Karakterisasi interaksi antara tanaman aquilaria microcarpa baill dengan fusarium solani dalam pembentukan gaharu

KARAKTERISASI INTERAKSI ANTARA TANAMAN
Aquilaria microcarpa Baill DENGAN Fusarium solani DALAM
PEMBENTUKAN GAHARU

RIMA HERLINA SETIAWATI SIBURIAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Karakterisasi
Interaksi antara Tanaman Aquilaria microcarpa Baill dengan Fusarium solani
dalam Pembentukan Gaharu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013

Rima Herlina Setiawati Siburian
NIM E461090041

RINGKASAN
RIMA HERLINA SETIAWATI SIBURIAN, Karakterisasi Interaksi antara
Tanaman Aquilaria microcarpa Baill dengan
Fusarium solani dalam
Pembentukan Gaharu. Dibimbing oleh ULFAH YUNIARTI SIREGAR,
ISKANDAR ZULKARNAEN SIREGAR, dan ERDY SANTOSO.
Aquilaria microcarpa merupakan salah satu tanaman yang berpotensi
menghasilkan gaharu. Di habitat alaminya maupun pada hutan tanaman, tidak
semua jenis ini akan menghasilkan gaharu, diperkirakan hanya 10% yang dapat
memproduksi resin gaharu. Mekanisme pembentukan gaharu diduga merupakan
mekanisme pertahanan tanaman terhadap rangkaian patogenesis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk 1. Mengkarakterisasi secara morfologis
tanaman A.microcarpa yang berinteraksi dengan F. solani., 2. Mengidentifikasi

anatomi kayu A.microcarpa yang berinteraksi dengan F. solani, 3. Menentukan
genotipe tanaman A. microcarpa yang berinteraksi dengan F.solani berdasarkan
marka mikrosatelit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 karakter morfologi yang
diukur, dua karakter yaitu karakter tinggi tanaman serta sudut percabangan
memperlihatkan perbedaan antara kelompok tanaman yang diinokulasi dengan F.
solani dan tidak diinokulasi. Untuk karakter anatomi kayu A.microcarpa,
berdasarkan pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa pada tanaman yang
diinokulasi memiliki endapan berwarna coklat keemasan pada pori dan kulit
tersisip dan aroma wangi yang khas. Setelah diuji lebih lanjut dengan
menggunakan GCMS kandungan endapan tersebut berupa beberapa senyawa yang
teridentifikasi memiliki kesamaan dengan hasil penelitian terdahulu terkait
kandungan senyawa gaharu, diantarnya adalah elemol, baimuxinal, 3-phenyl-2butanone dan chromone-4-one.
Hasil uji virulensi Fusarium sp menunjukkan bahwa satu dari 4 strain,
yaitu F. solani FORDA 512, memiliki tingkat virulensi yang lebih tinggi
dibanding dengan F.solani lainnya, terutama pada anakan A, B dan C. Dua lokus
mikrosatelit, yaitu 6Pa18 dan 71Pa17, dapat digunakan untuk mengkarakterisasi
genotipe tanaman yang berinterksi dengan Fusarium sp yaitu semai (n = 40),
pohon diinokulasi (n = 20) dan pohon tidak diinokulasikan (n = 20). Hasil analisis
genetik menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam hal struktur genetik antara

populasi pohon dan populasi semai. Selain itu, urutan fragmen A. microcarpa
menunjukkan homologi yang rendah dengan A. crassna (82%). Urutan
kladogram menunjukkan bahwa semai yang diinokulasi memiliki hubungan yang
erat dengan pohon yang diinokulasi, hal ini menunjukkan peran genetik dalam
pembentukan gaharu.
Hasil yang diperoleh berdasarkan karakter morfologi pohon dan informasi
genotipe menunjukkan informasi yang berguna pada pembentukan gaharu
terutama berkenaan dengan anatomi kayu dan struktur genotipik.
Kata kunci: Anatomi, Aquilaria microcarpa, gaharu, genotype, morfologi

SUMMARY
RIMA HERLINA SETIAWATI SIBURIAN. Karakterisasi Interaksi antara
Tanaman Aquilaria microcarpa Baill dengan
Fusarium solani dalam
Pembentukan Gaharu. Supervised by ULFAH YUNIARTI SIREGAR,
ISKANDAR ZULKARNAEN SIREGAR, and ERDY SANTOSO.
Aquilaria microcarpa is native to Indonesia and has been identified and
promoted as potential tree species to yield high quality agarwood (gaharu).
Individual trees of this species, both in its natural habitat and plantation, do not
always yield agarwood due to many influencing factors. It is estimated that only

10% trees would be able to yield the resin. A clear mechanism of agarwood
formation is unknown and there is a lack of information on underlying causes and
triggers of the formation due to natural complexity and uncertainty. However,
natural defense mechanisms through a series of pathogenesis are presumed as
naturally observed in other resin producing tree species.
Research on the characterization of host-pathogen interaction in gaharu
formation was carried out based on the above mentioned problems with the
following specific objectives, namely: i). to identify morphological characters of
A. microcarpa trees interacting with F. solani sp, ii). to determine wood
anatomical characters of A. microcarpa interacting with F. solani, and iii) to
verify the genotypes of A. microcarpa seedlings and trees interacting with
F.solani based on microsatellites.
Results on tree morphological analysis showed that two out of 17
morphological characters (descriptor), namely tree height (m) and branching
angles (0), showed significant differences between inoculated and non-inoculated
individuals. In addition, microscopic observations on wood anatomical characters
of A. microcarpa revealed that inoculated plants clearly deposited golden-brown
colored resin in pores and canticles with a distinct scent. Further verification
using GC MS on the sediment deposits identified common compounds as reported
in many previous research on agarwood, namely: baimuxinal, elemol, 3-phenyl-2butanone and chromone-3-one. On the other hand, tests on the viulence degrees

of F. solani showed that one out of 4 strains, i.e. F.solani FORDA 512, showed
the highest level of virulence and was significantly different with other F.solani,
especially if inoculated on seedlings A60, A68 and B30. Two microsatellite loci
of A. crassna, i.e. 6Pa18 and 71Pa17, were successfully transferable to
A. microcarpa and could be used to characterize the genotypes of Fusariumtreated seedlings (n=40), inoculated trees (n=20) and non-inoculated trees (n=20).
There were differences in terms of genetic structures between tree population and
seedling population. Further sequence analysis on the microsatellite fragments on
the most virulent F.solani FORDA 512- inoculated seedlings indicated genotype
dependant responses for both seedling and tree stages. In addition, Sequence
based cladogram showed that inoculated seedlings were closely placed with
inoculated trees indicating certain genetic roles in the agarwood formation.

In conclusion, tree morphological (i.e. height growth and branch habit) as
well as genetic and genomic characters were clearly observed and useful to
provide early information on gaharu formation. It is also supported by the wood
anatomy analysis showing the presence of gaharu resin.
Key words: Anatomical, Aquilaria microcarpa, gaharu, genotyping,
morphological.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI INTERAKSI ANTARA TANAMAN
Aquilaria microcarpa Baill DENGAN Fusarium solani DALAM
PEMBENTUKAN GAHARU

RIMA HERLINA SETIAWATI SIBURIAN

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada

Departemen Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada ujian tertutup

: 1. Dr. Ir. Imam Santoso, MSc
2. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Maman Turjaman, DEA
2. Dr. Ir. Supriyanto

Judul Disertasi
Nama
NRP
Mayor


: Karakterisasi Interaksi antara Tanaman Aquilaria microcarpa
Baill dengan Fusarium solani dalam Pembentukan Gaharu
: Rima Herlina Setiawati Siburian
: E461090041
: Silvikultur Tropika (SVK)

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Ulfah J Siregar, M.Agr
Ketua

Prof.Dr.Ir.Iskandar Z,Siregar, M.For.Sc
Anggota

Dr.Ir. Erdy Santoso, MS
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program studi/

Mayor Silvikultur Tropika

Dr.Ir.Basuki Wasis, MS

Tanggal Ujian:

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala hikmat dan pimpinanNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan disertasi dengan judul “Karakterisasi interaksi antara tanaman Aquilaria
microcarpa Baill dengan Fusarium solani dalam pembentukan gaharu”.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2010 hingga September 2012.
Penelitian ini dapat terlaksana dengan bantuan dana dari DIPA BIOTROP tahun
2011.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan
kepada Dr. Ir. Ulfah Juniarti Siregar, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing,
serta Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc dan Dr.Ir. Erdy Santoso MS
selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis mulai dari penyusunan proposal, selama penelitian dan analisis, hingga
selesainya penulisan disertasi.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Papua, Dekan
Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk dapat mengikuti studi S-3 di Sekolah Pascasarjana IPB;
Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, dan ketua Program Studi
Silvikultur Tropika atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan di SPs IPB. Kepada seluruh staf pengajar dan administrasi
SPs IPB, penulis menyampaikan terimakasih atas ilmu dan kelancaran
administrasi selama penulis menjadi mahasiswa di SPs IPB juga kepada
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan Dana pendidikan
(beasiswa) dan kepada SEAMEO BIOTROP atas hibah dana penelitian. Ucapan
terimakasih juga kepada ibu Tetty Chaidamsari atas segala bantuan dan
bimbingan serta dorongan dalam penyelesaian riset dan tulisan ini, serta temanteman seperjuangan Silvikultur Tropika, Ikatan Mahasiswa Pasca sarjana Papua,
Sdri Laswi Irmayanti, S.Hut, ibu Dr. Ir. Oemijati Rachmatsjah, Ibu Ir. Lincah
Andadari, Msi, atas bantuannya.

Ungkapan terimakasih disampaikan pula kepada suami terkasih (Ricardo
Tapilatu), ketiga anak-anakku (Maryrose Easter Tapilatu, Julia Rosemary Tapilatu
dan Daniel Fitzgerald Tapilatu) atas segala pengorbanan, kesetiaan, kesabaran,
pengertian dan doa bagi penyelesaian studiku; Penghargaan yang tinggi juga bagi
kedua orang tuaku; ayahanda S.Siburian dan ibunda R. Sianturi, yang tanpa
mengenal lelah selalu memanjatkan doa demi keberhasilanku, serta seluruh
keluarga dan teman-teman atas doa dan semua bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi
pengetahuan dan teknologi.
Bogor, Mei 2013

Rima Herlina Setiawati Siburian

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman
ix

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penelitian
1.3 Manfaat Penelitian
1.4 Kerangka Pemikiran
2 IDENTIFIKASI KARAKTER MORFOLOGI AQUILARIA
MICROCARPA YANG BERINTERAKSI DENGAN FUSARIUM
SOLANI
2.1 Pendahuluan
2.2 Bahan dan Metode
2.3 Hasil
2.4 Pembahasan
2.5 Simpulan
3 IDENTIFIKASI ANATOMI KAYU AQUILARIA MICROCARPA
YANG BERINTERAKSI DENGAN FUSARIUM SOLANI
3.1 Pendahuluan
3.2 Bahan dan Metode
3.3 Hasil
3.4 Pembahasan
3.5 Simpulan
4 GENOTYPE TANAMAN AQUILARIA MICROCARPA YANG
BERINTERAKSI
DENGAN
FUSARIUM
SOLANI
BERDASARKAN MARKA MIKROSATELIT
4.1 Pendahuluan
4.2 Bahan dan Metode
4.3 Hasil
4.4 Pembahasan
4.5 Simpulan
5 PEMBAHASAN UMUM
6 SIMPULAN DAN SARAN
7 DAFTAR PUSTAKA

x
xi
1
3
4
4

7
8
9
13
15

16
17
19
26
27

28
29
32
41
43
44
50
51

DAFTAR TABEL
2.1

2.2
2.3
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
4.1
4.2
4.3

Rataan dan simpangan baku karakter morfologi Aquilaria microcarpa
yang diinokulasi dan tidak diinokulasi pada KHDTK Carita
Hubungan korelasi antar karakter pengamatan
Nilai Koefisien Komponen Utama Aquilaria microcarpa berdasarkan
karakter morfologi
Karakter anatomi Aquilaria microcarpa yang diinokulasi dan tidak
diinokulasi
Komponen gaharu dari tanaman Aquilaria microcarpa yang tidak
dinokulasi
Komponen gaharu dari tanamanA quilaria microcarpa yang diinokulasi
Kesamaan senyawa kimia dari beberapa Aquilaria spp
Senyawa Aquilaria microcarpa yang terdeteksi berdasarkan hasil GCMS
pada tanaman yang diinokulasi dan tidak diinokulasi
Kriteria virulensi isolat Fusarium sp pada tanaman muda A.microcarpa
Primer mikrosatelit Aquilaria crasna menurut Eurlings et al. (2009)
Kemampuan amplifikasi Primer mikrosatelit pada Aquilaria microcarpa

4.4 Panjang fragmen hasil amplifikasi silang pada lokus 6Pa18 dan 71Pa17
4.5 Tingkat keparahan inokulasi lima jenis Fusarium solani pada tanaman
muda Aquilaria microcarpa
4.6 Koefisien kesamaan genetik lokus 71Pa17 dan 6Pa18

10
12
14
19
21
22
24
25
29
31
34
35
36
40

DAFTAR GAMBAR
1.1
2.1

2.2
2.3
2.4
3.1
3.2
3.3
3.4
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5

Diagram alur penelitian
Teknik pengukuran pohon dan daun Aquilaria microcarpa
Sampel tanaman Aquilaria . microcarpa yang di diinokulasi (a) dan
tidak diinokulasi (b)
Dendogram similarity variabel pengamatan morfologi A. microcarpa
Biplot karakter pengukuran morfologi A. microcarpa.
Teknik pengambilan sampel tanaman dengan menggunakan bor,
a = (1/2 .ϴ) + 1 cm
Penampang melintang Aquilaria microcarpa yang belum diinokulasi
(a) dan yang telah diinokulasi (b)
Penampang dan kulit tersisip Aquilaria microcarpa yang belum
diinokulasi (a) dan yang telah diinokulasi (b)
Penampang Aquilaria microcarpa dengan pengamatan mikroskop
makro (a) dan pengamatan dengan SEM perbesaran 500 x (b)
Pola amplifikasi PCR dengan primer 71Pa17 pada tanaman Aquilaria
microcarpa anakan (A), tidak diinokulasi (N) dan diinokulasi (i)
Morfologi tanaman setelah 4 hari diinokulasi Fusarium solani FORDA
512
Morfologi daun setelah 8 hari, diinokulasi Fusarium solani FORDA 512
Struktur penyebaran alel pada setiap individu
Distribusi frekuensi alel pada lokus 6PA18 (A) dan 71PA17

6

9
10
11
13
17
20
21
22
33
34
35
36
37

4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11

Struktur penyebaran alel pada setiap individu
Analisis BLAST fragmen DNA Aquilaria microcarpa dengan NCBI
Pensejajaran hasil sekuen DNA Aquilaria mikrocarpa lokus 6Pa18
Pensejajaran hasil sekuen DNA Aquilaria mikrocarpa lokus 71Pa17
Cladogram tanaman Aquilaria microcarpa berdasarkan lokus 6Pa18
Cladogram tanaman Aquilaria microcarpa berdasarkan DNA lokus
71Pa17

37
38
39
40
41
41

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.

3.
4.
5.

Pengamatan karakter dan cara pengukuran/ perhitungan
Hasil analisis korelasi karakter morfologi pada Aquilaria microcarpa
yang diinokulasi Fusarium solani.
Hasil analisis korelasi karakter morfologi pada Aquilaria microcarpa
yang tidak diinokulasi Fusarium solani
Hasil pengamatan induksi Fusarium Solani pada tingkat semai
Frekuensi alel mikrosatelit Aquilaria microcarpa pada populasi
inokulasi, tidak inokulasi dan anakan

64

66
66
67
68

1

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thymeleaeceae merupakan salah satu famili dari tanaman hutan tropika
yang dapat menghasilkan gaharu. Famili ini memiliki kurang lebih 50 genus dan
hanya tujuh genus yang diduga mampu menghasilkan gaharu, diantaranya;
Aetoxylon, Enkleia, Gyrinops, Gonystylus, Dalbergia, Wikstroemia dan Aquilaria
(Whitmore 1980). Sumarna 2005 menyatakan bahwa dari ketujuh genus tersebut
yang paling banyak dijumpai di Indonesia adalah jenis-jenis Aquilaria.
Penyebaran Aquilaria di Indonesia bagian barat terdiri dari spesies Aquilaria
malacciensis, A. hirta, A. agallocha, A. beccariana, A. moszkowskii, dan
A. microcarpa, sedang A. filaria, A. secundana, dan A. tomentosa tersebar pada
kawasan timur Indonesia. Tanaman ini umumnya tumbuh pada dataran rendah
sampai ketinggian 750 mdpl (Hou 1960).
Gaharu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang
memiliki nilai ekonomi yang tinggi, karena harga jualnya yang dapat mencapai
Rp 30 juta/kg untuk kualitas super (Siran dan Turjaman 2010). Gaharu
diperdagangkan untuk keperluan industri parfum, kosmetik, dupa/kemenyan,
pengawet berbagai jenis asesoris dan obat-obatan (Sumarna 2005) dan juga acara
ritual keagamaan (Barden et al. 2000).
Meningkatnya permintaan pasar atas komoditas ini, menyebabkan proses
pencarian gaharu di hutan alam tak terkendali, disamping itu tidak semua pohon
yang dicari mengandung gaharu. Minimnya pengetahuan masyarakat dalam
membandingkan tanaman yang bergaharu dan tidak bergaharu mengakibatkan
populasi tanaman penghasil gaharu semakin berkurang akibat kejadian asal
tebang.
Sebagai konsekuensi penurunan populasi beberapa jenis Aquilaria,
termasuk A. microcarpa telah masuk dalam kelompok tanaman yang terancam
punah sejak tahun 2004 telah masuk dalam Appendix II CITES (Convention on
International Trade of Endangered Species) karena keberadaannya dialam telah
menurun (Blanchette 2004). IUCN (International Union for the Conservation of
Nature and Natural Resources) memberikan status rentan (Vulnerable) yang
berarti spesies ini sedang menghadapi risiko kepunahan di alam pada waktu yang
akan datang.
Pembatasan ekspor dengan kuota merupakan salah satu kebijakan
pemerintah dalam perdagangan ekspor-impor gaharu. Berdasarkan data Ditjen
PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) tahun 2010, telah ditetapkan
kuota ekspor gaharu untuk jenis A. malaccensis yaitu 146,125 ton per tahun,
sedangkan untuk jenis A. filaria sebanyak 427 ton/tahun. Untuk memenuhi
kuota yang telah ditetapkan, beberapa perkebunan telah membudidayakan gaharu.
Budidaya ini dilakukan karena tanaman penghasil gaharu di alam semakin sulit
ditemukan. Selama ini, gaharu untuk ekspor berasal dari beberapa sentra produksi
gaharu yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia seperti Kalimantan Barat,

2

Papua, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Jambi, Bengkulu, Maluku,
Mataram, Lombok, Riau, Jawa Barat dan beberapa daerah lainnya.
Penanaman beberapa jenis tanaman penghasil gaharu yang dilakukan pada
beberapa kawasan namun hingga tanaman berumur 10 tahun menurut
Umboh et al (1998), belum ada yang menghasilkan gaharu secara alami.
Mekanisme pembentukan gaharu pada pohon penghasil gaharu hingga saat ini
masih belum begitu dipahami, namun pembentukan ini diduga merupakan bagian
dari mekanisme pertahanan tanaman terhadap rangkaian patogenesis (Keeling dan
Bohlmann 2006). Pada mekanisme terinduksi, hama atau pathogen memicu
tanaman untuk membentuk sistim pertahanan diantaranya melalui proses
inokulasi (Agrios 1997).
Sesquiterpenoid yang terdapat pada pembentukan gaharu diketahui
merupakan senyawa pertahanan tanaman tipe fitoaleksin yang diproduksi tanaman
sebagai pertahanan terhadap pengaruh luar, seperti pengaruh lingkungan dan
penyakit (Keeling dan Bohlmann 2006). Metabolit sekunder atau zat ekstraktif
tanaman, dapat efektif melawan patogen dan agen penyakit karena analog dengan
komponen vital tertentu dari sistim sinyal seluler, atau dapat terlibat dengan
enzim vital dan menghambat jalur metabolisme (Bulugahapitiya dan Musharaff
2009). Metabolit sekunder pada kayu teras dapat menjadi pertahanan tanaman
terhadap agen perusak meskipun pengaruhnya sangat bervariasi pada berbagai
habitat (Hills 1987). Konsentrasi metabolit sekunder ini bervariasi antar spesies,
antar jaringan, antar pohon dalam spesies yang sama, maupun antar musim.
Respon yang dilakukan oleh tanaman saat terjadi interaksi dengan hama, adalah
melakukan sintesis berbagai molekul toksik baik molekul protein maupun non
protein yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap patogen (Agrios 1997).
Pelukaan jaringan tanaman diduga dapat menginduksi sintesis senyawa fitokimia
tertentu sebagai bentuk respon tanaman (Wobbe dan Klessig 1996).
Pengembangan teknik inokulasi pada tanaman penghasil gaharu telah
dilakukan oleh Ngatiman dan Armansyah (2005); Santoso et al. (2010), dengan
tujuan untuk meningkatan keberhasilan produksi gaharu. Pada beberapa
penelitian, respon tanaman terhadap patogen ditunjukkan oleh adanya perubahan
dalam kandungan tanin dan fenol yang merupakan produk jalur asam sikimat
(Wobbe dan Klessig 1996). Namun sejauh mana proses penginokulasian buatan
ini dapat meningkatkan produk gaharu, perlu dilakukan penelitian yang
menyeluruh untuk mendapatkan informasi yang tepat baik informasi karakter
fenotipe tanaman maupun karakter genotipenya guna mendapatkan karakter yang
tepat bagi tanaman bergaharu.
Serangan dan infeksi patogen dalam hal ini Fusarium sp dapat
mengganggu proses fisiologis yang berdampak pada perubahan morfologi
tanaman (Nieamann dan Visintini 2005; Lee dan Bostock 2006). Perubahan
tersebut dapat berupa gejala lokal dan gejala sistimatik (Christiansen 1999).
Gejala lokal adalah gejala yang hanya terdapat di daerah inokulasi primer, yang
dapat terlihat dengan melakukan pengamatan perubahan morfologi, sedangkan
gejala sistemik adalah gejala yang terjadi jauh dari daerah inokulasi sehingga
pengamatannya perlu dilakukan dengan menggunakan alat bantu seperti
mikroskop disamping pengamatan molekuler.
Pengamatan karakter fenotipe tanaman dapat didasarkan pada
pengamatan secara langsung baik morfologi maupun anatomi (Tanksley 1983),

3

sedangkan penggunaan penanda molekuler dapat menggambarkan keadaan genom
yang sesungguhnya (Powell et al. 1996). Penanda morfologi telah banyak
digunakan dalam program dasar genetika untuk mengidentifikasi varietas, spesies,
genus, maupun famili dari suatu jenis tanaman maupun program pemuliaan
tanaman. Meski demikian, terdapat beberapa kelemahan yang dimiliki penanda
ini, yaitu dapat dipengaruhi lingkungan (Tanksley 1983).
Penanda anatomi dapat dipelajari dengan menggunakan mikroskop untuk
membedakan struktur antar organel sel. Namun penanda ini memiliki kelemahan
karena kadang sukar untuk memperoleh perbedaan antara sel terinfeksi dengan sel
yang sehat. Sel yang terserang patogen atau sel yang tidak diserang patogen
kadang memiliki arsitektur sel yang sama (Kunoh 1995). Untuk itu perlu
dilakukan pendekatan dengan mempelajari senyawa-senyawa yang terbentuk
sebagai akibat dari pengakumulasian senyawa pertahanan tanaman. Dimana hal
ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perilaku patogen dalam sel
inang sekaligus dapat memberikan dasar pengetahuan mengenai respon fisiologi
untuk penelitian selanjutnya ditingkat molekuler (Kunoh 1995).
Penanda molekuler banyak diaplikasikan untuk membedakan setiap
spesies tanaman melalui pembentukan genotipe tanaman yang tidak dipengaruhi
oleh lingkungan. Penanda molekuler mampu meningkatkan efisiensi seleksi
dalam pemuliaan tanaman dengan cara seleksi secara tidak langsung terhadap
karakter yang diharapkan. Selain itu, marka molekuler tidak diregulasi lingkungan
sehingga tidak dipengaruhi oleh kondisi dimana tanaman tersebut berada, juga
marka tersebut dapat terdeteksi pada semua tahap perkembangan tanaman (Mohan
et al. 1997).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui perbedaan
karakter tanaman A. microcarpa yang berinteraksi dengan Fusarium solani dan
tanaman yang tidak menghasilkan gaharu ditinjau dari aspek morfologi, anatomi
kayu dan genetika. Secara khusus tujuan penelitian adalah untuk:
1. Mengidentifikasi karakter morfologi tanaman
A.microcarpa yang
berinteraksi dengan F. solani
2. Menganalisis struktur anatomi kayu dan senyawa A.microcarpa yang
berinteraksi dengan F. solani serta ragam senyawa yang terbentuk
3. Menentukan genotipe tanaman A. microcarpa yang berinteraksi dengan
F. solani berdasarkan marka mikrosatelit

4

Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:
1.

Morfologi tanaman yang telah diinokulasi F. solani berbeda dengan yang
tidak diinokulasi.
2. Struktur anatomi dan kandungan senyawa A. microcarpa yang telah
diinokulasi F. solani berbeda dengan yang tidak diinokulasi .
3. Reaksi pertahanan tanaman terhadap beberapa strain F. solani, berbeda
antar individu tanaman maupun jenis F. solani akibat perbedaan genotipe
tanaman.

1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa manfaat berupa
informasi penting terkait:
1. Perbedaan karakter morfologi tanaman bergaharu, berdasarkan
karakter yang diujikan.
2. Karakter struktur anatomi kayu yang diinokulasi F. solani serta
informasi mengenai perbedaan kandungan senyawa kimia.
3. Genotipe tanaman yang berinteraksi dengan F. solani serta mampu
menghasilkan gaharu.
Kebaruan (Novelty)
Kebaruaan yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini terkait
informasi:
1. Karakter morfologi pembeda antara tanaman bergaharu, dilihat dari bentuk
batang dan daun/tajuk tanaman.
2. Perbedaan struktur anatomi dan perbedaan kandungan senyawa kimia
A.microcarpa yang telah bergaharu dan yang tidak.
3. Genotipe tanaman bergaharu yang diinokulasi dengan F. solani.

1.4 Kerangka Pemikiran
Gaharu merupakan hasil dari pohon-pohon terinfeksi yang tumbuh di
daerah tropis dan berasal dari marga Aquilaria, Gyrinops dan Gonystilus yang
keseluruhannya termasuk dalam famili Thymeleaeceae. Tanaman A. microcarpa
merupakan salah satu jenis tanaman penghasil gaharu yang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi.
Pada habitat alaminya maupun di hutan tanaman, tidak semua jenis ini
akan menghasilkan gaharu, diperkirakan hanya 10% yang dapat memproduksi
resin gaharu (Gibson 1977 dalam Ng et al. (1997). Namun karena nilai ekonomi
gaharu tinggi, maka perburuan tanaman penghasil gaharu tidak terkendalikan
sehingga mengakibatkan populasi dari potensi tanaman ini khususnya
A.microcarpa menurun.

5

Mekanisme pembentukan gaharu belum begitu dipahami, bahkan mengapa
pembentukannya tidak terjadi pada semua tanaman penghasil gaharu juga masih
menjadi pertanyaan yang belum terjawab tuntas. Menurut beberapa ilmuwan
pembentukan gaharu dapat terjadi secara alami (Hills 1987); sedangkan menurut
ilmuwan lain penyebab utamanya adalah pelukaan mekanik (Rahman dan Khisa
1984) ataupun induksi bahan kimia (Boss 1938; Baruah et al. 1982) maupun
dengan jalan inokulasi cendawan/patogen (Umboh et al 1998; Santoso 1996).
Namun mekanisme pembentukan gaharu ini diduga merupakan bagian dari
mekanisme pertahanan tanaman.
Agrios (1997) menjelaskan bahwa mekanisme terjadinya penyakit pada
tanaman merupakan interaksi tanaman dengan patogen pada keadaan lingkungan
yang mendukung. Interaksi ini dikenal dengan istilah segitiga penyakit, dimana
ukuran dari setiap sisi sebanding dengan total jumlah sifat-sifat tiap komponen
yang memungkinkan terjadinya penyakit. Dalam proses terjadinya gaharu, kondisi
optimal dari ketiga aspek ini sangat penting diketahui untuk mendapatkan hasil
gaharu yang optimal. Oleh karena itu penelitian-penelitian terintegrasi mengenai
ketiga aspek tersebut sangat dibutuhkan guna mendapatkan informasi yang tepat
mengenai proses pembentukan gaharu serta kualitas yang diharapkan.
Penelitian tentang karakterisasi interaksi antara tanaman A. microcarpa
Baill dengan F. solani dalam pembentukan gaharu, dirancang untuk memberikan
informasi sehubungan dengan penentuan tanaman bergaharu. Upaya tersebut
diawali dengan mengidentifikasi karakter fenotipe yang terdiri dari kegiatan
mengidentifikasi morfologi dan anatomi tanaman yang diinokulasi maupun yang
tidak diinokulasi, kemudian
karakter-karakter tersebut dianalisis untuk
mengetahui karakter-karakter yang berbeda maupun berkorelasi terhadap proses
interaksi tanaman dengan F. solani Selain itu dilakukan juga karakterisasi
genotipe tanaman dengan menggunakan marka mikrosatelit untuk mengetahui
perbedaan tanaman yang berinteraksi dengan F. solani. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi awal mengenai indikator tanaman yang
berinteraksi dengan F. solani. Adapun diagram alur penelitian ini disajikan pada
Gambar 1.1.

6

Aquilaria microcarpa

Gaharu

Alami

Non Gaharu

Cekaman
(fisik/kimia)

Inokulasi

Karakterisasi

Genotipe

Fenotipe

IdentifikasiMorfologi

Analisis
Karakter
Morfologi

Identifikasi
Anatomi
Pengamatan
mikroskopis dan
Analisis GCMS

Indikator tanaman bergaharu

1.1 Diagram alur penelitian

Identifikasi molekuler
dengan marka
mikrosatelit
Pengujian populasi
anakan

7

2 IDENTIFIKASI KARAKTER MORFOLOGI AQUILARIA
MICROCARPA YANG BERINTERAKSI DENGAN
FUSARIUM SOLANI
2.1 Pendahuluan

Tanaman A. microcarpa Bail memiliki batang tegak dan dapat mencapai
ketinggian 40 m, diameter 2.5 m dengan daun majemuk yang tersusun
berselingan, berbentuk lonjong, berujung runcing, dan berwarna hijau mengkilap.
Bentuk bunga majemuk, berada di ujung ranting (terminal) atau di ketiak daun
(Hayne 1987). Umumnya tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada kondisi
tanah yang subur maupun tanah dengan kondisi masam, bahkan pada kawasan
hutan rawa, hutan gambut, hutan dataran rendah, ataupun hutan pegunungan
dengan tekstur tanah berpasir dan juga ada yang mampu tumbuh di celah–celah
batuan (Sumarna 2007).
Tanaman A. microcarpa merupakan salah satu tanaman penghasil gaharu,
namun tidak semua jenis ini dapat menghasilkan gaharu. Terbentuknya gaharu
pada tanaman ini diduga merupakan mekanisme pertahanan tanaman terhadap
faktor abiotik maupun biotik. Faktor abiotik seperti perlakuan pemberian bahan
kimia maupun pelukaan mekanis pada batang mengakibatkan tanaman bereaksi
terhadap perlakuan tersebut yang kemudian membentuk gaharu (Isnaini 2004),
namun hal ini tidak dapat menyebabkan penyebaran ke bagian lain dari pohon
yang tidak terkena efek langsung. Hal ini berbeda dengan faktor biotik seperti
jamur atau jasad renik lainnya, mekanisme pembentukan gaharu dapat menyebar
ke bagian lain pada pohon, karena penyebab mekanisme ini adalah makhluk hidup
yang melakukan aktifitas yang diperlukan untuk kehidupannya.
Dengan
terjadinya penyebaran pembentukan gaharu ke jaringan lain pada batang pohon,
maka kualitas dan kuantitas produk gaharu yang dihasilkan akan lebih
memuaskan (Santoso et al. 2010).
Berbagai penelitian telah dilakukan terhadap tanaman penghasil gaharu
dari genus Aquilaria, terutama dalam hal budidaya tanaman dan rekayasa
produksi gaharu (Novryanti 2008) usaha tersebut dilakukan guna memenuhi
kebutuhan konsumen gaharu yang terus meningkat sejalan dengan naiknya harga
jual gaharu. Upaya pembudidayaan tanaman penghasil gaharu di Indonesia telah
dimulai sejak tahun 1994/1995 oleh sebuah perusahaan pengekspor gaharu,
dengan menanam A. malaccensis seluas 10 hektar. Namun disisi lain, dijumpai
juga beberapa kasus ketidakberhasilan pengusahaan gaharu disebabkan oleh
kegagalan dalam pemeliharaan, kegagalan dalam melakukan inokulasi dan
perkiraan waktu penebangan serta keragaan tanaman bergaharu yang tidak tepat,
sehingga hasil yang diperoleh tidak memuaskan.
Pemanenan tanaman yang diduga bergaharu secara umum dilakukan
berdasarkan ciri sebagai berikut; I) daun berwarna kuning dan rontok, II) tajuk
pohon kecil dan tipis, III) cabang pohon banyak yang patah, IV) banyak terdapat
benjolan dan lekukan sepanjang batang atau cabang pohon, V) kulit kayu kering
dan rapuh serta bila ditarik mudah putus (Siran dan Turjaman 2010). Di daerah
Dayak Kenyah dan Punan Kalimantan Timur, pendugaan tanaman bergaharu
dilakukan dengan jalan mengiris dan memotong bagian kayu dari tumbuhan

8

penghasil gaharu yang terkena infeksi penyakit hingga ke bagian tengah batang
(Siran dan Turjaman 2010). Namun sering indikator ini tidak tepat dalam
menduga keberadaan gaharu karena setelah tanaman tersebut ditebang, gaharu
yang diharapkan tidak ada. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait hal
diatas dengan tujuan untuk mengidentifikasi karakter morfologi tanaman yang
berinteraksi dengan F. solani serta mampu menghasilkan gaharu.

2.2 Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan
Maret 2011 di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Carita Banten
dengan koordinat 06o8’-06o14’ Lintang Selatan dan 105º50’-105o55’ Bujur Timur.
Tanaman A.microcarpa pada kawasan ini berasal dari desa penghidupan,
Kecamatan Kampar Kiri-Tengah, Kabupaten Kampar - Riau, yang ditanam pada
tahun 1998. Pada tahun 2009 beberapa tanaman diantaranya diinokulasi dengan
beberapa F. solani.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
tanaman A.microcarpa yang terdapat pada KHDTK Carita Banten, sebanyak 110
pohon yang terdiri dari 44 pohon yang tidak diinokulasi dan 66 pohon yang telah
diinokulasi. Alat yang digunakan adalah haga meter, pita meter, kaliper, kamera,
tally sheet, dan alat tulis.

Metode
Pengamatan morfologi dilakukan pada tanaman A. microcarpa mulai dari
batang, percabangan, dan daun baik pada tanaman yang telah diinokulasi dan
yang tidak diinokulasi F. solani. Metode yang digunakan adalah observasi
deskriptif non eksperimen dari data lapang tentang penampilan tujuh belas
karakter fenotipik (karakter batang dan daun) pada seluruh pohon A. microcarpa .
Penentuan deskripsi plot yang dikaji mengacu kepada beberapa penelitian
variasi tanaman hutan yang dilakukan oleh Bacilieri et al.(1995);
Weber dan
Montes (2005); dan Baliuckas et al. (1999). Metode pengukuran dapat dilihat
pada Gambar 2.1 dan deskripsi pengukuran selengkapnya disajikan pada
Lampiran 1. Pengukuran morfologi batang yang dilakukan adalah pengukuran
tinggi total batang (TTB), tinggi bebas cabang (TB), diameter
, kekekaran
batang (KkB), tebal kulit(TK), kelurusan batang (KlB), kualitas bentuk batang
(KB), olume bebas cabang (VBC), jumlah cabang (∑ C), sudut cabang pertama
pembentuk tajuk (ScP), panjang anak daun (PD), lebar anak daun (LD), panjang
petiol (PP).

9

Gambar 2.1 Teknik pengukuran pohon dan daun Aquilaria microcarpa
Perbedaan penampilan fenotipik pohon induk dianalisis dengan menguji
perbedaan nilai tengah (compare mean) pada setiap karakter yang diukur
kemudian dilakukan uji lanjut Tukey. Parameter statistik yang dihitung meliputi
nilai tengah (nilai rata-rata), standar deviasi dan koefisien varians.
Analisis varians fenotipe pada populasi A.microcarpa dilakukan dengan
melihat korelasi antar karakter menurut formula korelasi Pearson. Untuk
menerangkan struktur varians melalui kombinasi linear dari variabel-variabel
(karakter fenotipik) yang diukur, dilakukan analisis faktor. Pola pengelompokan
antar karakter ditampilkan dalam bentuk grafik biplot antar faktor dengan
menggunakan program MINITAB 15.0.

2.3 Hasil
Analisis Keragaan Setiap Karakter Morfologi A. microcarpa
Secara visual morfologi tanaman A. microcarpa baik yang telah
diinokulasi tiga tahun maupun yang tidak diinokulasi, pada KHDTK Carita
Banten tidak menunjukkan adanya perbedaan, seperti pada Gambar 2.2.

(a)
(b)

(b)

Gambar 2.2 Morfologi tanaman Aquilaria microcarpa yang di diinokulasi (a)
dan tidak diinokulasi (b)

10

Hasil pengamatan morfologi terhadap 17 deskriptor tanaman A. microcarpa
baik yang telah diinokulasi maupun tidak diinokulasi, pada sampel tanaman
A. microcarpa yang berjumlah 110 pohon yang terdapat di KHDTK Carita Banten
juga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata kecuali pada karakter
tinggi total dan sudut cabang pertama pembentuk tajuk seperti terlihat pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1 Rataan dan simpangan baku karakter morfologi Aquilaria microcarpa
yang diinokulasi dan tidak diinokulasi pada KHDTK Carita
Karakter pengamatan
Tinggi total
Tinggi bebas cabang
Diameter
Kekekaran batang
Tebal kulit
Kelurusan batang
kualitas bentuk batang
Volume bebas cabang
Panjang tajuk
Lebar tajuk
Jumlah cabang
Sudut cabang pertama
pembentuk tajuk
Persen penutupan tajuk
Panjang anak daun
Lebar anak daun
Rasio panjang lebar
anak daun
Panjang petiol

Satuan
pengukuran
m
m
cm
indeks
mm
indeks
indeks
cm3
m
m
buah
derajat (0)
%
cm
cm
rasio

Tidak diinokulasi
(n = 44)
8.273 ± 2.74
3.023 ± 1.135
23.56±10.79
2.941 ± 1.168
0.2154 ± 0.063
8.886 ± 0.387
10 ± 0,092
0.00186 ±
0.00118
5.166 ±2.335
3.847±1.697
8±3.816
65.34±19.78

Inokulasi
(n = 66)
9.288 ± 2.41
3.177 ± 1.251
26.17 ± 9.4
3.225 ± 1.226
0.2267 ± 0.0559
8.7576 ± 0.4661
9.9394 ± 0.4924
0.00225±
0.00169
5.989 ± 2.41
3.811 ± 1.414
8.561 ± 3.595
55.53 ± 15.54

42.61±20.07
5.943±0.851
2.443±0.701
2.585±0.691

43.03±15.59
5.939±0.82
2.6288±0.6811
2.3722± 0.5491

3.773±0.803

3.7575±0.7245

P value
0.043*
0.512
0.182
0.228
0.329
0.132
0.349
0.194
0.078
0.904
0.436
0.004**

mm

0.903
0.981
0.169
0.075
0.918

Keterangan: * berbeda nyata (p < 0.05); ** berbeda sangat nyata (p < 0.05)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum karakter-karakter
tanaman yang diinokulasi, tidak berbeda nyata dengan karakter tanaman yang
tidak diinokulasi. Namun untuk hasil pengamatan pada karakter tinggi pohon
nilai rata-rata yang diperoleh lebih tinggi dibanding tanaman yang tidak
diinokulasi dan karakter sudut cabang pertama pembentuk tajuk, menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata, dimana rata-rata nilai hasil pengukuran karakter
inokulasi menunjukkan hasil pengukuran yang lebih rendah dibanding tanaman
yang tidak diinokulasi. Kedua nilai rata-rata karakter ini memiliki keterkaitan,
dimana pertumbuhan tinggi tanaman akan lebih cepat bila sudut cabang
pembentuknya memiliki nilai sudut yang kecil dibanding tanaman yang memiliki
nilai sudut yang besar.
Pengujian tingkat similarity tanaman yang diinokulasi dengan tanaman yang
tidak diinokulasi dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antar karakter.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemiripan dari seluruh karakter yang
diamati adalah 55,24 % atau keragaman sebesar 44,76 % dan karakter-karakter ini
membentuk tiga kelompok. Kelompok pertama terdiri dari karakter tinggi total,
panjang tajuk, kekekaran batang, diameter, volume bebas cabang, tebal kulit,

11

lebar tajuk dan persen penutupan tajuk. Kelompok kedua terdiri dari dua karakter
pengukuran daun yakni karakter panjang anak daun dan lebar anak daun, sedang
kelompok ketiga terdiri dari enam karakter yaitu kelurusan batang, kualitas bentuk
batang, rasio panjang lebar anak daun, panjang petiol, jumlah cabang dan sudut
cabang pertama pembentuk tajuk seperti pada Gambar 2.3. Karakter pengukuran
yang memiliki tingkat kemiripan yang tinggi adalah karakter tinggi total dan
panjang tajuk yakni sebesar 89.71 %.

Gambar 2.3 Dendogram similarity karakter pengamatan morfologi Aquilaria
microcarpa

Analisis Faktor
Berdasarkan hasil pengolahan data karakter morfologi tanaman
A. microcarpa, maka untuk mengetahui karakter yang mampu menjadi penentu
keragaman dari tanaman yang diinokulasi maupun tidak diinokulasi dapat dilihat
dengan menggunakan analisis faktor. Nilai faktor dari setiap karakter yang
diinokulasi dan yang tidak diinokulasi seperti terlihat pada Tabel 2.3.

12

Tabel 2.3 Nilai koefisien faktor tanaman Aquilaria microcarpa yang tidak
diinokulasi dan diinokulasi berdasarkan karakter morfologi
Karakter pengukuran
Eigenvalue
% Keragaman
Tinggi total
Tinggi bebas cabang
Diameter
Kekekaran batang
Tebal kulit
Kelurusan batang
Kualitas bentuk batang
Volume bebas cabang
Panjang tajuk
Lebar tajuk
Jumlah cabang
Sudut cabang pertama pembentuk
tajuk
Persen penutupan tajuk
Panjang anak daun
Lebar anak daun
Rasio panjang lebar anak daun
Panjang petiol

Analisis Faktor
Tidak diinokulasi
Diinokulasi
3.838
2.831
0.226
0.167
0.897
0.794
0.255
0.434
0.815
0.798
0.413
0.275
0.272
0.291
-0.206
-0.004
0.222
0.001
0.718
0.739
0.784
0.558
0.112
0.404
0.067
-0.052
-0.116
0.117
0.255
0.363
0.498
-0.329
-0.216

0.073
0.027
0.250
-0.285
-0.025

Analisis faktor digunakan untuk menentukan variabel-variabel mana yang
mempengaruhi dengan tingkat keragaman paling tinggi. Untuk itu faktor yang
dipilih dari hasil analisis faktor ini hanya satu faktor. Berdasarkan loading
faktornya, nilai pada faktor 1 yang lebih besar dari |0,5| menandakan variabelvariabel yang bersesuaian mempengaruhi karakter tanaman yang tidak diinokulasi
dengan nilai keragaman tinggi diantaranya tinggi total, diameter, volume bebas
cabang, dan panjang tajuk. Pada tanaman yang diinokulasi faktor yang memiliki
nilai keragaman yang tinggi yaitu tinggi total, diameter, kekekaran batang,
volume bebas cabang dan panjang tajuk. Kedua hasil pengukuran menunjukkan
nilai keragaman analisis faktor yang sama baik pada tanaman yang diinokulasi
maupun yang tidak diinokulasi.
Pola pengelompokan antar karakter yang dievaluasi dapat ditampilkan
dalam grafik biplot antar faktor pengamatan. Hasil biplot menunjukkan bahwa
pohon yang tidak diinokulasi dicirikan oleh karakter tinggi total, tinggi bebas
cabang, diameter dan panjang tajuk sedang tanaman yang diinokulasi dapat
dicirikan dengan variabel tinggi total, tinggi bebas cabang, diameter dan panjang
tajuk. Karakter pengukuran lain tidak dapat digambarkan secara pasti sebagai
variabel yang menjadi indikasi karakteristik pohon diinokulasi atau tidak.

13

(a)

(b)

Gambar 2.4 Biplot karakter pengukuran morfologi Aquilaria microcarpa tidak
diinokulasi (a) dan diinokulasi (b). (X1= tinggi total, X2= tinggi
bebas cabang, X3= diameter, X4= kekekaran batang, X5 = tebal
kulit, X6= kelurusan batang, X7= kualitas bentuk batang, X8=
volume bebas cabang, X9 = panjang tajuk, X10=lebar tajuk, X11=
jumlah cabang X12= sudut cabang pertama pembentuk tajuk, X13=
persen penutupan tajuk, X14= panjang anak daun, X15= lebar anak
daun, X16= rasio panjang lebar anak daun , X17= panjang petiol).
2.4 Pembahasan
Karakter morfologi yang diukur menunjukkan tingkat kemiripan yang
tinggi, antara tanaman yang telah diinokulasi maupun yang tidak diinokulasi. Hal
ini diduga karena dalam tubuh tanaman terjadi reaksi pertahanan, yang
mengakibatkan tanaman tetap tumbuh dan berkembang. Agrios (1997)
menyatakan bahwa tanaman dapat tahan terhadap patogen karena tanaman
tersebut masuk dalam kelompok tanaman yang imun terhadap patogen (ketahanan
bukan-inang = non host resistance) atau karena tanaman tersebut memiliki gen
ketahanan untuk mengatasi virulensi patogen (ketahanan sejati = true resistance)
atau karena beberapa alasan tanaman terhindar atau toleran terhadap infeksi
patogen (ketahanan nyata = apparent resistance).
Siregar (2009) menyatakan bahwa tanda-tanda terbentuknya gaharu bila
dilihat dari faktor morfologi sampai dengan pengamatan bulan ke enam adalah
daun menguning dan rontok; kulit batang mulai mengering; ranting dan cabang
mulai meranggas serta mudah patah; batang, cabang dan ranting berwarna putih
berserat coklat hitam dengan teras kayu merah kecoklatan atau hitam bila kulit
dikupas; bila kulitnya dibakar akan mengeluarkan aroma gaharu yang khas.
Kunoh (1995) menyatakan, interaksi cendawan patogen dengan tanaman
dapat menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis pada tanaman yang
berdampak terhadap terjadinya perubahan visual pada sel, jaringan atau organ
tanaman, bahkan dapat mengakibatkan perubahan terhadap morfologi tanaman
(Nieamann dan visintini 2005; Lee dan Bostock 2006). Penampilan morfologi
suatu organisme merupakan hasil proses metabolisme yang terjadi didalam setiap

14

sel penyusun organisme. Keragaman morfologi pada individu dalam suatu
populasi sangat tergantung pada keragaman proses dan hasil metabolisme yang
terjadi pada masing-masing individu. Proses metabolisme tersebut terjadi dalam
sel yang melibatkan reaksi biokimia yang dikatalis oleh enzim tertentu, sehingga
mengakibatkan keragaman morfologi dan hasil metabolisme.
Variasi kerentanan terhadap patogen dalam tanaman juga disebabkan karena
perbedaan jumlah gen ketahanan (Agrios 1997). Tanaman yang sangat rentan
terhadap suatu isolat patogen, sesungguhnya tidak memiliki gen ketahanan yang
efektif untuk mengatasi isolat yang diinokulasikan pada tanaman, akibatnya
tanaman tersebut mati apabila patogen yang diinokulasikan sangat virulen.
Tanaman A. microcarpa yang diinokulasi dengan F. solani, juga ada yang mati
saat diinokulasi, sekalipun tanaman lain di sekitarnya tidak mengalami hal yang
sama.
Lingkungan dapat mempengaruhi jumlah dan aktivitas patogen (Semangun
1996). Kerentanan tanaman dan virulensi patogen tidak berubah pada tanaman
yang sama selama beberapa hari hingga beberapa minggu, akan tetapi keadaan
lingkungan dapat berubah secara tiba-tiba dalam tingkatan yang bervariasi. Oleh
karena itu, lingkungan juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan
perkembangan penyakit menjadi lebih cepat atau lebih lambat. Tentu saja
perubahan yang terjadi pada faktor lingkungan tersebut mampu mempengaruhi
tanaman inang, patogen atau kedua-duanya. Perubahan faktor lingkungan ini
mungkin menguntungkan bagi pertumbuhan patogen dan tidak menguntungkan
bagi tanaman inang.
Teknik pemilihan tanaman yang akan diinokulasi diduga juga berpengaruh
terhadap nilai karakter morfologi tanaman yang diinokulasi, dimana tanaman yang
akan diinokulasi umumnya adalah tanaman yang secara fenotip sehat. Hal ini
mengakibatkan nilai hasil pengukuran karakter morfologi tanaman yang
diinokulasi lebih tinggi dibanding tanaman yang belum diinokulasi.
Pada tahun 2008 di lokasi penelitian ini terjadi serangan hama Heortia
vitessoides yang mengakibatkan proses pembentukan gaharu terganggu. Akibat
serangan tersebut beberapa daun pohon penghasil gaharu menjadi rusak, pohon
menjadi meranggas, bahkan mati. Tanaman yang terserang ulat H. vitessoides,
kematian banyak terjadi pada kelompok tanaman yang diinokulasi, karena
serangan tersebut menghambat pertumbuhan tanaman dan bahkan menimbulkan
kematian tanaman.
Terbukanya lahan yang disebabkan oleh matinya tanaman rentan yang
tidak tahan terhadap inokulasi yang dilakukan maupun akibat serangan ulat H.
vitessoides, memberi peluang bagi tanaman di sekitarnya untuk bertumbuh dan
berkembang, bahkan pada beberapa tanaman yang tahan terhadap Fusarium, nilai
pengukuran karakter morfologinya lebih tinggi dibandingkan pohon lainnya.
Namun bila dilihat pada hasil penelitian ini kedua kelompok tanaman yang
diinokulasi maupun tidak diinokulasi karakter pengukuran tinggi total, diameter,
volume bebas cabang dan panjang tajuk sama-sama memberikan nilai keragaman
yang tinggi.

15

2.5 Simpulan
Pengukuran karakter morfologi tanaman yang diinokulasi maupun yang
tidak diinokulasi berdasarkan analisis faktor diperoleh nilai keragaman
pengukuran tinggi total, diameter, volume bebas cabang dan panjang tajuk yang
sama antar kedua kelompok tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa karakterkarakter morfologi yang digunakan, belum dapat menggambarkan perbedaan
antara tanaman yang tidak diinokulasi dan yang diinokulasi.

16

3 IDENTIFIKASI ANATOMI KAYU
AQUILARIA MICROCARPA YANG BERINTERAKSI
DENGAN FUSARIUM SOLANI

3.1 Pendahuluan

Gaharu terbentuk sebagai reaksi tanaman terhadap adanya gangguan biotik
atau abiotik. Gangguan biotik yang paling banyak dilaporkan berperan dalam
pembentukan gaharu adalah gangguan oleh cendawan salah satunya adalah
Fusarium spp. (Gong dan Shun 2008; Siregar 2009; Isnaini et al. 2009; Mohamed
et al. 2010).
Pada proses interaksi antara Fusarium dengan inangnya, patogenesitas
Fusarium sangat mempengaruhi respon yang diberikan oleh tanaman (Mendgen
dan Deising 1993). Respon tersebut merupakan pertahanan tanaman yang
berfungsi sebagai penghalang fisik dan juga biokimia dalam sel maupun jaringan
tanaman sehingga dapat mematikan patogen atau menghambat pertumbuhannya
(Groenewald 2005).
Ketahanan biokimia merupakan reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam
sel dan jaringan tumbuhan yang menghasilkan zat beracun bagi patogen atau
menciptakan kondisi yang menghambat pertumbuhan patogen pada tumbuhan
tersebut (Agrios 1997). Perubahan biokimia dapat terjadi antara lain melalui
sintesis dan akumulasi asam salisilat (Wobbe dan Klessig 1996) atau fitoaleksin
(Beynon 1997), yaitu senyawa hasil metabolit sekunder yang toksik bagi virus,
bakteri, maupun cendawan yang menyerupai asam lemak (Lawton et al 1992),
dan dikeluarkannya elisitor berupa oligosakarida oleh tanaman (Nothnagel et al
1983). Senyawa-senyawa ini dapat melindungi tanaman secara menyeluruh
terhadap serangan patogen namun dapat juga menekan perkembangan patogen
sehingga tidak menurunkan produksi. Disamping itu tanaman juga dapat
mempertahankan diri dengan tidak memproduksi senyawa metabolit yang
diperlukan oleh patogen sehingga patogen tidak berkembang.
Penelitian terdahulu mengenai identifikasi morfologi tanaman yang
berinteraksi dengan Fusarium spp, belum dapat membedakan karakter-karakter
tanaman penanda bergaharu. A. microcarpa merupakan salah satu tanaman
penghasil gaharu, dengan perubahan warna batang yang khas (coklat-kehitaman)
dan memiliki kandungan kadar damar wangi (Dewan Standar Nasional 1999).
Oleh karena itu identifikasi anatomi kayu serta senyawa-senyawa yang
terkandung dalamnya diharapkan dapat memberikan gambaran perbedaan yang
jelas antara tanaman bergaharu dan tidak bergaharu. Penelitian mengenai interaksi
tanaman A.microcarpa dengan F. solani telah dilakukan dengan menguji pada
tanaman muda/semai (Rahayu et al 2009; Putri et al 2008) namun perbedaan
anatomi dan kandungan antara tanaman yang telah diinokulasi dan tidak
diinokulasi, sangat bervariasi antar jenis tanaman penghasil gaharu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakter anatomi
serta kandungan senyawa A. microcarpa pada tanaman yang telah diinokulasikan
dengan F. solani maupun tidak diinokulasi.

17

3.2 Bahan dan Metode

Penelitian anatomi kayu dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai
dengan bulan Agustus 2011 pada laboratorium Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Analisis kandungan
senyawa tanaman dilakukan di laboratotium Forensik Markas Besar Polisi
Republik Indonesia.
Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman A. microcarpa yang
telah diinokulasi tiga tahun sebelum dilaksanakan riset ini, serta terbentuk
senyawa gaharu yakni pohon nomor 5. Sampel tanaman yang belum diinokulasi
dipilih tanaman yang seumur dan dekat dengan tanaman yang telah diinokulasi,
yaitu pohon nomor 22. Pengambilan sampel kayu