termasuk klasifikasi jenis tanah peka terhadap erosi, sehingga nilai faktor koreksi kepekaan erosi tanah di kawasan TWABK adalah 0.60 Lampiran 2.
c. Faktor koreksi potensi lanskap
Menurut  Fandeli  dan  Muhammad  2009,  faktor  lanskap  penting  untuk menjadi  salah  satu  faktor  koreksi  penentuan  daya  dukung  kawasan,  disebabkan
berkaitan dengan ruang fisik yang tersedia dalam penentuan daya dukung. Dalam pengembangan  suatu  kawasan  wisata  alam  yang  melebihi  daya  dukung  akan
menyebabkan terganggunya unsur-unsur lanskap pada kawasan tersebut.
Indeks  potensi    lanskap  TWABK  menurut  Bureau  of  Land  Management dalam  Fandelli  dan  Muhammad  2009,  seperti  pada  Lampiran  2  yaitu  sebesar
0.70. Kawasan TWABK memiliki bentang lahan bukit dengan ketinggian ± 900
mdpl  berupa  singkapan  batuan  raksasa  dengan  dinding  yang  terjal.  Tipe vegetasinya  berbeda  sesuai  dengan  ketinggian  tempat,  pemandangan  di  sekitar
obyek dan jalur pendakian menyuguhkan pengalaman yang berkesan dan menarik. Akan  tetapi  pembangunan  beberapa  fasilitas  wisata  seperti  wahana  airkolam
renang  untuk  menambah  variasi  wisata  tanpa  kajian  mendalam  kesesuaiannya dengan  fungsi  kawasan    dikhawatirkan  akan  menimbulkan  masalah  terutama
dalam hal penggunaan sumberdaya air di dalam kawasan TWABK.
d. Faktor koreksi iklim
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, kawasan TWABK termasuk ke dalam tipe iklim A sangat basah dengan nilai Q sebesar 2.3 , curah hujan rata-rata per
tahun adalah 3569.6 mm dengan rerata harian 225.3 mm dan temperatur rata-rata 20ºC hingga 30ºC. Curah hujan terjadi tidak merata setiap bulannya namun tidak
ditemukan  bulan-bulan  kering  secara  nyata  BKSDA  2007.  Kabupaten  Sintang dikenal  sebagai  daerah  penghujan  dengan  intensitas  yang  tinggi.    Hal  tersebut
dikarenakan  Kabupaten  Sintang  sebagian  besar  wilayahnya  merupakan  daerah perbukitan  yaitu   sebesar 53.50 . Menurut Stasiun Meteorologi  Susilo Sintang,
intensitas  curah  hujan  yang  cukup  tinggi  ini,  terutama  dipengaruhi  oleh  keadaan daerah  yang  berhutan  tropis  dan  disertai  dengan  kelembaban  udara  yang  cukup
tinggi.
e. Faktor koreksi gangguan satwa liar burung walet Collocalia fuciphagus
Salah satu potensi wisata alam di TWABK adalah adanya 3 buah goa, yaitu Goa Kelelawar di ketinggian ± 197 m dpl, Goa Punjung di ketinggian ± 850 mdpl
di bagian puncak bukit dan Goa Besar di ketinggian  ± 100 mdpl. Dua diantaranya yaitu  Goa  Punjung  dan  Goa  Besar  dihuni  oleh  satwa  liar  Burung  Walet
Collocalia  fuciphagus.  Penduduk  setempat  sudah  sejak  lama  memanfaatkan Burung  Walet  yang  menghuni  goa  untuk  dipanen  dan  diambil  sarangnya  hingga
saat  ini.  Pemanenan  sarang  walet  oleh  penduduk  setempat  dilakukan  secara bergiliran  dan  memakai  sistem  kelompok.  Sesuai  kesepakatan  diantara  mereka
pengelolaan  sarang  walet  dengan  kaidah  konservasi  yaitu  pemanenan  dilakukan setiap  4  bulan  sekali  dan  4  bulan  kemudian  tidak  dilakukan  pemanenan.  Jadi
dalam 2 tahun hanya dilakukan 3 kali pemanenan, dengan siklus bulan 1
– 4 tahun ke-1 panen; bulan 5 - 8 tidak panen; bulan 9
– 12 panen; bulan 1 – 4 tahun ke-2 tidak panen; bulan 5
– 8 panen; bulan 9 – 12 tidak panen; begitu seterusnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kelestarian burung walet  yang terdapat di dalam
goa.    Dalam  penelitian  ini  siklus  pemanfaatan  sarang  walet  oleh  masyarakat