PENDAHULUAN Genetic diversity and microevolution of pyricularia grisea from grasses

11

BAB II RUANG LINGKUP PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Oktober 2005 – Oktober 2007 dan September 2008 - Januari 2010, bertempat di Laboratorium Genetika Cendawan, Laboratorium Biotechnology Research Indonesia –Netherland BIORIN, dan Rumah Kaca Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi PPSHB IPB. Alur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan Gambar 1. Pada tahap ke- 1, variasi genetik Pyricularia dari beberapa spesies rumput seperti Cydonon dactylon , Digitaria ciliaris, Eleusine indica, dan Panicum repens diamati pola penanda SCAR, penanda magB dan magC melalui hasil amplifikasi dengan PCR. Pola keragamannya dibandingkan juga dengan Pyricularia dari padi. Pada tahap selanjutnya ke-2, menganalisis keragaman sampel basal Pyricularia dari D. ciliaris d dan pengamatan mikroevolusi Pyricularia d4 dari D. ciliaris yang mengalami pergantian genus inang ke padi var. Kencana bali tahap ke-1 d~k dan tahap ke-2 d~k~k; ke padi var. Cisokan tahap ke-1 d~c dan ke-2 d~c~c; ke padi var. Kencana bali tahap ke-1 dan ke padi var. Cisokan tahap ke-2 d~k~c; sebaliknya ke padi var. Cisokan tahap ke-1 dan ke padi var. Kencana bali tahap ke-2 d~c~k; ke Panicum repens d~p. Pengamatan mikroevolusinya berupa perubahan penanda SCAR, pola AFLP, pola repetitive Pot2 rep-Pot2 dan ras fisiologinya, serta sekuen ITS beserta 5.8S rDNA nukleus. Pada tahap ke-3 menganalisis hubungan filogenetik berdasarkan sekuen ITS beserta 5.8S rDNA nukleus pada Pyricularia dari rumput D. ciliaris dan P. repens dan padi yang diperoleh pada lokasi dan waktu yang sama. Sekuen tersebut dicari kesamaannya dengan sekuen nukleotida di GeneBank menggunakan program basic local alignment search tool BLAST yang ada di http:blast.ncbi.nlm.nih.gov. 12 Alur Penelitian

III. Hubungan filogenetik Pyricularia dari rumput dan padi

Amplifikasi ITS beserta 5.8S rDNA nukleus pada 5 isolat hasil tahap ke-1 Sekuensing ITS beserta 5.8S rDNA

I. Analisis keragaman genetik Pyricularia dari beberapa spesies rumput

Isolasi dan identifikasi cendawan bercak blas pada rumput PCR Penanda SCAR Cut1, PWL2, dan Erg2 Penanda magB dan magC Perbanyakan biomassa dan isolasi DNA Gambar 1 Diagram alir penelitian. Isolasi DNA dan karakterisasi Perbanyakan inokulan Pyricularia d4 Inokulasi d4 terhadap satu serial inang pengganti Reisolasi turunan d4 dari inang-inang pengganti dan perbanyakan biomassa Penanda AFLP Penanda repetitive Pot2 dan patotipe ras fisiologi Penanda SCAR Sekuen ITS beserta 5.8S rDNA nukleus

II. Analisis keragaman genetik Pyricularia dari Digitaria ciliaris dan

mikroevolusinya akibat pergantian inang 13 Program yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian ini adalah Phylogenetic Analysis Using Parsimony PAUP version 4.0b10 for 32- bit Microsoft Windows Swofford 2002 dan NTSYS Spc version 2 Rohlf 1998. PAUP digunakan untuk menganalisis pengelompokan keragaman penanda SCAR dari beberapa spesies rumput melalui distance dengan UPGMA. Program ini juga digunakan untuk menganalisis data AFLP dari hasil pergantian inang, yaitu mengkonstruksi filogram melalui distance Robinson Harris 1999 dengan heuristic. Pada analisis tersebut, tingkat perubahan pola AFLP dari Pyricularia d4 setelah berada pada inang pengganti ditunjukkan oleh jarak genetiknya. Data AFLP juga dianalisis dengan pengelompokan clustering dalam bentuk dendrogram pada program NTSYS Spc version 2 Rohlf 1998. Selain itu, PAUP juga digunakan untuk mengkonsruksi filogram dalam menganalisis hubungan filogenetik cendawan blas asal rumput dan padi dari lokasi dan waktu yang sama berdasarkan sekuen ITS beserta 5.8S rDNA. Filogram dikonstruksi melalui distance dengan neighbour joining. 15

BAB III KERAGAMAN

Pyricularia ASAL RUMPUT BERDASARKAN PENANDA SCAR DAN MAG Abstrak Karakterisasi penanda sequence characterized amplified region SCAR, magB, dan magC pada populasi Pyricularia dari rumput yang tumbuh liar disekitar tanaman padi belum dilaporkan. Oleh karena itu dilakukan karakterisasi tiga penanda SCAR Cut1, PWL2, Erg2, dan dua penanda lainnya berupa magB dan magC pada Pyricularia dari beberapa spesies rumput yang tumbuh berdekatan dengan padi untuk menduga tingkat variasi Pyricularia di Jawa Barat. Sebanyak 41 isolat Pyricularia dari Cydonon dactylon, Eleusine indica, Digitaria ciliaris, dan Panicum repens menunjukkan semuanya memiliki kesamaan ukuran fragmen DNA hasil amplifikasi kelima penanda. Ukuran fragmen Cut1, PWL2, dan Erg2 berturut-turut ± 1700 pb, 900 pb dan 1400 pb. Sedangkan ukuran fragmen magB dan magC masing-masing ± 1330 pb dan 1550 pb. Ukuran fragmen Cut1, PWL2, Erg2, magB, dan magC tersebut juga sama dengan ukuran fragmen 22 isolat Pyricularia dari padi. Sampel Pyricularia dari empat spesies rumput memiliki lima fenotipe SCAR yang dikonstruksi berdasarkan hasil amplifikasi dengan urutan Cut1, PWL2, dan Erg2. Kelima pola fenotipe ini menunjukkan frekuensi yang berbeda, yaitu 19.5 berfenotipe 011 A, 41.5 berfenotipe 101 B, 31.7 berfenotipe 111 C, 2.5 berfenotipe 001 D, dan 4.9 berfenotipe 010 E. Fenotipe SCAR Pyricularia dari satu bercak blas rumput kebanyakan terdiri atas dua fenotipe SCAR, dengan variasi fenotipe terutama pada Cut1 dan PWL2. Frekuensi gen penanda SCAR juga bervariasi, yaitu sebanyak 78.1 Pyricularia dari rumput memiliki Cut1, hanya 54.1 yang memiliki PWL2, dan 95.1 memiliki Erg2. Hanya satu isolat Pyricularia yang tidak menghasilkan amplikon magC, sehingga magB dan magC tidak dapat menunjukkan keragaman genetik Pyricularia dari rumput. Kata kunci: Pyricularia, Cydonon dactylon, Eleusine indica, Digitaria ciliaris, Panicum repens, padi, SCAR, magB, magC Pendahuluan Beberapa spesies rumput yang tumbuh di sekitar pertanaman padi telah dilaporkan sebagai inang Pyricularia. Di Indonesia, rumput seperti Echinochloa crusgalli Cikampek, Leersia hexandra Cilacap, Panicum repens Subang, dan Panicum maximum Bali sebagai inang cendawan blas Deptan DBPT 1992. Leersia hexandra dan P. repens juga menjadi inang cendawan blas di Filipina, selain itu bercak blas juga ditemukan pada Brachiaria distachya, Brachiaria mutica, Dactyloctenium aegyptium, Digitaria ciliaris, Echinochloa colona, Eleusine indica, Pennisetum purpureum, dan Rottboellia exaltata Mackill Bonman 1986. Di India, cendawan blas pada L. hexandra, Cyperus compressus, 16 Cyperus iria, dan Cyperus rotundus Singh Singh 1988, serta Pennisetum purpureum di Ghana Nutsugah et al. 2008. Pada penelitian pendahuluan tampak bahwa cendawan blas yang berasal dari rumput memiliki warna koloni yang cepat berubah dari gelap menjadi putih selama disubkultur berulang-ulang di laboratorium. Selain itu, jumlah konidium cendawan blas yang berasal dari rumput sejak awal hasil isolasi lebih sedikit dibandingkan dengan cendawan blas yang diperoleh dari padi. Sporulasi Pyricularia dari rumput budidaya lebih baik daripada isolat dari rumput liar, kemungkinan karena perbedaan genetik sporulasinya Rao et al. 1972. Pyricularia dari padi yang mengalami gangguan magB menghasilkan mutan dengan efek pleotropi, yaitu mereduksi pertumbuhan somatik, konidiasi, pembentukan apresorium, dan patogenisitas. Isolat-isolat cendawan blas padi dilaporkan cenderung tidak stabil dalam penampakan koloni, fertilitas, dan patogenisitasnya selama disubkultur di laboratorium Valent Chumley 1991. Pembentukan apresorium pada mutan nul magB dapat dipulihkan melalui penambahan cAMP Liu Dean 1997. Mutasi dominan magB menyebabkan autolisis koloni yang telah tua, pembentukan melanin tertunda, reduksi reproduksi seksual dan aseksual. Selanjutnya, mutan dominan magB mampu menghasilkan apresorium pada permukaan hidrofobik dan hidrofilik, meskipun perkembangan pada permukaan hidrofilik tertunda. Mutan dari tipe mutasi magB lainnya adalah tidak menyebabkan perubahan fenotipe yang drastis, hanya meningkatkan sensitivitas terhadap penghambatan konidiasi melalui tekanan osmotik Fang Dean 2000. Sedangkan delesi pada magC menyebabkan mutannya mengalami reduksi konidiasi, tetapi tidak mempunyai efek pada pertumbuhan miselium atau pembentukan apresorium. Sebaliknya delesi magA tidak memiliki efek pada pertumbuhan somatik, konidiasi, ataupun pembentukan apresorium Liu Dean 1997. Gen magB dan magC beserta magA berada pada kromosom yang terpisah dan hanya satu salinan copy dalam genom Pyricularia dari padi Dean 1997. Pyricularia dari berbagai inang bervariasi fertilitasnya, yaitu kemampuannya sebagai jantan fertil untuk menginduksi pembentukan peritesium, dan sebagai betina fertil untuk menghasilkan pembentukan peritesium Zeigler 17 1998. Sebagai contoh, 78 sampel dari populasi Pyricularia dari Stenotaphrum secundatum didominasi oleh gen kawin tipe Mat1-1 dan bersifat steril, hanya satu sampel yang jantan fertil dengan gen kawin tipe Mat1-2, tidak ditemukan betina yang fertil, meskipun ditemukan dua macam gen tipe kawin. Contoh lainnya 87 sampel populasi Pyricularia dari inang Festuca arundinaceae juga memiliki gen kawin tipe Mat1-1, dengan betina fertilnya berjumlah 47. Sebanyak 47 sampel betina fertil tersebut yang meghasilkan peritesium kosong ialah 19 sampel. Frekuensi gen tipe kawin lawan jenisnya dari populasi Pyricularia pada kedua inang sangat rendah 0-5.7 Tredway et al. 2003. Hal tersebut di atas mungkin berhubungan dengan subunit α dari protein G yang disandikan oleh tiga gen, yaitu mag A, magB, dan magC Dean 1997. Gen subunit α dari protein G mengontrol pertumbuhan, perkembangan, patogenisitas, dan diperlukan untuk perkawinan Pyricularia dari padi Liu Dean 1997. Oleh karena itu penanda magB dan magC dapat digunakan sebagai dasar keragaman pada Pyricularia untuk mendapatkan informasi keberadaan kedua penanda tersebut sehubungan dengan pemisahan spesies dan aliran genetik antara Pyricularia pada inang rumput dan padi. Isolat yang tidak berasal dari padi umumnya tidak patogen terhadap padi, ataupun hanya memberikan reaksi patogen lemah Singh dan Singh 1988, Couch et al . 2005. Demikian halnya di Indonesia, semua isolat Pyricularia dari Leersia hexandra , Panicum maximum, Panicum repens, dan Echinochloa crusgalli hanya patogen terhadap padi var. Kencana bali. Sedangkan isolat dari L. hexandra hanya patogen terhadap P. repens, tidak terjadi saling infeksi silang dari isolat lainnya DBPT Deptan 1992. Sebaliknya, Pyricularia NBG-A8401 dari padi mampu menginfeksi lima spesies gulma yang berupa rumput Brachiaria distachya, Echinochloa colona, L. hexandra , Leptochloa chinensis, dan Rottboellia exaltata, dan dua strain lainnya dari Pyricularia asal padi 2017 dan 43 hanya mampu menginfeksi L. chinensis Mackill Bonman 1986. Berbagai metode molekuler telah digunakan untuk mengetahui keragaman cendawan. Haplotipe Pyricularia dengan inang padi 68 strain dari benua Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, dan Eropa membentuk lima grup berdasarkan hasil amplifikasi 14 pasang primer sequence characterized 18 amplified region marker SCAR. Haplotipe Pyricularia padi dari Asia memiliki keragaman tinggi, sehingga berada di semua grup. Sebaliknya haplotipe Pyricularia padi dari Eropa tidak menyebar, berada dalam satu grup dengan Pyricularia padi dari Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Asia Soubabere et al. 2000. Sebanyak 16 jenis primer penanda SCAR yang dikembangkan oleh Soubabere et al. 2001 untuk memonitor rekombinasi dan migrasi populasi Pyricularia padi. Sebanyak tiga jenis Cut1, PWL2, dan Erg2 penanda SCAR dari ke 16 jenis tersebut dapat menunjukkan keragaman genetik haplotipe Pyricularia dari padi daerah endemik blas, yaitu Sumatra Utara, Sumatra Barat, Lampung, Sukabumi, dan Bogor Reflinur et al. 2005. Sampai saat ini belum diperoleh informasi keragaman penanda SCAR dan mag pada Pyricularia penginfeksi rumput yang tumbuh liar di sekitar tanaman padi. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan menganalisis keragaman Pyricularia dari beberapa spesies rumput yang tumbuh di sekitar tanaman padi berdasarkan lima macam penanda molekuler, yaitu tiga penanda SCAR Cut1, PWL2, Erg2, dan dua penanda lainnya berupa magB, dan magC. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menduga tingkat variasi Pyricularia di Jawa Barat. Bahan dan Metode Tempat. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Cendawan dan Biorin di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi PPSHB IPB. Bahan. Bercak blas pada helaian daun spesies rumput dari tiga lokasi berbeda, yaitu dari empat spesies rumput di sekitar pertanaman padi pada sawah di Sukabumi dengan waktu pengambilan berbeda, satu spesies rumput di sekitar pertanaman padi pada ladang di Jasinga Bogor, dan satu spesies rumput di rumah kaca PPSHB IPB, Kampus Dermaga Tabel 1. Sebagai pembanding, bercak blas dari helaian daun padi diambil dari lokasi dan waktu yang sama dengan pengambilan sampel dari rumput. Selain itu, sebagai kontrol digunakan Pyricularia dari beberapa varietas padi hasil koleksi Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi BB Padi Bogor. Spesies rumput diidentifikasi oleh Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor. 19 Tabel 1 Isolat Pyricularia dari satu bercak blas pada beberapa rumput dari tiga lokasi di Jawa Barat, dan dari padi di Lampung dan pada empat lokasi di Jawa Barat Jenis inang pembawa bercak blas Asal lokasi pengambilan ke Jumlah isolat Kode isolat pada setiap bercak Cynodon dactylon Sawah Sukabumi I 3 cd7.S1, cd9.S1, cd13.S1 C. dactylon Sawah Sukabumi II 6 cd2.S2, cd3.S2, cd6.S2, cd7.S2, cd9.S2, cd10.S2 Eleusine indica 5 ei2.S2, ei4.S2, ei5.S2, ei8.S2, ei9.S2 Digitaria ciliaris Sawah Sukabumi III 5 dc1.S3, dc2.S3, dc3.S3, dc4.S3, dc6.S3 Panicum repens -1 Sawah Sukabumi IV 4 pr3.a.S4, pr6.a.S4, pr8.a.S4, pr10.a.S4 Panicum repens -2 10 pr2.b.S4, pr3.b.S4, pr4.b.S4, pr5.b.S4, pr7.b.S4, pr8.b.S4, pr9.b.S4, pr12.b.S4, pr14.b.S4, pr15.b.S4 D. ciliaris Ladang Jasinga Bogor 5 d2, d4, d10, d15, d16 D. ciliaris Rumah kaca PPSHB IPB, Darmaga 3 dc7.G, dc10.G, dc11.G Padi Sawah Sukabumi I 3 ou3.a.S1, ou4.a.S1, ou9.a.S1 Padi 4 ou2.b.S1, ou3.b.S1, ou4.b.S1, ou8.b.S1 Padi var. IR64 1 oir64.S1 Padi Sawah Sukabumi IV 4 ou3.S4, ou4.S4, ou5.S4, ou6.S4 Padi var. Kencana bali Ladang Jasinga Bogor 5 ok1, ok3, ok6, ok10, ok16 Padi Lampung 1 o173 Indramayu 1 oir64.041.I Indramayu 1 oir64.073.I Kuningan 1 oir64.001.K Sukabumi 1 ocr.033.S : bercak blas berdampingan berada pada satu daun, : varietas tidak diketahui : koleksi Kebun Percobaan Muara, BB Padi Bogor Isolasi Konidium Tunggal dan Identifikasi Cendawan. Satu bercak blas Gambar 2 dicuci dengan air mengalir dan dilembapkan semalam, kemudian sejumlah konidium tunggal diisolasi dengan bantuan mikroskop modifikasi dari Bonman et al. 1987. Konidium tunggal dikecambahkan pada medium agar-agar Bacto air 4 wv yang mengandung antibiotik kloramfenikol 250 mg L -1 . 20 Isolat hasil perkecambahan ditumbuhkan pada medium cawan Potato Dextrose Agar PDA, Difco dan disimpan pada agar-agar miring PDA. Kultur cendawan dari konidium tunggal yang diperoleh dari hasil isolasi diidentifikasi dengan bantuan mikroskop dan menggunakan buku acuan Ou 1985. Kultur cendawan terlebih dahulu ditumbuhkan pada medium sporulasi, yaitu medium oatmeal 30 g oatmeal L -1 , 20 g agar-agar L -1 , 5 g sukrosa L -1 , modifikasi Tsurushima et al. 2005. Hifa aerial kultur cendawan berumur 7-8 hari dihilangkan secara aseptik dengan bantuan kaca objek dan akuades steril. Selanjutnya kultur ditutup dengan plastik transparan dan diberi lubang untuk aerasi serta disinari n-UV terus menerus selama 4-5 hari untuk menginduksi pembentukan konidium. Isolasi dan Amplifikasi DNA. DNA genom cendawan diisolasi dari miselium yang ditumbuhkan pada 25 mL medium cair 5 g L -1 sukrosa, 2 g L -1 ekstrak khamir, dan 2 g L -1 pepton, modifikasi Crawford et al. 1986 selama enam hari pada mesin pengocok. Miselium dipanen dan diisolasi genomnya menurut prosedur yang dijelaskan oleh Raeder dan Broda 1985 dengan volume lebih besar dan sedikit modifikasi. Miselium digerus dalam mortar steril sampai terbentuk pasta. Pasta disuspensikan dalam 4 mL larutan penyangga ekstrak 200 mM Tris HCl pH 8.5; 250 mM NaCl; 25 mM EDTA; 0.5 SDS. Sebanyak 2.8 mL fenol dan 1.2 mL campuran kloroform dan isoamil alkohol CIA=24:1 ditambahkan ke dalam suspensi dan suspensi dibolak-balik secara perlahan. Suspensi disentrifugasi selama 30 menit pada 4,000 rpm dengan suhu 6 °C. Fase cairan bagian atas segera dipindahkan ke tabung baru dan dipresipitasi dengan menambahkan 1x volume isopropanol dingin. Hasil presipitasi disentrifugasi Gambar 2 Fenotipe bercak blas pada daun rumput dan padi: a. Digitaria ciliaris , dan b. padi. a b bercak blas 21 selama 20 menit pada 4,000 rpm dengan suhu 6 °C. Endapan dibilas dengan etanol dingin konsentrasi 70 dan disentrifugasi kembali selama 10 menit. Endapan dikeringkan dengan pompa vakum selama 15 menit, dan dilarutkan dalam 100 uL TE 1x 10 mm Tris HCl pH 8, 1 mmol EDTA, serta ditambahkan 0.2x volume RNAse 20 mg mL -1 . Larutan diinkubasi semalam pada 37 °C, kemudian ditambahkan 900 uL TE 1x dan larutan diekstrak kembali dengan menambahkan 1xvolume CIA, dan disentrifugasi selama 10 menit pada 4,000 rpm dengan suhu 6 °C. Cairan bagian atas dipresipitasikan kembali dengan menambahkan isopropanol dingin seperti tahapan sebelumnya sampai diperoleh endapan yang dilarutkan dalam 100 uL TE 1x. DNA yang dianalisis memiliki tingkat kemurnian A 260 A 280 1.6-1.9. DNA cendawan hasil isolasi diamplifikasi melalui PCR dengan menggunakan lima penanda molekuler. Kelima penanda tersebut terdiri atas tiga jenis penanda SCAR Cut1, PWL2, Erg2 yang merupakan bagian dari 16 penanda SCAR yang dihasilkan oleh Soubabere et al. 2001. Sedangkan dua penanda lainnya, yaitu magB, dan magC masing-masing dikonstruksi berdasarkan sekuen nomor akses AF011341 dan AF011342 Liu Dean 1997. Primer forward dan reverse magB masing-masing terletak pada nukleotida nomor 841- 861 dan 2154- 2174. Sedangkan primer forward dan reverse magC masing- masing terletak pada nukleotida nomor 808-828 dan 2334-2354. Susunan nukleotida primer kelima penanda sebagai berikut: Cut1 F:5’TATAGCGTTGACCTTGTGGA-3’, Cut1 R:5-TATAGCATCTCAGACCGAACC-3’ PWL2 F:5’-TCCGCCACTTTTCTCATTCC-3’ PWL2 R: 5’-GCCCTCTTCTCGCTGTTCAC-3’ Erg2 F:5’-GCAGGGCTCATTCTTTTCTA-3’ Erg2 R:5’-CCGACTGGAAGGTTTCTTTA-3’ magB F:5’CAATCGGCCACAATGGGTTGC-3” magB R:5’TAGCGGGCACTGATTTTAGAT-3” magC F:5’CCCTCTGGCAAGATGTGCTTC-3” magC R:5’ACCGCCGGAGTAGCACTCACA-3” 22 Total reaksi PCR sebanyak 20 μL, mengandung sekitar 100 ng DNA genom cetakan; 10 μL 2x PCR master mix 0.05 unit μL -1 Taq DNA polymerase, 4 mM MgCl, 0.4 mM masing-masing dNTP, dan 0.6 ρmol masing-masing primer. Program PCR meliputi pradenaturasi pada suhu 95 °C selama 15 menit, dilanjutkan 35 siklus pada suhu 94 °C selama 1 menit, suhu pelekatan annealing primer Cut1, PWL2, dan Erg2 adalah 60 °C selama 45 detik, sedangkan suhu pelekatan primer magB dan magC adalah 56 °C, juga selama 45 detik. Program selanjutnya adalah pemanjangan elongation pada suhu 72 °C selama 2 menit. Tahap akhir proses PCR pada suhu 72 °C selama 15 menit. Produk PCR di visualisasi melalui elektroforesis pada gel agarosa 1 wv dalam TAE 1x 0.04 M Tris-asetat dan 0.001 M EDTA, dan perendaman gel dalam 0.5 μg mL -1 etidium bromida. Pengamatan dilakukan terhadap keberadaan pita DNA pada gel agarosa yang diletakkan pada UV transluminator Labquip yang dilengkapi kamera digital Olymphus. Data molekuler diperoleh melalui dua kali ulangan. Analisis data . Amplikon pada isolat dari rumput dinyatakan ada =1 bila terdapat fragmen DNA hasil amplifikasi. Sebaliknya jika tidak tampak fragmen DNA hasil amplifikasi dari suatu penanda diberi nilai 0. Analisis terhadap keragaman fenotipe penanda SCAR, magB, dan magC hanya dilakukan pada isolat-isolat dalam satu klon. Fenotipe SCAR berdasarkan kombinasi keberadaan Cut1, PWL2, dan Erg2 seperti yang dilakukan oleh Reflinur et al. 2005, tetapi dimodifikasi urutannya Tabel 2. Fenotipe SCAR Pyricularia dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui tipe pengelompokannya. Pada analisis ini juga dilakukan penggabungan fenotipe SCAR Pyricularia dari rumput dan padi Dendogram dikonstruksi melalui distance dengan UPGMA pada program Phylogenetic Analysis Using Parsimony PAUP, version 4.0b10 for 32-bit Microsoft Windows Swofford 2002. Tabel 2 Ragam fenotipe berdasarkan tiga penanda SCAR Penanda SCAR Fenotipe Cut1 Pwl2 Erg2 A 0 1 1 B 1 0 1 C 1 1 1 D 0 0 1 E 1 1