Komunikasi Lintas Budaya Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Popularitas Gangnam Style (Studi Pesan Terhadap Kepopuleran Gangnam Style) T1 362007102 BAB II

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menyebutkan dan menjelaskan tentang teori-teori dan metode yang akan digunakan sebagai alat penyajian dalam penelitian Gangnam Style ini. Dalam teorinya, terdapat 2 teori yang akan digunakan dalam membantu dalam penelitian ini, yang pertama adalah teori komunikasi lintas budaya, dan yang kedua adalah teori budaya populer, karena merupakan budaya yang melintas antar negara dan mempopuler. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode semiotika dengan tokohnya adalah Roland Barthes dan Umberto Eco, karena berhubungan dengan media massa dan budaya.

2.1. Komunikasi Lintas Budaya

Menurut Samovar 2010, komunikasi lintas budaya intercultural communication terjadi apabila sebuah pesan yang harus dimengerti, dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain. Definisi lain diberikan oleh Liliweri 2003, bahwa proses komunikasi antar budaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Apapun definisi yang ada mengenai komunikasi antarbudaya intercultural communication menyatakan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi apabila terdapat dua budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses komunikasi. Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa komunikasi lintas budaya adalah proses dimana dialihkan ide atau gagasan suatu budaya yang satu kepada budaya yang lain dan sebaliknya, hal ini bisa antar dua kebudayaan yang terkait ataupun lebih, tujuannya untuk saling mempengaruhi satu sama lain, baik itu untuk kebaikan sebuah kebudayaan maupun untuk menghancurkan suatu kebudayaan, atau bisa jadi sebagai tahap awal dari proses akulturasi penggabungan dua kebudayaan atau lebih yang menghasilkan kebudayaan yang baru. 13 Menurut Deddy Mulyana 1993, hubungan antara budaya dan komunikasi penting dipahami untuk mahami komunikasi antar budaya, oleh karena melalui pengaruh budayalah orang-orang belajar berkomunikasi. Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi dimana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain. Seperti telah kita lihat, budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Konsekuensinya, perbendaharaan-perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang berbeda budaya akan beda pula, yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan Mulyana, 1993. Komunikasi dan budaya yang mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya, bahwa „komunikasi adalah budaya‟ dan „budaya adalah komunikasi‟. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal, dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain, budaya menetapkan norma-norma komunikasi yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu. Unsur pokok yang mendasari proses komunikasi antar budaya ialah konsep- konsep t entang “kebudayaan” dan “komunikasi”. Hal ini pun digarisbawahi bahwa pengertian tentang komunikasi antar budaya memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep komunikasi dan kebudayaan serta saling ketergantungan antara keduanya. Saling ketergantungan ini terbukti apabila disadari bahwa pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang atau berubah dalam suatu kelompok kebudayaan tertentu. Kesamaan tingkah laku antara satu generasi dengan generasi berikutnya hanya dimungkinkan berkat digunakannya sarana-sarana komunikasi. Sementara Smith, seperti yang dikutip oleh Lusiana 2002, menerangkan hubungan yang tidak terpisahkan antara komunikasi dan kebudayaan yang kurang lebih sebagai berikut: 14 “Kebudayaan merupakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki bersama; untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan komunikasi, sedangkan komunikasi memerlukan kode-kode dan lambang-lambang yang harus dipelajari dan dimiliki bersama.” Hubungan antara individu dan kebudayaan saling mempengaruhi dan saling menentukan. Kebudayaan diciptakan dan dipertahankan melalui aktifitas komunikasi para individu anggotanya. Secara kolektif, perilaku mereka secara bersama-sama menciptakan realita kebudayaan yang mengikat dan harus dipatuhi oleh individu agar dapat menjadi bagian dari unit. Maka jelas bahwa antara komunikasi dan kebudayaan terjadi hubungan yang sangat erat. Di satu pihak, jika bukan karena kemampuan manusia untuk menciptakan bahasa simbolik, tidak dapat dikembangkan pengetahuan, makna, simbol-simbol, nilai- nilai, aturan-aturan dan tata, yang memberi batasan dan bentuk pada hubungan- hubungan, organisasi-organisasi dan masyarakat yang terus berlangsung. Demikian pula, tanpa komunikasi tidak mungkin untuk mewariskan unsur- unsur kebudayaan dari satu generasi kegenerasi berikutnya, serta dari satu tempat ke tempat lainnya. Komunikasi juga merupakan sarana yang dapat menjadikan individu sadar dan menyesuaikan diri dengan subbudaya-subbudaya dan kebudayaan-kebudayaan asing yang dihadapinya. Tepat kiranya jika dikatakan bahwa kebudayaan dirumuskan, dibentuk, ditransmisikan dan dipelajari melalui komunikasi. Sebaliknya, pola-pola berpikir, berperilaku, kerangka acuan dari individu-individu sebagian terbesar merupakan hasil penyesuaian diri dengan cara-cara khusus yang diatur dan dituntut oleh sistem sosial dimana mereka berada. Kebudayaan tidak saja menentukan siapa dapat berbicara dengan siapa, mengenai apa dan bagaimana komunikasi sebagainya berlangsung, tetapi juga menentukan cara mengkode atau menyandi pesan atau makna yang dilekatkan pada pesan dan dalam kondisi bagaimana macam-macam pesan dapat dikirimkan dan ditafsirkan. Singkatnya, keseluruhan prilaku komunikasi individu terutama tergantung pada kebudayaanya. Karena itulah, menurut Liliweri 2003, kebudayaan dibentuk oleh perilaku manusia dan perilaku itu merupakan hasil persepsi manusia terhadap dunia. Perilaku tersebut merupakan perilaku terpola 15 karena tampilannya berulang-ulang sehingga diterima sebagai pola-pola budaya. Dengan demikian, kebudayaan merupakan pondasi atau landasan bagi komunikasi. Kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan praktek-praktek komunikasi yang berbeda pula. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa karakteristik atau ciri-ciri dari komunikasi lintas budaya, adalah antara lain : a Ada dua atau lebih kebudayaan yang terlibat dalam komunikasi, b Ada jalan atau tujuan yang sama yang akhirnya menciptakan komunikasi itu, c Komunikasi lintas budaya menghasilkan kuntungan dan kerugian di antara dua budaya atau lebih yang terlibat, d Komunikasi lintas budaya yang dijalin dewasa ini, baik secara individu maupun secara berkelompok, dapat dilakukan melalui media, e Tidak semua komunikasi lintas budaya menghasilkan feedback. Hal ini tergantung kepada penafsiran dan penerimaan masyarakat dari sebuah kebudayaan yang terlibat, mau dipengaruhi atau tidak, f Bila dua kebudayaan melebur karena pengaruh komunikasi yang dijalin maka akan menghasilkan kebudayaan baru, dan inilah yang disebut akulturasi. Karena Gangnam Style tidak memiliki hambatan dalam melintasnya budaya baru ke seluruh dunia dengan pembuktian popularitasnya yang sangat pesat dan dapat diterima baik oleh masyarakat, maka teori komunikasi lintas budaya ini sesuai dengan pokok penelitian tentang Gangnam Style ini. Gangnam Style dianggap sukses dalam mengkomunikasian budaya kreatif Korea ke negara- negara di luar negara Korea, dengan pembuktian Gangnam Style sampai menembus Amerika dan Eropa.

2.2 Budaya Populer