PENGARUH PERBANDINGAN CAMPURAN LIMBAH CAIR TAHU DENGAN ASAM SULFAT SERTA LAMA INKUBASI DALAM PROSES ASIDULASI BATUAN FOSFAT TERHADAP FOSFAT LARUT

PENGARUH PERBANDINGAN CAMPURAN LIMBAH CAIR TAHU
DENGAN ASAM SULFAT SERTA LAMA INKUBASI DALAM
PROSES ASIDULASI BATUAN FOSFAT TERHADAP
FOSFAT LARUT

Oleh
SEPTI NURUL AINI

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2013

Septi Nurul Aini


ABSTRAK
PENGARUH PERBANDINGAN CAMPURAN LIMBAH CAIR TAHU
DENGAN ASAM SULFAT SERTA LAMA INKUBASI DALAM
PROSES ASIDULASI BATUAN FOSFAT TERHADAP
FOSFAT LARUT

Oleh
SEPTI NURUL AINI

Bahan baku utama dalam pembuatan pupuk P industri (pupuk superfosfat) yaitu
batuan fosfat. Prinsip dari proses pembuatan pupuk superfosfat yaitu dengan
merubah trikalsium fosfat menjadi monokalsium fosfat dengan cara pengasaman
menggunakan asam sulfat. Proses ini membutuhkan biaya tinggi, menyebabkan
harga pupuk di pasaran menjadi mahal. Oleh karena itu, diperlukan suatu
alternatif untuk menghasilkan pupuk P dengan biaya murah dengan
memanfaatkan limbah cair tahu yang memiliki pH rendah sebagai pelarut batuan
fosfat. Untuk itu limbah cair tahu perlu dikombinasikan dengan pelarut asam
sulfat dan diharapkan pelarutan P dari batuan fosfat menggunakan kombinasi
pelarut tersebut mendekati pelarut asam sulfat. Penelitian ini bertujuan untuk

mencari kombinasi pelarut limbah cair tahu dan asam sulfat serta lama inkubasi
yang memiliki kelarutan P terbaik dari batuan fosfat.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Laboratorium Limbah
Agroindustri Universitas Lampung bulan Agustus sampai September 2013.

Septi Nurul Aini
Penelitian disusun secara faktorial 5x4 dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah perbandingan campuran limbah cair
tahu dan asam sulfat (100%:0%; 95%:5%; 85%:15%; 75%:25%; 0%:100%) dan
faktor kedua adalah waktu inkubasi batuan fosfat (1,3,7, dan 14 hari). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa P-larut tertinggi terjadi pada kombinasi pelarut
(0%:100%) dengan 7 hari inkubasi yaitu 10,80% P2O5 . Perbandingan pelarut
terbaik terjadi pada kombinasi pelarut (85% :15%) dengan 7 hari inkubasi yaitu
10,48% P2O5, karena pada kombinasi pelarut (85%:15%) menghasilkan P-larut
mendekati pelarut asam sulfat (0%:100%). Pelarutan P menggunakan kombinasi
pelarut (0%:100) dan (85%:15%) dengan semua waktu inkubasi memenuhi syarat
mutu pupuk P-alam untuk pertanian (SNI 02-3776-2005) pada kategori kualitas
A.


Kata kunci : asidulasi, batuan fosfat, pelarut asam sulfat, pelarut limbah cair tahu,
P-larut.

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1

Syarat mutu pupuk P-alam untuk pertanian. ...................................

13

2

Analisis awal limbah cair tahu. ........................................................

18


3

Analisis pH asam sulfat. ..................................................................

18

4

Analisis awal batuan fosfat. .............................................................

19

5

Pengaruh interaksi perbandingan campuran limbah cair
industri tahu dan asam sulfat dengan lama inkubasi
batuan fosfat terhadap fosfat larut. ..................................................

27


Pengaruh interaksi perbandingan campuran limbah cair
industri tahu dan asam sulfat dengan lama inkubasi batuan
fosfat terhadap P-total. .....................................................................

29

7

Hasil korelasi antara P-larut dengan P-total dan pH. .......................

31

8

Data P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi. ............................

45

9


Uji homogenitas P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi. .........

46

10 Analisis ragam P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi. ...........

46

11 Data P-total batuan fosfat yang telah diasidulasi. ............................

47

12 Uji homogenitas P-total batuan fosfat yang telah diasidulasi. .........

48

13 Analisis ragam P-total batuan fosfat yang telah diasidulasi. ...........

48


14 Data pH batuan fosfat yang telah diasidulasi. ..................................

49

15 Hasil uji korelasi antara P-larut dengan P-total. ..............................

50

16 Hasil uji korelasi antara P-larut dengan pH. ....................................

51

6

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL.....................................................................................


v

DAFTAR GAMBAR................................................................................

vi

I.
1.1
1.2
1.3
1.4

PENDAHULUAN
Latar Belakang dan Masalah.........................................................
Tujuan Penelitian............................................................................
Kerangka Pemikiran.......................................................................
Hipotesis...........................................................................................

1
3

3
6

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketersediaan P dalam Tanah.........................................................
2.2 Sumber Pupuk Fosfat.....................................................................
2.2.1 Pupuk Fosfat Alam...................................................................
2.2.2 Bentuk Pupuk P Industri...........................................................
2.3 Pembuatan Pupuk P Industri.........................................................
2.4 Potensi Limbah Cair dalam Pembuatan Pupuk P Industri........

7
8
8
10
12
14

III. BAHAN DAN METODE
3.1

3.2
3.3
3.4

Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................
Bahan dan Alat................................................................................
Metode Penelitian............................................................................
Pelaksanaan Penelitian...................................................................
3.4.1 Pengambilan Limbah Cair Tahu..............................................
3.4.2 Persiapan Pelarut Asam Sulfat................................................
3.4.3 Persiapan Awal Batuan Fosfat.................................................
3.4.4 Perendaman Batuan Fosfat......................................................
3.4.5 Pengambilan Sampel dan Analisis...........................................
3.5 Prosedur Analisis.............................................................................
3.5.1 Analisis pH..............................................................................
3.5.2 Analisis P-total.........................................................................
3.5.3 Analisis P-larut.........................................................................
3.5.4 Analisis COD............................................................................
3.5.5 Analisis BOD............................................................................


16
16
16
17
17
18
19
19
20
20
20
20
21
22
22

3.5.6 Analisis N................................................................................
3.5.7 Analisis P Limbah Cair Tahu..................................................
3.6 Peubah Pengamatan........................................................................
3.6.1 Peubah Utama.........................................................................
3.6.2 Peubah Pendukung..................................................................

23
24
25
25
25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian................................................................................
4.1.1 P-larut.....................................................................................
4.1.2 P-total......................................................................................
4.1.3 pH............................................................................................
4.1.4 Korelasi antara P-larut dengan P-total dan pH.....................
4.2 Pembahasan.....................................................................................

26
26
29
30
31
32

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan......................................................................................
5.2 Saran.................................................................................................

40
40

PUSTAKA ACUAN...............................................................................

42

LAMPIRAN............................................................................................

45

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan negara agraris dengan mayoritas mata pencarian
penduduknya di bidang pertanian. Berdasarkan hasil sensus pertanian 2013,
jumlah penduduk di Indonesia yang bekerja di bidang pertanian yaitu sebesar
35,05% (Badan Pusat Statistik, 2013). Hal ini menyebabkan kebutuhan akan
pupuk terus meningkat baik untuk peningkatan kualitas maupun kuantitas hasil
pertanian. Pupuk merupakan salah satu sarana produksi pertanian yang harus
terpenuhi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian sekaligus
menjaga ketahanan pangan. Di antara unsur hara yang terpenting bagi tanaman
adalah fosfor.

Fosfor adalah salah satu nutrisi paling utama untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman (Bartow, 2010). Fosfor (P) merupakan salah satu nutrisi esensial bagi
tanaman selain unsur nitrogen dan kalium. Peranan P yang terpenting bagi
tanaman adalah memacu pertumbuhan akar dan pembentukan sistem perakaran
serta memacu pertumbuhan generatif tanaman. Fosfor di alam berada sebagai
batuan fosfat dengan komposisi trikalsium fosfat yang sedikit larut dalam air.
Agar dapat dimanfaatkan tanaman, batuan fosfat alam harus diubah menjadi
senyawa fosfat yang larut dalam air (Budi dan Purbasari, 2009).

2

Sebagian besar pupuk P di dunia diproduksi dari sumber batuan fosfat. Dahulu
batuan fosfat telah digunakan sebagai sumber P untuk tanah masam. Namun
rendahnya ketersediaan P dalam bahan asli dan tanggapan tanaman kecil,
sehingga saat ini sangat sedikit fosfat alam yang digunakan di bidang pertanian
(Nurjaya, Kasno, dan Rachman, 2009). Pupuk fosfat alam mempunyai kelarutan
yang rendah sehingga pupuk P dalam tanah lambat tersedia. Oleh karena itu,
dalam pembuatan pupuk fosfat industri menjadi pupuk yang mudah larut
dilakukan dengan cara pengasaman (asidulasi) menggunakan asam fosfat, sulfat,
atau asam nitrat sehingga terbentuk super fosfat (Soelaeman, 2008). Namun
dalam pembuatan pupuk P-industri ini membutuhkan biaya yang tinggi. Untuk itu
perlu dilakukan suatu usaha agar batuan fosfat tersebut dapat dijadikan sumber P
yang tersedia bagi tanaman dengan kandungan P yang tinggi. Salah satu usaha
untuk melarutkan batuan fosfat yaitu dengan pemanfaatan limbah cair tahu yang
dikombinasikan dengan pelarut asam sulfat sehingga diperoleh P menjadi bentuk
P yang tersedia bagi tanaman.

Tahu merupakan salah satu makanan tradisional yang biasa dikonsumsi setiap hari
oleh orang Indonesia. Proses produksi tahu menghasilkan dua jenis limbah,
limbah padat dan limbah cair. Pada umumnya, limbah padat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak, sedangkan limbah cair dibuang langsung ke lingkungan.
Limbah cair pabrik tahu ini memiliki kandungan senyawa organik yang tinggi.
Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah tahu menyebabkan dampak negatif
seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap, meningkatkan pertumbuhan
nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar. Dari pada limbah cair tahu
mencemari lingkungan maka lebih baik kita manfaatkan di bidang pertanian

3

mengingat limbah tahu memiliki kandungan senyawa organik yang tinggi.
Limbah tahu cair yang dibuang ke lingkungan merupakan limbah organik yang
mudah diuraikan oleh mikroorganisme secara alamiah. Jika limbah tidak diolah
dengan baik, maka akan menimbulkan bau akibat proses pembusukan bahan
organik oleh bakteri (Sadzali, 2010).

Potensi keasaman limbah cair tahu dapat dimanfaatkan untuk asidulasi batuan
fosfat. Diharapkan kombinasi antara asam sulfat dan limbah cair tahu dengan
perbandingan tertentu dapat mempercepat kelarutan batuan fosfat. Dengan
demikian limbah cair tahu dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk P dengan
biaya murah dan mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan. Oleh
karena itu, ditemukan suatu alternatif untuk mempercepat kelarutan fosfat dari
batuan fosfat dengan memanfaatkan limbah cair tahu yang dikombinasikan
dengan asam sulfat.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mencari kombinasi pelarut limbah cair tahu
dengan asam sulfat serta lama inkubasi yang memiliki kelarutan P terbaik dari
batuan fosfat.

1.3 Kerangka Pemikiran

Fosfat (P) merupakan salah satu nutrisi esensial bagi tanaman di samping unsur
nitrogen dan kalium. Untuk memenuhi kebutuhan fosfat bagi tanaman biasanya
dilakukan pemupukan fosfat. Pupuk fosfat yang sering digunakan oleh petani
yaitu pupuk TSP, DSP, dan SP-36 yang diproduksi oleh pabrik-pabrik industri

4

pupuk. Pupuk-pupuk tersebut dibuat dari batuan fosfat dengan menggunakan
asam-asam konvensional. Asam konvensional yang sering digunakan yaitu asam
sulfat (H2SO4) (Subiksa dan Setyorini, 2009). Berdasarkan penelitian Ridwan
(2011), menunjukkan bahwa pada konsentrasi asam sulfat (H2SO4) 70% dalam
pembuatan pupuk super fosfat memiliki kandungan P2O5 sebesar 27,75%. Hal ini
jelas bahwa asam sulfat dapat melarutkan fosfat yang terikat kuat pada batuan
fosfat dengan kelarutan yang cukup tinggi.

Dalam pembuatan pupuk P dari batuan fosfat dengan menggunakan pelarut asam
sulfat cukup mahal, sehingga diperlukan alternatif pupuk P yang murah yaitu
dengan memanfaatkan limbah cair tahu. Limbah cair tahu merupakan limbah
berupa cairan yang dihasilkan dari proses pengolahan kedelai menjadi tahu. Jika
dilihat dari karakteristiknya, limbah cair tahu mengandung BOD 6.586 mg l-1;
COD 8.640 mg l-1; ammonium 11,2 mg l-1; dan nitrat 25,355 mg l-1. Sedangkan
berdasarkan Baku Mutu PP No. 82 Tahun 2001 golongan IV limbah cair tahu
mengandung BOD 500 mg l-1, COD terlarut 100 mg l-1, nitrat 20 mg l-1
(Myrasandri dan Syafila, 2012). Berdasarkan penelitian Fithriyah (2011), limbah
cair tahu juga mengandung unsur hara makro seperti N-total 69,28 mg l-1; P-total
39,83 mg l-1; dan K sebesar 616 mg l-1. Untuk itu limbah cair tahu harus dikelola
dengan baik agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan.

Diketahui bahwa limbah cair tahu dapat melarutkan fosfat dari batuan fosfat
sebesar 11,75% (%P2O5) pada 30 hari inkubasi. Walaupun limbah cair tahu dapat
melarutkan batuan fosfat, namun tetap saja kelarutannya masih lebih tinggi
dengan menggunakan pelarut asam sulfat (H2SO4) yaitu dengan kadar P2O5

5

sebesar 14,70% pada 30 hari inkubasi (Woro, 2012). Berdasarkan penelitian
Fithriyah (2011), limbah cair tahu memiliki pH berkisar 3–5. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Woro (2012), pH limbah cair tahu yaitu sebesar 4,36
sedangkan asam sulfat memiliki pH sebesar -0,30. Oleh karena itu, kelarutan
fosfat dari batuan fosfat lebih tinggi dengan menggunakan pelarut asam sulfat
dibandingkan dengan limbah cair tahu, sehingga dalam melarutkan batuan fosfat
dengan menggunakan pelarut limbah cair tahu perlu ditambah asam sulfat dengan
persentase tertentu agar diperoleh pH pelarut mendekati asam sulfat sehingga
pelarut tersebut dapat melarutkan batuan fosfat dengan cepat.

Pupuk fosfat alam mempunyai kelarutan yang rendah sehingga pupuk P dalam
tanah lambat tersedia. Oleh karena itu, dalam pembuatan pupuk fosfat industri
menjadi pupuk yang mudah larut dilakukan dengan cara pengasaman (asidulasi)
menggunakan asam fosfat, sulfat atau asam nitrat sehingga terbentuk super fosfat
(Soelaeman, 2008). Namun dalam pembuatan pupuk P-industri tersebut
membutuhkan biaya yang tinggi, menyebabkan harga pupuk di pasaran menjadi
mahal. Oleh karena itu, diperlukan suatu alternatif untuk menghasilkan pupuk P
dengan biaya yang murah yaitu dengan memanfaatkan limbah cair tahu sebagai
pelarut batuan fosfat.

Potensi keasaman limbah cair tahu dapat dimanfaatkan untuk asidulasi batuan
fosfat, namun tetap saja kelarutannya masih tinggi dengan menggunakan asam
sulfat yang harganya cukup mahal. Untuk itu limbah cair tahu perlu
dikombinasikan dengan pelarut asam sulfat dan diharapkan pelarutan P dari
batuan fosfat dengan menggunakan pelarut limbah cair tahu yang dikombinasikan

6

dengan asam sulfat tersebut mendekati pelarut asam sulfat. Dengan demikian
limbah cair tahu dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk P dengan biaya
murah dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

Reaksi kelarutan fosfat dari batuan fosfat dengan menggunakan pelarut limbah
cair tahu yang dikombinasikan dengan pelarut asam sulfat diduga:

Ca3(PO4)2
batuan fosfat

+

H2SO4
pelarut
asam kuat

+

H+

hasil dekomposisi LCT

3Ca2+ +

H2PO4HPO4-2
P-larut

+ SO42-

1.4 Hipotesis

1.

Kelarutan P dari batuan fosfat tertinggi terjadi pada pelarut asam sulfat.

2.

Terdapat kombinasi pelarut asam sulfat dengan limbah cair tahu yang
menghasilkan P-larut terbaik dari batuan fosfat mendekati pelarut asam
sulfat.

3.

Terdapat lama inkubasi terbaik terhadap P-larut dari batuan fosfat.

4.

Terdapat interaksi antara perbandingan campuran (limbah cair tahu dan
asam sulfat) dengan lama inkubasi perendaman batuan fosfat terhadap fosfat
larut.

7

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketersediaan P dalam Tanah

Fosfor yang ada di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk
organik P ditemukan dalam bahan organik dan humus. Fosfor dalam bahan
organik dilepaskan melalui proses mineralisasi melibatkan organisme tanah.
Aktivitas mikroba ini sangat dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan suhu. Fosfor
anorganik bermuatan negatif di sebagian besar tanah. Fosfor bereaksi dengan besi
(Fe) bermuatan positif, aluminium (Al), dan kalsium (Ca) untuk membentuk zat
relatif tidak larut.

Kelarutan senyawa fosfor anorganik secara langsung mempengaruhi ketersediaan
P untuk pertumbuhan tanaman. Kelarutan P dipengaruhi oleh pH tanah.
Kelarutan fosfor tanah untuk tanaman yaitu pada pH 6–7. Apabila pH dibawah 6,
maka fosfor akan terikat oleh Fe dan Al. Ketersediaan fosfor umumnya rendah
pada tanah asam dan basa. Pada tanah dengan pH diatas 7, maka fosfor akan
diikat oleh Mg dan Ca (Mallarino, 2000).

Kelarutan fosfat alam dalam tanah dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia fosfat
alam itu sendiri, tanah, dan tanaman (Balai Penelitian Tanah, 2012; Rajan dkk.,
1996 dalam Hartatik dan Idris, 2008). Tingkat kelarutan akan menentukan
kualitas fosfat alam yang digunakan secara langsung sebagai pupuk.

8

Demikian pula kehalusan atau ukuran butir pupuk, makin halus ukuran butir maka
kelarutannya makin tinggi. Namun, beberapa pupuk fosfat alam kelarutannya
ditentukan oleh sifat reaktivitas kimianya. Sifat tanah yang menentukan kelarutan
fosfat alam yaitu keasaman atau pH. Fosfat alam lebih mudah larut pada tanah
yang memiliki pH rendah (masam), sebaliknya pada tanah dengan pH tinggi,
kelarutannya menurun. Oleh karena itu, fosfat alam tidak sesuai diaplikasikan
pada tanah yang bereaksi netral hingga alkalis.

Kadar kalsium (Ca) yang tinggi dalam tanah akan menghambat kelarutan fosfat
alam, sedangkan tanah yang mempunyai kadar Ca rendah akan mendorong
pelarutan fosfat alam secara terus menerus. Tanah Ultisol umumnya mempunyai
kadar Ca rendah sehingga aplikasi fosfat alam efektif meningkatkan ketersediaan
P tanah bagi tanaman. Jenis tanaman juga mempengaruhi serapan hara P dari
tanah. Proses metabolisme perakaran yang mengeluarkan eksudat berupa asamasam organik menyebabkan daerah sekitar perakaran menjadi masam sehingga
akan menstimulasi kelarutan pupuk fosfat alam dalam tanah (Balai Penelitian
Tanah, 2012).

2.2 Sumber Pupuk Fosfat

2.2.1 Pupuk Fosfat Alam

Penggunaan pupuk fosfat alam untuk pertanian sampai saat ini masih sangat
diperlukan oleh petani. Pupuk fosfat alam mengandung P yang merupakan salah
satu dari tiga unsur makro atau esensial selain N dan K yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Unsur tersebut terdapat di alam berupa batuan fosfat yang

9

biasanya digunakan dalam pertanian sebagai pupuk buatan (Suciati, 2004 dalam
Hartanto, 2012). Unsur P diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Kekurangan
unsur hara makro ini menyebabkan menurunnya produksi buah dan biji. Gejala
yang ditimbulkan akibat kekurangan unsur hara ini yaitu daun muda berwarna
merah keunguan, ujung daun nampak seperti terbakar dan daun tua berwarna
hitam serta pembentukan buah dan biji berkurang (Rioardi, 2009).

Fosfat alam berasal dari proses geokimia yang terjadi secara alami, yang biasa
disebut deposit batuan fosfat. Batuan fosfat dapat ditemukan di alam sebagai
batuan endapan atau sedimen, batuan beku, batuan metamorfik, dan guano.
Fosfat alam yang berasal dari batuan beku umumnya digunakan sebagai bahan
baku industri pupuk P. Fosfat alam yang berasal dari batuan endapan atau
sedimen yang mempunyai reaktivitas tinggi dapat digunakan secara langsung
sebagai pupuk. Sifat fosfat alam yaitu tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
kondisi asam. Kadar P2O5 dan kelarutannya bervariasi, ukuran butiran halus
sampai kasar, hara P tersedia lambat (slow release), dan mengandung hara Ca
cukup tinggi (Balai Penelitian Tanah, 2012). Berdasarkan proses-proses
pembentukannya fosfat alam dapat dibedakan menjadi tiga (Kasno, dkk., 2012)
yaitu:
1.

Fosfat primer terbentuk dari pembekuan magma alkali yang mengandung
mineral fosfat apatit, terutama fluorapatite. Apatit dapat dibedakan atas
chlorapatite {3Ca3(PO4)2CaCl2} dan fluorapatite {3Ca3(PO4)2CaF2}.

2.

Fosfat sedimenter (marin), merupakan endapan fosfat sedimen yang
terendapkan di laut dalam, pada lingkungan alkali dan lingkungan yang
tenang. Fosfat alam terbentuk di laut dalam bentuk calcium phosphate yang

10

disebut phosphorite. Bahan endapan ini dapat ditemukan dalam endapan
yang berlapis-lapis hingga ribuan mil persegi. Elemen P berasal dari
pelarutan batuan, sebagian P diserap oleh tanaman dan sebagian lagi terbawa
oleh aliran ke laut dalam.
3.

Fosfat guano, merupakan hasil akumulasi sekresi burung pemakan ikan dan
kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping akibat pengaruh
air hujan dan air tanah.

Fosfat alam mengandung P larut air sangat kecil, sehingga bila digunakan dalam
tanah sejumlah pelarutan hanya terjadi oleh reaksi antara fosfat alam dengan ion
hidrogen yang ada. Agar fosfat alam menjadi pupuk yang efektif, fosfat alam
harus reaktif sehingga mudah larut dalam tanah.

2.2.2 Bentuk Pupuk P Industri

Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) bentuk-bentuk pupuk P Industri antara
lain yaitu :

1.

Enkel Super Phosphate {ES = Ca(H2PO4)2 + CaSO4}

Sejak zaman Belanda ES sudah populer digunakan sebagai pupuk P dan sering
disebut Single Super Phosphate. Pupuk ini dibuat dengan menggunakan bahan
baku batuan fosfat (apatit) dan diasamkan dengan asam sulfat untuk mengubah P
yang tidak tersedia menjadi tersedia untuk tanaman. Reaksi singkat pembuatan
ES yaitu:
Ca3(PO4)2 CaF + 7H2SO4

3Ca(H2PO4) + 7CaSO4 + 2HF

11

Kandungan fosfat terdiri dari dihidro fosfat dan gipsum. Kadar P2O5 sebesar
18–24% dan kapur (CaO) sebesar 24–28%. Bentuk pupuk ini berupa tepung
berwarna putih kelabu dan sedikit larut dalam air. Syarat yang harus dipenuhi
kadar (F2O3 + Al2O3) kurang dari 3%. Apabila terlalu banyak mengandung kedua
oksida tersebut yang bersifat racun bagi tanaman, kedua oksida tersebut dapat
bereaksi dengan fosfat menjadi tidak tersedia bagi tanaman (terjadi fiksasi P oleh
Fe dan Al). Dalam penyimpanan sering mengalami kerusakan fisik tetapi tidak
mengalami perubahan kimianya. Dalam pemakaiannya dianjurkan sebagai pupuk
dasar yaitu pemupukan sebelum ada tanaman agar pada saat tanaman mulai
tumbuh P sudah dapat diserap oleh akar tanaman. Pupuk ES masih mengandung
gipsum (CaSO4) cukup tinggi dan untuk beberbagai jenis tanah sering
menyebabkan struktur tanah menjadi menggumpal seperti padas dan kedap
terhadap air. Hal ini yang sering dianggap sifat merugikan dari pupuk ES.

2.

Double Super Phosphate (DS)

Berbeda dengan ES, pupuk ini dianggap tidak mengandung gipsum, dalam
pembuatannya digunakan asam fosfat yang berfungsi sebagai pengasam dan untuk
meningkatkan kadar P. Reaksi pembuatannya yaitu:

(Ca3PO4)2CaF + 4H3PO4+ 3H2O

3Ca(H2PO4)2 + HF

Pupuk DS memiliki kadar P2O5 sebesar 38%. Pupuk DS telah lama digunakan di
Indonesia baik oleh petani maupun di perkebunan besar. Pupuk tersebut berwarna
abu-abu coklat muda dan sebagian P larut dalam air, serta kemungkinan pelindian
rendah. Bila diberikan pada tanah yang banyak mengandung Fe3+ dan Al3+ bebas

12

maka akan terjadi sematan P oleh kedua unsur tersebut. Asam H3PO4 diperoleh
dari:
Ca3 (PO4)3CaF + 3H2SO4
3.

2H3PO4 + CaSO4 + HF

Triple Super Phosphate (TSP)

Rumus kimia TSP yaitu Ca(H2PO4). Sifat umum pupuk Triple Super Phosphate
(TSP) sama dengan dengan pupuk DS. Kadar P2O5 pupuk ini sekitar 44–46%,
walaupun secara teoritis dapat mencapai 56%. Pembuatan pupuk TSP dengan
menggunakan sistem wet process. Dalam proses ini batuan fosfat alam (rock
phosphate) diasamkam dengan asam fosfat hasil proses sebelumnya (seperti
pembuatan pupuk DS). Reaksi dasarnya yaitu:

Ca3(PO4)2CaF + H3PO4

Ca(H2PO4)2 + Ca(OH)2 + HF

2.3 Pembuatan Pupuk P Industri

Prinsip dari proses pembuatan pupuk super fosfat yaitu dengan merubah
trikalsium fosfat dalam batuan fosfat menjadi monokalsium fosfat dengan cara
pengasaman oleh asam sulfat dan asam fosfat (Husein dkk., 1998). Proses
tersebut dapat terbagi dalam 2 tahap, yaitu:
1.

Tahap pertama yaitu difusi asam sulfat ke dalam partikel batuan fosfat
disertai oleh reaksi kimia yang cepat pada permukaan partikel, yang berlanjut
sampai asam tersebut terpakai seluruhnya dan terjadi kristalisasi kalsium
sulfat. Reaksi tahap pertama yaitu:

Ca3(PO4)2 + 2H2SO4 + H2O

Ca(H2PO4)2H2O + 2CaSO4

13

2.

Tahap kedua adalah difusi dari asam fosfat yang terbentuk ke dalam pori-pori
partikel batuan fosfat yang tak terdekomposisi. Hal ini disertai oleh reaksi
tahap kedua yaitu:

Ca3(PO4)2 + 4H3PO4 + 3H2O

3Ca(H2PO4)2H2O

Tahap selanjutnya dari proses ini yaitu ageing (penyimpanan). Pada proses
ageing ini terjadi pembentukan dan kristalisasi monokalsium fosfat yang
merupakan proses yang lambat selama 21 hari. Lambatnya kecepatan pada tahap
ini merupakan akibat dari lambatnya difusi asam fosfat melalui lapisan
monokalsium fosfat yang terbentuk pada permukaan butiran batuan fosfat
(Ridwan, 2011). Berikut ini merupakan kriteria pupuk fosfat yang digunakan
dalam persyaratan kualitas pupuk fosfat di Indonesia.

Tabel 1. Syarat mutu pupuk P-alam untuk pertanian (SNI 02-3776-2005 dalam
Hartanto, 2009).
No
1

2
3

4

Uraian
Kadar fosfor
sebagai
P2O5
-Total
- Larut asam sitrat
2%
Kadar air
Kehalusan
- Kehalusan lolos
80 mesh Tyler
- Kehalusan lolos
25 mesh Tyler
Cemaran logam:
- Cadmium (Cd)
- Timbal (Pb)

5

- Raksa (Hg)
Cemaran arsen (As)

Persyaratan
Kualitas A

Kualitas B

Kualitas C

Kualitas D

min 28%
min 7%

min 24%
min 6%

min 14%
min 3,5%

min 10%
min 2,5%

maks 5%

maks 5%

maks 5%

maks 5%

min 50%

min 50%

min 50%

min 50%

min 80%

min 80%

min 80%

min 80%

maks
100 ppm
maks
500 ppm
maks10 ppm
Maks
100 ppm

maks
100 ppm
maks
500 ppm
maks10 ppm
maks
100 ppm

maks
100 ppm
maks
500 ppm
maks10 ppm
maks
100 ppm

maks
100 ppm
maks
500 ppm
maks10 ppm
maks
100 ppm

14

2.4 Potensi Limbah Cair Tahu dalam Pembuatan Pupuk P Industri

Fosfat alam merupakan batuan apatit yang mengandung fosfat cukup tinggi
sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pupuk. Pupuk
alam mempunyai kelarutan yang rendah pada tanah bereaksi agak netral sampai
netral, sehingga P di dalam tanah lambat tersedia. Oleh karena itu, dalam
pembuatan pupuk fosfat di pabrik menjadi pupuk yang mudah larut dilakukan
dengan cara pengasaman menggunakan asam fosfat, sulfat atau asam nitrat
sehingga terbentuk super fosfat, triple super phosphate, SP-36 , dan
nitrophosphate (Soelaiman, 2008). Namun, proses pengasaman dengan
menggunakan asam-asam konvensional tersebut membutuhkan biaya yang besar.
Untuk itu diperlukan suatu alternatif untuk mengurangi penggunaan asam-asam
konvensional tersebut dengan cara penggunaannya dikombinasikan dengan
pelarut yang memiliki potensi dapat melarutkan batuan fosfat seperti limbah cair
tahu.

Limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari proses perendaman, pencucian
kedelai, pencucian peralatan proses produksi tahu, penyaringan dan
pengepresan/pencetakan tahu (Kaswinarni, 2007). Menurut Eckenfelder (1989)
dalam Husin (2008), parameter yang digunakan untuk menunjukkan karakter air
buangan industri ada 2 yaitu parameter fisika dan parameter kimia. Parameter
fisika seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan parameter kimia seperti
kandungan organik (BOD dan COD), pH, N-total, dan lain-lain.

Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan dari pembuatan tahu adalah cairan
kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih. Cairan ini

15

mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah cair ini
sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga
menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah cair lainnya
berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, dan pemasakan serta
larutan bekas rendaman kedelai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan dari
pembuat tahu kira-kira 15–20 l kg-1 bahan baku kedelai, BOD sebesar 65 g kg -1
bahan baku kedelai dan COD sebesar 130 g kg -1 bahan baku kedelai (EMDI dan
BAPEDAL, 1994 dalam Adidaya, 2010). Gas-gas yang biasa ditemukan dalam
limbah tahu adalah gas nitrogen (N2), oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S),
amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal
dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan
(Herlambang, 2002 dalam Kaswinarni, 2007).

Sedangkan karakteristik dari limbah cair tahu yaitu memiliki temperatur melebihi
temperatur normal badan air penerima (60–80 °C), warna limbah putih
kekuningan dan keruh, pH