2 menjaga kelestarian sumberdaya perairan dengan memperhitungkan daya dukung
perairannya serta menggunakan jenis-jenis ikan yang dapat memanfaatkan tingkat trofik trophic level dari rantai makan yang terdapat dalam ekosistem perairan
tersebut. Penebaran ikan bandeng bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan
ketersediaan pakan alami yang melimpah. Ketersediaan dan kemudahan dalam pengadaan benih ikan bandeng dalam jumlah yang besar dan nilainya yang
ekonomis serta kemampuannya untuk beradaptasi di perairan tawar menjadi faktor pilihan utama dalam penebaran ikan tersebut DKP-ACIAR 2007; Kartamihardja
2009.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang terjadi di Waduk Djuanda sehubungan dengan kondisi perairan yang mengalami proses penyuburan adalah adanya kelimpahan
plankton yang tinggi dan belum termanfaatkan oleh komunitas ikan yang ada. Hal ini disebabkan karena tingkat pemanfaatan plankton berdasarkan aliran
energi melalui mekanisme rantai makanan tidak berlangsung secara efisien. Komunitas ikan yang ada belum sepenuhnya memanfaatkan sumberdaya pakan
yang berasal dari plankton. Hal tersebut jelas terlihat dari estimasi potensi produksi ikan berdasarkan produktivitas primer yang tinggi, sedangkan
produksi hasil tangkapan ikan aktual yang ada masih lebih rendah. Untuk meningkatkan pemanfaatan plankton yang tersedia diperlukan introduksi atau
penebaran ikan pemakan plankton. Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan planktivora dengan pakan
utamanya adalah fitoplankton. Penebaran ikan bandeng di Waduk Djuanda merupakan salah satu upaya dalam memanfaatkan kelimpahan plankton
tersebut. Untuk mengetahui keberhasilan atau efektivitas penebaran ikan tersebut perlu dilakukan kajian terhadap pemanfaatan plankton yang terjadi
melalui kebiasaan makanan. Untuk lebih jelasnya alur pendekatan masalah tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
3 Gambar 1. Diagram kerangka pendekatan masalah
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keberhasilan penebaran ikan bandeng dalam pemanfaatan plankton di perairan Waduk
Djuanda. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam merumuskan bentuk pengelolaan dan pemanfaatan Waduk Djuanda dan perairan umum lainnya yang
subureutrof sehubungan dengan pemanfaatan plankton yang melimpah melalui penebaran ikan pemakan plankton.
4
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Perairan Waduk Djuanda
Waduk Djuanda merupakan salah satu waduk di Jawa Barat yang dibangun di bagian tengah Sungai Citarum dengan sumber airnya berasal dari
Waduk Cirata. Waduk Djuanda memiliki luas 8.300 Ha dengan ketinggian sekitar 110 mdpl di atas permukaan laut. Kedalaman rata-rata waduk ini adalah 35,59
m dengan kedalaman maksimum 97 m. Fluktuasi tinggi muka air antara 92,9- 106,8 mdpl atau sekitar 13,9 mtahun. Volume air yang masuk ke waduk berkisar
antara 83,76-221,87 m
3
detik, sedangkan air yang keluar dari waduk berkisar antara 112,97-197,84 m
3
detik. Pada bagian hulu Waduk Djuanda terdapat Waduk Cirata 6.200 Ha dan Waduk Saguling 5.340 Ha, sehingga tiga waduk
ini membentuk waduk berjenjangcascade PJT II 2002 dalam Kartamihardja 2007
Sumber air Waduk Djuanda berasal dari Sungai Citarum dan Cilalawi. Berdasarkan sumber air yang masuk Krismono 1989 mengemukakan pembagian
Waduk Djuanda yaitu: 1 wilayah pemasukan sungai Citarum, 2 wilayah pemasukan sungai Cilalawi, serta 3 wilayah tengah merupakan wilayah yang
terletak jauh dari sumber pemasukan air sungai sehingga wilayah tersebut relatif lebih stabil. Menurut Straskraba dan Tundisi 1999 secara umum ekosistem
waduk dapat dibagi menjadi tiga zona yaitu zona mengalir riverine, zona transisi, dan zona perairan tenang lacustrine.
Waduk Djuanda berfungsi serbaguna yaitu sebagai pembangkit tenaga listrik PLTA, pengendali banjir, irigasi, sumber air minum, pariwisata dan
perikanan. Pada kegiatan perikanan, usaha yang paling mendominasi adalah kegiatan budidaya ikan di keramba jaring apung KJA. Dalam perkembangannya
kegiatan budidaya di KJA terus meningkat. Pada tahun 2000 tercatat jumlah KJA sebanyak 2.537 unit Husen 2000 dan menurut data terakhir tahun 2006 jumlah
KJA telah mencapai 4.577 unit DKP-ACIAR 2007. Pemanfatan perairan Waduk Djuanda untuk budidaya ikan di KJA, telah
memberikan dampak terhadap perubahan kualitas perairan waduk. Sisa pakan ikan merupakan beban limbah organik yang diterima perairan waduk dengan
6 jumlah yang cukup besar. Nastiti et al. 2001 mengestimasi besarnya beban N
dan P yang berasal dari kegiatan KJA di Waduk Djuanda yaitu sebesar 36.531,3 tontahun dan 33.968,4 tontahun. Masukan bahan organik yang besar tersebut
telah menyebabkan perairan waduk mengalami proses eutrofikasi. Status trofik Waduk Djuanda tergolong eutrofik-hipertrofik Nastiti et al.
2001; Kartamihardja Krismono 2003. Akibat penambahan nutrien yang melimpah telah menyebabkan kelimpahan fitoplankton meningkat. Kelimpahan
fitoplankton di Waduk Djuanda sangat tinggi yaitu 91.000-2,9 x 10
6
selL dengan biomassa sebesar 800-1600 mgm
2
. Komposisi kelimpahan fitoplankton terdiri dari kelas Chlorophyceae, Cyanophyceae, Bacillariphyceae, dan Dinophyceae,
dengan kelimpahan yang tertinggi adalah
dari kelas Cyanophyceae
Kartamihardja Krismono 2003; Umar et al. 2004. Komunitas ikan di Waduk Djuanda terdiri dari ikan-ikan yang berasal dari
perairan setempat dan ikan-ikan introduksi yang sengaja ditebarkan ke perairan waduk atau yang secara tidak sengaja masuk ke dalam perairan waduk. Ikan-ikan
asli yang ada merupakan ikan-ikan asli dari Sungai Citarum dan Sungai Cilalawi serta sungai-sungai lain yang aliran airnya terhubung dengan perairan waduk.
Sarnita 1982 melaporkan terdapat 23 jenis ikan asli dari Sungai Citarum yang terdapat di perairan Waduk Djuanda. Dalam perkembangannya jenis-jenis ikan
asli tersebut mulai berkurang jumlah dan jenisnya. Menurut Krismono 2000 pada tahun 1987 dilaporkan hanya 14 jenis ikan asli yang masih terdapat di
Waduk Djuanda. Komposisi jenis ikan di Waduk Djuanda saat ini didominasi oleh ikan-ikan
introduksi, baik yang memang sengaja di tebar atau masuk melalui benih ikan budidaya yang selanjutnya lepas dan berkembang di perairan waduk. Hasil
penelitian Kartamihardja 2007; Nurnaningsih 2004 menunjukkan ikan oskar Amphilophus ctrinellus, bandeng Chanos chanos, kongo Parachromis
managuensis, dan nila Oreochromis niloticus merupakan ikan-ikan yang saat ini banyak dijumpai di perairan waduk.
Pemanfaatan plankton oleh komunitas ikan yang ada di perairan waduk sebagai sumber pakan masih dapat ditingkatkan. Hasil penelitian Kartamihardja
2007 memperlihatkan bahwa potensi produksi ikan 1.646 tontahun masih