PENGARUH DOSIS UREA DALAM AMONIASI DAUN NENAS VARIETAS Smooth cayene TERHADAP KADAR BAHAN KERING, ABU, DAN SERAT KASAR

(1)

ABSTRAK

PENGARUH DOSIS UREA DALAM AMONIASI DAUN NENAS VARIETAS Smooth cayene TERHADAP KADAR BAHAN KERING, ABU, DAN SERAT KASAR

Oleh

FEBRI PUSPITASARI

Provinsi Lampung sebagai daerah lumbung ternak mengakibatkan diperlukannya pasokan pakan yang tersedia secara berkelanjutan sepanjang tahun, sehingga diupayakan pakan yang berbasis pada limbah industri pertanian, salah satunya daun nenas. Namun, daun nenas dalam keadaan segar memiliki kandungan serat kasar yang tinggi dan kandungan protein yang rendah. Oleh karena itu, daun nenas dilakukan amoniasi dengan dosis penambahan urea yang berbeda untuk dapat mengurangai kandungan serat kasarnya yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan urea dan perlakuan terbaik pada amoniasi daun nenas varietas Smooth cayene terhadap organoleptik (warna, tekstur, aroma), kadar bahan kering, abu dan serat kasar.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan sampel daun nenas diperoleh dari PT Great Giant Pineapple, Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Perlakuan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan berupa penambahan urea dengan dosis 0%; 1,5%; 3% dan 4,5%. Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1% dan akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) apabila nilai analisis ragam menunjukkan hasil yang nyata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian urea pada dosis yang berbeda-beda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap organoleptik (warna, tekstur, aroma) dan kadar serat kasar daun nenas, tetapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan bahan kering. Perlakuan terbaik pada amoniasi daun nenas varietas Smooth cayene

adalah penambahan urea dengan dosis 1,5 %.


(2)

(3)

PENGARUH DOSIS UREA DALAM AMONIASI DAUN NENAS VARIETAS Smooth cayene TERHADAP KADAR BAHAN KERING, ABU, DAN SERAT KASAR

(Skripsi)

Oleh

FEBRI PUSPITASARI

FEBRI PUSPITASARI

FEBRI PUSPITASARI

FEBRI PUSPITASARI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman nenas varietas Smooth cayene dan bagian-bagiannya .. 7

2. Skema selulosa ... 12

3. Skema lignin ... 13

4. Bagan zat-zat makanan dalam pakan ... 20

5. Daun nenas yang digunakan ... 30

6. Bagian tanaman nenas yang disisihkan ... 31

7. Pengambilan sampel di lapangan ... 60

8. Pencampuran larutan urea ke dalam sampel ... 60

9. Sampel amoniasi daun nenas hari ke 1 ... 61

10.Sampel amoniasi daun nenas hari ke 7 ... 61

11.Daun nenas cacah segar ... 62


(5)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tujuan Penelitian ... 2

1.3.Kegunaan Penelitian ... 3

1.4.Kerangka Pemikiran ... 3

1.5.Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1.Limbah Daun Nenas ... 5

2.2.Amoniasi ... 10

2.2.1.Dosis urea ... 15

2.2.2.Suhu ... 17

2.2.3.Lama Perlakuan ... 17

2.2.4.Kandungan air bahan... 17


(6)

ii

2.2.6.Perlakuan lain terhadap bahan ... 18

2.3.Analisis Proksimat ... 19

2.3.1.Bahan Kering ... 20

2.3.2.Serat Kasar ... 21

a. Selulosa... 22

b. Lignin ... 23

2.3.3.Kadar Abu ... 24

III. BAHAN DAN METODE ... 26

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

3.2.Bahan dan Alat Penelitian ... 26

3.3.Metode Penelitian ... 27

3.3.1.Perlakuan ... 27

3.3.2.Rancangan Penelitian ... 28

3.3.3.Peubah yang diukur ... 28

3.3.4.Analisis data ... 29

3.4.Pelaksanaan Penelitian ... 29

3.4.1.Tahap persiapan ... 29

3.4.2.Tahap pelaksanaan... 32

3.4.3.Panen ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1.Pengaruh Penambahan Urea terhadap Organoleptik (Warna, Tekstur, Aroma) Daun Nenas Varietas Smooth cayene ... 36

4.1.1.Warna ... 36

4.1.2.Tekstur... 38


(7)

iii

4.2.Pengaruh Penambahan Urea terhadap Kadar Bahan Kering

Daun Nenas Varietas Smooth cayene ... 42

4.3.Pengaruh Penambahan Urea terhadap Kadar Abu Daun Nenas Varietas Smooth cayene ... 45

4.4.Pengaruh Penambahan Urea terhadap Kadar Serat Kasar Daun Nenas Varietas Smooth cayene ... 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(8)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis proksimat limbah daun nenas (% bahan kering) ... 9

2. Komposisi kimia serat daun nenas ... 10

3. Aktivitas enzim urease dari ekstrak tanaman dan feses ternak .... 18

4. Kandungan nutrisi daun nenas segar Smooth cayene (% BK) ... 27

5. Tata letak percobaan ... 28

6. Asumsi penilaian organoleptik (warna, tekstur, aroma) ... 33

7. Warna daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari ... 36

8. Tekstur daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari ... 39

9. Aroma daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari ... 41

10.Kadar bahan kering daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari (berdasarkan bahan segar) ... 43

11.Kadar abu daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari (berdasarkan bahan kering) ... 46

12.Kadar serat kasar daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari (berdasarkan bahan kering) ... 49

13.Analisis ragam warna daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari 57 14.Warna daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari ... 57

15.Analisis ragam tekstur daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari 57 16.Tekstur daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari ... 58


(9)

v

17.Analisis ragam aroma daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari 58 18.Aroma daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari ... 58 19.Analisis ragam kadar bahan kering daun nenas setelah inkubasi

selama 7 hari (berdasarkan bahan segar) ... 59 20.Analisis ragam kadar abu daun nenas setelah amoniasi selama

7 hari (berdasarkan bahan kering) ... 59 21.Analisis ragam kadar serat kasar daun nenas setelah inkubasi


(10)

(11)

(12)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala nikmat karunia, ridho dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat serta pengikutnya, semoga mendapatkan syafa’at di hari akhir.

Kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan

penelitian dan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih setulus hati kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Ir. Muhtarudin, M.S., selaku Ketua Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung;

3. Ibu Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc., selaku Pembimbing Utama atas kesediaan dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan, arahan, nasihat, kritik dan saran selama penelitian dan proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Ir. Syahrio Tantalo YS., M.P., selaku Pembimbing Anggota atas

kesediaan dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan, nasihat, kritik dan saran selama penelitian dan proses penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak Dr. Ir. Erwanto, M.S., selaku Penguji Utama atas kritik dan saran selama penelitian dan proses penyelesaian skripsi ini;


(13)

6. Ibu Dewi P. Widiarini, selaku Pembimbing Lapang dari Departement Reserch and Development PT. Great Giant Pineapple atas bimbingan, arahan dan nasihatnya selama proses pengambilan sampel daun nenas di lapangan; 7. PT. Great Giant Pineapple, atas izin pengambilan sampel daun nenas yang

diberikan untuk penelitian ini;

8. Ibu Ir. Idalina Harris, M.S., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan nasihatnya selama penulis menjalankan masa studi;

9. Bapak Liman, S.Pt., M.Si., selaku kepala Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak dan Mbak Ratna selaku asisten laboratorium, atas izin penggunaan laboratorium serta bantuan dan bimbingannya selama penelitian;

10.Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan, atas ilmu yang diberikan selama masa studi serta staff administrasi dari Jurusan Peternakan dan Fakultas Pertanian;

11.Bapak dan Ibu tercinta serta adik dan keluarga yang selalu memberikan doa, kasih sayang, perhatian, nasihat dan kesabaran serta materil bagi penulis untuk dapat menyelesaikan studinya;

12.Eka, Rahmadi, Richard dan Gyta, teman seperjuangan dalam penelitian, terima kasih atas bantuannya selama melaksanakan penelitian dan mengolah data penelitian ini;

13.Suparno yang selalu setia menemani, memotivasi serta memberi semangat bagi penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini; 14.Ulvi, Hevi, Komalasari, Marlia, Pipit, Dike, Ova, Yuri, Mbak Reni,


(14)

15. Zulfi, Andri (Alm), Rahdian, Reza, Olyvia, Irmaylin, Mevi, Herlina, Novia, Melati, Yayu, Elga, Iin, Arni, Tri, Dani R, Nopen, Rojab, Aziz, Bomy, Vera, Lia, Liza, Dimas, Maul, Tias, Alda, Alden, Sadam, Deni, Dani P, Nyoman, Akhmad, Wayan, Fadillah, Darwin, Nendy, angkatan ’07, ’08, ’10, ’11 dan seluruh mahasiswa Jurusan Peternakan Universitas Lampung.

Penulis berharap semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Amin.

Bandar Lampung, 9 September 2014 Penulis,


(15)

MOTO

“ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak

mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan

diminta pertanggungjawabannya ”

(Q.S. Al-Isra [17]:36)

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar

(Khalifah Umar)

Segala sesuatu yang besar belum tentu baik, tapi segala sesuatu yang baik mulia sifatnya


(16)

PERSEMBAHAN

Alhamdulilahhirobbil ‘alamin, puji

syukur kehadirat Allah SWT

atas segala rahmat, hidayah-Nya, dan sholawat serta salam selalu

dijunjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri

tauladan dan pemberi syafa

at di hari akhir.

Kupersembahkan sebuah karya dengan penuh cinta dan

perjuangan sebagai rasa sayang dan baktiku kepada kedua orang

tuaku yang selalu membimbing, menyayangi dan mendoakanku.

Semoga dapat mengobati rasa lelahnya dalam membesarkan dan

mendidikku hingga akhir.

Dan terima kasih setulus hati kuucapkan kepada adikku, seluruh

keluarga dan para sahabat yang senantiasa mengiringi langkahku

dengan doa dan dukungan dalam menuntut ilmu.

Terima kasih teruntuk seseorang yang setia menyemangati dan

memotivasiku dalam memperjuangkan cita-cita. Semoga kita dapat

disatukan dalam indah cinta-Nya.

Kepada segenap guru dan dosen, kuucapkan terima kasih tak

terhingga untuk segala ilmu berharga yang diajarkan sebagai

wawasan dan pengalaman.

Serta almamater tercinta yang selalu kubanggakan, yang turut

mendewasakan sikap dan pikiranku.


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kalirejo, Lampung Tengah pada 24 Februari 1992, putri pertama (dua bersaudara) dari pasangan Bapak Sudarmaji dan Ibu Marsini.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Xaverius Terbanggi Besar 1998; sekolah dasar di SD Xaverius Terbanggi Besar 2004; sekolah menengah pertama di SMP Xaverius Terbanggi Besar 2007; sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar 2009. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa S1 Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2009 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis melaksanakan Praktik Umum di Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) Balai

Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Terbanggi Besar, Lampung Tengah pada Januari-Februari 2012. Pada Juni-Agustus 2012, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Bali Sadhar Selatan, Kecamatan Banjit, Way Kanan.

Selama masa studi, penulis terdaftar sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMAPET) sebagai Anggota Bidang I Pendidikan dan Pelatihan periode kepengurusan 2010/2011. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Kimia Dasar dan mata kuliah Biokimia pada tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012; Teknologi Pengolahan Pakan pada tahun ajaran 2013/2014; serta Asisten Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak pada tahun ajaran 2013/2014.


(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Salah satu perusahaan pengalengan nenas terbesar di Asia, yaitu PT Great Giant Pineapple memiliki luas area perkebunan mencapai ± 80.000 ha dengan varietas nenas yang ditanam adalah Smooth cayene. Perkebunan ini

menghasilkan buah dengan hasil sampingan berupa sisa tanaman nenas, yaitu daun sebanyak 90%, tunas batang 9%, dan batang 1%. Total sisa daun nenas dari perusahaan tersebut dapat mencapai ± 9 ton/ha/tahun dan dimanfaatkan sebagai pupuk untuk lahan perkebunannya. Namun, pemanfaatannya sebagai pupuk membutuhkan waktu yang relatif lama dan limbah tersebut tidak terserap semua.

Selain itu, Provinsi Lampung sebagai daerah lumbung ternak memerlukan banyak pasokan pakan yang ketersediaannya harus berkelanjutan di setiap musim. Oleh karena itu, diupayakan pakan berbasis limbah industri pertanian untuk memenuhi kebutuhan ternak.

Daun nenas diharapkan dapat mengatasi masalah ketersediaan pakan, khususnya di daerah Lampung Tengah. Hal ini, karena daun nenas tersedia secara berkelanjutan. Penanaman dan pemanenan buah nenas tidak


(19)

2 tersedia setiap hari dalam jumlah besar, yaitu mencapai ± 9 ton/ha/tahun. Dari segi nutrisi, daun nenas segar memiliki kandungan nutrisi berupa protein kasar 9,05%, serat kasar 29,12%, abu 5,64%, lemak kasar 5,08%, dan BETN 39,60% (berdasarkan bahan kering). Berdasarkan kandungan tersebut, diharapkan daun nenas varietas Smooth cayene dapat dimanfaatkan sebagai pengganti rumput segar. Akan tetapi, daun nenas dalam keadaan segar memiliki kandungan protein yang rendah (9,05%) dan serat kasar yang cukup tinggi ( 29,12% ) sehingga dapat menurunkan daya cerna pakan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan penambahan urea atau proses amoniasi pada daun nenas varietas Smooth cayene agar dapat meningkatkan daya cerna pakan daun nenas tersebut.

1.2.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. mengetahui pengaruh penambahan urea dalam amoniasi daun nenas varietas Smooth cayene terhadap organoleptik (warna, tekstur, aroma), kadar bahan kering, abu dan serat kasar;

b. mengetahui perlakuan terbaik pada amoniasi daun nenas varietas Smooth cayene terhadap organoleptik (warna, tekstur, aroma), kadar bahan kering, abu dan serat kasar.


(20)

3 1.3.Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi tentang pemanfaatan daun nenas bagi peternak, khususnya PT Great Giant Pineapple Terbanggi Besar, Lampung Tengah.

1.4.Kerangka Pemikiran

Daun nenas, khususnya yang berasal dari PT Great Giant Pineapple jumlahnya dapat mencapai ± 9 ton/ha/tahun dan tersedia sepanjang tahun. Kandungan nutrisi daun nenas berdasarkan persentase bahan kering yaitu, protein kasar 9,05%, serat kasar 29,12%, abu 5,64%, lemak kasar 5,08%, dan BETN 39,60% memungkinkan daun nenas untuk dimanfaatkan sebagai pakan. Akan tetapi, rendahnya kandungan protein dan tingginya serat kasar daun nenas dapat mengurangi daya cerna pakan.

Nilai kandungan nutrisi daun nenas dapat diperbaiki dengan teknik

pengolahan pakan berupa penambahan urea dalam bahan pakan atau dikenal dengan amoniasi. Amoniasi dapat memutuskan ikatan antara selulosa dan lignin (lignoselulosa) menjadi lebih sederhana. Selain itu, penambahan urea atau (NH2)2CO dalam bahan pakan dapat meningkatkan kandungan protein

bahan. Hal ini menyebabkan persentase protein meningkat, sedangkan persentase serat kasar diharapkan akan menurun.

Penambahan urea dalam pakan harus diukur dosisnya secara tepat agar dapat memberi hasil yang optimal. Beberapa penelitian yang telah dilakukan


(21)

4 tentang amoniasi menunjukkan bahwa pemberian urea dengan dosis 3% dapat memaksimalkan penguraian serat kasar bahan pakan berupa jerami akibat peningkatan aktivitas mikroba rumen dalam menghancurkan ikatan antara lignin, selulosa, dan silika. Selain itu, lama perlakuan amoniasi yang optimal adalah 7 hari pada suhu 300C dan kandungan air bahan ± 30%.

1.5.Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

a. terdapat pengaruh penambahan urea pada amoniasi daun nenas varietas

Smooth cayene terhadap organoleptik (warna, tekstur, aroma), kadar bahan kering, abu dan serat kasar;

b. terdapat perlakuan terbaik pada amoniasi daun nenas varietas Smooth cayene yaitu 3% urea dari bahan kering jumlah daun nenas.


(22)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Limbah Daun Nenas

Nenas atau Anenas comosus merupakan jenis tanaman berupa semak dengan daging buah berwarna kuning, berbiji tertutup dan batang terselimuti oleh daun. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada tahun 1599 sebagai tanaman hias. Berikut ini adalah klasifikasi dari tanaman nenas.

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Kelas : Angiospermae (berbiji tertutup) Ordo : Farinosae (Bromeliales)

Famili : Bromiliaceae

Genus : Anenas

Species : Anenas comosus (L) Merr Sumber : Bappenas (1999)

Berdasarkan bentuk daun dan buahnya, terdapat 4 golongan nenas yang banyak dikenal, yaitu Cayene dengan bentuk daun halus, tidak berduri, dan buah besar;

Queen dengan bentuk daun pendek berduri tajam, dan buah lonjong mirip kerucut;


(23)

6 dan buah bulat dengan mata datar; dan Abacaxi dengan bentuk daun panjang, berduri kasar, dan buah silindris atau seperti piramida. Varietas cultivar nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene dan Queen dengan ragam varietas cultivar yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang (Bappenas, 1999).

Ditinjau dari produksinya, nenas merupakan salah satu buah terpenting dari daerah tropika. Indonesia termasuk produsen nenas terbesar ke-5 di dunia setelah Brazil, Thailand, Filipina, dan Cina. Bagian yang menjadi sisa dari tanaman ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sisa tanaman nenas berupa daun, tangkai, buah afkir, batang dan akar; serta sisa dari pengalengan nenas berupa kulit, mahkota, pucuk, inti buah atau bonggol, dan ampas buah.

Sisa tanaman nenas yang memiliki persentase tertinggi adalah pada bagian daunnya, yaitu 90%. Tanaman nenas dewasa dapat menghasilkan 70 – 80 lembar atau 3–5 kg daun nenas. Dalam setiap hektar area perkebunan nenas

menghasilkan ± 9 ton limbah daun nenas per tahunnya yang dimanfaatkan kembali sebagai pupuk (Kementrian Perindustrian, 2004).

Perusahaan pengalengan nenas terbesar di Asia, yaitu PT Great Giant Pineapple yang berlokasi di Jl. Lintas Sumatra Km. 77, Terbanggi Besar, Lampung Tengah merupakan perusahaan yang mengekspor produknya ke 50 negara dan menguasai 15 – 20% konsumsi nenas kaleng dunia. Perusahaan ini memiliki lahan

perkebunan seluas ± 80.000 ha dengan varietas cultivar nenas yang ditanam adalah Smooth cayene atau yang lebih dikenal dengan nenas Bogor. Jenis tanaman nenas ini memiliki ciri-ciri berdaun panjang, lebar, tidak berduri,


(24)

7 berwarna hijau tua kemerahan dengan jumlah daun pada tiap tanaman antara 40 – 60 lembar, panjang batang antara 20 – 50 cm dan terselimuti daun, panjang tangkai buah antara 7,5 – 15 cm, bobot buahnya dapat mencapai 2,5 kg dengan mata buah yang besar, warna kulit buah hijau tua sampai kuning kemerahan, dan rasa daging buah manis.

Daun nenas dari PT. Great Giant Pineapple jumlahnya sekitar 2 kg daun/tanaman dengan jumlah tanaman/ha ± 4.500 tanaman, sehingga rata-rata produksi daun/ha mencapai ± 9.000 kg daun/ha.

Tanaman nenas varietas Smooth cayene dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada Gambar 1.


(25)

8 Tanaman nenas diperbanyak dengan menggunakan bibit vegetatif, seperti tunas anakan yang tumbuh pada bagian batang di bawah tanah, tunas samping yang tumbuh pada batang, tunas mahkota diatas buah dan tunas-tunas yang tumbuh di tangkai buah (slip).

Bibit dari tunas anakan akan berbuah setelah berumur 12 bulan, bibit asal tunas samping 15 – 18 bulan, bibit asal tangkai buah 19 – 20 bulan, sedangkan bibit asal mahkota 22 – 24 bulan. Populasi tanaman berkisar antara 4.000 – 5.000 tanaman per ha. Biasanya bibit ditanam dalam bedengan dengan jarak tanam antara 75 – 90 cm (Fath, 2009).

Menurut Devendra (1980), limbah pertanian memiliki sifat sebagai berikut : a. Nilai nutrisi rendah, terutama protein dan kecernaannya;

b. Bersifat bulky sehingga biaya angkut menjadi mahal karena membutuhkan ruang yang lebih besar per satuan berat tertentu;

c. Kelembabannya tinggi dan menyulitkan penyimpanan;

d. Sering terdapat komponen yang kurang disukai ternak dan mengandung racun. Selain itu, dinding selnya terselimut oleh kompleks/kristal-kristal silika (Van Soest dan Jones, 1968) dan proses lignifikasi yang telah lanjut serta struktur selulosanya sudah berbentuk kristal (Jackson, 1977).

Namun, limbah daun nenas yang berasal dari PT Great Giant Pineapple justru berpotensi untuk digunakan sebagai pakan alternatif karena jumlahnya sangat banyak dan tersedia sepanjang musim. Berdasarkan bentuk fisiknya, limbah daun nenas ini memiliki bentuk panjang dan lebih lebar tanpa duri-duri halus di tepian


(26)

9 daunnya serta warna yang hijau tua kemerahan sehingga lebih disukai ternak dan tidak melukai ternak. Selain itu, bila ditinjau dari segi nilai nutrisinya, limbah daun nenas dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif pengganti rumput segar di musim kemarau yang sifatnya cepat mengenyangkan.

Menurut Suparjo (2008), daun nenas merupakan salah satu jenis pakan yang cukup baik bagi ternak ruminansia, pemberiannya dapat dilakukan dalam bentuk segar, kering, atau silase. Ternak ruminansia dapat mengkonsumsi 15 – 20 kg daun nenas segar per ekor per hari tanpa menimbulkan pengaruh negatif. Hasil analisis proksimat limbah daun nenas disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis proksimat limbah daun nenas (% bahan kering)

Komponen PK SK Abu LK BETN

Daun Segar 9,1 23,6 4,9 1,6 60,8

Daun Silase 6,0 22,8 10,0 2,9 58,3

Daun Kering (Hay) 3,5 16,2 5,2 0,5 74,6

Sumber : Suparjo (2008) Keterangan :

PK : Protein kasar LK : Lemak kasar

SK : Serat kasar BETN : Bahan ekstrak tanpa nitrogen

Serat nenas terdiri atas selulosa dan non selulosa serta lignin yang terdapat pada bagian tengah daun. Selain itu lignin juga terdapat pada lamela dari serat dan dinding sel seratnya. Serat yang diperoleh dari daun nenas muda kekuatannya relatif rendah dan seratnya lebih pendek dibanding serat dari daun yang sudah tua. Menurut Lubis (1963) kadar serat kasar yang tinggi dapat mengganggu

pencernaan zat-zat yang lainnya, akibatnya tingkat kecernaan menjadi menurun. Kadar serat yang tinggi akan menurunkan nilai TDN (Total Digestible Nustrients) dari bahan pakan.


(27)

10 Komposisi kimia serat daun nenas ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia serat daun nenas

Komposisi kimia serat daun nenas Nilai

Selulosa 69,5 – 71,5 %

Pentosan 17,0 – 17,8 %

Lignin 4,4 – 4,7 %

Pektin 1,0 – 1,2 %

Lemak dan Wax 3,0 – 3,3 %

Abu 0,71 – 0,87 %

Zat-zat lain (protein, asam organik, dll.) 4,5 – 5,3 % Sumber : Onggo dan Jovita (2003)

2.2.Amoniasi

Amoniasi adalah salah satu metode pengolahan pakan secara kimia dengan cara penambahan alkali dan asam yang difermentasi secara aerob atau anaerob

(Pigden dan Bender, 1978). Prinsip amoniasi menurut Hanafi (2008) yaitu suatu proses perombakan dari struktur keras menjadi struktur lunak dengan bantuan bahan kimia sumber amonia atau NH3 agar dapat meningkatkan daya cerna dan

kandungan nitrogen (protein) bahan pakan.

Tujuan dari proses amoniasi menurut Setyono dkk., (2009) adalah melarutkan mineral silikat, menghidrolisis ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa, meningkatkan kecernaan, meningkatkan kandungan protein kasar, serta menekan pertumbuhan jamur. Ditambahkan oleh Rahardi (2009), bahwa manfaat amoniasi yaitu merubah tekstur bahan menjadi lebih lunak dan rapuh, meningkatkan energi bruto tetapi menurunkan kadar BETN dan dinding sel, meningkatkan bahan organik, energi tercerna, dan konsumsi pakan.


(28)

11 Menurut Hanafi (2004), pengolahan dengan cara amoniasi mempunyai beberapa keuntungan, antara lain :

a. Sederhana cara pengerjaannya dan tidak berbahaya;

b. Lebih murah dan mudah dikerjakan dibanding dengan NaOH;

c. Cukup efektif untuk menghilangkan aflatoksin (kontaminasi mikroorganisme); d. Meningkatkan kandungan protein kasar;

e. Tidak menimbulkan polusi dalam tanah.

Ditambahkan oleh Kartasudjana (2001) bahwa proses amoniasi juga dapat memusnahkan telur cacing yang terdapat pada hijauan (bila ada).

Hasil penelitian Warly (1994) menunjukkan bahwa perlakuan amoniasi meningkatkan daya cerna jerami padi baik secara in vivo, in vitro,maupun in sacco, serta meningkatkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan ternak domba.

Tiga sumber amonia yang dapat digunakan dalam proses amoniasi adalah NH3

dalam bentuk gas cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea atau (NH2)2CO

dalam bentuk padat. Bahan sumber amonia yang disarankan untuk digunakan adalah urea karena lebih murah, mudah dalam penggunaannya, dan sedikit toksik yang ditimbulkan. Hal ini sesuai dengan kriteria zat kimia untuk pengolahan pakan yang dikemukakan oleh Owen dkk., (1984), yaitu harus efektif dalam meningkatkan daya cerna dan atau konsumsi, murah dan mudah didapat secara lokal, tidak meninggalkan residu yang beracun pada ternak, serta feces dan urin yang dikeluarkan tidak mengakibatkan polusi bagi lingkungan. Bahan tersebut juga harus mudah ditangani dan tidak membahayakan bagi peternak.


(29)

12 Urea yang digunakan adalah urea yang umumnya digunakan untuk pupuk,

berbentuk kristal putih dan higroskopis (Siregar, 1995). Dalam 1 kg urea mengandung nitrogen sebanyak 42 – 45%, setara dengan protein kasar antara 262 – 281% (Belasco, 1954).

Perlakuan amoniasi menggunakan bahan sumber amonia berupa urea telah terbukti dapat meningkatkan kecernaan bahan organik pakan. Hal ini karena perlakuan urea merupakan hasil dari dua proses yang dilakukan secara simultan, yaitu hidrolisis urea (ureolysis) dan kerja amonia terhadap dinding sel bahan. Hidrolisis urea merupakan reaksi enzimatis yang memerlukan enzim urease dalam media perlakuan. Urea yang telah terurai menjadi NH3 akan berikatan dengan air

atau H2O dan mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan OH. NH3 yang berada

pada suasana netral atau pH 7 akan lebih banyak terdapat sebagai NH+ sehingga amoniasi akan serupa dengan perlakuan alkali.

Gugus OH dapat memutuskan ikatan hidrogen antar karbon pada molekul glukosa yang terdapat pada ikatan selulosa, lignoselulosa, dan lignohemiselulosa. Kedua ikatan tersebut bersifat labil alkali (dapat diputus dengan perlakuan alkali) sehingga pakan akan lebih mudah memuai dan dicerna oleh mikroba rumen. Berikut ditampilkan gambar skema selulosa dan lignin pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2. Skema selulosa Sumber : Isroi (2008)


(30)

Pemuaian pakan akan sehingga perlakuan am sulit bahkan tidak dice cerna pakan lebih jauh Perlakuan amoniasi ju dengan gugus asetil da asetat yang pada akhir Urea dapat melonggar lignoselulosa memben memudahkan penetras

Gambar 3. Skema lignin Sumber : Isroi (2008)

an melarutkan deposit lignin pada dinding dan amoniasi juga dapat menurunkan kadar zat ma icerna oleh ternak dan berdampak pada peningk auh (Hanafi, 2008).

juga akan menyebabkan amonia terserap dan b dari bahan pakan, kemudian membentuk garam hirnya terhitung sebagai protein bahan (Sutardi garkan ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulo bengkak dan bagian selulosa kristal berkurang, trasi enzim yang dihasilkan mikroba rumen (Ha

13

ruang antar sel akanan yang ngkatan daya

berikatan ram amonium rdi dkk., 1993).

ulosa, sehingga sehingga Hanafi, 2004).


(31)

14 Menurut Sundstol dan Coxworth (1984), prinsip utama dari kerja amonia adalah merusak atau melonggarkan ikatan lignoselulosa dan meningkatkan daya larut hemiselulosa sehingga mudah dicerna mikroorganisme rumen. Amoniasi juga meningkatkan kandungan nitrogen melalui terfiksasinya nitrogen kedalam

jaringan sel-sel bahan pakan yang kemudian terhitung sebagai protein bahan serta berfungsi sebagai pengawet pada bahan pakan.

Hal yang sama diungkapkan oleh Jackson (1977) bahwa penambahan bahan alkali terhadap bahan berkualitas rendah dapat menghidrolisis ikatan ester antara lignin dengan selulosa (lignoselulosa) dan hemiselulosa (lignohemiselulosa), memutus ikatan ester antara hemiselulosa dengan gugus asetil dan mengurangi atau menghilangkan kristal selulosa. Akan tetapi, urea sendiri tidak dapat

menggantikan protein, urea dapat mensuplai nitrogen amino tetapi bagian lain dari molekul protein harus diperoleh dari sumber lain (Banerjee, 1978). Menurut Sutardi (1977) dan Banerjee (1978), kerangka karbon dan hidrogen dari molekul protein dapat diperoleh dari karbohidrat yang mudah difermentasi.

Proses amoniasi harus dilakukan dalam keadaan anaerob (tanpa oksigen) supaya glukosa bahan dapat diubah dalam reaksi respirasi menjadi piruvat. Tahapan pertama dalam reaksi respirasi adalah glikolisis. Glikolisis dimulai dari satu molekul glukosa sampai tahap akhirnya akan dihasilkan 2 molekul piruvat. Tahap ini juga akan menghasilkan 2 ATP dan memberikan dua elektron dan satu

hidrogen pada NAD+ sehingga menjadi NADH (Whiting, 1970). Selain itu, keadaan anaerob akan menyebabkan panas yang berasal dari reaksi gas amoniak


(32)

15 akan termanfaatkan untuk mempercepat waktu proses amoniasi karena semakin memudahkan proses pemutusan ikatan selulosa.

Cara amoniasi dibedakan menjadi dua, cara basah dan cara kering. Perbedaan keduanya hanya terletak pada penggunaan urea yang dilarutkan atau tidak dilarutkan dalam air. Cara yang lebih dianjurkan adalah amoniasi basah karena dengan pelarutan urea dalam air, amonia akan tersebar merata dalam bahan karena sifat air yang mengalir dan menempati ruang (Komar, 1984).

Untuk disimpan jangka lama, bahan pakan amoniasi harus dijemur dan

dikeringkan di panas matahari selama kurang lebih satu minggu hingga kadar air mencapai 20%. Daya simpan bahan pakan amoniasi tersebut setelah dijemur dan kering yaitu 6 bulan sampai 1 tahun bila disimpan di bawah atap (Hesty, 2012). Faktor yang dapat mempengaruhi efektifitas atau keberhasilan proses amoniasi dalam meningkatkan kualitas bahan pakan (Murni dkk., 2008) adalah :

2.2.1.Dosis urea

Dosis atau dosis amonia untuk amoniasi adalah perbandingan antara berat nitrogen yang digunakan dibandingkan dengan berat bahan pakan. Diteliti sistematis sejak 1930-an di Jerman, dosis yang optimum untuk mengolah limbah lignoselulosa yaitu minimal 1,5% urea dari bahan kering. Penambahan urea dalam pakan maksimal adalah 6%. Pemberian diatas 6% dapat mengakibatkan keracunan pada ternak (Pathak, 1977).


(33)

16 Dosis urea 1 – 3% pada amoniasi jerami padi dapat memacu perkembangan mikroba dan meningkatkan energi serta populasi mikroba rumen, sehingga mikroba rumen dapat menghancurkan ikatan lignin, selulosa dan silika yang merupakan faktor penghambat utama daya cerna pada limbah jerami padi (Wahyuni dan Bijanti, 2006).

Perlakuan amoniasi jerami padi dengan menggunakan urea 3% dapat

meningkatkan kadar nitrogen bahan yang pada akhirnya akan terhitung sebagai protein pakan. Penambahan urea sebagai sumber non protein nitrogen (NPN) akan diurai oleh enzim urease yang berasal dari mikroba rumen menjadi amonia dan karbondioksida. Amonia selanjutnya digunakan untuk sintesis protein tubuh (Davies dkk., 2000).

Hanafi (2004) menyarankan penggunaan urea sebanyak 3% dari bahan kering untuk jenis limbah daun kelapa sawit. Hal ini didukung dari pernyataan McDonald dan Whittenbury,(1973) dan Chalupa (1975) bahwa penggunaan urea dalam bahan pakan sebaiknya tidak melebihi 3% dari BK bahan pakan. Selain itu, hasil penelitian Permata (2012) menunjukkan bahwa penambahan urea sebanyak 3% dari bahan kering bahan ampas tebu dapat meningkatkan kandungan bahan kering sebanyak 0,04% dari nilai 88,51% menjadi 92,92%, dan menurunkan kandungan serat kasar sebesar 0,04% dari nilai 51,45% menjadi 47,43%. Faktor-faktor lainnya menurut Murni dkk., (2008), yaitu suhu, lama perlakuan, kadar air bahan, jenis dan kualitas limbah, serta perlakuan lain yang dilakukan terhadap bahan.


(34)

17 2.2.2.Suhu

Suhu yang tinggi dapat mempercepat reaksi kimia. Suhu optimum perombakan urea antara 30 – 60oC. Perombakan urea secara sempurna dapat terjadi setelah 1 minggu atau bahkan 24 jam pada kisaran suhu 45 – 60oC. Perombakan urea berjalan sangat lambat pada kisaran suhu 5 – 10oC.

2.2.3.Lama perlakuan

Lama perlakuan adalah lamanya waktu inkubasi bahan pakan yang telah ditambahkan urea. Amonia memiliki reaksi kimia yang lebih rendah sehingga memerlukan waktu pemeraman yang lebih panjang. Lama waktu inkubasi bergantung pada suhu saat perlakuan dan metode yang digunakan. Proses amoniasi dengan penambahan urea memerlukan waktu lebih lama karena dibutuhkan proses perombakan urea oleh enzim urease menjadi amonia. Lama perlakuan sekitar 8 minggu pada suhu 5oC dan sekitar 1 minggu pada suhu 30oC.

2.2.4.Kandungan air bahan

Kandungan air bahan yang akan digunakan dalam proses amoniasi optimal adalah 30% dan maksimal 50%. Kelembaban di bawah 30% dapat memperlambat proses perombakan urea, sedangkan kelembaban diatas 50% dapat mengurangi

kekompakan substrat, peluruhan larutan urea ke bawah media dan tumbuhnya jamur. Bila bahan yang digunakan mengandung kadar air tinggi, maka perlu dilakukan pelayuan atau pengeringan terlebih dahulu.


(35)

18 2.2.5.Jenis dan kualitas limbah

Jenis dan kualitas limbah dapat memberi respon yang berbeda. Limbah dengan kualitas jelek umumnya memberi respon yang lebih baik terhadap proses amoniasi dibandingkan limbah dengan kualitas baik.

2.2.6.Perlakuan lain terhadap bahan

Proses amoniasi akan berjalan lebih baik jika disertai dengan perlakuan lain seperti penambahan sumber enzim urease untuk mempercepat perombakan urea menjadi amonia dan perlakuan fisik seperti pemotongan atau penggilingan untuk meningkatkan luas permukaan bahan yang dapat kontak dengan amonia.

Aktivitas enzim urease dari ekstrak tanaman dan feses ternak disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Aktivitas enzim urease dari ekstrak tanaman dan feses ternak Sumber Enzim Aktivitas Sumber Enzim Aktivitas

Kacang kedelai1 790 Dedak1 42

Glirisidia1 80 Feses kerbau segar1 28

Lamtoro1 112 Feses sapi segar1 120

Daun mimosa1 86 Biji semangka2 335

Daun bunga matahari1 42 Biji labu2 755

Daun pisang1 24 Biji nangka2 4871

Sumber : Murni dkk. (2008)

Keterangan : 1 mg NH3/g/3 jam 2 mg NH3/g/jam

Ciri-ciri hasil amoniasi yang baik pada jerami padi menurut Sumarsih dan Tampoebolon (2003), yaitu memiliki bau yang khas amonia, berwarna kecoklat-coklatan seperti bahan awal, tekstur berubah menjadi lebih lunak, lembut dan kering, tidak berjamur atau menggumpal, tidak berlendir dan pH yang dihasilkan sekitar 8 atau basa.


(36)

19 2.3.Analisis Proksimat

Hennerberg dan Stohman di Weende Experiment Station Jerman pada 1865 menggambarkan bahwa pakan terdiri dari zat makanan berupa air, abu/mineral, protein, lemak, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Kata

proksimat berasal dari bahasa latin yaitu proximus yang berarti terdekat karena besarnya nilai kandungan zat makanan yang diperoleh dalam analisis tersebut bukan nilai sebenarnya, tetapi merupakan nilai-nilai yang mendekati nilai sebenarnya sehingga hasilnya disebut kadar.

Analisis proksimat merupakan penentuan kadar zat makanan pada pakan dengan cara evaluasi kimia secara kuantitatif yang dilakukan di laboratorium. Metode ini hanya menganalisis kadar air, abu, protein, lemak, dan serat kasar, sedangkan kadar BETN diperoleh dari hasil perhitungan. Data dapat dihitung berdasarkan bahan segar, kering udara, dan bahan kering apabila sampel awal berupa segar. Apabila data akan dicantumkan dalam laporan, sebaiknya disajikan berdasarkan bahan kering.

Sampel yang menjadi hal penting dalam melakukan analisis dapat di terjemahkan sebagai suatu bagian kecil dari bagian besar yang diambil secara acak dari suatu bahan yang akan dianalisis sehingga dapat mewakili bahan yang ingin diketahui kandungannya. Sampel analisis untuk analisis proksimat berupa tepung dengan ukuran 40 mash (Fathul, 1999).


(37)

20 Bagan zat-zat makanan dalam pakan dapat dilihat pada Gambar 4.

Pakan

Air Bahan Kering

Abu / Mineral Bahan Organik

Protein Bahan Organik Tanpa Nitrogen

Lemak Karbohidrat

Serat Kasar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen Gambar 4. Bagan zat-zat makanan dalam pakan

Sumber : Fathul, 1999 2.3.1.Bahan Kering

Bahan kering hijauan kaya akan serat kasar, karena terdiri dari kira-kira 20% isi sel dan 80% dinding sel. Dinding sel terutama tersusun dari dua jenis serat, yang larut dalam detergen asam yaitu hemiselulosa dan sedikit protein dinding sel, dan yang tidak larut dalam detergen asam yaitu ligno-selulosa, yang lazim disebut

acid detergen fiber (ADF).

Menurut Sutardi (1980) isi sel terdiri atas zat-zat yang mudah dicerna yaitu protein, karbohidrat, mineral dan lemak, sedangkan dinding sel terdiri atas sebagian besar selulosa, hemiselulosa, peptin, protein dinding sel, lignin dan silika. Bahan kering berfungsi sebagai pengisi lambung dan perangsang dinding saluran pencernaan untuk menggiatkan pembentukan enzim (Lubis, 1992). Dari


(38)

21 hasil penelitian Wanapat dkk., (1982) penambahan air pada bahan pakan yang telah ditambahkan urea akan dapat menurunkan kandungan bahan kering. Nilai kadar bahan kering dapat diketahui jika nilai kadar air bahan tersebut telah diketahui. Rumus untuk menentukan nilai kadar bahan kering adalah sebagai berikut :

Bahan Kering (%) (KU) = 100% - Kadar Air (%) (KU)

Keterangan : KU : Kering udara

2.3.2.Serat Kasar

Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika, dimana kandungan serat kasar dipengaruhi spesies, umur dan bagian tanaman.

Kematangan fisik hijauan mempengaruhi kandungan lignin. Proses lignifikasi lebih banyak menghambat kecernaan dinding sel rumput daripada legum (Jung, 1989).

Tingginya kandungan lignin pada bahan pakan akan berpengaruh terhadap kerja enzim mikroba rumen dalam mencerna zat-zat makanan di dalam rumen (Sutardi, 1980). Lignin berperan memperkuat struktur dinding sel dengan mengikat selulosa dan hemiselulosa yang sulit dicerna oleh mikroorganisme rumen. Selulosa dan hemiselulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan berikatan dengan bahan lain yaitu lignin yang membentuk


(39)

22 lignoselulosa dan lignohemiselulosa tidak dapat dihidrolisis oleh enzim selulase dan hemiselulase kecuali bila ikatan kompleks ini bisa direnggangkan.

a. Selulosa

Selulosa adalah senyawa yang termasuk golongan karbohidrat dengan rumus molekul (C6H10O5)n dan merupakan unsur utama pembentuk dinding sel. Setiap

satu molekul selulosa dapat terdiri lebih dari seribu molekul glukosa. Selulosa pada dinding sel yang tidak berlignin akan dapat dicerna dengan lebih mudah didalam rumen.

Menurut Sutardi (1980) kristal selulosa merupakan bagian yang penting dari kerangka dinding sel tanaman. Selulosa dalam tanaman sering terdapat sebagai senyawa bersama lignin, membentuk ligno-selulosa yang merupakan kristal yang kompak. Selanjutnya Van Soest dan Jones (1968) membuktikan bahwa silika dapat menurunkan kecernaan hijauan, sehingga semakin tinggi kandungan silika pada hijauan, koefisien cernanya cenderung menurun.

Selulosa adalah polimer yang tersusun atas unit-unit glukosa melalui ikatan α-1,4-glikosida. Bentuk polimer ini memungkinkan selulosa saling

menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit 4 glukan di dalam polimer, disebut dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 200 – 27.000 unit glukosa. Selulosa dapat

dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam atau enzim (Safan, 2008).


(40)

23 b. Lignin

Lignin adalah molekul kompleks yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi dan umumnya berwarna coklat. Unit

phenylpropene tersebut yaitu: unit guaiacyl (G) dari prekusor trans-coniferyl-alcohol; syringyl (S) unit dari trans-sihapyl-alcohol; dan p-hydroxyphenyl (H) unit dari prekursor trans-p-coumaryl alcohol (Lundquist and Parkas, 2011).

Lignin adalah material yang paling kuat dalam biomassa, namun sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relatif tinggi dibandingkan denga selulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi (Safan, 2008).

Lignin merupakan suatu zat kompleks yang sulit dicerna (Anggorodi, 1990). Konsentrasi inti lignin lebih besar pada jaringan batang dari pada jaringan daun. Ikatan lignin merupakan penghambat kecernaan dinding sel tanaman. Semakin banyak lignin terdapat dalam dinding sel koefisien cerna hijauan tersebut semakin rendah. Lignin sebagai komponen kimia dinding sel hijauan sering dihubungkan dengan pengurangan kecernaan serat kasar (Jung, 1989).

Struktur kimia asal lignin mengalami perubahan di bawah kondisi suhu yang tinggi dan asam, seperti pada pretreatment dengan uap panas. Reaksi pada temperature tinggi di atas 200oC, lignin terpecah menjadi partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa (Lundquist and Parkas, 2011).


(41)

24 Prinsip analisis kadar serat kasar adalah semua zat yang hilang pada waktu

pemijaran di dalam tanur pada suhu 600oC selama 2 jam, sesudah mengalami pencucian dengan asam kuat dan basa kuat encer (Fathul, 1999). Berikut adalah rumus untuk menghitung kadar serat kasar :

Kadar serat kasar (%) = x 100% Keterangan :

A : Bobot kertas (g) D : Bobot whatman ashless berisi residu (g) B : Bobot kertas berisi sampel analisis (g) E : Bobot cawan porselein (g)

C : Bobot whatman ashless (g) F : Bobot cawan porselein berisi abu (g)

2.3.3.Kadar Abu

Kadar abu merupakan sisa pembakaran dalam tanur pada suhu 600oC. Pada suhu yang sangat tinggi, semua bahan organik (karbohidrat, lemak, dan protein, serta serat kasar) akan terbakar habis dan sisanya berupa abu yang merupakan bahan anorganik yang banyak mengandung mineral (Fathul, 1999).

Maka, dengan mengetahui kadar abu, akan diketahui pula seberapa banyak bahan organik dalam sampel tersebut. Bila kadar abu setelah dilakukan perlakuan penambahan urea nilainya lebih tinggi dibandingkan nilai kadar abu sebelum diberi perlakuan penambahan urea, berarti bahwa kandungan bahan organik termasuk serat kasar nilainya akan berkurang. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perlakuan penambahan urea terbukti dapat mengurangi nilai kadar serta kasar yang tinggi.

Prinsip dalam analisis kadar abu, yaitu semua zat yang tersisa setelah

pengabuan/pemijaran dalam tanur pada suhu 600oC selama 2 jam. Tetapi, pada suhu yang terlalu tinggi (600oC), kemungkinan terjadi penguapan pada chlorine,


(42)

25

zinc,selenium, dan iodin. Hal ini akan berpengaruh pada hasil analisis kadar abu tersebut sehingga nilai kadar abu lebih rendah dari yang sebenarnya, maka pada beberapa literatur kadar abu disebut ash bukan mineral. Bila abu yang tertinggal akan digunakan untuk analisis kandungan mineral, suhu yang digunakan adalah 590oC saat pemijaran (Fathul, 1999).

Rumus untuk menghitung kadar abu adalah sebagai berikut : Kadar abu (%) = x 100%

Keterangan :

A : Bobot cawan porselein (g)

B : Bobot cawan porselein berisi sampel sebelum diabukan (g) C : Bobot cawan porselein berisi sampel setelah diabukan (g)


(43)

26

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013. Sampel daun nenas diperoleh dari PT. Great Giant Pineapple, Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2.Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun nenas segar varietas Smooth cayene yang telah dipotong-potong ± 2 cm sebanyak 18 kg yang diperoleh dari PT. Great Giant Pineapple dan ditimbang menggunakan timbangan analitik merek Oxone OX – 315 dengan ketelitian 0,1 g. Kemudian dilakukan penambahan urea (total 60,78 g urea) yang diperoleh dari toko pertanian Tani Makmur, Bandar Jaya Plaza. Selanjutnya, dilakukan inkubasi selama 7 hari dalam kantong plastik kapasitas 5 kg berwarna bening dengan ketebalan 0,4 mm yang diperoleh dari poultry shop Jujur Sentosa, Bandar Jaya sebanyak 24 kantong.


(44)

27 Setelah panen, daun nenas ditimbang, kemudian dikeringkan dan ditimbang kembali. Setelah itu digiling menjadi tepung lolos saring 40 mash. Kemudian dilakukan analisis proksimat kadar air menggunakan timbangan analitik merek AND GR – 200 ketelitian 0,001 g dan oven merek Heraerus pada suhu 105oC selama 6 jam. Dilanjutkan analisis kadar abu menggunakan timbangan analitik merek AND GR – 200 dan tanur produksi PT. Multi Ahrindo pada suhu 600oC selama 2 jam. Selanjutnya, analisis kadar serat kasar menggunakan zat kimia berupa H2SO4 0,25 N dan NaOH 0,313 N yang diperoleh dari Laboratorium

Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung serta kondensor, oven merek Heraerus pada suhu 105oC selama 6 jam, dan tanur produksi PT. Multi Ahrindo pada suhu 600oC selama 2 jam.

3.3.Metode Penelitian

3.3.1.Perlakuan

Sampel daun nenas segar varietas Smooth cayene memiliki kandungan nutrisi seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nutrisi daun nenas segar Smooth cayene (% BK)

Komponen Air (% BS)

BK

(% BS) Abu LK SK PK BETN Daun Segar 85,00 15,00 5,64 5,08 29,12 9,05 39,60 Keterangan:

BK : Bahan Kering BS : Bahan Segar LK : Lemak kasar SK : Serat kasar


(45)

28 Perlakuan dalam penelitian ini berupa penambahan urea dengan berbagai dosis, yaitu :

P0 : 0% urea dari BK jumlah daun nenas P1 : 1,5% urea dari BK jumlah daun nenas P2 : 3% urea dari BK jumlah daun nenas P3 : 4,5% urea dari BK jumlah daun nenas

3.3.2.Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Tata letak percobaan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Tata letak percobaan

P1U2 P0U1 P1U1 P3U1

P3U2 P1U3 P2U1 P2U3

P2U2 P3U3 P0U3 P0U2

Keterangan :

P0 : 0% urea dari BK jumlah daun nenas U1 : ulangan pertama

P1 : 1,5% urea dari BK jumlah daun nenas U2 : ulangan kedua

P2 : 3% urea dari BK jumlah daun nenas U3 : ulangan ketiga

P3 : 4,5% urea dari BK jumlah daun nenas

3.3.3.Peubah yang diukur

a. Organoleptik meliputi warna, tekstur, aroma; b. Kadar air;

c. Kadar bahan kering; d. Kadar abu;


(46)

29 3.3.4.Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis ragam dengan taraf nyata 5% dan atau 1%, jika hasil yang diperoleh nyata maka analisis dilanjutkana dengan uji BNT atau beda nyata terkecil (Steel dan Torrie, 1993).

3.4.Pelaksanaan Penelitian

3.4.1.Tahap persiapan

Mengambil sampel daun nenas segar varietas Smooth cayene dari lahan

perkebunan PT. Great Giant Pineapple dengan cara menentukan area tanam pasca panen (setelah pengambilan buah dan bibit), kemudian menentukan petak area (ukuran 5 m x 5 m) untuk pengambilan cuplikan. Pada petak area tersebut

diambil 5 cuplikan, yaitu pada 4 sisi pojok petak area dan 1 sisi tengah petak area. Setiap cuplikan merupakan helaian daun dalam 1 tanaman yang kondisinya tidak rusak dan masih segar serta dipotong ± 5 cm dari pangkal batang. Petakan area dan cuplikan berikutnya ditentukan dengan cara yang sama hingga semua cuplikan dianggap dapat mewakili luasan area tanam pasca panen tersebut. Daun nenas segar kemudian dicacah dengan ukuran ± 2 cm dan ditimbang sebanyak 18 kg. Kemudian melakukan penimbangan bobot plastik dan tali yang akan digunakan. Setiap satuan percobaan menggunakan daun nenas cacah sebanyak 1,5 kg.


(47)

Bila dikonversikan da dibutuhkan dapat dihi BK sampel

Keterangan :

BK : Bahan

KA : Kadar a

BS : Bahan

Dari perhitungan terse masing sebanyak 1,5 k kering.

Gambar daun nenas y dapat dilihat pada Gam

G

dalam bentuk bahan kering jumlah daun nenas hitung dengan rumus berikut :

= (100% - K. Air segar%) x Bobot BS sampe

= (100% - 85%) x 1.500 g = 15% x 1.500 g

= 225 g BK sampel an kering

ar air an segar

rsebut, sampel yang dibutuhkan dalam penelitia ,5 kg daun nenas segar atau 225 g daun nenas da

s yang digunakan serta bagian tanaman nenas ya ambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 5. Daun nenas yang digunakan

30 as cacah yang

pel

itian ini masing-s dari bahan


(48)

31

Gambar 6. Bagian tanaman nenas yang disisihkan

Tahap selanjutnya yaitu menyiapkan urea yang akan digunakan dengan cara menimbang urea sesuai dengan dosis perlakuannya dan melarutkannya dalam air. Pada pelaksanaannya, urea harus ditimbang sesuai jumlah sampel yang tersedia dalam keadaan segar. Banyaknya urea yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus berikut :

Bobot urea = BK urea x BK sampel

P1 = 1,5% urea x 225 g BK sampel = 3,38 g urea

P2 = 3% urea x 225 g BK sampel = 6,75 g urea

P3 = 4,5% urea x 225 g BK sampel = 10,13 g urea

Keterangan : BK : Bahan kering

Berdasarkan perhitungan tersebut, jumlah urea yang dibutuhkan untuk setiap sampel perlakuan yaitu P1 sebanyak 3,38 g urea/1,5 kg daun nenas segar; P2 sebanyak 6,75 g urea/1,5 kg daun nenas segar dan P3 sebanyak 10,13 g urea/1,5 kg daun nenas segar.


(49)

32 Penelitian ini menerapkan cara amoniasi basah sehingga urea yang digunakan harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air. Untuk menentukan jumlah air pada setiap perlakuan digunakan perbandingan urea berbanding air, yaitu 1 : 6 sesuai dengan ketentuan dari Direktorat Pakan, Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehata Hewan (2012). Jumlah air untuk masing-masing perlakuan yaitu : Jumlah air = Bobot urea x 6

P1 = 3,38 g x 6 = 20,28 cc air P2 = 6,75 g x 6 = 40,50 cc air P2 = 10,13 g x 6 = 60,78 cc air

Untuk menghindari galat pada nilai kadar air setiap perlakuan akibat penambahan jumlah air yang berbeda, maka jumlah air yang digunakan ditentukan dari rata-rata kebutuhan air untuk melarutkan urea, yaitu 40,50 cc air untuk setiap perlakuan.

3.4.2.Tahap pelaksanaan

Menimbang daun nanas segar yang telah dicacah, masing-masing 1,5 kg untuk setiap percobaan. 1,5 kg daun yang telah dicacah diletakkan dalam wadah ember dan ditambahkan larutan urea sesuai perlakuan. Daun nanas dan larutan urea diaduk hingga homogen. Selanjutnya memasukkan sedikit demi sedikit daun nenas yang sudah tercampur dengan larutan urea ke dalam kantong plastik yang sudah ditimbang sambil di padatkan (anaerob). Kemudian kantong plastik tersebut diikat rapat dengan tali rafia yang telah ditimbang bobotnya dan dilapisi lagi dengan kantong plastik lapisan kedua yang telah diketahui bobotnya untuk mencegah kebocoran. Kantong plastik kedua juga harus diikat rapat dengan tali


(50)

33 rafia yang telah diketahui bobotnya. Selanjutnya setiap kantong berisi daun nenas tersebut ditimbang kembali kemudian diinkubasi selama 7 hari di ruang suhu kamar.

3.4.3.Panen

Setelah 7 hari inkubasi, setiap kantong berisi daun nenas teramoniasi tersebut ditimbang, kemudian kantong plastik dibuka dan diamati organoleptiknya (warna, tekstur, aroma). Nilai asumsi untuk penilaian organoleptik disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Asumsi penilaian organoleptik (warna, tekstur, aroma)

Organoleptik Nilai Asumsi

1 2 3

Warna Hijau sedikit coklat

Hijau kecoklatan Coklat merata Tekstur Kaku sedikit

renyah

Agak lunak Lunak Aroma Hijauan segar

sedikit asam

Sedikit asam Asam

Tahap selanjutnya, masing-masing sampel perlakuan berupa daun nenas teramoniasi tersebut dijemur hingga kering (kadar air 5%) dan ditimbang bobotnya. Kemudian sampel perlakuan tersebut digiling hingga berukuran 40 mash. Selanjutnya, dilakukan pengambilan sampel analisa dari setiap

perlakuan dengan cara menuangkan sampel perlakuan tersebut kedalam kantong yang lebih besar dan digoyang-goyang agar homogen. Kemudian sampel perlakuan tersebut dituangkan kedalam nampan dan dibagi menjadi 4 bagian. Selanjutnya diambil seperempat bagian dan dimasukkan dalam kantong plastik dan digoyang-goyangkan kembali agar homogen. Tuang kembali dalam nampan


(51)

34 dan dibagi 4 bagian. Seperempat bagian tersebut diambil sebagai sampel analisa dari sampel perlakuan tersebut. Sampel analisa tersebut dimasukkan dalam kantong dan diberi label.

Tahap selanjutnya yaitu melakukan analisis kadar bahan kering, kadar abu dan serat kasar di laboratorium. Prosedur analisis kadar bahan kering yaitu dengan menghitung kadar airnya terlebih dahulu. Cawan petri dipanaskan dalam oven suhu 135oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Timbang bobot cawan petri, kemudian memasukkan sampel sebanyak 1 gram dan dicatat bobotnya. Selanjutnya cawan petri berisi sampel dipanaskan dalam oven suhu 135oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Selanjutnya cawan petri berisi sampel tersebut di timbang bobotnya, kemudian dihitung kadar airnya untuk kemudian menghitung kadar bahan keringnya.

Prosedur analisis kadar abu yaitu memanaskan cawan porselein dalam oven suhu 135oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Timbang bobot cawan porselein, kemudian memasukkan sampel sebanyak 1 gram dan dicatat bobotnya. Selanjutnya cawan porselein berisi sampel diabukan dalam tanur suhu 600oC selama 2 jam terhitung sejak tanur menunjukkan suhu 600oC, kemudian didiamkan ± 1 jam dalam tanur tersebut sambil menunggu tanur dingin. Selanjutnya cawan porselein berisi abu didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kemudian timbang bobotnya dan hitung kadar abunya.

Prosedur analisis serat kasar yaitu memasukkan sampel sebanyak 0,5 gr kedalam gelas erlenmeyer dan dituangkan 200 ml H2SO4 0,25 N. Hubungkan gelas


(52)

35

erlenmeyer dengan kondensor. Selanjutnya dilakukan pemanasan selama 30 menit terhitung sejak awal mendidih. Kemudian disaring dengan corong kaca beralaskan kertas whatman ashles yang telah diketahui bobotnya. Bilas dengan air hangat hingga bebas asam. Residu dimasukkan kembali dalam gelas

erlenmeyer dan ditambahkan 200 ml NaOH 0,313 N, dihubungkan kembali dengan kondensor dan dipanaskan selama 2 jam terhitung sejak awal mendidih. Kemudian disaring dengan corong kaca beralaskan kertas whatman ashles yang telah digunakan sebelumnya. Bilas dengan air hangat hingga bebas basa. Selanjutnya kertas whatman ashles berisi residu dilipat dan dipanaskan dalam oven suhu 135oC selama 2 jam kemudian didinginkan dalam desikator 15 menit dan ditimbang bobotnya. Kertas whatman ashles tersebut dimasukkan dalam cawan porselein yang telah diketahui bobotnya dan diabukan dalam tanur suhu 6000C selama 2 jam (sejak angka 600oC). Kemudian didiamkan ± 1 jam dalam tanur tersebut sambil menunggu tanur dingin. Selanjutnya cawan porselein berisi kertas whatman ashles didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kemudian timbang bobotnya dan hitung kadar serat kasarnya.


(53)

51

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Perlakuan penambahan urea dalam amoniasi daun nenas varietas Smooth cayene tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik (warna, tekstur, aroma) dan kadar serat kasar, tetapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar bahan kering;

2. Perlakuan terbaik pada amoniasi daun nenas varietas Smooth cayene yaitu penambahan urea dengan dosis sebesar 1,5% dari bahan kering jumlah daun nenas.

5.2.Saran

Saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji struktur daun nenas teramoniasi dengan analisis Scanning Electron Microscopy (SEM), uji kecernaan pakan, dan uji kandungan antinutrisi daun nenas varietas Smooth cayene sebelum diaplikasikan pada ternak;

2. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, daun nenas varietas Smooth cayene


(54)

52

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta Banerjee, G.C. 1978. Animal Nutrition. Oxford & IBM Pub. Co Calcutta Bappenas. 1999. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan. www.iptek.net.id. Diakses pada Kamis, 13/09/12 pukul 21:34

Belasco, J.C. 1954. New Nitrogen Compound for Ruminant A Laboratory Evaluation. J. Anim. Sci.

Chalupa, W. 1975. Rumen By Pass and Protection of Protein and Amino Acids. J. Dairy Sci.

Davies, Z.S., Mason, A.E. Brooks, G.W. Griffith, Merry, and M.K. Theodora. 2000. An Automated System For Measuring Gas Production From Forages

Innoculated With Rumen Fluid and Its Use In Determining The Effect Of Enzymes On Grass Silage. Animal Feed Sci. Technol. 83 (15) : 205-221

Devendra, C. 1980. Utilization of Feedingstuffs from the Oil Palm. Interaksi: Feedingstuffs for Livestock in South East Asia. Malaysia Society of Animal Production. Serdang Selangor. Malaysia

Direktorat Pakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Teknologi Pengolahan Pakan Amoniasi. Jakarta

Fath, V. 2009. Nenas (Pineapple (Ingg.), Anenas comosus (L.). Merr. (Latin)). http://agrohort.blogspot.com. Diakses pada Jumat, 22/02/13 pukul 11:37

Fathul, F. 1999. Penentuan Kualitas dan Kuantitas Zat Makanan Dalam bahan Makanan Ternak (Penentuan Bahan Makanan Ternak). Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hanafi, N.D. 2004. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Pakan Domba. Skripsi. Fakultas Pertanian Program Studi Produksi Ternak Universitas Sumatera Utara. Medan

---. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. USU Repository. Medan


(55)

53 Hesty, N. 2012. Berbagai Metode Pengolahan Pakan Berserat.

www.elibrary.ub.ac.id. Diakses pada Kamis, 13/09/12 pukul 20.17

Isroi. 2008. Karakteristik Lignoselulosa. http://isroi.com. Diakses pada Selasa, 01/01/13 pukul 13.49

Jackson, M.G. 1977. The Alkali Treatment of Straw. Anim. Feed Sci and Tech. 2 :105 – 130

Jung, H.G. 1989. Forage Lignins and Their Effect on Feed Digestibility. Agron. J. Vol. 81 : 33 – 38

Kartasudjana, R. 2001. Mengawetkan Hijauan Makanan Ternak. Proyek Pengembangan Sistem dan Standar Pengelolaan SMK Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Depdiknas. Jakarta

Kementrian Perindustrian. 2004. Pemanfaatan Serat Nanas (Ananas comosus). http://www.bbt.kemenperin.go.id. Diakses pada Kamis, 13/09/12 pukul 22:21 Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai Makanan Ternak. Yayasan Dian Grahita. Bandung

Leng, R.A. 1991. Application of Biotechnology to Nutrition of Animals in Developing Countries. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. 126 p.

Lubis. D.A. 1963. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan. Jakarta

---. 1992. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Pembangunan. Jakarta Lundquist, K. and J. Parkas. 2011. Different Types of Phenolic Units In Lignins Bioresources 6(2), 920-926

Mc.Donald, P. and B.K. Whittenbury. 1973. The Ensilage Process. Chemistry and Biochemistry of Herbage. 3. (G.W. Butter and R.W. Bailey, eds). London,

Academic Press

Murni, R., Suparjo, Akmal, dan B.L. Ginting. 2008. Metode Pengolahan Limbah Untuk Pakan Ternak. Universitas Jambi. Jambi

Onggo, H. dan T. Jovita, 2003. Pengaruh Sodium Hidroksida dan Hidrogen Peroksida Terhadap Rendemen dan Warna Pulp Dari Serat Nanas. LIPI. Bandung Owen, E., E. Klopfenstein, and N.A. Urio. 1984. Treatment with other chemicals, In: Straw and Other Fibrous By-Products as Feed. (Ed.: Sundstol and E. Owen). Elsevier. pp: 248-275.

Pathak, N. 1977. Textbook of Feed Processing Technology. Vikas Publishing House. New Delhi


(56)

54 Permata, A.T. 2012. Pengaruh Amoniasi Dengan Urea Pada Ampas Tebu

Terhadap Kandungan Bahan Kering, Serat Kasar Dan Protein Kasar Untuk Penyediaan Pakan Ternak. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya

Pigden, W.J. and F. Bender. 1978. Utilization of Lignocellulosic by Ruminant. World. Anim. Rev

Rahardi, S. 2009. Pembuatan Amoniasi Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak. http://ilmuternak.wordpress.com/nutrisi/teknik-pembuatanamoniasi-urea-jerami-padi-sebagai-pakan-ternak/. Diakses pada Jumat, 22/02/13 pukul 15:37

Reksohadiprodjo, S. 1998. Pakan Ternak Gembala. BPFE. Yogyakarta Safan. 2008. Produksi Enzim Selulase oleh Aspergillus niger dengan Substrat Jerami dalam Solid State Fermentation. Wordpress.com. Diakses pada Kamis, 13/09/12 pukul 22:50

Setyono, H., Kusriningrum, Mustikoweni, T. Nurhayati, R. Sidik, M. Anam, M. Lamid, dan W.P. Lokapirnasari. 2009. Teknologi Pakan Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya

Siregar, S.B. 1995. Pengawetan Pakan Ternak. PT. Penebar Swadaya. Jakarta Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta

Sumarsih, S. dan B.I.M. Tampoebolon. 2003. Pengaruh Aras Urea dan Lama Pemeraman yang Berbeda Tehadap Sifat Fisik Eceng Gondok Teramoniasi. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 4: 298-301.

Sundstol, F. and E. Coxworth. 1984. Ammonia Treatment. In : Straw and Other Fibrous Byproducts as Feeds. Ed. By Sundstol and E. Owen. Elsevier.: 196-247 Suparjo. 2008. Pemanfaatan Limbah Sebagai Bahan Pakan Ternak.

Wordpress.com. Diakses pada Kamis, 13/09/12 pukul 22:53

Sutardi, T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Penataran Khusus Peternakan Sapi Perah di Kayu Ambon. Lembang. BPLPP. Direktorat Jenderal Peternakan. Bogor ---. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi I. Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sutardi, T., D. Sastradipraja, T. Toharmat, S. Anita, T. Jakadidjaja, dan I.G. Permana. 1993. Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia melalui Amoniasi Pakan Serat Bermutu Rendah, Defaunasi dan Suplementasi Sumber Protein Tahan Degradasi dalam Rumen. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor


(57)

55 Van Soest, P.J. and L.H.P. Jones. 1968. Effect of Silica Interaction Forages Upon Digestion. J. Dairy Sci. 51 : 1644 – 1648

Wahyuni, dan R. Bijanti. 2006. Uji Efek Samoing Formula Pakan Komplit Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Pedet Sapi Friesan Holstein. MKH. 22(3) : 174-178

Wanapat, M.S., S. Praserdsuk, H. Chatai, and A. Sivapraphagon. 1982. Effects on Rice Straw Utilization Of Treatment With Ammonia Released From Urea and Or Supplementation With Cassava Chips. Paper at the 2nd. Annual workshop of the AFAR Research Network 3-7 May 1982. UPM. Malaysia

Warly, L. 1994. Study On Improving Nutritive Value of Rice Straw and Physico-Chemical Aspects of Its Digestion In Sheep. Ph. D. Thesis. The United Graduated School of Agriculture Sciences, Tottori University. Japan

Whiting, G.C. 1970. Sugars. Dalam: A.C. Hulme. The Biochemistry of Fruits and Their Products. Volume 1. Academic Press. London & New York

Wirahadikusumah, M. 2004. Biokimia: Metabolisme Energi, Karbohidrat, dan Lipid. Bandung. Institut Teknologi Bogor


(58)

57 Tabel 13. Analisis ragam warna daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari

SK DB JK KT F-hitung F-0,05 F-0,01 Perlakuan 3 0,01 0,003 0,02tn 4,07 7,59

Galat 8 1,47 0,18 Total 11 1,48

Keterangan: tn = Tidak nyata

Tabel 14. Warna daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari Perlakuan 1 2 3 4 5 Jumlah

panelis Nilai Jumlah

P01 5 5 2,0

P02 5 5 2,0

P03 4 1 5 1,2 1,04 ± 0,46

P11 4 1 5 2,2

P12 3 1 1 5 1,6

P13 3 1 1 5 1,6 1,08 ± 0,35

P21 4 1 5 1,4

P22 1 3 1 5 2,0

P23 1 3 1 5 2,0 1,08 ± 0,35

P31 3 2 5 2,4

P32 3 1 1 5 1,6

P33 4 1 5 1,4 1,08 ± 0,53

Keterangan:

1 = Hijau sedikit coklat 3 = Coklat merata 5 = Hitam berjamur

2 = Hijau kecoklatan 4 = Coklat kehitaman

Tabel 15. Analisis ragam tekstur daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari SK DB JK KT F-hitung F-0,05 F-0,01 Perlakuan 3 0,07 0,02 0,19tn 4,07 7,59

Galat 8 0,96 0,12

Total 11 1,03


(59)

58 Tabel 16. Tekstur daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari

Perlakuan 1 2 3 4 5 Jumlah

panelis Nilai Jumlah

P01 2 3 5 2,6

P02 1 4 5 2,8

P03 5 5 2 1,48 ± 0,42

P11 2 3 5 2,6

P12 3 2 5 2,4

P13 2 3 5 2,6 1,52 ± 0,12

P21 4 1 5 2,2

P22 1 4 5 2,8

P23 5 5 3 1,60 ± 0,42

P31 1 3 1 5 3

P32 4 1 5 2,4

P33 4 1 5 2,4 1,56 ± 0,35

Keterangan:

1 = Kaku sedikit renyah 3 = Lunak 5 = Lunak dan berair

2 = Agak Lunak 4 = Sangat lunak

Tabel 17. Analisis ragam aroma daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari SK DB JK KT F-hitung F-0,05 F-0,01

Perlakuan 3 0,12 0,040 0,48tn 4,07 7,59

Galat 8 0,67 0,08

Total 11 0,79

Keterangan: tn = Tidak nyata

Tabel 18. Aroma daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari Perlakuan 1 2 3 4 5 Jumlah

panelis Nilai Jumlah

P01 3 1 1 5 2,6

P02 1 3 1 5 3

P03 3 2 5 2,4 1,60 ± 0,31

P11 4 1 5 3,4

P12 3 1 1 5 2,6

P13 2 3 5 2,6 1,72 ± 0,46

P21 1 4 5 2,8

P22 1 4 5 2,8

P23 1 3 1 5 3 1,72 ± 0,12

P31 1 4 5 2,8

P32 2 3 5 2,6

P33 2 3 5 2,6 1,60 ± 0,12

Keterangan:

1 = Hijauan segar sedikit asam 3 = Asam 5 = Asam sangat menyengat


(60)

59 Tabel 19. Analisis ragam kadar bahan kering daun nenas setelah inkubasi

selama 7 hari (berdasarkan bahan segar)

SK DB JK KT F-hitung F-0,05 F-0,01 Perlakuan 3 2,92 0,97 9,70** 4,07 7,59

Galat 8 0,83 0,10

Total 11 3,75

Keterangan: ** = berbeda pada taraf nyata 5% dan atau 1%

Tabel 20. Analisis ragam kadar abu daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari (berdasarkan bahan kering)

SK DB JK KT F-hitung F-0,05 F-0,01 Perlakuan 3 0,53 0,18 4,50* 4,07 7,59

Galat 8 0,35 0,04

Total 11 0,88

Keterangan: * = berbeda pada taraf nyata 5%

Tabel 21. Analisis ragam kadar serat kasar daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari (berdasarkan bahan kering)

SK DB JK KT F-hitung F-0,05 F-0,01 Perlakuan 3 41,16 13,72 3,76tn 4,76 9,78

Galat 6 21,87 3,65

Total 9 63,03


(61)

Gam

Gambar 8

ambar 7. Pengambilan sampel di lapangan

8. Pencampuran larutan urea ke dalam sam

60


(62)

Gamba

Gamba

bar 9. Sampel amoniasi daun nenas hari ke

bar 10. Sampel amoniasi daun nenas hari ke

61

ke 1


(63)

62

Gambar 11. Daun nenas cacah segar


(1)

57

Tabel 13. Analisis ragam warna daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari

SK DB JK KT F-hitung F-0,05 F-0,01

Perlakuan 3 0,01 0,003 0,02tn 4,07 7,59

Galat 8 1,47 0,18

Total 11 1,48

Keterangan: tn = Tidak nyata

Tabel 14. Warna daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari

Perlakuan 1 2 3 4 5 Jumlah

panelis Nilai Jumlah

P01 5 5 2,0

P02 5 5 2,0

P03 4 1 5 1,2 1,04 ± 0,46

P11 4 1 5 2,2

P12 3 1 1 5 1,6

P13 3 1 1 5 1,6 1,08 ± 0,35

P21 4 1 5 1,4

P22 1 3 1 5 2,0

P23 1 3 1 5 2,0 1,08 ± 0,35

P31 3 2 5 2,4

P32 3 1 1 5 1,6

P33 4 1 5 1,4 1,08 ± 0,53

Keterangan:

1 = Hijau sedikit coklat 3 = Coklat merata 5 = Hitam berjamur

2 = Hijau kecoklatan 4 = Coklat kehitaman

Tabel 15. Analisis ragam tekstur daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari

SK DB JK KT F-hitung F-0,05 F-0,01

Perlakuan 3 0,07 0,02 0,19tn 4,07 7,59

Galat 8 0,96 0,12

Total 11 1,03


(2)

58

Tabel 16. Tekstur daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari

Perlakuan 1 2 3 4 5 Jumlah

panelis Nilai Jumlah

P01 2 3 5 2,6

P02 1 4 5 2,8

P03 5 5 2 1,48 ± 0,42

P11 2 3 5 2,6

P12 3 2 5 2,4

P13 2 3 5 2,6 1,52 ± 0,12

P21 4 1 5 2,2

P22 1 4 5 2,8

P23 5 5 3 1,60 ± 0,42

P31 1 3 1 5 3

P32 4 1 5 2,4

P33 4 1 5 2,4 1,56 ± 0,35

Keterangan:

1 = Kaku sedikit renyah 3 = Lunak 5 = Lunak dan berair

2 = Agak Lunak 4 = Sangat lunak

Tabel 17. Analisis ragam aroma daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari

SK DB JK KT F-hitung F-0,05 F-0,01

Perlakuan 3 0,12 0,040 0,48tn 4,07 7,59

Galat 8 0,67 0,08

Total 11 0,79

Keterangan: tn = Tidak nyata

Tabel 18. Aroma daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari

Perlakuan 1 2 3 4 5 Jumlah

panelis Nilai Jumlah

P01 3 1 1 5 2,6

P02 1 3 1 5 3

P03 3 2 5 2,4 1,60 ± 0,31

P11 4 1 5 3,4

P12 3 1 1 5 2,6

P13 2 3 5 2,6 1,72 ± 0,46

P21 1 4 5 2,8

P22 1 4 5 2,8

P23 1 3 1 5 3 1,72 ± 0,12

P31 1 4 5 2,8

P32 2 3 5 2,6

P33 2 3 5 2,6 1,60 ± 0,12

Keterangan:

1 = Hijauan segar sedikit asam 3 = Asam 5 = Asam sangat menyengat


(3)

59

Tabel 19. Analisis ragam kadar bahan kering daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari (berdasarkan bahan segar)

SK DB JK KT F-hitung F-0,05 F-0,01

Perlakuan 3 2,92 0,97 9,70** 4,07 7,59

Galat 8 0,83 0,10

Total 11 3,75

Keterangan: ** = berbeda pada taraf nyata 5% dan atau 1%

Tabel 20. Analisis ragam kadar abu daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari (berdasarkan bahan kering)

SK DB JK KT F-hitung F-0,05 F-0,01

Perlakuan 3 0,53 0,18 4,50* 4,07 7,59

Galat 8 0,35 0,04

Total 11 0,88

Keterangan: * = berbeda pada taraf nyata 5%

Tabel 21. Analisis ragam kadar serat kasar daun nenas setelah inkubasi selama 7 hari (berdasarkan bahan kering)

SK DB JK KT F-hitung F-0,05 F-0,01

Perlakuan 3 41,16 13,72 3,76tn 4,76 9,78

Galat 6 21,87 3,65

Total 9 63,03


(4)

Gam

Gambar 8

ambar 7. Pengambilan sampel di lapangan

8. Pencampuran larutan urea ke dalam sam

60


(5)

Gamba

Gamba

bar 9. Sampel amoniasi daun nenas hari ke

bar 10. Sampel amoniasi daun nenas hari ke

61

ke 1


(6)

62

Gambar 11. Daun nenas cacah segar