tumbuh dilapangan dan belum diarahkakn pada satu tujuan tertentu. Oleh karena itu, kadang-kadang ditemui bahwa upaya itu secara fisik berhasil, tetapi tidak
bermanfaat, baik untuk lingkungan maupun untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan. Masyarakat kemudian merusak atau menebang tanaman
tersebut, dan c. Partisipasi masyarakat rendah karena kurang dikembangkan dalam upaya-upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan. Partisipasi
masyarakat tani merupakan masyarakat dasar bagi pengelolaan kegiatan rehabilitasi huran dan lahan oleh dan untuk masyarakat sebagai subyek utama
dalam pengelolaan sumber daya alam. Keberhasilan kegiatan rehabilitasi hutan sangat dipengaruhi oleh besar motivasi dan tingkat partisipasi masyarakat.
Penelitian ini dilakukan untuk membantu menyediakan informasi dan data yang akurat mengenai tingkat peran serta dari masyarakat di dalam kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana karateristik masyarakat Desa Kitamabru, Kecamatan unte, Kabupaten Karo.
2. Bagaimana persepsi masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo terhadap kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
3. Bagaimana peran serta masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo terhadap kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
Universitas Sumatera Utara
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah 1.
Untuk mengetahui karateristik masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo.
2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan. 3.
Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk mencegah kegagalan rehabilitasi hutan
dan lahan, serta sebagai suatu pembanding dari kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang sudah pernah ada sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Masyarakat
Masyarakat secara entimologi berasal dari bahasa Arab dengan akar kata Syaraka yang berarti ikut serta atau berperan serta. Sedangkan dalam bahasa
Inggris di sebut dengan Society yang berasal dari bahasa latin Socius yang berarti kawan. Nugraha dan Nutujo 2005 mendefinisikan masyarakat sebagai suatu
kehidupan umat manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terkait oleh satu rasa identitas
bersama. Menurut Betrand dalam Wisadirana, 2004, masyarakat merupakan hasil
dari suatu periode perubahan budaya dan akumulasi budaya. Jadi masyarakat bukan hanya sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu sistem yang
di bentuk dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Dimana dari hubungan antara mereka
ini terbentuk suatu kumpulan manusia yang kemudian menghasilkan suatu kebudayaan. Jadi masyarakat merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama
dan menghasilkan suatu kebudayaan. Jadi masyarakat merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama dan menghasilkasn kebudayaan, atau disebut juga
sekelompok orang yang mempunyai kebudayaan yang sama atau setidaknya mempunyai sebuah kebudayaan bersama yang dapat dibedakan dari yang dipunyai
oleh kelompok lainnya dan yang tinggal di satu daerah wilayah tertentu, mempunyai perasaan akan adanya persatuan diantara anggota-anggotanya dan
menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan yang berbeda dari lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan baik yang memanfaatkan hasil hutan tersebut secara langsung maupun tidak
langsung. Banyak sekali masyarakat Indonesia meskipun jumlahnya tidak diketahui secara pasti tinggal di dalam atau atau dipinggir hutan yang hidupnya
bergantung kepada hutan. Pada pertengahan tahun 2000, Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa 30 juta penduduk secara langsung mengandalkan hidupnya
pada sektor kehutanan meskipun tingkat ketergantungannya tidak didefinisikan. Sebagian besar masyarakat hutan hidup dengan berbagai strategi ekonomi
tradisional, yakni menggabungkan perladangan dengan berburu, dan mengumpulkan hasil hutan seperti kayu, rotan, madu dan hasil hutan lainnya
Hardjasoemantri, 1985. Ciri-ciri budaya masyarakat meliputi hubungan interpersonal saling
menguntungkan, persepsi terhadap kehidupan kurang baik, bersifat kekeluargaan, kurang bersifat inovatif, berserah kepada nasib, sempitnya pandangan terhadap
dunia dan empati rendah. Pembangunan masyarakat pedesaan di dalam atau sekitar hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
kehutanan, keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh tingkat peran serta masyarakat dalam pelaksanaanya. Pendekatan dalam pembangunan kehutanan
Forest development pada saat ini mulai mempertimbangkan sepenuhnya kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa hutan dengan memperhatikan aspek
sumberdaya manusia agar dapat berpartisipasi aktif Darusman dan Sukarjito, 1998.
Masyarakat sekitar hutan sebenarnya memiliki potensi tinggi apabila diberdayakan, tetapi dalam hal ini masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan
Universitas Sumatera Utara
hutan. Peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan harus mempunyai prioritas utama dalam suatu pengelolaan hutan Arief, 2001.
Keberadaan masyarakat di sekitar hutan secara langsung menimbulkan keinginan dan motivasi untuk pemanfatan hutan tersebut. Timbulnya keinginan
motivasi tersebut dipicu oleh kesadaran masyarakat disamping faktor sosial, ekonomi, budaya, adat istiadat, pendidikan, dan perilaku masyarakat
Kartasapoetra, 1987. Pengelolaan ataupun pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan oleh
masyarakat memang selayaknya diakui ada nilai positif dan negatifnya. Nilai positif yang didapat dari sumber daya alam untuk masyarakat lokal tentu saja
adalah terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari baik dari hasil pertanian, perkebunan atau pun dari hasil hutan. Sedangkan dampak negatifnya bila
pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya alam atau ekosistem seperti punahnya fauna, tanah gundul, tanah longsor, dan juga padang alang-alang Awang, 2000.
Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, sesungguhnya dapat menjadi pilar bagi terciptanya pengelolaan hutan secara lestari. Perilaku mereka
merupakan perilaku yang paling kruisal dalam berinteraksi dengan hutan akan mengarah pada terciptanya pengeksploitasian dan pemanfaatan hutan secara tidak
bertanggung jawab yang berujung pada kerusakakn hutan yang pada akhirnya juga akan berdampak buruk terhadap kehidupan mereka sendiri
Dephutbun, 1999. Berdasarkan pasal 69 dan 70 Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan, disebutkan bahwa masyarakat berkewajiban ikut serta dalam menjaga hutan dari gangguan perusakan, berperan aktif dalam rehabilitasi, turut berperan
Universitas Sumatera Utara
serta dalam pembangunan kehutanan dan pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat yang terkait langsung dengan berbagai upaya dalam rangka
penyelamatan maupun pemanfaatan hutan dan lahan, sehingga lestari dan berkesinambungan.
Dasar hukum penting lainnya bagi peran serta atau partisipasi masyarakat diakomodir dalam intruksi Mentari Kehutanan No. 31Kpts-II2001, tentang
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Community based forest management yang ditekankan untuk mempromosikan peran serta masyarakat lokal dalam
pengelolaan hutan.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan kembali atau mempertahankan kondisi atau meningkatkan produktivitas lahan kawasan hutan
dengan cara menanam pohon-pohon agar dapat berfungsi secara optimal sebagai unsur produksi, pengatur tata air serta perlindungan alam lingkungan. Kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan melalui dua kegiatan yaitu; kegiatan pokok dan kegiatan penanaman konservasi tanah. Sedangkan kegiatan penunjang
antara lain meliputi penyediaan mengenai data dam, waduk, danau atau sungai. Kegiatan pencegahan kerusakan lingkungan mencakup :
1. Sosialisasi kerusakan lingkungan
2. Pemberdayaan masyarakat
3. penegakan hukum
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan kegiatan penanaman dan konservasi tanah mencakup: 1.
Pembibitan 2.
Pembuatan tanaman 3.
Bangunan konservasi tanah Dephutbun, 1998. Menurut UU No. 41 1999, rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk
memulihkan, mempertahankan serta meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan perannya dalam pendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan :
a. Reboisasi
b. Penghijauan
c. Pemeliharaan
d. Pengayaan tanaman
e. Penerapan teknik konservasi tanah secara vegetative dan sipil teknis, pada
lahan kritis dan tidak produktif. Istilah penghijauan dan reboisasi sering disalah tafsirkan. Hal ini mungkin
terjadi karena kedua istilah ini dipakai dalam hubungnya dengan usaha pengkonversian lahan. Akibatnya, penggunaannya sering kali tertukar. Padahal,
pengertian kedua istilah tersebut sebenarnya berbeda. Menurut Soemarwoto 1992, penghijauan adalah suatu usaha yang meliputi
kegiatan-kegiatan penanaman tanaman keras, rerumputan, serta pembuatan teras dan bangunan pencegah erosi lainnya di areal yang tidak termasuk areal hutan
Negara atau areal lain berdasarkan rencana tata guna lahan tidak diperuntukkan sebagai hutan. Pengijauan dilakukan di tanah milik perorangan atau masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Usaha penghijauan ini merupakan tanggung jawab masyarakat sendiri. Namun, dalam pelaksanaannya biasanya terjalin kerjasama dengan pihak pemerintah
melalui Departemen Kehutanan. Sementara reboisasi merupakan suatu usaha yang meliputi penanaman
atau permudaan pohon-pohon serta jenis tanaman lain di areal hutan Negara dan di areal lain di areal lain berdasarkan rencana tata guna lahan diperuntukkan
sebagai hutan. Program reboisasi ini merupakan tanggung jawab pemerintah. Namun, dalam pelaksanaanya tentunya perlu melibatkan masyarakat karena
pemerintah tidak mungkin mampu mengelola sendiri hutan yang jumlahnya jutaan hektar.
Manfaat utama penghijauan dan reboisasi adalah untuk pemulihan kembali daerah kritis yang dapat mengancam kelestarian sumber daya dan keseimbangan
ekologi hutan. Tentunya manfaat ini mempunyai dampak yang berantai sebab akan menjamin ketersediaan sumber daya alam termasuk didalamnya air yang
menjadi kebutuhan penting manusia. Selain itu, kondisi ini akan menghindarkan beberapa bencana seperti banjir, longsor, dan kekeringan Soemarwoto, 1992.
Persepsi Masyarakat terhadap Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulakan informasi dan penafsiran peran. Setiap
orang memiliki pengalaman yang berbeda-beda, maka persepsinya pun berbeda- beda pula terhadap stimulus yang diterimanya, meskipun dengan objek yang sama
Rakhmat, 1992.
Universitas Sumatera Utara
Mikkelsen 2006 mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif yang bisa terjadi pada setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan,
yang dapat diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, maupun penciuman. Persepsi merupakan penafsiran unik terhadap suatu situasi,
bukan merupakan suatu pencarian yang sebenarnya dari situasi tersebut. Definisi ini secara implisit menyebutkan bahwa informasi dan situasi dapat berfungsi
sebagai stimulus bagi terbentuknya suatu persepsi, walaupun informasi tentang lingkungan itu juga berupa situasi tertentu tidak harus berupa rangkaian kalimat
atau isyarat lain. Wibowo 1998 menyatakan bahwa persepsi pada hakekatnya adalah
pandangan, interpretasi, penilaian, harapan dan aspirasi seseorang terhadap obyek. Persepsi terbentuk melalui serangkaian proses yang diawali dengan menerima
rangsangan atau stimulus dari obyek yang diterima oleh indra dan dipahami dengan interpretasi atau penafsiran tentang obyek yang dimaksud. Jadi, persepsi
merupakan respon terhadap rangsangan yang datang dari suatu obyek. Respon ini berkaitan dengan penerimaan atau penolakan oleh individu terhadap obyek yang
dimaksud. Persepsi dipengaruhi oleh faktor-faktor interen yang ada di dalam individu tersebut. Bakat, minat, kemauan, perasaan, fantasi kebutuhan, motivasi,
jenis kelamin, umur, kepribadian, kebiasaan dan lain-lain serta sifat lain yang khas yang di miliki oleh seseorang. Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial
budaya dan sosial ekonomi seperti pendidikan, lingkungan tempat tinggal, suku bangsa dan lainnya.
Salah satu alasan mengapa persepsi demikian penting dalam hal menafsirkan dunia sekeliling kita adalah bahwa kita masing-masing mempersepsi
Universitas Sumatera Utara
tetapi mempersepsi secara berbeda apa yang di maksud dengan sebuah situasi ideal. Persepsi merupakan sebuah proses yang hampir bersifat otomatik, dan ia
bekerja dengan cara yang hampir serupa pada masing-masing individu tetapi sekalipun demikian ia secara tipikal menghasilkan persepsi yang berbeda-beda
Winardi,2001. Pentingnya persepsi itu tidak lain karena persepsi seseorang menyangkut
dalam pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu atau bertindak terhadap apa yang di persepsikan atau biasa juga di sebut dengan stimulus Fauzi, 2002.
Bila seorang individu memandang suatu obyek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, maka penafsiran itu dipengaruhi oleh karateristik pribadi dari
pelaku sebagai individu itu. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka
Robin, 2001. Banyak sekali faktor-faktor pada diri perseptor individu yang melakukan
persepsi yang dapat mempengaruhi verdikalitas persepsinya sendiri atau menimbulkan perbedaan-perbedaan antara persepsinya sendiri dan persepsi orang
lain, misalnya faktor intelegensia, faktor pengalaman, faktor kemampuan menghayati stimuli, faktor ingatan, faktor disposisi kepribadian, faktor
pengharapan dan faktor kecemasan. Berbagai faktor tersebut tumpang tindih, sulit menunjukkan faktor mana yang paling besar pengaruhnya dalam mempercepat
rangsang-rangsang sosial. Selain itu persepsi dipengaruhi oleh minat, selera, kebutuhan, angan-angan dan lain-lain Wibowo, 1988.
Menurut Sumardi et al 1997 kondisi dari persepsi seseorang terhadap hutan, besar pengaruhnya pada wujud hubungan manusia dengan hutan, yang
Universitas Sumatera Utara
dapat dibedakan menjadi seseorang menolak lingkungan, bekerjasama, atau menguras lingkungan, disebabkan seseorang yang tidak sesuai dengan keadaan
yang diinginkan, sehingga orang yang bersangkutan dapt memberikan bentuk tindakan terhadap hutan sesuai dengan apa yang di kehendaki. Sebaliknaya para
petani mempunyai sikap menerima lingkungan, seseorang dapat memanfaatkan hutan dan sekaligus menjaga dan menyelamatkan hutan dari kerusakan, sehingga
hutan memberi manfaat yang terus menerus. Dengan demikian lingkungan hutan yang terjaga kelestariannya dari kerusakan, akan memberikan manfaat kepada
masyarakat di sekitar hutan dan Negara berupa devisa.
Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Menurut Anonim 1987, partisipasi adalah hal turut berperan serta di suatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta. Dengan demikian, maka dapatlah
dikatakan bahwa partisipasi memiliki arti yang sama dengan peran serta. Partisipasi berasal dari kata participation, yang berarti pengambilan
bagian, pengikutsertaan. Partisipasi masyarakat berarti pengambilan bagian oleh masyarakat atau pengikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan. Dalam praktek
sehari-hari, partisiasi masyarakat dipahami atau ditafsirkan sebagai berikut: 1.
Masyarakat bertanggung jawab hanya dalam pelaksanaan kegiatan- kegiatan
2. Anggota masyarakat ikut menghadiri pertemuan-pertemuan perencanaan,
pelaksanaan dan pengkajian suatu kegiatan, namun sebatas sebagai pendengar.
Universitas Sumatera Utara
3. Anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan
tentang cara melaksanakan sebuah kegiatan dan ikut menyediakan bantuan serta bahan-bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan tersebut.
4. Anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam semua tahapan proses
pengambilan keputusan, pengawasan serta monitoringnya. Dengan pendekatan partisipasi, orang-orang kan lebih bersemangat, lebih
iklas dan lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan suatu kegiatan Mu’arif, 2002.
Kondisi kerusakan hutan dan lahan di Indonesia pada saat ini telah menjadi keprihatinan banyak pihak, baik secara nasional maupun internasional.
Fenomena degradasi sumberdaya hutan dan lahan terus meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya. Kerusakan hutan dan lahan tersebut telah mengakibatkan
bencana alam yang besar, bahkan akhir-akhir ini kecenderungannya semakin meningkat, khususnya banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Bencana tersebut
telah menimbulkan kerugian nasional yang besar berupa kerusakan infrastruktur, berbagai asset pemabngunan serta terganggunya tata kehidupan masyarakat.
Penyebab utama terjadinya bencana tersebut adalah kerusakan lingkungan, terutama di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai DAS sebagai daerah tangkapan
air, kondisi diatas menumbuhkan kesadaran dari semua pihak untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan yang rusak guna memperbaiki dan mengembalikan
fungsi dan produktivitas sumber daya alam tersebut. Upaya tersebut juga dimaksudkan untuk menanggulangi bencana alam yang dilaksanakan secara
terpadu, menyeluruh, dan terkoordinasi, dengan melibatkan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, petani, TNI dan POLRI Warta Gerhan, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Partisipasi dapat dibagi atas berbagai macam bentuk. Partisipasi menurut Effendi 2002 terbagi atas partisipasi vertikal dan horizontal. Disebut partisipasi
vertikal karena bisa terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam satu program fihak lain, dalam hubungan dimana
masyarakat berada sebagai posisi bawahan. Sedangkan partisipasi horizontal, dimana masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota masyarakat
berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya baik dalam melakukan usaha bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan fihak lain.
Menurut Hardjasoemantri 1985 peran serta sebagai suatu proses komunikasi dua arah yang terus menerus untuk meningkatkan pengertian
masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang di analisisa oleh badan yang bertanggung jawab. Dan tujuan peran serta
masyarakat adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna bagi warga negara dan masyarakat yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan lingkungan. Pemberdaayaan masyarakat dalam bentuk pelibatan masyarakat lokal
dalam rangka pelestarian hutan merupakan hal yang mendasar dan positif, dimana kesadaran positif masyarakat dibangun dan dikembangkan sehingga masyarakat
dapat melakukan kontrol sepenuhnya terhadap pengelolaan sumber daya hutan. Pada hakekatnya pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses perubahan
perilaku masyarakat sebagai pusat perhatian sekaligus dipandang dan diposisikan sebagai subyek bagi dirinya sendiri dalam proses pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara dan penelitian ini dilakukan pada bulan
September sampai dengan bulan Oktober 2007.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo. Dari Data Monografi Desa
tahun 2005, diketahui bahwa populasi masyarakat di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte adalah 472 KK.
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara Purposive sampling sampel bertujuan yakni pengambilan sampel berdasarkan kesenganjaan.
Pemilihan kelompok subyek berdasarkan atas ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, yaitu masyarakat Desa Kuambaru, Kecamatan Munte,
Kabupaten Karo, berumur 17 tahun keatas, sehat jasmani rohani, dan mampu berkomunikasi dengan baik.
Dalam menentukan ukuran sampel maka digunakan rumus penentuan sampel yang ditulis oleh Hassan 2000 :
n = N 1+Ne
2
Keterangan : n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
Universitas Sumatera Utara
e = persen kelonggaran ketidaktelitian yang masih dapat ditolerir karena kesalahan pengambilan sampel, ditetapkan sebesar 10 .
Rumus diatas digunakan sehingga diperolehlah jumlah masyarakat yang dijadikan sebagai sampel adalah sebanyak 83 KK
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa : a. Data Primer
Data primer diperoleh dengna cara menyebarkan kuisioner dan wawancara langsung terhadap responden. Kuisioner disebarkan dan diisi oleh seluruh
responden. Kuisioner disebarkan dan diisi oleh seluruh responden. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara untuk mendapatkan jawaban langsung
berdasarkan pertanyaan yang terdapat pada kuisioner. Data primer yang diperlukan adalah identitas responden, sosial ekonomi,
persepsi, sikap, dan partisipasi masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo terhadap kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
b. Data Sekunder Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data umum
yang ada pada instansi pemerintah desa yang meliputi kondisi umum lokasi penelitian dan literatur-literatur yang mendukung.
Analisis Data
Penelitian ini merupakan suatu kajian deskriptif. Penelitian ini akan mendeskripsikan persepsi masyarakat, bentuk partisipasi atau peran serta dan
Universitas Sumatera Utara
pandangan masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo terhadap kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Tingkat peran serta masyarakat di dalam penelitian ini dinilai berdasarkan keterlibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan rehablitasi hutan dan lahan,
diantaranya peran serta masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan-kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Kotler dan Roberto dalam
Mikkelsen 2006 menyebutkan bahwa menggunaan ranking dan skoring telah lama dikenal untuk menilai harapan, kepercayaan, kesukaan, sikap, dan pendapat
orang. Penelitian sosialmenggunakan ranking dan skoring untuk mengembangkan strategi megubah prilaku masyarakat. Salah satunya adalah dengan menggunakan
matrik berdasarkan bobot. Tentang besaran angka yang digunakan dalam skoring ini memang dapat
sembanrangan, artinya dapat dengan angka-angka satuan, puluhan, ataupun ratusan. Namun perlu diperhatikan tentang keseimbangan yang harmonis beserta
konsekuensinya, supaya mudah diinterpretasi. Pemberian nilai dilakukan dengan memberi skor pada nilai-nilai absolut yang dimiliki semua komponennya
Subyantoro dan Suwarto, 2006 Tingkat peran serta masyarakat dalam kegiatan rehablitasi hutan dan lahan
dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu ; sangat baik, baik, sedang, rendah dan sangat rendah. Adapun kelima kategori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Untuk tingkat partisipasi sangat baik berada pada interval skor 81-100
b. Untuk tingkat partisipasi baik berada pada interval skor 61-80
c. Untuk tingkat partisipasi sedang berada pada interval skor 41-60
d. Untuk tingkat partisipasi rendah berada pada interval skor 21-40
Universitas Sumatera Utara
e. Untuk tingkat partisipasi sangat rendah berada pada interval skor 0-20
Demikian pula halnya dengan persepsi masyarakat yang dihitung dan di kelompokkan ke dalam lima kategori yaitu; sangat baik, baik, sedang, buruk dan
sangat buruk. Adapun kelima kategori tersebut adalah sebagai berikut : a.
Untuk tingkat persepsi sangat baik berada pada interval skor 81-100 b.
Untuk tingkat persepsi baik berada pada interval skor 61-80 c.
Untuk tingkat persepsi sedang berada pada interval skor 41-60 d.
Untuk tingkat persepsi buruk berada pada interval skor 21-40 e.
Untuk tingkat persepsi sangat buruk berada pada interval skor 0-20
Universitas Sumatera Utara
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Fisik Lingkungan
Letak dan Luas
Penelitian ini dilakukan di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo,
Provinsi Sumatera Utara. Desa Kutambaru berbatasan dengan : Sebelah utara
: Desa Biak Nampe Sebelah selatan
: Hutan Register 3K Sebelah barat
: Desa Sarimunte Sebelah timur
: Desa Gunung Saribu Desa ini berjarak 11 km dari pusat pemerintahan kecamatan Munte,
37,5 km dari ibu kota kabupaten Kabanjahe, dan berjarak 113,5 km dari ibu kota provinsi Medan. Wilayah Desa Kutambaru mempunyai luas 876,5 ha dengan
pola penggunaan lahan seperti yang tampak pada Tabel 1. Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian Desa Kutambaru
No Pola Penggunaan Lahan Luas Lahan Ha Persentase 1
Pemukinan 18
2,05 2
Sawah 201
22,93 3
Perkebunan 589
67,19 4
Hutan Adat 20
2,28 5
Sekolah 2
0,22 6
Lain-lain 46,5
5,30 Jumlah
876,5 100 Secara umum kondisi topografi di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,
Kabupaten Karo adalah bergelombang sampai dengan berbukit.
Universitas Sumatera Utara
Sarana dan Prasarana
Sarana penghubung di Desa Kutambaru mempunyai arti yang sangat penting bagi kelancaran perekonomian masyarakat, yaitu berupa jalan desa yang
sudah dilapisi dengan aspal, sehingga memperlancar pengangkutan hasil pertanian dan perkebunan penduduk desa.
Disamping sarana jaringan jalan untuk memperlancar hubungan transportasi darat, di Desa Kutambaru juga terdapat sarana pendidikan berupa
2 unit Sekolah Dasar SD dan 1 unit Sekolah Menengah Pertama SMP Di desa ini juga terdapat 1 unit puskesmas, 4 kamar mandi umum, Masjid,
Gereja, Kantor Kepala Desa dan 1 buah Aula untuk tempat penduduk melakukan acara pesta, rapat desa yang biasa di sebut dengan Losd atau Jambur.
Gambar 1. Kondisi umum Desa Kutambaru Kecamatan Munte.
Universitas Sumatera Utara
Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Kependudukan
Berdasarkan Daftar Isian Monografi Desa tahun 2005, jumlah penduduk desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo adalah sebanyak 1.609 jiwa,
terdiri dari 769 laki-laki dan 840 perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 472 KK.
Suku yang ada pada masyarakat terdiri dari suku Karo, suku Batak Toba, dan suku Jawa. Dan suku yang paling dominan adalah suku Karo. Sedangkan
agama yang terdapat di desa tersebut adalah agama Kristen Protestan, Katholik, dan Islam. Dan yang mendominasi adalah Agama Kristen Protestan.
Mata Pencaharian
Sebagian besar penduduk di lokasi penelitian bermata pencaharian sebagai petani, dan sebagian kecil lainnya bermata pencaharian di bidang jasa,
perdagangan, PNS dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Tabel 2.
Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk di Dsa Kutambaru
No Mata Pencaharian Jumlah orang Persentase 1
Tani 445
84,76 2
PNS 20
3,80 3
Jasa Keterampilan 23
4,38 4
Pedagang 25
4,76 5
Lain-lain 12
2,28 Jumlah
525 100
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan
Jika dilihat dari segi pendidikan, maka sebagian besar pendidikan masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Mute, Kabupaten Karo adalah lulusan
SMP dan SMA. Ada beberapa keluarga yang melanjutkan pendidikan anaknya sampai ke Perguruan Tinggi. Secara lebih rinci mengenai jumlah penduduk
berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3. di bawah ini.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Mnurut Tingkat Pendidikan di Desa Kutambaru No Tingkat Pendidikan Jumlah orang Persentase
1 Tidak Sekolah 660 41,01
2 Taman Kanak-kanak
0,00 3
SD 251
15,59 4
SMP 423 26,28
5 SMA
233 14,48
6 Akademi D1-D3
29 1,42 7
Sarjana 13
1,18 Jumlah
1609 100
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Penelitian
Karateristik responden penelitian di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaen Karo, Provinsi Sumatera Utara meliputi : umur, Pendidikan, tingkat
Pendapatan, pekerjaan dan Suku. Data karateristik responden penelitian dapat diuraikan sebagai berikut, kisaran umur pada responden berada antara
19-85 tahun, seperti yang tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Kisaran Umur Responden
No Umur Jumlah orang Persentase 1
17-30 19 22,89
2 31-40 19 22,89
3 41-50
34 40,96 4
51-60 6 7,22 5
60 5 6,02
Jumlah 83 100
Dominan umur responden pada Desa Kutambaru kecamatan Munte adalah kelompok umur 41-50 thun 40,96. Dari hasil tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa masyarakat Desa Kutambaru dominan adalah generasi muda masyarakat yang berumur 17-50 tahun, sementara generasi tua masyarakat yang
berumur diatas 50 tahun cenderung lebih sedikit. Sebagian besar dari responden yang diperoleh bersuku Karo yaitu sebesar
98,80 , sementara sisanya adalah suku Jawa 1,20 . Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk Desa Kutambaru adalah bersuku Karo.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat pendidikan tertinggi responden adalah sarjana S1. Secara umum, tamat SMP dan SMA sederajat merupakan tingkat pendidikan responden
terbanyak. Sementara responden yang tidak mendapat pendidikan formal di bangku sekolah tidak sekolah adalah sebanyak 2 orang dengan persentase
2,40. Data mengenai tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 2.
Tabel 5. Pendidikan Responden No Tingkat Pendidikan Jumlah orang Persentase
1 Tidak Sekolah 2 2,40
2 Tamat SD 18 21,68
3 Tamat SMP Sederajat 20 24,09
4 Tamat SMA Sederajat 37 44,57
5 Sarjana S1 6 7,22
Jumlah 83 100
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Kutambaru Kecamatan Munte sudah mengerti tentang arti pendidikan, dapat dilihat bahwa
dominan masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte merupakan tamatan SMAsederajat dan terdapat beberapa masyarakat yang tamatan sarjana.
Masyarakat Desa Kutambaru memiliki interaksi yang positif dengan masyarakat luar sehingga mereka memiliki pengetahuan yang maju tentang pentingnya
pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
2 22
24 45
7 Tidak Sekolah
Tamat SD Tamat SMPsederajat
Tamat SMAsederajat Sarjana
Gambar 2. Persentase Tingkat Pendidikan Responden Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa tingkat pendapatan
masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo adalah mulai dari Rp. 500.000,- sampai Rp. 2.000.000,-. Tingkat pendapatan masyarakat yang
dominan di Desa Kutambaru, adalah diantara Rp.500.000,- sampai Rp. 1.000.000,- 33, seperti yang tampak pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Pendapatan Responden No Pendapatan Jumlah orang Persentase
1 500.000 0
2 500.000-1.000.000 33 39,75
3 1.000.000-1.500.000 21 25,30
4 1.500.000-2.000.000 23 27,71
5 2.000.000 6 7,22
Jumlah 83 100
Universitas Sumatera Utara
Jenis Pekerjaan utama responden penelitian disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 5.
Tabel 7. Jenis Pekerjaan Utama Responden
No Jenis Pekerjaan Jumlah orang Persentase 6
Tani 57 68,77 7
PNS 5 6,02 8
Wiraswasta 15 18,01 9
Tukang 1 1,20 10
Karyawan Swasta 3 3,61 11
Supir 2 2,40
Jumlah 83 100
Pekerjaan utama masyarakat di desa Kutambaru, Kecamatan Munte sangat beragam, ada yang petani, PNS, wiraswasta, tukang, karyawan swasta dan supir.
Namun, dominan masyarakat Desa Kutambaru memiliki pekerjaan sebagai petani. Pada umumnya masyarakat menanam padi pada areal sawah mereka
sementara pada lahan kering perkebunan masyarakat menanami lahan mereka dengan tanaman jeruk, jagung, kopi, coklat, sayur mayur buncis, kacang panjang,
tomat, cabai dan tembakau. Ada juga masyarakat yang menanami lahan kering mereka dengan tanaman padi gogo. Sebagian dari masyarakat memadukan
tanaman jeruk dengan tanaman cabai, tanaman coklat dengan tanaman padi gogo, tanaman coklat dengan buncis dan lain sebagainya.
Banyak dari para petani yang memiliki pekerjaan sampingan khususnya para ibu rumah tangga dan remaja putri sebagai pedagang sayur mayur. Mereka
menjual sayur mayur dari hasil kebun mereka pada sore hari sekitar pukul 16.00- 18.00 WIB sepulang dari kebun atau sawah mereka. Kegiatan ini dilaksanakan di
jambur atau losd desa aula.
Universitas Sumatera Utara
69 6
18 1
4 2 Tani
PNS Wiraswasta
Tukang Karyawan swasta
Supir
Gambar 3. Persentasi Jenis Pekerjaan Utama Responden
Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo.
Masyarakat sekitar hutan merupakan masyarakat yang paling dekat dengan kawasan hutan, sehingga mereka dapat selalu berinteraksi langsung dengan hutan.
Masyarakat ang tinggal di sekitar hutan, biasanya memiliki persepsi tersendiri mengenai keberadaan hutan. Demikian juga dengan masyarakat Desa Kutambaru,
Kecamatan Munte, Kabupaten Karo. Pada dasarnya masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte memiliki
persepsi yang positif terhadap kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 8. Persepsi Masyarakat Terhadap kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
No Pernyataan
Bobot Nilai
Nilai Persentase
1 Kondisi hutan di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte
baik 5
256,14 3,27
2 Hutan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dan
linkungan 10
813,30 10,40
3 Masyarakat memiliki kepentingan terhadap Sumberdaya
Hutan 10
806,63 10,14
4 Masyarakat memiliki hak dalam pengelolaan hutan
20 1.466,32
18,76 5
Dampak negatif terhadap masyarakat akibat dari penurunan kualitas Sumberdaya Hutan
10 803,28
10,70 6
Masyarakat dan pemerintah merupakan pihak yang merugi jika Sumberdaya rusak
15 1200
15,35 7
Pengikutsertaan masyarakat oleh pemerintah dalam pengelolaan hutan
10 809,96
10,36 8
Perlunya dilakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
20 1660
21,23
Jumlah 100
7815,63 100
Rata-rata 94,16
Dari Tabel 8 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan kawasan hutan yang ada di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo
masih dalam keadaan baik namun kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dianggap perlu untuk dilaksanakan baik untuk mencegah maupun untuk memperbaiki
kerusakan hutan yang ada di desa tersebut. Dan hal ini di akui oleh 100 responden. Hal ini membuktikan bahwa, pada umumnya masyarakat sudah
mengetahui dan mengerti tentang arti penting hutan bagi keberlangsungan kehidupan mereka, yakni sebagai penghasil dan pengatur tata air, pengahasil
udara bersih, bahan makanan, humus untuk tanaman, dan lain sebagainya. Sehingga apabila terjadi kerusakan pada kawasan hutan, yang di ikuti oleh
penurunan kualitas sumberdaya alam, maka masyarakat akan menerima dampak- dampak negatif berupa pasokan udara yang tidak bersih, suhu udara yang tinggi,
Universitas Sumatera Utara
berkurang atau hilangnya bahan makanan yang berasal dari hutan seperti daging hewan hasil perburuan satwa liar, rebung dan lain-lain, berkurangnya ranting
kayu untuk bahan bakar, berkurangnya humus untuk tanaman serta kurangnya ketersedian air untuk keperluan sawah dan keperluan sehari-hari mereka.
Terganggunya tata air dan penurunan kwalitas lahan akan berdampak buruk terhadap kondisi pertanian mereka, dan hal ini dapat menjadi fatal karena
pertanian merupakan sumber mata pencaharian utama penduduk Desa Kutambaru, Kecamatan Munte.
Dalam hal ini, masyarakat merasa bahwa bukan hanya mereka yang merasa dirugikan jika kawasan hutan di Desa Kutambaru rusak, karena Deleng
Sibuaten yang ada di Desa Kutambaru merupakan penghasil air yang bukan hanya dinikmati oleh masyarakat di Desa Kutambaru, namun oleh masyarakat
Kabupaten Karo pada umumya. Pemerintah dalam hal ini juga akan menderita kerugian jika terjadi kerusakan hutan baik hutan yang ada di Desa Kutambaru ,
maupun tempat-tempat lain lain yang ada di Indonesia, sehingga masyarakat merasa bahwa mereka harus di ikutsertakan dam kegiatan mengelolaan hutan
untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan dan lahan. Sebagian besar dari responden menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dalam kegiatan
pengelolaan hutan. Masyarakat Desa Kutambaru memiliki persepsi yang kuat dan jelas
mengenai kepentingan hidup masyarakat yang tinggi terhadap lingkungan berupa ketersediaan air, udara bersih, ketersediaan bahan makanan dan lain sebagainnya.
Sehingga mereka menyimpulkan bahwa masyarakat dan lingkungan tidak dapat dipisahkan. Masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo
Universitas Sumatera Utara
sudah memiliki tingkat persepsi yang sudah sangat baik, hal in dibuktikan dari hasil penyebaran kuisioner yang mencapai rata-rata skor 94,16 termasuk dalam
kategori tingkat persepsi yangat sangat baik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Effendi 2002 bahwa persepsi adalah pengalaman tentang
obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh denagn menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan pada stimulasi indrawi sensor stimuli sehingga manusia
memperoleh pengetahuan baru. Pada dasarnya, masyarakat Desa Kutambaru secara umum merasa
memiliki hak dalam kegiatan pengelolaan hutan. Hal ini sesuai dengan UU. No. 41 dalam Bab.X pasal 68,69,70 yang menyebutkan antara lain:
1. Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan
hutan 2.
Masyarakat berhak memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Masyarakat berhak mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan
hasil hutan dan informasi kehutanan 4.
Masyarakat berhak memberi informasi, saran serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan
5. Masyarakat berhak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung. Penurunan kualitas sumberdaya alam pastilah berpengaruh negatif
terhadap kehidupan masyarakat dalam jangka panjang, dan hal ini disadari oleh sebagian besar masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo.
Oleh karena itu, penyelenggaraan pembangunan yang berwawasan lingkungan
Universitas Sumatera Utara
harus dilakukan dengan azas manfaat yang lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan,dan keterpaduan yang dilandasi dengan akhlak mulia
dan tanggung jawab. Dari sebaran kuisioner diketahui bahwa 100 dari responden mengaku
memiliki kepentingan terhadap sumberdaya hutan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Persepsi masyarakat sekitar hutan terhadap pengelolaan hutan ataupun pengelelola hutan selalu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Pooetous 1977 menyatakan bahwa yang di maksud sebagai faktor internal yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat adalah nilai-nilai dalam diri setiap
individu yang diperoleh dari penerimaan panca indra. Faktor-faktor internal ini meliputi umur, jenis kelamin, latar belakang, pendidikan, tempat tinggal, status
ekonomi, waktu luang, fisik, dan intelektualitas. Mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi ini, dalam
Basyuni 2001 menyebutkan bahwa faktor-faktor dalam diri Individu yang menentukan persepsi adalah kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan,
dan kapasitas alat indra. Sedangkan faktor dari luar atau eksternal yang dapat mempengaruhi persepsi meliputi pengruh kelompok, pengalaman masa lalu, dan
latar belakang sosial budaya. Dari hasil penyebaran kuisioner dan wawancara yang dilakukan, diketahui
bahwa pada dasarnya masyarakat Desa Kutambaru Kecamatan Munte memiliki persepsi yang positif terhadap hutan. Mereka sudah mengetahui dan mengerti arti
penting dari hutan bagi kelangsungan hidupan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Adanya pemahaman terhadap pentingnya kawasan hutan membuat masyarakat berusaha menjaga kelestarian, tidak merusak hutan dan tidak
melakukan kegiatan yang dapat merusak kawasan hutan. Masyarakat juga tahu bahwa desa mereka berada sangat dekat dengan kawasan hutan lindung, sehingga
mereka tidak boleh merusak atau mengusik kawasan hutan tersebut. Tetapi beberapa masyarakat masih ada yang memanfaatkan kawasan hutan, ada yang
memanfaatkan ranting-ranting kayu atau pohon yang sudah tumbang untuk dijadikan kayu bakar, serta pengambilan humus untuk tanaman pertanian
khususnya untuk tanaman jeruk. Mereka beranggapan bahwa mereka boleh memanfaatkan hasil hutan selama hal tersebut tidak mengganggu kelestarian dari
hutan. Wibowo 1988 menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan
persepsi seseorang terhadap suatu objek adalah faktor pengalaman. Masyarakat Desa Kutambaru berbatasan langsung dengan kawasan hutan yaitu kawasan hutan
lindung Sibuaten Register 3K dimana pada saat ini sedang dilakukan kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan, oleh karena itu, setiap harinya
mereka akan berinteraksi langsung dengan dengan kawasan hutan yang ada, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan adanya interaksi ini maka
masyarakat memiliki pengalaman tentang kawasan hutan yang ada di daerah mereka sehingga mereka dapat memberikan persepsi mereka terhadap hutan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Menurut masyarakat, manfaat hutan bagi mereka khususnya hutan
lindung Sibuaten adalah penghasil humus, pemasok udara bersih, tempat berburu kijang, babi hutan, dan burung, kayu bakar serta sebagai pengatur tata air.
Pengalaman terhadap fenomena alam yang pernah terjadi, sehingga menjadi suatu pengetahuan bagi masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte
tentang fungsi kawasan hutan ialah fenomena-fenomena alam di kawasan hutan lain, seperti banjir, longsor, banjir bandang, dan fenomena-fenomena lain yang
pernah terjadi. Berkaitan dengan pengalaman terhadap fenomena alam yang membentuk suatu persepsi masyarakat terhadap kawasan hutan yang ada di Desa
Kutambaru, Kecamatan Munte khususnya kawasan hutan lindung Sibuaten. Rakhmat 1992 mengemukakan bahwa persepsi merupakan pengalaman
seseorang tentang suatu obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan mengetahui dampak
dan peristiwa bencana alam yang terjadi di kawasan hutan lain, masyarakat Desa Kutambaru Kecamatan Munte memberikan penilaian atau pandangan bahwa
penyebab terjadinya bencana alam di berbagai daerah di sekitar kawasan hutan adalah kerusakan hutan, sehingga dengan demikian masyarakat menyimpulkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa hutan memiliki fungsi dan manfaat sebagai pelindung dari bencana longsor, banjir, dan bencana alam lainnya.
Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Untuk kelancaran pelaksanaan di lapangan, maka diperlukan perencanaan yng baik dengan melibatkan masyarakat setempat. Adanya kolaborasi yang baik
antara masyarakat dengan pemerintah, akan menghasilkan keputusan-keputusan yang dapat memuaskan semua pihak, sehingga apa yag menjadi tujuan kegiatan
dapat tercapai. Keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan kegiatan Rehabilitasi Hutan
dan Lahan
No Pernyataan
Bobot Nilai
Nilai Persentase
1 Ada musyawarahpertemuan dalam masyarakat untuk merencanakan
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan 15
1.035 26,83
2 Pernah hadir dalam pertemuan tersebut
20 726,12
18,82 3
Intensitas pertemuan yang diselenggarakan oleh masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
10 306,4
7,94 4
Pengajuan usul atau ide tentang perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
20 453
11,74 5
Penerimaan usul yang diajukan 5
86,36 2,23
6 Pemberian sumbangan materi dalam pertemuan kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan 10
116,56 3,02
7 Pemberian penjelasan oleh Dinas Kehutanan bahwa kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan adalah keg. penting 10
440 11,40
8 Kegiatan perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat memberi
manfaat untuk kelancaran di lapangan 10
693,2 17,97
Jumlah 100
3.856,64 100
Rata-rata 46,48
Universitas Sumatera Utara
Setiap pernyataan diberi bobot nilai yang berbeda-beda sesuai dengan perannya di dalam perencanaan. Tingkat kehadiran dari responden dalam kegiatan
musyawarah yang dilakukan untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan diberi bobot nilai tertinggi, yaitu sebesar 20, yang kemudian diikuti oleh
pernyataan yang mengatakan adanya musyawarah yang dilakukan didalam merencanaan kegiatan dengan bobot nilai 15.
Walaupun sebagian besar dari responden mengetahui adanya pertemuan guna merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, namun tingkat
kehadiran mereka masih cukup rendah. Hanya 39 orang dari seluruh responden atau sebesar 46,98 saja yang mengaku pernah menghadiri pertemuan atau
musyawarah dalam merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dengan nilai 1.035 atau 18,82. Artinya, sebagian besar dari mereka yang mengetahui
akan adanya pertemuan tersebut hanya hadir sekali-sekali saja, sementara yang selalu menghadirinya hanya beberapa orang dari seluruh responden.
Sebagian besar dari masyarakat yang menghadiri pertemuan untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan ini pernah memberikan usul
atau ide mengenai perencanaan kegiatan kelompok dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, dan sebagian besar dari usulan tersebut di terima dan di
laksanakan di lapangan. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa secara umum masyarakat Desa
Kutambaru, Kecamatan Munte menyetujui diadakannya kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, namun keinginan masyarakat umtuk ikut
berpartisipasi dalam kegiatan ini masih cenderung rendah. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme masyarakat dalam menghadiri musyawarah untuk merencanakan
Universitas Sumatera Utara
kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Responden yang mengetahui akan adanya kegiatan musyawarah dan selalu hadir hanya berjumlah 6 orang saja
atau sekitar 7,22 dari seluruh reponden. Sementara responden yang mengetahui adanya kegiatan musyawah untuk perencanaan kegiatan Gerakan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan tetapi tidak pernah menghadirinya berjumlah 13 orang atau sekitar 35,66 . Responden yang mengetahui adanya kegiatan musyawarah, dan
hanya hadir sekali-sekali saja kadang-kadang berjumlah 33 orang atau sekitar 39,75 . Sementara responden yang tidak mengetahui akan adanya kegiatan
musyawarah untuk perencanaan kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan sehingga mereka tidak menghadirinya adalah sebesar 37,34 atau 31 orang dari
seluruh respoden. Ketika dilakukan pertemuan atau musyawarah dalam merencanakan
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, 6,62 dari seluruh responden mengaku pernah memberikan sumbangan berupa materi guna mendukung kesuksesan dari
kegiatan tersebut, dengan nilai 116,56 atau 3,02. Artinya, kadang-kadang, sebagian kecil dari responden yang menghadiri pertemuan atau musyawarah
memberi sumbangan materi karena mereka berpendapat bahwa kegiatan perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat memberikan manfaat bagi
kelancaraan pelaksanaan kegiatan dilapangan disamping penjelasan-penjelasan yang telah mereka peroleh dari Dinas Kehutanan mengenai arti penting dari
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
Universitas Sumatera Utara
Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Setelah dilakukan kegiatan perencanaan, maka kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah kegiatan pelaksaaan rehabilitasi hutan dan lahan di lapangan.
Setiap kegiatan yang dilakukan dilapangan seharusnya sesuai dengan apa yang telah di musyawarahkan dalam kegiatan perencanaan. Jika ternyata dalam
pelaksanaan kegiatan ada hal yang telah direncanakan tetapi kurang sesuai dengna kondisi di lapangan, maka dilakukan pelaporan dan akan dibahas di dalam
kegiatan evaluasi. Peran sera masyarakat dalam kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan
dan Lahan
No Pernyataan
Bobot Nilai
Nilai Persentase
1 Hadir dalam setiap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan 15
415 12,84
2 Intensitas pertemuan yang di lakukan dalam kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan 10
269,74 8,34
3 Adanya penjelasan dari Dinas Kehutanan tentang teknik dalam
melakukan berbagai bidang kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan 10
363,26 11,23
4 Pemahaman terhadap teknik yang telah diberikan
10 283,16
8,76 5
Kesesuaian teknik yang diberikan oleh Dinas Kehutanan dengan pelaksanaan di lapangan
10 139,86
4,32 6
Kesesuaian jenis tanaman yang dipilih untuk kegiatan rehabilitsi hutan dan lahan dengan kondisi areal yang akan di rehabilitasi
10 459,82
14,22 7
Cukup tidaknya Jumlah bibit yang digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
10 329,79
10,20 8
Keikutsertaan dalam kegiatan penanaman bibit di lapangan 15
335 10,36
9 Kebersediaan dalam pemeliharaan bibit yang sudah ditanam
10 636,37
19,68
Jumlah 100
3407,35 100
Rata-rata 41,05
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil sebaran kuisioner diketahui bahwa ternyata hanya sedikit dari responden yang pernah hadir dalam kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan
lahan ini. Mereka hanyalah orang-orang yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan. Artinya, hanya sebagian kecil saja dari masyarakat yang berperan dalam
kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan di lapangan, hal ini terlihat dari jumlah responden yang ikut terjun untuk menanam bibit di lapangan yang hanya
sekitar 19,27 saja dari seluruh responden. Dinas Kehutanan telah memberikan penjelasan atau pelatihan mengenai teknik-teknik dalam melakukan berbagai
bidang kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang akan dilakukan dilapangan responden yang menghadiri mengaku dapat memahami dengan baik sehingga
dapat diaplikasikan ke lapangan. Adapun jenis tanaman yang digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan
dan lahan antara lain pinus, nangka, petai, durian dan jengkol. Menurut masyarakat tanaman ini merupakan jenis yang cocok untuk di tanam di areal yang
akan direhabilitasi. Dan jumlah bibit yang disediakan dalam kegiatan tersebut menurut sebagian besar masyarakat sudah mencukupi untuk memulihkan areal
hutan yang rusak. Namun, kebersediaan masyarakat untuk ikut memelihara bibit yang sudah
ditanami secara sukarela juga cenderung rendah. Mereka mau ikut memelihara bibit tersebut jika mereka mendapatkan imbalan yang sesuai. Minimal mereka
mengiginkan upah sebesar upah yang mereka terima jika menjadi buruh tani atau dalam bahasa daerah disebut aron. Bahkan 5 orang dari responden 6,02 ,
menyatakan tidak bersedia untuk ikut serta memelihara bibit yang sudah ditanam karena keterbatasan waktu yang mereka miliki.
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang dikemukakan oleh Harjosoemantri 1985, bahwa peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup mempunyai jangkauan luas.
Peran serta tersebut tidak hanya meliputi peran serta para individu yang terkena berbagai peraturan atau keputusan administratif, akan tetapi meliputi pula peran
serta kelompok atau organisasi dalam masyarakat. Peran serta efektif dapat melampaui kemampuan keungan maupun dari sudut kemampuan pengetahuannya,
sehingga peran serta kelompok masyarakat sangat diperlukan.
Peran Serta Masyarakat di dalam Evaluasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Untuk melihat perkembangan kegiatan, maka perlu dilakukan kegiatan evaluasi. Hal ini dilakukan guna mengontrol pelaksanaan kegiatan dilapnagn. Jika
dalam pelaksanaan ternyata ada tindakan diluar prosedur kerja yang telha di tetapkan, atau ternyata ada kendala di pangan maka pada kegiatan evaluasi inilah
setiap masalah tersebut dibahas dan dicari solusinya. Peran serta masyarakat dalam evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dapat dilihat pada Tabel 11
berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 11. Peran Serta Masyarakat dalam Evaluasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
No Pernyataan
Bobot Nilai Nilai
Persentase
1 Pengurus mengadakan pertemuan guna melaporkan keadaan
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan 15
400 10,75
2 Kehadiran dalam pertemuan yang dilaksanakan
20 539,60
14,51 3
Keikutsertaan dalam melaporkan hasil kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
10 206,55
5,55 4
Pemberian saran atau ide tentang bagaimana caranya agar kendala yang dihadapi pada kegiatan dapat diatasi
20 473,12
12,72 5
Kebersediaan untuk berperan serta menyampaikan kepada warga desa tentang manfaat kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan 10
703,25 18,91
6 Hasil pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan
berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup masy. 5
339,5 9,13
7 Manfaat yang diperoleh berupa perhatian dari pemerintah
karena adanya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahsn 10
650 17,48
8 Pemulihan areal yang rusak dengan luasan areal yang
direhabilitasi 10
406,42 10,87
Jumlah 100
3.718,44 100
Rata-rata 44,80
Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa setelah melakukan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, maka pengurus akan mengadakan
pertemuan untuk melaporkan keadaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan teryata hanya sedikit dari responden yang menghadirinya. Sementara responden
yang ikut serta melaporkan hasil kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan hanya ½ dari responden yang mengetahui akan adanya pertemuan yang dilakukan untuk
mengevaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut. Jika ternyata dalam pelaporan tersebut ditemukan kendala-kendala, maka responden yang hadir dalam
kegiatan tersebut bersedia untuk memberikan saran atau ide tentang bagaimana caranya agar kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi.
Luas areal yang direhabilitasi di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo adalah seluas 100 Ha. Dan sebagian besar dari responden
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa luasan areal ini sudah cukup untuk memulihkan luasan areal yang rusak di desa tersebut.
Masyarakat memiliki harapan bahwa nantinya hasil pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka, karena
tanaman yang di tanam pada kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ini merupakan tanaman komersil sehingga diharapkan dapat memberikan keuntungan
bagi mereka secara ekonomi. Namun, tidaklah semua responden memiliki pandangan yang positif terhadap kegiatan ini, ada sebagian dari masyarakat yang
merasa bahwa berhasil tidaknya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan ini tidak akan mempengaruhi kondisi kehidupan mereka. Hanya orang-orang tertentu saja
yang akan menikmati hasil dari tanaman yang ditanam untuk merehabilitasi hutan. Sementara sebagian kecil responden lainnya mengaku tidak tahu apakah kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan ini memiliki pengaruh atau tidak terhadap kualitas kehidupan mereka.
Sebanyak 67 orang dari responden menyatakan bahwa dengan adanya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan ini, maka Desa Kutambaru tentu saja akan
mendapatkn perhatian dari pemerintah. Salah satu bentuk perhatian ini adalah berupa perbaikan akses jalan desa untuk memperlancar transportasi menuju lokasi
kegiatan. Tingkat peran serta atau partisipasi masyarakat di dalam penelitian ini
dapat dinilai berdasarkan keterlibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, baik dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Untuk jawaban-jawaban yang sesuai dengan harapan tingkat partisipasi sangat baik berada pada interval 81-100, untuk tingkat partisipasi baik berada
Universitas Sumatera Utara
pada interval skor 61-80, untuk tingkat partisipasi sedang berada pada interval skor 41-60, sementara tingkat partisipasi buruk berada pada interval skor 21-40
dan tingkat partisipasi sangat buruk berada pada interval skor 0-20.
Tabel 12. Tabel tingkat peran serta berdasarkan kategori dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
No Kegiatan
Skor
Rata-rata Kategori
1 Perencanaan
3.319,18 46,48
Sedang 2
Pelaksanaan 3.407,35
41,05 Sedang
3 Evaluasi
3.675,21 44,80
Sedang
Setelah dilakukan penelitian, maka diketahui bahwa peran serta masyarakat di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo dalam
perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan termasuk dalam kategori tingkat peran serta atau tingkat partisipasi sedang, karena memiliki skor rata-rata nilai
46,48. Untuk pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, masyarakat Desa
Kutambaru, Kecamatan Munte juga termasuk dalam kategori masyarakat dengan tingkat partisipasi sedang, dengan rata-rata nilai 41,05. demikian pula halnya
dengan evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, yakni memiliki rata-rata nilai 44,80 termasuk dalam tingkat partisipasi sedang.
Walaupun secara umum, tingkat partisipasi masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte masih dalam karegori partisipasi sedang, namun ada beberapa
warga responden yang benar-benar berperan aktif baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun dalam evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu responden yang aktif dalam kegiatan perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan ini adalah Bapak Bismaret Ginting. Ia selalu hadir dalam setiap
pertemuan yang dilakukan untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Dia juga selalu aktif dalan setiap pertemuan yang dilakukan, yakni dengan
mengajukan ide atau usul tentang perencanaan kegiatan kelompok rehabilitasi hutan dan lahan, karena ia berpendapat bahwa kegiatan perencanaan rehabilitasi
hutan dan lahan dapat memberikan manfaat untuk kelancaran pelaksanaan di lapangan.
Demikian pula halnya dalam kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan di lapangan. Salah satu responden yang aktif pada pelaksanaan kegiatan di
lapangan selain Bapak Bismaret Ginting adalah Bapak Ruji Sembiring. Bapak Ruji Sembiring selalu hadir pada setiap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan
dan lahan, dan ikut dalam kegiatan penanaman bibit di lapangan degan menggunakan teknik-teknik rehabilitasi sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang
telah diberikan oleh Dinas Kehutanan. Bapak Ruji Sembiring juga menyatakan bersedia dengan sukarela untuk ikut serta memelihara bibit yang sudah di tanami
tersebut. Sementara salah satu contoh responden yang berperan aktif dalam evaluasi
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan adalah Bapak Pen Ginting. Bapak Pen Ginting selalu hadir ketika pengurus mengadakan pertemuan dengan semua
anggota kelompok guna melaporkan keadaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, dan sekali-sekali Bapak Pen Ginting juga ikut melaporkan hasil kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan yang telah dilakukan. Ia juga aktif memberikan ide atau saran tentang bagaimana caranya agar kendala-kendala yang di hadapi
Universitas Sumatera Utara
selama pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dapat diatasi. Bapak Pen Ginting berpendapat bahwa hasil pelaksanaan dari kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan ini, nantinya akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Peran serta masyarakat akan dapat menumbuhkan perbendeharaan pengetahuan mengenai sesuatu aspek tertentu yang diperoleh dari pengetahuan
khusus masyarakat itu sendiri maupun dari para ahli yang dimintai pendapat oleh masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan memegang peran yang sangat penting,
karena masyarakat sebagai subjek yang paling dekat dengan lokasi kegiatan pastilah lebih mengetahui keadaan lokasi, sehingga diharapkan dengan adanya
peran serta masyarakat tersebut akan dapat memberikan masukan-masukan kepada pemerintah tentang masalah yang mungkin dapat ditimbulkan oleh
tindakan yang akan dilakukan dengan berbagsai konsekuensinya. Dengan demikian pemetintah akan dapat mengetahui adanya berbagai kepentingan yang
dapat terkena tindakan tersebut yang perlu diperhatikan. Pengetahuan tambahan dan pemahaman akan masalah-masalah yang
mungkin timbul, yang diperoleh sebagai masukan. Peran serta masyarakat diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas tindakan-tindakan yang akan
diambil dalam pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Tidak banyak dari masyarakat yang terlibat di dalam kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Kurangnya pelibatan masyarakat di dalam kegiatan ini menyebabkan munculnya
Universitas Sumatera Utara
sikap pesimis dari masyarakat karena mereka menganggap bahwa kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan ini hanya untuk kalangan para perangkat desa atau
orang-orang tertentu yang ditunjuk oleh aparat pemerintahan desa. Hal ini akhirnya dapat memicu timbulnya ketidakpedulian masyarakat terhadap kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan itu sendiri. Seorang warga masyarakat yang telah memperoleh kesempatan untuk
berperan serta dalam proses pengambilan keputusan akan cenderung untuk memperlihatkan kesediaan yang lebih besar guna menerima dan menyesuaikan
diri dengan keputusan tersebut. Pada pihak lain, dan ini adalah lebih penting, peran serta masyarakat
dalam proses pengambilan keputusanakan dapat mengurangi kemungkinan timbulnya pertentangan, asal peran serta tersebut dilaksanakan pada saat yang
tepat. Menurut Harjosoemantri 1985, suatu keputusan tidak pernah akan
memuaskan semua warga masyarakat, namun kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan pemerintah akan dapat ditingkatkan.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan