Karya-karya Muhammad Abduh STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH DAN AGUS MUSTOFA DALAM MEMAKNAI TAKDIR.

Ada pula karya Agus yang lain seperti: Pusaran Energi Ka’bah 2003 yang menceritakan tentang kemustajaban berdoa di sekitar Ka’bah, Ternyata Akhirat Tidak Kekal 2005, membahas tentang perbandingan kekekalan akhirat dengan Allah. Karya-karya lainnya juga tidak kalah menarik seperti: Terpesona Di Sidratul Muntaha 2008, Untuk Apa Berpuasa? 2004, Menyelam Ke Samudra Jiwa Dan Ruh 2005, Bersatu Dengan Allah 2005, Tahajjud Sing Hari Dhuhur Malam Hari 2005, Dzikir Tauhid, Membonsai Islam 2006, Menghindari Abad Bencana, Tak Ada Azab Kubur?, Puyeng Karena Poligami, Ternyata Adam Dilahirkan 2007, Adam Tak Diusir Dari Surga, Bersyahadat Di Dalam Rahim, Melawan Kematian, Metamorphosis Sang Nabi, Memahami Al- Qur’an Dengan Metode Puzzle, Beragama Dengan Akal Sehat, Membongkar Tiga Rahasia 2009, Heboh Spare Part Manusia, Berdoa Ataukah Menyuruh Tuhan, Menjadi Haji Tanpa Berhaji, Membela Allah, Khusyu’ Berbisik-Bisik Dengan Allah, Perlukah Negara Islam, Salah Kaprah Dalam Beragama Islam, Mitos Dan Anekdot Di Sekitar Umat Islam, Ma’rifat Di Padang Arafah, Lorong Sakaratul Maut, Energi Dzikir Alam Bawah Sadar, Sang Pengantin Dan Generasi Cinta, Mengarungi Arsy Allah, Ibrahim Pernah Atheis, Jangan Asal Ikut-Ikutan Hisab Dan Rukyat, Menjawab Tudingan Kesalahan Saintifik Al-Qur’an, Pasukan Iblis Vs Barisan Malaikat, Mengintip Bulan Sabit Sebelum Maghrib, Segalanya Satu, Wormhole. Ada pula buku-buku yang berjudul Al-Qur’an Inspirasi Sains, Tafakur, Ternyata Akhirat Masih Tidak Kekal, Sang Atheis Pun Menerima Konsep Takdir, Ketika Atheis Bertanya Tentang Ruh, Atheis Vs Tasawuf Modern 2008. 41 BAB III PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUH DAN AGUS MUSTOFA TENTANG TAKDIR

A. Takdir dalam Perspektif Dasar Keilmuan

Takdir dalam bahasa Arab berarti ketentuan, perkiraan, ukuran, atau keputusan. Dalam terminologi Islam, takdir adalah keputusan Tuhan yang berlaku bagi seluruh makhluk-Nya, termasuk manusia, atas dasar keyakinan akan adanya kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan serta status manusia. 1 Tidak kurang dari 125 kali Al-Qur’an menyebut kata takdir atau qadar, baik yang mengikuti pola ﻞ ﻌﻓ fa’ala maupun ﻞ ﱠﻌﻓ fa’’ala dengan berbagai derivasi. Secara umum, al-Isfahani memahami kata tersebut sebagai al-qudrah kemampuan. Apabila disandarkan kepada manusia, maka yang dimaksudkan adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu. Namun jika disandarkan kepada Allah, maka yang dimaksud adalah nafy al-ajz peniadaan sifat lemah. Kalau ada ungkapan Allah adalah qadir Maha Kuasa, maksudnya adalah kekuasaan-Nya tidak tersentuh sifat lemah sedikit pun, dan didasarkan atas hikmah kebijaksanaan. 2 1 Asmaran AS, Ensiklopedi Islam, Vol 7, ed Nina M. Armando, et. al. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005, 42. 2 A. Husnul Hakim, Mengintip Takdir Ilahi: Mengungkap Makna Sunnatullah dalam Al- Qur’an Depok: eLSiQ, 2010, 56.