EVALUASI SEGREGASI QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) PADA TANAMAN PADI SAWAH VARIETAS LOKAL YANG DIGOGOORGANIKKAN

(1)

EVALUASI SEGREGASI QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) PADA TANAMAN PADI SAWAH VARIETAS LOKAL

YANG DIGOGO ORGANIKKAN

Oleh

ZELWIA TIASMITHA ASTORHIE

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

EVALUASI SEGREGASI QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) PADA TANAMAN PADI SAWAH VARIETAS LOKAL

YANG DIGOGOORGANIKKAN

Oleh

Zelwia Tiasmitha Astorhie

Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, yang mendorong permintaan pangan yang tinggi. Sementara lahan pertanian yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini yaitu, melakukan ektensifikasi pertanian. Pada penelitian ini dilakukan penanaman padi sawah di lingkungan gogo dengan bantuan bahan organik. Serta untuk meningkatkan produksi padi dilakukan dengan intesifikasi pertanian yaitu, menggunakan metode quantitative trait loci (QTL).

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan entri (varietas-QTL) yang dapat bertahan di lingkungan gogo sehingga, dapat direkomendasi sebagai tetua dalam perakitan padi hibrida; (2) mendapatkan entri yang memiliki ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi varietas lokal yang digogoorganikan; dan


(3)

(3) mendapatkan peubah yang dapat dijadikan seleksi tidak langsung yang berpengaruh terhadap seleksi langsung (produksi).

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012─April 2013 di Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Benih Fakultas Pertanian Universitas

Lampung. Rancangan perlakuan disusun berdasarkan kuasi RTS (Rancangan Teracak Sempurna) karena dalam penelitian ini tidak memungkinkan dilakukan ulangan kelompok sehingga, ulangan berada di dalam kelompok. Masing-masing kelompok diambil 9 sampel tanaman yang dibagi menjadi 3 ulangan, dan setiap ulangan terdiri dari 3 tanaman. Sebelum dianalisis ragam, rerata pengamatan masing-masing variabel diuji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan ragam. Bila hasil analisis ragam nyata pada P ≤ 0,01 atau 0,05 maka dilakukan

pemeringkatan nilai tengah dengan Beda Nyata Jujur (BNJ). Seluruh statistika data menggunakan software Statistic Analysis System (SAS) 9.1 for Windows. Besarnya ragam genetik dan heritabilitas broad-sense diduga berdasarkan kuadrat nilai tengah harapan pada hasil analisis ragam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) PB Bogor-tinggi tanaman (801,50 g/m2), Kesit-tinggi tanaman (546,77 g/m2), dan Tewe-jumlah anakan (487,57 g/m2) mampu bertahan di lingkungan gogo organik sehingga, dapat dijadikan

rekomendasi sebagai tetua dalam perakitan padi hibrida; (2) semua peubah yang diamati mampu memberikan perbedaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense;dan (3) karakter untuk jumlah anakan total dapat dijadikan seleksi tidak langsung yang dapat meningkatkan hasil produksi.

Kata kunci : gogo organik, heritabilitas broad-sense, padi, quantitative trait loci, ragam genetik, seleksi tidak langsung, varietas padi lokal.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran ... 5

1.4 Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia ... 8

2.2 Padi Varietas Lokal ... 9

2.3 Quantiative Trait Loci (QTL) ... 9

2.4 Segregasi ... 11

2.5 Keragaman Genetik dan Heritabilitas ... 12

2.6 Seleksi Berdasarkan Lingkungan Gogo Organik ... 13

2.7 Seleksi Tidak Langsung (Indirect Selection) ... 15

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Bahan dan Alat ... 16

3.3 Metode Penelitian ... 17


(7)

iv Halaman

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 19

3.4.1 Pengolahan tanah ... 19

3.4.2 Penanaman ... 19

3.4.3 Pemeliharaan ... 19

3.4.4 Penetapan sampel ... 20

3.4.5 Panen ... 20

3.4.6 Pascapanen ... 20

3.5 Variabel Pengamatan ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah pada Entri untuk Peubah Vegetatif ... 24

4.1.1 Hubungan tinggi tanaman terhadap kecepatan berbunga ... 25

4.2 Analisis Kuadrat Nilai Tengah pada Entri untuk Peubah Generatif ... 26

4.3 Analisis Peringkat pada Entri ... 27

4.4 Pendugaan Ragam Genetik, Heritabilitas Broad-Sense, dan Koefisien Keragaman Genetik ... 30

4.5 Hasil Pengujian Korelasi Antar Peubah Pengamatan ... 33

4.6 Penetapan Peubah untuk Seleksi Tidak Langsung (Indirect Selection) ... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

PUSTAKA ACUAN LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense berdasarkan

nilai tengah harapan pada hasil analisis ragam ... 18

2. Rekapitulasi kuadrat nilai tengah pada entri untuk peubah vegetatif .. 25

3. Hubungan tinggi tanaman dengan kecepatan berbunga ... 25

4. Rekapitulasi kuadrat nilai tengah pada entri untuk peubah generatif . 26

5. Peringkat varietas berdasarkan BNJ0.05 ... 28

6. Ragam genetik, heritabilitas broad-sense, koefisien keragaman genetik entri untuk karakter vegetatif dan generatif ... 32

7. Korelasi untuk karakter vegetatif dan generatif ... 34

8. Rerata data penelitian masing-masing entri untuk setiap ulangan ... 44

9. Uji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan perlakuan entri ... 48

10. Analisis ragam pada entri untuk tinggi tanaman ... 48

11. Analisis ragam pada entri untuk jumlah anakan produktif ... 48

12. Analisis ragam pada entri untuk jumlah anakan non produktif ... 49

13. Analisis ragam pada entri untuk jumlah anakan total ... 49

14. Analisis ragam pada entri untuk jumlah malai ... 49

15. Analisis ragam pada entri untuk bobot kering malai ... 49

16. Analisis ragam pada entri untuk jumlah gabah per malai ... 50


(9)

vi

Tabel Halaman

18. Analisis ragam pada entri untuk bobot gabah isi ... 50

19. Analisis ragam pada entri untuk jumlah gabah hampa ... 50

20. Analisis ragam pada entri untuk bobot gabah hampa ... 51

21. Analisis ragam pada entri untuk jumlah gabah total ... 51

22. Analisis ragam pada entri untuk bobot gabah total ... 51

23. Analisis ragam pada entri untuk bobot 100 isi ... 51

24. Analisis ragam pada entri untuk produksi per m2 ... 52

25. Deskripsi padi varietas lokal PB Bogor ... 52

26. Deskripsi padi varietas lokal Gendut ... 53

27. Deskripsi padi varietas lokal Kesit ... 54


(10)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penetapan seleksi tidak langsung yang berperan terhadap seleksi langsung (produksi) menggunakan nilai σ2

g, h2BS, dan r varietas yang memenuhi prasyaratan : r = */** ; σ2

g = */** ;


(11)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar 1,6 % tahun-1, sehingga mendorong pemintaan pangan yang terus

meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas mencapai 7,75 juta ha (BPS, 2002) ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan pangan Indonesia.

Kebutuhan beras yang terus meningkat menuntut peningkatan produktivitas padi dengan segera. Upaya pemerintah untuk meningkatan produksi yaitu dengan cara ekstensifikasi pertanian, yang memanfaatkan lahan kering dengan menanam padi gogo. Menurut De Datta dan Vergara (1975) dalam Perwira, (2004) pada

kenyataannya penanaman padi gogo banyak mengalami hambatan, karena padi gogo banyak dibudidayakan pada lahan tadah hujan maka air menjadi salah satu unsur yang mempengaruhi pertumbuhannya. Keadaan lingkungan yang tidak digenangi air ini yang menyebabkan tanaman padi gogo mengalami kekeringan. Kondisi lahan yang mengalami kekeringan cenderung bersifat masam. Menurut Mulyaningsih (2010), kekeringan juga dapat menyebabkan perubahan fisiologi, biokimia, dan molekuler tanaman, serta dapat menginduksi kemampuan tanaman untuk beradaptasi pada kondisi lingkungan terbatas, yang ditentukan oleh


(12)

2 intensitas dan periode cekaman. Hal inilah yang membuat produksi yang

dihasilkan padi gogo hanya 23,45 ku/ha sedangkan, untuk padi sawah mencapai 47 ku/ha (BPS, 2003).

Untuk membantu memperbaiki kondisi lahan kering dilakukan penambahan bahan organik. Fungsi bahan organik diantaranya memperbaiki sifat fisik tanah, sebagai penjerap air dalam tanah agar air yang masuk tidak langsung hilang terdegradasi. Bahan organik juga dapat memenuhi nutrisi dalam tanah dengan cara

memanfaatkan aktivitas organisme, yang dapat mendekomposisikan bahan organik tersedia. Hasil perombakan bahan organik ini mampu mempercepat proses pelapukan bahan-bahan mineral tanah, sehingga membuat tanah menjadi lebih subur.

Kelebihan dari penggunakan bahan organik ini juga dapat mengurangi

penggunaan pupuk kimia. Pencemarkan lingkungan perairan adalah salah satu dampak buruk yang ditimbulkan dari pupuk kimia.

Selain pemanfaatan lahan kering dan penggunaan bahan organik, peningkatan produksi padi dapat pula dengan mengembangkan varietas unggul. Salah satunya yaitu dengan penggunaan padi hibrida dan inbrida. Padi lokal (land race)

merupakan salah satu plasma nutfah yang potensial sebagai sumber gen yang mengendalikan sifat penting pada tanaman. Keragaman genetik yang tinggi pada padi lokal ini yang dimanfaatkan dalam program pemuliaan padi dalam perbaikan tetua padi secara umum (Hairmansis dkk., 2005). Usaha untuk meningkatkan produksi padi dengan padi hibrida sangat sulit dilakukan, karena kelemahan


(13)

3 hibrida tidak dapat diturunkan menjadi benih, sehingga petani harus membeli benih setiap musim tanam.

Untuk itu dilakukan salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi padi yaitu dengan analisis QTL (quantitative trait loci). QTL disini berperan dalam

mengendalikan sifat/karakter suatu gen yang dimiliki tanaman, kemudian sifat tersebut harus dideteksi terlebih dahulu. QTL juga dilakukan untuk mendeteksi sifat tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah gabah yang ditanam di

lingkungan gogoorganik. Penelitian ini sebelumnya dilakukan di ketiga lokasi yang berbeda yaitu, Lingkungan I sawah tadah hujan (Tulang Bawang Barat), Lingkungan II sawah irigasi (Way Jepara), dan Lingkungan III sawah baru (Polinela I). Pemindahan lingkungan abiotik ini membuat tanaman harus melakukan adaptasi yang sangat mungkin akan mengalami segregasi fenotipe karena, sebelumnya ditanam di tiga lokasi yang berbeda.

Segregasi yang terjadi pada tanaman padi dapat dilihat secara visual adalah segregasi fenotipe yang meliputi tinggi tanaman, dan jumlah anakan. Segregasi fenotipe dapat terlihat apabila tanaman padi yang ditanam dilahan budidaya memiliki tinggi yang tidak seragam dan jumlah anakan yang berbeda-beda. Nilai fenotipe suatu tanaman tidak hanya terdiri dari pengaruh genotipe, tetapi juga oleh pengaruh lingkungan dan interaksi genotipe dan lingkungan (Falconer and


(14)

4 Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

(1) Apakah terdapat entri (varietas-QTL) yang dapat bertahan di lingkungan gogo sehingga, dapat dijadikan rekomendasi untuk dijadikan tetua dalam perakitan padi hibrida?

(2) Apakah terdapat entri yang memiliki ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi varietas lokal yang digogoorganikan?

(3) Apakah terdapat peubah yang dapat dijadikan seleksi tidak langsung yang berpengaruh terhadap seleksi langsung (produksi)?

1.2 Tujuan penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah maka penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

(1) Mendapatkan entri yang dapat bertahan di lingkungan gogo sehingga, dapat direkomendasi sebagai tetua dalam perakitan padi hibrida;

(2) Mendapatkan entri yang memiliki ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi varietas lokal yang digogoorganikan; dan

(3) Mendapatkan peubah yang dapat dijadikan seleksi tidak langsung yang berpengaruh terhadap seleksi langsung (produksi).


(15)

5 1.3 Kerangka Pemikiran

Produktivitas padi di Indonesia masih sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, maka pemerintah

melakukan usaha untuk meningkatkan produksi padi dengan cara ekstensifikasi pertanian. Ditempuh dengan cara memanfaatkan lahan kering dengan melakukan penanaman padi gogo. Tetapi untuk produktifitas padi gogo masih rendah

dibandingkan padi sawah yang hanya 23,45 ku/ha sedangkan padi sawah mencapai 47,00 ku/ha.

Rendahnya produksi padi gogo dikarenakan padi gogo banyak dibudidayakan pada lahan tadah hujan maka air menjadi salah satu unsur yang mempengaruhi pertumbuhannya. Keadaan lingkungan yang tidak digenangi air ini yang menyebabkan tanaman padi gogo mengalami kekeringan.

Selain ekstensifikasi upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah menggunakan varietas unggul yaitu, salah satunya penggunaan padi hibrida. Namun, padi hibrida yang harus mendatangkan galur CMS sebagai galur betina dari China membuat kebutuhan benih menjadi terbatas dan harga yang dijual cukup tinggi.

Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan upaya yaitu, salah satunya dengan analisis QTL. QTL merupakan suatu sifat kuantitatif yang terdapat pada lokus-lokus tersendiri. Analisis QTL ini digunakan untuk mengidentifikasi letak gen pada suatu kromosom tempat mengendalikan sifat baik dengan cara pemetaan gen. Sifat kuantitatif tersebut diatur oleh banyak gen yang memiliki pengaruh sangat kecil. Masing-masing melakukan segregasi pada generasi selanjutnya. Dari variasi yang ada pada generasi bersegregasi tersebut diseleksi tanaman padi


(16)

6 varietas lokal yang terbaik sesuai dengan tujuan untuk mendapatkan produksi yang tertinggi.

Penelitian ini sebelumnya dilakukan pada Lingkungan I sawah tadah hujan (Tulang Bawang Barat), Lingkungan II sawah irigasi (Way Jepara) dan Lingkungan III sawah baru (Polinela 1). Pemindahan lingkungan abiotik ini membuat tanaman harus melakukan adaptasi yang sangat mungkin akan mengalami segregasi fenotipe karena, sebelumnya ditanam di tiga lokasi yang berbeda.

Lingkungan akan berpengaruh terhadap fenotipe (F=G+L). Interaksi GxL akan terjadi jika genotipe memperlihatkan respon yang berbeda pada lingkungan yang berbeda. Apabila tanaman memiliki hasil yang sama seperti padi yang ditanam di lingkungan sawah berarti padi tersebut memiliki sifat genetik yang baik, karena karakter baik pada tetua menurun ke zuriatnya. Namun, apabila tanaman tersebut menunjukkan hasil yang menurun, maka tanaman padi dipengaruhi oleh

lingkungan lahan kering.

Kendala pada lahan kering adalah masalah kekeringan. Kekeringan yang terjadi pada lahan kering dapat menyebabkan kemampuan tanaman dalam beradaptasi pada lingkungan menjadi terbatas yang ditentukan oleh periode cekaman. Serta menginduksi perkembangan dan genotipe tanaman.

Penambahan bahan organik dilakukan untuk meningkatkan hasil tanaman dengan cara membantu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, serta membantu penjerapan air di dalam tanah. Bahan organik dapat meningkatkan aktivitas jasad mikro tanah dengan melakukan dekomposisi yang akan melepaskan ikatan unsur


(17)

7 hara. Oleh karena itu, penambahan bahan organik pada penelitian ini diharapkan segregasi positif akan kembali terjadi pada lingkungan ini. Sehingga

mendapatkan hasil produksi yang menyerupai hasil produksi padi yang ditanam di lingkungan sawah.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka untuk menjawab rumusan masalah diajukan hipotesis sebagai berikut:

(1) Terdapat entri yang dapat bertahan di lingkungan gogo sehingga dapat dijadikan rekomendasi untuk dijadikan tetua dalam perakitan padi hibrida; (2) Terdapat entri yang memiliki ragam genetik dan heritabilitas broad-sense

pada padi varietas lokal yang digogoorganikan; dan

(3) Terdapat peubah yang dapat dijadikan seleksi tidak langsung yang berpengaruh terhadap seleksi langsung (produksi).


(18)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia

Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan antara dua varietas yang berbeda. Varietas hibrida memiliki kemampuan berproduksi lebih tinggi dibandingkan varietas inbrida, karena adanya pengaruh heterosis yaitu

kecenderungan F1 lebih unggul dibandingkan tetuanya. Untuk mengembangkan padi hibrida tidak mudah. Sebab, dalam proses persilangan harus waktu-waktu khusus dan saat musim kemarau. Selain itu, sikap petani yang masih lebih senang menggunakan varietas non hibrida (inbrida) (Agromedia, 2012).

Dan sekitar 50 tahun ini padi inbrida setidaknya telah membuktikan: (1) pemendekan umur panen; (2) penggogorancahan untuk mengurangi kebutuhan air; (3) peningkatan kerapatan tanam per ha; (4) ketahanan terhadap hama dan penyakit; (5) meningkatkan produktivitas yang sangat hebat, baik per tanaman maupun per hektar (Rieseberg dkk., 2003 dalam Suprayogi, 2011).

Perbedaan benih padi hibrida dan inbrida yaitu, benih padi inbrida merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri sehingga secara alami kondisinya adalah homozigot-homogen dan cara perbanyakannya dengan benih keturunan, sedangkan kondisi benih padi hibrida adalah heterozigot-homogen, atau dalam


(19)

9 individu tanaman yang sama konstruksi gen bersifat heterozigot, namun antara individu tanaman dalam populasi yang bersifat homogeni dan cara

perbanyakannya melalui silangan baru (Satoto dan Suprihatno, 2008).

2.2 Padi Varietas Lokal

Besarnya persentase pertanaman padi lokal mengindikasikan besarnya preferensi petani terhadap varietas lokal. Pilihan petani terhadap varietas lokal kemungkinan disebabkan oleh sifat adaptasinya yang tinggi terhadap kendala pada lahan sulfat masam, yaitu keracunan besi sehingga hasil produksi padi lokal biasanya stabil serta harganya yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan varietas unggul yang karakteristik biji dan nasi yang lebih disukai oleh masyarakat (Wahdah dan

Langai, 2007).

Pemilihan varietas padi lokal juga diperlukan, untuk menghadapi kondisi khusus pada lahan tertentu. Itu termasuk guna mengatasi kekeringan, yang saat ini mengancam sebagian lahan sawah di Indonesia (Kompas, 2010).

2.3 Quantitative Trait Loci (QTL)

Karakter tanaman dari segi ekonomi seperti hasil produksi, kualitas, bentuk biji atau ukuran, ketahanan terhadap hama penyakit dll. Semua itu dipengaruhi oleh banyak gen. Untuk itu QTL disini mengacu pada suatu bagian gen yaitu,

kromosom yang terkait secara statistik dengan suatu variasi yang ditunjukkan oleh suatu sifat kuantitatif. Sifat kuantitatif merupakan lawan dari sifat kualitatif atau


(20)

10 sifat Mendel. Pada kenyataannya hanya sebagian kecil dari sifat yang teramati pada organisme yang bersifat kualitatif. Sifat dapat dibedakan dengan jelas tampilannya seperti biji berpermukaan halus vs. kasar atau warna mahkota bunga putih vs. merah, sebagaimana dalam percobaan klasik oleh Mendel. Banyak sifat yang beragam secara halus, seperti tinggi badan atau warna kulit. Sifat yang demikian disebut sifat kuantitatif atau dikenal pula sebagai sifat rumit (complex trait), dan dibatasi sebagai sifat pada organisme yang tidak dapat dipisahkan secara jelas ragamnya. Perbedaan itu hanya bisa dilihat melalui pengukuran sehingga disebut dengan kuantitatif (Wikipedia, 2012).

Langkah pembuktian mengenai adanya gen-gen yang mengatur sifat kuantitatif mulai terbuka setelah tersedianya banyak penanda genetik. Hal ini yang memungkinkan orang membuat peta pautan genetik, yang kemudian dapat menjangkau sebagian besar kromosom. Penanda-penanda genetik digunakan sebagai titik rambu (flanking markers) yang menunjukkan situasi alelik pada bagian kromosom tertentu. Variasi alel pada suatu penanda menjadi genotipe bagi kromosom atau kelompok pautan (apabila kromosomnya belum teridentifikasi) (Wikipedia, 2012).

Berikut ada beberapa identifikasi terhadap QTL dan gen yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas dalam peningkatan hasil produksi menurut Hadiarto (2009), antara lain:

(1) Gn1 adalah QTL yang ditengarai meningkatkan jumlah bulir padi dan memiliki dua lokus Gn1a dan Gn1b.


(21)

11 (2) QTL Hd1 (Hd: Heading date) mengatur sensitivitas fotoperiode dan

mengkode sebuah protein zinc finger. Alel Nipponbare untuk Hd1

mempercepat pembungaan pada kondisi hari pendek dan memperlambatnya pada kondisi hari panjang.

(3) yrqTA-9a (lokus untuk sudut kemiringan anakan) mengendalikan sudut anakan yang besar pada fase vegetatif kemudian mengecil pada fase pematangan biji (Chen dkk., 2008 dalam Suprayogi, 2011).

(4) Lokus qBLASTa dan qBLASTads memiliki fungsi mengendalikan ketahanan terhadap blast Pyricularia (Tabien dkk., 2002).

Dengan ketersediaan gen-gen dengan karakter yang sudah teridentifikasi,

pembuatan padi transgenik yang memiliki potensi hasil yang tinggi menjadi lebih mudah, sehingga bisa menunjang peningkatan produksi beras nasional yang tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan beras namun juga meningkatkan devisa negara melalui ekspor (Hadiarto, 2009).

2.4 Segregasi

Pola segregasi suatu sifat merupakan salah satu parameter genetik yang perlu diestimasi dalam hubungannya serta proses seleksi dan penggabungan karakter-karakter penting dalam suatu genotipe. Dengan adanya pendugaan pola segregasi akan memberikan satu gambaran tentang sebaran frekuensi, serta banyaknya gen yang terlibat dalam menampilkan suatu karakter. Estimasi suatu parameter genetik bertujuan agar proses seleksi dapat berjalan efektif dan efisien (Hartati, 2012).


(22)

12 Pewarisan suatu sifat ditentukan oleh pewarisan materi tertentu. Mendel

menyebutkan materi yang diwariskan ini sebagai faktor keturunan (herediter), yang pada perkembangan berikutnya hingga sekarang dinamakan gen.

Menurut Gardener (1991), Hukum Mendel mendasari pemindahan gen-gen dari tetua ke keturunan, kemudian dari generasi ke generasi.

Persilangan setiap individu menghasilkan gamet-gamet yang kandungan gennya separuh dari kandungan gen pada individu. Prinsip inilah yang kemudian dikenal sebagai hukum segregasi atau hukum Mendel I.

Hukum segregasi : Pada waktu berlangsung pembentukan gamet, tiap pasang gen akan memisah ke dalam masing-masing gamet yang terbentuk.

2.5 Keragamanan Genetik dan Heritabilitas

Keragaman genetik merupakan sumber yang penting untuk program pemuliaan tanaman. Crowder (1997) menyatakan bahwa, keragaman genetik terjadi akibat pengaruh gen dan interaksi gen-gen yang berbeda pada populasi yang berbeda. Keragaman ini juga terjadi karena setiap populasi tanaman mempunyai karakter genetik yang berbeda. Keragaman genetik tanaman dapat terlihat jika ditanam pada lingkungan yang sama, sedangkan keragaman fenotipe adalah keragaman yang terjadi apabila tanaman dengan kondisi genetik yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda. Seleksi akan efektif jika keragamannya luas dan sebaliknya tidak akan efektif bila keragamannya sempit (Rachmadi, 2000).


(23)

13 Heritabilitas dapat meramalkan sebagian perkiraan ragam sesuai dengan

komponen genetik dan lingkungannya. Selanjutnya komponen tadi dibagi lagi dalam nilai genetik keseluruhan (dalam arti luas) dan nilai aditif (dalam arti sempit). Nilai heritabilitas karakter tunggal akan berubah tergantung pada teknik analisis statistika yang digunakan dan lingkungan tempat penelitian dilakukan. Dengan menggunakan analisis statistika secara mendalam, aksi gen yang cukup lengkap dapat dijelaskan (Welsh, 1991).

Heritabilitas memiliki nilai bekisar 0─100%. Nilai 0% ialah bila seluruh ragam yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 100% bila seluruh ragam disebabkan oleh faktor genetik. Pengaruh lingkungan juga berpengaruh pada ragam keseluruhan, maka pengendalian proporsi hasil dari faktor genetik akan berkurang, dengan demikian nilai heritabilitasnya pun akan berkurang (Welsh, 1991).

2.6 Seleksi Berdasarkan Lingkungan Gogo Organik

Lingkungan seleksi menentukan keberhasilan pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas yang cocok dengan lingkungan yang digunakan. Pada penelitian ini dilakukan pengujian padi sawah yang ditanam di lingkungan gogo. Umumnya, padi yang ditanam di lingkungan sawah berbeda dengan yang di tanam di lingkungan gogo. Pada lingkungan sawah pola tanam padi di genangi air

setinggi 2─5 cm sehingga kebutuhan air nya tercukupi hingga musim tertentu.


(24)

14 yang rendah, lalu melalui pemupukan yang tepat dan seimbang diharapkan dapat memperbaiki kondisi tanah tersebut.

Menurut Supartha (2012) pupuk organik merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan organik yang diuraikan oleh mikroba. Hasil akhirnya dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk organik sangat penting sebagai penyangga sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga, dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas lahan. Hal ini akan membuat padi yang di tanam di lingkungan gogo diharapkan akan membantu memperbaiki kondisi lingkungan tersebut, dan akan menyerupai kondisi lingkungan target yaitu, lingkungan sawah. Seleksi pada lingkungan yang mirip dengan lingkungan target akan menghasilkan kemajuan seleksi yang lebih besar, dibandingkan dengan seleksi tidak langsung atau seleksi pada lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan target (Banziger et al., 1997 dalam Sutoro, 2005).

Perbedaan lingkungan menyebabkan fenotipe suatu populasi tanaman akan beragam, namun keragaman lingkungan tidak dapat diwariskan. Pengaruh lingkungan terhadap kinerja fenotipe didefinisikan sebagai F= G + L, untuk L= G x L. Hal terpenting pada faktor lingkungan (L) adalah interaksi genotipe (G) x lingkungan (L) yang dapat bernilai positif atau negatif (Fehr, 1987).

Apabila faktor lingkungan gogo menunjukkan pengaruh yang lebih besar dalam pertumbuhannya, hal tersebut disebabkan koefisien keragaman fenotipe (KKf) lebih tinggi dibandingkan dengan koefisien keragaman genotipe (KKg) (Hartati dkk., 2012).


(25)

15 2.7 Seleksi Tidak Langsung (Indirect Selection)

Semua jenis seleksi, dimana tanaman yang dipilih tidak digunakan secara langsung, bisa secara resmi dianggap sebagai seleksi tidak langsung, karena seleksi hanya didasarkan pada korelasi antara tanaman yang dipilih dengan

tanaman yang akan digunakan. Namun, biasanya istilah ini dibatasi oleh masalah, di mana seleksi yang sudah dipakai pada karakter lain seperti itu yang harus diperbaiki. Seleksi tidak langsung hanya dapat efektif, jika ada korelasi antara suatu sifat dengan sifat lainnya (Wricke and Weber, 1986). Artinya, karakter yang berkorelasi nyata dengan suatu karakter lainnya dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan tanaman yang diinginkan.


(26)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung dan Laboratorium Benih Universitas Lampung, Bandar Lampung dari bulan Desember

2012─April 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan organik (kotoran sapi) dan empat varietas padi, yaitu Gendut, PB Bogor, Kesit, dan Tewe.

Sedangkan alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu, bendera sampel, kantung kantung plastik, gunting, cutter, penggaris, pensil, timbangan, seed blower, seed counter, oven, kamera digital, isolasi, kertas, dan paranet.


(27)

17 3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji hipotesis, metode penelitian dilakukan sebagai berikut

3.3.1 Analisis Penelitian

Penelitian ini disusun berdasarkan kuasi RTS (Rancangan Teracak Sempurna) karena dalam penelitian ini tidak menggunakan ulangan kelompok namun ulangan berada di dalam kelompok. Masing-masing kelompok diambil 9 sampel tanaman yang dibagi menjadi 3 ulangan dan masing-masing ulangan terdapat 3 tanaman. Data dianalisis ragam. Sebelum dianalisis ragam, rerata pengamatan pada masing-masing variabel diuji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan ragam.

Bila hasil analisis uji pada analisis ragam nyata pada P ≤ 0,01 atau 0,05 maka dilakukan pemeringkatan nilai tengah dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Pengujian seluruh statistika data menggunakan software Statistic Analysis System (SAS) 9.1 for Windows. Besar ragam genetik dan heritabilitas broad-sense juga diduga berdasarkan kuadrat nilai tengah (KNT) harapan pada hasil analisis ragam,


(28)

18 Tabel 1. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense berdasarkan nilai

kuadrat nilai tengah harapan pada hasil analisis ragam.

Sumber keragaman Dk KNT KNT harapan

Entri v-1 KNT2 σ2+u σ2g

Galat Residual KNT1 σ2

Total (uv)-1

Ragam genetik dan heritabilitas broad-sense dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

σ

σ √ [ ] [ ]

Nilai dugaan heritabilitas dalam arti luas ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut:

σ

σ

Ragam genetik (σ2

g) dan heritabilitas broad-sense (h2BS) akan nyata bila

nilainya ≥ 1 GB.

σ Keterangan:

u = ulangan KNT = kuadrat nilai tengah

v = varietas GB σ2g = galat baku σ2g

σ2

g = ragam genetik h2BS = heritabilitas broad-sense Xbar = rata-rata GB h2BS = galat baku h2BS


(29)

19 3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengolahan tanah

Pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan cangkul. Pada prinsipnya pengolahan tanah dilakukan untuk menciptakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan tanaman, yaitu menciptakan keseimbangan antara padatan, aerasi dan kelembaban tanah. Pada pengolahan lahan padi gogo ini, dilakukan juga pengaturan petak untuk varietas-QTL yang akan ditanam serta jarak tanam.

3.4.2 Penanaman

Untuk penanaman dilakukan dengan cara tabela (tanam benih langsung) yang setiap lubang tanam diberikan masing-masing 2 benih.

3.4.3 Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyiraman, pemupukan, dan pengendalian predator. Untuk penyiraman dilakukan sehari 2 kali dengan menggunakan alat bantu sprinkle irrigation. Dalam penelitian ini pupuk yang digunakan adalah pupuk organik yang diaplikasikan sebanyak 2x yaitu, pertama pada saat pengolahan lahan dilakukan dengan dosis 5 ton/ha. Pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST dengan dosis yang sama. Untuk mencegah terjadinya kerusakan tanaman akibat predator digunakan paranet yang


(30)

20 dipasang mengelilingi areal pertanaman. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara manual yaitu, dengan mencabut gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman.

3.4.4 Penetapan sampel

Setiap petak diberikan 9 sampel tanaman yang kemudian akan diamati. Penetapan sampel yang dilakukan menggunakan bambu setinggi 50 cm yang diberi bendera dengan nomor 1–9.

3.4.5 Panen

Padi yang siap untuk di panen harus memiliki kriteria 90 % bulir padi telah

menguning serta bulir gabah terasa keras apabila ditekan serta tidak mengeluarkan cairan putih susu lagi. Panen dilakukan dengan menggunakan sabit gerigi dengan cara memotong batang bawah tanaman. Kemudian tanaman yang telah dipotong di masukkan ke dalam kantung plastik dan diberi label untuk dibawa ke

laboratorium.

3.4.6 Pasca panen

Sampel-sampel tanaman padi yang telah di masukkan ke dalam plastik, kemudian diukur tinggi tanamannya dan memotong malainya. Malai yang telah dipotong kemudian dirontokkan, lalu antara malai dan biji padi yang telah dirontokkan tadi di masukkan ke dalam amplop kertas yang terpisah. Setelah itu dilakukan


(31)

21 pengeringan yang dapat dilakukan dengan bantuan sinar matahari sampai kadar air mencapai 14%.

3.5 Variabel pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap peubah umum yang berkaitan dengan produksi antara lain sebagai berikut:

(1) Tinggi tanaman . Tinggi tanaman yang dihitung dengan menggunakan satuan centimeter (cm), diukur dari pangkal ujung batang sampai ujung daun bendera. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman telah di panen. (2) Jumlah anakan produktif. Anakan produktif dihitung berdasarkan jumlah

anakan yang berproduktif atau anakan yang menghasilkan malai pada rumpun satu dan dua.

(3) Jumlah anakan nonproduktif. Anakan nonproduktif dihitung berdasarkan jumlah anakan yang tidak menghasilkan malai pada pada rumpun satu dan dua.

(4) Jumlah anakan total. Anakan total dihitung dengan menjumlahkan anakan produktif dan anakan non produktif pada rumpun satu dan dua.

(5) Jumlah malai. Malai dihitung berdasarkan jumlah malai keseluruhan pada rumpun satu dan dua yang terdapat pada setiap anakan produktif.

(6) Bobot kering malai . Bobot kering malai yang dihitung dengan

menggunakan satuan gram (g), ditimbang pada saat malai telah kering dan mudah dipatahkan.


(32)

22 (7) Jumlah gabah per malai. Jumlah gabah per malai dihitung dari per malai

jumlah gabah yang menempel di spiklet.

(8) Jumlah gabah isi. Jumlah gabah isi dihitung secara keseluruhan pada rumpun satu dan dua.

(9) Bobot gabah isi. Bobot gabah yang dihitung dengan menggunakan satuan gram (g), ditimbang secara keseluruhan gabah isi pada rumpun satu dan dua. (10) Jumlah gabah hampa. Jumlah gabah hampa dihitung secara keseluruhan

pada rumpun satu dan dua.

(11) Bobot gabah hampa. Bobot gabah hampa yang dihitung dengan

menggunakan satuan gram (g), ditimbang secara keseluruhan gabah hampa pada rumpun satu dan dua.

(12) Jumlah gabah total. Jumlah gabah total dihitung dengan menjumlahkan jumlah gabah isi dan gabah hampa.

(13) Bobot gabah total. Bobot gabah total yang dihitung dengan menggunakan satuan gram (g), ditimbang keseluruhan bobot gabah isi dan gabah hampa. (14) Bobot 100 biji isi. Bobot 100 biji yang dihitung dengan menggunakan

satuan gram (g), ditimbang 100 biji gabah bernas dengan kadar air 14%. (15) Produksi per m2. Produksi per m2 yang dihitung dengan menggunakan

satuan g/m2, didapatkan dari perhitungan secara statistik per ulangan.

Produksi per m2 dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(


(33)

23 0,25 m 0,25 m

0,125 m X

(rizosfir) 0,125 m

Arti dari ilustrasi diatas bahwa, untuk mendapatkan hasil produksi per m2

didapatkan dari bobot gabah isi per meter dibagi diameter jarak tanam per ulangan hasilnya dibagi dengan diameter rizosfir tanaman.


(34)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

(1) PB Bogor-tinggi tanaman (801.50 g/m2) Kesit-tinggi tanaman (546,77 g/m2) dan Tewe-jumlah anakan (487,57 g/m2) mampu bertahan di lingkungan gogoorganik sehingga, dapat dijadikan rekomendasi sebagai tetua dalam perakitan padi hibrida;

(2) Semua peubah yang diamati mampu memberikan perbedaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense;dan

(3) Karakter untuk jumlah anakan total dapat dijadikan seleksi tidak langsung yang dapat meningkatkan hasil produksi.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diajukan saran sebagai berikut: (1) Untuk menghitung ragam fenotipik, agar dapat diketahui secara jelas faktor


(35)

39 (2) Dilakukan penelitian pada musim yang berbeda yaitu pada musim hujan

untuk mendapatkan data yang lebih presisi sehingga, menghasilkan varietas sawah rekomendasi yang dapat dijadikan alternatif untuk ditanam di


(36)

39

PUSTAKA ACUAN

Aryana, I.G.P.M. 2009. Korelasi Fenotipik, Genotipik, dan Sidik Lintas serta Implikasinya pada Seleksi Beras Merah. Jurnal Crop Agro 2 (1):1—7. Hlm 3.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Hibrida. Sukamandi: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. BPS. 2002. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

____. 2003. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 423.

Falconer, D.S. and T.F.C Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics 4th eds. Longman England.

Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development. Vol.1. Theory and Technique. Macmillan Publ. Co. New York. NY.

Gardener, E.J., and Hadley. 1991. Hybridization of Crop Plants. American society of agronomy and crop science of America, publ. Madison. Wisconsin.

Hairmansis, A., Aswidinnoor, Trikoesoemaningtyas, dan Suwarno. 2005. Evaluasi Daya Pemulihan Kesuburan Padi Lokal dari Kelompok Tropikal Japonica. Bul. Agron (33) (3): 1—6. Hlm 1.

Hartati, S. 2012. Pola Segregasi Karakter Agronomi Tanaman Kedelai (Glycine max [L.] Merril) Generasi F2 Hasil Persilangan Wilis X B3570. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hartati, Rr.S., Asep, S., Bambang, H., dan Sudarsono. 2012. Keragaman

Genetik, Heritabilitas, dan Korelasi antar Karakter 10 Genotipe Terpilih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Littri (18) (2).

Hadiarto, T. 2009. Genetika Molekuler untuk Sifat Produktivitas Tinggi pada Padi. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Dipublikasikan online 23 Juli 2009.


(37)

Jambormias, E., Surjono, H.S., Muhammad, J., dan Suharsono. 2007. Keragaan dan Keragaman Genetik Sifat-sifat Kuantitatif Kedelai (Glycine max L. Merrill) pada Generasi Seleksi F6 Persilangan Varietas Slamet x

Nokhonsawan. Bul. Agron. (35) (3): 168—175. Hlm 171.

Jamilah, C., Budi, W., dan Agung, K. 2011. Parameter Genetik Aksesi Tanaman Kerabat Liar Ubi Jalar Koleksi Unpad untuk Peningkatan Genetik dan Sumber Perbaikan Karakter Ubi Jalar. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung. Hlm 6─7.

Mulyadi, A. “Pemilihan Varietas Padi Dibutuhkan.” Kompas.com, 9 Oktober

2012.

http://regional.kompas.com/read/2012/10/09/18302289/Pemilihan.Varietas. Padi.Dibutuhkan.

Mulyaningsih, E.S. 2010. Uji kekeringan galur transgenik cv. Batutegi dan Kasalath mengandung gen regulator HD Zip Oshox-6 dan galur toleran kekeringan hasil seleksi di lapang. Jurnal Pasca Sarjana Dept. Agronomi dan Hortikultura IPB. Bogor.

Perwira, A.D. 2004. Keragaan Karakter Agronomi Generasi F3 Enam Persilangan Padi Gogo. Skripsi. IPB. Bogor. Hlm 10─11.

Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Universitas Padjajaran. Bandung.

Ramadhana, R. 2013. Evaluasi Fenotipe Quantitaive Trait Loci (QTL) yang Tersegregasi Transgresif pada Varietas Padi Nasional dan Lokal di Lingkungan Sawah Baru. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 21─31.

Saputri, Y.S. 2012. Pendugaan Komponen Genetik, Daya Gabung, dan Segregasi Biji pada Jagung Manis Kuning Kisut. Jurnal Agrotek 1 (1):25─31. Hlm 26.

Satoto dan B. Suprihatno. 2008. Pengembangan Padi Hibrida. Iptek Tanaman Pangan (3) (1).

Supartha, I.N.Y., Gede, W., Gede, M.A. 2012. Aplikasi Jenis Pupuk Organik pada Tanaman Padi Sistem Pertanian Organik. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika (1) (2).

Suprayogi, L. 2011. Evaluasi Plasma Nutfah Padi yang Tersegregasi Transgresif sebagai tetua Inbred pada Perakitan Padi Inbrida dan Hibrida. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hlm 11─27.

Sutoro. 2005. Pendugaan Parameter Genetik Jagung dan Pemilihan Lingkungan Seleksi untuk Pemupukan Rendah. Disertasi Sekolah Pasca-sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(38)

Suwantike, I.K.T. 2011. Evaluasi Fenotipe QTL 6 Varietas Padi Tersegregasi Transgresif untuk Koleksi Plasma Nutfah pada Perakitan Padi Inbrida. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 11.

Tabien, R.E., Z. Li, A.H. Paterson, M.A. Marchetti, J.W. Stansel, and S.R.M. Pinson. 2002. Mapping QTLs for field resistance to the rice blast pathogen and evaluating their individual and combined utility in improved varieties. Theor Appl Genet. 105: 313—324.

Wahdah, R dan B. F. Langai. 2007. Seleksi Awal Varietas Padi Lokal di Lahan Rawa Pasang Surut Kabupaten Barito Kuala dan Tanah Laut Kalimantan Selatan sebagai Bahan Mutasi. Jurnal Fakultas Pertanian. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin.

Welsh, J.R. 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Terjemahan Johanes P. Mogea. Erlangga. Jakarta.

Wricke, G. and W.E. Weber. 1986. Quantitative Genetics and Selection in Plant Breeding. Walter de Gruyter. New York

Wikipedia. 2012. Lokus Sifat Kuantitatif. http://id.wikipedia.org/wiki/QTL. Yitnosumarto, S. 1993. Percobaan Perancangan Analisa dan Interprestasi.


(1)

23 0,25 m 0,25 m

0,125 m X

(rizosfir) 0,125 m

Arti dari ilustrasi diatas bahwa, untuk mendapatkan hasil produksi per m2

didapatkan dari bobot gabah isi per meter dibagi diameter jarak tanam per ulangan hasilnya dibagi dengan diameter rizosfir tanaman.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

(1) PB Bogor-tinggi tanaman (801.50 g/m2) Kesit-tinggi tanaman (546,77 g/m2) dan Tewe-jumlah anakan (487,57 g/m2) mampu bertahan di lingkungan gogoorganik sehingga, dapat dijadikan rekomendasi sebagai tetua dalam perakitan padi hibrida;

(2) Semua peubah yang diamati mampu memberikan perbedaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense;dan

(3) Karakter untuk jumlah anakan total dapat dijadikan seleksi tidak langsung yang dapat meningkatkan hasil produksi.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diajukan saran sebagai berikut: (1) Untuk menghitung ragam fenotipik, agar dapat diketahui secara jelas faktor


(3)

39 (2) Dilakukan penelitian pada musim yang berbeda yaitu pada musim hujan

untuk mendapatkan data yang lebih presisi sehingga, menghasilkan varietas sawah rekomendasi yang dapat dijadikan alternatif untuk ditanam di


(4)

PUSTAKA ACUAN

Aryana, I.G.P.M. 2009. Korelasi Fenotipik, Genotipik, dan Sidik Lintas serta Implikasinya pada Seleksi Beras Merah. Jurnal Crop Agro 2 (1):1—7. Hlm 3.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Hibrida. Sukamandi: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. BPS. 2002. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

____. 2003. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 423.

Falconer, D.S. and T.F.C Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics 4th eds. Longman England.

Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development. Vol.1. Theory and Technique. Macmillan Publ. Co. New York. NY.

Gardener, E.J., and Hadley. 1991. Hybridization of Crop Plants. American society of agronomy and crop science of America, publ. Madison. Wisconsin.

Hairmansis, A., Aswidinnoor, Trikoesoemaningtyas, dan Suwarno. 2005. Evaluasi Daya Pemulihan Kesuburan Padi Lokal dari Kelompok Tropikal Japonica. Bul. Agron (33) (3): 1—6. Hlm 1.

Hartati, S. 2012. Pola Segregasi Karakter Agronomi Tanaman Kedelai (Glycine max [L.] Merril) Generasi F2 Hasil Persilangan Wilis X B3570. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hartati, Rr.S., Asep, S., Bambang, H., dan Sudarsono. 2012. Keragaman

Genetik, Heritabilitas, dan Korelasi antar Karakter 10 Genotipe Terpilih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Littri (18) (2).

Hadiarto, T. 2009. Genetika Molekuler untuk Sifat Produktivitas Tinggi pada Padi. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Dipublikasikan online 23 Juli 2009.


(5)

Jambormias, E., Surjono, H.S., Muhammad, J., dan Suharsono. 2007. Keragaan dan Keragaman Genetik Sifat-sifat Kuantitatif Kedelai (Glycine max L. Merrill) pada Generasi Seleksi F6 Persilangan Varietas Slamet x

Nokhonsawan. Bul. Agron. (35) (3): 168—175. Hlm 171.

Jamilah, C., Budi, W., dan Agung, K. 2011. Parameter Genetik Aksesi Tanaman Kerabat Liar Ubi Jalar Koleksi Unpad untuk Peningkatan Genetik dan Sumber Perbaikan Karakter Ubi Jalar. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung. Hlm 6─7.

Mulyadi, A. “Pemilihan Varietas Padi Dibutuhkan.” Kompas.com, 9 Oktober 2012.

http://regional.kompas.com/read/2012/10/09/18302289/Pemilihan.Varietas. Padi.Dibutuhkan.

Mulyaningsih, E.S. 2010. Uji kekeringan galur transgenik cv. Batutegi dan Kasalath mengandung gen regulator HD Zip Oshox-6 dan galur toleran kekeringan hasil seleksi di lapang. Jurnal Pasca Sarjana Dept. Agronomi dan Hortikultura IPB. Bogor.

Perwira, A.D. 2004. Keragaan Karakter Agronomi Generasi F3 Enam Persilangan Padi Gogo. Skripsi. IPB. Bogor. Hlm 10─11.

Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Universitas Padjajaran. Bandung.

Ramadhana, R. 2013. Evaluasi Fenotipe Quantitaive Trait Loci (QTL) yang Tersegregasi Transgresif pada Varietas Padi Nasional dan Lokal di Lingkungan Sawah Baru. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 21─31.

Saputri, Y.S. 2012. Pendugaan Komponen Genetik, Daya Gabung, dan Segregasi Biji pada Jagung Manis Kuning Kisut. Jurnal Agrotek 1 (1):25─31. Hlm 26.

Satoto dan B. Suprihatno. 2008. Pengembangan Padi Hibrida. Iptek Tanaman Pangan (3) (1).

Supartha, I.N.Y., Gede, W., Gede, M.A. 2012. Aplikasi Jenis Pupuk Organik pada Tanaman Padi Sistem Pertanian Organik. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika (1) (2).

Suprayogi, L. 2011. Evaluasi Plasma Nutfah Padi yang Tersegregasi Transgresif sebagai tetua Inbred pada Perakitan Padi Inbrida dan Hibrida. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 11─27.

Sutoro. 2005. Pendugaan Parameter Genetik Jagung dan Pemilihan Lingkungan Seleksi untuk Pemupukan Rendah. Disertasi Sekolah Pasca-sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(6)

Suwantike, I.K.T. 2011. Evaluasi Fenotipe QTL 6 Varietas Padi Tersegregasi Transgresif untuk Koleksi Plasma Nutfah pada Perakitan Padi Inbrida. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 11.

Tabien, R.E., Z. Li, A.H. Paterson, M.A. Marchetti, J.W. Stansel, and S.R.M. Pinson. 2002. Mapping QTLs for field resistance to the rice blast pathogen and evaluating their individual and combined utility in improved varieties. Theor Appl Genet. 105: 313—324.

Wahdah, R dan B. F. Langai. 2007. Seleksi Awal Varietas Padi Lokal di Lahan Rawa Pasang Surut Kabupaten Barito Kuala dan Tanah Laut Kalimantan Selatan sebagai Bahan Mutasi. Jurnal Fakultas Pertanian. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin.

Welsh, J.R. 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Terjemahan Johanes P. Mogea. Erlangga. Jakarta.

Wricke, G. and W.E. Weber. 1986. Quantitative Genetics and Selection in Plant Breeding. Walter de Gruyter. New York

Wikipedia. 2012. Lokus Sifat Kuantitatif. http://id.wikipedia.org/wiki/QTL. Yitnosumarto, S. 1993. Percobaan Perancangan Analisa dan Interprestasi.