Kajian Pengembangan Ekowisata Di Kawasan Taman Wisata Alam Sibolangit

(1)

KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA

DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM

SIBOLANGIT

TESIS

Oleh

IRNA KARINA JOSEPHINE KABAN

087004002/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 0

S

E K O L

A H

P A

S C

A S A R JA

N A


(2)

KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA

DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM

SIBOLANGIT

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRNA KARINA JOSEPHINE KABAN

087004002/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 0


(3)

Judul Tesis : KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA

DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM

SIBOLANGIT

Nama Mahasiswa : Irna Karina Josephine Kaban Nomor Pokok : 087004002

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc) Ketua

(Dr. Budi Utomo, SP, MP) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 11 November 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si

2. Dr. Budi Utomo, SP, MP

3. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS 4. Dr. Hamdani Harahap, MS


(5)

KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SIBOLANGIT

Irna Karina Josephine Kaban, Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc dan Prof. Dr. Badaruddin, M.Si

ABSTRAK

Taman Wisata Alam Sibolangit merupakan kawasan cagar alam di Kabupaten Deli Serdang. Meskipun kaya potensi wisata alam, namun kondisi eksisting belum dikembangkan secara optimal. Penerapan ekowisata dalam pengolahan Taman Wisata Alam Sibolangit diharapkan memberi konstribusi bagi masyarakat sekitar, lingkungan, dan Instansi terkait dalam hal ini Balai KSDA Sibolangit. Penelitian dilakukan melalui penyebaran kuisioner ke wisatawan TWA Sibolangit dan ahli

terkait, serta observasi lapangan dan wawancara. Tujuan penelitian adalah: 1) mengkaji sejauhmana perkembangan TWA Sibolangit sebagai tujuan pariwisata

dilihat dari beberapa potensi yang ada. 2) untuk mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang ada yang dapat dijadikan strategi di dalam pengembangan ekowisata. Termasuk potensi alam yang bervariasi, ekosistem dan flora, fauna. Menurut wisatawan item-item yang harus dijadikan prioritas utama dalam pengembangan ekowisata di TWA Sibolangit adalah fasilitas pelayanan pariwisata, kebersihan dan

pelestarian alam. Berdasarkan analisis SWOT IFAS – EFAS, kekuatan internal di kawasan TWA Sibolangit sangat rendah yaitu 2,44 di bawah skor ambang batas

posisi lemah dan kuatnya suatu kawasan yaitu 2,50. Diperlukan strategi serta sistem secara berkelanjutan terutama di Dinas Balai KSDA Sibolangit bekerjasama dengan pihak-pihak yang lain.

Kata Kunci: Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit, Ekowisata, Pengembangan, Faktor Internal, Faktor Eksternal.


(6)

A STUDY OF ECOTOURISM IN SIBOLANGIT NATURAL TOURISM PARK

Irna Karina Josephine Kaban, Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc and Prof. Dr. Badaruddin, M.Si

ABSTRACT

Sibolangit Natural Tourism Park is reserve located in Deli Serdang District. Despite ist natural tourism potentials, its existing condition has not yet been optimally developed. The application of ecotourism principles in managing this Sibolangit Natural Tourism Park is expected to be able providing its contribution to the local community, environment, and the related agency such as Balai KSDA Sibolangit. The data for this study were obtained through field observation, distributing questionnaires to the tourist visiting Sibolangit Natural Tourism Park and interviewing the experts related to ecotourism. The purpose of this study was study to 1) based on the existing potentials, to what extent the development of Sibolangit Naturals Tourism Park has been developed as a tourist destination and 2) to find out the existing internal and external potentials including various naturals potentials such as ecosystem, flora and fauna that can be used as a strategy in ecotourism development. The result of inteviews with tourist show that the items which can be the main priority in developing ecotourism in Sibolangit Naturals Tourism Park are Tourist Service. Sanitation, and natural Conservation. The result of SWOT (IFAS-EFAS) analysis showed that the internal strenght of Sibolangit Natural Tourism Park was 2.44 and is was under the threshold of weak position. The strong position of an area is 2.50. So, sustainable strategy and system is needed especially for the Balai KSDA Sibolangit which cooperates wiht the other related parties.

Keywords: Sibolangit Natural Tourism Park, Ecotourism, Development, Internal Factor, External Factor.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan dengan tema:

Kajian Pengembangan Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam Sibolangit.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir penyelesaian pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Selama pelaksanaan ini penulis telah mendapat bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Oleh sebab itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc Selaku Ketua Komisi Pembimbing dan juga kepada Prof. Dr. Badaruddin, M.Si dan Dr. Budi Utomo, SP, MP selaku Anggota Pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian dan bimbingan serta semangat secara terus menerus sejak mulai penelitian hingga sampai penyelesaian penulisan tesis ini.

2. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.Si Selaku Dosen Penguji yang telah memberikan koreksi, masukan, saran perbaikan dan semangat dalam menyelesaikan studi.

3. Kepada BKSDA Provinsi Sumatera Utara atas informasi dan bimbingan serta diskusi selama penulis melakukan penelitian.

4. Ayahanda Drs. Firman Kaban dan Ibunda Anna Maria, SE yang selalu memberikan dorongan dan semangat serta bimbingan, bahkan support baik material maupun spiritual ketika penulis melakukan penelitian di TWA Sibolangit dan serta doa setiap hari yang beliau panjatkan agar penulis agar dapat menyelesaikan pendidikan dan penelitian serta penulisan tesis ini.


(8)

5. Adik-adikku tersayang Dirck Agung Cristian Kaban, Amd dan Endamia Carolina Kaban SE, Ak yang selalu memberikan semangat dan dorongan kepada penulis serta tempat penulis berbagi cerita.

6. Teman-teman Couchsurfing Community yang telah memberikan banyak

semangat dan kegembiraan ketika penulis membutuhkan semangat di dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.

7. Teman-teman PSL Khususnya Ibu Ir. Henny JM Nainggolan, M.Si, Kak Rismawati, ST, M.Si, Ebynthalina Sembiring, Melta Tarigan, Sri Mena, M. Yasri, M. Irsan, yang telah banyak membantu dan berdiskusi selama menuntut ilmu dan penyelesaian tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas semua kebaikan Ibu dan Bapak dengan berlipat ganda. Akhir kata penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun demikian penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang memerlukannya.

Medan, November 2010

Irna Karina Josephine Kaban NIM. 087004002


(9)

RIWAYAT HIDUP

DATA PERSONAL

Nama : Irna Karina Josephine Kaban

Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 3 Juni 1982

Pekerjaan : Karyawan

Agama : Kristen Protestan

Nama Orang Tua

Ayah : Felix Firman Kaban

Ibu : Anna Maria Haurissa

PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Santa Markus Medan Tahun 1994

2. SMP Negeri 17 Medan Tahun 1997

3. SMA Immanuel Medan Tahun 2000

4. D3 Manajemen Universitas Kristen Indonesia, Jakarta Tahun 2003


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pariwisata ... 6

2.2. Ekowisata ... 10

2.2.1. Prinsip-prinsip Ekowisata ... 10

2.2.2. Perkembangan Ekowisata di Sumatera ... 12

2.3. Taman Wisata Alam ... 13

2.4. Aspek Sosial Budaya ... 15

2.5. Kondisi Umum Kawasan ... 16

2.5.1. Sejarah kawasan ... 16


(11)

2.5.3. Keadaan Biologi dan Ekosistem ... 17

2.5.4. Keadaan Umum Masyarakat Sekitar Kawasan ... 19

BAB III BAHAN DAN METODE ... 22

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.2. Bahan dan Alat Penelitian. ... 22

3.3. Teknik Pengambilan Sampel... 23

3.4. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 24

3.4.1. Data Primer ... 24

3.4.2. Data Sekunder ... 25

3.5. Analisis Data Penelitian ... 25

3.5.1. Jenis Data ... 25

3.5.2. Pengumpulan Data ... 26

3.5.3. Analisis Faktor Internal dan Eksternal ... 27

3.5.4. Analisis SWOT ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1. Karakteristik Responden ... 31

4.1.1. Komposisi Responden Berdasarkan Daerah Asal 33 4.1.2. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 34

4.1.3. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 34

4.1.4. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 35

4.1.5. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 35

4.1.6 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kendaraan yang Digunakan ke TWA Sibolangit 35 4.1.7. Komposisi Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 36


(12)

4.1.8. Komposisi Responden Berdasarkan Alasan

Kedatangan ... 36

4.1.9. Komposisi Responden Berdasarkan Sumber Informasi ... 37

4.2. Indikator Responden terhadap Fasilitas Pariwisata dan Daya Tarik Alam dan Budaya ... 38

4.3. Potensi Daya Tarik ... 41

4.3.1. Potensi Daya Tarik Alam ... 41

4.3.2. Potensi Daya Tarik Budaya ... 42

4.3.3. Potensi Daya Tarik Buatan dan Fasilitas Pelayanan Pariwisata ... 43

4.4. Analisis Faktor Internal dan Eksternal ... 45

4.4.1. Faktor-faktor Internal ... 45

4.4.2. Faktor Eksternal ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

5.1. Kesimpulan ... 55

5.2. Saran ... 55


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Data Kunjungan Taman Wisata Alam Sibolangit ... 23

3.2. Matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary) ... 28

3.3. Matriks EFAS (External Factor Analysis Summary) ... 28

3.4. Kriteria Penilaian Hasil Analisis ... 29

4.1. Berdasarkan Hasil Rekapitulasi Kuisioner Berdasarkan Daerah Asal, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pendapatan, Jenis Pekerjaan, Jenis Kendaraan, Tingkat Pendapatan, Status Pernikahan, Alasan Kedatangan dan Sumber Informasi... 32

4.2. Indikator Responden terhadap Fasilitas Pariwisata dan Daya Tarik Alam dan Budaya ... 40

4.3. Faktor-faktor Internal (Faktor yang Berasal dari dalam Kawasan TWA Sibolangit) ... 49

4.4. Faktor-faktor Eksternal (Faktor yang Berasal dari Luar Kawasan TWA Sibolangit) ... 53


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Pendidikan Masyarakat Desa Sibolangit ... 20 4.1. Transportasi Umum ke TWA Sibolangit ... 37


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Surat Izin Masuk ke Lokasi TWA Sibolangit ... 60

2. Fasilitas Fisik di Kawasan Taman Wisata Alam Sibolangit ... 62

3. Kuisioner Penelitian ... 63

4. Rekapitulasi Data Responden Berbagai Aspek... 64

5. Metode Perhitungan SWOT ... 67

6. Denah Jalur dan Bangunan TWA Sibolangit ... 70

7. Daftar Nama Tumbuh-tumbuhan di Kawasan TWA Sibolangit. ... 71

8. Daftar Burung-burung yang Ada di Kawasan TWA Sibolangit. ... 75

9. Daftar Mamalia di Kawasan TWA Sibolangit. ... 76

10. Daftar Nama-nama Reptil di Kawasab TWA Sibolangit ... 77

11. Kegiatan yang Pernah Dilakukan... 78


(16)

KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SIBOLANGIT

Irna Karina Josephine Kaban, Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc dan Prof. Dr. Badaruddin, M.Si

ABSTRAK

Taman Wisata Alam Sibolangit merupakan kawasan cagar alam di Kabupaten Deli Serdang. Meskipun kaya potensi wisata alam, namun kondisi eksisting belum dikembangkan secara optimal. Penerapan ekowisata dalam pengolahan Taman Wisata Alam Sibolangit diharapkan memberi konstribusi bagi masyarakat sekitar, lingkungan, dan Instansi terkait dalam hal ini Balai KSDA Sibolangit. Penelitian dilakukan melalui penyebaran kuisioner ke wisatawan TWA Sibolangit dan ahli

terkait, serta observasi lapangan dan wawancara. Tujuan penelitian adalah: 1) mengkaji sejauhmana perkembangan TWA Sibolangit sebagai tujuan pariwisata

dilihat dari beberapa potensi yang ada. 2) untuk mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang ada yang dapat dijadikan strategi di dalam pengembangan ekowisata. Termasuk potensi alam yang bervariasi, ekosistem dan flora, fauna. Menurut wisatawan item-item yang harus dijadikan prioritas utama dalam pengembangan ekowisata di TWA Sibolangit adalah fasilitas pelayanan pariwisata, kebersihan dan

pelestarian alam. Berdasarkan analisis SWOT IFAS – EFAS, kekuatan internal di kawasan TWA Sibolangit sangat rendah yaitu 2,44 di bawah skor ambang batas

posisi lemah dan kuatnya suatu kawasan yaitu 2,50. Diperlukan strategi serta sistem secara berkelanjutan terutama di Dinas Balai KSDA Sibolangit bekerjasama dengan pihak-pihak yang lain.

Kata Kunci: Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit, Ekowisata, Pengembangan, Faktor Internal, Faktor Eksternal.


(17)

A STUDY OF ECOTOURISM IN SIBOLANGIT NATURAL TOURISM PARK

Irna Karina Josephine Kaban, Prof. Dr. Ir. B. Sengli J Damanik, M.Sc and Prof. Dr. Badaruddin, M.Si

ABSTRACT

Sibolangit Natural Tourism Park is reserve located in Deli Serdang District. Despite ist natural tourism potentials, its existing condition has not yet been optimally developed. The application of ecotourism principles in managing this Sibolangit Natural Tourism Park is expected to be able providing its contribution to the local community, environment, and the related agency such as Balai KSDA Sibolangit. The data for this study were obtained through field observation, distributing questionnaires to the tourist visiting Sibolangit Natural Tourism Park and interviewing the experts related to ecotourism. The purpose of this study was study to 1) based on the existing potentials, to what extent the development of Sibolangit Naturals Tourism Park has been developed as a tourist destination and 2) to find out the existing internal and external potentials including various naturals potentials such as ecosystem, flora and fauna that can be used as a strategy in ecotourism development. The result of inteviews with tourist show that the items which can be the main priority in developing ecotourism in Sibolangit Naturals Tourism Park are Tourist Service. Sanitation, and natural Conservation. The result of SWOT (IFAS-EFAS) analysis showed that the internal strenght of Sibolangit Natural Tourism Park was 2.44 and is was under the threshold of weak position. The strong position of an area is 2.50. So, sustainable strategy and system is needed especially for the Balai KSDA Sibolangit which cooperates wiht the other related parties.

Keywords: Sibolangit Natural Tourism Park, Ecotourism, Development, Internal Factor, External Factor.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia, dikenal memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnya yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke. Belakangan ini, Indonesia kembali menjadi pusat perhatian dunia terkait dengan isu pemanasan global yang melanda planet bumi. Kelestarian hutan tropika Indonesia sebagai paru-paru dunia menjadi salah satu tumpuan dan harapan untuk mencegah meningkatnya pemanasan global yang kian meresahkan dunia (Antoni, 2010).

Menghadapi fenomena krisis lingkungan global, pariwisata lingkungan atau ekowisata menjadi kian populer sebagai pendekatan alternatif yang diharapkan mampu memberikan manfaat konservasi dan ekonomi secara berkelanjutan. Ekowisata pada dasarnya merupakan perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi dan oleh karena itu ekowisata juga disebut sebagai bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab atau ramah lingkungan (Linderg, 1991).

Ekowisata yang dimaksudkan adalah suatu bentuk perjalanan wisata yang ke kawasan alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan juga budaya.


(19)

Beberapa negara ekowisata, dilakukan di dalam pengelolaan taman-taman wisata, tidak hanya membantu konservasi secara keseluruhan tetapi juga membantu memberi kontribusi ekonomi bagi pengelola, masyarakat dan pemerintah secara berkelanjutan. Salah satu program ekowisata yang dilakukan oleh Pemerintah Sumatera Utara berada di Sibolangit Kabupaten Deli Serdang yaitu Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit. TWA Sibolangit ditetapkan sebagai kawasan wisata berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 636/Kpts/Um/9/1980, dengan luas 24,85 Ha (BKSDA - SU, 2006).

Penetapan menjadi kawasan TWA didasarkan pada pertimbangan bahwa Flora dan fauna yang beraneka ragam jenisnya bukan hanya sekedar koleksi tetapi juga memberikan kontribusi yang sangat penting bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan (sebagai laboratorium alam dan daerah serapan air), serta pengembangan dan pariwisata. TWA Sibolangit merupakan kawasan wisata yang memberikan

banyak manfaat selain menyediakan udara yang bersih, segar dan bebas polusi, di TWA ini mengandung berbagai fauna yang sangat menarik terdapat berbagai kera,

lutung, burung kutilang dan fauna lainnya yang berkeliaran yang bisa dijadikan atraksi wisata yang menarik (Rismita, 2004).

Taman Wisata Alam tersebut juga terdapat berbagai macam jalur perjalanan untuk menikmati alam, yang terdiri dari jalur menuju tempat berbagai macam flora yaitu keanekaragaman tumbuhan dan jalur menuju ke tempat berbagai macam flora yang tinggal di TWA tersebut dan ada beberapa jalur menuju tempat panorama alam yang sangat indah.


(20)

Taman Wisata Alam Sibolangit masih merupakan tempat yang masih asri dan alami maka masih terdapat tempat-tempat yang dikeramatkan oleh para warga. Hal tersebut juga merupakan salah satu pengakuan bahwa di TWA ini masih terdapat kearifan lokal. Selain itu karena begitu banyak keanekaragaman fauna yang terdapat di TWA Sibolangit maka tempat ini selalu dijadikan sebagai laboratorium alam bagi mahasiswa dan para peneliti dalam mempelajari ilmu hayati. TWA ini adalah daerah serapan air, terutama mata air Lau Kaban. Mata air Lau Kaban adalah salah satu sumber mata air bagi PDAM Tirtanadi dalam menyediakan persediaan air buat masyarakat Kota Medan. Namun Demikian, menurut pengamatan peneliti walau TWA Sibolangit mempunyai banyak potensi wisata, potensi alam, budaya dan ilmu pengetahuan tetapi kawasan tersebut kurang memberikan kontribusi berarti bagi masyarakat dan kurang mendapat perhatian dari masyarakat setempat selain itu adanya sikap acuh tak acuh terhadap keberadaan TWA tersebut, di mana mungkin masyarakat kurang mendapat pengetahuan tentang bagaimana mengelola dan memanfaatkan kelestarian lingkungan bagi kehidupan mereka.

Walaupun tempat ini sudah pernah difasilitasi oleh badan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sibolangit dengan memberikan informasi tentang lokasi menarik di mana kita dapat melihat binatang yang berkeliaran tetapi TWA ini kurang mendapat perhatian. Jumlah pengunjung yang mengunjungi kawasan ini juga sangat minim pengunjung yang mengunjungi kawasan ini diperkirakan hanya ada pada hari-hari tertentu saja.


(21)

Jarak yang sangat dekat dengan Kota Medan (45 menit) dan akses jalan yang cukup mulus dan gampang dilalui oleh berbagai kendaraan bermotor ternyata tidak menjadikan kawasan ini ramai dikunjungi. Sangat disayangkan keanekaragaman alam yang terdapat di TWA Sibolangit ini terbuang sia-sia tanpa adanya tindakan untuk mengembangkannya menjadi sumber mata pencaharian penduduk tanpa mengurangi nilai dari kawasan tersebut.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas diperlukan suatu kajian di dalam pengembangan ekowisata sehingga menjadi kawasan yang memberikan kontribusi bidang ekonomi, sosial dan budaya TWA Sibolangit.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

Faktor-faktor apakah, baik internal atau eksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan ekowisata yang bisa dijadikan strategi dalam perkembangan ekowisata di TWA Sibolangit.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji sejauhmana perkembangan TWA Sibolangit sebagai destinasi pariwisata dilihat dari beberapa potensi yang ada.


(22)

2. Untuk mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal yang ada yang dapat dijadikan strategi di dalam perkembangan ekowisata di TWA Sibolangit.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi dan permasalahan yang dihadapi TWA Sibolangit dalam rangka meningkatkan pengembangan TWA Sibolangit agar kunjungan ke kawasan tersebut meningkat. 2. Penelitian ini diharapkan sebagai informasi bagi para stakeholder dan instansi

pemerintah dan masyarakat, terutama Dinas Pariwisata Deli Serdang dan Balai KSDA I Sibolangit.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pariwisata

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Pariwisata berfungsi untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid III (2001), pengembangan didefinisikan sebagai proses, cara, perbuatan mengembangkan sesuatu menjadi lebih baik, maju dan berguna. Pengembangan merupakan suatu proses/aktivitas memajukan sesuatu yang dianggap perlu untuk ditata sedemikian rupa dengan meremajakan atau memelihara yang sudah berkembang agar menjadi menarik dan lebih berkembang.

Pengembangan kepariwisataan harus memperhatikan berbagai asas dan tujuan kepariwisataan. Menurut UU No. 10 Tahun 2009, kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas: manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan dan kesatuan. Tujuan kepariwisataan adalah: meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi


(24)

kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, serta mempererat persahabatan antar bangsa. Dengan demikian pengembangan kepariwisataan mesti mengacu pada asas dan tujuan tersebut.

Menurut Butler dalam Budiastawa (2009) ada 5 tahap pengembangan pariwisata yang membawa implikasi serta dampak yang berbeda, secara teori diantaranya adalah:

1. Tahap exploration (eksplorasi, pertumbuhan spontan dan penjajakan)

Pada tahap ini jumlah wisatawan masih relatif kecil. Mereka cenderung dihadapkan pada keindahan alam dan budaya yang masih alami daerah tujuan wisata. Fasilitas pariwisata dan kemudahan yang didapat wisatawan juga kurang baik. Atraksi didestinasi wisata belum berubah oleh pariwisata dan kontak dengan masyarakat lokal relatif tinggi.

2. Tahap involvement (keterlibatan)

Pada tahap ini mulai adanya inisiatif masyarakat lokal menyediakan fasilitas wisata, kemudian promosi daerah wisata dimulai dengan dibantu keterlibatan pemerintah. Hasilnya terjadinya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan.

3. Tahap development (pengembangan dan pembangunan)

Pada tahap ini jumlah wisatawan yang datang meningkat tajam. Pada musim puncak, wisatawan biasanya menyamai bahkan melebihi jumlah penduduk lokal. Investor luar berdatangan memperbaharui fasilitas. Sejalan dengan meningkatnya jumlah dan popularitas daerah pariwisata, masalah-masalah rusaknya fasilitas


(25)

mulai terjadi. Perencanaan dan kontrol secara nasional dan regional menjadi dibutuhkan, bukan hanya untuk memecahkan masalah yang terjadi, tetapi juga untuk pemasaran internasional.

4. Tahap stagnation (kestabilan)

Pada tahap ini jumlah wisatawan yang datang pada puncaknya, wisatawan sudah tidak mampu lagi dilayani oleh daerah tujuan wisata. Ini disadari bahwa kunjungan ulangan wisatawan dan pemanfaatan bisnis dan komponen-komponen lain pendukungnya adalah dibutuhkan untuk mempertahankan jumlah wisatawan yang berkunjung. Daerah tujuan wisata mungkin mengalami masalah-masalah lingkungan, sosial dan ekonomi.

5. Tahap decline (penurunan kualitas) dan rejuvenation (kelahiran baru)

Pada tahap ini pengunjung kehilangan daerah tujuan wisata yang diketahui semula dan menjadi resort baru. Resort menjadi tergantung pada sebuah daerah tangkapan secara geografis lebih kecil untuk perjalanan harian dan kunjungan berakhir pekan. Kepemilikan berpeluang untuk berubah dan fasilitas-fasilitas pariwisata seperti akomodasi akan berubah pemanfaatannya.

Akhirnya pengambilan kebijakan mengakui tingkatan ini dan memutuskan untuk dikembangkan sebagai kelahiran baru. Selanjutnya terjadi kebijaksanaan baru dalam berbagai bidang, seperti pemanfaatan, pemasaran, saluran distribusi dan meninjau kembali posisi daerah tujuan wisata tersebut (Khair, 2006).


(26)

Dalam Budiastawa (2009), menyebutkan ada 5 pendekatan dalam pengembangan pariwisata, yaitu:

1. Boostern Approach, yaitu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebagai

suatu akibat positif untuk suatu tempat dan penghuninya. Namun masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan daya dukung wilayah tidak dipertimbangkan secara matang.

2. The Economic Industry Approach, yaitu pendekatan pengembangan pariwisata

yang tujuan ekonominya lebih didahulukan dari tujuan sosial dan lingkungan serta menjadikan pengalaman pengunjung dan tingkat kepuasan sebagai sasaran utama.

3. The Physical Spatial Approach, pendekatan didasarkan pada tradisi ‘penggunaan

lahan’ geografis, strategi pengembangan berdasarkan perencaan yang berbeda -beda melalui prinsip keruangan, spasial. Misalnya pengelompokan pengunjung di satu kawasan dan pemecahan-pemecahan tersebut untuk menghindari terjadinya konflik.

4. The Community Approach, yaitu pendekatan yang lebih menekankan pada

pentingnya keterlibatan maksimal dari masyarakat setempat dalam proses pengembangan wisata.

5. Suistainable Approch, yaitu pendekatan berkelanjutan dan berkepentingan atas

masa depan yang panjang serta atas sumberdaya dan efek-efek pembangunan ekonomi pada lingkungan yang mungkin menyebabkan gangguan budaya dan sosial yang memantapkan pola-pola kehidupan dan gaya hidup kehidupan.


(27)

Dalam kaitan pengembangan ekowisata di Sibolangit, pengembangan yang diharapkan adalah yang berkelanjutan, dengan memberdayakan dan memberikan manfaat ekonomi pada masyarakat lokal, serta menjaga kelestarian lingkungan.

2.2. Ekowisata

Ekowisata populer sejak tahun 1990-an, seiring dengan semakin populernya isu back to nature. Secara internasional, ekowisata didefinisikan sebagai berikut:

Ecologically sustainable tourism with a primary focus on experiencing natural areas that foster environmental and cultural understanding, appreciation and conservation” (pariwisata yang berkelanjutan secara ekologis dengan fokus utama

pada menikmati pengalaman berkunjung ke daerah yang masih alami, di mana akan dapat meningkatkan pemahaman, apresiasi serta konservasi terhadap lingkungan dan budaya). Ekowisata didefinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan/atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaedah alam, yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (Crabtree et

al., 2002).

2.2.1. Prinsip-prinsip Ekowisata

Prinsip-prinsip ekowisata merupakan penjabaran yang lebih definitif dari definisi pariwisata yang telah disebutkan di atas. Dalam hal ini, definisi ekowisata dijabarkan ke dalam 7 prinsip utama, yaitu: (Ceballos, et al., 1996)


(28)

1. Memiliki fokus ‘natural area’ (natural area focus) yang memungkinkan wisatawan memiliki peluang untuk menikmati alam secara personal serta langsung. Menyediakan interpretasi (interpretation) atau jasa pendidikan yang memberikan peluang kepada wisatawan untuk menikmati alam sehingga mereka menjadi lebih mengerti, lebih mampu berapresiasi serta lebih menikmati.

2. Kegiatan yang terbaik yang dapat dilakukan dalam rangka keberlanjutan secara ekologis (ecological sustainability practices/environmental sustainability practice).

3. Memberikan kontribusi terhadap konservasi alam dan warisan budaya. 4. Memberikan kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat lokal. 5. Peka terhadap nilai-nilai budaya yang ada di wilayah tersebut.

6. Secara konsisten memenuhi harapan konsumen.

7. Dipasarkan serta dipromosikan dengan jujur serta akurat sehingga kenyataannya sesuai dengan harapan.

Masyarakat Ekowisata Indonesia (MEI) dalam pertemuan nasional Ekowisata I (PENAS – EKOWISATA I di Bali) tahun 1996 berhasil menjabarkan definisi ekowisata itu ke dalam lima prinsip, yaitu:

1. Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan.

2. Pengembangannya harus didasarkan atas musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat.


(29)

4. Peka dan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat setempat.

5. Memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dan kepariwisataan.

2.2.2. Perkembangan Ekowisata di Sumatera

Ide pengembangan ekowisata di Sumatera muncul pertama kali saat dilakukan pertemuan MEI di Bali tahun 1996. Proyek pengembangan ekowisata ini didanai oleh USAID melalui Pact Indonesia sejak 16 April 1997 (Sudarto, 1999), setelah mempertimbangkan aspek ekonomi, lingkungan, sosial-budaya dan kelayakan teknis (technical feasibility) dari proyek tersebut (Samsudin et al., 1997). Lokasi dibangunnya ecolodge adalah di Dusun Pamah Simelir (sekitar 2 km dari Medan). Daya tarik ekowisata yang ada di lokasi ini, antara lain: orangutan, rusa (dee), dan

‘siamang’. Di samping ecolodge, dikembangkan juga atraksi wisata rafting dan bird

watching di lokasi tersebut (Sudarto, 1999).

Pengembangan ekowisata selanjutnya di Sumatera setelah Dusun Pamah Simelir adalah Dusun Sayum Sabah (40 km selatan Medan). Daya tarik ekowisata di lokasi ini, antara lain: sungai berarus deras, buah-buahan lokal, aktivitas sosial-budaya suku Karo Zahe dan benteng Dutch (Sudarto, 1999). Di samping kedua lokasi tersebut, ekowisata juga berkembang di Taman Nasional Gunung Leuser, sekitar Danau Toba, dan lain-lain.


(30)

2.3. Taman Wisata Alam

Taman wisata alam (BKSDA-SU I Sibolangit, 2006) adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Adapun kriteria untuk penunjukan dan penetapan sebagai kawasan taman wisata alam:

1. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik;

2. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya atarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;

3. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.

Kawasan taman wisata alam dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman wisata alam sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.

Upaya pengawetan kawasan taman wisata alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan (Ditjen Perlindungan Hutan, 2010):

1. Perlindungan dan pengamanan.


(31)

3. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi. 4. Pembinaan habitat dan populasi satwa.

Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan:

1. Pembinaan padang rumput.

2. Pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa. 3. Penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber

makanan satwa.

4. Penjarangan populasi satwa.

5. Penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau

6. Pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.

Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman wisata alam adalah:

1. Berburu, menebang pohon, mengangkut kayu dan satwa atau bagian-bagiannya di dalam dan ke luar kawasan, serta memusnahkan sumberdaya alam di dalam kawasan.

2. Melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran kawasan.

3. Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.


(32)

Sesuai dengan fungsinya, taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk: 1. Pariwisata alam dan rekreasi.

2. Penelitian dan pengembangan (kegiatan pendidikan dapat berupa karya wisata, widya wisata, dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian serta peragaan dokumentasi tentang potensi kawasan wisata alam tersebut).

3. Pendidikan.

4. Kegiatan penunjang budaya (Ditjen Perlindungan Hutan, 2010).

2.4. Aspek Sosial Budaya

Kajian mengenai aspek sosial-budaya suatu destinasi wisata, selain mengidentifikasi aktivitas sosial dan kebudayaan masyarakat setempat yang menjadi potensi daya tarik wisata budaya, juga sering meliputi berbagai aspek sosial-budaya lainnya, seperti: kependudukan, sumber daya manusia (SDM), angkatan kerja dan lapangan usaha, serta kesehatan masyarakat setempat. Kajian sosial-budaya ini dapat memberikan gambaran umum tentang kapasitas lokal masyarakat dalam menunjang perkembangan pariwisata didestinasi tersebut (Sonder, 2009).

Analisis lebih lanjut terhadap aspek sosial-budaya di suatu destinasi wisata dapat dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dianggap berpengaruh terhadap pengembangan pariwisata. Umumnya faktor internal mencakup kekuatan dan kelemahan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sedangkan faktor eksternal mencakup peluang dan tantangan yang mungkin dihadapi oleh masyarakat dalam mengembangkan pariwisata.


(33)

2.5. Kondisi Umum Kawasan 2.5.1. Sejarah Kawasan

Pada tahun 1914 atas prakarsa DR. J.C. Koningbenger didirikan Kebun raya (Botanical Garden) Sibolangit oleh J.A. Lorzing sebagai cabang dari Kebun Raya Bogor. Selanjutnya pada tanggal 10 Maret 1938 dengan SK.Z.B. No.37/PK, Kebun Raya diubah statusnya menjadi Cagar Alam (BKSDA-SU I Sibolangit, 2006).

Mengingat taman wisata alam ini kaya akan berbagai jenis tumbuhan (flora) yang bukan hanya sekedar untuk koleksi, melainkan juga memberikan kontribusi bagi keperluan ilmu pengetahuan dan pendidikan serta pengembangan pariwisata, maka pada tahun 1980 berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 636/Kpts/Um/1980 sebagian Cagar Alam seluas 24, 85 Ha dirubah statusnya menjadi Taman Wisata Alam Sibolangit (BKSDA-SU I Sibolangit, 2006).

2.5.2. Keadaan Fisik

a. Letak Kawasan

Secara administratif pemerintahan Taman Wisata Alam Sibolangit terletak di desa Sibolangit Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara sedangkan secara geografis TWA Sibolangit terletak antara 98º36’36”- 98º36’56” Bujur Timur dan 3º17’50”-3º18’39” Lintang Utara.

b. Iklim

Menurut pembagian iklim Schmidt dan Ferguson Taman Wisata Alam Sibolangit termasuk dalam iklim tipe B dengan curah hujan 2.500-3.000 mm/tahun dengan


(34)

kelembaban antara 60-80% suhu rata-rata maksimum 35,6º C dan minimum

25,3ºC.

c. Jenis Tanah dan Geologi

Berdasarkan peta geologi Sumatera Utara formasi geologi pada lahan TWA. Sibolangit terbentuk dari andesit dan bahan batuan vulkanik. Jenis tanah podsolik dan tekstur hablur sehingga mudah meresapkan air serta hanyut terbawa air. d. Topografi

Kawasan TWA Sibolangit memiliki topografi bergelombang dengan faktor kemiringan sebesar 5-10%, sedangkan ketinggian berada 558 m di atas permukaan laut.

2.5.3. Keadaan Biologi dan Ekosistem

a. Flora

Flora yang tumbuh di kawasan ini sebagian jenis asli dan sebagian berasal dari luar (tanaman eksotik) (Riswita dan Widodo, 2004). Tanaman dari luar umumnya terdiri dari pohon yang besar dengan diameter lebih kurang 1 meter, seperti jenis Sonokeling (Dalbergia latifolia), Angsana (Pterocarpus indicus), dan Kelenjar (Samanea saman), sedangkan jenis tanaman asli adalah Meranti (Shorea sp), Manggis (Garcia sp), Kenangan, Kulit Manis, 30 species Ficus, 20 jenis Kecing (Quercus sp), palm, pinang, dan nira (Lihat Lampiran 7).

Tumbuhan bawah (ground cover) yang dipakai sebagai pembatas jalan

setapak pada umumnya didominasi jenis Anthurium dari famili Araceae. Di kawasan Taman Wisata Alam Sibolangit juga ditemukan salah satu tumbuhan


(35)

yang tergolong langka dan mempunyai daya tarik tersendiri yaitu bunga bangkai

(Amorphophallus titanum). Jenis tumbuhan bawah lainnya yang dapat dijumpai di dalam TWA Sibolangit adalah berbagai jenis paku-pakuan, talas hutan, rumput,

jamur, dan anggrek hutan.

Potensi yang tak kalah menariknya adalah adanya tanaman obat. Inventarisasi yang dilakukan tahun 2000 menyebutkan bahwa terdapat 89 jenis tanaman obat-obatan. Tanaman obat-obatan yang dapat juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias antara lain Bunga Tiga Lapis (Calanthe veratrifolia), Tungkil-tungkil (Dendrobium crumenatum), Selembar Sebulan (Vervolia argoana), Pinang Pendawar (Didysmosperma porphyrocarpum), Paklu loncat (Pteris enceformis), dan lain-lain (Konsorsium BKSDA I Sibolangit – Conservation International

Indonesia/CII, 2003). Daftar jenis tumbuhan TWA Sibolangit dapat dilihat pada

Lampiran 7.

b. Fauna

Jenis fauna yang sering dijumpai adalah kera (Macaca fascularis), lutung (Presbytis sp), burung kutilang (Pycnonotus aurigaster), elang bido (Spilornis

cheela), kacer, srigunting (Dicrurus sp), dan hewan lainnya seperti: babi hutan

(Sus scrofa), kancil, kus-kus, ular phyton (Pyton reticulatus), kadal (Mabayu

multifasciatus), biawak (Varanus salvator), rangkong. Daftar jenis satwa TWA


(36)

2.5.4. Keadaan Umum Masyarakat Sekitar Kawasan

a. Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Sibolangit kurang lebih 828 orang, yang terdiri dari jumlah laki-laki sebanyak 392 orang dan jumlah wanita sebanyak 436 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 201 KK dengan luas wilayah kurang lebih 425 Ha, atau luasan lahan ± 0,5 Ha/orang. Suku yang ada di Desa Sibolangit didominasi oleh suku Karo dan suku lain yang ada meliputi suku Batak dan Jawa. b. Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sibolangit termasuk bagus, hal ini dapat dilihat dari rendahnya masyarakat Sibolangit yang buta huruf yaitu sebesar 6,4%, sedangkan tingkat pendidikan menengah atas 30,2% dan tingkat pendidikan S1/S2 6,0% (BKSDA-SU I, 2006).

Adapun sarana dan prasarana pendidikan yang ada adalah:

Bangunan Sekolah Dasar Negeri : 2 unit

Bangunan Sekolah Dasar Swasta : 1 unit


(37)

Gambar 2.1. Pendidikan Masyarakat Desa Sibolangit

c. Kesehatan

Masyarakat Desa Sibolangit masih sangat percaya pada pengobatan-pengobatan yang dilakukan secara tradisonal. Mereka merasa lebih yakin pengobatan yang diajarkan turun temurun oleh nenek moyangnya. Selain itu juga terdapat sarana kesehatan secara medis yang ada di Desa Sibolangit yaitu 1 unit puskesmas.


(38)

d. Agama

Masyarakat Desa Sibolangit menganut agama Kristen Protestan, Katolik, dan Islam serta sebagian menganut aliran kepercayaan. Mayoritas masyarakat beragama Kristen Protestan. Adapun sarana prasarana peribadatan yang ada adalah 1 bangunan masjid dan 1 bangunan gereja.

e. Perekonomian

Mata pencaharian masyarakat Desa Sibolangit adalah petani (kebun), buruh, nelayan, pedagang/wiraswasta, pegawai negeri sipil, TNI, polisi dan pensiunan, adapun mayoritas mata pencaharian adalah sebagai petani (kebun). Penggunaan lahan yang sebagian besar berupa areal perladangan maka mayoritas masyarakatnya bercocok tanam dengan tanaman jenis buah-buahan. Komoditi unggulan mereka seperti belimbing, jambu, durian, nanas, manggis dan sebagainya. Adapun pemasaran hasil pertanian kebunnya di Pancur Batu, Berastagi, Kabanjahe dan Medan.

f. Aksesibilitas

Aksesibilitas untuk mencapai kawasan ini sangat mudah, pencapaian lokasi dari ibukota provinsi dilakukan melalui jalur darat dengan waktu tempuh ± 30


(39)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TWA Sibolangit, di Desa Sibolangit Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, sedangkan secara geografis TWA Sibolangit terletak antara 98º36’36”- 98º36’56” Bujur Timur dan 3º17’50”-3º18’39” Lintang Utara. Jumlah penduduk desa Sibolangit kurang lebih 828

orang, yang terdiri dari jumlah laki-laki sebanyak 392 orang dan jumlah wanita sebanyak 436 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 201 KK dengan luas

wilayah kurang lebih 425 Ha. Atau luasan lahan ± 0,5 Ha/orang. Suku yang ada di desa Sibolangit didominasi oleh suku Karo dan suku lain yang ada meliputi suku

Batak dan Jawa. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei hingga Juli 2010.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data biota yang ada di Sibolangit meliputi flora, fauna SDA (Sumber Daya Alam) dan fasilitas serta

prasarana yang tersedia yang diperoleh dari Balai KSDA Sumut I. Data tentang penduduk yang diperoleh dari kecamatan/kelurahan di Sibolangit.

Alat yang digunakan adalah: Komputer (Hardware), MS. Word 2007, MS Excel 2007 (Software), kuisioner pulpen dan buku.


(40)

3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini disebut responden teknik yang digunakan dalam memilih sampel adalah teknik quota sampling. Teknik pengambilan sampel ini adalah teknik pengambilan sampel yang mengambil sejumlah sampel sesuai karakteristik populasi yang ditentukan berdasarkan data kunjungan tahunan yang merupakan representatif dan relevan terhadap kondisi sebenarnya (Kusmayadi, et al., 2001). Sasaran penelitian ini dibatasi hanya pada pengunjung lokal dan penduduk yang tinggal di kawasan TWA Sibolangit.

Dalam penentuan jumlah sampel digunakan rumus Slovin, yaitu:

N = 2

) (

1 N e

n

Keterangan:

n = Ukuran sampel yang dibutuhkan

N = Ukuran populasinya

e = Margin error yang diperkenankan 0,1 (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000)

Jumlah populasi yang diambil dalam menetukan jumlah responden yang akan diwawancarai adalah berdasarkan data kunjungan di Taman Wisata Alam Sibolangit 3 tahun terakhir ini.

Tabel 3.1. Data Kunjungan Taman Wisata Alam Sibolangit

Jenis Pengunjung/

Tahun 2007 2008 2009

Umum 113 Orang 93 Orang 1 Orang

Mahasiswa/Pelajar 1.642 Orang 1.016 Orang 1.099 Orang

Mancanegara 43 Orang 13 Orang 3 Orang


(41)

Oleh karena itu, dalam 3 tahun ini akan diperoleh rata-rata jumlah pengunjung/tahun yang datang adalah 4.399 orang dan jika dimasukkan di dalam rumus Slovin di atas akan diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 orang. Secara matematis cara memperoleh jumlah sampel adalah sebagai berikut:

N = 2

) (

1 N e

N

N = 4.399

1+4.399 (0,1)2

= 4.399

44.99

N = 97.777.28

N = 100

3.4. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Data dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

3.4.1. Data Primer

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik observasi dan wawancara secara langsung terhadap responden di lapangan yang meliputi:

1. Data biota yang ada di TWA Sibolangit, identitas masyarakat lokal termasuk di dalamnya: pola religi dan budaya masyarakat yang masih bertahan, komponen

sosial-ekonomi masyarakat lokal, kelembagaan atau institusi yang ada di masyarakat termasuk di dalamnya adat dan struktur tatanan masyarakat yang


(42)

ada, identifikasi produk dan jasa yang dapat dijual, identifikasi potensi wisatawan khususnya mancanegara, identifikasi keinginan wisatawan untuk ekowisata. 2. Data karakteristik pengunjung yang meliputi: nama, jenis kelamin, umur,

pendidikan terakhir, pekerjaan, tempat tinggal, pendapatan, lama perjalanan, banyaknya kunjungan, kendaraan yang digunakan, tujuan utama kunjungan, motivasi kunjungan dan pendapat mengenai Taman Wisata Alam Sibolangit.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder yang diperlukan untuk karakteristik objek wisata adalah letak geografis dan batas wilayah daerah objek wisata, iklim (suhu, musim, angin dan curah hujan), aksebilitas ke lokasi wisata, fasilitas dan potensi wisata, data kependudukan dan sosial ekonomi masyarakat serta jumlah pengunjung pertahun (3 tahun terakhir). Pengumpulan data sekunder ini dilakukan melalui studi pustaka dari berbagai sumber referensi serta melakukan observasi kepada pengelola objek wisata alam tersebut.

3.5. Analisis Data Penelitian 3.5.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka.

2. Data kualitatif yaitu data yang dapat digunakan untuk melengkapi dan menjelaskan serta memperkuat data kuantitatif sehingga dapat memberikan kemudahan dalam menganalisa data yang diteliti. Yang termasuk data kualitatif


(43)

dalam penelitian ini adalah persepsi pengunjung, karakteristik substitusi, dan fasilitas-fasilitas.

3.5.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode pengumpulan data disesuaikan dengan sasaran yang akan dicapai. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi:

a. Desk Study

Desk study dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi umum mengenai

potensi dan pengembangan ekowisata, jumlah kunjungan wisatawan ke lokasi penelitian, aspek pasar ekowisata di TWA Sibolangit termasuk segmentasi pasar, baik secara geografis, demografis, dan psikografis, serta kebijakan terkait dengan keberadaan TWA Sibolangit.

b. Survei Lapangan

Metode ini digunakan untuk melakukan identifikasi keberadaan potensi daya tarik ekowisata, dan keberadaan fasilitas, layanan dan infrastruktur penunjang kepariwisataan, serta serta kondisi sosial-budaya masyarakat setempat. Survei lapangan juga dilakukan dengan mengedarkan kuisioner dan wawancara. Pengedaran kuisioner dan wawancara dilakukan untuk menginventarisasi isu-isu terkait dengan pengembangan ekowisata di Sibolangit dan sekitarnya, termasuk keberadaan institusi lokal terkait kepariwisataan, kontribusi pariwisata terhadap perekonomian masyarakat setempat, dan identifikasi pasar aktual dan potensial dari produk ekowisata tersebut selama ini, serta penilaian potensi daya tarik dan


(44)

fasilitas pariwisata yang ada di lokasi penelitian. Di samping itu, pengedaran kuisioner dan wawancara dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan ekowisata di TWA Sibolangit dan sekitarnya, termasuk potensi, kelemahan, peluang dan tantangan dalam pengembangan ekowisata.

3.5.3. Analisis Faktor Internal dan Eksternal

Pengembangan kepariwisataan tak bisa lepas dari faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Untuk dapat memahami faktor-faktor internal dan eksternal tersebut dengan lebih detail, maka dilakukan klasifikasi faktor internal ke dalam faktor kekuatan (strength) dan kelemahan (wekness), sedangkan faktor eksternal dikelompokkan ke dalam faktor peluang (opportunity) dan ancaman (threat). Analisa faktor internal-eksternal ini sangat bermanfaat untuk dipergunakan dalam perumusan strategi dan program pengembangan kepariwisataan (Rangkuti, 2005; Susanti, 2009).

Analisis Matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan Matriks EFAS (External Factor Analysis Summary) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membuat daftar faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dilihat dari hasil data primer dan sekunder.

2. Memberikan bobot pada masing-masing faktor dengan skala mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat penting).


(45)

3. Memberikan nilai rating dengan menggunakan skala likert mulai dari 1 (sangat kurang), 2 (kurang), 3 (baik), 4 (sangat baik).

4. Menghitung skor dengan cara mengalikan bobot dengan rating. 5. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total.

Analisis Matriks IFAS dan EFAS tersebut ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel di bawah ini.

Tabel 3.2. Matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary)

Faktor-faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan:

 ...

 ...

 ...

 Dst

Kelemahan: 1. ... 2. ... 3. ...

4. Dst

Total 1,0

Sumber: Rangkuti, 2005

Tabel 3.3. Matriks EFAS (External Factor Analysis Summary)

Faktor-faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor

Peluang: 1. ... 2. ... 3. ... 4. Dst

Ancaman:

1. ... 2. ... 3. ... 4. Dst

Total 1,0


(46)

Penilaian atas hasil analisis matriks IFAS dan EFAS dilakukan menggunakan Kriteria Penilaian Hasil Analisis yang dihitung berdasarkan jumlah kelas penilaian dan interval nilai. Dalam hal ini, jumlah kelas adalah 4 (empat), yaitu jenis penilaian: sangat baik, baik, kurang, dan sangat kurang. Untuk menghitung interval penilaian terhadap faktor-faktor internal dan eksternal digunakan rumus sebagai berikut:

Interval = range/kelas = (4-1)/4 = ¾ = 0,75

Range merupakan selisih antara nilai tertinggi (sangat baik) dan terendah

(sangat kurang). Kriteria penilaian hasil analisis diringkas seperti pada tabel berikut.

Tabel 3.4. Kriteria Penilaian Hasil Analisis

Total Skor Hasil

3,26 – 4,00 Sangat baik

2,51 – 3,25 Baik

1,76 – 2,50 Kurang

1,00 – 1,75 Sangat kurang

Sumber: Rangkuti, 2005

Jika nilainya di bawah 2,5 menandakan posisi faktor internal adalah kelemahan, jika nilainya di atas 2,5 menunjukkan posisi faktor internal adalah kekuatan (Rangkuti, 2005). Sedangkan untuk faktor eksternal, jika nilainya di bawah 2,5 menandakan faktor eksternal adalah ancaman, dan jika nilainya di atas 2,5 menunjukkan faktor eksternal adalah peluang (Rangkuti, 2005).

3.5.4. Analisis SWOT

Dengan menggunakan faktor strategis baik internal dan eksternal sebagaimana tercantum dalam tabel Matriks IFAS dan EFAS, yang selanjutnya faktor-faktor kekuatan dan kelemahan serta faktor-faktor peluang dan ancaman pada tabel Matriks


(47)

IFAS - EFAS tersebut ditransformasi ke dalam sel yang sesuai dengan Matriks SWOT. Berdasarkan analisa Matriks SWOT maka dapat disusun berbagai kemungkinan strategi yang merupakan kombinasi dari Kekuatan dan Peluang (SO), Kekuatan dan Ancaman (ST), Kelemahan dan Peluang (WO), dan Kelemahan dan Ancaman (WT) (Putong, 2003). Adapun rincian penjelasan masing-masing strategi tersebut diuraikan di bawah ini:

1. Strategi SO menyatakan bahwa seluruh kekuatan yang dimiliki digunakan untuk memanfaatkan peluang.

2. Strategi ST menyatakan bahwa menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.

3. Strategi WO menyatakan bahwa memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi WT menyatakan bahwa berupaya meminimalkan kelemahan yang ada dan menghindarkan ancaman (Rangkuti, 2005).


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pengunjung atau wisatawan yang berkunjung ke TWA Sibolangit. Karakteristik responden merupakan bagian terpenting dari suatu penelitian karena dengan mengetahui karakteristik responden maka dapat diketahui hal-hal apakah yang menjadi daya tarik dan tujuan Wisatawan datang ke TWA Sibolangit, terutama wisatawan dalam dan luar negeri.

Jumlah keseluruhan responden yang menjadi objek penelitian ini adalah 100 orang. Karakteristik responden yang datang berkunjung ke lokasi penelitian ini dapat digolongkan kedalam beberapa aspek diantaranya adalah: daerah asal responden, jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pekerjaan, pekerjaan, banyaknya kunjungan, lama perjalanan, tujuan utama kunjungan, motivasi kunjungan dan pendapat mengenai TWA Sibolangit.


(49)

Tabel 4.1. Berdasarkan Hasil Rekapitulasi Kuisioner Berdasarkan Daerah Asal, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pendapatan, Jenis Pekerjaan, Jenis Kendaraan, Tingkat Pendapatan, Status Pernikahan, Alasan Kedatangan dan Sumber Informasi

Keterangan Jumlah (Orang) Persentase (%) A Daerah Asal

1. Belanda 2 2

2 Jerman 4 4

3 Kota Medan 53 53

4 Kota Pematang Siantar 15 15

5 Kabupaten Langkat 20 20

6 Kabupaten Deli Serdang 2 2

7 Kabupaten Serdang Berdagai 4 4

Jumlah 100 100 %

B Jenis Kelamin

1 Laki-laki 74 74

2 Perempuan 26 26

Jumlah 100 100

C Tingkat Pendidikan

1 SD 0 0

2 SMP 5 5%

3 SMU/SMK 30 30%

4 Perguruan Tinggi 65 65%

Jumlah 100 100%

D Tingkat Pendapatan

1 < 500.000 29 29

2 1.000.000 – 1.500.000 12 12

3 1.500.000 – 2.000.000 42 42

4 > 2.000.000 17 17

Jumlah 100 100

E Jenis Pekerjaan

1 Pelajar/Mahasiswa 43 43

2 Guru/Dosen 20 20

3 PNS 13 13

4 Pegawai Swasta 4 4

5 Pemandu Wisata 20 20

Jumlah 100 100

F Jenis Kendaraan

1 Kendaraan Umum 41 41

2 Kendaraan Pribadi 35 35

3 Kendaraan Sewa/Carteran 13 13

4 Kendaraan Milik Instansi 11 11

Jumlah 100 100

G Status Pernikahan

1 Menikah 38 38

2 Belum Menikah 62 62


(50)

H Alasan Kedatangan

1 Tujuan Utama 40 40

2 Tujuan Persinggahan 60 60

Jumlah 100 100

I Sumber Informasi

1 Teman/Keluarga 85 85

2 Media Cetak (Surat Kabar/Majalah 3 3 3 Media Elektronik (Radio, TV, Internet) 12 12

Jumlah 100 100

4.1.1. Komposisi Responden Berdasarkan Daerah Asal

Data pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden terbanyak berasal dari Kota Medan. Hal ini disebabkan oleh letak TWA Sibolangit masih tergolong dekat dari Kota Medan yang hanya memerlukan waktu tempuh sekitar ± 45 menit bila dibandingkan dengan sebagian besar daerah lain. Sehingga biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh pengunjung relatif lebih kecil dibandingkan dari daerah yang lebih jauh dari objek wisata ini.

Konsumen datang dari berbagai daerah untuk menghabiskan waktu di tempat rekreasi tentu akan mengeluarkan biaya perjalanan dan biaya waktu ke tempat rekreasi tersebut di sini pendekatan biaya perjalanan mulai berfungsi. Karena makin jauh tempat tinggal seseorang yang datang memanfaatkan fasilitas lingkungan maka makin kurang harapan pemanfaatan atau permintaan barang lingkungan tersebut (Hufschmidt, et al., 1987 ).

Letak yang lebih dekat dengan objek wisata ini adalah Kabupaten Deli Serdang tetapi tidak menyebabkan banyaknya tingkat kunjungan dari daerah ini. Hai ini adanya rasa bosan dan hal yang biasa bagi mereka yang tinggal di sekitar TWA ini akan keberadaan hutan wisata ini.


(51)

Hasil analisis potensi permintaan diperoleh bentuk karakteristik wisatawan mancanegara yang termasuk dalam ekowisatawan mandiri. Namun karakteristik wisatawan nusantara termasuk dalam ekowisatawan tipe kelompok ahli/akademisi.

4.1.2. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Pada Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa jenis kelamin responden sebagian besar adalah laki-laki (74%) dan selebihnya adalah wanita (26%). Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa responden laki-laki disebabkan oleh perjalanan panjang yang dilakukan responden dalam melintasi track-track yang tersedia yang membutuhkan waktu yang tidak sedikit dalam berekreasi.

Kondisi ini sesuai dengan pendapat Ross (1998) yang mengatakan bahwa wisatawan laki-laki lebih banyak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mewujudkan jati diri yaitu kebutuhan akan kepuasan diri dan usaha perwujudan kemampuan dengan cara keinginan untuk berpetualang, serta lebih suka menghadapi tantangan dibandingkan dengan wisatawan perempuan.

4.1.3. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden yang terpilih pada saat melakukan kunjungan ke objek wisata ini terdiri dari 4 kelompok pendidikan perguruan tinggi (S1/S2/Diploma) 65% dan diikuti oleh pendidikan menengah (SMU/SMK) sebesar (30%) dan pendidikan tingkat menengah pertama (SMP) sebesar 5%. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi kesadarannya untuk melakukan perjalanan wisata.


(52)

4.1.4. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Pada Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa tingkat pendapatan responden yang paling dominan adalah Rp. 1.500.000 – 2.000.000 yaitu sebesar (42%) kemudian diikuti dari tingkat pendapatan kurang dari Rp. 500.000 (29%), Rp. 1000.000 – 1.500.000 sebesar (12%) dan lebih dari 2.000.000 sebesar 17%.

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa keberadaan TWA Sibolangit dapat dinikmati dari semua lapisan ekonomi masyarakat, baik tingkat bawah, menengah maupun lapisan atas.

4.1.5. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Pada Tabel 4.5, komposisi jenis pekerjaan paling besar dari antara 100 orang responden yang melakukan kunjungan ke TWA Sibolangit adalah responden dengan jenis pekerjaan pelajar/mahasiswa yaitu sebesar (43%), kemudian berikutnya adalah kelompok pekerjaan guru/dosen sebanyak (20%), kemudian kelompok PNS sebanyak (13%) kemudian pemandu wisata sebanyak (20%) dan paling terakhir dengan kelompok pekerjaan pegawai swasta sebesar (2%). Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden berasal dari kalangan peneliti/akademisi.

4.1.6. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kendaraan yang Digunakan ke TWA Sibolangit

Pada Tabel 4.6, terlihat bahwa pada umumnya responden yang melakukan kunjungan ke TWA Sibolangit menggunakan kendaraan umum yaitu sebesar (41%) karena daerah penelitian terletak di daerah yang gampang dilalui oleh berbagai


(53)

angkutan umum, mempunyai aksesibilitas yang gampang dikunjungi. Sedangkan responden yang menggunakan kendaraan pribadi sebesar (35%) jenis kendaraan pribadi yang sering digunakan umumnya berupa mobil pribadi dan sepeda motor, sedangkan responden yang menggunakan kendaraan sewa/carteran sebanyak (13%) dan yang terakhir responden yang menggunakan kendaraan milik instansi adalah sebesar (11%).

Gambar 4.1. Transportasi Umum ke TWA Sibolangit 4.1.7. Komposisi Responden Berdasarkan Status Pernikahan

Pada Tabel 4.7 terlihat bahwa sebanyak (62%) atau sekitar 62 orang yang datang berkunjung di objek wisata ini masih belum menikah atau belum berkeluarga, sedangkan (38%) atau sebanyak 38 orang sudah menikah atau berkeluarga.

4.1.8. Komposisi Responden Berdasarkan Alasan Kedatangan

Pada Tabel 4.8, tujuan sebagian besar pengunjung datang ke objek wisata ini adalah untuk menikmati udara segar, menikmati pemandangan alam juga meneliti


(54)

keanekaragaman flora dan fauna. Dikarenakan lokasi TWA yang sangat strategis berdekatan dengan beberapa objek wisata lainnya seperti: Tahura, Air Terjun 2 warna dan Brastagi yang mempunyai daya tarik yang lebih tinggi sehingga responden umumnya menjadikan tempat ini sebagai tempat persinggahan saja, yaitu sebesar 60% dan sisanya menjadikan tempat ini sebagai tujuan utama kunjungan sebesar 40%.

4.1.9. Komposisi Responden Berdasarkan Sumber Informasi

Pada Tabel 4.9, sebagian besar responden atau sebanyak (85%) responden memperoleh informasi keberadaan TWA ini berasal dari teman/keluarga dengan cara penyebaran informasi melalui mulut ke mulut. Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengelolaan TWA belum dilakukan secara optimal. Hal ini diperlihatkan dengan belum tertatanya dengan baik strategi pengelolaan objek wisata ini dalam bidang promosi. Walaupun demikian, sebagian kecil dari responden ada yang mengetahui keberadaan objek wisata ini dari media cetak berupa surat kabar/ majalah (3%) dan media elektronik berupa radio/internet sebesar 12%.

Pengelolaan yang intensif dan terintergrasi secara bertahap harus dilakukan oleh pihak pengelola dalam hal ini adalah Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sibolangit. Pembenahan sistem informasi keberadaan objek wisata ini beserta potensinya merupakan langkah awal yang dapat dilakukan sehingga diharapkan keberadaan TWA ini dapat diketahui oleh masyarakat luas. Meningkatnya kunjungan ke TWA ini dapat tercapai ketika promosi daerah tersebut dilakukan


(55)

secara maksimal, yang pada akhirnya dapat memberikan sumbangsih kepada pendapatan masyarakat yang tinggal dan juga Pemerintah Daerah.

4.2. Indikator Responden terhadap Fasilitas Pariwisata dan Daya Tarik Alam dan Budaya

Analisis potensi dan fasilitas pariwisata dilakukan dengan sistem skoring untuk penilaian beberapa aspek potensi dan fasilitas pariwisata, yaitu:

1. Attraction atau daya tarik wisata, meliputi: potensi daya tarik alam, budaya dan

buatan.

2. Accesibility atau aksesibilitas.

3. Amenities atau fasilitas pelayanan pariwisata.

Masing-masing aspek tersebut kemudian diuraikan menjadi beberapa indikator, sebagai berikut (Yayasan Bali Greenery, 2009):

1. Potensi daya tarik alam dinilai berdasarkan 6 indikator yaitu: keanekaragaman flora, keanekaragaman fauna, keunikan fauna, keindahan pemandangan alam, dan atraksi wisata yang ada di lokasi wisata.

2. Potensi daya tarik budaya dinilai berdasarkan 9 indikator, yaitu: tradisi dan adat istiadat, kesenian tradisional (daerah), langgam arsitektur tradisional (daerah), peninggalan sejarah dan kepurbakalan, produk seni kerajinan, pasar tradisional, perkampungan/pemukiman tradisional, makanan khas (kuliner), serta pengobatan dan obat-obat tradisional.


(56)

3. Potensi daya tarik buatan dinilai berdasarkan 5 indikator, yaitu: bangunan monumental (monumen, benteng, candi, jembatan, bendungan dll) sarana transportasi tradisional, pembudidayaan flora (tumbuh-tumbuhan), kawasan pertanian/perkebunan, dan tempat perkembangan/camping.

4. Aksesibilitas dinilai berdasarkan 3 indikator, yaitu: prasarana transportasi, sarana transportasi dan sarana komunikasi.

5. Fasilitas pelayanan pariwisata dinilai berdasarkan 6 indikator, yaitu: akomodasi, restoran/rumah makan, usaha perjalanan wisata (travel agent/tour operator), tempat parkir dan toilet umum.

Penilaian berdasarkan dalam dua tahap, yaitu: 1) penilaian kondisi eksisting

(rating) dari masing-masing indikator untuk masing-masing wilayah kajian; dan 2) penilaian tingkat kepentingan (level of importance) dari masing-masing indikator

secara bersama-sama untuk keseluruhan wilayah kajian. Hasil penilaian kondisi eksisting (rating) dari suatu indikator akan memberikan indikasi sejauhmana kualitas (menarik atau tidak menarik, baik atau tidak baik) indikator tersebut. Sedangkan dari hasil penilaian tingkat kepentingan (level of importance) suatu indikator akan dapat diketahui tingkat kepentingan indikator tersebut dalam pengembangan destinasi wisata (Ridwan, 2005).


(57)

Tabel 4.2. Indikator Responden terhadap Fasilitas Pariwisata dan Daya Tarik Alam dan Budaya

No Indikator Jlh

(n)

Sangat

Kurang Kurang

Baik/ Menarik Sangat Baik/ Menarik Total skor Skala Penilaian

% Skor % Skor % skor % Skor

A POTENSI DAYA TARIK ALAM

Baik Baik Kurang Baik Baik Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang Sangat Kurang Kurang Baik Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik

A.1 Keanekaragaman Flora 100 32 64 38 114 30 120 298

A.2 Keanekaragaman Fauna 100 21 42 79 237 279

A.3 Keunikan Flora 100 5 32 64 38 114 35 140 323

A.4 Keunikan Fauna 100 15 15 20 40 120 25 100 255

A.5 Keindahan Pemandangan alam 100 10 10 15 30 50 150 25 100 290 A.6 Atraksi Wisata yang ada dilokasi

wisata

100 22 22 35 70 30 90 13 52 234

B POTENSI DAYA TARIK BUDAYA

76

B.1 Tradisi dan Adat istiadat 100 5 5 - - 17 51 5 20

B.2 Kesenian Tradisional 100 - - - -

B.3 Peninggalan Sejarah dan Kebudayaan

100 - - -- - - - - - -

B.4 Produk Seni Kerajinan 65 25 25 15 30 7 21 3 12 88

B.5 Pasar Tradisional - - - -

B.6 Perkampungan tradisional 100 62 62 38 76 - - - - 100

B.7 Makanan Khas (Kuliner) 100 10 10 40 80 50 150 - - 200

B.8 Pengobatan Tradisional 100 12 12 31 62 45 135 12 48 257

C POTENSI DAYA TARIK BUATAN

237 C.1 Bangunan Monumental

(monumental, benteng, jembatan, bangku taman dll)

100 19 19 25 50 56 168 - -

C.2 Pembudidayaan Flora 100 25 25 25 50 45 135 5 20 230

C.3 Kawasan Pertanian 100 - - - -

C.4 Tempat Perkemahan 100 - - 40 80 60 180 - - 260

D AKSESIBILITAS

240

D.1 Prasarana Transportasi 100 65 130 30 90 5 20

D.2 Sarana Transportasi 100 - - 20 40 80 240 - - 280

D.3 Sarana Komunikasi 100

E FASILITAS PELAYANAN PARIWISATA 100

E.1 Akomodasi 100 100 100 - - - - -- -

E.2 Restoran/rumah makan 100 7 14 93 279 - - 293

E.3 Usaha/perjalanan wisata 100 100 100 - - - - - - 100

E.5 Tempat parkir 100 - -- 30 60 70 210 - - 270

E.6 Toilet - - - - - -

Skala Penilaian : 1 = Sangat Kurang 2 = Kurang 3 = Baik/Menarik

4 = Sangat Baik/Menarik Pengklasifikasian berdasarkan skor:

1. Skor 100 – 177 = Sangat Kurang 2. skor 177 – 254 = Kurang Baik 3. Skor 177 – 254 = Kurang Baik 4. skor 254 – 331 = Baik 5. Skor 331 – 408 = Sangat Baik


(58)

4.3. Potensi Daya Tarik 4.3.1. Potensi Daya Tarik Alam

Flora yang tumbuh di kawasan ini sebagian jenis asli dan sebagian berasal dari luar (tanaman eksotik). Tanaman dari luar umumnya terdiri dari pohon yang besar dengan diameter lebih kurang 1 meter, seperti jenis Sonokeling (Dalbergia

latifolia), Angsana (Pterocarpus indicus), dan Kelenjar (Samanea saman), sedangkan

jenis tanaman asli adalah Meranti (Shorea sp), Manggis (Garcia sp), Kenangan, Kulit manis, 30 species Ficus, 20 jenis Kecing (Quercus sp), palm, pinang, dan nira (BKSDA I Sibolangit, 2006).

Tumbuhan bawah (ground cover) yang dipakai sebagai pembatas jalan setapak pada umumnya didominasi jenis Anthurium dari famili Araceae. Di kawasan Taman Wisata Alam Sibolangit juga ditemukan salah satu tumbuhan yang tergolong langka dan mempunyai daya tarik tersendiri yaitu bunga bangkai (Amorphophallus

titanum). Jenis tumbuhan bawah lainnya yang dapat dijumpai di dalam TWA

Sibolangit adalah berbagai jenis paku-pakuan, talas hutan, rumput, jamur, dan anggrek hutan.

Potensi yang tak kalah menariknya adalah adanya tanaman obat. Inventarisasi yang dilakukan tahun 2000 menyebutkan bahwa terdapat 89 jenis tanaman obat-obatan. Tanaman obat-obatan yang dapat juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias antara lain Bunga Tiga Lapis (Calanthe veratrifolia), Tungkil-tungkil (Dendrobium


(59)

(Didysmosperma porphyrocarpum), Paklu loncat (Pteris enceformis), dan lain-lain. Daftar jenis tumbuhan TWA Sibolangit dapat dilihat pada Lampiran 1.

Berdasarkan jawaban responden yang diperoleh melalui pengisian kuisioner,

ternyata sebagian besar responden menyatakan bahwa potensi daya tarik alam di TWA Sibolangit tergolong menarik dan sangat menarik. Hanya sebagian kecil saja

yang menyatakan kurang menarik.

Secara lebih rinci, penilaian responden terhadap daya tarik wisata dan fasilitas pelayanan pariwisata di kawasan ekowisata TWA Sibolangit diuraikan dan ditampilkan pada Lampiran 14.

4.3.2. Potensi Daya Tarik Budaya

Menurut Crabtree, et al., 2002 menyebutkan bahwa ekowisata didefinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan/atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaedah alam, yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Berdasarkan jawaban responden yang diperoleh melalui pengisian kuisioner diketahui bahwa penilaian responden terhadap potensi daya tarik buatan di kawasan Ekowisata Sibolangit menunjukkan penilaian bervariasi, yakni dari menarik sampai sangat kurang menarik. Bahkan untuk kesenian tradisional (daerah) dianggap sangat kurang menarik atau tidak menonjol sama sekali, begitu juga dengan perkampungan dan pemukiman tradisional dianggap tidak menarik karena tidak disosialisasi dan tidak dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata.


(60)

Bahkan untuk penilaian terhadap beberapa jenis potensi daya tarik budaya seperti kesenian tradisional, arsitektur tradisional, produk seni kerajinan dan pasar tradisional berada pada kisaran kurang menarik sampai sangat kurang menarik.

4.3.3. Potensi Daya Tarik Buatan dan Fasilitas Pelayanan Pariwisata

Pariwisata didalam suatu ekowisata merupakan lingkup usaha yang terdiri atas ratusan komponen usaha seperti: layanan transportasi, biro perjalanan, pengusaha tur, penginapan, restoran dan pusat-pusat perbelanjaan dan pusat konvensi (Linderg, et

al., 1995).

Potensi daya tarik buatan terdiri dari item-item yang disebutkan di atas. Berdasarkan jawaban responden yang diperoleh melalui pengisian kuisioner, diketahui bahwa penilaian responden terhadap potensi daya tarik buatan di kawasan TWA Sibolangit menunjukkan penilaian bervariasi, yakni dari sangat kurang menarik sampai menarik. Bahkan untuk potensi daya tarik bangunan monumental cenderung dinilai kurang menarik sampai sangat kurang menarik, seperti bangunan fasilitas yang ada di sekitar kawasan TWA Sibolangit.

Secara umum dan berdasarkan pengamatan di lapangan dapat dikatakan bahwa potensi daya tarik buatan kurang begitu menarik bagi beberapa responden. Dibutuhkan perawatan dan sistem manajemen yang baik di dalam mengatur prasarana dan sarana yang ada. Berikut ini akan diuraikan hasil penilaian kondisi eksisting (rating) di wilayah Taman Wisata Alam Sibolangit.

Sebanyak 100 responden memberikan penilaian terhadap potensi daya tarik wisata dan fasilitas pelayanan pariwisata di kawasan ekowisata Taman Wisata Alam


(1)

mengembangkan kawasan TWA Sibolangit menjadi destinasi ekowisata yang lebih baik lagi (Rangkuti, 2005).

Tabel 4.5. Analisa SWOT Internal Eksternal (S) Strengths/kekuatan (W) Weakness/Kelemahan (O) Opportunity/ Kesempatan Strategi SO:

- Mengembangkan daya tarik wisata alam, budaya dan buatan supaya lebih menarik lagi. Dalam hal ini memerlukan jajian yang lebih mendalam lagi.

- Identifikasi jenis-jenis fauna dan flora yang ada di kawasan TWA. Hasil identifikasi dibuat dalam bentuk buku saku yang dapat dibagikan atau dijual kepada pengunjung kawasan tersebut. - Persepsi masyarakat yang positif tentang

pariwisata ditempat-tempat alami, bisa dijadikan strategi untuk memperkenalkan kawasan ini.

- Menjamurnya olahraga trekking bisa dijadikan ajang promosi bagi TWA Sibolangit untuk menjaring pengunjung. - Memperkenalkan atraksi wisata alami

yang beriorentasi kepada konservasi lingkungan hidup kepada pengunjung, termasuk kegiatan sehari-hari masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut.

Strategi WO:

- Bekerjasama meningkatkan kawasan TWA dengan pihak swasta, disarankan beriorentasi kepada kurikulum pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah cth: Biologi.

- SDM pariwisata ditingkatkan dengan mengambil masyarakat muda untuk diberikan pelatihan terutama pengetahuan tentang flora dan fauna yang terdapat di TWA Sibolangit. Dalam hal ini kerjasama dengan swasta atau LSM terkait sangat diperlukan. - Memperbanyak tempat sampah di lokasi-lokasi yang strategis dan mudah dilihat pengunjung. - Promosi melalui Internet lebih

dianjurkan untuk menjaring wisatawan Luar negeri dan dilakukan secara jujur.

T

Threats/ Ancaman

Strategi ST:

- Sosialisasi prinsip-prinsip konservasi dan peraturan tentang flora dan fauna langka/dilindungi kepada masyarakat dan wisatawan setempat sehingga

menghasilkan pemahaman akan perlindungan lingkungan hidup yang dapat mencegah global warming dan

illegal logging.

- Mempromosikan destinasi wisata yang lain searah dengan menuju TWA Sibolangit.

- Kondisi ekonomi dunia yang semakin lemah, maka wisatawan domestik bisa dijadikan sasaran promosi.

Strategi WT:

-. Semakin meningkatnya minat masyarakat untuk berwisata bisa dijadikan peluang untuk memperkenalkan TWA Sibolangit.

- TWA Sibolangit bisa dijadikan sumber pendidikan lingkungan hidup dengan memperkenalkan langsung ke sekolah-sekolah. - Mencari peluang dana dari

organisasi internasional untuk perlindungan hutan.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor eksternal atau faktor luar mempunyai peluang lebih besar daripada faktor internal dalam mengembangkan kawasan TWA Sibolangit.

2. Kawasan TWA Sibolangit dapat dikategorikan sebagai sebuah destinasi wisata yang belum berkembang, namun memiliki daya tarik wisata alam yang potensial untuk dijadikan menjadi sebuah destinasi ekowisata alami yang beriorentasi kepada konservasi dan pendidikan lingkungan hidup.

5.2. Saran

1. Pengenalan tentang pendidikan konservasi lingkungan hidup terutama hutan yang bisa menghasilkan bagi penduduk sekitar sebaiknya ditingkatkan lebih baik lagi dengan lebih melibatkan masyarakat sekitar.

2. Berdasarkan penilaian terhadap karakteristik potensi daya tarik wisata alam yang dan karakteristik responden yang mengunjungi kawasan TWA Sibolangit maka kurikulum pendidikan lingkungan hidup yang diperkenalkan ke sekolah-sekolah bisa dijadikan alternatif untuk menunjang ekowisata.


(3)

3. Manajemen pengelolaan pengunjung yang telah dilakukan oleh pengelola kawasan TWA Sibolangit sebaiknya membuat perbaikan terhadap fasilitas fisik yang telah rusak, sarana infrastruktur seperti visitor center yang lebih akomodatif dan informatif serta dibarengi dengan perencanaan pengelolaan yang jelas.

4. Dalam upaya pemanfaatan flora dan fauna maka sangat penting dicari keterkaitan antara kearifan tradisional masyarakat sekitar dengan TWA Sibolangit, perlunya kerjasama yang jelas yang saling menguntungkan antara pemangku kawasan dengan masyarakat tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Antoni. 2010. Pola Pengembangan Lokasi dan Daya Saing Kawasan Ekowisata. Jurnal Ekonomi Universitas Bung Hatta (http://www.bunghatta.ac.id/).

BKSDA-SU I. 2006. Rencana Pengelolaan 20 Tahun Taman Wisata Alam Sibolangit Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara. (tidak dipublikasikan) Budiastawa, I G.P. 2009. Wisata Eko-Spiritual sebagai Alternatif Pengembangan

Bukit Bangli di Kabupaten Bangli. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Bali.

Ceballos-Lascurain, Hector. 1996. Tourism, Ecotourism and Protected Areas. IUCN. The World Conservation Union. Gland. Switzerland.

Crabtree, A., P.O’ Reilly, and G. Worboys. 2002. Setting a Worldwide Standard of Ecotourism: Sharing Experience in Ecotourism Certification: Developing an Ecotourism Standard. A paper Presented on the World Ecotourism Summit, Quebec. 12 pp.EAA,NEAP, and CRC For Suistainable Tourism of Australia and Green Globe 21.

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2010. Kementerian Kehutanan. http://www.ditjenphka.go.id/index /TWA. (Diakses 23 Januari 2010).

Gunawan, M.P. 2008. Pariwisata Indonesia Menuju Destinasi Pariwisata Berdaya Saing (Volume V). Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan ITB. Bandung.

Hufschmidt, M.M, D.e.James, A.D Meister, B.T. Bower, J.A. Dixon. 1987. Lingkungan Sistem Alami dan Pengembangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2001. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Edisi Ketiga. Balai Pustaka. Jakarta.

Khair, Uzunu. 2006. Kapasitas Daya Dukung Fisik Kawasan Ekowisata di Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.


(5)

Konsorsium BKSDA I Sumatera Utara dan Conservation International Indonesia (CII). 2003. Pusat Pembelajaran Konservasi Alam.

Kusmayadi dan E. Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Laporan Tahunan Conservation International Indonesia (CII), 2003. Final Report CEPF Orang Utan Output 2 Sibolangit Interpreter Center. Hlm. 20, 34-36. Lindberg, K. 1991. Policies for Maximizing Nature Tourism Ecological and

Economic Benefit. World Resources Institute.

Lindberg, K. dan Hawkins E.D. 1995. Ekoturisme: Petunjuk untuk Perencanaan dan Pengelolaan. The Ecotourism Society. North Benington. Vermont.

Masyarakat Ekowisata Indonesia (MEI). 1996. Lokakarya Nasional I. Denpasar. Bali. Portal Resmi Republik Indonesia. 2010. http;// www.indonesia.go.id/portal Indonesia,

(diakses 4 Juni, 2010).

Portal Resmi Republik Indonesia. 2010. Lingkungan Hidup http://www.indonesia.travel/Ministry of Culture and Tourism Republic of Indonesia 2010. (diakses 13 Juni 2010).

Putong, I. 2003. Teknik Pemanfaatan Analisis SWOT Tanpa Skala Industri (A-SWOT-TSI). Jurnal Ekonomi dan Bisnis No.2, Jilid 8.

Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ridwan. 2005. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Cetakan ke-3. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Riley, M. 1991. Human Resources Management, A Guide to Personnel Practice in the Hotel and Catering Industries. Butterworth-Heinemann Ltd. London. Ross, G.F. 1998. Psikologi Pariwisata. Penerjemahan Marianto Samosir. Edisi I.

Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Samsudin, A.R., Hamzah, U., Rahman, R.A., Siwar,C., Mohd, M.F., Othman, J.and Othman, R. 1997. Thermal Spring of Malaysia and Their Potential Development. Journal of Asian Earth Sciences 15(2-3) : 275-284.


(6)

Sari, R dan Widodo, T. 2004. Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit. Warta Kebon Raya. Mei 2004.

Siagian., D.S., LT Sunaryanto., DS Oetomo. 2001. Teknik Sampling. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sonder, I Wayan. 2009. Pengembangan Kawasan Pariwisata Pantai Lasiana Menuju Pariwisata Berkelanjutan di Kota Kupang. Tesis. Magister Kajian Pariwisata, Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.

Sudarto, G. 1999. Ekowisata: Wahana Pelestarian Alam, Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Yayasan Kalpataru Bahari dan Yayasan KEHATI: Indonesia. 84 pp.

Susanti, S. 2009. Pengembangan Kota Bima Sebagai Daerah Tujuan Wisata. Tesis. Magister Kajian Pariwisata. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.

Tri. 2003. Resort KSDA Sibolangit. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara I Medan.

Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Indonesia.

Yayasan Bali Greenery. 2009. Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional Gunung Leuser (Kabupaten Langkat, Sumatera Utara). Jakarta.