BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Proses Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran pada Badan

(1)

34 BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Proses Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat

Pada setiap awal tahun anggaran, setiap OPD mengajukan anggaran yang dibutuhkan dan kemudian dituangkan ke dalam Dokumen Pagu Anggaran (DPA), guna membiayai pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang memerlukan dana. Setelah dana tersebut cair kemudian digunakan untuk keperluan kantor, maka Kepala Badan selaku Pengguna Anggaran (PA) sebagai pejabat mengelola keuangan, harus mempertanggungjawabkan kepada Kepala Daerah selaku Pemegang Kekuasaan Pengelola Keuangan Daerah (PKPKD). Dimana pertanggungjawaban tersebut dibuat oleh bendahara pengeluaran yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran.

Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh setiap bendahara berupa laporan keuangan daerah yang dilakukan secara periodik. Menurut Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2005, laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.Berdasarkan waktu yang dilakukan untuk sebuah pelaporan, maka pelaporan keuangan dibagi menjadi 4, yaitu laporan keuangan bulanan, laporan keuangan triwulan, laporan keuangan semester, dan laporan keuangan tahunan.


(2)

Laporan keuangan bulanan adalah laporan yang dilakukan oleh setiap bendahara untuk mempertanggungjawabkan atas uang yang dikelolanya pada setiap bulan. Laporan keuangan triwulan adalah laporan keuangan yang dilakukan oleh bendahra setiap 3 bulan sekali. Sedangkan laporan keuangan semesteran adalah laporan pertaggungjawaban bendahara yang dilakukan pada setiap 6 bulan sekali. Dan laporan keuangan tahunan adalah laporan yang dilakukan oleh bendahara setiap tahun dan laporan tahunan ini merupakan laporan kumulatif dari laporan keuangan bulanan, triwulan, dan semester.

Dalam hal ini, Pengguna Anggaran (PA) melimpahkan sebagian kewenangannya kepada KPA yang dalam hal menatausahakannya dibantu oleh bendahara pengeluaran pembantu yang berada di setiap bidang untuk melaksanakan sebagian tugas dan wewenang bendahara pengeluaran Badan. Laporan pertanggungjawaban (SPJ) yang dilakukan terdiri dari SPJ Administratif yaitu pertanggungjawaban bendahara pengeluaran kepada pengguna anggaran, dan SPJ Fungsional yang disampaikan kepada PPKD/BUD yang disampaikan selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulannya.Selain itu terdapat laporan pertanggungjawaban yang dibuat bendahara pengeluaran guna sebagai persyaratan pengajuan SPP Ganti Uang (GU). Laporan dimaksud adalah Laporan pertanggungjawaban Uang Persediaan, dan Laporan pertanggungjawaban Tambahan Uang. Kedua laporan ini disusun sebesar SPJ yang telah disahkan dari penggunaan dana Uang persediaan dan Tambahan Uang yang tercantum dalam SPJ.


(3)

Dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan uang daerah,sesuai dengan Permendagri No 55 Tahun 2008 tentang Tatacara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya, dokumen laporan pertanggung-jawaban yang disampaikan mencakup:

a. Buku kas umum pengeluaran.

b. Ringkasan pengeluaran per rincian obyek yang disertai dengan bukti-bukti

pengeluaran yang sah atas pengeluaran dari setiap rincian obyek yang tercantum dalam ringkasan pengeluaran per rincian obyek dimaksud.

c. Bukti atas penyetoran PPN/PPh ke kas negara.

d. Laporan penutupan kas.

e. SPJ bendahara pengeluaran pembantu

Dalam uraian di atas, yang dimaksud dengan Buku Kas Umum (BKU) yang ditutup setiap bulan dengan sepengetahuan dan persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.

Dalam membuat sebuah pertanggungjawaban yang dilakukan pertama adalah membuat pertanggungjawaban administratif. Dimana pertanggungjawaban administratif dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu yang berada di setiap bidang. Kemudian setelah membuat pertanggungjawaban administratif baru Bendahara Pengeluaran membuat pertanggungjawaban fungsional. Diamana pertanggungjawaban fungsional merupakan rekapan dari pertanggungjawaban administratif dan LRA (Laporan Realisasi Anggaran) yang kemudian diserahkan kepada PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah).


(4)

Bendahara Pengeluaran dalam membuat sebuah pertanggungjawaban bulanan, menghasilkan output yang kemudian dijadikan sebagai bukti dari pertanggungjawaban. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan narasumber, output tersebut terdiri dari:

a. Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja;

Laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja ini berupa surat pertanggungjawaban 1 (SPJ 1), surat pertanggungjawaban 2 (SPJ 2), dan surat pertanggungjawaban 3 (SPJ 3). Dimana di setiap SPJ tersebut meliputi, BKU, rincian objek belanja, dan gabungan antara balanja keseluruhan.

b. Surat Pertanggungjawaban Fungsional;

Surat Pertanggungjawaban Fungsional adalah pertanggungjawaban yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran atas perintah Pengguna anggaran untuk dilaporkan ke PPKD selaku BUD sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan daerah. Surat Pertanggungjawaban Fungsional terdiri dari Buku Kas Umum (BKU) dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Berikut penulis sajikan alur penatausahaan dalam membuat sebuah


(5)

Bagan 4.1

Alur Pertanggungjawaban

MULAI

AKHIR

BPP mengumpulkan kwitansi-kwitansi belanja

SPJ

Administratif Perincian perobyek

SPJ Fungsional

Pencairan SP2D

BKU BP

Laporan Realisasi

Anggaran (LRA)


(6)

4.1.1 Pencairan SP2D

Sebelum SP2D cair, yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran terlebih dahulu yaitu pengajuan SPP UP/GU/TU/LS. Di dalam SPP tersebut terdapat rincian belanja. Pengajuan yang diajukan, sesuai dengan kebutuhan belanja OPD. Setelah SPP UP/GU/TU/LS diajukan, Bendahara Pengeluaran membuat SPM dan disahkan oleh PA untuk mencairkan SP2D UP/GU/TU/LS. Setelah di validasi oleh bagian Kasda dan disetujui oleh PPKD selaku Bendahara Umum Daerah (BUD), maka SP2D tersebut dapat dicairkan. SP2D UP/GU/TU dimasukan ke dalam buku pembantu simpanan bank Bendahara Pengeluaran terlebih dahulu. Setelah itu baru dimasukan ke dalam Buku Kas Umum (BKU) Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu. Setelah SP2D cair dan dibagikan ke Bendahara Pengeluaran Pembantu, maka SP2D tersebut dibelanjakan dan bukti dari belanja tersebut dikumpulkan sebagai bahan pembuatan pertanggungjawaban administratif.

4.1.2 Buku Kas Umum (BKU) Bendahara Pengeluaran Pembantu

Bendahara Pengeluaran Pembantu membuat BKU yang di dalamnya mencatat bukti belanja/BPK (Bukti Pengeluaran Kas), pungutan pajak yang dilakukan dalam belanja, kemudian pungutan pajak tersebut disetorkan kembali ke kas negara melalui Bendahara Pengeluaran. Setiap transaksi belanja yang dilakukan, maka Bendahara Pengeluaran Pembantu wajib mencatatnya ke dalam BKU BPP. Setiap pembelian yang memungut pajak dan kemudian disetorkan ke


(7)

kas negara, Bendahara Pengeluaran juga mencatat ke dalam BKU di kolom penerimaan dan pengeluaran. Berikut penulis sajikan contoh BKU BPP:

Gambar 4.1 BKU BPP

Buku Kas Umum diatas dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu yang disetujui oleh Kabid di setiap bidang selaku KPA. BKU tersebut yang nantinya dilaporkan kepada PA melalui Bendahara Pengeluaran. BKU ini lah yang disebut dengan SPJ 1.


(8)

4.1.3 Perincian Per Obyek

Setelah BKU selesai dibuat, maka BPP membuat SPJ 2 (rincian per obyek). Dimana rincian perobyek tersebut terdiri dari rincian per belanja. Rinian perobyek memudahkan Bendahara Pengeluaran Pembantu dalam meyusun Surat Pertanggungjawaban yang dikutip dari Buku Kas Umum (BKU). Buku pembantu ini hanya menggambarkan obyek belanja saja, sehingga untuk pencatatan obyek belanja per program dan kegiatan diperlukan catatan tersendiri untuk masing-masing program/kegiatan.

Gambar 4.2 Perincian Per Obyek


(9)

Buku pembantu rincian per obyek diatas disebut sebagai SPJ 2. Karena buku pembantu rincian per obyek merupakan rekapitulasi dari BKU yang digolongkan sesuai dengan kegiatan. SPJ 2 tersebut ditandatangani oleh KPA, Bendahara Pengeluaran Pembantu, dan Bendahara Pengeluaran. SPJ ini dibuat setiap akhir bulan, begitu juga dengan SPJ 1, SPJ 3 (administratif), dan SPJ fungsional.

4.1.4 Pertanggungjawaban Administratif dan Penyampaiannya

Pertanggungjawaban secara administratif dibuat oleh bendahara pengeluaran dan disampaikan kepada pejabat pengguna anggaran/pengguna barang atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berikutnya. Pertanggungjawaban administratif tersebut berupa surat pertanggungjawaban (SPJ) yang menggambarkan jumlah anggaran, realisasi dan sisa pagu anggaran baik secara kumulatif maupun per kegiatan. SPJ ini dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu yang diketahui oleh Kuasa Pengguna anggaran (KPA) dan Bendahara Pengeluaran.

Dalam proses pelaksanaan belanja, dibutuhkan dokumen-dokumen yang diberikan oleh PPTK yang dicatat oleh bendahara dalam buku-buku sebagai berikut:

a. Buku Kas Umum Pengeluaran

b. Buku Pembantu Pengeluaran per rrincian obyek

c. Buku Pembantu kas tunai


(10)

e. Buku pembantu panjar

f. Buku pembantu pajak

Berdasarkan 6 (enam) dokumen tersebut, ditambah dengan SPJ pengeluaran pembantu yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu, Bendahara pengeluaran membuat SPJ pengeluaran. SPJ Pengeluaran tersebut dibuat rangkap empat, satu untuk arsip, satu untuk BUD dan dua untuk diverifikasi PPK-SKPD. Apabila disetujui, maka PPK-SKPD menyampaikan satu kopi SPJ pengeluaran kepada Kepala SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, dan satu kopi SPJ lainnya dicatat pada register Penerimaan SPJ Pengeluaran. Apabila ditolak, maka PPK-SKPD mengembalikan satu kopi SPJ Pengeluaran kepada bendahara pengeluaran untuk diperiksa ulang, sementara satu kopi lainnya dan dicatat pada Register Penolakan SPJ Pengeluaran. Kepala SKPD mengesahkan SPJ Pengeluaran. Surat Pengesahan SPJ dibuat dua rangkap, satu diregister dalam arsip, sementara yang satu lagi diserahkan kepada Bendahara Pengeluaran untuk dijadikan dasar atas pengajuan SPP bulan berikutnya.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu dalam membuat pertanggungjawaban administratif adalah sebagai berikut:

1. Bendahara Pengeluaran Pembantu mengumpulkan kwitansi-kwitansi

sebagai bukti yang sah atas transaksi pengeluaran yang dilakukan dalam suatu kegiatan.

2. Kemudian Bendahara Peneluaran Pembantu membuat Buku Kas Umum

(BKU) yang dilandasi dengan kwitansi-kwitansi tersebut yang kemudian disebut sebagai SPJ 1.


(11)

3. Setelah membuat BKU, maka Bendahara Pengeluaran Pembantu membuat Rincian Per Obyek (SPJ 2) yang di dalamnya hanya dikelompokkan berdasarkan nama rekening.

4. Kemudian Bendahara Pengeluaran Pembantu membuat SPJ 3 yaitu SPJ

administratif yang merupakan SPJ kumulatif dari SPJ 1 dan SPJ 2 dan dirinci berdasarkan jenis Belanja.

5. Setelah membuat SPJ administratif, Bendahara Pengeluaran Pembantu

meminta persetujuan dari KPA untuk disetujui dan kemudian SPJ administratif tersebut diserahkan kepada Bendahara Pengeluaran untuk diketahui kemudian diverifikasi oleh PPK-SKPD.

6. Setelah mendapat verifikasi, maka SPJ adminstratif dilaporkan kepada

Pengguna Anggaran sebagai bentuk pengesahan. Berikut penulis sajikan contoh format SPJ Administratif:

Tabel 4.1 SPJ Administratif


(12)

SPJ Administratif dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu. Dimana SPJ tersebut terdiri dari kode rekening, uraian, jumlah anggaran, SPJ LS barang dan jasa, SPJ UP/GU/TU, jumlah SPJ, dan sisa pagu anggaran. Kolom kode rekening diisi sesuai dengan jenis belanja. Setiap jenis belanja, pasti memiliki kode rekening guna memudahkan untuk dikelompokkan. Kemudian uraian nama kode rekening diisi sesuai kelompok jenis belanja. Jumlah anggaran yang

ditetapkan dalam APBD atas masing-masing kode rekening. Kolom SPJ LS Barang dan Jasa, digunakan untuk mengisi SP2D atas pembayaran LS-gaji dan tunjangan yang telah diterbitkan/SPJ sampai dengan bulan lalu, bulan ini, sampai dengan bulan ini. SPJ UP/GU/TU digunakan untuk pembayaran LS-Pihak Ketiga yang telah diterbitkan/SPJ sampai dengan bulan lalu, LS-Pihak Ketiga yang telah diterbitkan/SPJ bulan ini, sampai dengan bulan ini, penggunaan dana UP/GU/TU sampai dengan bulan lalu, bulan ini, sampai dengan bulan, penggunaan dana LS+UP/GU/TU sampai dengan bulan ini, penggunaan dana LS=UP/GU/TU sampai dengan bulan ini.

SPJ Administratif hanya merinci transaksi perkegiatan. Jadi di dalam SPJ Adminisratif transaksi yang dilakukan, diuraikan lebih rinci. Karena SPJ Administratif merupakan rekapan dari Buku Kas Umum (SPJ 1) dan rincian per


(13)

obyek (SPJ 2).

SPJ Administratif ditandatangani oleh KPA, Bendahara Pengeluaran Pembantu, dan Bendahara Pengeluaran. Karena SPJ Administratif hanya dilaporkan kepada Pengguna Anggaran (PA) sebagai bukti pertanggungjawaban KPA yang diberi kuasa oleh PA.

4.1.5 Buku Kas Umum (BKU) Bendahara Pengeluaran

Bendahara pengeluaran melakukan pencatatan SPJ yang telah disetujui/ditolak oleh PA dan memasukkan data tersebut ke dalam dokumen berikut sesuai peruntukannya. Dokumen yang digunakan dalam menatausahakan pertanggungjawaban pengeluaran mencakup:

a. Register laporan pertanggungjawaban pengeluaran (SPJ)

b. Register pengesahan laporan pertanggungjawaban pengeluaran

c. Surat penolakan laporan pertanggungjawaban pengeluaran

d. Register penolakan laporan pertanggungjawaban pengeluaran

e. Register penutupan kas

Pertanggungjawaban yang dikatakan sah, apabila telah melalui beberapa tahap persetujuan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tahapan tersebut dimulai dari pembuatan BKU (SPJ 1), rincian objek (SPJ 2), dan keseluruhan pengeluaran/SPJ administratif (SPJ 3) oleh bendahara pengeluaran pembantu dan SPJ-SPJ tersebut akan diketahui oleh bendahara pengeluaran dan kemudian dilaporka oleh PA.


(14)

Setelah Bendahara Pengeluaran Pembantu memberikan SPJ diatas telah disetujui oleh PA, maka Bendahara Pengeluaran membuat buku kas umum bendahara pengeluaran. Di dalam BKU bendahara pengeluaran, terdapat rekapan dari SPJ 1, SPJ 2, dan SPJ Administratif yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu dan disesuaikan dengan bukti-bukti transaksi yang sah berupa kwitansi-kwitansi belanja yang dilampirkan.

Gambar 4.3 BKU BP


(15)

Di dalam BKU Bendahara Pengeluaran terdapat kolom no. BKU, tanggal, no. Dokumen, uraian, kode rekening, penerimaan, pengeluaran, dan saldo. Karena BKU Bendahara Pengeluaran merupakan rekapan dari SPJ-SPJ yang telah dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu yang sudah dijelaskan di atas.

Perbedaan antara BKU Bendahara Pengeluaran dengan Bendahara Pengeluaran Pembantu adalah, jika di BKU Bendahara Pengeluaran terdapat kolom no. Dokumen dan saldo. Sedangkan di BKU Bendahara Pengeluaran Pembantu tidak ada. Di BKU Bendahara Pengeluaran harus lebih rinci dalam merekap SPJ-SPJ yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu, karena hanya BKU Bendahara Pengeluaran saja yang dilaporkan kepada PPKD sebagai pertanggungjawaban Pengguna Anggaran terhadap penggunaan APBN. Di BKU Bendahara Pengeluaran, yang menandatangani adalah kepala Badan selaku PA


(16)

dan Bendahara Pengeluaran yang mengelola keuangan.

4.1.6 Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

Laporan Realisasi Anggaran dibuat oleh Bendahara Pengeluaran untuk dilaporkan ke PPKD selaku BUD. Laporan Realisasi Anggaran merupakan laporan tentang anggaran yang digunakan oleh BKD Provinsi Jawa Barat yang di dalam nya terdiri dari kode rekening, uraian, anggaran, realisasi pada tahun berjalan, sisa anggaran pada tahun sampai dengan tahun berjalan, prognosis, dan keterangan. Keterangan tersebut menjelaskan tentang jumlah uang yang digunakan sesuai dengan jenis pencairannya.

Gambar 4.4


(17)

Laporan Realisasi Anggaran tersebut dibuat oleh Bendahara Pengeluaran yang disahkan oleh PPK-SKPD selaku verifikator dan disetujui oleh Pengguna Anggaran. Bendahara Pengeluaran membuat Laporan Realisasi Anggaran (LRA) berdasarkan penggunaan jenis belanja.

4.1.7 Pertanggungjawaban Fungsional dan Penyampaiannya

Pertanggunjawaban fungsional dibuat oleh bendahara pengeluaran yang disampaikan kepada pejabat pengguna anggaran/pengguna barang atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. Pertanggungjawaban fungsional tersebut berupa rekapitulasi dari SPJ administratif dan laporan penutupan kas. SPJ tersebut dilampiri dengan Buku Kas Umum dan Laporan Penutupan Kas. Pertanggungjawaban fungsional pada bulan terakhir tahun anggaran disampaikan paling lambat hari kerja terakhir


(18)

bulan tersebut. Pertanggungjawaban tersebut harus dilampiri bukti setoran sisa uang persediaan.

Dalam membuat Pertanggungjawaban Fungsional, langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran adalah:

1. Bendahara Pengeluaran menyiapkan laporan penutupan kas.

2. Bendahara Pengeluaran melakukan rekapitulasi jumlah-jumlah belanja dan

item terkait lainnya yang ada dalam pertanggungjawaban administratif berdasarkan BKU dan buku pembantu BKU lainnya (Buku Pembantu Panjar, Buku Pembantu Kas Tunai, Buku Pembantu Simpanan/Bank, dan Buku Pembantu Pajak) serta khususnya buku pembantu rincian per obyek untuk mendapatkan nilai belanja per rincian obyek.

3. Kemudian rekapitulasi tersebut dimasukan ke dalam BKU bendahara

pengeluaran yang kemudian menjadi SPJ Fungsional.

4. Kemudian SPJ Fungsional dan LRA tersebut dilaporkan kepada PPKD

selaku BUD sebagai wujud pertanggungjawaban Pengguna Anggaran dalam mengelola keuangan daerah.

Pada dasarnya SPJ Fungsional adalah wujud pertanggungjawaban Pengguna Anggaran kepada BUD atas pengelolaan keuangan daerah. Sedangkan SPJ Administratif adalah wujud pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran yang diberi wewenang dalam mengelola keuangan yang kemudian dilaporkan kepada Pengguna Anggaran. Berikut penulis sajikan contoh format SPJ Fungsional:


(19)

Tabel 4.2 SPJ Fungsional

SPJ Fungsional dibuat oleh Bendahara Pengeluaran, untuk dilaporkan ke PPKD selaku BUD. SPJ Fungsional terdiri dari kode rekening, uraian nama kode rekening, jumlah anggaran yang ditetapkan dalam APBD atas masing-masing kode rekening, jumlah SP2D atas pembayaran LS-gaji dan tunjangan yang telah

SPJ – LS Barang – Jasa *) SPJ UP/GU/TU

SPJ – LS Gaji

Jumlah SPJ

Kode Uraian Jumlah (LS+UP/GU/TU) Sisa Pagu

Rekening Anggaran s.d. Bulan s.d. s.d. Bulan s.d. s.d. Bulan s.d. Bulan s.d. Bulan ini Anggaran

Bulan ini Bulan Bulan ini Bulan Bulan ini ini

Lalu ini Lalu ini Lalu

1 2 3 4 5 6=(4+5) 7 8 9=(7+8) 10 11 12=(10+11) 13=(6+9+12) 14 = (3+13)

Pengeluaran

- SPJ (LS +

UP/GU/TU)

- Penyetoran Pajak

a. PPN

b. PPh 21

c. PPh 22

d. PPh 23

- Lain-lain Jumlah Pengeluaran Saldo Kas

Menyetujui : ..., tanggal ...

Pengguna Anggaran Bendahara Pengeluaran

(Tanda Tangan) (Tanda Tangan)

(Nama Jelas) (Nama Jelas)

NIP. NIP

PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA ...

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA PENGELUARAN (SPJ BELANJA FUNGSIONAL)

SKPD :

Pengguna Anggaran :

Bendahara Pengeluaran :

Tahun Anggaran :

Bulan :

(dalam rupiah) SPJ – LS Barang – Jasa *) SPJ UP/GU/TU

SPJ – LS Gaji Jumlah SPJ

Kode Jumlah Sisa Pagu

Uraian (LS+UP/GU/TU)

Rekening Anggaran Bulans.d. Bulanini Bulans.d. Bulans.d. Bulanini Bulans.d. Bulans.d. Bulanini s.d. Bulanini s.d. Bulan ini Anggaran

Lalu ini Lalu ini Lalu

1 2 3 4 5 6=(4+5) 7 8 9=(7+8) 10 11 12=(10+11) 13=(6+9+12) 14 = (3+13)

JUMLAH

Penerimaan - SP2D - Potongan Pajak

a. PPN b. PPh 21 c. PPh 22 d. PPh 23 - Lain-lain Jumlah Penerimaan


(20)

diterbitkan/SPJ sampai dengan bulan lalu, SPJ bulan ini, jumlah SP2D atas pembayaran LS-gaji dan tunjangan yang telah diterbitkan/SPJ sampai dengan bulan ini, jumlah SP2D atas pembayaran LS-Pihak Ketiga yang telah diterbitkan/SPJ sampai dengan bulan lalu, SPJ bulan ini, SPJ sampai dengan bulan ini, jumlah SPJ atas penggunaan dana UP/GU/TU sampai dengan bulan lalu, bulan ini, sampai dengan bulan ini, jumlah SPJ atas penggunaan dana LS+UP/GU/TU sampai dengan bulan ini, jumlah SPJ atas penggunaan dana LS=UP/GU/TU sampai dengan bulan ini.

Didalam SPJ Fungsional tidak secara rinci dijelaskan perkegiatan, namun diuraikan sesuai jenis belanjanya. SPJ Fungsional juga merupakan rekapan dari SPJ Administratif dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Karena SPJ Fungsional untuk dilaporkan ke PPKD.

SPJ Fungsional juga dapat dikatakan sebagai pertanggungjawaban yang utama. Karena pertanggungjawaban ini adalah bentuk pertanggungjawaban Kepala Badan selaku PA terhadap Gubernur Jawa Barat selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (PKPKD) dalam mengelola keuangan daerah. Pertanggungjawaban yang dilaporkan tidak hanya pertanggungjawaban fungsional saja, namun harus disertakana dengan Laporan Realisasi Anggaran (LRA).


(21)

4.2 Hambatan Yang Dihadapi dalam Proses Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran Pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat

Di dalam melaksanakan proses pertanggungjawaban bendahara pengeluaran terdapat beberapa hambatan. Menurut hasil wawancara dengan salah satu staf subbagian keuangan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat, hambatan-hambatan tersebut adalah:

1. Pertanggungjawaban dari masing-masing Bendahara Pengeluaran

Pembantu tidak tepat pada waktunya.

Sebelum membuat pertanggungjawaban, bendahara pengeluaran harus menunggu pertanggungjawaban dari setiap bendahara pengeluaran pembantu yang berada di setiap bidang yang berupa SPJ 3. Jika SPJ 3 tersebut belum diserahkan kepada bendahara pengeluaran, maka

bendahara pengeluaran tidak dapat membuat laporan

pertanggungjawaban.

2. Pengaruh sistem jaringan internet yang tidak stabil.

Dalam proses penatausahaan sampai proses pertanggungjawaban, bendahara pengeluaran tidak lagi menggunakan secara manual, melainkan melalui sistem yang sudah tersedia yang dinamakan dengan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). Dimana sistem tersebut harus terhubung dengan jaringan internet. Jika jaringan internet yang digunakan mengalami ketidakstabilan, maka hal ini dapat menghambat proses penatausahaan maupun proses pertanggungjawaban.


(22)

Sehingga, kegiatan yang dilakukan sering tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau sering terlambat.

3. Dalam proses penandatanganan, Kepala Badan selaku Pengguna

Anggaran tidak selalu berada di ruangan.

Setiap proses pertanggungjawaban harus ditandatangani oleh Kepala Badan selaku Pengguna Anggaran sebagai bukti telah disetujui pertanggungjawaban tersebut dan sebagai bukti pengeluaran yang telah dilakukan oleh Badan Kepegawain Daerah Provinsi Jawa Barat.

4. Kurangnya operator sistem di setiap bidang.

Mulai tahun 2011, kegiatan di setiap lingkungan OPD Provinsi Jawa Barat, sudah menggunakan sistem jaringan yang disebut dengan SIPKD. Didalam pelaksanaannya, SIPKD harus ada satu operator guna menangani seluruh kegiatan yang dilakukan oleh staf yang ada di ruangan. Akan tetapi, di BKD Provinsi Jawa Barat, hanya terdapat satu operator saja, dan hanya dibagian keuangan. Akan tetapi, di bagian lain tidak ada satu orang operator. Sehingga, jika terjadi kendala atau masalah dalam sistem, akan mengalami kesulitan dan menghambat dalam pekerjaan.

5. Bendahara Pengeluaran Pembantu kurang menguasai sistem

komputerisasi.

Di era zaman modern seperti saat ini, komputer sudah banyak digunakan oleh setiap kantor, tidak terkecuali di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat. Sehingga, jika komputer tidak berfungsi


(23)

atau terjadi suatu masalah, maka dapat menghambat pekerjaan. Dan komputer juga tidak terlepas dari para pegawai BKD sebagai pengguna dari komputer tersebut. Akan tetapi, tidak sedikit pula pegawai yang kurang menguasai tentang sistem komputerisasi ini. Sehingga, pekerjaan yang harus selesai dengan waktu yang sudah ditargetkan, akan terjadi keterlambatan dalam penyelesaiaan pekerjaan tersebut. Terutama bendahara pengeluaran pembantu yang kegiatannya dilakukan menggunakan sistem komputer. Namun, banyak bendahara pengeluaran pembantu yang tidak menguasainya, sehingga dalam proses pertanggungjawaban pun dapat terhambat.

4.3 Upaya untuk mengatasi hambatan dalam Proses Pertanggungjawaban

Bendahara Pengeluaran pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa di dalam pelaksanaan proses pertanggungjawaban bendahara pengeluaran terdapat beberapa hambatan, maka upaya yang dilakukan oleh bagian keuangan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat dalam mengatasi hambatan tersebut diantaranya adalah:

1. Bendahara pengeluaran pembantu yang ada di setiap bidangsetelah

melakukan transaksi, hendaknya segera membuat SPJ yang akan

diserahkan kepada Bendahara Pengeluaran. Sehingga,


(24)

tidak mengalami keterlambatan dan dapat segera dilaporkan kepada Pengguna Anggaran.

2. Jika sistem jaringan yang terkadang tidak stabil, membuat para pegawai

khusunya di bagian keuangan, sulit untuk melakukan pekerjaannya. Namun, menurut pegawai yang ada di bagian keuangan, mereka hanya dapat menunggu sampai sistem jaringan yang ada dapat stabil kembali. Karena ketidakstabilan tersebut terjadi dari pusatnya.

3. Jadi Kepala badan selaku pimpinan memberikan jadwal untuk

penyelesaian akhir atas pertanggungjawaban kepada pegawai bagian keuangan khususnya bendahara pengeluaran yang diberi wewenang untuk mengelola keuangan daerah dan membuat pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan tersebut. Sehingga secara pasti pimpinan dapat memberikan persetujuan dan mengetahui atas penggunaan anggara. Dan pertanggungjawaban tersebut tidak terlambat untuk dilaporka ke Biro Keuangan Bagian Akuntansi dan Pelaporan.

4. Kurangnya operator sistem di setiap bidang, merupakan kendala atau

hambatan yang cukup serius. Karena dapat menghambat pekerjaan yang harus diselesaikan. Menurut narasumber, lebih baik di setiap bidang diberi satu operator saja. Namun, operator tersebut mampu mengoperasikan jaringan komputerisasi dan internet. Sehingga, jika terjadi masalah di sistem jaringan, operator tersebut dapat memperbaikinya dan pekerjaan yang dikerjakan, tidak terhambat terlalu lama.


(25)

5. Komputer di era zaman sekarang, merupakan barang elektronik yang sudah menjadi kebutuhan setiap orang terutama di setiap kantor. Karena komputer merupakan alat elektronik yang dapat membantu pekerjaan. Sehingga tidak memakan waktu lama dalam pengerjaannya. Namun, tidak sedikit pula orang yang mampu mengoperasikan komputer tersebut. Hal tersebut terjadi di BKD Provinsi Jawa Barat, terutama bendahara pengeluaran pembantu. Seharusnya, seorang bendahara pembantu pengeluaran, dapat mampu menjalankan komputerisasi sehingga pekerjaan yang dilakukan tidak terhambat. Upaya yang dapat dilakukan adalah memberi pelatihan khusus bagi bendahara pengeluaran pembantu dalam mengoperasikan sistem komputerisasi. Karena bendahara pengeluaran pembantu merupakan seseorang yang penting dalam kegiatan penatausahaan terutama dalam hal pertanggungjawaban. Karena, pertanggungjawaban dikerjakan menggunakan sistem aplikasi yang terdapat dalam komputer, tidak secara manual. Sehingga pertanggungjawaban pun dapat selesai dengan tepat waktu untuk dilaporkan.


(1)

diterbitkan/SPJ sampai dengan bulan lalu, SPJ bulan ini, jumlah SP2D atas pembayaran LS-gaji dan tunjangan yang telah diterbitkan/SPJ sampai dengan bulan ini, jumlah SP2D atas pembayaran LS-Pihak Ketiga yang telah diterbitkan/SPJ sampai dengan bulan lalu, SPJ bulan ini, SPJ sampai dengan bulan ini, jumlah SPJ atas penggunaan dana UP/GU/TU sampai dengan bulan lalu, bulan ini, sampai dengan bulan ini, jumlah SPJ atas penggunaan dana LS+UP/GU/TU sampai dengan bulan ini, jumlah SPJ atas penggunaan dana LS=UP/GU/TU sampai dengan bulan ini.

Didalam SPJ Fungsional tidak secara rinci dijelaskan perkegiatan, namun diuraikan sesuai jenis belanjanya. SPJ Fungsional juga merupakan rekapan dari SPJ Administratif dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Karena SPJ Fungsional untuk dilaporkan ke PPKD.

SPJ Fungsional juga dapat dikatakan sebagai pertanggungjawaban yang utama. Karena pertanggungjawaban ini adalah bentuk pertanggungjawaban Kepala Badan selaku PA terhadap Gubernur Jawa Barat selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (PKPKD) dalam mengelola keuangan daerah. Pertanggungjawaban yang dilaporkan tidak hanya pertanggungjawaban fungsional saja, namun harus disertakana dengan Laporan Realisasi Anggaran (LRA).


(2)

4.2 Hambatan Yang Dihadapi dalam Proses Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran Pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat

Di dalam melaksanakan proses pertanggungjawaban bendahara pengeluaran terdapat beberapa hambatan. Menurut hasil wawancara dengan salah satu staf subbagian keuangan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat, hambatan-hambatan tersebut adalah:

1. Pertanggungjawaban dari masing-masing Bendahara Pengeluaran Pembantu tidak tepat pada waktunya.

Sebelum membuat pertanggungjawaban, bendahara pengeluaran harus menunggu pertanggungjawaban dari setiap bendahara pengeluaran pembantu yang berada di setiap bidang yang berupa SPJ 3. Jika SPJ 3 tersebut belum diserahkan kepada bendahara pengeluaran, maka bendahara pengeluaran tidak dapat membuat laporan pertanggungjawaban.

2. Pengaruh sistem jaringan internet yang tidak stabil.

Dalam proses penatausahaan sampai proses pertanggungjawaban, bendahara pengeluaran tidak lagi menggunakan secara manual, melainkan melalui sistem yang sudah tersedia yang dinamakan dengan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD). Dimana sistem tersebut harus terhubung dengan jaringan internet. Jika jaringan internet yang digunakan mengalami ketidakstabilan, maka hal ini dapat menghambat proses penatausahaan maupun proses pertanggungjawaban.


(3)

Sehingga, kegiatan yang dilakukan sering tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau sering terlambat.

3. Dalam proses penandatanganan, Kepala Badan selaku Pengguna Anggaran tidak selalu berada di ruangan.

Setiap proses pertanggungjawaban harus ditandatangani oleh Kepala Badan selaku Pengguna Anggaran sebagai bukti telah disetujui pertanggungjawaban tersebut dan sebagai bukti pengeluaran yang telah dilakukan oleh Badan Kepegawain Daerah Provinsi Jawa Barat.

4. Kurangnya operator sistem di setiap bidang.

Mulai tahun 2011, kegiatan di setiap lingkungan OPD Provinsi Jawa Barat, sudah menggunakan sistem jaringan yang disebut dengan SIPKD. Didalam pelaksanaannya, SIPKD harus ada satu operator guna menangani seluruh kegiatan yang dilakukan oleh staf yang ada di ruangan. Akan tetapi, di BKD Provinsi Jawa Barat, hanya terdapat satu operator saja, dan hanya dibagian keuangan. Akan tetapi, di bagian lain tidak ada satu orang operator. Sehingga, jika terjadi kendala atau masalah dalam sistem, akan mengalami kesulitan dan menghambat dalam pekerjaan.

5. Bendahara Pengeluaran Pembantu kurang menguasai sistem komputerisasi.

Di era zaman modern seperti saat ini, komputer sudah banyak digunakan oleh setiap kantor, tidak terkecuali di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat. Sehingga, jika komputer tidak berfungsi


(4)

atau terjadi suatu masalah, maka dapat menghambat pekerjaan. Dan komputer juga tidak terlepas dari para pegawai BKD sebagai pengguna dari komputer tersebut. Akan tetapi, tidak sedikit pula pegawai yang kurang menguasai tentang sistem komputerisasi ini. Sehingga, pekerjaan yang harus selesai dengan waktu yang sudah ditargetkan, akan terjadi keterlambatan dalam penyelesaiaan pekerjaan tersebut. Terutama bendahara pengeluaran pembantu yang kegiatannya dilakukan menggunakan sistem komputer. Namun, banyak bendahara pengeluaran pembantu yang tidak menguasainya, sehingga dalam proses pertanggungjawaban pun dapat terhambat.

4.3 Upaya untuk mengatasi hambatan dalam Proses Pertanggungjawaban

Bendahara Pengeluaran pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa di dalam pelaksanaan proses pertanggungjawaban bendahara pengeluaran terdapat beberapa hambatan, maka upaya yang dilakukan oleh bagian keuangan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat dalam mengatasi hambatan tersebut diantaranya adalah:

1. Bendahara pengeluaran pembantu yang ada di setiap bidangsetelah melakukan transaksi, hendaknya segera membuat SPJ yang akan diserahkan kepada Bendahara Pengeluaran. Sehingga, pertanggungjawaban yang akan dibuat oleh bendahara pengeluaran,


(5)

tidak mengalami keterlambatan dan dapat segera dilaporkan kepada Pengguna Anggaran.

2. Jika sistem jaringan yang terkadang tidak stabil, membuat para pegawai khusunya di bagian keuangan, sulit untuk melakukan pekerjaannya. Namun, menurut pegawai yang ada di bagian keuangan, mereka hanya dapat menunggu sampai sistem jaringan yang ada dapat stabil kembali. Karena ketidakstabilan tersebut terjadi dari pusatnya.

3. Jadi Kepala badan selaku pimpinan memberikan jadwal untuk penyelesaian akhir atas pertanggungjawaban kepada pegawai bagian keuangan khususnya bendahara pengeluaran yang diberi wewenang untuk mengelola keuangan daerah dan membuat pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan tersebut. Sehingga secara pasti pimpinan dapat memberikan persetujuan dan mengetahui atas penggunaan anggara. Dan pertanggungjawaban tersebut tidak terlambat untuk dilaporka ke Biro Keuangan Bagian Akuntansi dan Pelaporan.

4. Kurangnya operator sistem di setiap bidang, merupakan kendala atau hambatan yang cukup serius. Karena dapat menghambat pekerjaan yang harus diselesaikan. Menurut narasumber, lebih baik di setiap bidang diberi satu operator saja. Namun, operator tersebut mampu mengoperasikan jaringan komputerisasi dan internet. Sehingga, jika terjadi masalah di sistem jaringan, operator tersebut dapat memperbaikinya dan pekerjaan yang dikerjakan, tidak terhambat terlalu lama.


(6)

5. Komputer di era zaman sekarang, merupakan barang elektronik yang sudah menjadi kebutuhan setiap orang terutama di setiap kantor. Karena komputer merupakan alat elektronik yang dapat membantu pekerjaan. Sehingga tidak memakan waktu lama dalam pengerjaannya. Namun, tidak sedikit pula orang yang mampu mengoperasikan komputer tersebut. Hal tersebut terjadi di BKD Provinsi Jawa Barat, terutama bendahara pengeluaran pembantu. Seharusnya, seorang bendahara pembantu pengeluaran, dapat mampu menjalankan komputerisasi sehingga pekerjaan yang dilakukan tidak terhambat. Upaya yang dapat dilakukan adalah memberi pelatihan khusus bagi bendahara pengeluaran pembantu dalam mengoperasikan sistem komputerisasi. Karena bendahara pengeluaran pembantu merupakan seseorang yang penting dalam kegiatan penatausahaan terutama dalam hal pertanggungjawaban. Karena, pertanggungjawaban dikerjakan menggunakan sistem aplikasi yang terdapat dalam komputer, tidak secara manual. Sehingga pertanggungjawaban pun dapat selesai dengan tepat waktu untuk dilaporkan.