Sistematika Penulisan

B. Aspek-aspek Semiotik Serat Babad Umbul Pengging

Pada analiisis semiotik, ada tiga jenis tanda berdasarkan hubungan antara tanda dengan yang ditandakan, yaitu: (1) ikon, yaitu tanda yang secara inheren memiliki kesamaan dengan arti yang ditunjuk. (2) indeks, yaitu tanda yang mengandung hubungan kasual dengan apa yang ditandakan. (3) simbol, yaitu tanda yang memiliki hubungan makna dengan yang ditandakan bersifat arbriter, sesuai dengan konvensi suatu lingkungan sosial tertentu. Ketiganya akan dijabarkan labih lanjut sebagai berikut:

a. Indek, merupakan tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dan petandanya. Indek di dalam Serat Babad Umbul Pengging berupa suara gamelan, genderang, gong, meriyam dan selompret.

1. Suara gamelan, gamelan merupakan alat musik tradisional yang terdiri dari berbagai macam alat. Gamelan dapat menghasilkan suara dengan cara dimainkan. Sebab adanya suara karena gamelan tersebut dimainkan sehingga menimbulkan suara yang indah. Adapun contoh dari indek dapat dilihat pada pupuh 3 bait 26 sebagai berikut:

Kutipan:

Marga kang marang botrawi/ angrangin gamêlanira/ siyang dalu arêramèn/ sabên ingkang pasanggrahan/ wadana pan kêsukan/ angungkung gamêlanipun/ sawênèh samya nayuban//

Terjemahan:

Jalan yang menuju kolam pemandian, terdengar suara gamelan yang merdu, siang dan malam selalu diperdengarkan. Di dalam pesanggrahan, terlihat para pembantu yang sedang bersuka ria, dengan membunyikan gamelan, selain itu ada yang menari Tayub.

Suara gamelan dibunyikan sebagai penghormatan kepada tamu yang datang, juga sebagai hiburan pada acara-acara tertentu. pada setiap bunyi gamelan atau jenis musik yang dimainkan memiliki makna yang berbeda- beda, misalnya gending wilujengan dibunyikan untuk penyambutan dan sebagainya.

2. Suara genderang dan gong, genderang merupakan alat musik yang cara memainkannya di pukul, sedangkan gong merupakan alat musik tradisional seperangkat dengan gamelan cara memainkannya dipukul. Oleh karenanya genderang dan gong menghasilkan bunyi karena dipukul atau dimainkan. Adapun contoh dari suara genderang dan gong dapat dilihat pada pupuh 8 bait 23, sebagai berikut:

Kutipan:

Pakurmatan tambur gangsa munya baraung/ umung tan parungyan/ gumuruh swaraning janmi/ Jêng Pangeran wus tundhuk lan Srinarendra//

Terjemahan:

Terdengar suara genderang dan gong, bersamaan dengan hirul pikuknya orang banyak, bergemuruh suara mereka, Jeng Pangeran memberi sembah kepada Srinarendra.

Suara genderang dan gong diperdengarkan apabila ada pembesar yang hadir atau menandai suatu acara yang besar.

3. Suara meriyam, meriyam merupakan salah satu senjata untuk berperang, namun lama kelamaan meriyam sudah tidak lagi dijadikan senjata, hanya dijadikan sebuah peninggalan. Meriyam dibunyikan dengan cara menembakkan pelurunya, dengan demikian akan terdengar menggelagar. Adapun bunyi meriyam dapat dilihat pada pupuh 8 bait 30, sebagai berikut:

Kutipan:

Wusnya ngunjuk gya munya mariyêmipun/ ping dwidasa nawa/ gumaludhug manêngkêri/ kèh kapilêng wong padesan kang miyarsa//

Terjemahan:

Setelah minum terdengar suara meriyam sebanyak dua puluh, bergemuruh memekakkan telinga semua orang yang melihatnya.

terjadi peristiwa penting, misalnya kedatangan tamu raja atau tamu penting lainnya.

4. Suara selompret, selompret merupakan alat musik tiup, yang cara memainkannya dengan ditiup. Oleh karenanya selompret menghasilkan suara atau bunyi apabila ditiup. Adapun suara selompret dapat dilihat pada pupuh 14 bait 5, sebagai berikut:

Kutipan:

Myang tambur salomprèt muni/ gumuruh nèng pagêlaran/ urmat rawuhnya Sang katong/ wadya kang tugur umilwa/ anjajari ing ngarsa/ yata wau Sang Aprabu/ titihanira wus prapta//

Terjemahan:

Genderang dan selompret dibunyikan, bergemuruh di pagelaran, memberi hormat kedatangan raja, dan mereka berjajar di depan, kereta sudah datang.

Selompret dibunyikan sebagai tanda bahwa raja beserta keluarga sudah kembali ke negara Surakarta. Disambut dengan adanya bunyi selompret

b. Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungannya bersifat arbitrer (semau-maunya).

rumah panggung, kelambu, arca, jambangan, melati dan menur, kenanga dan kantil, air, kuda, sengkalan, kedermawanan serta pantangan.

1. Lengkungan, dibuat dari sebilah bambu yang tancapkan ke tanah diberi hiasan janur atau kain. Dipasang dipinggir-pinggir jalan. Lengkungan merupakan sebuah simbol akan di adakannya suatu acara. Adapun simbol tersebut dapat dilihat pada pupuh 2 bait 1, sebagai berikut:

Kutipan:

Tuwin sagung lurung-lurung/ rinata winangun sami/ marma simpangan sinungan/ pelêngkung rinawis-rawis/ sêmana Srinaranata/ utusan marang ing Pêngging//

Terjemahan:

Jalan-jalan yang ada dibangun dan ditata dengan rapi, di setiap perempatan diberi lengkungan dengan rumbai-rumbai dan raja juga telah memerintahkan dan mengutus ke Umbul Pengging.

Lengkungan dengan rumbai-rumbai menandakan akan adanya hajatan atau acara di suatu tempat. Biasanya lengkungan dengan rumbai- rumbai terbuat dari janur yang dibentuk sedemikian rupa agar tampak indah. Ada pula yang terbuat dari kain yang biasa disebut umbul-umbul. Dipasang di tepi jalan dan disetiap perempatan atau sepanjang jalan

2. Taman, sebuah area yang dibuat disuatu tempat (di dekat kolam, di tepi jalan), dihiasi banyak tumbuhan dan bunga yang menjadikan taman tersebut asri. Taman merupakan simbol dari keasrian atau keindahan. Adapun simbol tersebut dapat dilihat pada pupuh 2 bait 25:

Kutipan:

Ing Pêngging malih winuwus/ Tuan Winêr ing samangkin/ dènira anambut karya/ sadaya sampun miranti/ rêngganing kang pasiraman/ tuwin srining taman sari//

Terjemahan:

Di Pengging kembali diceritakan, Tuan Winer yang diperintahkan membangun dan menata taman, semua sudah dipersiapkan, dan suasana di pesanggrahan Umbul Pengging tampak indah dan rapi.

Taman dibangun dengan tujuan supaya tempat tersebut semakin asri dan indah. Dengan banyaknya tanaman seperti pohon dan juga bunga yang berwarna-warni.

3. Rumah panggung, merupakan sebuah tempat yang berbentuk layaknya rumah, beratap dan berdinding namun tidak terlalu rapat lantainya dibuat lebih tinggi atau bertingkat. Rumah panggung merupakan simbol tempat kekuasaan tertinggi. Adapaun simbol tersebut dapat dilihat pada pupuh 2

Kutipan:

Ing umbul samya pinatut/ kang badhe kagêm Sang Aji winangun ing yasa kambang/ rinêngga linungsir-lungsir/ sinungan undhak-undhakan/ tumurune marang warih//

Terjemahan:

Semua tempat di pesanggrahan dihias, sebab akan digunakan raja, dan dibuat rumah panggung diberi untai-untaian, dan dihias serta diberi tangga, yang menuju ke kolam pemandian.

Rumah panggung dibuat untuk peristirahatan ditujukan untuk raja beserta keluarga selama. Dibuat dengan lantai yang tinggi agar terhindar dari luapan air, karena rumah panggung tersebut dibangun di dekat kolam.

4. Kelambu, merupakan sebuah tirai yang tipis, lembut dan transparan, berbentuk seperti jaring namun lebih rapat. Kelambu merupakan simbol dari perlindungan. Adapun simbol tersebut dapat dilihat pada pupuh 2 bait

27, sebagai berikut:

Kutipan:

Kinêlambu wastra pingul/ rangrangan wironirèki/ tinurut ing gardhe rêkta/ sangking mandrawa kaèksi/ lir rakiting patilaman/ pinayu ing sutra wilis//

Terjemahan:

Selain itu diberi kelambu sutra putih, dengan lipatan yang tidak terlalu rapat di pinggir diberi kelambu merah. Dari kejauhan terlihat seperti tempat tidur, diperindah dengan sutra hijau tua.

Kelambu mempunyai fungsi sebagai kain penutup yang biasa dipasang di tempat tidur. Dan juga sebagai pelindung. Di dalam masyarakat kelambu dipakai untuk melindungi dari gigitan serangga, sedangkan pada tempat-tempat keramat kelambu difungsikan sebagai penutup atau pelindung benda-benda tersebut. Makna lain dari kelambu yaitu berupa hambatan yang harus ditempuh sebelum seseorang itu mencapai kebahagiaan di dalam hidupnya. Karena ketika akan tidur melewati kelambu terlebih daluhu, dan kelambu harus di buka dibagian tengahnya atau disebut juga dipilah agar bisa melewati hambatan atau rintangan tersebut.

5. Arca, merupakan patung yang terbuat dari batu. Bentuknya bermacam- macam, dibentuk sesuai dengan penempatannya. Arca yang ditempatkan di dekat gerbang akan dibuat seperti penjaga, sedangkan di dalam menyerupai dayang atau pelayan. Arca merupakan simbol dari pengabdian. Adapun simbol tersebut dapat dilihat pada pupuh 2 bait 30, sebagai berikut:

Kutipan:

Têpinya samya pinatut/ ing rêca mawarni-warni/ tinon lir jama mangrêksa/ ing udyana turut pinggir/ wênèh pinêtha parêkan/ angampil wastra ngladèni//

Terjemahan:

Di tepi dihias arca yang berwarna-warni menyerupai manusia penjaga, berjajar di pinggir. Ada yang menyerupai dayang istana, memakai pakaian, kelihatan siap melayani.

Arca merupakan patung yang terbuat dari batu yang dibuat menyerupai penjaga. Ada yang menyerupai prajurit, ada pula yang menyerupai dayang istana. Yang menyerupai prajurit ditempatkan di depan pintu biasanya mengapit pintu, berada di sisi kakan dan kiri pintu. Arca yang mengapit pintu biasanya diberi perisai dan pedang kelihatan sipa menghadap semua yang lewat atau yang akan masuk. Yang menyerupai dayang wanita ditempatkan di dekat kolam pemandian, dibuat seakan-akan siap untuk melayani raja dan keluarga.

6. Jambangan bunga, merupakan tempat atau wadah. Terbuat dari tembaga. Dibuat seperti vas yang fungsinya untuk menaruh bunga. Jambangan disebut juga wadah bunga atau tempat bunga. Jambangan bunga merupakan simbol keabadian. Adapaun simbol dari Pupuh 2 bait 32, sebagai berikut:

Kutipan:

Sêla-sêlane pinantut/ sasêkaran amawarni/ apan samya jinêmbangan/ ing gêdhah pita myang wilis/ turut praptèng kori ngarsa/ gambir bang kalawan putih//

Terjemahan:

Di sela-sela diperindah dengan bunga-bunga yang berwarna-warni, dengan diberi jambangan bunga dan diberi pita hijau tua, urut mulai pintu depan, ditanami bunga Gambir merah dan putih.

Jambangan berarti wadah, seperti bejana. Biasanya dipakai untuk menaruh bunga yang diberi sedikit air agar bunga yang ada di dalamnya tidak cepat layu. Diperuntukkan supaya memperindah tempat yang ditaruh bunga-bunga tersebut agar lebih indah dan harum. Bunga yang dirangkai lalu ditaruh di dalam jambangan mempunyai makna senang, atau kegembiraan. Wadah dari kegembiraan agar tidak cepat hilang.

7. Melati, merupakan bunga, bunga adalah bagian dari tumbuhan yang berfungsi sebagai alat reproduksi tumbuhan. Bunga merupakan simbol dari keindahan. Adapun simbol tersebut dapat dilihat pada pupuh 2 bait 33, sebagai berikut:

Kutipan:

Ing nganjangan lir palêngkung/ tungkèng lawan sangga langgit/ pan samya dhêdhêr tumruna/ kapering mênur mêlathi/ ngrêmbaka kang girang sabrang/ kinarya pagêr ing pinggir//

Terjemahan:

Bambu yang digunakan untuk merambat tumbuhan bunga dibuat melengkung, punting besarnya untuk menopang, dan dibiarkan tumbuh merambat ke bawah, di seselahnya tumbuh bunga melati dan menur.

Makna dari bunga melati adalah hendaknya melakukan suatu perbuatan menggunakan hati yang tulus dan suci. Terutama apa yang terucap dari lisan.

8. Kenanga dan kantil, merupakan bunga, bunga adalah bagian dari tumbuhan yang berfungsi sebagai alat reproduksi tumbuhan. Bunga merupakan simbol dari keindahan. Adapun simbol tersebut dapat dilihat pada pupuh 2 bait 36, sebagai berikut:

Kutipan:

Ayom kayoman wrêksa gung/ kalak kênanga myang kanthil/ sari samya tibèng tirta/ dadya rum gandane warih/ larahan sêkar kabuncah/ katub udaling kang warih//

Terjemahan:

Suasananya teduh karena tumbuh pohon yang besar, bunga kenanga dan kantil, bunganya banyak yang jatuh ke kolam, dan membuat harum air kolam, kotoran bunga terbuang bersama dengan hembusan angin lewat lubang besar sebagai saluran untuk membuang air.

Bunga mempunyai makna supaya senantiasa harum di dalam hidup. Bunga kenanga bermakna mengenang. Mengenang segala tentang apa yang telah di capai oleh para leluhur. Sedangkan bunga kantil berarti selalu mengingat.

9. Air, merupakan suatu êat yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Air keluar dari dalam tanah yang sering disebut mata air. Air merupakan simbol kesucian. Adapun simbol tersebut dapat dilihat pada pupuh 3 bait 21:

Kutipan:

Puniki ingkang ngyasani/ Jêng Gusti Pangran Dipatya/ Angabèhi ing samangke/ samya sarwendah/tepi binatur pêthak/ têlihnya kinulah pingul/ toyanya anjog ing sawah//

Terjemahan:

Itu dibuat khusus untuk raja, tempatnya ditata dengan sangat indah, tepi kolam terbuat dari batu-bata putih, semua sisi kolam berwarna putih,

Air bermakna menyucikan diri, makna menyucikan diri bisa diartikan sebagai membersihkan lahiriah dari kotoran bisa diartikan membersihkan batiniah dari sifat-sifat hati yang kotor.

10. Kuda, merupakan hewan yang memiliki empat kaki. Kuda termasuk hewan mamalia, dan kuda terkenal sebagai pelari yang hebat. Kuda merupakan simbol dari usaha. Adapun simbol tersebut dapat dilihat pada pupuh 4 bait 6, sebagai berikut:

Kutipan:

Samya nitih kudanipun/ prajuritan busananèki/ Dyan Mator Patmanagara/ Mayor Tirtawinatèki/ Radyan Mayor Suralaya/ pan samya mungging turanggi//

Terjemahan:

Mereka masing-masing naik kuda, dengan memakai pakaian prajurit Selain itu ada Dyan Mayor Patmanagara, Mayor Tirtawinata, Radyan Mayor Suralaya, mereka juga naik kuda.

Kuda digunakan para ksatria untuk membawanya ke tempat tujuan dalam rangka melaksanakan tugas-tugas mulia. Oleh sebab itu makna simbolis kuda di sini adalah sarana untuk mencapai cita-cita. Mengingat kuda tak bisa berlari sendiri untuk mencapai tujuan atau cita-

11. Sengkalan, merupakan sebuah angka yang disusun secara terbalik dengan bahasa pengganti. Sengkalan merupakan simbol sebuah angka tahun dalam tahun Jawa. Adapu simbol tersebut dapat dilihat pada contoh di bawah ini:

NO. Sengkalan

Pupuh, bait Kutipan

Terjemahan

1. Rupa Gapura Sapta Iku

Pinardawa mungging sarkara di/ dènira wit ambangun pustaka/ ri Sabtu ping sawêlase/ Saban mangsa kapitu/ misih Gumbrêg Êdal kang warsi/ Rupa Gapura Sapta/ Iku angka taun/ sèwu pitungatus

lawan/

sangangdasa satunggal

ingkang

murwani/ lampahing pancangkraman//

Dijabarkan dalam bentuk tembang Dhandhanggula yang indah, beliau (Raden Atmadikara) mulai mengarang, pada hari sabtu tanggal sebelas, bulan Saban pada musim ketujuh, masih

wuku Gumbrêg tahun Dal,

dengan sengkalan Rupa Gapura Sapta Iku angka tahunnya dengan sengkalan Rupa Gapura Sapta Iku angka tahunnya

2. Rupa Naga sabdèng Aji

Nujwa ri Anggara nêngguh/ Dulkangidah tanggal

kaping/

sawêlase

taun

Jimawal/ Rupa Naga sabdèng Aji/ sêmana sagung titihan/ pukul nêm

sampun

cumawis//

Hari Selasa, bulan Dulkangidah, tanggal

sebelas tahun

Jimawal Rupa

Gapura Sabdeng Jati pada waktu itu semua kendaraan sudah siap dan lengkap semua.

3. Rupa Gapura Sabdaning Srinarendra

Rampunging panêratnèki/ ri Sabtu Sawal ping astha/ tabuh

Penulisan ini diakhiri, pada hari Sabtu

Sawal tanggal delapan, pukul

sembilan tahun Dal, dengan sengkalan Rupa sembilan tahun Dal, dengan sengkalan Rupa

Srinarendra atau pada tahun seribu tujuh

ratus, sembilan

puluh satu.

Makna dari sengkalan rupa gapura sapta iku adalah rupa berarti satu, gapura berarti sembilan, sapta berarti tujuh, iku berarti satu sehingga sengkalan rupa gapura sapta iku berarti tahun 1791 J. dalam mengartikan sengkalan dibaca dari belakang. Makna dari sengkalan rupa naga sabdeng aji adalah rupa berarti satu, naga berarti sembilan, sabdeng berarti tujuh, aji berarti satu sehingga sengkalan rupa naga sabdeng aji berarti tahun 1791 J. Makna dari sengkalan rupa gapura sabdaning srinarendra adalah rupa berarti satu, gapura berarti sembilan, sabdaning berarti tujuh, srinarendra berarti satu sehingga sengkalan rupa gapura sandaning srinarendra berarti tahun 1791 J.

12. Menebar uang, merupakan simbol dari kedermawanan karena dengan menebar uang berarti berbagi dengan orang lain. Adapun simbol tersebut dapat dilihat pada pupuh 10 bait 38, sebagai berikut:

Kutipan:

Yata Sang Narpadayita/ gya dhawuh mring para putri/ pan kinèn anêbar arta/ sandika kang dèndhawuhi/ gya lêkas udhik-udhik/ kêthip talèn ukonipun/ gupuh kang sinêbaran/ suka rêrêbutan sami/ langkung rame kang samya balabak arta//

Terjemahan:

Sang raja lalu memerintah kepada para putri supaya menebar uang. Siap yang diperintahkan, karena juga ingin terkabul keinginannya, ketip talen semua segera disebarkan, mereka saling berebut uang, ramai sekali tingkahnya.

Menebar uang adalah simbol dari sedekah, menebar uang agar orang lain bisa mendapat uang tersebut supaya ikut merasakan kegembiraan dan ikut merasakan mendapatkan rejeki.

13. Larangan, merupakan simbol dari adanya sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Seseorang yang sedang haid tidak boleh mandi di umbul karena adanya suatu hal. Adapun simbol tersebut dapat dilihat pada pupuh 2 bait

13, sebagai berikut:

Kutipan:

Nanging iya kabaripun/ yèn wong adus Umbul Pêngging/ iya ana walrira/ yèn wong adus Umbul Pêngging/ iya ana walrira/ yèn wong rêgêt nora kêni/ adus marang umbul kana/ kalamun during sêsuci//

Terjemahan:

Tetapi juga ada kabar, kalau mandi di Umbul Pengging, juga ada pantangannya yang tidak bersih tidak boleh mandi di Umbul Pengging kalau dirinya belum menyucikan diri.

Pantangan tidak diperbolehkan mandi ketika sedang haid adalah simbol dari sesuatu yang kotor, apabila mandi di air atau di umbul akan mengotori air tersebut sehingga bisa menyebabkan kesucian air tersebut hilang atau terkotori.

Merujuk pada kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan aspek-aspek semiotik dalam SBUP yang berupa: indek yang terdiri dari: suara gamelan berarti penyambutan dan hiburan, suara genderang dan gong berarti penyambutan kehadiran raja, suara meriam berarti adaya peristiwa penting, serta suara selompret penyambutan raja yang telah kembali ke istana; simbol berupa: lengkungan berarti adanya hajatan, taman berarti keindahan, rumah panggung berarti rumah peristirahatan raja, kelambu berarti perlindungan juga sebagi hambatan, arca berarti sebagai penjaga, jambangan berarti tempat, bunga melati Merujuk pada kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan aspek-aspek semiotik dalam SBUP yang berupa: indek yang terdiri dari: suara gamelan berarti penyambutan dan hiburan, suara genderang dan gong berarti penyambutan kehadiran raja, suara meriam berarti adaya peristiwa penting, serta suara selompret penyambutan raja yang telah kembali ke istana; simbol berupa: lengkungan berarti adanya hajatan, taman berarti keindahan, rumah panggung berarti rumah peristirahatan raja, kelambu berarti perlindungan juga sebagi hambatan, arca berarti sebagai penjaga, jambangan berarti tempat, bunga melati

C. Makna Semiotik Serat Babad Umbul Pengging

Semiotik C.S Pierce terdiri dari ikon, indek, dan simbol. Semiotik dalam SBUP hanya ditemukan indek dan simbol. Bagi masyarakat dan kebudayaan Jawa indek dan simbol dari SBUP masih sering digunakan; Gong, walaupun masih satu perangkat dengan gamelan, gong masih dipakai sampai sekarang untuk acara-acara penting sebagai makna dibukanya acara tersebut ketika gong dibunyikan. Yang memukul gong tersebut biasanya orang penting dalam acara yang diselenggarakan. Gamelan, sudah dipakai sejak dahulu, para wali menggunakan gamelan sebagai penyebaran agama Islam di Jawa. Seiring berjalannya waktu sampai saat ini gamelan masih dipergunakan. Gamelan masih dugunakan pada acara-acara pernikahan adat Jawa untuk mengiringi prosesi jalannya upacara pernikahan, acara wayang untuk mengiringi jalannya pertunjukan wayang, dan acara-acara di Keraton yang mana sebagai pergantian acara tidak menggunakan protokol, tetapi pergantian dengan diiringi suara gamelan.

Lengkungan dengan rumbai-rumbai, sampai sekarang masih dipergunakan untuk menandai adanya acara-acara yang akan berlangsung. Walaupun sekarang sudah berganti dengan bendera atau kain yang disebut umbul-umbul. Lengkungan dengan rumbai-rumbai merupakan salah satu simbol di dalam Keraton, yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Tidak hanya pada lingkungan Keraton simbol tersebut digunakan, bahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat telah menggunakan simbol yang berupa lengkungan tersebut. Kalau dalam lingkungan Keraton masih menggunakan janur sebagai simbol dari lengkungan yang dibuat, sedangkan masyarakat sudah menggunakan kain yang biasa disebut dengan umbul-umbul. Bunga-bunga, di dalam masyarakat dan kebudayaan Jawa sering digunakan untuk sesaji acara-acara tertentu seperti acara pernikahan, acara selamatan serta untuk nyekar ke makam-makam. Kolam dan taman, masih sering dijumpai di tempat-tempat peninggalan yang berkaitan dengan Keraton. Tempat-tempat yang masih terdapat kolam dan taman sebagian adalah tempat-tempat yang pernah dikunjungi atau tempat persinggahan raja-raja dari Keraton. Taman tidak pernah lepas dari bangunan yang berkaitan dengan Keraton, tempatnya tak jauh pula dengan kolam pemandian raja. Taman merupakan simbol dari keasrian sebuah tempat. Apalagi tempat tersebut dekat dengan pesanggrahan, maka tidak mengherankan disekitarnya terdapat taman yang asri, sejuk, serta nyaman. Dan tidak lupa taman tersebut menjadi asri karena di tanam pohon-pohon dan juga bunga yang memperindah dan menambah keasrian taman tersebut. Di dekat umbul di bangun kolam pemandian, yang

Sedangkan kolam yang dibangun, dikhususkan untuk raja. Mulai dari pilihan bahan yang dipakai sampai bentuknya pun khusus diberikan yang terbaik untuk raja. Terbuat dari batu pualam yang halus, dan berwarna putih. Kelambu, dijadikan sebagai penutup tempat tidur para priyayi atau bangsawan Keraton. Masyarakat sudah jarang menggunakan kelambu untuk penutup tempat tidur, hanya pada keluarga-keluarga tertentu saja. Kelambu sekarang digunakan untuk melindungi tempat-tempat keramat seperti makam-makam orang penting atau benda-benda penting bagi masyarakat sekitar. Kuda, dijadikan sarana transportasi pada jaman dulu sebelum adanya kendaraan seperti sekarang. Sekarang kuda hanya di ambil maknanya saja yang berarti tenaga kuda yaitu untuk menyebut mesin yang kapasitasnya bagus dan sebagai acuan mesin untuk motor dan mobil. Sengkalan, merupakan angka tahun yang disandikan. Sengkalan hanya terdapat dilingkungan Jawa yaitu Keraton, maka tidak mengherankan apabila tempat- tempat yang berhubungan dengan Keraton terdapat sengakalan berupa tahun tempat tersebut dibangun. Arca, merupakan patung batu yang dibuat di tempat-tempat tertentu. Arca di dalam agama Hindu merupakan patung yang di puja karena merupakan simbol dari dewa yang diagungkan. Sedangkan masyarakat Jawa membuat arca lebih kepada penjaga masing-masing tempat. Misalnya saja di dekat gapura atau pintu terdapat arca yang dibuat menyerupai prajurit yang membawa pedang dan perisai seolah-olah siap menghadap orang yang tidak diperkenankan masuk. Berbeda

berbeda. Arca tersebut dibuat menyerupai dayang istana atau pelayan yang seolah- olah siap melayani semua yang terdapat di tempat tersebut. Arca yang menyerupai dayang ditempatkan di dekat kolam pemandian. Pada tempat-tempat tertentu berbeda pula arca yang menjaganya. Rumah panggung, rumah yang dibuat seperti panggung, dibuat di dekat kolam yang akan digunakan raja. Rumah panggung merupakan rumah yang dibuat agak tinggi, dibuat seperti panggung. Rumah tersebut diperuntukkan bagi raja yang ingin beristirahat sejenak sebelum dan sesudah dari kolam pemandian. Rumah tersebut dibuat seperti panggung karena merupakan simbol dari pemakainya yaitu orang yang mempunyai jabatan tinggi di dalam masyarakat. Jambangan, merupakan simbol yang selalu digunakan masyarakat Jawa. Sebagai wadah air dan bunga. Ada juga yang memanfaatkan sebagai wadah dari perhiasan. Sedangkan bunga-bunga yang berwarna-warni menyimbolkan sebuah keindahan.

Merujuk pada penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa makna semiotik dari SBUP, masih erat kaitannya dengan masyarakat dan kebudayaan Jawa karena masih banyak masyarakat dan kebudayaan Jawa yang menggunakan indek dan simbol pada SBUP.

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan tentang struktur, aspek-aspek semiotik serta makna semiotik SBUP sebagai berikut:

1. Struktur SBUP berupa lapis bunyi berupa asonansi dan aliterasi. Lapis arti berupa dasanama, tembung garba, tembung wancahan, pepindhan, citra dengaran, citra lihat, allegori, dan sengkalan. Lapis norma terdiri dari objek, latar, dan tokoh Lapis dunia menampilkan gabungan dari lapis norma yang terdiri dari objek, latar, dan tokoh. Lapis metafisis menampilkan nazar dari PB

VII. Jalinan berbagai unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra

tersebut telah membentuk sebuah karya yang memiliki nilai secara struktur.

2. Aspek-aspek SBUP indek berupa: suara gamelan berarti penyambutan dan hiburan, suara genderang dan gong berarti penyambutan kehadiran raja, suara meriam berarti adaya peristiwa penting, serta suara selompret penyambutan raja yang telah kembali ke istana; simbol berupa: lengkungan berarti adanya hajatan, taman berarti keindahan, rumah panggung berarti rumah peristirahatan raja, kelambu berarti perlindungan juga sebagi hambatan, arca 2. Aspek-aspek SBUP indek berupa: suara gamelan berarti penyambutan dan hiburan, suara genderang dan gong berarti penyambutan kehadiran raja, suara meriam berarti adaya peristiwa penting, serta suara selompret penyambutan raja yang telah kembali ke istana; simbol berupa: lengkungan berarti adanya hajatan, taman berarti keindahan, rumah panggung berarti rumah peristirahatan raja, kelambu berarti perlindungan juga sebagi hambatan, arca

3. Makna semiotik Serat Babad Umbul Pengging bagi masyarakat dan kebudayaan Jawa.

B. Saran

Bertolak dari kesimpulan di atas, maka selanjutnya disampaikan beberapa saran mengenai SBUP, sebagai berikut:

1. Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih baik kepada penikmat atau pembaca dalam melestarikan simbol-simbol budaya agar tetap terjaga dan sebagai identitas dari masyarakat Jawa tidak punah. Dan lebih bijaksana dalam mengelola cagar budaya yang ada di sekitar.

2. Pendekatan yang dipakai dalam analisis terhadap SBUP ini adalah pendekatan semiotik. Peneliti berharap ada peneliti lain yang mengkaji SBUP dengan pendekatan yang berbeda seperti stilistika, sosiologi sastra, sastra bandingan,