EVALUASI SEGREGASI FENOTIPE QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) PADA TANAMAN PADI VARIETAS LOKAL DAN NASIONAL DI LINGKUNGAN SAWAH BARU

(1)

EVALUASI SEGREGASI FENOTIPE QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) PADA TANAMAN PADI VARIETAS LOKAL DAN NASIONAL

DI LINGKUNGAN SAWAH BARU

Oleh

RIZKI AMELIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

EVALUASI SEGREGASI FENOTIPE QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) PADA TANAMAN PADI VARIETAS LOKAL DAN NASIONAL

DI LINGKUNGAN SAWAH BARU

oleh

Rizki Amelia

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang diusahakan di Indonesia. Indonesia di kenal sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Salah satu usaha untuk

meningkatkan produksi padi salah satunya dengan metode quantitative trait loci (QTL).

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendapatkan kultivar QTL yang mengalami segregasi fenotipe pada tanaman padi yang ditanam pada lingkungan sawah baru;(2) mendapatkan kultivar QTL yang memiliki ragam genetik dan

heritabilitas broad- sense dari tanaman padi yang diteliti di lingkungan sawah baru ; (3) mendapatkan peubah yang dapat dijadikan parameter untuk seleksi langsung dan tidak langsung.


(3)

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2012 di Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Benih Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Rancangan perlakuan disusun dalam kuasi Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS) dengan 3 ulangan untuk setiap sampel. Data terlebih dahulu dicari rata-ratanya. Selanjutnya, data pengamatan diuji dengan uji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan data. Bila homogen analisis data dilanjutkan dengan analisis ragam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) segregasi fenotipe muncul di

lingkungan sawah baru pada tanaman padi varietas IR64 yang merupakan varietas nasional. Segregasi fenotipe terlihat dari parameter tinggi tanaman dan jumlah anakan yang tidak sama pada tanaman padi yang ditanam di lingkungan sawah baru; (2) Keragaman genetik dan heritabilitas yang tinggi terlihat pada semua varietas baik varietas lokal maupun varietas nasional yang ditanam di lingkungan sawah baru; (3) seleksi langsung ditujukkan oleh parameter produksi, sedangkan seleksi tidak langsung ditujukkan oleh parameter bobot gabah isi, bobot gabah total dan jumlah bulir isi pada varietas padi lokal dan nasional di lingkungan sawah baru.

Kata kunci : padi (Oryza sativa L.), QTL, ragam genetik, heritabilitas


(4)

(5)

(6)

iii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Segregasi ... 8

2.2 Quantitative Trait Loci (QTL) ... 9

2.2.1 Metode QTL ... 9

2.2.2 QTL jumlah anakan... 10

2.2.3 QTL tinggi tanaman ... 11

2.2.4 QTL jumlah bulir ... 11

2.3 Padi Varietas Lokal dan Nasional ... 11

2.4 Lingkungan Sawah ... 12

2.4.1 Sawah irigasi ... 12

2.4.2 Sawah tadah hujan ... 14

2.5 Ragam Genetik dan Heritabilitas ... 14

2.6 Seleksi Langsung dan Tidak Langsung ... 16

2.6.1 Seleksi langsung ... 16


(7)

iv

III. BAHAN DAN METODE ... 19

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.2 Bahan dan Alat ... 19

3.3 Metode Penelitian... 20

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 22

3.4.1 Pengolahan lahan ... 22

3.4.2 Penyemaian ... 22

3.4.3 Penanaman ... 22

3.4.4 Pemupukan ... 22

3.4.5 Pengendalian hama dan penyakit tanaman padi ... 23

3.4.5 Sampel ... 23

3.4.6 Pemanenan ... 24

3.4.7 Pasca panen ... 24

3.5 Variabel Pengamatan ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah untuk Peubah Vegetatif dan Generatif VarietasQTL ... 26

4.2 Analisis Peringkat untuk Varietas, QTL dan VarietasQTL ... 28

4.3 Pendugaan Ragam Genetik, Heritabilitas, dan Koefisien Keragaman Genetik ... 33

4.4 Korelasi Antar Peubah Pengamatan ... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 41 PUSTAKA ACUAN


(8)

v DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense berdasarkan nilai kuadrat nilai tengah harapan

pada hasil analisis ragam ……….. 23

2. Rekapitulasi kuadrat nilai tengah untuk peubah vegetatif dan generatif ………. 26

3. Peringkat berdasarkan BNJ 0.05 untuk varietas ………. 28

4. Peringkat berdasarkan BNJ 0.05untuk QTL ……….. 29

5. Peringkat berdasarkan BNJ 0.05 untuk varietas QTL……….. 29

6. Pendugaan ragam genetik, heritabilitas, koefisien keragaman genetik untuk varietas ……… 33

7. Pendugaan ragam genetik, heritabilitas, koefisien keragaman genetik untuk QTL ……… 33

8. Pendugaan ragam genetik, heritabilitas, koefisien keragaman genetik untuk Varietas QTL ………. 33

9. Korelasi variabel pengamatan ... 36

10. Rata rata data penelitian Varietas QTL untuk setiap ulangan …… 45

11. Rata rata data penelitian Varietas QTL untuk setiap ulangan (lanjutan)……… 46

12. Rata rata data penelitian Varietas QTL untuk setiap ulangan (lanjutan) ……….. 47

13 Uji kehomogenan ragam berdasarkan Bartlett dan Levenne untuk varietas ………. 48


(9)

vi

Tabel Halaman

14. Uji kehomogenan ragam berdasarkan Bartlett dan Levenne

untuk QTL ……… 48

15. Uji kehomogenan ragam berdasarkan Bartlett dan Levenne untuk varietas QTL ……….. 48

16. Analisis ragam untuk tinggi tanaman ……….. 49

17. Analisis ragam untuk jumlah anakan total per rumpun ……… 49

18. Analisis ragam bobot gabah isi ………. 49

19. Analisis ragam untuk bobot gabah total ……… 49

20. Analisis ragam untuk bobot 100 butir gabah isi ……… 50

21. Analisis ragam untuk jumlah gabah isi ……….. 50

22. Analisis ragam untuk produksi ……….. 50

23. Deskripsi Varietas IR64 ……… 51


(10)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Penetapan seleksi tidak langsung yang berperan terhadap

seleksi langsung (produksi) menggunakan nilai σ²g, h²BS, dan r varietas yang memenuhi persyaratan :


(11)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan komoditas ini dari tahun ke tahun mengalami lonjakan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,34 % per tahun (BPS 2008). Hal ini mengharuskan petani untuk

meningkatkan produktivitas padi untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di Indonesia. Salah satu cara meningkatkan produksi tanaman padi adalah dengan menanam varietas unggul yang dapat menghasilkan produksi lebih tinggi serta menghasilkan padi dengan kualitas yang terbaik. Varietas-varietas yang dihasilkan selama ini adalah varietas inbrida yaitu varietas yang berupa galur murni. Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri, sehingga secara alami varietas yang terbentuk berupa galur murni (inbrida). Varietas unggul galur murni dapat dibuat dengan menyilangkan dua genotipe padi yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil persilangan ditanam dan secara alami akan terjadi perkawinan sendiri dalam satu tanaman. Hasilnya ditanam kembali dan akan sangat bervariasi karena terjadi segregasi gen-gen di dalamnya.


(12)

2 Segregasi yang terjadi pada tanaman padi yang dapat terlihat secara visual adalah segregasi fenotipe yang meliputi antara lain tinggi tanaman dan.jumlah anakan. Segregasi fenotipe dapat terlihat apabila tanaman padi yang ditanam di lahan

budidaya memiliki tinggi yang tidak seragam dan jumlah anakan yang berbeda untuk tiap-tiap rumpun padi. Nilai fenotipe suatu tanaman tidak hanya terdiri atas pengaruh genotipe tetapi juga oleh pengaruh lingkungan dan interaksi genotipe dan

lingkungan (Falconer dan Mackay, 1996). Adanya pengaruh genotipe dan interaksi genotipe dan lingkungan ini akan mengaburkan penarikan kesimpulan mengenai nilai fenotipe tanaman. Oleh sebab itu suatu individu tanaman dengan keragaan terbaik dalam suatu populasi bersegregasi belum tentu akan menghasilkan populasi zuriat atau suatu famili dengan keragaan seperti induknya.

Salah satu cara untuk mengendalikan sifat-sifat gen tanaman padi yang ditanam tersebut adalah dengan menggunakan metode analisis quantitative trait loci atau disebut metode QTL. Pemetaan QTL adalah upaya untuk mengidentifikasi lokasi di dalam segmen DNA yang terdapat gen untuk mengendalikan suatu karakter

kuantitatif yang ditargetkan. Karakter-karakter penting dalam tanaman seperti hasil dan komponen hasil, toleransi cekaman biotik dan abiotik, serta karakter agronomi yang lain pada umumnya bersifat kuantitatif sehingga karakter kuantitatif menjadi penting dalam pemuliaan tanaman. Pada dasarnya metode QTL ini digunakan untuk menemukan hubungan antara penanda genetik dan fenotipe yang dapat diukur. Identifikasi terhadap QTL dan gen yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas bulir padi telah banyak dilakukan.


(13)

3 Selain itu faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Penelitian ini dilakukan di lingkungan ketiga atau lahan sawah baru yang merupakan sawah irigasi. Lingkungan ketiga berbeda dengan lingkungan pertama (Tulang Bawang Barat) yang merupakan sawah tadah hujan dan lingkungan kedua (Way Jepara) yang merupakan sawah irigasi teknis. Dengan adanya perbedaan ketiga lingkungan tersebutm maka dapat terjadi kemungkinan segregasi fenotipe dan keragaman pada tanaman padi yang ditanam.

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut

(1) Apakah terjadi segregasi fenotipe pada tanaman padi yang ditanam pada lingkungan sawah baru?

(2) Apakah terdapat kultivar QTL yang memiliki ragam genetik dan heritabilitas broad- sense dari tanaman padi yang diteliti di lingkungan sawah baru? (3) Apakah terdapat peubah yang dapat dijadikan parameter untuk seleksi langsung dan tidak langsung?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut

(1) Mendapatkan kultivar QTL yang mengalami segregasi fenotipe pada tanaman padi yang ditanam pada lingkungan sawah baru.


(14)

4 (2) Mendapatkan kultivar QTL yang memiliki ragam genetik dan heritabilitas

broad- sense dari tanaman padi yang diteliti di lingkungan sawah baru. (3) Mendapatkan peubah yang dapat dijadikan parameter untuk seleksi langsung dan tidak langsung.

1.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang telah dipaparkan, maka disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah dan tujuan.

Peningkatan produksi padi dapat dilakukan dengan cara menanam varietas unggul yang memiliki gen terbaik. Namun jika suatu tanaman ditanam lebih dari sekali maka tanaman tersebut akan mengalami segregasi gen-gen yang ada di dalamnya. Salah satunya adalah segregasi fenotipe. Segregasi fenotipe terlihat dari tinggi tanaman yang tidak seragam atau jumlah anakan yang berbeda untuk tiap rumpun padi yang ditanam. Segregasi fenotipe dapat mempengaruhi kualitas tampilan dari tanaman padi yaitu dari segi ukuran bulir, tinggi tanaman, jumlah anakan per-rumpun. Dengan adanya masalah segregasi fenotipe tersebut maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas tanaman padi dengan menggunakan metode QTL.

Metode QTL merupakan suatu teknik pemetaan genetik yang dapat dilakukan untuk mengendalikan sifat kuantitatif suatu tanaman.


(15)

5 Persyaratan yang diperlukan untuk pemetaan QTL adalah sebagai berikut

(1) Jaringan pemetaan dari lokus penanda polimorfik yang mampu menutupi keseluruhan genom,

(2) Variasi untuk sifat kuantitatif didalam atau diantara populasi atau keturunan.

Pada penelitian ini terdapat lima kultivar QTL yang ingin dilihat yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan, waktu berbunga, jumlah bulir dan ketahanan terhadap penyakit blast. Namun pada praktek di lapangan hanya melihat tiga kultivar QTL yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah bulir yang dapat dilakukan secara visual tanpa memerlukan bantuan alat. Tinggi tanaman padi berbeda-beda tergantung dari varietas yang ditanam. Tinggi rata-rata tanaman padi kurang lebih 80 – 120 cm namun tinggi maksimum yang dapat dicapai tanaman padi adalah 150 cm. Anakan padi tumbuh secara bertahap yaitu anakan pertama, anakan kedua, anakan ketiga dan seterusnya. Pertumbuhan anakan padi dipengaruhi oleh gen tanaman padi itu sendiri dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya matahari. Selain itu jarak tanam juga mempengaruhi pertumbuhan anakan padi. Semakin lebar jarak tanam maka semakin sedikit persaingan cahaya matahari dan penyerapan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan anakan. Jumlah bulir isi atau gabah bernas pada tanaman padi sangat mempengaruhi hasil produksi dari tanaman padi. Jumlah gabah tergantung pada kegiatan fotosintesis tanaman selama fase reproduksi. Ketiga QTL tersebut dapat dilihat pada padi varietas dan nasional yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Padi lokal memiliki kemampuan untuk beradaptasi yang


(16)

6 cukup baik namun produksinya masih rendah. Sedangkan padi nasional memiliki produksi yang lebih tinggi namun daya adaptasinya lebih rendah.

Dengan demikian metode QTL diharapkan dapat meningkatkan kualitas padi lokal dan nasional dengan mengendalikan sifat kuantitatif nya. Namun faktor lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi yang ditanam. Pada penelitian ini padi ditanam di lingkungan ketiga yaitu lingkungan sawah baru atau sawah irigasi. Lingkungan ketiga memiliki sistem irigasi yang cukup baik namun untuk beberapa saat sistem irigasi tidak berjalan dengan baik sehingga menyebabkan tanah sawah menjadi kering dan retak. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman padi menjadi terhambat dan beberapa tanaman padi ada yang layu. Sebelum ditanam di lingkungan ketiga padi ditanam di lingkungan pertama (Tulang Bawang Barat) yang merupakan sawah irigasi teknis. Sawah irigasi teknis adalah sawah yang sistem irigasinya berasal dari sumber air dan bersifat permanen sehingga penguapan atau perembesan air dapat diminimalkan.

Dengan demikian sawah tidak akan kekurangan air untuk jangka waktu yang lama. Sedangkan lingkungan kedua (Way Jepara) merupakan sawah tadah hujan. Sawah tadah hujan adalah sawah yang sumber airnya berasal dari hujan sehingga pada musim hujan sawah akan mendapatkan pasokan air yang cukup untuk pertumbuhan padi. Sawah tadah hujan memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menampung air untuk musim berikutnya sehingga pada musim kemarau sawah tidak mendapatkan pasokan air yang cukup dan pertumbuhan padi akan terhambat. Dengan demikian perbedaan ketiga lingkungan tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan dan keragaman


(17)

7 tanaman padi. Oleh karena itu faktor lingkungan dan metode QTL memegang

peranan penting dalam meningkatkan keragaman genetik dari suatu tanaman.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka untuk menjawab rumusan masalah diajukan hipotesis sebagai berikut

(1) Terdapat kultivar QTL yang mengalami segregasi fenotipe pada tanaman padi yang ditanam pada lingkungan sawah baru

(2) Terdapat kultivar QTL yang memiliki ragam genetik dan heritabilitas broad- sense dari tanaman padi yang diteliti di lingkungan sawah baru (3) Terdapat peubah yang dapat dijadikan parameter untuk seleksi langsung dan


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Segregasi

Varietas unggul galur murni dapat dibuat dengan menyilangkan dua genotipe padi yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil persilangan ditanam dan secara alami akan terjadi perkawinan sendiri dalam satu tanaman. Hasilnya ditanam kembali dan akan sangat bervariasi karena terjadi segregasi gen-gen di dalamnya. Dari variasi yang ada pada generasi bersegregasi tersebut diseleksi tanaman terbaik sesuai dengan tujuan perakitan varietas yang dilakukan. Demikian seterusnya selama beberapa generasi (Wikipedia, 2012). Selain itu dengan adanya kemampuan regenerasi seksual secara normal dan siklus pertumbuhan yang relatif singkat memberikan keuntungan bagi pemuliaan

tanaman membiak vegetatif karena proses segregasi yang terjadi dapat

dimanfaatkan untuk meningkatkan variabilitas genetik antar dan inter populasi tanaman terlebih apabila siklus pertumbuhan tanaman tersebut singkat.

Aspek yang membedakan seleksi tanaman membiak vegetatif dan generatif yaitu segregasi tanamam membiak vegetatif tidak dapat memisahkan pengaruh

segregasi yang muncul di generasi berikutnya seperti yang dilakukan tanaman generatif. Susunan genetik pada tanaman vegetatif sama dengan tetuanya sehingga tidak ada variasi yang muncul (Wikipedia, 2012).


(19)

9

2.2. Quantitative Trait Loci (QTL) 2.2.1 Metode QTL

Banyak lokus mempengaruhi sifat kuantitatif yang telah diidentifikasi secara kebetulan melalui penjelajahan alel yang mempengaruhi sifat yang cukup besar untuk dikenali oleh segregasi individunya. Rancangan penelitian untuk

memperkirakan efek dan posisi dari QTL diperluas dari metode standar untuk pemetaan gen tunggal dan didasarkan pada hubungan ketidakseimbangan antara alel-alel pada penanda lokus dan alel-alel pada jaringan QTL. Persyaratan yang diperlukan untuk pemetaan QTL adalah sebagai berikut

(1) Jaringan pemetaan dari lokus penanda polimorfik yang mampu menutupi keseluruhan genom

(2) Variasi untuk sifat kuantitatif didalam atau diantara populasi atau keturunan . (Falconer dan Mackay, 1996).

2.2.2 QTL Jumlah Anakan

Menurut Gardner (1991), jumlah anakan akan maksimal apabila tanaman memiliki sifat genetik yang baik ditambah dengan keadaan lingkungan yang menguntungkan atau sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Semakin lebar jarak tanam berarti persaingan cahaya matahari dan hara mineral akan semakin kecil.


(20)

10 2.2.3 QTL Tinggi Tanaman

Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh sifat genetik dan kemampuan tanaman untuk beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya

(Wikipedia, 2013). Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor genotipe dan lingkungan hal ini sesuai dengan yang dikatakan Gardner (1991), yang

mengatakan bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan

2.2.4 QTL Jumlah Bulir

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi padi adalah jumlah gabah bernas atau jumlah bulir per malai. Jumlah gabah tergantung pada kegiatan fotosintesis tanaman selama fase reproduksi. Menurut Gardner (1991) setelah inisiasi biji menjadi daerah pemanfaatan yang dominan untuk tanaman semusim. Oleh sebab itu selama masa pengisian biji sebagian besar hasil asimilasi yang terbentuk maupun tersimpan digunakan untuk meningkatkan berat biji. Bernas atau tidaknya gabah dipengaruhi oleh hasl fotosintat yang berasal dari dua sumber yaitu hasil-hasil asimilasi sebelum pembuahan yang disimpan dalam jaringan batang dan daun yang kemudian diubah menjadi zat-zat gula dan diangkut ke biji dan hasil asimilasi yang dibuat selama fase pemasakan (Badan Pengendali Bimas Departemen Pertanian, 1997)


(21)

11

2.3 Padi Varietas Lokal dan Nasional

Varietas lokal merupakan sumber gen sifat mutu baik (rasa nasi enak, aromatik), ketahanan terhadap hama dan penyakit utama (wereng coklat, hawar daun bakteri, tungro dan sebagainya), dan toleransi terhadap cekaman abiotik seperti suhu rendah, toleran lahan salin, sulfat asam, genangan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi memiliki hampir 4.000 varietas lokal padi hasil koleksi dari daerah-daerah sentra padi yang ada di Indonesia. Kekurangan informasi yang akurat tentang nilai guna suatu varietas lokal merupakan sebab utama terbatasnya penggunaaan plasma nutfah yang dikoleksi baik di tingkat koleksi nasional, regional maupun koleksi global. Untuk tanaman yang memiliki kisaran gen pool tinggi seperti halnya tanaman padi, pembentukan core collection akan

memfasilitasi mudahnya pemanfaatan plasma nutfah (Brown, 1995).

Lebih dari 90 % produksi beras nasional dihasilkan dari lahan sawah dan lebih dari 80 % total areal pertanaman padi sawah telah ditanami varietas unggul (Badan Pusat Statistik 2000). Untuk mengantisipasi melonjaknya kebutuhan beras di masa sekarang dan yang akan datang perbaikan potensi hasil padi mutlak diperlukan. Wujud nyata terobosan perakitan varietas padi untuk masa yang akan datang adalah pengembangan padi hibrida dan padi tipe baru (Daradjat et al. 2001). Varietas unggul merupakan teknologi yang mudah, murah, dan aman dalam penerapan serta efektif meningkatkan hasil. Teknologi tersebut mudah karena petani tinggal menanam dan murah karena varietas unggul yang tahan hama misalnya memerlukan insektisida jauh lebih sedikit daripada varietas yang peka.


(22)

12 Varietas unggul relatif aman karena tidak menimbulkan polusi dan perusakan lingkungan. Sampai saat ini telah dihasilkan lebih dari 150 varietas unggul padi yang meliputi 80 % total areal padi di Indonesia. Keberhasilan varietas unggul dalam meningkatkan produksi sangat menakjubkan dan disebut dengan revolusi hijau. Fenomena revolusi hijau dimulai pada tahun 60-an dengan ditemukannya varietas IR-5 dan IR-8. Kedua varietas tersebut mampu berproduksi tinggi, responsif terhadap pemupukan dan berumur genjah, sehingga dapat melipatgandakan hasil. Varietas IR-5 menghasilkan 8 ton/ha tiga kali tanam dalam setahun sementara pada kondisi yang sama varietas lokal hanya

memberikan hasil 2 – 4 ton/ha satu atau dua kali tanam dalam setahun jelas sekali pelipatgandaan hasil dapat dilakukan melalui penggunaan varietas unggul

(Wikipedia, 2013).

2.4 Lingkungan Sawah

2.4.1 Sawah Irigasi

Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah. Lahan sawah memiliki multifungsi dalam bentuk mitigasi banjir,

mengendalikan erosi dan sedimentasi, pendaur ulang sumberdaya air, mitigasi peningkatan suhu udara, penampung dan pendaur ulang sampah organik, mengurangi kadar nitrat air tanah, detoksifikasi kelebihan unsur hara dan residu pestisida, serta penambat karbon (Agus dan Irawan, 2004).


(23)

13 Berdasarkan pengairannya lahan sawah dibedakan atas berbagai macam salah satunya adalah sawah berpengairan (irigasi) yaitu lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi. Lahan sawah irigasi terdiri atas

(1) Lahan sawah irigasi teknis. Sawah yang pengairannya sejak dari sumber air sampai petak sawah terdapat jaringan irigasi dari bangunan permanen. Sehingga kehilangan air karena rembesan atau penguapan dapat diminimalkan.

(2) Lahan sawah irigasi setengah teknis. Sawah yang jaringan irigasinya tidak seluruhnya permanen, sehingga kehilangan air akibat rembesan dan

penguapan masih banyak terjadi.

(3) Lahan sawah irigasi sederhana. Sawah dengan bangunan jaringan irigasi menggunakan peralatan seadanya, sehingga kurang hemat air.

Usaha pemerintah untuk mencapai tujuan dalam produksi beras dilakukan intensifikasi produksi padi dan tanaman pangan lain dengan menerapkan teknologi baru dan pemanfaatan lahan potensial untuk meningkatkan produksi. Dalam mencapai tujuan tersebut pemerintah telah melakukan investasi untuk pengembangan dan rehabilitasi jaringan irigasi, pembinaan pengelolaan irigasi, penyediaan sarana produksi modern. Irigasi sejak Pelita I telah dikembangkan seiring dengan program pemerintah untuk mencapai swasembada pangan, terutama beras. Terjaminnya penyediaan air irigasi memiliki arti penting dalam produksi padi karena bibit unggul, pupuk, pestisida dan cara bercocok tanam yang baik akan memberikan hasil tinggi jika air irigasinya cukup tersedia dan


(24)

14 2.4.2 Sawah Tadah Hujan

Indonesia mempunyai lahan sawah tadah hujan yang sangat luas dan tersebar di beberapa wilayah. Produktivitas padi pada lahan ini umumnya lebih rendah dari hasil padi di lahan sawah irigasi dan di tingkat petani produktivitas padi sawah tadah hujan berkisar 3,0 – 3,5 ton/ha (Fagi, 1995).

Gulma umumnya merupakan masalah serius yang sering dihadapi petani padi sawah tadah hujan utamanya di musim kemarau (Pane, et al., 1999). Kondisi ini disebabkan karena dari petakan basah pada saat tanam menjelang berakhirnya musim hujan berangsur-angsur kering seiring dengan semakin jarang turun hujan. Oleh karena itu petakan sawah jarang atau tidak pernah sekalipun tergenang air atau kondisi air di petakan sawah sering berubah-ubah dari mulai basah atau lembab ke kering karena tidak ada hujan. Introduksi varietas padi yang adaptif dan berpotensi hasil tinggi untuk agroekosistem lahan sawah tadah hujan merupakan teknologi yang paling murah bagi petani.

2.5 Ragam Genetik dan Heritabilitas

Heritabilitas adalah potensi suatu individu untuk mewariskan karakter tertentu pada keturunannya. Kegunaan nilai heritabilitas adalah untuk menentukan metode seleksi yang paling tepat untuk meningkatkan mutu genetik. Heritabilitas dibagi dua yaitu

(1) Heritabilitas arti luas/broad sense heritability (h2bs) adalah ratio dari varians total genotipik terhadap varians fenotipik.


(25)

15 (2) Heritabilitas arti sempit/narrow sense heritability dinotasikan sebagai (h2ns) adalah suatu koefisien yang menggambarkan berapa bagian dari keragaman fenotipik total yang disebabkan oleh pengaruh kelompok gen yang beraksi secara aditif.

Heritabilitas arti sempit banyak digunakan, karena pengukurannya relatif penting dan bagian ragam genetik aditif yang dipindahkan dari parental ke keturunannya (Silitonga et al .,2003).

Dalam menyeleksi karakter tanaman perhatian diberikan terhadap keragaman genetik, heritabilitas, dan kemajuan genetik. Seleksi akan efektif jika nilai kemajuan genetik tinggi yang ditunjang oleh nilai keragaman genetik dan

haritabilitas yang tinggi (Heliyanto et al., 1998). Karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih dominan terhadap karakter yang ditampilkan tanaman karena faktor genetiknya memberi sumbangan yang lebih besar daripada faktor lingkungan dan seleksi terhadap karakter ini dapat dimulai pada generasi awal (Wicaksana 2001; Rachmadi et al., 1990).

Apabila suatu karakter memiliki keragaman genetik cukup tinggi maka keragaman karakter tersebut antarindividu dalam populasinya akan tinggi pula sehingga seleksi akan lebih mudah untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan (Heliyanto et al., 2000). Keragaman genetik luas diartikan bahwa seleksi yang tepat terhadap karakter tersebut berlangsung efektif dan mampu meningkatkan potensi genetik karakter pada generasi selanjutnya (Zen dan Bahar, 2001).

Keragaman genetik merupakan basis untuk melakukan seleksi agar bisa memperoleh alel unggul pada tanaman dengan sifat seperti toleran kekeringan,


(26)

16 umur genjah, dan tahan terhadap penyakit. Respon genotipe yang tidak konsisten terhadap lingkungan seperti temperatur, jenis tanah, dan lokasi merupakan fungsi interaksi genotipe x lingkungan (G x E). Interaksi G x E dapat didefinisikan sebagai respon genotipe yang berbeda terhadap lingkungan (Roy, 2000). Perkembangan suatu varietas modern tergantung pada ketersediaan keragaman genetik yang bersumber dari varietas tradisional yang tumbuh dan terseleksi selama beberapa generasi oleh petani dan sejumlah spesies liar.

2.6 Seleksi Langsung dan Tidak Langsung

2.6.1 Seleksi Langsung

Seleksi langsung dapat diartikan sebagai pemilihan secara langsung genotipe- genotipe terbaik berdasarkan karakter-karakter yang memenuhi kriteria seleksi. Seleksi langsung dapat dikategorikan ke dalam seleksi langsung berdasarkan satu sifat dan seleksi langsung terhadap beberapa sifat. Metode yang dapat dipilih antara lain

(1) Seleksi berurutan (Tandem Selection/TS) adalah seleksi yang dikerjakan terhadap satu sifat yang paling penting, baru seleksi sifat lainnya. (2) Seleksi simultan (Independent Culling Lecel/ICL), adalah seleksi yang ditentukan oleh batas-batas minimal berbagai sifat.


(27)

17 (3) Seleksi indeks (Index Selection) adalah seleksi yang dapat mengatasi

kekurangan dua metode sebelumnya. Pada seleksi ini diperlukan nilai ekonomis relatif, penduga ragam fenotipe, ragam fenotipe, serta kedua peragam genotipe dan fenotipe untuk memperoleh nilai-nilai hubungan indeksnya.

Kemajuan seleksi dapat diartikan sebagai nilai kemajuan genetik secara teoritis yang merupakan besarnya kenaikan hasil yang akan diperoleh akibat

dilakukannya kegiatan seleksi terhadap suatu populasi tanaman. Untuk mengetahui seberapa besar kemajuan seleksi yang diperoleh diperlukan pengetahuan tentang populasi dan keragamannya serta besarnya angka heritabilitas. (Wikipedia, 2013)

2.6.2 Seleksi Tidak Langsung

Seleksi tidak langsung dapat diartikan sebagai pemilihan secara tidak langsung genotipe-genotipe terbaik berdasarkan karakter-karakter yang dinilai memiliki hubungan dengan tujuan akhir program pemuliaan misalnya karakter daya hasil, ketahanan terhadap penyakit, dan lain sebagainya. Syarat utama agar seleksi tidak langsung dapat dilakukan adalah adanya korelasi genetik dan fenotipik antara karakter yang dituju dengan karakter lain. Kondisi yang menjadi dasar pertimbangan seleksi tidak langsung antara lain

(1) Siklus hidup tanaman yang panjang (tanaman tahunan). (2) Karakter yang diinginkan sulit diukur.


(28)

18 (4) Variasi fenotipik karakter yang diinginkan sempit sedangkan karakter

sekundernya luas.

(5) Heritabilitas karakter yang diinginkan rendah sedangkan karakter sekundernya tinggi (Wikipedia, 2013).


(29)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Benih Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Mulai bulan Maret – Mei 2012.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9 varietas padi, yaitu varietas Sarinah (V1), Mutiara (V2), Gendut (V3), IR-64 (V4), PB Bogor (V5), Ciliwung (V6), Ciherang (V7), Kesit (V8), dan Tewe (V9).

Dalam penelitian ini hanya menggunakan 4 varietas padi yaitu varietas Sarinah, Mutiara, Gendut dan IR-64.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu sepanjang 150 cm, cat, kamera digital, alat tulis, meteran, seed blower, oven dan timbangan digital.


(30)

20 3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan kuasi RKTS (Rancangan Kelompok Teracak Sempurna) dengan 3 ulangan. Masing masing ulangan terdiri dari 3 sampel tanaman. Data terlebih dahulu dicari rata-ratanya. Selanjutnya, data pengamatan diuji dengan uji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan data. Bila homogen analisis data dilanjutkan dengan analisis ragam. Pengujian ANOVA menggunakan software Statistic Analysis System (SAS) dan korelasi menggunakan software Minitab 14. Besarnya ragam genetik (σ²g), heritabilitas broad-sense (h²bs) yang diduga berdasarkan kuadrat nilai tengah harapan pada hasil analisis ragam dan rancangan percobaan yang digunakan sesuai model matematika berdasarkan Hallauer dan Miranda.

Tabel 1. pendugaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense

berdasarkan nilai kuadrat nilai tengah harapan pada hasil analisis ragam.

SR dk KNT KNT harapan

Ulangan 2

Varietas 3 KNT4 σ²+uqσ²v

QTL 2 KNT3 σ²+uv σ²q

Varietas QTL 6 KNT2 σ²+uq σ²v+uv σ²q+u σ²q

Galat 13 KNT1

Ragam genetik dan galat baku dihitung dengan menggunakan rumus

σ²v =

σ √ [ ] [ ]

σ²qtl =


(31)

21

σ √ [ ] [ ]

σ²vq =

σ √ [ ] [ ] [ ] [ ]

Nilai heritabilitas dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

σ²

σ²

σ² σ² σ²

Koefisien keragaman dihitung menggunakan rumus KKgv = √

KKgq = √σ²

KKgvq = √σ²

Keterangan v = varietas σ² = ragam genetik

q = QTL GBσ² = galat baku ragam genetik vq = varietasQTL h² = heritabilitas

Xbar = rata-rata GB h² = galat baku heritabilitas dk = derajat kebebasan KK = koefisien keragaman


(32)

22 3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengolahan Lahan

Sebelum digunakan untuk penanaman lahan terlebih dahulu diolah dengan menggunakan bajak. Pengolahan lahan bertujuan agar tanah lebih gembur dan sesuai untuk pertumbuhan tanaman padi.

3.4.2 Penyemaian

Sebelum ditanam benih padi terlebih dulu disemai. Penyemaian benih padi dilakukan di lahan kering di darat. Pada penelitian ini benih mulai disemai pada tanggal 10 Januari 2012.

3.4.3 Penanaman

Setelah disemai benih padi kemudian siap untuk dipindahkan ke lubang tanam pada lahan yang telah diolah dengan luas lahan 20 m x 20 m dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Satu lubang tanam diisi dengan 2 benih padi. Penanaman dilakukan pada tanggal 31 Januari 2012.

3.4.4 Pemupukan

Pemupukan menggunakan pupuk urea, SP36 dan KCL. Pupuk urea diberikan sebanyak 300 kg/ha dan diaplikasikan sebanyak 3 kali pada saat awal tanam, masa


(33)

23 vegetatif dan pada awal pembungaan. Pupuk SP36 diberikan sebanyak 100 kg/ha yang diaplikasikan sebanyak 1 kali pada saat awal tanam. Pupuk KCL diberikan sebanyak 100 kg/ha yang diaplikasikan sebanyak 2 kali yaitu pada awal tanam dan pada masa pembungaan.

3.4.5 Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Padi

Hama yang ditemukan pada lahan padi berupa hama keong emas dan walang sangit. Pengendalian hama menggunakan insektisida Regent Spontan yang diaplikasikan seminggu sekali dan pestisida yang diaplikasikan setiap 10 hari sekali. Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman padi adalah penyakit blast. Selain melakukan penyemprotan insektisida dan pestisida lahan padi juga

disemprot dengan fungisida dengan merk dagang Scoore yang ditambah dengan ZPT. Penyemprotan fungisida dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat menjelang waktu berbunga dan pada saat tanaman padi 75 % sudah berbunga penuh.

3.4.6 Sampel

Penetapan sampel dilakukan pada saat masa vegetatif. Bambu yang sudah dicat ditancapkan pada 9 tanaman padi secara acak dalam satu blok. Penetapan sampel pertama untuk menetukan QTL pertama yaitu sudut anakan dan ketahanan

terhadap penyakit blast. Penetapan sampel QTL sudut anakan dilakukan secara visual yaitu dengan melihat lebar jarak antara rumpun satu dengan rumpun


(34)

24 lainnya dalam satu tanaman dan penyakit blast dapat dilihat dari daun tanaman padi. Penetapan sampel kedua dilakukan 2 minggu setelah penetapan sampel pertama dengan menggunakan bambu yang dicat dengan warna berbeda. Penetapan sampel kedua untuk menentukan QTL kedua yaitu jumlah bulir. Penetapan sampel ketiga dilakukan saat masa berbunga dengan menggunakan bambu yang dicat dengan warna berbeda. Penetapan sampel ketiga untuk menentukan QTL ketiga yaitu tinggi tanaman dan kecepatan waktu berbunga.

3.4.7 Pemanenan

Panen dilakukan saat masa berbunga < 50 %, panen dilakukan dengan cara diarit dan kemudian dirontokkan dari malainya dengan cara dipukulkan ke papan.

3.4.8 Pasca Panen

Padi yang telah dipanen kemudian dikeringkan dengan cara dijemur selama beberapa hari kemudian padi yang telah mengering dimasukkan ke dalam karung dan disimpan di ruang penyimpanan.

3.5 Variabel Pengamatan

Variabel pengamatan dalam penelitian ini antara lain

(1) Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman diukur dari bagian akar hingga bagian daun yang paling atas pada tiap rumpun;


(35)

25 (2) Jumlah anakan. Jumlah anakan dihitung pada tiap tiap rumpun tanaman padi; (3) Bobot gabah isi. Bobot gabah isi ditentukan dengan cara menimbang gabah isi dari tiap kantong sampel;

(4) Bobot gabah total per rumpun. Bobot gabah total ditentukan dengan cara menghitung bobot gabah isi dan bobot gabah hampa;

(5) Bobot 100 butir gabah isi. Bobot 100 butir ditentukan dengan mengambil 100 butir gabah isi dan kemudian ditimbang;

(6) Jumlah gabah isi. Jumlah gabah isi ditentukan dengan cara memisahkan antara gabah isi dan hampa kemudian dihitung jumlah gabah isi;

(7) Produksi. Produksi padi didapatkan setelah panen dengan cara menghitung bobot gabah isi untuk tiap varietas.


(36)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Segregasi fenotipe muncul di lingkungan sawah baru pada tanaman padi varietas IR64 yang merupakan varietas nasional. Segregasi fenotipe terlihat dari parameter tinggi tanaman dan jumlah anakan yang tidak sama pada tanaman padi yang ditanam di lingkungan sawah baru.

2. Keragaman genetik dan heritabilitas yang tinggi terlihat pada semua varietas baik varietas lokal maupun varietas nasional yang ditanam di lingkungan sawah baru.

3. Seleksi langsung ditujukkan oleh parameter produksi, sedangkan seleksi tidak langsung ditujukkan oleh parameter bobot gabah isi, bobot gabah total dan jumlah bulir isi pada varietas padi lokal dan nasional di lingkungan sawah baru.


(37)

41

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan saran sebagai berikut :

Varietas Sarinah, Mutiara dan Gendut dapat digunakan sebagai tetua untuk perakitan padi Inbrida. Hal ini didasarkan pada keragaman genetik dan heritabilitas yang tinggi dari masing-masing varietas padi tersebut.


(38)

PUSTAKA ACUAN

Agus, F., dan Irawan. 2004. Alih Guna dan Aspek Lingkungan Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.Bogor. Anwar, Syafril. 2013. Analisis Ragam Genetik, Heretabilitas dan Hubungan

Antara Beberapa Karakter Pertumbuhan Produksi dengan Indek Toleransi Tanaman Rumput Pakan Terhadap Cekaman Keragaman. Universitas Diponegoro. Semarang.

Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian . 2009. Deskripsi Varietas Padi. Departemen Pertanian. Jawa Barat

Gardner , Pearce dan R, I, Michell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan oleh H. Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Brown, A.H.D. 1995. The core collection at the croasroads in Core Collection of Plant Genetic Resources. IPGRI. A Wiley-Sayce Publication. 134p. .

Daradjat, A.A., Suwarno, B. Abdullah, Tj.Soewito, B.P. Ismail, dan Z.A.

Simanullang. 2001b. Status penelitian pemuliaan padi untuk memenuhi kebutuhan pangan masa depan. Balai Penelitian Tanaman Padi,

Sukamandi.

Fagi, A.M. 1995. Strategies for improving rain-fed lowland rice production systems in Central Java. p.:189-199 In Rainfed Lowland rice.

Agricultural Research for High-Risk Environments. IRRI. Phi-lippines. Falconer, D.S. dan T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics.

4th eds. Longman England.

Fehr, W.R. 1987. Principle of Cultivar Development.Theory and Technique. Vol. I. MacMillan Pub. Co., New York. 536 p.

Hapsari, Ratri dan Adie, Muchlis. 2010. Pendugaan Parameter Genetik dan Hubungan Antarkomponen Hasil Kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 29 No. 1 2010

Heliyanto, B., R.D. Purwati, Marjani, dan U.S. Budi. 1998. Parameter genetik komponen hasil dan hasil serat pada aksesi kenaf potensial. Zuriat Volume 9 No 1. hlm. 6-12.


(39)

43 Helyanto, B., U. Setyo Budi, A. Kartamidjaja, dan D. Sunardi. 2000. Studi

parameter genetik hasil serat dan komponennya pada plasma nutfah rosela. Jurnal Pertanian Tropika. Volume 8 No. 1. hlm. 82-87. Pane, H., P. Bangun dan S.Y. Jatmiko. 1999. Pengendalian gulma pada

pertanamn padi gogorancah dan walikjerami di lahan sawah tadah hujan. p.: 150-159 Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produk-tivitas Padi di Lahan Sawah (S. Parto-hardjono, J. Soejitno dan Hermanto, ed.). Puslibang Tanaman Pangan. Bogor.

Pradnyawathi, Ni Luh Made.2012. Evaluasi Galur Jagung SMB-5 Hasil Seleksi

Massa Varietas Lokal Bali “Berte” Pada Daerah Kering. Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 1, Februari 2012, hlm. 106 - 115

Roy, D. 2000. Plant Breeding: Analysis and Exploitation of Variation. Narosa Publishing House. Calcutta.

Sadjad, S.E., Murniati dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komperatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta.185 hal.

Sudjana.1983.Teknik Analisa Regresi dan Korelasi.Bandung.Tarsito

Suprapto dan N.M. Kairudin. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merill) pada ultisol. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Volume 2. hlm. 183-190.

Silitonga, TS., Ida H.S., Aan A.D., Hakim K. 2003. Panduan Sistem

Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi. Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Komisi Nasional Plasma Nutfah Syukur, Sriani Sujiprihati, Rahmi Yunianti, dan Darmawan Asta Kusumah.

2011.Pendugaan Ragam Genetik dan Heritabilitas Karakter Komponen Hasil Beberapa Genotipik Cabai. J. Agrivigor, Volume 10 No 2. hlm. 148-156, Januari-April 2011

Wicaksana, N. 2001. Penampilan fenotipik dan beberapa parameter genetik 16 genotip kentang pada lahan sawah. Zuriat Volume 12, No.1, hlm. 15-20. Wikipedia.2012. Segregasi.

Wikipedia. 2013. Padi Varietas Lokal dan Nasional. Wikipedia. 2013. Seleksi Pada Pemuliaan Tanaman.

Zen, S., H. Bahar. 2001. Variabilitas genetik, karakter tanaman, dan hasil padi sawah dataran tinggi. Stigma Volume.9 No.1. hlm. 25-28.


(1)

lainnya dalam satu tanaman dan penyakit blast dapat dilihat dari daun tanaman padi. Penetapan sampel kedua dilakukan 2 minggu setelah penetapan sampel pertama dengan menggunakan bambu yang dicat dengan warna berbeda. Penetapan sampel kedua untuk menentukan QTL kedua yaitu jumlah bulir. Penetapan sampel ketiga dilakukan saat masa berbunga dengan menggunakan bambu yang dicat dengan warna berbeda. Penetapan sampel ketiga untuk menentukan QTL ketiga yaitu tinggi tanaman dan kecepatan waktu berbunga.

3.4.7 Pemanenan

Panen dilakukan saat masa berbunga < 50 %, panen dilakukan dengan cara diarit dan kemudian dirontokkan dari malainya dengan cara dipukulkan ke papan.

3.4.8 Pasca Panen

Padi yang telah dipanen kemudian dikeringkan dengan cara dijemur selama beberapa hari kemudian padi yang telah mengering dimasukkan ke dalam karung dan disimpan di ruang penyimpanan.

3.5 Variabel Pengamatan

Variabel pengamatan dalam penelitian ini antara lain

(1) Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman diukur dari bagian akar hingga bagian daun yang paling atas pada tiap rumpun;


(2)

25 (2) Jumlah anakan. Jumlah anakan dihitung pada tiap tiap rumpun tanaman padi; (3) Bobot gabah isi. Bobot gabah isi ditentukan dengan cara menimbang gabah isi dari tiap kantong sampel;

(4) Bobot gabah total per rumpun. Bobot gabah total ditentukan dengan cara menghitung bobot gabah isi dan bobot gabah hampa;

(5) Bobot 100 butir gabah isi. Bobot 100 butir ditentukan dengan mengambil 100 butir gabah isi dan kemudian ditimbang;

(6) Jumlah gabah isi. Jumlah gabah isi ditentukan dengan cara memisahkan antara gabah isi dan hampa kemudian dihitung jumlah gabah isi;

(7) Produksi. Produksi padi didapatkan setelah panen dengan cara menghitung bobot gabah isi untuk tiap varietas.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Segregasi fenotipe muncul di lingkungan sawah baru pada tanaman padi varietas IR64 yang merupakan varietas nasional. Segregasi fenotipe terlihat dari parameter tinggi tanaman dan jumlah anakan yang tidak sama pada tanaman padi yang ditanam di lingkungan sawah baru.

2. Keragaman genetik dan heritabilitas yang tinggi terlihat pada semua varietas baik varietas lokal maupun varietas nasional yang ditanam di lingkungan sawah baru.

3. Seleksi langsung ditujukkan oleh parameter produksi, sedangkan seleksi tidak langsung ditujukkan oleh parameter bobot gabah isi, bobot gabah total dan jumlah bulir isi pada varietas padi lokal dan nasional di lingkungan sawah baru.


(4)

41

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan saran sebagai berikut :

Varietas Sarinah, Mutiara dan Gendut dapat digunakan sebagai tetua untuk perakitan padi Inbrida. Hal ini didasarkan pada keragaman genetik dan heritabilitas yang tinggi dari masing-masing varietas padi tersebut.


(5)

PUSTAKA ACUAN

Agus, F., dan Irawan. 2004. Alih Guna dan Aspek Lingkungan Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.Bogor. Anwar, Syafril. 2013. Analisis Ragam Genetik, Heretabilitas dan Hubungan

Antara Beberapa Karakter Pertumbuhan Produksi dengan Indek Toleransi Tanaman Rumput Pakan Terhadap Cekaman Keragaman. Universitas Diponegoro. Semarang.

Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian . 2009. Deskripsi Varietas Padi. Departemen Pertanian. Jawa Barat

Gardner , Pearce dan R, I, Michell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan oleh H. Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Brown, A.H.D. 1995. The core collection at the croasroads in Core Collection of Plant Genetic Resources. IPGRI. A Wiley-Sayce Publication. 134p. .

Daradjat, A.A., Suwarno, B. Abdullah, Tj.Soewito, B.P. Ismail, dan Z.A.

Simanullang. 2001b. Status penelitian pemuliaan padi untuk memenuhi kebutuhan pangan masa depan. Balai Penelitian Tanaman Padi,

Sukamandi.

Fagi, A.M. 1995. Strategies for improving rain-fed lowland rice production systems in Central Java. p.:189-199 In Rainfed Lowland rice.

Agricultural Research for High-Risk Environments. IRRI. Phi-lippines. Falconer, D.S. dan T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics.

4th eds. Longman England.

Fehr, W.R. 1987. Principle of Cultivar Development.Theory and Technique. Vol. I. MacMillan Pub. Co., New York. 536 p.

Hapsari, Ratri dan Adie, Muchlis. 2010. Pendugaan Parameter Genetik dan Hubungan Antarkomponen Hasil Kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 29 No. 1 2010

Heliyanto, B., R.D. Purwati, Marjani, dan U.S. Budi. 1998. Parameter genetik komponen hasil dan hasil serat pada aksesi kenaf potensial. Zuriat Volume 9 No 1. hlm. 6-12.


(6)

43 Helyanto, B., U. Setyo Budi, A. Kartamidjaja, dan D. Sunardi. 2000. Studi

parameter genetik hasil serat dan komponennya pada plasma nutfah rosela. Jurnal Pertanian Tropika. Volume 8 No. 1. hlm. 82-87. Pane, H., P. Bangun dan S.Y. Jatmiko. 1999. Pengendalian gulma pada

pertanamn padi gogorancah dan walikjerami di lahan sawah tadah hujan. p.: 150-159 Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produk-tivitas Padi di Lahan Sawah (S. Parto-hardjono, J. Soejitno dan Hermanto, ed.). Puslibang Tanaman Pangan. Bogor.

Pradnyawathi, Ni Luh Made.2012. Evaluasi Galur Jagung SMB-5 Hasil Seleksi

Massa Varietas Lokal Bali “Berte” Pada Daerah Kering. Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 1, Februari 2012, hlm. 106 - 115

Roy, D. 2000. Plant Breeding: Analysis and Exploitation of Variation. Narosa Publishing House. Calcutta.

Sadjad, S.E., Murniati dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komperatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta.185 hal.

Sudjana.1983.Teknik Analisa Regresi dan Korelasi.Bandung.Tarsito

Suprapto dan N.M. Kairudin. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glycine max Merill) pada ultisol. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Volume 2. hlm. 183-190.

Silitonga, TS., Ida H.S., Aan A.D., Hakim K. 2003. Panduan Sistem

Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi. Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Komisi Nasional Plasma Nutfah Syukur, Sriani Sujiprihati, Rahmi Yunianti, dan Darmawan Asta Kusumah.

2011.Pendugaan Ragam Genetik dan Heritabilitas Karakter Komponen Hasil Beberapa Genotipik Cabai. J. Agrivigor, Volume 10 No 2. hlm. 148-156, Januari-April 2011

Wicaksana, N. 2001. Penampilan fenotipik dan beberapa parameter genetik 16 genotip kentang pada lahan sawah. Zuriat Volume 12, No.1, hlm. 15-20. Wikipedia.2012. Segregasi.

Wikipedia. 2013. Padi Varietas Lokal dan Nasional. Wikipedia. 2013. Seleksi Pada Pemuliaan Tanaman.

Zen, S., H. Bahar. 2001. Variabilitas genetik, karakter tanaman, dan hasil padi sawah dataran tinggi. Stigma Volume.9 No.1. hlm. 25-28.