Sejarah konversi madzhab syiah dan khawarij di hadramaut

SEJARAH KONVERSI MADZHAB
SYIAH DAN KHAWARIJ DI HADRAMAUT
TAHUN 916-1200 M
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Oleh:
OKTA RIADI
NIM: 1110022000022

KONSENTRASI TIMUR TENGAH
PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M

ABSTRAK
Hasil studi penulis sejarah terdahulu tentang kedatangan Alawiyyin ke

Hadramaut pada abad ke-3 H telah berhasil melenyapkan kaum Khawarij sekte
Ibadiah di wilayah kekuasaan mereka sendiri, pada abad ke-7 H. Para penulis sejarah
berbeda pendapat tentang kedatangan mazhab Alawiyyin yang datang ke Hadramaut
dari Irak. Sebagian penulis sejarah berpendapat mereka Syiah, dan sebagiannya lagi
berpendapat mereka Syafi’i, betapapun seperti itu menurut Abdullah Haddad dalam
bukunya Jalan Menuju Kebahagia: “kaum Khawarij di Hadramaut termasuk ekstrem
dalam menerapkan hukum-hukum syariat, tentunya menurut mereka sendiri. Dan
sangat membenci Ali bin Abi Thalib dan keturunannya” dikarenakan latar belakang
sejarah setelah perang shiffin, jadi sudah barang tentu akan ada gesekan antara kedua
belah pihak. Hasil penelitian penulis sejarah terdahulu memberikan tantangan kepada
penulis, untuk menelusuri bagaimana proses konversi Syiah dan Khawarij terjadi.
Dikarenakan dari berbagai sumber tertulis belum ditemukan pembahasan akan
konversi Syiah dan Khawarij, jikapun ada sumber tersebut hanya membahasnya
sangat sedikit sekali.
Jadi studi ini ingin menjawab satu pertanyaan yaitu bagaimana proses
konversi Syiah dan Khawarij di Hadramaut pada abad ke 3 s/d 7 H. untuk menjawab
pertanyaan tersebut di gunakan metode histsoris, melalui suber tertulis dengan
pendekatan sosial agama.
Temuan penulis adalah, bahwa Syiah dan Khawarij berkonversi pada abad
yang berbeda. Konversi Syiah terjadi pada abad ketiga Hijriah, sedangkan konversi

Khawarij terjadi pada abad ketiga Hijriah dan mencapai kelimaksnya pada abad
ketujuh Hijriah, yang menjadikan Khawarij hilang sama sekali di Hadramaut. Kedua
kelompok ini berkonversi pada madzhab Sunni Syafi’i.
Kata Kuci: Syiah, Khawarij, Konversi, Hadramaut.

i

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas
segala kebesaran dan karunia-Nya yang telah menciptakan bumi dan alam semesta
beserta seluruh isinya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan kita para pengikutnya sampai akhir
zaman.
Skripsi yang berjudul “Sejarah Konversi Madzhab Syiah dan Khawarij di
Hadramaut Tahun 916-1200” ditulis dalam konteks untuk menyelesaikan studi
Strata (S1) pada Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah Kebudayaan
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam menyelesaikan Skripsi ini, tentunya banyak mendapatkan hambatan
dan tantangan. Namun, berkat usaha dan bantuan serta kerja sama yang penulis
dapatkan dari berbagai pihak, baik itu dukungan materil, maupun non materil,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis berterima
kasih kepada mereka yang telah membantu, membimbing dan menemani penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Prof. Dr. Oman Faturahman M.A, selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Nurhasan, M.A, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Sholikatus Sa’diyah, M.Pd, selaku Sekertaris Jurusan Sejarah Kebudayaan
Islam, yang selalu memberikan pelayanan kepada mahasiswanya dengan
baik.
5. Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan serta masukan-masukan kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik, serta

II

6. Awalia Rahma, M.A, selaku Dosen Penasehat Akademik, yang selalu

memberikan arahan serta motivasi dalam belajar.
7. Bapak dan Ibu Dosen yang selalu memberikan bimbingan dan pelajaran
selama penulis mengikuti perkuliahan.
8. Orang tua tercinta; ayahanda Habiburrachman dan ibunda Tilawati yang
telah mengasuh, membimbing dengan sabar dan penuh kasih sayang, serta
senantiasa memberikan semangat dan mendoakan. Begitu juga ayunda
Lirih Anggriani, ayunda Fitria Ani, adinda Pachri dan adinda Hafida Hayu
Rachman. Khususnya adinda Pachri yang telah menggantikan sementara
posisi penulis menjadi tulang punggung keluarga pasca meninggalnya
ayahanda tercinta, guna menyelesaikan pendidikan strata satu penulis.
9. Kepada seluruh anggota Lembaga Robitoh Alawiyah, Institut Agama
Islam Jamiat Kheir, yang tidak dapat penulis tuliskan namanya satupersatu, yang telah menerima penulis dengan tulus dalam penyelesaikan
penelitian penulis. Semoga Allah membalas semua kebaikan mereka.
10. Teman-teman SKI seperjuangan angkatan 2010. Yang tidak dapat penulis
sebutkan namanya satu-persatu, yang selama ini telah bersama-sama
memberikan kenangan terindah yang tidak akan terlupakan oleh penulis.
Semoga kebaikan-kebaikan yeng telah mereka berikan dapat bermanfaat
dan mendapatkan balasan serta limpahan dari Allah swt.
11. Seluruh dosen fakultas Adab dan Humaniora, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis.

12. Seluruh Staf Akademik Fakultas Adab dan Humaniora.
13. Para karyawan/karyawati Perpustakaan Utama dan Fakultas Adab dan
Humaniora yang telah menyediakan fasilitas dalam rangka penulisan
skripsi ini.

Semoga semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi
ini, mendapatkan balasan dari Allah SWT. Dan penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis

III

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

HALAMAN

A. Latar Belakang ...............................................................


1

B. Permasalahan .................................................................. 11
1. Pembatasan Masalah ................................................. 11
2. Perumusan Masalah .................................................. 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 11
D. Tinjauan Pustaka ............................................................. 12
E. Metode Penelitian ........................................................... 16
F. Sistematika Penulisan………………………………….
BAB II

20

SYIAH DAN KHAWARIJ DI HADRAMAUT
A. Khawarij di Hadramaut pra Kedatangan
Syiah dari Irak ................................................................. 21
1. Syiah di Yaman dan Khawarij di Hadramaut
serta Oman ................................................................ 21
2. Khawarij di Hadramaut ............................................. 26
3. Madzhab selain Khawarij di Hadramaut ................... 31

B. Kedatangan Syiah dari Irak ke Hadramaut .................... 33
1. Hijrahnya al-Muhajir dari Irak ke Hadramaut .......... 33
2. Madzhab Imam Muhajir ........................................... 39
C. Hilangnya Syiah di Hadramaut ....................................... 41

v

D. Hilangnya Khawarij di Hadramaut Pasca
Kedatangan Syiah dari Irak ............................................. 45
1. Golongan Sosial di Hadramaut ................................. 46
2. Madzhab Syafi’i di Hadramaut…………………….
BAB III

49

KONVERSI MADZHAB SYIAH
DAN KHAWARIJ DI HADRAMAUT
A. Proses Konversi Madzhab Syiah dan
Khawarij di Hadramaut ................................................... 55
B. Faktor Terjadinya Konversi Madzhab

Syiah dan Khawarij di Hadramaut .................................. 64
C. Hasil Konversi Madzhab Syiah dan Khawarij ................ 65

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................... 66
B. Saran ............................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 69

vi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam Islam terdapat beragam golongan seperti yang telah disebutkan
dalam sebuah Hadis, Nabi Muhammad Saw pernah berkata: Bani Israil terbagi
kedalam tujuh puluh satu atau dua golongan, begitu pula Kristen, tetapi umatku akan
terbagi ke dalam tujuh puluh tiga golongan.1 Begitulah Nabi Muhammad

menggabarkan perpecahan dalam agama islam.
Terjadinya perpecahan dalam Islam ditandai setelah peristiwa perang Shiffin
pada tahun 37 H.2 Perpecahan itu terjadi saat pasukan Muawiyah yang dipimpin oleh
Amr bin Ash nyaris mengalami kekalahan, kemudian Amr mengangkat al-Qur’an
sebagai isyarat perdamaian. Usulan ini kemudian diterima, sehingga diadakan
perundingan yang hasilnya Ali diturunkan dari jabatannya sebagai Khalifah dan
Muawiyah diangkat menjadi Khalifah. Namun Dari kelompok Ali tidak sepenuhnya
mengikuti keputusan Ali, mereka yang sepakat kemudian disebut Syi’ah sedangkan
yang tidak sepakat disebut Khawarij.3 Kemudian kepecahan islam disusul oleh

1

At-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa at-Timirdzi, Ensiklopedia Hadits Kutub Assitah
Jilid VI, Kitabul Iman, 18 - Bab Maa Jaa-fii iftiraaqi Haadzihil Ummah, no. 2640, Penejemah Tim
Darussunnah Idris, Huda, dkk, Jakarta: Almahira, 2013, h. 874
2
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam Bandung: Pustaka Setia, 2008, h. 98.
3
Abu Dza’far Muhammad bin Jarir at-Tabari, Tarikh al-Umam wal Mulk, Bagian: keenam,
Bairut Lebanon: Darul Fikr, 1989, h. 37


1

2

golongan-golongan yang lainnya, tetapi di sini penulis hanya akan membahas dua
golongan saja yaitu golongan Syiah4 dan Khawarij5 yang berkonversi di Hadramaut.
Dua madzhab ini berkonversi di daerah Hadramaut yang geografisnya
hanyalah sebagian kecil dari Arab Selatan, artinya pantai di antara desa-desa nelayan
Ain Bama’bad dan Saihut, beserta daerah pegunungan yang terletak di belakangnya.
Di sepanjang pantai hanya terdapat bukit-bukit. Segera setelah itu berdiri serangkaian
gunung, atau lebih tepat, dataran tinggi yang sangat luas yang memiliki beberapa
puncak, yang tertinggi adalah gunung al-Arsyah. Setelah melalui dataran tinggi itu,
turun ke dalam lembah yang luas atau lebih tepat ke dalam serangkaian lembah.
Kemudian kita berada di depan serangkaian gunung lagi yang mirip dengan yang
pertama. Pegunungan yang terakhir ini berbatasan dengan padang pasir Arab tengah. 6
Penduduk Hadramaut berasal dari keturunan Ya’run bin Qahtan bin Hud, jadi
mereka termasuk ras Arab Selatan dan disebut Arab Aribah atau Arab Asli, yang
Syi’ah dalam terminologi bahasa Arab bermakna: Pihak, Puak, Kelompok, yang asalnya dari
kata Syayya’a ataupun tasyayya’a, yang artinya: berpihak, memihak, bergabung, menggabungkan diri

Demikianlah definisi syiah yang telah Itulah pengertian yang asli dari akar kata itu semenjak berabadabad lamanya sebelum bermula sejarah Islam. Tetapi akar-kata itu belakangan mepunyai pengeritian
tertentu. Setiap kali orang menyebut “syi’ah” maka assosiasi pikiran setiap orang tertuju kepada
“syi’ah – Ali” yaitu kelompok masyarakat yang memihak Ali 4 dan amat memulikannya beserta
turunannya, dan kelompok itu lambat laun membangun dirinya menjadi aliran didalam Islam. Lihat,
Jousoef Sou’yb Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-Aliran Sekta Syi’ah, Jakarta: Pustaka
Alhusna, 1982, h. 9
5
Adapun Khawarij secara bahasa; berasal dari kata bahasa Arab Kharaja yang berarti keluar,
muncul, timbul atau memberontak. Berdasarkan pengertian dari pengertian ini pula, khawarij berarti
setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam. Lihat, Prof. Dr. Harun Nasution, Theology
Islam, Cet II, Jakarta: UI Press, 1972, h 11. Definisi khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah
suatu sekte/kelompok /aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar menginggalkan barisan karena
ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (Tahkim), dalam perang shiffin
pada tahun 37 H/657 M, dengan kelompok bughat (Pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal
persengketaan khilafah. Lihat Amir Najjar, Al-Khawarij: Aqidatan wa fikratan wa falsafatan,
Penerjamah Afif Muhammad dkk., Bandung: Lentera, 1993, h. 5
6
L.W.C. van den Berg Hadramaut dan koloni Arab di Nusantara, Jilid III Penerjemah
Rahayu Hidayat , Jakarta: INIS ,1989, h. 7
4

3

dipertentangkan kepada Arab Musta’ribah yaitu keturunan Isma’il, artinya ras Arab
Utara. Karena jarangnya orang Hadramaut berhubungan dengan orang asing,
kemungkinan besar ras penduduk negeri itu sangat murni.7 Kemudian ditambah oleh
keturunan dari Ahmad bin Isa (al-Muhajir)8 bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin
Ja’far as-Shadiq9 yang berpindah dari Irak ke Hadramaut pada tahun 317 H dan
melahirkan kaum Alawiyyin yang bercampur dengan penduduk asli Hadramaut10
Kenapa al-Muhajir berpindah dari Irak (Basrah) ke hadramaut? Pada tahun
317 H Kekuasaan Islam dipimpin oleh Al-Muqtadir 296-320 H dari Dinasti
Abbasiyah.11 Di bawah pemerintahan Al-Muqtadir, terjadi kekacauan-kekacauan dan
pemberotakan-pembertontakan atas ketidakpuasan terhadap kepemimpinan yang
dipimpinnya.
Salah

satu

pemberontakan

pada

kepemerintahan

Al-Muqtadir

ialah

pemberontakan yang dipimpin oleh amir Ubaidillah Al-Mahdi, seorang tokoh turunan
Ali bin Abi Thalib dengan istrinya Fatimah binti Muhammad. Ia terpandang oleh

7

Van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, h. 33
Para ahli sejarah sepakat memberi gelar al-Muhajir hanya kepada Ahmad bin Isa sejak
hijrahnya dari negeri Irak ke daerah Hadramaut, hanya al-Imam al-Muhajir yang khusus menerima
gelar tersebut meskipun banyak pula orang orang dari kalangan ahlul bait dan dari keluarga pamanya
yang berhijrah menjauhi berbagai macam fitnah dan berbagai macam gerakan yang timbul
9
Allamah Sayyid Abdullah Haddad, Thariqah Menuju Kebahagiaan (Bandung: Mizan,
1983), h. 13
10
Idrus Alwi al-Masyhur, Sejarah, Silsilah & Gelar Keturunan Nabi Muhammad Saw di
Indonesia, Malysia, Timur tengah, India dan Afrika,Jakarta: Saraz Publishing, 2010, h. 21
11
Syeikh Muhammad Al-Khudori Muhadarati Tarikh al-Umam al-Islamiyah ad-Daulah alAbbasiyah Beirut–Lebanon : Dar Al-Kutub al-Ilmiyah, 2004, h. 307
8

4

sekta Syiah aliran Ismailiah, dan berhasil merebut ibu kota Qairawan pada tahun 296
H dan mengumumkan kekuasaan Daulat Fatimiah.12
Kemudian kerusuhan umum pada tahun 317 H di Ibukota. Muncul dari
kalangan rakyat dan mendapatkan dukungan dari kalangan prajurit, mereka menyerbu
ke dalam istana, menawan dan menurunkan Raja Al-Muqtadir kemudian
mengangkatnya kembali hanya sebagai aksi protes mereka. Hal tersebut disebabkan
penyalahgunaan kekuasaan oleh para wazir dan pejabat-pejabat istana yang
mempergemuk dan memperkaya dirinya. Sumber-sumber sejarah pada masa itu
menggambarkan, betapa wazir Abu Ali Muhammad ibn Khakan dengan dibantu
ketiga puteranya memperjual-belikan jabatan kepada siapapun yang berani membayar
sogokan lebih besar. Setiap pejabat itu lantas melakukan pemerasan terhadap rakyat,
secara halus maupun secara kasar, untuk mempertahankan kedudukannya. Sementara
itu kalangan prajurit sendiri tidaklah menerimakan pembayaranya secara teratur
karena diselewengkan oleh atasanya.13
Al-Muhajir merupakan salah satu keturunan dari Ahlul Bait dan Kondisi
Ahlul bait dibawah pemerintahan Dinasti Abbasiah tidak mendapatkan perlakuan
baik dibanding pada masa Dinasti Umayyah berkuasa. Padahal mereka juga
merupakan salah satu pihak yang ikut membangun kekhalifahan Abbasiyah.14 Sikap
manis al-Mamun kepada kelompok ini, yang bahkan bertindak lebih jauh dengan
mengenakan warna hijau atas kelompok Syiah serta menyatakan Imam Ridha sebagai
Jouesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah, Jilid II, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, h. 115
Ibid, h. 126
14
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid III, Jakarta: Kalam Mulia, 2013
12

13

5

saudaranya, tidak memberikan jaminan kuat yang bisa menolong mereka.15 Dimulai
dari al-Mutawakil, yang pada tahun 236 H meneruskan penganiayaan atas kelompok
Syiah sebagaimana dilakukan pada priode Umayyah.16
Almutawakil Sebagai Khalifah ke-sepuluh Abbasiah 232-247 H memiliki
pemahaman Sunni. Gerakan Sunni yang berada dibawa pimpinan Ahmad bin Hanbal
makin meperlihatkan pengaruh yang bertambah-tambah kuat terhadap Khalifah
Mutawakil. Gerakan sunni bertujuan “memulihkan” kembali ajaran Islam, terbebas
dari catur-akar dan catur-filsafat, seperti yang dianut oleh kalangan Salaf yakni
anutan pada masa sahabat-sahabat Nabi, dua abad yang silam.17
Pada tahun ketiga kepemerintahannya Al-Mutawakil mengeluarkan dekrit
ekstrim mengenai rakyat umum yang bukan Muslim, baik di Ibukota maupun seluruh
wilayah Islam pada masa itu. yang berbunyi wajibnya mengenakan sejenis baju luar
yang khusus untuk tanda pengenal. Dekerit itu telah membangkitkan reaksi dan
ketegangan yang bukan kecil. Tetapi hampir pada seluruh wilayah, dan dekrit ini
dijalankan secara paksa dan kekerasan. Sehingga memaksa sisa-sisa penganut agama
majusi mengungsi menuju anak benua India dan kemudian menetap dalam wilayah
Bombai, dan dikenal sampai kini dengan kaum Parsees.18

Abu Dza’far Muhammad bin Jarir at-Tabari, Tarikh al-Umam wal Mulk, Bagian: ketujuh,
Bairut Lebanon : Darul Fikr, 1987, h. 432
16
Philip K.Hitti History of The Arabs, Penerjemah R, Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi, Jakarta: Pt Serambi Ilmu Semesta, 2010, h. 556
17
Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah, h. 13
18
Abu Dza’far Muhammad bin Jarir at-Tabari, Tarikh al-Umam wal Mulk, Bagian:
kesepuluh, Bairut Lebanon : Darul Fikr, 1987, h. 21
15

6

Pada tahun berikutnya keluar dekrit khalifah Al-Mutawakil mengenai sekte
Syiah. Dekrit itu memerintahkan penghancuran dan perataan seluruh bangunanbangunan monument yang sangat dimuliakan kaum Syiah dan menjadi tempat ziarah
mereka itu. Ia menghancurkan kuburan Ali di Najaf dan kuburan Husain yang sangat
dimuliakan di Karbala19 termasuk bangunan monumen di Karbala, yang merupakan
lambang makam Husein. Bangunan tersebut beserta rumah rumah yang berada
sekitarnya dihancurkan dan diratakan dan kemudian dibajak, ditanami dan
selanjutnya dilarang untuk diziarahi. Dekrit tersebut membangkitkan reaksi dan
ketegangan yang tiada terkira untuk masa panjang selanjutnya.20
Pada akhir abad ke 3 H terjadi penumpasan Keluarga Alawi (Ahlul Bait) di
lembah Irak mengakibatkan satu cabang dari turunan Ismail bin Jafar Assadiq
melarikan diri ke lembah Sind (Pakistan Barat) dan berkembang aliran Ismailiah
disitu. Satu cabang lagi meluputkan diri ke Afrika dan akhirnya menetap dalam
wilayah Afrika Barat, pada suatu tempat bernama Sijilmas. Lambat-laun pengarunya
meluas dan lalu membangun benteng bernama Al Mahdiat, terletak pada perbatasan
Al-Jazair dengan Maroko sekarang ini.21
Ahmad bin Isa (al-Muhajir), beliau berangkat hijrah dari Irak ke Hijaz pada
tahun 317 H beliau ditemani oleh istrinya, Zainab binti Abdullah bin al-Hasan bin Ali
al-Uraidhy, bersama putra bungsunya bernama Abdullah, yang kemudian dikenal
dengan nama Ubaidillah. Turut serta dalam hijrah itu cucu beliau yang bernama
19

Ibid, 36
Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah,h. 14
21
Ibid, h. 115
20

7

Ismail bin Abdullah yang dijuluki dengan Bashriy turut pula dua anak lelaki dari
paman beliau dan orang-orang yang bukan dari kerabat dekatnya. Mereka merupakan
rombongan yang terdiri dari 70 orang. Al-Muhajir membawa sebagian dari harta
kekayaanya dan beberapa ekor unta ternaknya. Sedangkan putera-puteranya yang lain
ditinggalkan menetap di Irak.22
Kafilah itu tiba di kota Madinah dan tinggal di sana selama satu tahun. Pada
bulan Dzul-Hijjah tahun itu, kaum Qaramithah memasuki kota Makkah, dan
mencabut Hajar Aswad dari tempatnya di Ka’bah kemudian membawanya pergi ke
Bahrain negeri asal mereka, dan baru 22 tahun kemudian mengembalikanya di tempat
semulanya23 pada tahun berikutnya al-Muhajir berangkat ke Makkah untuk
menunaikan ibadah Haji. Di kota Makkah ia mendengar tentang peristiwa-peristiwa
menyedihkan berupa pembunuhan, pemerkosaan dan perampokan yang terjadi ketika
kaum Qaramithah menyerbu ke sana. Oleh sebab itu setelah bermusyawarrah dengan
keluarganya, ia berangkat menuju Hadramaut24 yang dianggapnya negeri paling tepat
dikarenakan jauh dari jangkauan penguasa Abbasiah yang otoriter dan para
pemberontak lainya.25 Dari Makkah beliau menuju Asir lalu ke Yaman. Di yaman
kemudian beliau meninggalkan anak pamanya yang bernama Muhammad bin

22

Idrus Alwi Al-Masyhur, Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi, Jakarta: Al-Mustrasyidin,

2002, h. 15
23

Abdullah Haddad, Thariqah Menuju Kebahagiaan, h. 14
Ibid, h. 15
25
Madjid Hasan Bahafdullah, dari Nabi Nuh a.s. Sampai Orang Hadramaut di Indonesia
Jakarta: Bania Publishing, 2010, h. 105
24

8

Sulaiman, datuk dari kaum al-Handal. Kemudian Imam al-Muhajir berangkat menuju
Hadramaut dan menetap di Husaisah.26
Silsilah Nasab al-Muhajir27

Pra kedatangan Al-Muhajir dari Irak (Bagdad) sebagian besar orang di
wilayah Hadramaut menganut paham mazhab kaum Khariji (Khawarij) Ibadhiah.
Kaum Khariji sangat tegar dan ekstrem dalam menerapkan hukum syariat,
berdasarkan paham mereka sendiri, dan sangat membenci Imam Ali bin Abi Thalib,
keluarga dan pengikutnya.28
Sebagaimana yang telah penulis singgung di atas, kaum Khariji pertama kali
merupakan kaum Khariji pasca perang Shiffin, menyatakan diri membelot dari Ali
maupun Mu’awiyah. Kedua orang yang bertahkim dan semua pihak yang terlibat

26

Al-Masyhur, Sejarah Silsilah & Gelar Keturunan Nabi Muhammad SAW di Indonesia,
Singapura, Malaysia, Timur Tengah, India dan Afrika, h. 21
27
Abdullah Haddad, Thariqah Menuju Kebahagiaan, h. 17
28
Ibid, h. 18

9

dalam tahkim. Mereka kemudian mengumandangkan semboyan “La hukma illa
Lillah” (Tiada hukum kecuali di sisi Allah). Menurut mereka, penerimaan Ali atas
pengangkatan Hakam – walaupun justru mereka memaksanya – berarti mengakui
manusia sebagai penetap hukum. Ali sahabat besar Nabi itu, mereka anggap kafir dan
halal darahnya. Pada akhirnya Ali bin Abi Thalib pun gugur ditebas pedang beracun
oleh Abdurrahman ibn Muljam ketika sedang sujud dalam salat Subuh di Masjid
Kufah pada bulan Ramadhan 28 H29
Abi Muhammad Zahrah menulis,
“Kaum Khawarij adalah orang-orang yang telah dikuasai oleh slogan-slogan
keimanan dan doktrin „la hukma illa lillah’ dan „berlepas diri dari orang-orang zalim’.
Dengan doktrin itu pula mereka menghalalkan darah kaum Muslim dan membanjiri
negeri Islam dengan darah serta mengobarkan api peperangan di segenap penjuru.”30
Kemudian kaum Khawarij menjadi suatu “Mazhab” tersendiri, yang terpecah
belah dalam berbagai sekte. Salah satu sektenya adalah Ibadhiah, yang didirikan di
Bashar oleh Abdullah bin Ibadh yang hidup pada abad ke 2 H / 8 M. Abdullah bin
Ibadh datang ke Yaman, dan konon tinggal di sana.31 Paham Ibadhiah telah masuk ke
Yaman pada abad ke 2 H / 8 M. Kaum Ibadhiah telah memproklamasikan Imamah
secara terang-terangan, diantara imam-imam mereka yang terkenal adalah Abu Ishaq
Al-Hadhrami (orang Hadhramaut)

29

M. Hasyim Assagaf, Derita Putri-Putri Nabi Bandung : Pt Remaja Rosdakarya, 2000, h. 92
Dr. Amir Al-Najjar, Aliran Khawarij dalam Islam Jakarta, Lentera 1993, h. 59
31
Wilfred Madelung, ed., Warmer Daum “Islam in Yamen” dalam Yamen 3,000 Years of Art
and Civilization in Arabia Felix Austria: Pinguin Verlag, 1987, h. 174
30

10

Kedatangan al-Muhajir pada tahun 318 H di Hadramaut dengan status Ahlul
Bait dan mazhab yang dibawanya mendapatkan reaksi negatif dari kaum Khawarij di
Hadramaut. Tetapi selanjutnya berkat kesabaran dan usaha al-Muhajir dan Alwiyyin
dapat menggabungkan kedua Madzhab tersebut menjadi Madzhab Syafi’i dan
diterima oleh masyarakat Hadramaut yang menganut paham Khawarij.
Alasan kenapa penulis mengambil tema Konversi antara Madzhab Syiah dan
Khawarij di Hadramaut, dikarenakan sejauh penulis temukan belum ada kajian yang
fokus terhadap proses konversi Syiah dengan Khawarij di Hadramaut.
B. Permasalahan
1. Pembatasan Masalah
Terkait dengan penulisan penelitian tentang KONVERSI MADZHAB SYIAH
DAN KHAWARIJ DI HADRAMAUT TAHUN 916 – 1200 M. penulis membatasi
berdasarkan dua hal pokok, pertama masalah ideologis yang bertolak belakang antar
Madzhab Syiah dan Mazhab Khawarij yang berkonversi di Hadramaut Kedua batasan
temporal berupa batasan tahun yang dimulai dari tahun 916 sampai dengan tahun
1200 M, ditahun itulah kedua golongan bertemu dan memulai negosiasi sehingga
berkonversi satu sama lain.
2. Perumusan Masalah
Masalah pokok dalam penulisan ini adalah bagaimana proses konversi
madzhab Syiah dan Khawarij di Hadramaut dengan sub masalah:

11

a. Siapa yang membawa Syiah dan Khawarij masuk ke Hadramaut?
b. Bagaimana kondisi sosial keagamaan di Hadramaut sebelum masuknya Syiah
dan Khawarij?
c. Apa hasil dari konversi madzhab Syiah dan Khawarij?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menguraikan proses konversi antara dua
golongan yang saling bertolak belakang yaitu golongan Syiah dan Khawarij yang
melahirkan madzhab Syafi’i dari Suni. Dengan beberapa sub masalah sebagai
berikut: Siapa yang membawa Syiah dan Khawarij masuk ke Hadramaut, bagaimana
kondisi sosial keagamaan di Hadramaut sebelum masuknya Syiah dan Khawarij serta
apa hasil dari konversi madzhab Syiah dan Khawarij
Adapun kegunaan yang ingin penulis berikan melalui penulisan ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang masuknya Syiah dari Irak ke Hadramaut yang
bermadzhabkan Khawarij, serta proses dan hasil konversi antara kedua
Madzhab tersebut.
2. Menyumbangkan hasil pemikiran berupa karya sejarah dalam bentuk skripsi
bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas adab dan Humaniora, Prodi
Sejarah dan Kebudayaan Islam terkait dengan sejarah sosial keagamaan di
Hadramaut

12

3. Menjadi motivasi bagi para akademisi sejarah Islam di Indonesia untuk
mengkaji sejarah Hadramaut, yang paling banyak menyebar di Indonesia
dibanding dengan Negara Arab lainya.
D. Tinjauan Pustaka
Para penulis sejarah sepakat dengan kedatangan al-Muhajir dari Irak ke
Hadramaut dan pemahaman yang dianut oleh penduduk Hadramaut dengan madzhab
Khawarij. Hanya saja para penulis sejarah berbeda pendapat dalam pemahaman yang
dibawa dan disebarkan oleh al-Muhajir ke Hadramaut.
Menurut pendapat Allamah Sayyid Abdullah Haddad dalam bukunya
Thariqah Menuju Kebahagiaan. Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa alMuhajir adalah seorang sunni bermazhab Syafi’i. akan tetapi sudah barang tentu ia
tidak bertaklid buta kepada mazhab Syafi’i mengingat bahwa ia sendiri adalah
seorang yang terkenal luas ilmunya, memiliki kemampuan melakukan istimbath (inti
sari) langsung dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw yang kedua duanya juga
merupakan dasar dan landasan utama pemikiran Imam Syafi’i32
Namun sumber lainnya menyatakan bahwa ia mengikuti mazhab para
leluhurnya, para imam dari kalangan Ahlul Bait seperti Imam Ja’far ash-Shadiq,
Imam Muhammad al-Baqir, dan Imam ali Zainal Abidin radhiallahu anhum,

32

Allamah Sayyid Abdullah Haddad, Thariqah Menuju Kebahagiaan, Penejamah:
Muhammad al-Baqir, Bandung: Mizan, 1983, h. 16

13

berdasarkan pendapat ini pula ada beberapa pengarang buku yang menyebutkan AlMuhajir menganut mazhab Imamiyah.33
Menurut hasil study M. Hasyim Assagaf dalam bukunya Derita Putri-Putri
Nabi Studi Historis Kafa’ah Syarifah , Terdapat perbedaan pendapat di kalangan
penulis sejarah tentang paham Ahmad Muhajir yang hijrah ke Hadramaut. Allamah
Abdurrahman bin Ubadillah Al-Saqqaf – dalam bukunya, Nasim Hajir – dan Sayyid
Hud bin Ali Al-Hamid – dalam bukunya, Tarikh Hadhramaut – berpendapat bahwa
“Imam Al-Muhajir adalah “pengikut Mazhab Syi’ah Imamiah”. Pendapat ini dibantah
oleh Sayyid Ali bin Thahir Al-Haddad dan Abdullah Bilfaqih. (Muhammad AlBaqir). Perbedaan pendapat itu dikatakan oleh Sayyid Muhammad bin Ahmad AlSyathiri dalam bukunya, Adwar Al-Tarikh Al-Hadhrami. Al-Syathiri sendiri
berpendapat bahwa para tokoh Alawi hingga permulaan abad ke-13 adalah imamimam mujtahid yang tidak mengikuti atau terikat pada salah satu mazhab. Namun,
dalam hasil ijtihad mereka sering terdapat kesesuaian dengan mazhab Syafi’i. dalam
hal Akidah, Mereka Sepaham dengan para leluhur mereka sampai pada Ali bin Abi
Thalib r.a.34
Ditegaskan oleh abu Ferik ibn Muthalib dalam bukunya Sejarah Alawiyyin di
Indonesia bahwa kaum Alawi semula bermazhab Ahlulbait, yakni menganut Mazhab
Syiah Imamiah. Hemat Muhammad Al-Baqir Madzhab Ahlulbait terdahulu, tidak

33

Ibid, h. 18
Muhammad Ahmad as Syathiri, Sirah As-Salaf min Bani 'Alawy Al-Husainiyin JeddahSaudi Arabia: Alam Al-Ma’rifah 1405 H, h. 25
34

14

selalu dan tidak harus sejalan dengan Mazhab Syiah Imamiah yang dikenal
sekarang.35
Setelah melihat hasil konversi pada modern ini di Hadramaut, seperti
pembangunan makam-makam para wali dan ulama besar dengan cukup megah,
bahkan acapkali sangat mewah, dan ini sangat bertentangan dengan madzhab Ahlu
Sunnah yang tidak menyukainya, dan sebaliknya lebih sesuai dengan madzhab Syiah,
kemudian tradisi perayaan Asyura, Tabut Hasan-Husein, upacara-upacara ziarah ke
makam-makam para wali, peringatan-peringatan haul (hari wafat) mereka dan
sebagainya.36

Maka

penulis

berpendapat

bahwasanya

al-Muhajir

mebawa

pemahaman madzhab Syiah dari Irak ke Hadramaut.
Dan diperkuat oleh Abdullah Haddad dalam bukunya Thariqah Menuju
Kebahagian kata yang penulis kutip dari buku itu seperti. “Dipilihnya mazhab Imam
Syafi’i, juga kearena dianggap amat dekat dengan mazhab Ahlul Bait dalam
penyimpulan hukum-hukum Islam. Sebagaimana diketahui, Imam Syafi’i sendiri
adalah dari keturunan Bani Muttalib yang bertemu dengan nasab Rasulullah saw.
Pada datuk beliau Abdu-Manaf bin Qusai. Kencintaan Imam Syafi’i kepada Ahlul
Bait dikenal di mana-mana, seperti yang dikatakan dalam syairnya:
Wahai Ahlul-bait Rasulullah
Mencintaimu difardhukan Allah
Dalam al-Qur’an yang diwahyukan-nya.
35

M. Hasyim as Sagaf, Derita Putri-Putri Nabi, Bandung : Pt Remaja Rosdakarya, 2000, h.

36

Abdullah Haddad, Thariqah Menuju Kebahagiaan, h. l 51

94

15

Tidaklah sah salat seseorang
Yang tiada membaca salawat untukmu.
Itulah cukup tanda keutamaanmu

Menurut pendapat L.W.C. Van den Berg dalam bukunya Hadramaut dan
Koloni Arab di Nusantara. Para Qodi (hakim) memiliki kekuasaan peradilan perdata
dan pidana. Mereka mengambil keputusan berdasarkan kitab undang-undang buatan
para ahli hukum mazhab Syafi’i, yang diterapkan juga di Nusantara sebagai
kekuasaan hukum.37
Menurut hasil penelitian Van den Berg pada abad 18 M Hadramaut adalah
mazhab Syafi’i. Islam mazhab itu adalah satu-satunya agama di Hadramaut, tidak ada
agama Kristen maupun Yahudi, dan kemungkinan besar sampai saat ini pun orang
kafir tidak diperbolehkan tinggal, walaupun hanya sementara, di wilayah itu, kecuali
dalam keadaan sangat khusus. Juga tidak terdapat orang Islam aliran lain seperti
Syi’i, Wahabi, dan Zaidi.38

37

Van den Berg Hadramaut dan koloni Arab di Nusantara, Jilid III Penerjemah Rahayu
Hidayat , Jakarta: INIS ,1989 h. 30
38
Ibid, h. 55

16

E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian kualitatif
dengan format deskriptif analitis, dengan pendekatan sosial agama. Untuk
mengetahui tingkah laku keagamaan ketika masa lampau dan mengetahui kronologi
proses peristiwa konversi madzhab Syiah dan Khawarij di Hadramaut
Teori yang dianggap relevan oleh penulis dalam penelitian ini, yaitu teori
William James yang menyatakan “konversi berarti pertobatan dari merasa diri benar
sendiri dan egois akhirnya menemukan kebahagiaan karena merasa dekat dengan
Tuhan dan muncul pula perasaan perduli kepada orang lain. Inti konversi dari
perspektif ini adalah "bangkitnya gairah" dan "penuh minat" terhadap agama yang
baru dipeluknya itu.”39
Adapun untuk proses konversi yang dianggap relevan oleh penulis ialah teori
Rogers yang menyatakan "an Innovation is an idea, Practice, or object that is
perceived as new by an individual or other unit of adoption", Bahwa inovasi
merupakan suatu ide praktis, atau objek yang dianggap baru oleh individu atau unit
adopsi lainnya. Sedangkan pengertian difusi menurut Roger adalah “ Difussion is the
process / by which an innovation is communicated throgh certain channols over time
among the member of a social system: jadi difusi adalah merupakan proses dimana

39

William James, The Varieties of Religious Experience: A Study In Human Nature, New
York: Longmans 1902, h.123

17

motivasi tersebar atau di komunikasikan dalam waktu tertentu kepada anggota
system sosial. 40
Dan untuk hasil dari konversi yang dianggap relevan oleh penulis ialah teori
Horton Chester yang menyatakan Asimilasi merupakan proses sosial yang terjadi
pada tingkat lanjut. Proses tersebut ditandai dengan adanya upaya-upaya untuk
mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara perorangan atau kelompokkelompok manusia. Bila individu-individu melakukan asimilasi dalam suatu
kelompok, berarti budaya individu-individu kelompok itu melebur. 41
Masyarakat Hadramaut pada umumnya menganut aliran Khawarij Ibadhiah
yang sangat membeci Ali bin Abi Thalib beserta keturunanya pasca pecahnya perang
Shiffin, dengan datangnya Ahmad bin Isa sebagai keturunan dari Ali bin Abi Thalib
yang membawa aliran Syiah sudah tentu menghasilkan reaksi yang keras dari
Masyarakat Hadramaut yang mayoritas golongan Khawarij Ibadhiah, karena dari
itulah terjadi Negosiasi/Kompromi antara kedua pihak ini yang pada akhirnya
gologan Syiah berkonversi kepada Sunni madzhab Syafi’i yang menurut mereka lebih
dekat kepada Syiah, golongan ini tak henti-hentinya mendakwahkan pemahaman
yang mereka anut sehingga seluruh golongan Khawarij berkonversi secara total ke
madzhab Syafi’i. pada abad ke tujuh Hijriah hingga sekarang.

40

Everett M Rogers, Diffusions of Innovations Forth Edition, New York: Tree Press, 1995,

h. 138
41

Paul B. Horton Chester L. Hunt, Sosiologi, penerjamah: Aminuddin Ram, edisi IV, Jakarta:
Erlangga, 1990, h. 625

18

Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data
yang meliputi 4 tahapan yaitu:42
Heuristik, berupa kegiatan mengumpulkan sumber sejarah. Adapun sumber
yang penulis gunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber, yaitu: sumber
primer yang bersifat tertulis, berupa sumber yang diterbitkan seperti biografi,
dokumen, naskah-naskah. kemudian wawancara dengan orang-orang Hadramaut
yang ada di Indonesia.
Adapun sumber data sekunder berupa pandangan, buku-buku terkait, tesis,
disertasi, majalah, surat kabar, jurnal serta sumber elektronik dari website milik
instasi resmi.
Pengumpulan sumber-sumber yang dilakukan penulis dengan menggunakan
metode penelusuran keperpustakaan (Library Research), yakni mengunjungi beberapa
lembaga yang memiliki koleksi buku maupun arsip terkait tema penelitian ini, seperti
lembaga Rabitoh Alawiyyah untuk memperoleh informasi langsung dari Habaib
Hadramaut terkait dengan tema yang penulis teliti, Perpustakaan Jamiatul Khair
untuk mencari buku-buku, hasil penelitian, tesis, jurnal, disertasi terkait dengan
Hadramaut, Perpustakaan Faultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Umum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mencari buku-buku maupun skripsi dengan tema
serupa.

42

Muhamad Arif, Pengantar Kajian Sejarah, Bandung: Yrama Widya, 2011, Hal 31

19

Kemudian setelah mengumpulkan data-data, tahapan selanjutnya adalah kritik
sumber. Penulis berusaha membandingkan, menganalisis dan mengkritisi beberapa
sumber yang telah penulis dapat, baik sumber primer, skunder maupun sumber
elektronik guna mendapat sumber yang valid dan relevan dengan tema kajian.
Tahapan selanjutnya interpretasi data, yakni penulis melakukan analisa
sejarah untuk mengungkap masalah yang ada, dalam hal ini penulis berusaha melihat
fakta yang penulis dapat dari pengumpulan data dan kritik sumber, sehingga
memperoleh pemecahan atas masalah tersebut.
Terakhir penulis menuliskan hasil pemikiran dari penelitian serta memaparkan
hasil dari penelitian sejarah secara sistematika yang telah diatur dalam pedoman
penulisan skripsi, sehingga penelitian ini bukan hanya baik dari segi isi tetapi juga
baik dalam metode penulisnya. Tahapan terakhir ini disebut dengan historiografi.43
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini akan terdiri ke dalam lima Bab pembahasan.
Bab Pertama, membahas tentang signifikansi tema yang diangkat, pembatasan
dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pendekatan dan metode
penelitian, tinjauan serta sistematika penulisan
Bab Kedua, akan membahas Syiah dan Khawarij di Hadramaut dengan subsub sebagai berikut: Khawarij di Hadramaut pra kedatangan Syiah dari Irak,

43

Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Yogyakarta: Pustaka Jaya, 1995, h.109

20

kedatangan Syiah dari Irak ke Hadramaut, hilangnya Syiah di Hadramaut, hilangnya
Khawarij di Hadramaut pasca kedatangan Syiah dari Irak
Bab Ketiga, akan membahas proses konversi Syiah dan Khawarij di
Hadramaut, serta membahas faktor apa saja yang mendorong Syiah dan Khawarij
berkonversi dan apa hasil konversi mereka.
Bab Keempat, berisi kesimpulan ditambah rekomendasi penulis kemudian
dilanjutkan dengan daftar pustaka.

BAB II
SYIAH DAN KHAWARIJ DI HADRAMAUT
A. Khawarij di Hadramaut pra kedatangan Syiah dari Irak
1. Syiah di Yaman dan Khawarij di Hadramaut serta Oman
Pada awal abad Hijriah daerah Yaman, Hadramaut dan Oman belum
memasuki pemetakan wilayah, seperti abad modern yang kita kenal sekarang.
Pemetakan wilayah tersebut terjadi setelah masa kolonialisme Eropa, pada abad ke19 Masehi.1 Diantara Yaman Utara dan Yaman Selatan (Hadramaut) terdapat sekat
pemisah yaitu lembah-lembah yang luas yang memisahkan kedua wilayah tesebut,
sedangkan dengan Oman, Hadramaut lebih dekat.2 Pada abad kedua Hijriah, Yaman
Utara dikuasai oleh golongan Syiah sedangkan Yaman Selatan3 (Hadramaut) dan
Oman dikuasai oleh golongan Khawarij.4 Didalam sub bab ini penulis akan
menguraikan kronologis sejarah Khawarij di Hadramaut dan Oman serta Syiah di
Yaman (berbeda dengan Syiah yang akan penulis bahas pada penguraian selanjutnya)
Pada pertengahan abad ke-2 H, Kharwarij Sekte Ibadhiah5 telah masuk ke
Hadramaut yang dipelopori oleh Abdullah bin Ibadh.6 Gerakan ini pertama kali

1

Samuel P. Hutington, The Class of Civilization Remaking of World Order, New York:
Touchstone, 1997, h 209
2
Van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab Nusantara, h. 7
3
Umar Mauliddawilah, Tarim Kota Pusat Peradaban Islam, h. 31
4
Hasyim Assaggaf, Derita Putri-Putri Nabi, h, 93
5
Al-Ibadhiah adalah salah satu paham Khawarij, mereka terpecah menjadi 20 aliran dan yang
paling dominan adalah al-Ibadhiah yang diambil dari nama pembesarnya, Abdullah bin Ibadh yang
didirikan di Bashar, dialah pelopor kelompok ini. lihat: Wilfred Madelung, ed., Warmer Daum “Islam
in Yamen” dalam Yamen 3,000 Years of Art and Civilization in Arabia Felix Austria: Pinguin Verlag,
1987, h. 174

21

22

muncul di bawah pimpinan Abdullah bin Yahya al-Alkindi (w. 130 H) yang
menjuluki dirinya sebagai Thalib al-Haq (pencari kebenaran). Dia adalah orang
pertama yang menjadi imam dan panutan bagi kelompok ibadhiyyin (pengikut aliran
al-Ibadhiah) di Hadramaut. Dia pula yang mempelopori gerakan revolusi melawan
pemerintahan Bani Umayyah, Marwan Bin Muhammad pada tahun 129 Hijriyah.7
Setelah menguasai wilayah Hadramaut dan menjadikan kota Shibam sebagai
pusat kepemimpinannya, al-Kindy melebarkan sayap ke San’a dengan membawa
2000 pasukan khusus dan berhasil menguasainya. Lengkap sudah kekuasaan al-Kindy
di Hadramaut. Tetapi ia masih ingin memperluas wilayah kekuasannya sampai Hijaz,
yakni Makkah dan Madinah. Sesampainya di Makkah, tepat pada musim haji, alKindy berhasil memperluas teritorialnya dengan menguasai Mekkah. Seorang
panglima perangnya, Abu Hamzah, berhasil menguasai Makkah dan melanjutkan
jejaknya ke Madinah. Kota itu berhasil dikuasai setelah terjadi pertempuran sengit di
daerah Qadid, dekat Madinah.8
Keberhasilan menguasai Hijaz tidak membuat dirinya terlena, dengan
berencana mengirim pasukan untuk menyerang pemerintahan Umawiyah di Syam
(sekarang Suriah dan sekitarnya). Tapi sebelum pasukan al-Kindi menyerang,
Marwan bin Muhammad, seorang pemegang tampuk kekuasaan dan pemerintahan

6

Ahmad Imron dan Syamsul Hary, Hadramaut, Bumi Sejuta Wali, Surabaya, Cahaya Ilmu, t.t,

7

Hasyim Assagaf, Derita Putri-Putri Nabi, h. 93
Ahmad Imron dan Syamsul Hary, Hadramaut, Bumi Sejuta Wali, h. 41

h. 41
8

23

Umawiyah mengirim pasukan yang dipimpin oleh Abdul Malik bin Athiyah as-Sa’di
dan berhasil mengalahkan pasukan Al-Kindy.9
Setelah pertempuran selesai, Abdul Malik pergi ke Sana’a untuk membunuh
al-Kindy. Sampai di San’a tepatnya di daerah Tubala, mereka bertemu dengan
pasukan Al-Kindy. Pertempuran pun terjadi untuk kedua kalinya, pasukan al-Kindy
mengalami kekalahan dan Al-Kindy terbunuh dalam pertempuran tersebut.10
Sepeninggal al-Kindy tampuk kekuasaan dipegang Abdullah bin Sa’id alHadrami. Selain Abdullah bin Sa’id, ada tokoh al-Ibadhiah yang kharismatik pada
akhir abad ke-2 H, yaitu Muhammad bin Amr bin Abdullah al-Haritsy al-Hadrami.
pada awal hingga pertengahan abad ke-5 H, ada pula tokoh al-Ibadhiah yang cukup
ternama, dia adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Qais bin Sulaiman al-Hamdani alHadhrami (454 H). Pada abad ke-6, aliran al-Ibadhiah melegenda di bawah
kepemimpinan keluarga an-Nu’man, keturunan Bani ad-Daghar para penguasa kota
Shibam.11
Bertepatan dengan pemberontakan Khawarij di Hadramaut, pada tahun 130 H
di Oman, terjadi pula pemberontakan terhadap kekuasaan Muawiyah, mereka
mengangkat penguasa setempat menjadi Imam. Di Oman Imamah Ibadhiah berdiri

9

Ahmad Imron dan Syamsul Hary, Hadramaut, Bumi Sejuta Wali, h. 41
Ibid, h. 42
11
Amir al-Najjar, al-Khawarij Aqidatan wa Fikran wa Falsafatan. Kairo: Dar al-Ma’arif, 1990,
10

h. 93

24

sendiri secara independen hingga tahun 280 H. dan berakhir ketika Oman diserang
pasukan Abbasiah tahun 400 H. kekuasaan Ibadhiah di sana berakhir.12
Al-Mas’udi dalam kitab sejarahnya menuliskan, “dan Khawarij masuk ke
Hadramaut. Umumnya mereka adalah pengikut aliran Ibadhiah hingga saat ini (332
tahun, penulisan buku tersebut). Tidak ada perbedaan antara Khawarij yang ada di
Hadramaut dengan kelompok Khawarij yang ada di Oman hingga saat ini.”13
Sedangkan pada akhir abad ke-1H, hingga awal abad ke-2 H, Yahya bin
Husein ar-Russi berhasil mendirikan Daulah Syi’ah Zaidiyah14 di Yaman Utara,
karena Daulah Abbasiyah saat itu mulai melemah. Daulah Zaidiyah ini dikenal juga
dengan Daulah Russia tau Daulah A’imah yang menerapkan asas teokratik dalam
sistem pemerintahannya.15
Pertanyaanya, kenapa Syiah di Yaman dan Khawarij di Hadramaut serta
Oman tidak saling merebut kekuasaan sehingga ada salah satu kekuatan yang
menguasai daerah satu sama lainnya, Padahal kedua golongan tersebut saling bertolak
belakang dalam politik dan pemahaman? Menurut Hemat penulis dengan mengacu
pada pendapat Van der Berg tentang geografis16 Hadramaut, bahwasanya di antara
wilayah Yaman Utara dan Hadramaut tersebut terdapat sekat pemisah yang
merupakan lembah yang sangat luas, sebagai pemisah kekuasaan mereka masing12

Hasyim Assagaf, Derita Putri-Putri Nabi, h. 93
Abu Bakar al-Adni Ali-Masyhur, Biografi Ulama Hadramaut, Jakarta: Ma’ruf, 2011, h. 20
14
yaitu kelompok dari para penganut faham Syiah yang ajarannya mendekati faham
Ahlusunnah Wal Jama’ah dikutip dari Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, 17 Habaib Berpengaruh di
Indonesia, Malang: Pustaka Bayan, 2008, h. 10
15
Ayman Fuad Sayyid, Tarikh al-mazaahib al-diniyah fi bilad al-Yaman, Kairo : Dar AlMisriyah, 1988, h. 121
16
Van der Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, h. 7
13

25

masing. Sehingga mencukupkan bagi masing-masing wilayah untuk tidak saling
mengganggu antara satu sama lain. Walaupun ada penulis sejarah seperti Abdul Qadir
Umar Mauladdawilah, dalam bukunya 17 Habaib Berpengaruh di Indonesia,
menyatakan Khawarij saling berebut pengaruh dengan kelompok Zaidiyah, tetapi
hanya sebatas berebut pengaruh. Kemudian faktor yang lainya, dikarenakan kedua
kekuasaan ini terfokus kepada kekuatan besar yang sedang mereka hadapi yaitu
dinasti Umayyah dan Abbassiah.17
Pada tahun 1939 M kedatangan Inggris sempat menduduki pelabuhan Aden di
Hadramaut yang terletak di wilayah Selatan Yaman, saat itu Inggris menjadikan
kawasan sekitarnya sebagai negeri-negeri naungan guna memperkuat jajahannya di
Timur Tengah.18
Namun pada tahun 1967 M, perlawanan Yaman dengan bantuan Mesir berhasil
mengusir Inggris dari wilayah Aden. Sejak itulah kawasan di sekitar Pelabuhan Aden
yang disebut sebagai Yaman Selatan tidak lagi berada di bawah kekuasaan Inggris,
dan saat ini dikenal dengan Republik Demokratis Rakyat Yaman.19
Melihat banyaknya persamaan dalam berbagai hal, akhirnya Yaman Utara dan
Yaman Selatan bersatu pada 22 Mei 1990 M. Penyatuan itu diharapkan mewujudkan
sebuah negara yang integral dan sejahtera, walaupun beberapa saat setelah itu masih

17

Nourouzzaman Shiddiqi, Syiah dan Khawarij dalam perpektif sejarah, Yogyakarat: Plp2m,

1985, h. 52
18

Umar Mauladdawilah, Tarim Kota Pusat Peradaban Islam, Malang: Pustaka Basma, 2012,

19

Ibid, h. 05

h. 04

26

terjadi konflik. Sejak awal bersatu, Ali Abdullah Shaleh dikukuhkan sebagai presiden
pertama Yaman Utara dan Yaman Selatan (Hadramaut)20
Meskipun Hadramaut berada dibawa kekuasaan Yaman tetapi kehidupan di
Hadramaut tidak banyak dipengaruhi oleh sistem pemerintahan maupun tata
kehidupan di Yaman. Keadaan Hadramaut dan Yaman diibaratkan seperti keadaan
Indonesia dengan Timor Leste, ketika terjadi konflik di Timor Leste pada tahun 1999
M, masyarakat dunia mengira hal itu terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Padahal,
lokasi Timor Leste sangat jauh dari Jakarta.21
Menurut hemat penulis yang mengakibatkan Hadramaut bersatu menjadi
kesatuan Republik Yaman atau yang secara resmi bernama al-Jumhurriyah alYamaniah adalah karena faktor kolonial Inggris yang pernah menjajah Yaman dan
Hadramaut, dan yang menjadikan Hadramaut tidak banyak dipengaruhi oleh sistem
pemerintahan maupun tata kehidupan di Yaman Utara adalah karena adanya sekat
pemisah antara kedua daerah tersebut yang merupakan lembah-lembah yang luas.
2. Khawarij di Hadramaut
Yaman

Hadramaut

memiliki

kontribusi

besar

dalam

perjalan

dan

perkembangan Islam. Semenjak awal risalah Islam sampai kepada penduduk Yaman
Hadramaut, mereka berbondong-bondong memeluk agama Islam sukarela. Pada masa
Daulah Islamiyah, para mujahidin (para pembela islam) Yaman Hadramaut turut serta

20
21

Ibid
Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, Tarim Kota Pusat Peradaban Islam, h. 39

27

dalam pembebasan Islam di Wilayah Syam, Mesir, Afrika Utara, Andalusia dan
Sebagainya.
Sejak dahulu masyarakat Yaman Hadramaut terkenal ramah dan memiliki ati
yang lembut. Kelembutan hati penduduk Yaman Hadramaut ini diakui oleh
Rasulullah SAW, ketika deligasi Yaman Hadramaut datang ke Kota Madinah,
Rasulullah saw bersabda: “Atakum ahlul Yaman Hadramaut, hum araqu afidatan wa
alyanu quluban yang artinya, “telah datang pada kalian penduduk Yaman Hadramaut,
mereka adalah orang yang paling lembut dan lunak hatinya.”22 Kemudian
diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman Hadramaut, dari
Abu Dzar al-Gifari, Nabi saw bersabda “kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri
Yaman Hadramaut karena disana banyak terdapat keberkahan. Karena sifat
keramahanya itulah, maka Negeri Yaman Hadramaut seringkali diperebutkan oleh
berbagai kekuasaan pemerintahan.23
Pada abad Ke-2 H Khawarij Ibadhiah memasuki Hadramaut, Khawarij
Ibadhiah adalah pengikutnya Abdullah bin Ibadh. Sudah penulis singgung dalam
pembahasan sebelumnya bahwa Abdullah bin Ibadh lah yang membawa Khawarij
Ibadhiah ke Hadramaut. Aliran ini paling dekat dengan aliran Sunni, dan
berpandangan jauh lebih toleran dibanding aliran-alirang Khawarij lainnya. Itulah
sebabnya – berbeda dengan aliran-aliran Khawarij lainnya – aliran ini masih sanggup

22

Muslim, Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadits Kutub Assitah,
Jilid III: Shahih Muslim I, Kitabul Iman, 21 – Bab Tafadul Ahlil Iman fiihi wa Rujhani Ahli Yaman
fiihi, no. 181, Penejamah Ferdinand Hamand dkk, Jakarta: Almahira 2012, h. 45
23
Aidarus Alwee Al-Mashoor, Sejarah, Silsilah dan Gelar Alawiyin Keturunan Imam Ahmad
bin Isa Al-Muhajir, (Jakarta: Maktab Daimi-Rabithah Alawiyah, 2010), h. 48

28

bertahan. Hingga kini, kelopok ini masih dapat ditemukan di Magrib (Maroko) dan
Amman. Ini disebabkan karena toleransi mereka terhadap orang-orang yang berbeda
pendapat dengan mereka.24
Kaum Ibadhiah memiliki majelis halaqah, yaitu majelis bawah tanah. Sebagai
bukti dari gerakan bawah tanah mereka, apabila mereka melakukan pertemuan, selalu
ada seseorang yang berdiri di depan pintu dengan mengigit seutas rantai yang dia
goncang-goncangkan bila datang seseorang yang dicurigai.25 Pada pertemuan seperti
itu, dikajilah masalah-masalah ushul dan furu’, tauhid, syari’ah, pandangan berbagai
aliran, bahasa, falak, fisika – di samping hukum terapan dan politik. Dengan itu,
mereka memasuki era perjuangan terbuka. Bila bekal dan pendukung mereka telah
memungkinkan, mereka segera melakukan gerakan. Gerakan ini pecah di Yaman dan
Magrib bahkan sanggup memproklamasikan Imamah secara terang-terangan pada
tahun 140 H.26
Jelaslah bahwa organisasi yang rapih dan kepemimpinan yang bijaksana yang
diterapkan oleh para pemimpin Ibadhiah inilah yang mendukung berkembangnya
mazhab ini. Sebab-sebab keberhasilan gerakan Ibadhiah pada periode tersebut
disimpulkan dengan baik oleh Mahdi Thalib dalam bukunnya al-Harakah alIbadhiyyah fi al-Masyir al-Arabi sebagai berikut:27

24

h. 84

Amir al-Najjar, al-Khawarij Aqidatan wa Fikran wa Falsafatan, Kairo: Dar al-Ma’arif 1990,

Ahmad bin Sa’id bin Abd al-Wahid Al-Syamakhi, al-Siyar Hijr, Kairo: tp, tt, h. 124
Amir al-Najjar, al-Khawarij Aqidatan wa Fikran wa Falsafatan, h, 91
27
Mahdi Thalib Hasyim, al-Harakah al-Ibadhiyyah fi al-Masyir al-Arabi, Kairo: tp, 1981, h.
93 dan 95
25

26

29

Pertama, wawasan luas yang dimiliki Ibn Abi Karimah28 dan kajiannya yang
mendalam tentang daerah yang berkembang di lingkungan pemerintah Bani
Umayyah b