarang.

B. Tata Organisasi Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bandar Lampung

Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung atau biasa dikenal dengan Polresta Bandar Lampung merupakan bagian dari organisasi Polri yang bertugas di wilayah kota Bandar Lampung. Sebagai Bagian dari Polri, Polresta Bandar Lampung mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan tugas-tugas Polri secara keseluruhan, baik dalam bidang hukum, perlindungan dan pengayoman masyarakat serta keamanan dan ketertiban umum.


(64)

Gambaran umum Polresta Bandar Lampung secara lengkap dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut :

i. Dasar Kedudukan Organisasi Polresta Bandar Lampung didasarkan kepada :

a. Undang–Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tanggal 8 Januari 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

b. Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.

c. Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor Polisi : KEP/54/X/2002 Tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Kepolisian Negara Republik Indonesia.

ii. Kedudukan dan Fungsi

Polresta Bandar Lampung adalah unsur pembantu pimpinan dan pelaksana staf yang berkedudukan di bawah Kepolisian Daerah (Polda) Lampung. Fungsi dari Polres meliputi :

a. Pemberian arah dalam penyusunan dan pelaksanaan rencana/program kerja dan kegiatan Polres guna menjamin tercapainya sasaran yang ditugaskan oleh Kapolda.

b. Pemantauan atau pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan tugas-tugas operasional Polres yang meliputi fungsi-fungsi intelijen keamanan, Reserse Kriminal, Samapta, Lalu Lintas dan Pembinaan Kemitraan.


(65)

c. Pemberian dukungan operasional kepada Polsek, baik melalui pengerahan kekuatan antar Polsek dalam jajarannya atau penggunaan kekuatan bantuan dari Polda.

d. Penyelenggaraan operasi khusus kepolisian termasuk komando dan pengendalian atas suatu tindakan kepolisian yang dipandang perlu.

e. Pemantauan/pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan tugas-tugas pembinaan Polres, khususnya pembinaan personal sesuai lingkungan kewenangannya.

f. Penjabaran kebijakan dan penindaklanjutan perintah/atensi Kapolda.

C. Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung

Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung adalah unsur utama pada tingkat Polresta yang bertugas menyelenggarakan atau membina fungsi teknis lalu lintas di lingkungan Polresta Bandar Lampung dalam rangka memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di wilayah kota Bandar Lampung. Dalam pelaksanaan tugas memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di wilayah kota Bandar Lampung, Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

a. Melaksanakan tugas penjagaan, pengaturan, pengawalan, dan patroli lalu lintas di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung.


(66)

b. Melaksanakan kegiatan pendidikan masyarakat tentang lalu lintas melalui penerangan penyuluhan dan lain-lain serta rekayasa lalu lintas melalui pengkajian dan analisa situasi/kondisi sarana dan prasarana jalan.

c. Melaksanakan kegiatan registrasi dan identifikasi pengemudi kendaraan bermotor berupa penertiban Surat Izin Mengemudi (SIM)

d. Melaksanakan kegiatan penanganan kasus laka lantas (penyidikan kasus laka

lantas) serta penegakan hukum lalu lintas.

e. Melaksanakan operasi rutin lalu lintas dalam upaya memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

f. Meningkatkan profesional dan proporsional anggota Satuan Lalu Lintas

dalam pelaksanaan tugas, melalui program pelatihan, pendidikan kejuruan dan lain-lain.

D. Struktur Organisasi Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung

Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung adalah unsur pelaksana utama pada tingkat Polresta dan berada di bawah Kapolresta yang bertugas menyelenggarakan fungsi teknis lalu lintas di seluruh wilayah Polresta Bandar Lampung. Pelaksanaan tugas pembinaan fungsi lantas kepolisian tersebut meliputi

penjagaan, pengaturan, pengawalan, dan patroli (turjawali), pendidikan

masyarakat dan rekayasa lantas (dikyasa), registrasi dan identifikasi (regident) pengemudi/ kendaraan bermotor penyidikan kecelakaan lalu lintas (laka lantas) dan penegakkan hukum dalam bidang lantas guna memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Satuan Lalu Lintas dipimpin oleh Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat Lantas), yang bertanggung jawab kepada


(67)

Kapolresta. Secara detail, struktur organisasi pada Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung dapat dilihat pada bagan di bawah ini :

Bagan 4.1 Struktur Organisasi Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung

4 PERSONEL KAPOLRESTA

WAKA POLRESTA KASAT LANTAS M. REZA CHAIRUL S.I.K.,SH.M.H

KAUR MINTU PENDA UTARI SUPRYANA KAUR BIN OPSNAL

IPTU ELCHE ANGELINA, SH

BANIT WAKASAT LANTAS

AKP EDY SUSANTO, SH

2 PERSONEL BANUM

4 PERSONEL

KANIT REG IDENT IPTU ADITIYA RS.,SH

BANIT 28 PERSONEL KANIT TURJAWALI

IPTU JAPRIL

BANIT 80 PERSONEL KANIT DIKYASA

IPTU ILHAM S. SAKTI

BANIT

KANIT LAKA IPTU HD PANDIANGAN, SH

BANIT 20 PERSONEL KASUBNIT DIKYASA

I

II AIPTU BUDIONO

KASUBNIT TURJAWALI I IPTU ELCHE II IPDA M ANIS

KASUBNIT REG IDENT I AIPTU JONIDI II

KASUBNIT LAKA I AIPTU AMRIZAL II

STRUKTUR ORGANI SASI SATUAN LALU LI NTAS POLRESTA BANDAR LAMPUNG

Sumber : Profil Polresta Bandar Lampung tahun 2014

E. Visi Sat Lantas Polresta Bandar Lampung Tahun 2014

Mewujudkan Kota Bandar Lampung menjadi wilayah yang aman, selamat, tertib, lancar dalam berlalu lintas yang akan diwujudkan dalam bentuk pembinaan lalu lintas, ketertiban lalu lintas, penurunan angka pelanggaran dan kecelakaan serta tertib registrasi dan identifikasi penerbitan SIM bagi masyarakat Kota Bandar Lampung.


(1)

A. Kesimpulan

Kesimpulan mengenai Implementasi Program Safety Riding Satlantas Polresta Bandar Lampung yaitu :

1. Pada komunikasi dapat dilihat pada indikator-indikator yang ada, sebagai berikut :

a. Pada indikator transmisi pada implementasi program safety riding sudah berjalan dengan baik karena informasi yang disampaikan oleh Satlantas Polresta Bandar Lampung diberikan langsung kepada sasaran program yaitu, pelajar, mahasiswa, komunitas motor dan juga masyarakat umum. b. Pada indikator kejelasan pada implementasi program safety riding sudah

cukup baik karena program safety riding tidak hanya dilakukan dengan penyuluhan langsung namun dengan penyuluhan tidak langsung yaitu dengan menggunakan media-media.

c. Pada indikator konsisten dalam implementasi program safety riding telah berjalan baik. Pemberian informasi mengenai safety riding juga dilakukan secara konsisten terhadap peserta penyuluhan program safety riding yang dilakukan oleh pihak Satlantas Polresta Bandar Lampung.


(2)

118

2. Pada sumber daya dapat dilihat pada indikator-indikator yang ada, sebagai berikut :

a. Pada indikator sumber daya manusia, peneliti menyimpulkan dalam implementasi program safety riding belum terpenuhi secara baik karena jumlah personil dalam unit dikyasa sangat terbatas, karena dalam pelaksanaannya bila ada kekurangan anggota dari unit laka dan regident lah yang membantu. Hal ini dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan programsafety ridingSatlantas Polresta Bandar Lampung.

b. Pada indikator informasi dalam implementasi program safety riding sudah baik. Informasi tentang programsafety ridingsudah cukup jelas, para aparat pelaksana kebijakan dalam hal ini Satlantas Polresta Bandar Lampung tahu apa yang akan mereka lakukan serta sasaran program yaitu pelajar, mahasiswa, pengemudi, komunitas motor dan masyarakat tahu tentang program safety riding. Informasi yang berkaitan dengan tata cara dan prosedur teknis tugas dan fungsi pendidikan dan rekayasa lalu lintas, serta informasi tentang tugas-tugas dan fungsi para aparat pelaksana kebijakan juga sudah cukup memadai sebagai bahan acuan pelaksanaan program. c. Pada indikator wewenang, Peneliti menyimpulkan bahwa wewenang dalam

pelakasanaan kebijakan program safety riding sudah dijalankan dengan baik, terlihat dari kewenangan implementor yaitu unit dikyasa Satlantas Polresta Bandar Lampung selaku penanggungjawab program safety riding dalam melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangannya.

d. Pada indikator fasilitas, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sarana dan prasarana yaitu alat-alat yang digunakan dalam proses penyuluhan


(3)

safety riding sudah memadai untuk memberikan materi-materi kepada peserta penyuluhansafety riding.

3. Pada faktor disposisi, para pelaksana program selalu mendukung sepenuhnya program ini dan siap melaksanakannya dan sangat bermotivasi untuk tercapainya Trust Building (membangun kepercayaan) dan Partnership building ( membangun kebersamaan ) masyarakat luas terhadap Polri dalam masalah lalu lintas.

4. Pada faktor struktur birokrasi dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut :

a. Pada indikator SOP, Satlantas Polresta Bandar Lampung selaku pelaksana program belum memiliki SOP khusussafety riding.

b. Pada indikator fragmentasi telah berjalan efektif karena telah sesuai dalam peran dan tugas serta koordinasi antar pihak pelaksana dalam pelaksanaan penyuluhan.

B. Saran

Adapun saran yang peneliti berikan dalam Implementasi program safety riding adalah sebagai berikut :

1. Sebaiknya dibuat Standar Operating Procedure (SOP) khusus program safety ridingagar programsafety ridinglebih terencana dengan baik.


(4)

120

2. Dalam upaya meningkatkan program safety riding, salah satu upaya yang patut dipertimbangkan oleh pihak Satlantas Polresta Bandar Lampung adalah dengan menambah jumlah personil unit dikyasa selaku unit yang melaksanakan program safety riding agar pelaksanaan program safety riding semakin lebih baik apabila jumlah pelaksananya lebih banyak.


(5)

Buku

Abidin, Said Zainal. 2012.Kebijakan Publik. Jakarta : Salemba Humanika.

Adisasmita, Rahardjo dan Adisasmita, Sakti Adji. 2011.Manajemen Transportasi Darat.Yogyakarta : Graha Ilmu

Agustino,Leo.2012.Dasar-Dasar Kebijakan Publik.Bandung :Alfabeta Gulo, W. 2000.Metode Penelitian. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana. Ikbar, Yanuar. 2012.Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT Refika Aditama. Nugroho, Riant. 2011.Public Policy. Jakarta : Gramedia

Purwanto, Erwan Agus dan Dyah Ratih S. 2012.Implementasi Kebijakan Publik : Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta : Gava Media.

Putranto, Leksono. 2013.Rekayasa Lalu Lintas. Jakarta : PT. Indeks

Subarsono, A.G. 2010.Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta :PustakaPelajar.

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R &D. Bandung: Alfabeta.

Wahab, Solichin A. 1991. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan, Bumi Aksara Jakarta.

Winarno, Budi.2012. Kebijakan Publik : Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta : C A P S.

Peraturan Perundang-Undangan


(6)

Sumber Lainnya :

Hidayati, 2011. Skripsi Kedisiplinan Mahasiswa Prodi S1 PPKn Jurusan PMP-KN Universitas Negeri Surabaya Dalam Berlalu Lintas

Media Online

http://www.menkokesra.go.id/content/rakor-dampak-kecelakaan-lalu-lintasdarat-bagi-kesehatan-sosial-dan-ekonomi, diakses pada hari senin, 24 februari 2014, pukul 19:35