dan perilaku makan kera ekor panjang dapat mempengaruhi terjadinya konflik Sha, dkk. 2009. Konflik merupakan segala interaksi antara dua atau lebih pihak–pihak yang
mengakibatkan pengaruh negatif pada kondisi sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan Hocking Humle, 2010.
Oleh karena itu perlu mengetahui harapan masyarakat mengenai pengelolaan habitat kera ekor panjang Macaca fascicularis oleh pengelola SM Paliyan, agar dapat dijadikan
sebagai pertimbangan bagi pengelola SM Paliyan. Sehingga dapat mengurangi atau mengatasi konflik anatara kera ekor panjang Macaca fascicularis dengan masyarakat di
Suaka Margasatwa Paliyan.
1.2 Rumusan Masalah
Pengelolaan lahan di Suaka Margasatwa Paliyan yang melibatkan masyarakat setempat sebagai hutan kebun dan juga penggunaan lahan sekitar Suaka Margasatwa sebagai lahan
pertanian bisa menjadi sumber konflik antara manusia dan kera ekor panjang Macaca fascicularis.
Melihat permasalahan yang ada diatas maka dalam penelitian ini yang menjadi pertanyaan utama adalah “ bagaimana harapan masyarakat terhadap pengelolaan habitat kera
ekor panjang Macaca fascicularis yang dilakukan pengelola SM Paliyan?” untuk menjawab pertanyaan permasalahan tersebut perlu terlebih dahulu menjawab permasalahan
berikut ini : 1. Apakah alih fungsi lahan Hutan Paliyan menjadi Suaka Margasatwa dapat
mengurangi konflik antara kera ekor panjang Macaca fascicularis dengan masyarakat?
2. Bagaimana jenis pengelolaan lahan yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan SM Paliyan?
3. Bagaimana harapan masyarakat terhadap pengelolaan habitat kera ekor panjang Macaca fascicularis yang dilakukan pengelola SM Paliyan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui perbandingan antara konflik pada saat Hutan Paliyan berstatus hutan produksi dengan pada saat berstatus Suaka Margasatwa
2. Mengetahui jenis pengelolaan lahan yang dilakukan masyarakat dalam kawasan SM Paliyan
3. Mengetahui harapan masyarakat terhadap pengelolaan habitat kera ekor panjang Macaca fascicularis yang dilakukan pengelola SM Paliyan?
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat konflik saat berstatus hutan produksi dengan saat berstatus Suaka Margasatwa, sehingga masyarakat
dapat dilakukan pengelolaan lahan yang baik dalam kawasan Suaka Margasatwa Paliyan khususnya untuk kelangsungan hidup kera ekor panjang Macaca fascicularis dan dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan habitat kera ekor panjang Macaca fascicularis untuk mengurangi bahkan mengatasi konflik antara kera ekor panjang dengan
masyarakat sekitar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Suaka Margasatwa Paliyan
Suaka Margasatwa Paliyan berlokasi di Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari menempati dua kecamatan pada Kabupaten Gunung Kidul. Suaka Margasatwa ini total
luas 434,834 Ha dimana topografi kawasan berupa perbukitan karst dengan lapisan tanah yang tipis, kelerengan kawasan yang berada di atas 40 pada tingkat ketinggian antara 100
– 300 m dpl. Suaka Margasatwa Paliyan merupakan kawasan yang berada dala naungan Dinas Kehutanan Propinsi D.I Yogyakarta dengan status hutan produksi yang berletak pada
petak 136 sd 141 tepatnya masuk wilayah Resort Polisi Hutan RPH Paliyan yang tergabung dalam Bagian Daerah Hutan BDH Setyawan, 2016.
Kawasan Suaka Margasatwa SM Paliyan merupakan hutan dengan luas 434,834 Ha, dimana sebagian besar kawasan telah dirombak penduduk sekitar menjadi lahan
garapan pasca reformasi tahun 1998. SM Paliyan masih berhutan dengan tegakan yang cukup rapat hanya dapat ditemukan di bagian timur jalan besar depan PUSLATPUR dan
didapat spesies pohon Jati Tectona grandis. Fungsi hutan sebelum ditetapkan sebagai suaka margasatwa adalah hutan produksi, kelas perusahaan jati, sistem tebang habis
dan permudaan buatan Djuwadi dalam Pramada, 2010. Suaka Margasatwa SM Paliyan berlokasi di Kecamatan Paliyan dan Kecamatan
Saptosari SM Paliyan menempati dua kecamatan, Kabupaten Gunungkidul memiliki luas total kawasan SM Paliyan 434,60 ha dan merupakan habitat bagi satwa kera ekor panjang
Macaca fascicularis. Kurang lebih 80 kawasan SM Paliyan dirombak oleh masyarakat sebagai areal perladangan pada saat kawasan tersebut masih berstatus produksi. Terdapat
sekitar 600 petani penggarap berladang di kawasan ini, mereka berasal dari empat desa yaitu desa Karang Asem dan Karang Duwet yang masuk di wilayah Kecamatan
Paliyan, serta Desa Jetis dan Desa Kepek yang berada di wilayah Kecamatan Saptosari. Terjadi berbagai kerusakan hutan SM Paliyan diakibatkan adanya degradasi
lahan, pengrusakan kawasan, dan penjarahan hutan untuk perladangan sehingga berkonsekuensi merusak habitat kera ekor panjang. Akibat dari rusaknya habitat Kera Ekor
Panjang tersebut pada akhirnya beralih menyebar pada lahan pekarangan, hutan rakyat dan tegalan penduduk. Berdasarkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam BKSDA, populasi
satwa kera ekor panjang di SM Paliyan termasuk dalam kategori tinggi dan sering menimbulkan gangguan berupa pengrusakan tanaman pertanian milik penduduk Balai
BKSDA DIY, 2017.
2.1 Klasifikasi Monyet Ekor Panjang