DIFUSI INOVASI DAN ADOPSI KEBUDAYAAN KOREA (Difusi Inovasi dan Adopsi Remaja Surabaya terhadapKebudayaan Korea “Gangnam Style”).

(1)

“Gangnam Style”)

SKRIPSI

oleh :

NESSYA PRAMESTHI ANGGUN KUSUMA

NPM. 0843010226

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


(2)

Nessya Pramesthi Anggun Kusuma

0843010226

Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada Tanggal 13 Desember 2012

Menyetujui

Pembimbing Utama

Tim Penguji

1.

Ketua

Drs. Kusnarto, M.Si

Dra. Sumardjijati, M.Si

NIP. 195808011984021001

NIP. 196203231993092001

2.

Sekretaris

Dra. Diana Amalia, M.Si

NIP. 19630907199103001

3.

Anggota

Drs. Kusnarto, M.Si

NIP. 195808011984021001

Mengetahui

DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si

NIP. 1955 0718198302 2001


(3)

Disusun Oleh :

NESSYA PRAMESTHI ANGGUN KUSUMA

NPM. 0843010226

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian / Seminar Skripsi.

Menyetujui,

PEMBIMBING

Drs.Kusnarto, M.Si

NIP. 19580801 198402 1001

Mengetahui,

DEKAN

Dra. Hj. Suparwati, M.Si

NIP. 195507181983022001


(4)

rahmatNya sehingga penulis dapat diberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang

berjudul

: DIFUSI INOVASI DAN ADOPSI KEBUDAYAAN KOREA (Difusi Inovasi

dan Adopsi Remaja Surabaya terhadap Kebudayaan Korea “Gangnam Style”).

Penulis akui bahwa kesulitan selalu ada di setiap proses pembuatan skripsi ini, tetapi

faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri sendiri. Semua proses kelancaran pada saat

pembuatan skripsi penelitian tidak lepas dari segala bantuan dari berbagai pihak yang sengaja

maupun tak sengaja telah memberikan sumbangsihnya.

Selama melakukan penulisan penelitian ini, tak lupa penulis menyampaikan rasa

terima kasih pada Bapak Drs.Kusnarto. M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah

membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:

1.

Allah Bapa Yang Maha Kuasa. Karena telah melimpahkan segala karuniaNya, sehingga

penulis mendapatkan kemudahan selama proses penulisan skripsi ini.

2.

Prof. Dr. Ir. H. Teguh Suedarto, Mp, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim

3.

Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN

“Veteran” Jawa Timur.

4.

Bapak Juwito, S.Sos, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.

5.

Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan

masukan-masukan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(5)

membimbing dengan penuh kasih sayang serta perhatiannya secara moril maupun

materil, dan juga atas do’a yang tak henti-hentinya beliau haturkan untuk penulis. Serta

kak Natasya yang selalu membuat penulis iri hati karena selalu berpergian. dan kakak

ipar Jerry.

2.

Satu-satunya teman, saudara, sahabat, kakak, adik, kekasih tercinta yang rela

memberikan waktu dan tenaga untuk penulis, popu yanda Dedy Purnomo Hadi yang

selalu membangkitkan semangat dan memberikan dukungan penulis agar

menyelesaikan proposal ini, meskipun terdapat suka maupun duka dalam mengerjakan

proposal ini. He’s always helped me in the good time or in the bad time. He’s the best

man in my life! I really the lucky girl!

3.

Tak lupa penulis ucapkan rasa terima kasih secara khusus kepada sahabat : Babi, Fina,

Utiek, Memey, Tito, aswin, ling-ling dan lain-lain. Yang selalu memberi semangat pada

penulis “Hesti, ayo buruan ngerjain skripsinya!” (terutama Fina).

Love you guys!!! I

can’t wait to see our future.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka

kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki

kekurangan yang ada.

Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya

teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.


(6)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKSI ... viii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.

Rumusan Masalah ... 8

1.3.

Tujuan Penelitian ... 9

1.4.

Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1.

Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2.

Kegunaan Praktis ... 9

1.4.3.

Manfaat Penelitian ... 9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.

Landasan Teori ... 11


(7)

2.1.2.2

Esensi Teori ... 15

2.1.2.3

Kategori Adopter ... 18

2.1.2.4

Penereapan Keterkaitan Teori ... 19

2.1.3.

Kebudayaan ... 21

2.1.3.1.

Unsur-unsur Budaya ... 22

2.1.3.2. Budaya Pop ... 25

2.1.4.

Budaya Pop Korea ... 25

2.1.4.1.

Hakikat Budaya Pop ... 25

2.1.4.2.

Budaya Pop Korea ... 27

2.1.4.3.

Budaya Pop Korea di Indonesia ... 29

2.1.5.

Kebudayaan Indonesia ... 31

2.1.6.

Media Mengubah Budaya Negara yang Berkembang .. 33

2.1.7.

Internet ... 37

2.1.8.

YouTube ... 38

2.1.9.

Remaja ... 41

2.1.9.1.

Pengertian Remaja ... 41

2.1.9.2.

Remaja dan Tokoh Idolanya ... 43

2.1.10.

Masyarakat Surabaya ... 45

2.1.11.

Kerangka berpikir ... 46


(8)

3.4.

Informan dan Penelitian ... 53

3.5.

Teknik Pengumpulan Data ... 54

3.6.

Teknik Analisis Data ... 55

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Gambaran Umum Objek Penelitian ... 57

4.1.1

Gambaran Umum Kota Surabaya ... 57

4.1.2

Gambaran Umum Remaja ... 58

4.1.3

Gambaran Umum Kebudayaan Korea ... 59

4.1.4

Gambaran Umum Gangnam Style ... 61

4.2

Identitas Informan ... 62

4.3

Analisis Data ... 63

4.3.1

Deskripsi Difusi Inovasi dan Adopsi Kebudayaan

Korea ... 63

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 97

5.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98


(9)

NESSYA PRAMESTHI ANGGUN KUSUMA, DIFUSI INOVASI DAN ADOPSI

REMAJA SURABAYA TERHADAP KEBUDAYAAN KOREA (Difusi Inovasi dan

Adopsi Kebudayaan Korea Gangnam Style)

Penelitian ini didasarkan pada remaja Surabaya yang terpengaruh oleh kebudayaan

Korea

Gangnam Style. Karena peneliti ingin mengetahui apakah remaja Surabaya telah

terpengaruh oleh kebudayaan Korea sehingga remaja Surabaya menginovasi dan mengadopsi

kebudayaan Korea. Karena saat ini gelombang Korea telah tersebar di setiap negara.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan teori Rogers difusi inovasi. Teori ini

menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui

saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.

Metode yang digunakan untuk mengetahui permasalahan yang ada dengan

menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Disini menggunakan teori Rogers, yang

membagi tahapan inovasi yaitu atribut inovasi, jenis keputusan inovasi, saluran komunikasi,

kondisi sistem sosial dan peran agen perubah. Serta tahapan adopsi yaitu tahap munculnya

pengetahuan, tahap persuasi, tahap keputusan, tahapan implementasi, dan tahapan konfirmasi.

Hasil dari penelitian ini, menurut peneliti adalah ketiga narasumber tersebut menerima

kebudayaan Korea “Gangnam Style” dengan positif tanpa meninggalkan kebudayaan

Indonesia. Dengan cara menciptakan tarian baru yang dilakukan oleh narasumber 1.

Sedangkan narasumber 2 dan 3 belum mengadopsi tetapi masih menginovasi, artinya belum

menciptakan gerakan tarian baru.


(10)

NESSYA PRAMESTHI ANGGUN KUSUMA, THE DIFFUSION of INNOVATION

and ADOPTION of SURABAYA TEEN KOREAN CULTURE (diffusion of innovation

and the adoption of a culture of Korea Gangnam Style)

This research is based on teen Surabaya which was affected by the culture of

Gangnam Korea Style. Because the researchers wanted to know whether the teens had been

adversely affected by the Surabaya Korea culture so youth Surabaya menginovasi and adopt

the culture of Korea. Because the current wave of Korea has spread from country to country.

In this study researchers using theory of Rogers diffusion of innovations. This theory

explains the process of how an innovation delivered (communicated) through certain

channels over time to a group of members of the social system.

The methods used to find out the existing problems with the use of a descriptive

qualitative research. Here using the theory of Rogers, which divide the stages of innovation

i.e. the attribute, the type of innovation innovation decisions, communication channels, the

condition of social systems and the role of agents of the actual text. As well as the stages of

adoption, namely the emergence of knowledge, persuasion, decision stage stage, stages of

implementation, and the confirmation stages.

The results of this study, according to researchers is the third resource person receive

Gangnam Korea Style culture with a positive culture without leaving Indonesia. By means of

creating new dances performed by the speaker 1. While the speaker 2 and 3 have not been

adopted but still menginovasi, meaning that it has not created a new dance moves.


(11)

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebudayaan adalah hasil karya pemikiran manusia yang dilakukan

dengan sadar dalam kehidupan kelompok. Unsur-unsur potensi budaya

yang ada pada manusia antara lain pikiran (cipta), rasa, dan kehendak

(karsa). Untuk menjadi manusia sempurna, ketiga unsur kebudayaan

tersebut tidak dapat dipisahkan. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara

menyatakan bahwa “Kebudayaan adalah buah budi manusia dalam hidup

bermasyarakat”.

(http://sosbud.kompasiana.com/2012/03/27/pendidikan-dan-atau-kebudayaan/)

Kebudayaan bersifat dinamis. Kebudayaan selalu berubah seiring

perkembangan zaman. Perubahan kebudayaan ini telah terjadi sejak zaman

pra-sejarah yaitu berubahnya pola hidup berburu dan meramu menjadi

pola hidup bercocok tanam tingkat lanjut dan perundagian (tempat di mana

orang – orang yang ahli dalam membuat barang–barang atau alat–alat dari

logam).

(https://kpopgalaxies.wordpress.com/2012/07/25/pengaruh-korean-wave-di-indonesia/)


(12)

Seperti masuknya kebudayaan India ke Nusantara (Indonesia) pada awal

zaman sejarah. Kebudayaan India tersebut mempengaruhi kepercayaan dan

ritual masyarakat, seni dan teknologi, serta tata cara administrasi

pemerintahan yang cukup tinggi.

Perubahan kebudayaan seperti di atas tidak dapat kita hindari. Pada

era modernisasi, perubahan kebudayaan berlangsung sangat cepat karena

pengaruh kemajuan teknologi. Budaya asing dapat masuk ke Indonesia

sewaktu-waktu dan membuat perubahan yang signifikan mulai dari pola

pikir, perilaku, sampai pola hidup masyarakat.

Budaya asing yang sangat besar pengaruhnya terhadap kebudayaan

di Indonesia adalah budaya barat. Budaya barat masuk ke berbagai sektor

termasuk cara berpakaian. Budaya pakaian orang Indonesia yang tertutup

sebagai simbol kepribadian orang timur mulai bergeser. Terutama di

kalangan para remaja. Gaya berpakaian remaja menjadi lebih terbuka dan

tidak sesuai dengan adat ketimuran. Bahkan, di kota-kota besar seperti

Jakarta, gaya hidup bebas yang merupakan gaya pop barat sudah menjadi

bagian dari kehidupan sehari-hari.

Seiring berubahnya waktu masuknya budaya pop sekarang ini tidak

hanya di dominasi oleh budaya barat. Asia pun sudah mulai menjadi

pengekspor budaya pop. Selain Jepang, Korea mulai bertindak sebagai

pengekspor budaya pop melalui tayangan hiburan dan menjadi saingan

berat bagi Amerika dan negara-negara Eropa.

(http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab1/2012-1-00379-MC%20Bab%201.pdf)


(13)

Selama sepuluh tahun terakhir, demam budaya pop Korea melanda

Indonesia. Fenomena ini dilatarbelakangi Piala Dunia Korea-Jepang 2002

yang berakhir dengan masuknya Korea sebagai kekuatan empat besar

dunia. Kesuksesan Korea di Piala Dunia 2002 semakin menaikkan prestise

Korea di mata dunia.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Tim_nasional_sepak_bola_Korea_Selatan)

Berbeda dengan budaya pop Jepang yang hanya menjangkau

anak-anak dan remaja, budaya pop Korea mampu menjangkau segala usia,

mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Menurut Kim Song Hwan,

seorang pengelola sindikat siaran televisi Korea Selatan, produk budaya

Korea berhasil menjangkau penggemar di semua kalangan terutama di

Asia disebabkan teknik pemasaran Asian Values-Hollywood Style. Artinya,

mereka mengemas nilai-nilai Asia yang dipasarkan dengan gaya modern.

Istilah ini mengacu pada cerita-cerita yang dikemas dengan nuansa

kehidupan Asia, namun pemasarannya memakai cara internasional dengan

mengedepankan penjualan nama seorang bintang atau menjual style.

(http://eka-karatika.blogspot.com/2011/11/karya-ilmiah-pengaruh-budaya-pop-korea.html)

Globalisasi budaya pop Korea atau yang lebih dikenal dengan

Korean Wave (Hallyu) ini berhasil mempengaruhi kehidupan masyarakat

dunia. Hasil diskusi dalam rangka memperingati hari jadi Jurusan Korea di

Universitas Gadjah Mada menyatakan bahwa Korea pada abad 21 berhasil

bersaing dengan Hollywood dan Bollywood dalam memasarkan budaya ke


(14)

fashion, hingga produk-produk industri tidak hanya mewabah di kawasan

Asia tetapi sudah merambah ke Amerika dan Eropa.

(http://eka-karatika.blogspot.com/2011/11/karya-ilmiah-pengaruh-budaya-pop-korea.html)

Di kota Surabaya, banyak dijumpai remaja yang melakukan imitasi

terhadap budaya pop Korea tersebut, mulai dari gaya rambut, model

pakaian, aksesoris, sampai pola hidup dan cara berinteraksi dengan teman

sebaya. Hal ini ditegaskan oleh pernyataan teman-teman remaja kepada

peneliti bahwa mereka sangat menyukai budaya pop Korea seperti film

Korea, Boy Band Korea, sampai bintang top Korea. Salah satu alasannya

adalah keindahan gaya atau

style para pemain film dan

boy band,

keindahan penampilan dan fisik bintangnya, serta alur cerita film Korea

yang dramatis dan unik.

Dewasa ini, Korea sebuah Negara yang berada di Asia Timur

berdekatan langsung dengan Negara Jepang. Terkenal dengan boyband

dan girlband, banyak artis-artis boyband atau yang biasa disebut BB dan

artis Girl Band yang biasa disebut GB, dari berbagai macam entertainment

yang sudah terkenal luas di berbagai Negara termasuk Indonesia.

Perkembangan musik korea di Indonesia melesat tajam hampir setiap

majalahpun selalu ada berita mengenai korea, bahkan di Indonesia pun

kini memiliki boyband dan girlband, sampai-sampai sebuah perusahaan

terkenal di Indonesia membuat audisi untuk boyband dan girlband

dimaksudkan agar mereka yang berbakat dan berpotensi bisa mengikuti

jejak para Boyband dan Girlband dikorea yang sudah terkenal. Sebut saja


(15)

smash, Boyband yang sudah terkenal duluan ini memiliki fans yang cukup

dibilang banyak. Boyband di Indonesia yang satu inipun mulai terjun

kedunia akting. Seperti halnya dengan smash, sekarang ini banyak sekali

Boyband serta Girlband di Indonesia yang mulai terjun ke dunia

Intertainment

yang terdiri dari vokalis,

Dancer, dan Rapper.

(http://pezat51newscommunity.blogspot.com/2011/04/maraknya-perkembangan-korea-di.html)

Hampir setiap lagu mereka selalu dihiasi dengan dance-dance.

Kecintanya pada Boyband tersebut membuat mereka ingin mengikuti jejak

seniornya, bahkan mereka bercita-cita ingin ke Korea Selatan atau bertemu

langsung

dengan

Boyband

pujaannya

tersebut.

Beberapa

fans

menyebutkan bahwa sekarang-sekarang ini di Indonesia menyebar virus

korea, tidak hanya dari musik, tetapi dari style pun atau gaya berpakaian

menjadi marak, setiap para fans boyband dan girlband ingin berpakaian

dengan style yang sama dengan idola mereka, bahkan mereka

sampai-sampai harus pergi ke luar negeri untuk memenuhi keinginanya. Dan

banyak juga yang ingin mahir berbicara atau menulis bahasa korea, bahkan

korea selatan dan Indonesia sudah mengadakan pertukaran budaya dengan

mengirimkan Shinee dan beberapa artis Korea ke Indonesia pada tahun

2010 silam, semenjak inilah para Boyband pun berbondong-bondong

untuk konser ke Indonesia, sepert 2pm yang suskses di Jakarta dan U kiss

yang sukses di Medan.


(16)

(http://pezat51newscommunity.blogspot.com/2011/04/maraknya-perkembangan-korea-di.html)

Selain dihebohkannya Boyband dan Girlband Korea, terdapat

fenomena yang menarik yang dilakukan oleh artis Korea yang

menggemparkan dunia, karena video klip PSY “Gangnam Stye” di

Youtube

telah

disaksikan

lebih

dari

350

juta

penonton.

(http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2012/10/121005_gangnamenglis

hstyle.shtml).

Karena keunikan video tersebut, sampai-sampai para artis

Holywood ikut membicarakannya. "Gangnam Style" adalah video musik

buatan artis rap asal Korea Selatan, Jae-Sang Park alias PSY, yang

pertama kali diunggah ke situs YouTube pada 15 Juli 2012. Gaya segar

dan goyangan dansa unik mirip kuda berjingkrak yang diperlihatkan PSY

dalam video jenaka berhasil memikat hati jutaan orang. Satu setengah

bulan setelah diunggah, pada 29 Agustus, "Gangnam Style" berhasil

mengoleksi 60 juta penonton. Tak sampai dua minggu seminggu

setelahnya, pada saat artikel ini ditulis, video musik itu sudah dilihat

sebanyak lebih dari 130 juta penonton. "Gangnam Style" telah bertengger

di urutan pertama video musik terpopuler YouTube. Sejumlah video dari

orang-orang yang meniru gaya joget PSY pun mulai bermunculan di

YouTube.

(http://tekno.kompas.com/read/2012/09/10/12261885/Video.Gangnam.Styl

e.Ditonton.130.Juta.Kali.di.YouTube)


(17)

Video ini berhasil memecahkan rekor Guinness World Records

sebagai video YouTube yang mengumpulkan jumlah "like" terbanyak.

Hingga Selasa (25/9/2012) pagi, jumlah "like" yang diterima Gangnam

Style mencapai lebih dari 2,6 juta. Angka tersebut jauh lebih besar

dibandingkan pemegang rekor sebelumnya, "Party Rock Anthem" dari

LMFAO, yang berhasil mengumpulkan sekitar 1,5 juta "like".

Popularitas "Gangnam Style" meroket setelah diunggah ke YouTube pada

15 Juli lalu. Sejak itu, video berdurasi 4 menit 13 detik tersebut telah

ditonton

lebih

dari

260

juta

kali.

(http://tekno.kompas.com/read/2012/09/25/11341036/Gangnam.Style.Jadi.

Video.Paling.Disukai.di.YouTube)

Memperingati hari Batik Nasional, dengan menggunakan pakaian

batik di hari tersebut mungkin sudah menjadi hal biasa yang dilakukan

oleh warga Indonesia. Namun tidak demikian dengan mahasiswa

Universitas Nasional, tahun ini peringatan hari Batik Nasional diwarnai

dengan kolaborasi dua budaya yaitu Indonesia yang diwakili dengan

pemakaian batik dan budaya Korea Selatan, yaitu Gangnam style.

Kegiatan ini diliput oleh televisi nasional Korea. Tarian yang dipopulerkan

oleh salah satu artis senior Korea Selatan, Psy tersebut ditampilkan oleh

gabungan mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa Akademi Bahasa Asing

Nasional (ABANAS) Program Studi Bahasa Korea, dan mahasiwa

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nasional.

bersamaan dengan hari batik Nasional, hampir seluruh mahasiswa tersebut


(18)

tanggung - tanggung, pertunjukan tarian ini diliput secara langsung oleh

program televisi Nasional Korea Selatan, YTN TV dan akan ditayangkan

serentak di seluruh dunia pada Kamis, 4 Oktober 2012. "Sebelumnya kami

lakukan peliputan yang sama tentang tarian Gangnam style ini di beberapa

negara, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Sekarang kami di Indonesia

dan khusus kita ambil dua universitas, yaitu Universitas Indonesia dan

Akademi Bahasa Asing Nasional yang sekarang ini," papar tim peliput

YTN TV, Chongsun saat ditemui disela peliputannya di Lapangan Utama

Unas.(http://www.unas.ac.id/detail_berita/700_tv_korea_liput_gangnam_s

tyle_di_unas)

Hal tersebut menjadikan peneliti tertarik untuk meneliti tentang

difusi inovasi dan adopsi kebudayaan. Penelitian ini dengan judul “Difusi

Inovasi dan Adopsi Kebudayaan Korea (Difusi Inovasi dan Adopsi

remaja Surabaya terhadap Kebudayaan Korea “Gangnam Style”).

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimana Difusi Inovasi dan Adopsi remaja Surabaya terhadap

Kebudayaan Korea”.


(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Bagaimana

Difusi Inovasi dan Adopsi remaja Surabaya terhadap Kebudayaan Korea.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Memberikan referensi bagi mahasiswa Universitas Pembangunan

Nasional Veteran Jawa Timur khususnya Fisip, program studi ilmu

komunikasi.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

khalayak media massa dalam melihat kecenderungan Difusi Inovasi dan

Adopsi remaja Surabaya terhadap Kebudayaan Korea.

1.4.3 Manfaat Penelitian

1.

Secara Akademis hasil penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmu

komunikasi yang menjelaskan keberlakuan teori-teori komunikasi

mengenai difusi inovasi dan adopsi. Selain itu, penelitian dapat


(20)

2.

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi

yang berguna bagi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “

Jawa Timur, para dosen pengampu, karyawan, mahasiswa, serta penulis

karena mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan teori-teori

yang diperoleh selama dibangku kuliah.


(21)

2.1

Landasan Teori

2.1.1

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh pihak lain yang dapat

digunakan sebagai acuan yang berkaitan dengan masalah yang akan

diteliti, antara lain yang pernah dilakukan oleh Mulyadi mahasiswa Institut

Pertanian Bogor 2007. Dengan judul :

“Pengadopsian Inovasi Pertanian Suku Pedalaman Arfak (Kasus di

Kabupaten Manokwari, Papua Barat)”

Dengan kesimpulan sebagi berikut :

Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan

hasil penelitian ini yaitu :

1.

Tahapan yang menentukan proses adopsi inovasi petani Arfak

adalah pada tahap awal (pengetahuan) yaitu mulai mengenal

adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang

cara inovasi tersebut berfungsi. Faktor yang berperan adalah

sikap mental yaitu keingan yang kuat untuk mengetahui dan

menggunakan inovasi sedangkan karakteristik sosial ekonomi


(22)

2.

Secara nyata petani Arfak mengalami masa transisi perubahan

sosial, budaya dan orientasi ekonomi dari masyarakat tradisional

ke modern, ditunjukkan oleh kebutuhan belajar yang tinggi, nilai

budaya yang mendukung, sikap positif terhadap penyuluhan,

hasil pertanian sudah mulai dijual di pasar dan kosmopolitan.

3.

Faktor-faktor nilai sosial pendorong pengembangan petani

Arfak adalah kemampuan berempati, keterbukaan, inofatif

sehingga memiliki kemampuan menyesuaikan (kompability) dan

mengamati (observability) setiapinovasi yang diterima. Namun,

memiliki kekuatan pengganggu yang ikut menghambat proses

adopsi inovasi yaitu pesimitis, irasional, dan tidak berani

mengambil resiko. Faktor pengganggu tersebut bisa dikurangi

melalui inovasi yang cocok dengan nilai sosial budaya dan bisa

segera dibuktikan hasilnya seperti tanaman jenis umbi-umbian.

(http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40808)

2.1.2

Teori Difusi Inovasi

Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20,

tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde,

memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve).

Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi

diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu.


(23)

Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan

tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.

Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa

menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi.

Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current

importance because “most innovations have an S-shaped rate of

adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi

fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.

Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross,

mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para

petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui

sekaligus menegaskan tentang difusi inovasi model kurva S. Salah satu

kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa

“The rate of

adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal

curve when plotted on a cumulative basis over time.”

Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada

tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan

berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran,

budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi

Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya

Diffusion of

Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis

Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai

Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective


(24)

2.1.2.1

Teori Difusi Informasi

Penelitian difusi adalah satu jenis penelitian komunikasi yang khas,

tetapi penelitia ini dimulai di luar bidang komunikasi (Rogers 1978: 207).

Penelitian difusi Informasi berasal dari Sosiologi. Rogers, tokoh difusi

yang menjadi peneliti komunikasi, membuat desertasinya dalam sosiologi

pedesaan. Tidak mengherankan bila terjadi beraneka ragam tradisi

penelitian difusi dengan fokus penelitian yang berlainan juga. Terdapat

satu asumsi yang mengikat semua penelitian difusi, yaitu difusi adalah

suatu proses komunikasi yang menetapkan titik-titik tertentu dalam

penyebaran informasi melalui ruang dan waktu dari satu agen ke agen

yang lain (Savage 1981: 103).

Salah satu saluran komunikasi yang terpenting adalah media massa.

Karena itu, model difusi mengasumsikan bahwa media massa mempunyai

efek yang berbeda-beda pada titik-titik waktu yang berlainan, mulai dari

menimbulkan tahu sampai mempengaruhi adopsi atau rejeksi (penerimaan

atau penolakan).

Dengan menggunaka model difusi, peneliti meneliti bagaimana

inovasi atau informasi baru tersebar pada unit-unit adopsi (penerima

inovasi). Inovasi berupa berita, peristiwa, pesan-pesan politik, gagasan

baru, dan sebagainya. Sejauh mana media massa mempengaruhi efek

difusi ditentukan oleh variabel antara, yang dalam ini disebut anteseden.

Variabel penerima yang antara lain meliputi data demograpis dan variabel

sosiopsikologis.


(25)

Dimensi inovasi menunjukkan faedah relatif, komtabilitas,

kompleksitas, dan lain-lain. Faedah relatif menunjukkantingkat kelebihan

inovasi dibandingkan dengan gagasan yang mendahuluinya. Komtabilitas

adalah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai-nilai yang ada.

Kompleksitas berarti tingkat kesukaran untuk memahami atau

menggunakan inovasi.

(Dikutip dari buku Metode Penelitian Komunikasi, karya Jalaluddin

Rakhmat tahun 2007 pada halaman 70)

2.1.2.2

Esensi Teori

Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana

suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran

tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.

Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as

the process by which an innovation is communicated through certain

channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh

dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat

khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan

baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the

spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate

users or adopters.”

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi

terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:


(26)

1.

Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh

seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif

menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide

dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang

itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama

sekali.

2.

Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan

inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran

komunikasi, sumber paling tidak perlu memperhatikan tujuan

diadakannya komunikasi dan karakteristik penerima. Jika

komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi

kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran

komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media

massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap

atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi

yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

3.

Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang

mengetahui

sampai

memutuskan

untuk

menerima

atau

menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat

berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu

terlihat dalam proses pengambilan keputusan inovasi, keinovatifan

seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima

inovasi, dan kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.


(27)

4.

Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan

terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka

mencapai tujuan bersama

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki

relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan

keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang

variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta

tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang

berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup :

1.

atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion),

2.

jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions),

3.

saluran komunikasi (communication channels),

4.

kondisi sistem sosial (nature of social system), dan

5.

peran agen perubah (change agents).

Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi

mencakup:

1.

Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang

individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk

memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana

suatu inovasi berfungsi


(28)

2.

Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit

pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak

baik

3.

Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau

unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang

mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.

4.

Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu

atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan

suatu inovasi.

5.

Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau

unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap

keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat

sebelumnya.

2.1.2.3

Kategori Adopter

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok

adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya

(kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa

dijadikan rujukan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang

telah duji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan adopter

dapat dilihat sebagai berikut:

1.

Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi

inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, gesit, cerdas,

kemampuan ekonomi tinggi


(29)

2.

Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para

perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka

pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi

3.

Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut

awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.

4.

Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir

dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena

pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.

5.

Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah

kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan

terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.

2.1.2.4

Penerapan dan keterkaitan teori

Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya,

teori Difusi Inovasi senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan

masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial,

dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan

masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses

difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial

adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem

sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu:

1.

Penemuan (invention),

2.

difusi (diffusion), dan


(30)

Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau

dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru

dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan konsekuensi

adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau

penolakan inovasi.

Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di

mana fokus kajian tidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial

dalam pengertian sempit. Topik studi atau penelitian difusi inovasi mulai

dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang berkembang di

masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian

proses difusi inovasi, seperti perspektif ekonomi, perspektif

’market and

infrastructure’ (Brown, 1981). Salah satu definisi difusi inovasi dalam

taraf perkembangan ini antara lain dikemukakan Parker (1974), yang

mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan memberi nilai

tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga menyebutkan

bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik

(technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana

keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi

diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa

dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.

Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for

the Dissemination of Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan

ada 4 (empat) dimensi pemanfaatan pengetahuan (knowledge utilization),

yaitu:


(31)

1.

Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi,

atau individu yang bertanggunggung jawab dalam menciptakan

pengetahuan dan produk baru.

2.

Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan

dan produk baru dimaksud yang juga termasuk bahan dan

informasi pendukung lainnya.

3.

Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana

pengetahuan atau produk tersebut dikemas dan disalurkan.

4.

Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan

produk dimaksud.

2.1.3

Kebudayaan

“Budaya” berasal dari kata majemuk budi daya atau kekuatan dari

akal, akal atau budi itu mempunyai unsur-unsur cipta atau pikiran, rasa,

karsa atau kehendak. Hasil dari ketiga unsur itulah yang disebut

kebudayaan. Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa,

dan karsa.

Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa Sansekerta)

budhayah

yang merupakan bentuk jamak kata “budhi” yang berarti budi atau akal.

Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi

atau akal.

Adapun istilah

culture yang merupakan istilah bahasa asing yang

sama artinya dengan kebudayaan berasal dari kata Latin

Colere. Artinya


(32)

arti tersebut, yaitu

colere

kemudian

culture

, diartikan sebagai segala daya

dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Soekanto,

2006: 150).

Orang yang pertama kali merumuskan definisi kebudayaan

menurut Effendhie (1999: 2) adalah E.B Taylor (1832 – 1917), guru besar

Antropologi di Universitas Oxford pada tahun 1883. Pada tahun 1871, E.B

Taylor mendefinisikan kebudayaan sebagai berikut: “Kebudayaan adalah

mencakup ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat istiadat dan

kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh

manusia sebagai anggota masyarakat”.

Sementara itu, beberapa ilmuwan Indonesia juga telah membuat

definisi kebudayaan. Koentjaraningrat, guru besar Antropologi di

Universitas Indonesia mendefinisikan kebudayaan sebagai “keseluruhan

sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara

belajar”.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa kebudayaan adalah

semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam kehidupan masyarakat

yang diperoleh dengan cara belajar.

2.1.3.1

Unsur-unsur Budaya

Soekanto dalam bukunya yang berjudul “Sosiologi Suatu

Pengantar” (2006: 153) mengemukakan bahwa kebudayaan setiap bangsa

atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil


(33)

yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai

kesatuan.

Pada diri manusia terdapat unsur-unsur potensi budaya (Suparto,

1985: 54) seperti:

1.

Pikiran (Cipta), yaitu kemampuan akal pikiran yang menimbulkan

ilmu pengetahuan. Dengan akal pikirannya manusia selalu mencari,

mencoba menyelidiki, dan kemudian menemukan sesuatu yang

baru.

2.

Rasa, dengan pancainderanya manusia dapat mengembangkan rasa

estetika (rasa indah), dan ini menimbulkan karya-karya seni atau

kesenian.

3.

Kehendak

(karsa),

manusia

selalu

menghendaki

akan

kesempurnaan hidup, kemuliaan, dan kesusilaan.

Dengan potensi akal pikir (cipta), rasa, dan karsa itulah manusia

berbudaya. Di samping ketiga unsur tersebut, Melville J. Herskovits juga

mengemukakan unsur-unsur kebudayaan yang lain, yaitu:

1.

Alat-alat teknologi;

2.

Sistem ekonomi;

3.

Keluarga;

4.

Kekuasaan politik.

Pakar sosiologi lainnya yang merumuskan unsur-unsur kebudayaan

adalah Bronislaw Malinowski, yang terkenal sebagai salah seorang

pelopor teori fungsional dalam antropologi. Unsur-unsur tersebut antara


(34)

1.

Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara anggota

masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya;

2.

Organisasi ekonomi;

3.

Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan; perlu diingat

bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama;

4.

Organisasi kekuatan.

Masing-masing unsur tersebut digunakan untuk kepentingan ilmiah

dan analisanya diklasifikasikan ke dalam unsur pokok atau

unsur-unsur besar kebudayaan, yang lazim disebut

cultural universal.

Istilah ini

menunjukkan bahwa unsur tersebut bersifat universal, artinya

unsur-unsur tersebut dapat dijumpai pada setiap kebudayaan yang ada di seluruh

dunia.

Adapun tujuh kebudayaan yang dianggap sebagai

cultural

universals

(Soekanto 2006: 154), yaitu:

1.

Peralatan dan perkembangan hidup manusia (pakaian, perumahan,

alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transpor, dan

sebagainya);

2.

Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,

peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dan sebagainya);

3.

Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik,

sistem hukum, sistem perkawinan);

4.

Bahasa (lisan maupun tertulis);

5.

Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya);

6.

Sistem pengetahuan;


(35)

7.

Religi (sistem kepercayaan).

Cultural universal

tersebut di atas dapat dijabarkan lagi ke dalam

unsur-unsur yang lebih kecil. Ralph Linton menyebutnya sebagai kegiatan

kebudayaan atau cultural activity.

2.1.3.2

Budaya Pop

Pop Culture

atau Budaya Populer atau dapat disebut juga dengan

Budaya Massa merupakan hasil produksi dari industri budaya (culture

industry) yang proses produksinya pun didasarkan pada mekanisme

kekuasaan sang produser (baca: kapitalis) dalam bentuk penentuan gaya

dan maknanya. Lahirnya media massa semakin meningkatkan

komersialisasi budaya.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Budaya Massa adalah

budaya populer yang dihasilkan melalui teknik-teknik industrial produksi

massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan kepada khalayak

konsumen massa. Budaya massa adalah adalah budaya populer yang

diproduksi untuk massal. (Dominic Strinati, 2003 : 12)

2.1.4

Budaya Pop Korea

2.1.4.1

Hakikat Budaya Pop

Secara umum, budaya populer atau sering disingkat budaya pop

merupakan budaya yang ringan, menyenangkan, trendi, banyak disukai

dan cepat berganti. Dalam pandangan John Fiske (1989), agar menjadi


(36)

ketertarikan pada banyak orang karena budaya pop bukan sekadar barang

konsumsi, melainkan sebuah budaya (http://scribd.com)

William memberikan empat karekteristik budaya pop yaitu banyak disukai

orang, jenis kerja rendahan, karya yang dilakukan untuk menyenangkan

orang dan budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri

(Williams, 1983: 237).

Budaya populer ini berperan besar dalam mempengaruhi pemikiran

seseorang dalam memahami orang atau kelompok lain karena budaya pop

merupakan budaya yang dapat diterima oleh semua kalangan.

Dilihat dari sejarahnya, kehadiran budaya pop tidak dapat

dilepaskan dari perkembangan pembangunan pada abad ke-19 dan abad

ke-20. Pada abad ke-19, pembangunan aspek media massa, khususnya

surat kabar dan novel menjadikan masyarakat dari suatu negara dapat

mengakses tren kultur dari negara lain tanpa ada jarak. Memasuki abad

ke-20, penemuan radio, televisi, dan komputer juga turut berperan dalam

penyebaran trend kultur dari satu negara ke negara lain.

Budaya populer sebelum masa industri disebut juga sebagai budaya

yang berasal dari budaya rakyat (folk culture). Ia mengangkat masalah ini

melalui pendekatan yang beranggapan bahwa budaya pop adalah sesuatu

yang diterapkan pada “rakyat” dari atas. Budaya pop adalah budaya

otentik “rakyat” yang kemudian berkembang menajadi sebuah budaya

yang populer di tengah masyarakat. Namun, seiring perkembangan


(37)

masyarakat industri, budaya pop sekarang dipandang sebagai budaya

massa.

Budaya massa mulai banyak menarik perhatian teoritikus sejak

tahun 1920 dimana pada tahun tersebut mulai bermunculan sinema dan

radio, produksi massal dan konsumsi kebudayaan, bangkitnya fasisme dan

kematangan demokrasi liberal di sejumlah negara Barat.

Dengan demikian, budaya pop merupakan budaya massa yang

berkembang di tengah masyarakat industri. Budaya pop bersifat ringan dan

mudah diterima oleh masyarakat banyak.

2.1.4.2

Budaya Pop Korea

Pada awalnya, kajian tentang budaya populer tidak dapat

dipisahkan dari peran Amerika Serikat dalam memproduksi dan

menyebarkan budaya Populer. Negara tersebut telah menanamkan akar

yang sangat kuat dalam industri budaya populer, antara lain melalui Music

Television

(MTV),

McDonald,

Hollywood, dan industri animasi mereka

(Walt Disney, Looney Toones, dll). Namun, perkembangan selanjutnya

memunculkan negara-negara lain yang juga berhasil menjadi pusat budaya

populer seperti Jepang, Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan.

Menurut Nissim Kadosh Otmazgin, peneliti dari

Center for

Southeast Asian Studies (CSEAS) Kyoto University, Jepang sangat sukses


(38)

“Selama dua dekade terakhir, produk-produk budaya populer Jepang telah

diekspor, diperdagangkan, dan dikonsumsi secara besar-besaran di seluruh

Asia Timur dan Asia Tenggara”.

Manga (komik Jepang),

anime (film

animasi), games, fashion, musik, dan drama Jepang (dorama) merupakan

contoh-contoh budaya populer Jepang yang sukses di berbagai negara.

Setelah Jepang, menyusul Korea Selatan yang melakukan ekspansi

melalui budaya populer dalam bentuk hiburan. Amerika Serikat sebagai

negara asal budaya pop juga mendapat pengaruh penyebaran budaya pop

Korea tersebut. Hal ini dibuktikan dengan masuknya beberapa artis Korea

ke Hollywood. Di samping itu, film-film Korea juga menjadi magnet bagi

sutradara Hollywood untuk melakukan re-make film Korea, salah satunya

Il Mare yang ceritanya diadopsi Hollywood menjadi Lake House. Kasus di

Amerika Serikat tersebut menjadi contoh keberhasilan ekspansi budaya

populer Korea di dunia.

Proses penyebaran budaya Korea di dunia dikenal dengan istilah

Hallyu atau

Korean Wave.

Hallyu atau

Korean Wave (“Gelombang

Korea”) adalah istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya pop Korea

secara global di berbagai negara di dunia. Pada umumnya

Hallyu

mendorong masyarakat penerima untuk mempelajari bahasa Korea dan

kebudayaan Korea (http://id.wikipedia.org/wiki/koreanwave).

Dengan demikian budaya pop Korea merupakan budaya massa

yang dapat diterima oleh semua kalangan dan berkembang melampaui

batas negara. Budaya pop Korea ini bukanlah budaya asli Korea yang


(39)

bersifat tradisional, melainkan budaya yang diciptakan sesuai dengan arah

selera pasar (market-driven).

2.1.4.3

Budaya Pop Korea di Indonesia

Berkembangnya budaya pop Korea (Hallyu) di negara-negara Asia

Timur dan beberapa negara Asia Tenggara termasuk Indonesia

menunjukkan adanya transformasi budaya asing ke negara lain.

Berkembangnya budaya pop Korea di Indonesia dibuktikan dengan

munculnya “Asian Fans Club” (AFC) yaitu blog Indonesia yang berisi

tentang berita dunia hiburan Korea. AFC didirikan pada 1 Agustus 2009

oleh seorang remaja perempuan bernama Santi Ela Sari.

Berdasarkan data statisktik dari situs

Pagerank Alexa, Asian Fans

Club adalah situs ‘Korean Intertainment’ terbesar di Indonesia. Sedangkan

dari segi karakteristik demografis, pengunjung Asian Fans Club hampir

seluruhnya berasal dari Indonesia, sebagian besar merupakan wanita

berusia di bawah 25 tahun dengan akses internet rumah maupun sekolah.

Jika dilihat dari statistik jumlah pengunjung, sampai 3 Juni 2011,

Asian Fans Club telah dikunjungi sebanyak 42.811.744 pengunjung. Hal

ini berarti Asian Fans Club dikunjungi oleh rata-rata 58.646 orang setiap

hari. Jumlah posting dari juni 2009 sampai juni 2011 mencapai 16.974

post dengan grafik jumlah post yang terus meningkat setiap bulan. Pada


(40)

Setahun kemudian yaitu di bulan Juni 2010 jumlah post mengalami

meningkat pesat menjadi 629 dalam satu bulan dan terus meningkat

sampai 1.542 post dalam bulan Mei 2011 (http://scrib.com/doc).

Data di atas menunjukkan bahwa budaya pop Korea di Indonesia

berkembang sangat baik. Perkembangan ini dimulai pada tahun 2009 dan

berkembang pesat pada tahun 2011. Hingga tahun 2012 ini bertambah

14,885,253 berdasarkan situs Alexa The Web Information Company.

Dalam konsepsi budaya, budaya populer yang dibawa Korea

berada dalam dimensi konkret yang terwujud dalam artefak-artefak budaya

seperti lagu, drama, film, musik, program televisi, makanan, dan bahasa.

Sedangkan dimensi abstrak yang berupa nilai, norma, kepercayaan, tradisi,

makna, terkandung secara tidak langsung dalam artefak budaya tersebut.

Berkaitan dengan Asian Fans Club, budaya pop Korea yang diterima

kelompok penggemar di Indonesia masih terbatas pada dimensi konkret,

yaitu penerimaan terhadap musik, film, drama, dan artis-artis Korea.

Dengan demikian, berkembangnya budaya pop Korea (Korean

Wave) di Indonesia merupakan perwujudan globalisasi dalam dimensi

komunikasi dan budaya. Globalisasi dalam dimensi ini terjadi karena

adanya proses mengkreasikan, menggandakan, menekankan, dan

mengintensifikasi pertukaran serta kebergantungan informasi dalam dunia

hiburan, dalam hal ini adalah dunia hiburan Korea. Kebergantungan ini

masih dalam dimensi konkrit. Meskipun demikian, jika

korean wave

ini

tidak disertai dengan apresiasi terhadap kebudayaan nasional, maka


(41)

dikhawatirkan ekstensi kebudayaan nasional bergeser nilainya menjadi

budaya marginal (pinggiran). Apalagi prosentase terbesar penerima

korean

wave

di Indonesia adalah remaja. Padahal, remaja merupakan tonggak

pembangunan nasional. Jika remaja sekarang sudah tidak mengenal

kebudayaannya sendiri, maka kebudayaan nasional dapat mengalami

kepunahan dan berganti dengan kebudayaan baru yang tidak sepenuhnya

sesuai dengan kepribadian nenek moyang negara kita.

Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap

efek dari yang ditimbulkan oleh media massa yang berlebihan dari

kalangan remaja kota Surabaya. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi

dampak negatif yang muncul akibat dari

korean wave

agar kebudayaan asli

Indonesia masih memiliki nilai budaya yang tinggi di mata masyarakat

Indonesia.

2.1.5

Kebudayaan Indonesia

Kebudayaan Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh

kebudayaan lokal yang telah ada sebelum terbentuknya negara Indonesia

pada tahun 1945. Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan

beraneka ragam suku di Indonesia merupakan bagian integral dari

kebudayaan Indonesia (http://tiankids.web.id).

Menurut J.J. Hoenigman (http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya),

wujud kebudayaan Indonesia dibedakan menjadi tiga yaitu gagasan,

aktivitas, dan artefak.


(42)

1.

Gagasan (Wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan berbentuk ide-ide, gagasan, nilai-nilai,

norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak, tidak dapat

diraba atau disentuh.

2.

Aktivitas (tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola

dari manusia dalam masyarakat itu. Dalam hal ini, hal yang diamati adalah

pola perilaku masyarakat Surabaya terhadap budaya pop Korea yang

meliputi gaya berpakaian, model rambut, dan interaksi sosial.

3.

Artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari

aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat yang berupa

benda-benda

atau

hal-hal

yang

dapat

diraba,

dilihat,

dan

didokumentasikan.

Ketiga wujud kebudayaan di atas akan digunakan sebagai media

untuk mengetahui efek dari yang ditimbulkan oleh media massa yang

berlebihan dari kalangan remaja kota Surabaya. Kebudayaan Indonesia

dapat dikatakan tenar

apabila kebudayaan masih diketahui, dipahami atau

dimengerti, ditaati, dan dihargai (Soekanto 2006: 177) oleh masyarakat

kota Surabaya di tengah-tengah arus globalisasi budaya pop Korea (hallyu

atau korean wave).


(43)

2.1.6

Media Mengubah budaya Negara yang Berkembang

Marshall McLuhan, media-guru dari University of Toronto,

mengatakan bahwa the medium is the mass-age. Media adalah era massa.

Maksudnya adalah bahwa saat ini kita hidup di era yang unik dalam

sejarah peradaban manusia, yaitu era media massa. Terutama lagi, pada era

media elektronik seperti sekarang ini. Media pada hakikatnya telah

benar-benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku

manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi

masyarakat menjadi massa, oleh karena kehadiran media massa.

McLuhan memetakan sejarah kehidupan manusia ke dalam empat

periode: a tribal age (era suku atau purba), literate age (era literal/huruf),

a print age (era cetak), dan

electronic age (era elektronik). Menurutnya,

transisi antar periode tadi tidaklah bersifat bersifat gradual atau evolusif,

akan tetapi lebih disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi.

The Tribal Age. Menurut McLuhan, pada era purba atau era suku

zaman dahulu, manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam

berkomunikasi. Komunikasi pada era itu hanya mendasarkan diri pada

narasi, cerita, dongeng tuturan, dan sejenisnya. Jadi, telinga adalah “raja”

ketika itu, “hearing is believing”, dan kemampuan visual manusia belum

banyak diandalkan dalam komunikasi. Era primitif ini kemudian tergusur


(44)

The Age of Literacy. Semenjak ditemukannya alfabet atau huruf,

maka cara manusia berkomunikasi banyak berubah. Indera penglihatan

kemudian menjadi dominan di era ini, mengalahkan indera pendengaran.

Manusia berkomunikasi tidak lagi mengandalkan tuturan, tapi lebih

kepada tulisan.

The Print Age. Sejak ditemukannya mesin cetak menjadikan alfabet

semakin menyebarluas ke penjuru dunia. Kekuatan kata-kata melalui

mesin cetak tersebut semakin merajalela. Kehadiran mesin cetak, dan

kemudian media cetak, menjadikan manusia lebih bebas lagi untuk

berkomunikasi.

The Electronic Age. Era ini juga menandai ditemukannya berbagai

macam alat atau teknologi komunikasi. Telegram, telpon, radio, film,

televisi, VCR, fax, komputer, dan internet. Manusia kemudian menjadi

hidup di dalam apa yang disebut sebagai “global village”. Media massa

pada era ini mampu membawa manusia mampu untuk bersentuhan dengan

manusia yang lainnya, kapan saja, di mana saja, seketika itu juga.

Inti dari teori McLuhan adalah determinisme teklologi. Maksudnya

adalah penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi itulah yang

sebenarnya yang mengubah kebudayaan manusia. Jika Karl Marx

berasumsi bahwa sejarah ditentukan oleh kekuatan produksi, maka

menurut McLuhan eksistensi manusia ditentukan oleh perubahan mode

komunikasi.


(45)

Sedangkan Cultural Norms Theory (Norma Budaya) – (DeFleur).

Media massa menyampaikan informasi dengan cara-cara tertentu dapat

menimbulkan kesan yang oleh khalayak disesuaikan dengan norma-norma

dan nilai-nilai budayanya.

Pesan media mampu mengubah norma-norma budaya yang telah

ada berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini ada tiga indikator peran

media terhadap budaya, yakni:

1.

Memperkuat norma budaya.

Seperti

reality show

Etnic Runway

” di salah satu stasiun telivisi

terkemuka di Indonesia, yang menyajikan tayangan tentang budaya

Indonesia yang hampir punah oleh perkembangan jaman.

2.

Mengubah norma budaya.

Seperti serial komedi “Opera Van Java” di salah satu stasiun

telivisi terkemuka di Indonesia, yang menyajikan hiburan komedi

dihiasi dengan unsur adat Jawa (Sinden, Gendang, Baju Adat,

Wayang orang, dsb) tetapi juga di selipkan unsur kebudayaan

negara lain di setiap episodenya.

3.

Menciptakan norma budaya baru

Banyaknya serial telivisi seperti sinetron, serial film telivisi,

telenovela, dan saat ini yang diminati adalah serial film Korea.


(46)

apresiasinya, kemudian media massa memberi lahan atau tempat maka

budaya yang pada awalnya sudah mulai luntur menjadi hidup kembali.

Contoh : Acara pertunjukan Wayang Golek atau Wayang Kulit yang

ditayangkan Televisi terbukti telah memberi tempat pada budaya tersebut

untuk diapresiasi oleh masyarakat. Media massa telah menciptakan pola

baru tetapi tidak bertentangan bahkan menyempurnakan budaya lama.

Contoh : Acara Ludruk Glamor misalnya memberi nuansa baru terhadap

budaya ludruk dengan tidak menghilangkan esensi budaya asalnya.

Media massa mengubah budaya lama dengan budaya baru yang

berbeda dengan budaya lama. Contoh : Terdapat acara-acara tertentu yang

bukan tak mungkin lambat laun akan menumbuhkan budaya baru.

Menurut Paul Lazarfeld dan Robert K Merton terdapat empat sumber

utama kekhawatiran masyarakat terhadap media massa, yakitu :

1.

Sifat Media Massa yang mampu hadir dimana-mana (Ubiquity)

serta kekuatannnya yang potensial untuk memanipulasi dengan

tujuan-tujuan tertentu.

2.

Dominasi kepentingan ekonomi dari pemilik modal untuk

menguasai media massa dengan demikian media massa dapat

dipergunakan untuk menjamin ketundukan masyarakat terhadap

status quo sehingga memperkecil kritik sosial dan memperlemah

kemampuan khalayak untuk berpikir kritis.


(47)

3.

Media massa dengan jangkauan yang besar dan luas dapat

membawa khalayaknya pada cita rasa estetis dan standar budaya

populer yang rendah.

4.

Media massa dapat menghilangkan sukses sosial yang merupakan

jerih payah para pembaharu selama beberapa puluh tahun yang

lalu.

(http://rizqisme.wordpress.com/2012/04/03/236)

2.1.7

Internet

Pada awalnya, internet berasal dari sebuah jejaring komputer yang

terdiri dari beberapa komputer yang dihubungkan dengan kabel, sehingga

membentuk sebuah jaringan (network). Kemudian, jaringan-jaringan

tersebut saling dihubungkan lagi sehingga membentuk inter-network atau

biasa dikenal dengan internet untuk dapat terhubung dengan jaringan

inter-network yang mempunyai sambungan ke jaringan lain, sesuai dengan

kemajuan dibidang perangkat lunak dan perangkat keras, terminal yang

ada dalam jaringan lokal tersebut dapat disambungkan melalui saluran

telepon (remote terminal)(Febrian, 2001: 20-21)

Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap internet,

kini telah ratusan juta komputer di dunia yang terhubung dengan internet.

Menurut NUA survey pada awal tahun 2000 terdapat 248,6 juta pengguna

internet diseluruh dunia, dalam waktu sebulan bertambah hingga menjadi

26,94 juta pengguna. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data dari


(48)

juta penduduknya, jumlah pengguna internet sebanyak 1.980.000

pengguna dengan angka pertumbuhan mencapai 13,7% tiap tahunnya.

Ellul dan Goulet (dalam Bungin 2005 : 40) menyatakan bahwa

dalam dunia media informasi, sistem teknologi juga telah menguasai jalan

pikiran masyarakat, seperti yang diistilahkan dengan

theater of mind

.

Bahwa siaran-siaran media informasi yang dalam ini adalah internet

sebagai sistem teknologi terkini dan digemari oleh masyarakat, secara

tidak langsung telah meninggalkan kesan di dalam pikiran penggunanya.

Hal tersebut pada akhirnya bisa mempengaruhi jalan pikiran atau persepsi

penggunanya.

2.1.8

Youtube

YouTube adalah sebuah situs web

video sharing

(berbagi video)

populer dimana para pengguna dapat memuat, menonton, dan berbagi klip

video secara gratis. Umumnya video-video di YouTube adalah klip musik

(video klip), film, TV, serta video buatan para penggunanya sendiri.

Format yang digunakan video-video di YouTube adalah .flv yang dapat

diputar di penjelajah web yang memiliki

plugin

Flash Player. Menurut

perusahaan penelitian Internet Hitwise, pada Mei 2006 YouTube memiliki

pangsa pasar sebesar 43 persen. Pada 9 oktober 2006 diumumkan bahwa

YouTube telah dibeli google dengan harga US$1,65 miliar.

YouTube didirikan pada Februari 2005 oleh tiga orang bekas

karyawan PayPal: Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim. Hurley


(49)

pernah belajar tentang reka bentuk di Universitas Indiana Pennsylvania.

Sementara itu, Chen dan Karim sama-sama belajar komputer sains di

Universitas Illinois di Urbana-Champaign.

Sebelum peluncuran YouTube tahun 2005, terdapat beberapa

metode sederhana yang dapat digunakan oleh pengguna komputer awam

yang ingin mengunggah video secara terhubung. Dengan antarmuka yang

sederhana, YouTube memungkinkan siapa saja dengan koneksi internet

untuk mengunggah video dan penonton dari seluruh penjuru dunia dapat

menikmatinya hanya dalam beberapa menit. Keanekaragaman topik yang

ada di YouTube membuat berbagi video menjadi salah satu bagian yang

penting dalam kultur berinternet.

Contoh awal dampak sosial YouTube adalah suksesnya video

The

Bus Uncle

pada tahun 2006.

Video ini menunjukkan perdebatan antara

anak muda dengan orang tua di dalam bus di Hong Kong yang kemudian

banyak dibahas di media-media utama. Video lainnya yang mendapat

banyak perhatian adalah permainan Pachelbel's Canon dengan

menggunakan gitar listrik. Nama pemain gitar tidak dipampang di dalam

video, namun setelah ditonton oleh jutaan penonton,

The New York Times

mengungkap siapa pemain gitar misterius tersebut. Ternyata dia adalah

Lim Jeong-hyun, berumur 23 tahun yang berasal dari Korea Selatan.


(50)

1.

Chris Crocker, pemuda asal Amerika Serikat menjadi terkenal setelah

mengunggah video berjudul

Leave Britney Alone dimana di video itu

dia menangis dan memprotes perlakuan media terhadap penyanyi Pop

Britney Spears.

2.

Gary Brolsma, pemuda kelahiran Amerika Serikat ini terkenal karena

video lipsnyc Numa Numa yang dia unggah.

3.

Ghyslain Raza, pemuda Kanada ini menjadi bintang utama di video

berjudul Star Wars Kid. Di video tersebut dia memainkan sebuah stik

golf seolah-olah dia adalah seorang Jedi.

4.

Wei Wei & Huang Yixin, duo pemuda asal China ini menyebut diri

mereka sebagai Back Dorm Boys, dimana dalam video-video yang

mereka unggah, mereka selalu melakukan lipsync berbagai macam

lagu-lagu hits dunia.

Di Indonesia, dampak sosial dari YouTube terlihat dari munculnya

artis dadakan. Seperti contohnya: Briptu Norman dengan lipsync lagu

Chaiyya Chaiyya, dan Shinta dan Jojo dengan lipsync lagu keong racun.

Menurut Funco Talipu, sosiolog dari Universitas Negeri Gorontalo, video

lipsync Briptu Norman mendadak menjadi bahan perbincangan karena

momentumnya pas disaat citra Polri terpuruk. Ini menarik karena dia pakai

baju polisi, mungkin kalau tidak pakai baju polisi tidak akan menarik

perhatian. Sementara itu, kepopuleran video lipsync Shinta dan Jojo

dikarenakan syair lagu Keong Racun yang menggelitik, serta gaya Sinta

dan Jojo yang kepala dan tangannya bergoyang mengikuti irama musik.


(51)

(http://id.wikipedia.org/wiki/YouTube)

Karakteristik YouTube menyamai apa itu yang disebut aspek media

sosial yaitu sebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang

membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan

memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content”. Media

yang dapat digunakan, dimanfaatkan dan diakses oleh khlayak umum

(Kaplan, Haenlein, 2010 : 206)

2.1.9

Remaja

2.1.9.1

Pengertian Remaja

Menurut Sarwono (2004 : 71), remaja adalah masa transisi dari

periode anak-anak menuju dewasa.

Masa

remaja

menurut

Stanley

Hall,

pelopor

psikologi

perkembangan remaja (Santrock, 1999) dianggap sebagai media masa

topan-badai dan stres (strom and stress), karena mereka telah memiliki

keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri.

Sedangkan menurut Yulia S.D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa

(1991), istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukkan masa

remaja antara lain (a)

puberteit, puberty dan (b)

adolescentia.

Puberty

(bahasa Inggris) berasal dari istilah latin, pubertas yang berarti

kelaki-lakian. Pubesence dari kata pubis (public hair) yang berarti rambut (bulu)


(52)

Lebih lanjut Santrock (1998, 1999) mendefinisikan pubertas

sebagai masa pertumbuhan tulang-tulang dan kematangan seksual yang

terjadi pada awal remaja. Menurut Stanley Hall (Santrock, 1998) usia

remaja antara 12 hingga 23 tahun.

Adolescentia berasal dari istilah Latin yang berarti masa muda yang

terjadi antara usia 17-30 tahun. Yulia dan Singgih D. Gunarsa, akhirnya

menyimpulkan bahwa proses perkembangan psikis remaja dimulai antara

12-22 tahun. (Dariyo, 2004 : 13)

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa remaja

(adolescence) adalah masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak

menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek, fisik,

psikis, dan psikososial.

Menurut Richmond dan Sklansky (1984: 110) inti dari tugas

perkembangan seseorang dalam periode remaja awal dan menengahadalah

memperjuangkan kebebasan. Sedangkan menemukan bentuk kepribadian

yang khas (oleh Allport dinamakan

unifying philophy of life) dalam

periode itu belum menjadi sasaran utama.

Terlepas dari banyaknya versi definisi, deskripsi dan klarifikasi

remaja, yang jelas masa remaja adalah masa yang penuh emosi. Salah satu

ciri periode ini adalah emosi yang meledak-ledak dan sulit dikendalikan

(Sarwono, 2004 : 83).


(53)

Salah satu ciri remaja selain tanda-tanda seksualnya adalah

perkembangan psikologik dan pada identifikasi dari kanak-kanak menuju

dewasa.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa

remaja (adplescence) merupakan masa transisi atau peralihan dari masa

anak-anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan

aspek fisik, psikis dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong

remaja ini berkisar antara usia 12-22 tahun. Untuk menjadi orang dewasa,

maka remaja akan melalui masa krisis di mana remaja berusaha untuk

mencari identitas diri (search for self-identity).

2.1.9.2

Remaja dan Tokoh Idolanya

Menurut Dariyo (2004 : 70) ada beberapa faktor yang menjadi

pendorong remaja untuk memiliki tokoh idola, antara lain :

1.

Masa remaja sebagai masa transisi (peralihan) dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa ditandai ingin mencari jati diri. Untuk

mendapat gambaran identitas

yang baik,

maka

mereka

mengidolakan tokoh-tokoh yang ditemui ditengah masyarakat.

Tokoh-tokoh tersebut biasanya merupakan figur yang memiliki

karakteristik sepeti: Tegas, disiplin, berani, terkenal, cerdas/pandai,

berbakat, berkharisma, berwibawa, rendah hati, ramah dan menjadi

panutan masyarakat bangsa atau dunia internasional. Sifat-sifat

tersebut ditiru dan diinternalisasi dalam diri pribadinya.


(54)

2.

Remaja ingin mengindentifikasi karakteristik tersebut dalam diri

pribadinya. Ini berarti individu remaja akan memiliki motivasi

tinggi sehingga ia berani untuk mencoba mewujudkan keinginan,

aspirasi maupun cita-citanya dengan baik, walaupun harus

mengalami kegagalan.

3.

Sebagai pelarian kehidupan kondisi keluarga (Orang Tua).

Keluarga yang tidak memberi kasih sayang dan perhatian hangat

kepada remaja, cenderung membuat remaja melarikan diri dari

keluarga dan berusaha mencari kepuasan den kesenangannya

sendiri diluar rumah.

Jadi, sebagai individu yang telah memasuki perkembangan kognitif

masa operasi formal dan dalam masa transisi anak-anak menuju

dewasa, maka remaja merasa tertantang untuk membuktikan

kemampuan intelektualnya. Ketika remaja mengidolakan seorang

tokoh, mereka umumnya mengidentifikasinya diri pada tokoh

tersebut, lalu berusaha untuk mewujudkan dirinya seperti gambaran

tokoh idolanya itu. Caranya dengan meniru sifat-sifat, kemampuan

atau keahlian yang dimiliki oleh tokoh idola itu. Umumnya tokoh

idola yang di indentifikasikan merupakan orang-orang terkenal,

pandai dan ahli di bidangnya. Selain itu alasan pendorong mengapa

remaja memiliki tokoh idola adalah sebagai pelarian dari kondisi

keluarga yang kurang harmonis.


(1)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahsan pada bab 4, maka peneliti mempunyai kesimpulan sebagai berikut :

Ketiga narasumber itu meniru budaya Korea terutama “Gangnam Style” yaitu atributnya melalui pakaian yang mecolok, kaca mata hitam dan rambut bergaya rapi.

Keputusan inovasi dari narasumber menjelaskan bahwa narasumber memutuskan untuk menyukai kebudayaan Korea “Gangnam Style” karena gerakannya yang unik dan tidak biasa.

Jenis Saluran komunikasinya ketiga narasumber itu menjelaskan bahwa media yang mempengaruhi mereka melalui media elektronik yaitu jejaring sosial atau YouTube.

Kondisi sistem sosial ketiga narasumber terpengaruh kebudayaan Korea atau “Gangnam Style” karena pengaruh lingkungannya. Namun narasumber 2 terpengarh dirinya sendiri karena mirip dengan PSY.

Peran agen perubah menunjukkan bahwa ketiga narasumber terpengaruh oleh kebudayaan Korea “Gangnam Style” tetapi tidak terlalu fanatik dengan masih mempertahankan budaya sendiri (Indonesia).

Tahap munculnya pengetahuan menunjukkan bahwa ketiga narasumber mendapatkan manfaat yang diperoleh dari kebudayaan Korea “Gangnam Style”


(2)

98

Tahap persuasi menunjukkan bahwa ketiga narasumber menanggapi kebudayaan

Korea “Gangnam Style” dengan sikap yang positif. Karena menguntungkan bagi

narasumber yaitu seringnya mengadakan show.

Tahap keputusan menunjukkan bahwa ketiga narasumber menanggapi

kebudayaan Korea “Gangnam Style” dengan melakukan aktifitas berkumpul bersama

komunitas dan melakukan gerakan tarian “Gangnam Style”.

Tahap Implementasi menunjukkan bahwa ketiga narasumber menggunakan

kebudayaan Korea “Gangnam Style”.

Tahap konfirmasi menunjukkan bahwa ketiga narasumber menguatkan dalam

mengambil keputusan dengan mengikuti komunitas pecinta Korea.

Dengan hal tersebut diatas, maka ketiga narasumber tersebut menerima

kebudayaan Korea “Gangnam Style” dengan positif tanpa meninggalkan kebudayaan

Indonesia. Dengan cara menciptakan tarian baru yang dilakukan oleh narasumber 1.

Sedangkan narasumber 2 dan 3 belum mengadopsi tetapi masih menginovasi, artinya

belum menciptakan tarian baru.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang di peroleh, peneliti memberikan saran bagi beberapa

pihak, yaitu sebagai berikut:

1. Bagi Pecinta Korea

Bagi para pecinta budaya walau saat ini kebudayaan Korea sedang menjadi tren, tidak

seharusnya menanggapinya secara berlebihan. Sebaiknya jadikan hal ini sebagai


(3)

BUKU

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Brown, Lawrence A., Innovation Diffusion: A New Perpevtive. New York: Methuen and Co.

Danandjaja. 1988. Antropologi Psikologi. Jakarta: Rajawali.

Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Gahlia Indonesia.

Effendhie, Machmoed. 1999. Sejarah Budaya. Jakarta: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Ellul, Jacques. The Technological System (New York: Continuum,1980).

Fiske, John. 1995. Understanding Popular Culture. London; New York : Routledge.

Goulet, Denis, The Uncertain Promise (New York: IDOC, 1977).

Griffin, Emory A., A First Look at Communication Theory, 5th edition, New York: McGraw-Hill, 2003, page 341—354

Gunarsa, S. D. Dan Gunarsa, Y. S. D. 1995. Psikologi Anak dan Remaja. Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Hanafi, Abdillah. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional

Kaplan, A.M., Haenlein, M., 2010. Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media. Business Horizons 53(1), 59–68.


(4)

1001 1

Koentjaraningrat. 1985, Manusia dan Budaya. Jakarta: gramedia

Kountur, Ronny. 2007. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dam Tesis. Jakarta : PPM

Kriyantono, Rakhmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana

Moleong, Lexy J. 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Rakhmat, Jalaludin. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations, London: The Free Press.

Rogers, Everett M., 1983, Diffusion of Innovations. London: The Free Press.

Rogers, Everett M, 1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New York: Tree Press.

Santrock, J, W. 1998. Adolescence. (edisi ke 7). Boston : McGraw Hill

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Savage, R.L, “The Diffusion if Information Approach” dalam D.D. Nimmo and K.R. Sanders (eds.), Handbook of Political Communications, Sage Publications, Beverly Hills, 1981.


(5)

Strinati, Dominic. (2003), Popular Culture pengantar menuju teori Budaya Populer, (terjemahan), Bentang Budaya, Jogjakarta.

Suparto. 1985. Sosiologi dan Antropologi SMA Kelas II Semester 3-4 Program Ilmu- ilmu Sosial dan Pengetahuan Budaya. Bandung: Armico.

Williams, Raymond, (1983) Keyword, London: Fontana.

INTERNET

Scribd. 2011. Korean Wave di Indonesia, Budaya Pop Internet, dan Fanatisme Remaja. Online. Diposkan pada 2011 di http://www.scribd.com/doc.

Tian. 2010. Pola Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia. Online. Diposkan oleh Tiankids pada 2010 di http://tiankids.web.id/pola-kehidupan-sosial-budaya-masyarakat-indonesia..

Wikipedia Bahasa Indonesia. 2010. Korean Wave. Online. Diposkan pada 2010 di http://id.wikipedia.org/wiki/Korean_wave.

Wikipedia Bahasa Indonesia. 2012. Kota Surabaya. Diposkan pada 2012 di http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surabaya

1

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40808

Wikipedia Bahasa Indonesia. 2012. YouTube. Diposkan pada 2012 di http://id.wikipedia.org/wiki/YouTube

1

http://sosbud.kompasiana.com/2012/03/27/pendidikan-dan-atau-kebudayaan/ 1

https://kpopgalaxies.wordpress.com/2012/07/25/pengaruh-korean-wave-di-indonesia 1

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab1/2012-1-00379-MC%20Bab%201.pdf 1


(6)

1021 1

1

http://eka-karatika.blogspot.com/2011/11/karya-ilmiah-pengaruh-budaya-pop-korea.html

1

http://eka-karatika.blogspot.com/2011/11/karya-ilmiah-pengaruh-budaya-pop-korea.html

1

http://pezat51newscommunity.blogspot.com/2011/04/maraknya-perkembangan-korea-di.html

1

http://pezat51newscommunity.blogspot.com/2011/04/maraknya-perkembangan-korea-di.html

1

http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2012/10/121005_gangnamenglishstyle.shtml 1

http://tekno.kompas.com/read/2012/09/10/12261885/Video.Gangnam.Style.Ditonton.13 0.Juta.Kali.di.YouTube

1

http://tekno.kompas.com/read/2012/09/25/11341036/Gangnam.Style.Jadi.Video.Paling. Disukai.di.YouTube

1