Penyakit yang ditularkan melalui Makanan, Air dan lainnya
6.2.Penyakit yang ditularkan melalui Makanan, Air dan lainnya
Penyakit yang ditularkan melalui makanan, air dan lainnya pada Riskesdas 2013 adalah diare dan hepatitis. Penyakit ini juga diteliti pada Riskesdas 2007. Pada Riskesdas 2013, pertanyaan diare ditambahkan dalam kurun waktu < 2 minggu, sesuai dengan kebutuhan program.
6.2.1. Hepatitis
Hepatitis adalah penyakit infeksi hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis A, B, C, D atau E. Hepatitis dapat menimbulkan gejala demam, lesu, hilang nafsu makan, mual, nyeri pada perut kanan atas, disertai urin warna coklat yang kemudian diikuti dengan ikterus (warna kuning pada kulit dan/sklera mata karena tingginya bilirubin dalam darah). Hepatitis dapat pula terjadi tanpa menunjukkan gejala (asimptomatis).
Prevalensi hepatitis 2013 adalah 1,2 persen, dua kali lebih tinggi dibandingkan 2007 (Gambar 6.5). Lima provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%) (Tabel 6.5). Bila dibandingkan dengan Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur masih merupakan provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi.
l ltim
li 0,6 el
ku iau g ulu ar lut ltra Jambi Riau ms
lse NTT Ka
Ba ng
lten Banten
lten Malu NTB
Su
Ka
Jateng p.R
Jatim Pabar Jabar
Aceh Su
ngk
ron one
Su Malu Su
Su Papua
Gambar 6.5 Prevalensi Hepatitis menurut provinsi, Riskesdas 2007 dan 2013
Berdasarkan kuintil indeks kepemilikan, kelompok terbawah menempati prevalensi hepatitis tertinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Prevalensi semakin meningkat pada penduduk berusia diatas 15 tahun (Tabel 6.6). Jenis hepatitis yang banyak menginfeksi penduduk Indonesia adalah hepatitis B (21,8 %) dan hepatitis A (19,3 %) (Tabel 6.7).
6.2.2. Diare
Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lendir.
Riskesdas 2013 mengumpulkan informasi insiden diare agar bisa dimanfaatkan program, dan period prevalens diare agar bisa dibandingkan dengan Riskesdas 2007.
Period prevalen diare pada Riskesdas 2013 (3,5%) lebih kecil dari Riskesdas 2007 (9,0%). Penurunan period prevalen yang tinggi ini dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel yang tidak sama antara 2007 dan 2013. Pada Riskesdas 2013 sampel diambil serentak pada bulan Mei- Juni, sedangkan Riskesdas 2007 waktu pengumpulan data tidak serentak. Insiden diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3.5 persen.
lse Babel
ar
pu lba ms Bal
Aceh DKI NTB lten lba NTT Su
talo sia
Jambi Malu Ka Pabar Ka
Su Papua Ke Lam
Ka Banten
Malu ng
Jateng
Su
Su ron one Jabar Jatim
Gambar 6.6 Period prevalence diare menurut provinsi, Riskesdas 2007 dan 2013
Tabel 6.5
Prevalensi hepatitis, insiden diare dan diare balita, serta period prevalence diare menurut provinsi,
Insiden Diare
Insiden Diare
Provinsi
Hepatitis
prevalence Diare balita
D D/G Aceh
9,0 10,2 Sumatera Utara
4,9 6,7 Sumatera Barat
3,5 4,1 Sumatera Selatan
3,5 3,9 Bangka Belitung
3,5 3,9 Kepulauan Riau
3,0 3,7 DKI Jakarta
6,7 8,9 Jawa Barat
6,1 7,9 Jawa Tengah
5,4 6,5 DI Yogyakarta
3,9 5,0 Jawa Timur
4,0 5,0 Nusa Tenggara Barat
5,3 6,6 Nusa Tenggara Timur
4,6 6,7 Kalimantan Barat
3,5 4,4 Kalimantan Tengah
4,4 5,5 Kalimantan Selatan
3,9 5,6 Kalimantan Timur
2,6 3,3 Sulawesi Utara
2,9 4,2 Sulawesi Tengah
3,8 6,8 Sulawesi Selatan
5,3 8,1 Sulawesi Tenggara
4,5 5,9 Sulawesi Barat
4,6 6,6 Maluku Utara
2,5 4,6 Papua Barat
5,1 5,6 Papua
6,8 9,6 Indonesia
Tabel 6.6 Prevalensi hepatitis, insiden diare dan diare balita, serta period prevalence diare menurut karakteristik, Indonesia 2013
Period
Insiden diare
Prevalensi
prevalence balita Karakteristik
Insiden Diare
Hepatitis
Diare
D D/G Kelompok umur (tahun)
Kelompok umur balita (bulan) 0-11
3,0 4,2 Jenis Kelamin
Tidak sekolah
Tidak tamat SD/MI
Tamat SD/MI
Tamat SMP/MTS
Tamat SMA/MA
Tamat D1-D3/PT
Tidak bekerja
Petani/Nelayan/Buruh
Tempat Tinggal
5,3 6,9 Kuintil Indeks Kepemilikan
6,2 8,6 Menengah Bawah
5,4 7,2 Menengah Atas
4,9 6,2 Teratas
Tabel 6.7 Proporsi penderita hepatitis A, B, C, dan hepatitis lain menurut provinsi, Indonesia 2013
Jenis Hepatitis yang Diderita Provinsi
Hepatitis
Hepatitis
Hepatitis C
Hepatitis Lain
Aceh
13.4 15.8 0.1 1.3 Sumatera Utara
12.3 12.7 1.5 1.3 Sumatera Barat
22.4 15.2 7.4 0.0 Riau
28.0 26.2 2.4 2.1 Jambi
10.9 9.3 4.6 2.0 Sumatera Selatan
22.4 22.4 0.0 1.6 Bengkulu
8.6 19.2 4.5 0.0 Lampung
37.4 14.8 1.2 0.0 Bangka Belitung
6.5 48.2 0.0 0.0 Kepulauan Riau
53.6 7.1 21.3 0.0 DKI Jakarta
17.1 37.7 5.0 3.3 Jawa Barat
21.1 27.3 1.6 0.9 Jawa Tengah
16.4 21.9 3.1 2.7 DI Yogyakarta
15.1 15.5 0.0 3.7 Jawa Timur
17.5 17.4 2.5 1.1 Banten
28.6 25.5 6.0 5.1 Bali
25.7 20.1 6.4 6.7 Nusa Tenggara Barat
8.4 18.9 1.3 0.0 Nusa Tenggara Timur
27.9 29.7 3.2 1.0 Kalimantan Barat
7.8 30.7 3.1 6.2 Kalimantan Tengah
12.9 25.2 0.0 0.0 Kalimantan Selatan
23.5 15.7 0.9 0.6 Kalimantan Timur
27.1 8.7 5.2 0.0 Sulawesi Utara
14.0 6.8 0.0 2.4 Sulawesi Tengah
15.9 16.3 0.7 3.4 Sulawesi Selatan
17.8 15.1 3.2 5.8 Sulawesi Tenggara
24.5 14.5 0.0 1.6 Gorontalo
4.9 10.1 0.0 0.0 Sulawesi Barat
6.3 39.0 0.0 0.0 Maluku
2.0 47.6 0.0 3.5 Maluku Utara
10.9 19.3 0.0 0.0 Papua Barat
5.2 30.3 0.0 6.2 Papua
8.9 36.5 4.6 2.1 Indonesia
1,8 Lima provinsi dengan insiden dan period prevalen diare tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%),
Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%), dan Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%) (Tabel 6.5). Insiden diare balita di Indonesia 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%) (tabel 6.5).
Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur balita adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare. Berdasarkan kuintil indeks kepemilikan, semakin rendah kuintil indeks kepemilikan, maka semakin tinggi proporsi diare pada penduduk. Petani/nelayan/buruh mempunyai proporsi tertinggi untuk kelompok pekerjaan (7,1%), sedangkan jenis kelamin dan tempat tinggal menunjukkan proporsi yang tidak jauh berbeda (Tabel 6.6).
Insiden diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%), tinggal di daerah perdesaan (5,3%), dan kelompok kuintil indeks kepemilikan terbawah (6,2%) (Tabel 6.6).
Tabel 6.8 Penggunaan oralit dan zinc pada diare balita menurut provinsi, Indonesia 2013
Provinsi
Zn Aceh
Oralit
22,8 Sumatera Utara
11,6 Sumatera Barat
10,6 Sumatera Selatan
31,4 Bangka Belitung
3,5 Kepulauan Riau
16,7 DKI Jakarta
19,0 Jawa Barat
16,0 Jawa Tengah
14,6 DI Yogyakarta
12,6 Jawa Timur
23,7 Nusa Tenggara Barat
25,8 Nusa Tenggara Timur
15,8 Kalimantan Barat
23,3 Kalimantan Tengah
11,6 Kalimantan Selatan
8,9 Kalimantan Timur
14,7 Sulawesi Utara
10,6 Sulawesi Tengah
15,6 Sulawesi Selatan
12,4 Sulawesi Tenggara
23,1 Sulawesi Barat
18,7 Maluku Utara
16,2 Papua Barat
16,9 Oralit dan zinc sangat dibutuhkan pada pengelolaan diare balita. Oralit dibutuhkan sebagai
rehidrasi yang penting saat anak banyak kehilangan cairan akibat diare dan kecukupan zinc di dalam tubuh balita akan membantu proses penyembuhan diare. Pengobatan dengan pemberian oralit dan zinc terbukti efektif dalam menurunkan tingginya angka kematian akibat diare sampai 40 persen. Pemakaian oralit dalam mengelola diare pada penduduk Indonesia adalah 33,3 persen. Lima provinsi tertinggi penggunaan oralit adalah Papua (59,5%), Nusa Tenggara Barat (52,5%), Papua Barat (51,6%), Nusa Tenggara Timur (51,5%), dan Jambi (51,1%). Pengobatan diare dengan menggunakan zinc pada penduduk Indonesia adalah 16,9 persen. Lima provinsi tertinggi pemakaian zinc pada pengobatan diare adalah Riau (32,4%), Lampung (31,3%), Nusa Tenggara Barat (25,8%), Bali (23,6%), dan Kalimantan Barat (23,6%). Penggunaan oralit dan zinc untuk diare balita menurut provinsi dapat dilihat pada tabel 6.8.