KAJIAN PENGGUNAAN BATU BASALT BATU KAPUR SEBAGAI AGREGAT PADA SLURRY SEAL (Tinjauan Uji Konsistensi, Setting Time dan ITS)

SEBAGAI AGREGAT PADA SLURRY SEAL (Tinjauan Uji Konsistensi , Setting Time dan ITS)

The Study of using Basalt Stone & Lime Stone as Aggregate in Slurry Seal (Review of Test Consistensy, Setting Time and Indirect Tensile Strength)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh : RATNA KUSUMAWATI NIM. I 1108529 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

commit to user

commit to user

Motto & Persembahan

Motto :

“ Hidup adalah perjuangan , berusaha dan berdoa adalah kunci kesuksesan”

“Semangat 2”

Persembahan :

Tugas akhir ini aku persembahkan untuk Keluargaku Tercinta mama, papa (alm), mas budi, mb

witri, calis terimakasih doa & dukungannya.

Mas Wahyu terimakasih doa & dukungan nya. Temen-temen sipil transfer 2008 & 2009. Almamaterku.

commit to user

ABSTRAK

Ratna Kusumawati, 2012. Kajian Penggunaan Batu Basalt & Batu Kapur Sebagai Agregat pada Slurry Seal (Tinjauan Konsistensi, Setting Time dan

ITS). Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Latar belakang penelitian ini adalah pemanfaatan jenis batuan yang jarang digunakan sebagai agregat pada slurry seal. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis penggunan batu basalt dan batu kapur sebagai agregat pada slurry seal terhadap konsistensi campuran, setting time, densitas, porositas dan ITS (Indirect Tensile Strength) jika dibandingkan dengan slurry seal menggunakan batu standar, serta berapa kadar aspal emulsi optimum dari masing-masing campuran.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan di laboratorium, Dengan membuat slurry seal menggunakan lima variasi kadar aspal (residu) yaitu : 6,5%, 7%, 7,5%, 8% dan 8,5% dari berat kering agregat. Benda uji yang dibuat terdiri dari 2 jenis campuran berdasarkan jenis batuannya untuk pengujian setting time masing-masing campuran dibuat 2 benda uji untuk tiap variasi kadar aspal (residu) dan untuk pengujian ITS masing-masing campuran dibuat 3 benda uji untuk tiap variasi kadar aspal (residu). Alat uji yang digunakan antara lain : kerucut konsistensi untuk kadar air optimumnya, papan plywood untuk setting time dan modifikasi marshall untuk ITS. Analisis pada penelitian ini menggunakan analisis korelasi.

Hasil analisis dari penelitian menunjukkan bahwa kadar air optimum hasil konsistensi slurry seal menggunakan batu kapur cenderung lebih tinggi dibandingkan slurry seal menggunakan batu basalt dan batu standar yaitu mencapai 25% dari berat kering agregat. Setting time tertinggi pada slurry seal menggunakan agregat batu basalt, batu kapur dan batu standar masing masing adalah 390 menit, 255 menit, 165 menit sehingga ketiga slurry seal tersebut memenuhi syarat nilai setting time yaitu antara 15-720 menit. Penggunaan batu basalt dan batu kapur pada slurry seal menaikkan porositas serta menurunkan densitas & ITS. Dari grafik hubungan ITS dengan kadar aspal (residu) diperoleh kadar aspal emulsi optimum untuk masing- masing campuran antara lain 12% untuk slurry seal menggunakan agregat batu basalt, 10,92% untuk slurry seal menggunakan agregat batu kapur dan 11,66% untuk slurry seal menggunakan agregat batu standar.

Kata Kunci : Batu Basalt, Batu Kapur, Batu Standar, Slurry Seal, Setting

Time, ITS, Kadar Aspal (residu).

commit to user

ABSTRACT

Ratna Kusumawati, 2012. Study of Using Basalt Stone & Lime Stone as Agregate In Slurry Seal (Review of Test Consistensy, Setting Time & Indirect

Tensile Strenght). Final Assigment of Civil Enginering, Technique Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta.

The background of this research is using of kinds of stones that seldom used as agregate in slurry seal. The aim of this research is to analyse basalt stone and lime stone as agregate in slurry seal in mixing consistency, setting time, density, porosity and Indirect Tensile Strenght (ITS) than slurry seal that used by standard stone, and how much optimum emultion of asphalt content from each mixing.

This research uses experimental method have done in laboratory, by making slurry seal uses five variety of residue asphalt content they are : 6,5%, 7%, 7,5%, 8% and 8,5% from dry weight agregate. Testing of sample consist of 2 kinds of mixing based on kind of stone to test setting time each mixing made 2 sample in each variety residue asphalt content and to test ITS each mixing made 3 sample in each variation of residue asphalt content. Testing equipment that used are : cone consistency to get optimal water content, plywood board for setting time and marshall modification test for ITS. The analysis in this research uses correlation analysis.

The result of analysis in this research shows that optimal water content in consistency result slurry seal that use lime stone is higher than slurry seal that use basalt stone and standart stone that reach 25% from dry weight agregate. The highest of setting time using aggregate from basalt stone, lime stone and standart stone, they are 390 minutes, 255 minutes, 165 minutes so all of slurry seal mentioned complete condition of setting time value that is between 15-720 minutes. Using basalt stone and lime stone increase the porocity and decrease density. Viewed from relation graphic ITS with residue asphalt content gain optimum emultion of asphalt content in each mixing, they are : 12% for slurry seal that use basalt stone agregate, 10,92% for slurry seal that use lime stone agregate and 11,66% for slurry seal that use standard stone agregate.

Keywords : basalt stone, lime stone, standard stone, slurry seal, setting time, ITS, residue asphalt content.

commit to user

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini.

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Penulis menyusun tugas akhir dengan judul “Kajian Penggunaan Batu Basalt & Batu Kapur Sebagai Agregat pada Slurry Seal (Tinjauan Uji

Konsistensi, Setting Time dan ITS)”, yang bertujuan untuk mengetahui dan menganalis seberapa besar perbedaan kadar air optimum campuran, nilai setting time dan nilai ITS dengan lima variasi kadar aspal (residu) serta berapa kadar aspal optimum masing-masing campuran jika dibandingkan dengan campuran slurry seal dengan batu standar. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis sulit mewujudkan laporan tugas akhir ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.

2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.

3. Pimpinan Program Non Reguler Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret.

4. Ir.Ary Setyawan, MSc, PhD, selaku dosen pembimbing I.

5. Ir. Djoko Sarwono, MT, selaku dosen pembimbing II & Ketua Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Edy Purwanto, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing Akademis.

7. Segenap Dosen Penguji Skripsi.

8. Muh. Sigit Budi Laksana, ST, selaku staff Laboratorium Jalan Raya Jurusan

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9. Keluargaku tercinta.

commit to user

11. Teman-teman Sipil Transfer angkatan 2008 dan 2009.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penelitian selanjutnya. Akhir kata semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Surakarta, Mei 2012

Penulis

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Persyaratan Mutu Agregat ................................................................ 14 Tabel 2.2. Hasil Pengujian Persyaratan Mutu Agregat Batu Kapur ................ 20 Tabel 2.3. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS-1h ........................................ 20 Tabel 2.4. Kriteria Pemilihan Pekerjaan dengan Slury Seal .............................. 22 Tabel 2.5. Karakteristik Jenis Slurry Seal ......................................................... 25 Tabel 3.1. Jumlah Pembuatan Benda Uji ......................................................... 30 Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles .......... 34 Tabel 4.2. Perencanaan Gradasi Slurry Seal Type III ....................................... 35 Tabel 4.3. Persen Kadar Aspal Emulsi .............................................................. 37 Tabel 4.4. Nilai Setting Time Slurry Seal .......................................................... 39 Tabel 4.5. Nilai Densitas Slurry Seal ................................................................ 41 Tabel 4.6. Nilai Spesific grafity (SG mix ) Slurry Seal.......................................... 44 Tabel 4.7. Nilai Porositas Slurry Seal ............................................................... 46 Tabel 4.8. Hasil Perhitungan Kuat Tarik Tidak Langsung (ITS) Slurry Seal.... 49 Tabel 4.9. Nilai Kadar Aspal Emulsi Optimum Masing-masing Slurry Seal ... 51

commit to user

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

°C = Derajat Celcius Ca+

= Kalsium CaO

= Kalsium Oksida cm

= centimeter CMS

= Cationic Medium Setting CRS

= Cationic Rapid Setting C3S

= Trikarbon sulfurida C2S

= Dikarbon sulfurida CSS

= Cationic Slow Setting

d = Diameter benda uji

D = Densitas

gr = gram

h = Tinggi benda uji ITS

= Indirect Tensile Strength (kuat tarik tidak langsung)

k = faktor kalibrasi alat kg

= kilogram KPa

= Kilo Pascal K2O

= Dikalium Monoksida lb

= pounds LHR

= Lintas Harian Rata-rata Ma

= Berat benda uji di udara mm

= milimeter MPa

= Mega Pascal Mg2+

= Magnesium MS

= Medium Setting Na2O

= Dinatrium Monoksida P

= Porositas benda uji

commit to user

Pi

= Nilai beban

QS = Quick Setting r

= Koefisien Korelasi R 2 = Koefisien Determinasi

RS = Rapid Setting SG a = Specific Gravity aspal SG ag = Specific Gravity agregat SG f = Specific Gravity filler

SG mix = Specific Gravity campuran SNI

= Standar Nasional Indonesia SO3

= Sulfit SiO2

= Silikon Dioksida SS

= Slow Setting %

= Prosentase/Persen %W agr = Persen berat agregat

%W as = Persen berat aspal %W f = Persen berat filler

 = phi ( 3,14 )

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan dewasa ini telah mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan manusia. Tuntutan sarana prasarana transportasi yang memadai untuk pemenuhan kebutuhan harus diperhatikan. Transportasi di Indonesia terdiri dari tiga katagori yaitu transportasi darat, transportasi udara dan transportasi air, diantara ketiga jenis transportasi tersebut transportasi darat adalah transportasi yang paling banyak digunakan. Jalan merupakan salah satu bagian dari transportasi darat. Dalam membangun jalan dibutuhkan perencanaan, perancangan, pembuatan, pengoperasian serta pemeliharaan yang baik agar tujuan dari pembangunan jalan dapat tercapai yaitu salah satunya adalah faktor keamanan dan kenyamanan pengguna jalan terpenuhi.

Masalah transportasi yang biasa terjadi adalah kerusakan jalan. Hal ini disebabkan salah satunya adalah system pemeliharaan jalan yang salah & tidak kontinyu. Untuk itu pentingnya mengidentifikasi sejak dini jenis kerusakan dan cara menanggulanginya harus diperhatikan. Salah satu jenis pemeliharaan jalan yang dapat dilakukan adalah dengan slurry seal. Dengan adanya slurry seal diharapkan dapat memelihara, memperbaiki dan mencegah kerusakan jalan bertambah parah sehingga dapat mememaksimalkan masa layan jalan tersebut.

Slurry seal adalah campuran aspal emulsi, agregat halus, filler, air dan bahan tambah lainnya (misalnya : polymer) dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan perkerasan jalan dengan ketebalan maksimum 1 cm.

Agregat merupakan komponen utama dari slurry seal. Agregat yang tersedia di alam sangat beragam jenis maupun ukuran. Dengan mempertimbangkan keanekaragaman tersebut, maka penulis mencoba untuk memanfaatkan jenis

commit to user

batu kapur yang tergolong batuan sedimen dan batu basalt yang tergolong batuan beku sebagai agregat pada slurry seal , kemudian membandingkan karakteristiknya dengan batu standar yang agregatnya merupakan campuran berbagai jenis batuan. Agar dapat dimanfaatkan sebagai agregat pada slurry seal maka perlunya memperhatikan persyaratan mutu agregat yang sesuai dengan SNI 03-6819-2002 ( spesifikasi agregat halus untuk campuran perkerasan beraspal), gradasi agregat sesuai karakteristik jenis slurry seal dan parameter-parameter hasil pengujian di laboratorium sesuai dengan Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (slurry seal) tahun 1999.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah kadar air optimum hasil uji konsistensi slurry seal menggunakan agregat batu basalt dan batu kapur ?

b. Bagaimanakah penggunaan batu basalt dan batu kapur sebagai agregat slurry seal terhadap setting time densitas, porositas dan ITS jika dibandingkan slurry seal menggunakan agregat batu standar ?

c. Berapa persentase kadar aspal emulsi optimum yang didapat dari ketiga jenis slurry seal tersebut ?

1.3. Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan masalah yaitu sebagai berikut :

a. Agregat yang digunakan tergolong jenis batu basalt, batu kapur dan batu standar.

b. Aspal emulsi yang digunakan adalah tipe CSS-1H dari PT. Hutama Prima, Cilacap.

c. Bahan pengisi (filler) yang digunakan 100% Semen Portland.

d. Campuran yang dibuat adalah slurry seal type III yaitu slurry seal dengan gradasi agregat yang paling kasar.

commit to user

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Menganalisis penggunaan batu basalt dan batu kapur sebagai agregat pada slurry seal terhadap konsistensi campuran dibandingkan batu standar.

b. Menganalisis penggunaan batu basalt dan batu kapur sebagai agregat pada slurry seal terhadap densitas, porositas, setting time dan ITS.

c. Mengetahui prosentase kadar aspal emulsi optimum campuran dari masing- masing slurry seal.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a. Manfaat Teoritis yaitu : Mengetahui dan menganalisis penggunaan batu basalt dan batu kapur sebagai agregat pada slurry seal ditinjau dari konsistensi, kuat tarik tidak langsung (ITS) dan Setting Time jika dibandingkan dengan batu standar.

b. Manfaat Praktis yaitu : Sebagai bahan pertimbangan dalam memanfaatkan batu basalt dan batu kapur sebagai agregat slurry seal untuk pemeliharaan perkerasan jalan.

commit to user

BAB II DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Slurry seal adalah campuran aspal emulsi tanpa pemanasan, dengan kandungan agregat bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambahan lainnya yang dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan perkerasan sebagai bubur aspal atau slurry. Aspal emulsi adalah aspal yang didispersi pada air. Dalam hal pelapisan dengan slurry, emulsi yang digunakan bisa anionik atau kationik namun yang paling umum adalah jenis kationik. Emulsi yang digunakan pada slurry seal adalah jenis Slow Setting (SS) atau Quick Setting (QS) (Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi ( slurry seal), 1999).

Penggunaan filler semen dengan kadar yang meningkat (dari 0% - 5%) akan mempercepat pencapaian kondisi setting atau akan menurunkan setting time pada slurry seal . Pada penggunaan filler semen, kondisi setting yang cepat tercapai pada kadar filler semen 5% pada dengan berbagai kadar aspal emulsi (dari 12% - 16%). Kondisi setting yang paling cepat terjadi pada kadar filler semen 5% dengan kadar aspal emulsi 16% sebesar 102 menit. Pada filler semen, faktor yang berpengaruh pada setting time adalah workabilitas campuran. Dengan tingkat workabilitas yang lebih tinggi maka aspal emulsi akan lebih mudah untuk menyelimuti permukaan agregat, menghasilkan lapisan aspal yang lebih tipis dan kemungkinan aspal emulsi melakukan kontak dengan agregat akan semakin besar, sehingga aspal emulsi akan semakin cepat mengalami breaking dan kondisi

setting (Agus Taufik Mulyono, 1999).

Aspal emulsi merupakan jenis aspal dalam bentuk emulsi pada suhu ruang, dengan komposisi kandungan aspal (60%-70%), air (30%-40%) dan emulsifier (0,2%-0,5%). Pada kasus tertentu, komposisi tersebut ditambah bahan aditif. Dalam aplikasinya aspal emulsi tidak lagi memerlukan pemanasan untuk

commit to user

viskositas yang rendah, sehingga tidak perlu dipanaskan dan tidak menimbulkan polusi, hemat biaya dan waktu. (Technokonstruksi, 2010).

Terdapat pola hubungan antara kadar aspal dengan kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength). Semakin tinggi kadar aspal, maka semakin tinggi pula kuat tarik tidak langsung yang diperoleh, setelah mencapai kadar aspal optimum maka kuat tarik tidak langsung akan turun kembali. Pada kondisi kadar aspal optimum tersebut akan didapatkan nilai kuat tarik tidak langsung maksimum (Malik Ahmad, 2010).

Dilihat dari jenis agregat, sebagian besar wilayah Indonesia memiliki sumber-

sumber agregat dengan komponen terbesar SiO 2 (Silica), hal ini menunjukkan

agregat tersebut cenderung bermuatan negatif sehingga untuk jenis konstruksi perkerasan jalan dengan bahan ikat aspal emulsi akan lebih baik jika digunakan aspal emulsi yang bermuatan positif yaitu aspal emulsi kationik (Pusat Penelitian

dan Pengembangan Jalan, 1996).

2.2. Dasar Teori

2.2.1 Agregat

Agregat merupakan butiran-butiran batu pecah, krikil, pasir atau mineral lain, baik berasal dari alam (natural aggregate), maupun agregat buatan (syntetic aggregate ) yang berbentuk mineral padat berukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen.Agregat merupakan komponen pokok dalam perkerasan aspal, bahkan hingga 90% - 95% terhadap berat campuran atau 75% - 85% terhadap prosentase volume. Agregat yang digunakan dalam campuran dingin sebaiknya menyesuaikan dengan jenis aspal emulsi yang ada. Jika agregat yang digunakan bersifat elektropositif maka aspal emulsi yang digunakan sebaiknya jenis anionik, jika agregat yang digunakan bersifat elektronegatif, maka aspal emulsi yang digunakan sebaiknya jenis kationik.

commit to user

konstruksi perkerasan jalan antara lain :

a. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) dipengaruhi oleh :

1) Gradasi Gradasi atau distribusi partikel berdasarkan ukuran agregat merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dalam proses pelaksanaan. Menurut Krebs and Walker, 1971, gradasi dibedakan menjadi tiga macam yaitu :  Gradasi Seragam (uniform grade) Merupakan gradasi yang mempunyai ukuran butiran hampir sama atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi ini akan menghasilkan perkerasan dengan permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil.  Gradasi Rapat (dense grade) Merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang, sehingga disebut juga agregat bergradasi baik (well graded). Gradasi ini akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air dan berat volume besar.  Gradasi buruk/jelek (poorly graded) Merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi dua kategori di atas. Agregat bergradasi buruk yang umum digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi celah (grap graded) yaitu merupakan campuran agregat dengan satu fraksi hilang atau satu fraksi sedikit, menghasilkan lapisan perkerasan yang mutunya terletak antara kedua jenis di atas.

2) Kadar Lumpur Agregat yang mengandung subtansi asing harus dibersihkan atau dihilangkan sebelum digunakan dalam campuran lapis keras. Subtansi ini dapat berupa

commit to user

batuan.

3) Kekerasan atau kekuatan batuan Batuan yang digunakan untuk lapis keras harus cukup keras dan juga harus kuat untuk menerima gaya-gaya baik saat pencampuran maupun selama masa pelayanan tanpa mengalami degradasi maupun disintegrasi. Untuk menguji kekerasan dan kekuatan bahan digunakan mesin Los Angeles Test. Pengujian ini bertujuan untuk menguji ketahanan batuan terhadap benturan (impact) dan abrasi.

4) Bentuk butiran Bentuk batuan sangat penting untuk memperoleh gaya geser yang besar antar batuan pada lapis keras lentur. Kemampuan saling mengunci antar batuan sangat mempengaruhinya yang akan menentukan stabilitas. Bentuk butiran yang menyerupai kubus dan bersudut tajam mempunyai saling mengunci yang tinggi dibandingkan batuan yang berbentuk bulat.

b. Kemampuan lekat aspal yang baik dipengaruhi oleh :

1) Porositas. Batuan untuk lapis keras tidak hanya harus keras, namun juga dituntut mempunyai daya serap yang cukup terhadap aspal, agar aspal melekat dengan kuat pada permukaan batuan. Tetapi porositas yang besar juga tidak diharapkan, karena makin besar porositas suatu batuan, makin rendah kekerasan batu tersebut.

2) Tekstur Permukaan Pecahnya film aspal yang mengelilingi batuan tergantung dari bentuknya. Suatu butiran batuan yang diselubungi film aspal biasanya akan pecah lebih dahulu pada bagian yang runcing, disini tegangan permukaan cenderung mengecilkan luasan aspal, sehingga membantu pecahnya film aspal tersebut. Dari keadaan ini batuan yang bulat lebih tahan terhadap stripping dibanding dengan batuan pecah.

c. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman dipengaruhi oleh :

commit to user

Kemampuan permukaan lapis perkerasan untuk mencegah kendaran yang berjalan di atasnya tergelincir pada saat kondisi permukaan basah. Nilai kekesatan yang tinggi dapat diperoleh dengan cara :

 Menggunakan batuan dengan mikrotekstur tinggi dan nilai abrasi rendah.  Membuat kondisi permukaan mempunyai mikrotekstur tinggi misalnya dengan

menambah chipping.  Mengurangi kadar aspal.

2) Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan. Gradasi atau distribusi butiran ditinjau berdasarkan ukuran agregat merupakan hal penting dalam menentukan stabilitas perkerasan dan kemudahan dalam proses pelaksanaan, karena gradasi ini mempengaruhi besarnya rongga antar butiran yang terjadi.

Agregat menurut asal kejadiannya dapat dibagi menjadi 3 jenis :

a. Batuan Beku (igneous rock) Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Dalam teknik sipil batuan beku ini mempunyai banyak peran seperti andesit dan basalt yang sering dijadikan atau dimanfaatkan sebagai bahan pondasi Bangunan. Selain itu batuan beku juga digunakan sebagai bahan pembuat semen yaitu batuan beku asam (acid), dimana kandungan SiO2 > 65%, contohnya Granit, Ryolit. Untuk membedakan batuan beku dengan batuan lainnya terdapat tiga cirri utama, yaitu tidak mengandung fosil, teksturnya padat, mampat, strukturnya homogen dengan bidang permukaan kesemua arah sama serta susunan sesuai dengan pembentukannya. Berdasarkan tekstur (besar mineral penyusunannya) dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1) Batuan Plutonik Batuan yang proses pembekuan magma relatif lebih lambat, sehingga mineral – mineral penyusunannya relatif besar.

commit to user

Batu Granit

Batu Diorite

Gambar 2.1. Batuan Plutonik

2) Batuan Vulkanik Batuan yang proses pembekuan magma relatif lebih cepat, sehingga mineral – mineral penyusunannya relatif lebih kecil. Contohnya : batu basalt dan andesit. Batu andesit adalah suatu jenis batuan beku vulkanik dengan komposisi antara dan tekstur spesifik yang umumnya ditemukan pada lingkungan subduksi tektonik di wilayah perbatasan lautan seperti di pantai barat Amerika Selatan atau daerah- daerah dengan aktivitas vulkanik yang tinggi seperti Indonesia. Nama andesit berasal dari nama Pegunungan Andes.

Batu andesit banyak digunakan dalam bangunan-bangunan megalitik, candi dan piramida. Begitu juga perkakas-perkakas dari zaman prasejarah banyak memakai material ini, misalnya: sarkofagus, punden berundak, lumpang batu, meja batu, arca dll.

Di zaman sekarang batu andesit ini masih digunakan sebagai material untuk nisan kuburan orang Tionghoa, cobek, lumpang jamu, cungkup/kap lampu taman dan arca-arca untuk hiasan.

Gambar 2.2. Batu Andesit

commit to user

magma berkomposisi basa di permukaan atau dekat permukaan bumi. Biasanya membentuk lempeng samudera di dunia. Mempunyai ukuran butir yang sangat baik sehingga kehadiran mineral mineral tidak terlihat.

Batuan Basalt lazimnya bersifat masif dan keras, bertekstur afanitik, terdiri atas mineral gelas vulkanik, plagioklas, piroksin, amfibol dan mineral hitam. Kandungan mineral vulkanik ini hanya dapat terlihat pada jenis batuan basalt yang berukuran butir kuarsa, yaitu jenis dari batuan basalt yang bernama gabbro.

Berat jenis batuan basalt adalah 2,70 gr/cm 3 (Muhtarom Riyadi, 2005).

Berdasarkan komposisi kimianya, basalt dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu basalt alkali dan basalt tholeitik. Perbedaan di antara kedua tipe basalt itu dapat dilihat dari kandungan Na2O dan K2O. Untuk konsentrasi SiO2 yang sama, basalt alkali memiliki kandungan Na2O dan K2O lebih tinggi dari pada basalt tholeitik. Batu basalt kerap digunakan sebagai bahan baku dalam industri poles, bahan bangunan / pondasi bangunan (gedung, jalan, jembatan, dll) dan sebagai agregat.

Gambar 2.3. Batu Basalt

b. Batuan Sedimen

Adalah batuan yang terbentuk akibat proses pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi dan seterusnya terendapkan. Dalam teknik sipil batuan sedimen mempunyai peran antara lain sebagai bahan pewarna dinding, bahan baku pembuatan semen dan sebagai agregat kasar dalam pembuatan beton. Batuan sedimen terbentuk melalui tiga cara utama : pelapukan batuan lain (clastic); pengendapan (deposition) karena aktivitas

commit to user

75% dari permukaan bumi. Batuan sedimen memiliki ciri yang mudah dikenal, yaitu batuan endapan biasanya berlapis-lapis, mengandung sisa-sisa jasad atau bekasnya, seperti terdapatnya cangkang binatang koral dan serat-serat kayu, adanya keseragaman yang nyata dari bagian-bagian berbentuk bulat yang menyusunnya. Berdasarkan proses pembetukannya di bedakan menjadi tiga yaitu :

1) Batuan Sedimen Klastik Batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan material-material yang mengalami proses transportasi. Besar butir dari batuan sediment klastik bervariasi dari mulai ukuran lempung sampai ukuran bongkah. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan penyimpan hidrokarbon (reservoir rocks) atau bisa juga menjadi batuan induk sebagai penghasil hidrokarbon (source rocks). Contohnya : batu konglomerat, batu pasir dan batu lempung

Batu Konglomerat

Batu Pasir

Batu Lempung

Gambar 2.4. Batuan Sedimen Klastik

2) Batuan Sedimen Kimia Batuan sedimen yang terbentuk melalui proses presipitasi dari larutan. Biasanya batuan tersebut menjadi batuan pelindung (seal rocks) hidrokarbon dari migrasi. Contohnya : batu garam, batu anhidrit.

Batu Garam

Batu Anhidrit

Gambar 2.5. Batuan Sedimen Kimia

commit to user

Batuan sedimen yang terbentuk dari gabungan sisa-sisa makhluk hidup. Batuan ini biasanya menjadi batuan induk (source) atau batuan penyimpan (reservoir). Contohnya : batu gamping (batu kapur)

Gambar 2.6. Batu Kapur Batu kapur (limestone) adalah sebuah batuan sedimen terdiri dari mineral calcite

(kalsium carbonate). Sumber utama dari calcite ini adalah organisme laut. Organisme ini mengeluarkan shell yang keluar ke air dan terdeposit di lantai samudra sebagai pelagic ooze (lihat lysocline untuk informasi tentang dissolusi calcite ).

Calcite sekunder juga dapat terdeposi oleh air meteorik tersupersaturasi (air tanah yang presipitasi material di gua). Ini menciptakan speleothem seperti stalagmit dan stalaktit. Bentuk yang lebih jauh terbentuk dari Oolite (batu kapur Oolitic) dan dapat dikenali dengan penampilannya yang granular. Batu kapur membentuk 10% dari seluruh volume batuan sedimen.

c. Batuan Metamorf Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses

perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi. Dalam Teknik Sipil kegunaan Batuan Metamorf sangat berhubungan dengan sifat kekerasan batuan , dimana batuan jenis ini sangat bermanfaat dalam memberi kekerasan serta kekakuan pada struktur bangunan , Batuan yang agak keras atau tahan seperti batu sabak, merupakan bahan bangunan yang baik, maka batuan ini dipakai untuk bangunan.

commit to user

1) Batu Sabak (Slate) Batuan metamorf yang terbentuk dari perubahan batu lempung.

Gambar 2.7. Batu Sabak

2) Batu Kuarsit Batuan metamorf yang terbentuk dari perubahan batu pasir.

Gambar 2.8. Batu Kuarsit

3) Batu Marmer Batuan metamorf yang terbentuk dari perubahan batu gamping.

Gambar 2.9. Batu Marmer Pembagian agregat berdasarkan ukuran butiran antara lain sebagai berikut

(Atkins, H. N., PE, 1997 dalam Hadi Rianto,R., 2007) :

a. Agregat kasar yaitu agregat yang tertahan saringan ukuran No.8. Agregat ini berukuran lebih besar dari 2,36 mm.

commit to user

No.8) dan 75 μm (tertahan saringan No.200).

c. Agregat sangat halus adalah agregat yang lebih kecil dari 75 μm atau lolos saringan No.200. Agregat sanagt halus biasanya berfungsi sebagai filler.

Agregat yang digunakan harus memenuhi persyaratan kualitas SNI 03-6819-2002 dan bebas dari kotoran, bahan organik, gumpalan lempung, debu atau material lainnya. Agregat sedikitnya mengandung 50% volume batu pecah, sedangkan untuk jalan dengan LHR lebih besar dari 500 disyaratkan 100% batu pecah. Tabel 2.1. Persyaratan Mutu Agregat

No.

Pengujian

Metode Persyaratan

1. Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles

SNI 03-2417-1991 Maks.35 %

2. Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 60 %

3. Kelekatan Agregat terhadap Aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %

4. Penyerapan Air SNI 03-1970-1990 Maks. 3 %

5. Kekekalan Bentuk Agregat terhadap Larutan Natrium dan Magnesium Sulfat

SNI 03-3407-1994 Maks.20 %

(Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, 2008c.) Tabel 2.2. Hasil Pengujian Persyaratan Mutu Agregat Batu Kapur

No.

Pengujian

Hasil Pemeriksaan

Persyaratan

1.

Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles

27,28 %

Maks.35 %

2. Nilai Setara Pasir

Kelekatan Agregat terhadap Aspal

97,6 %

Min. 95 %

4. Penyerapan Air

2,69 %

Maks. 3 %

5 Berat Jenis Bulk

2,4 – 2,5 gr/cm 3

>2,5 gr/cm 3

6 Berat Jenis Apparent

2,54 – 2,60 gr/cm 3

(Sumber I Nyoman & Tjokorde, 2010)

commit to user

a. Gradasi agregat tipe I cocok untuk pelaburan, pengisian rongga pada permukaan, perbaikan erosi permukaan yang parah akibat teroksidasi berat dan meningkatkan ketahanan gelincir jalan. Diaplikasikan sebagai perkerasan bandar udara, jalan antar kota dan perkotaan dengan lalu lintas sedang sampai berat.

b. Gradasi agregat tipe II cocok untuk perbaikan kondisi permukaan yang terkelupas berat, meningkatkan ketahanan gelincir, membentuk permukaan aus yang baru dan digunakan di daerah luar kota dengan lalu lintas padat.

c. Gradasi agregat tipe III memberikan manfaat seperti tipe II namun dengan tekstur makro yang lebih besar.Pasir dengan tekstur yang licin dengan penyerapan air lebih dari 1,25 % (SNI 03-1970-1990) tidak boleh digunakan lebih dari 50 % total gabungan agregat.

Karakteristik pokok agregat campuran slurry seal ditentukan berdasarkan :

a. Geologi Penentuan agregat agar kesesuaian (compatibility) dengan emulsi yaitu sifat adhesinya.

b. Bentuk Mempunyai bidang pecah dengan memberikan gaya saling kunci antar butiran agregat sehingga mendapatkan campuran yang diinginkan.

c. Tekstur Permukaan kasar sehingga lebih mudah melekat dengan aspal emulsi.

d. Umur dan Reaktifitas Agregat yang baru dipecah mempunyai muatan listrik permukaan yang lebih besar dari pada agregat yang telah lama dipecah karena lapuk, muatan listrik berperan utama pada tingkat reaksi kimia.

e. Kebersihan Material kotor seperti lempung, debu atau lanau dapat menyebabkan kohesi yang jelek.

f. Ketahanan Soundness dan Abrasi. Hal ini berperan khususnya pada daerah dengan curah hujan yang tinggi.

commit to user

Aspal emulsi adalah butiran-butiran aspal yang terdispersi dalam air. Dalam hal pelapisan dengan slurry, emulsi yang digunakan bisa anionik atau kationik namun yang paling umum adalah jenis kationik. Aspal emulsi yang digunakan pada slurry seal adalah jenis Slow Setting (SS) atau Quick Setting (QS). Aspal Emulsi CSS-1 atau CSS-1h yang digunakan harus memenuhi persyaratan pada Pd.S-01- 1995-03 Spesifrkasi Aspal Emulsi Kationik.

Emulsi merupakan komponen utama slurry seal yang berfungsi sebagai pengikat agregat, serta pengikat slurry seal dengan perkerasan lama. Saat ini emulsi yang dipakai pada slurry seal adalah bitumen yang telah dimodifikasi dengan elastomer dengan hasil lebih tahan terhadap lalu-lintas berat, berkurangnya keausan dan resiko terjadi bleeding dapat terkurangi.

Keunggulan aspal emulsi :

a. Tidak perlu dibakar

b. Pemakaian mudah / dapat langsung dipakai

c. Tidak membutuhkan banyak peralatan

d. Hasil campuran dapat disimpan

e. Relatif dapat melekat pada batuan basah, cocok untuk daerah tropis.

Jenis aspal emulsi yang biasa digunakan pada slurry seal antara lain:

a. CSS, Tipe Slow Setting atau tipe pengikatan lambat (menurut ASTM dikenal dengan tipe SS,CSS).

b. CMS, Tipe Medium Setting atau tipe pengikatan sedang (menurut ASTM dikenal dengan tipe MS,CMS).

c. CRS, Tipe Rapid Setting atau tipe pengikatan cepat (menurut ASTM dikenal dengan tipe RS,CRS). Aspal emulsi diformulasikan secara khusus untuk kesesuain dengan agregat dan memenuhi persyaratan campuran. Spesifikasi emulsi didasarkan pada karakteristik standar emulsi seperti kestabilan, kadar aspal dan sistem Setting. Polimer dapat ditambahkan pada emulsi karena memberikan ketahanan pada batuan terutama

commit to user

lembek sehingga meningkatkan ketahanan terhadap retak (Anonim,2008a). Tabel 2.3. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS – 1h

No Property

Unit

Metode

Hasil Spesifikasi

10

Kekentalan Sayboltbolt furol pada 25

Stabilitas penyimpanan

24 jam Muatan Listrik partikel Campuran Semen Analisa Saringan

- Kadar Minyak - Residu Penetrasi residu Daktilitas residu Kelarutan residu dalam C2HCL3 Kadar air

ASTM D-244

ASTM D-244

ASTM D-244 ASTM D-244 ASTM D-244 ASTM D-244 ASTM D-244

ASTM D-5 ASTM D-113 ASTM D-2042

Positif Maks 2,0 Maks 0,1 Maks 3,0

Min 57 100-250 Min 57 Min 97,5

- (Sumber PT.Hutama Prima, Cilacap)

Berat jenis aspal emulsi CSS-1h adalah 1,014 gr/cm 3 (I Wayan Muliawan, 2011)

2.2.3. Bahan Pengisi (filler)

Bahan pengisi terdiri atas 2 jenis yaitu aktif dan tidak aktif secara kimiawi. Bahan pengisi aktif seperti semen portland, kapur tohor, aluminium sulfat, sedangkan yang tidak aktif diantaranya abu batu, abu batu kapur dan abu arang batu yang memenuhi persyaratan SNI 03-6723-2002 dengan volume 0,5 – 3 % dari berat kering agregat dalam perencanaan campuran. Bahan pengisi aktif digunakan untuk membantu proses pencampuran sedangkan yang tidak aktif untuk memperbaiki gradasi agregat.

Dalam penelitian ini filler yang digunakan adalah semen. Dalam pengertian

commit to user

mengeraskan dengan bebas, dan dapat mengikat material lain. Semen yang digunakan dalam konstruksi digolongkan kedalam semen hidrolik dan semen non- hidrolik. Semen hidrolik adalah material yang menetap dan mengeras setelah dikombinasikan dengan air, sebagai hasil dari reaksi kimia dari pencampuran dengan air, dan setelah pembekuan, mempertahankan kekuatan dan stabilitas bahkan dalam air. Semen non-hidrolik meliputi material seperti batu kapur dan gipsum yang harus tetap kering supaya bertambah kuat dan mempunyai komponen cair.

Kebanyakan konstruksi semen saat ini adalah semen hidrolik dan kebanyakan didasarkan pada Semen Portland, yang dibuat dari batu kapur, mineral tanah liat tertentu, dan gypsum, pada proses dengan temperatur yang tinggi yang menghasilkan karbon dioksida dan berkombinasi secara kimia yang menghasilkan bahan utama menjadi senyawa baru.

Semen Abu atau Semen Portland adalah bubuk / bulk berwarna abu kebiru biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Berdasarkan prosentase kandungan senyawa penyusunnya Semen Portland dapat digolongkan menjadi 5 tipe, yaitu :

a. Semen Portland tipe I Adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling klinker yang kandungan utamanya kalsium silikat dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah: 55% (C3S), 19% (C2S), 10% (C3A), 7% (C4AF), 2,8% (MgO), 2,9% (SO3), 1,0% hilang dalam pembakaran dan 1,0% bebas CaO.

commit to user

Dipakai untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal, dan dapat digunakan untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah : 51% (C3S), 24% (C2S), 6% (C3A), 11% (C4AF), 2,9% (MgO), 2,5% (SO3), 0,8% hilang dalam pembakaran dan 1,0% bebas CaO.

c. Semen Portland tipe III Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa (tebal) yang memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang, misal bangunan dipinggir laut, bangunan bekas tanah rawa, saluran irigasi , dam-dam. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah : 57% (C3S), 19% (C2S), 10% (C3A), 7% (C4AF), 3% (MgO), 3,1% (SO3), 0,9% hilang dalam pembakaran dan 1,3% bebas CaO.

d. Semen Portland tipe IV Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memelukan kekuatan tekan tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi, misal untuk pembuatan jalan beton, bangunan-bangunan bertingkat, bangunan-bangunan dalam air. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah : 28% (C3S), 49% (C2S), 4% (C3A), 12% (C4AF), 1,8% (MgO), 1,9% (SO3), 0,9% hilang dalam pembakaran dan 0,8% bebas CaO.

e. Semen Portland tipe V Dipakai untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah : 38% (C3S), 43% (C2S), 4% (C3A), 9% (C4AF), 1,9% (MgO), 1,8% (SO3), 0,9% hilang dalam pembakaran dan 0,8% bebas CaO.

Berat jenis Semen Portland tipe I adalah 2,8398 gr/cm 3 (Ahmad Mustofa, 2006)

2.2.4. Air

Air harus bersih, tidak mengandung kotoran organik, garam-garam berbahaya, debu atau lanau. Air harus diuji dan memenuhi persyaratan SNI 03-6817-2002.

commit to user

kekentalan yang memadai. Air berfungsi mengatur kekentalan slurry seal sehingga mudah dikerjakan. Air

yang terdapat pada slurry seal berasal dari kandungan air agregat, air pada aspal emulsi dan air yang ditambahkan untuk membasahi agregat. Air juga akan mengatur konsistensi slurry seal, mencegah pecah dini dan segregasi. Air yang dipakai harus bersih dari bahan organik karena kandungan Ca + dan Mg 2+ yang tinggi akan menyebabkan pecah dan membuat pencampuran bertambah sulit (Anonim, 2008a).

2.2.5. Slurry Seal

Slurry seal adalah campuran aspal emulsi, agregat halus, mineral filler, air dan bahan tambahan lainnya (misalnya polymer) yang dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan perkerasan sebagai bubur aspal atau slurry. Sistem slurry seal direncanakan untuk membentuk mortar dengan aspal yang pekat dan dihampar dengan ketebalan yang cukup tipis, dengan ketebalan maksimum 1 cm dimaksudkan untuk menghindari deformasi permanen akibat dilalui oleh beban lalu-lintas disebabkan karena struktur mineral biasanya tidak cukup kuat dengan gaya saling kunci yang terbatas dari butiran agregatnya. slurry seal merupakan Surface Treatment tipis permukaan jalan yang dihampar hanya setebal batuan agregat pada gradasi agregat campurannya (Anonim, 2008a).

Fungsi slurry seal antara lain :

a. Anti slip / lapis Skid Resistance.

b. Melindungi dari oxidasi.

c. Membuat lapisan kedap air.

d. Memperbaiki Raveling.

e. Menutup & mengisi retak rambut.

f. Membuat permukaan jalan seperti baru kembali. Karakteristik slurry seal antara lain :

a. Non struktural.

commit to user

c. Umumnya tebal berkisar 6 – 8 mm.

d. Fleksibel.

e. Aplikasi dingin. Keuntungan slurry seal antara lain :

a. Berbentuk bubur ( slurry ) sehingga dapat menutupi retak .

b. Dapat memilih tingkat performance & tekstur halus atau kasar untuk tingkat Skid Resistance.

c. Tidak memerlukan pemadatan.

d. Aplikasi yang cepat.

e. Aman terhadap bahaya kebakaran & ramah lingkungan.

f. Masa layan 2,5 tahun.

g. Kedap air.

Agregat yang digunakan pada slurry seal harus agregat yang bergradasi rapat hasil dari pemecah batu. Dilihat dari gradasinya slurry seal dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu tipe I, tipe II dan tipe III. Perbedaan utamanya adalah ukuran agregat terbesarnya, yang menunjukkan jumlah residual pada campuran dan kegunaan dimana slurry seal yang tepat untuk dipasang. Macam-macam tipe slurry seal antara lain :

a. Slurry seal tipe I

Adalah yang paling halus dan digunakan untuk lalu-lintas ringan, misalnya untuk tempat parkir.

b. Slurry seal Tipe II

Lebih kasar dari tipe I dan disarankan untuk jalan yang mengalami raveling dengan lalu-lintas yang ringan sampai berat.

c. Slurry seal Tipe III

Mempunyai gradasi yang paling kasar dan cocok untuk mengisi perbaikan pada jalan yang mengalami raveling dan oksidasi serta memperbaiki kekesatan permukaan jalan. Tipe ini digunakan untuk jalan arteri dan jalan bebas hambatan (Anonim,2008a).

commit to user

a. Jalan Raya

b. Jalan Lintas utama

c. Jalan Toll

d. Jalan Perkotaan / Urban

e. Airport

f. Jalan lingkungan khusus

Adapun kriteria penggunaan slurry seal ditampilkan pada Tabel berikut : Tabel 2.4. Kriteria Pemilihan Pekerjaan dengan Slurry Seal

Kegunaan

Agregat

Tipe I

Agregat

Tipe II

Agregat Tipe III

Pengisian Rongga

Slurry

Slurry

Lapisan Aus LHR < 100

Slurry

Slurry

Lapisan Aus LHR 100 - 1000

Slurry

Slurry Lapisan Aus LHR 1000 - 20000

Slurry Perbaikan bentuk minor 10 - 20 mm

Slurry Tingkat pemakaian Kg/m 2 4,3 – 6,5 6,5 – 10,8 9,8 – 16,3

Bahan untuk pembuatan slurry seal terdiri dari agregat, aspal emulsi, air, filler dan additive, bahan ini dicampur dengan perbandingan tertentu berdasarkan tes laboratorium. Peranan agregat sangat penting karena merupakan mineral pembentuk slurry seal sekitar 75%, agregat harus bersih, keras dan terbuat dari batu pecah dengan gradasi yang sesuai.

commit to user

Karakteristik Campuran

Jenis Campuran

1 2 3 Gradasi agregat, % lolos:

Ukunui saringan : 9,5 mm (3/8")

4,75 mm (# 4) 2,36 mm (# 8) 1,18 mm (# 16) 600 micron (# 30) 300 micron (# 50) 150 micron (# 100)

5 - 15 Kandungan residu Aspal, % berat agregat kering

Penyebaran kg/m2 (berat agregat kering)

Ketebalan rata-rata, mm

2-3

4-5

7 - 10 Konsistensi, cm

2-3

2-3

2-3 Waktu pemantapan, menit

15 - 720

15 - 720

15 - 720 Waktu pengeringan, menit

720

720

720 Pengujian abrasi cara basah, g/m2

800

800 800

(Sumber : Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (slurry seal) tahun 1999) Penentuan proporsi campuran agregat, termasuk bahan pengisi disesuaikan

dengan tipe slurry seal yang akan digunakan dan gradasi agregat yang diambil. Penentuan kadar aspal (residu) berdasarkan gradasi agregat dengan persamaan :

P = ( 0,05A + 0,1 B +0,5 C ) x 0,7 …………………………………………. (2.1.)

Dimana : P

= Persen kadar aspal (residu) perkiraan terhadap berat kering agregat.

A = Persen agregat tertahan saringan No.8 ( 2,36 mm )

commit to user

No.200 ( 0,75 mm )

C = Persen agregat lolos saringan No.200 ( 0,75 mm ) Berdasarkan persen kadar aspal (residu) perkiraan diatas dapat dihitung persen kadar aspal emulsi nya dengan rumus berikut ini :

AE = ( P / R) x 100 ………………………………………………………… (2.2.)

Dimana : AE = Persen kadar aspal emulsi terhadap berat kering agregat.

P = Persen kadar aspal (residu) yang digunakan. R = Persen aspal (residu) asli pada aspal emulsi ( 65% dari berat aspal emulsi)

2.2.6 Konsistensi

Konsistensi adalah kondisi dimana slurry seal mencapai kadar air optimum campuran sesuai dengan syarat nilai konsistensi pada Petunjuk Praktis Pemeliharaan Jalan dengan Menggunakan Bubur aspal Emulsi (slurry seal) No. 012/BM/2008. Kadar air hasil pengujian konsistensi digunakan untuk pembuatan benda uji setting time dan ITS.

2.2.7 Setting Time

Setting time didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh aspal emulsi sejak waktu pencampuran sampai aspal mulai mengeras pada permukaan agregat. Fenomena ini ditandai dengan perubahan warna aspal emulsi yang sebelumnya berwarna coklat seperti lumpur menjadi warna coklat kehitam-hitaman, dan ketika proses setting telah selesai ditandai dengan kondisi permukaan yang tidak terdapat noda coklat jika di sentuh dengan tisu. Pada saat pelaksanaan pekerjaan penghamparan slurry seal selesai akan didapat warna permukaan jalan menjadi hitam.

Pada saat awal penghamparan, kemungkinan terjadinya segresi antar agregat sangat besar hal ini disebabkan belum adanya ikatan antara aspal dan agregat.

commit to user

seal baik itu oleh beban lalu lintas dengan kecepatan rendah maupun oleh pemadatan.

Menurut Widya Sapta Colas, 1998, dalam penelitian penggunaan semen sebagai filler dalam slurry seal dengan aspal emulsi jenis CSS-1h memberikan setting time terbaik pada kadar aspal emulsi 15% dengan kadar air bervariasi dari 8-12 %.

2.2.8 Kuat Tarik Tidak Langsung ITS (Indirect Tensile Strength)

Merupakan uji ketahanan slurry seal dengan memberikan tekanan pada benda uji yang berbentuk silinder. Ketahanan ini tergantung dari diameter benda uji yang digunakan. Pengujian kuat tarik tidak langsung secara normal dilaksanakan menggunakan Marshall yang telah dimodifikasi dengan plat berbentuk cekung dengan lebar 12,5 mm pada bagian penekan marshall. Pada penelitian ini digunakan benda uji berbentuk silinder diameter 10 cm dengan tingi 6 cm. Rumus yang digunakan yaitu :

ITS = 3 . 2 ......( .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..........

Pi  

Dimana : ITS

= Nilai kuat tarik tidak langsung (gr/cm 2 ) terkoreksi

Pi = Nilai beban (gr)

h = Tinggi benda uji (cm)

d = Diameter benda uji (cm)

2.2.9 Densitas

Densitas menunjukkan besarnya kepadatan pada slurry seal. Karena benda uji yang dibuat dalam bentuk slurry (bubur) maka tidak dilakukan penumbukan seperti halnya Marshall, melainkan hanya dituangkan. Besarnya densitas dapat dihitung dengan rumus :

commit to user

D = Densitas (gr/cm 3 )

Ma = Berat benda uji di udara ( gr)

d = Diameter benda uji (cm)

h = Tinggi benda uji (cm)

2.2.10 Spesific Grafity Campuran

Specific Gravity menunjukkan berat jenis campuran. Besarnya Specific Gravity campuran (SGmix) dapat dihitung dengan rumus :

SG mix = Specific Gravity campuran (gr/cm 3 )

%W agr = Persen berat agregat (%) %W f = Persen berat filler (%) %W a = Persen berat aspal (%)

SG ag = Specific Gravity agregat (gr/cm 3 ) SG f = Specific Gravity filler (gr/cm 3 ) SG a = Specific Gravity aspal (gr/cm 3 )

2.2.11 Porositas