I. PENDAHULUAN
Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia dan patut dibanggakan adalah keanekaragaman ikan hias, baik ikan hias air laut maupun ikan hias air
tawar. Jumlah ikan hias air tawar Indonesia diperkirakan sekitar 400 spesies dari 1.100 spesies ikan hias yang ada di seluruh dunia DKP 2008. Salah satu
komoditas ikan hias air tawar asal Indonesia yang menjadi favorit adalah botia Chromobotia macrachantus.
Satyani et al 2007 menyatakan ikan botia merupakan jenis ikan hias air tawar asli dari Sumatera dan Kalimantan yang memiliki daya tarik yakni bentuk
badannya seperti torpedo dengan punggung agak melengkung, mulut kecil meruncing ke arah bawah dan warna tubuh yang berbelang kuning dan hitam.
Selain itu, Slembrouck 2010 menyatakan bahwa ikan botia merupakan ikan yang sangat populer dikalangan pecinta ikan hias dan merupakan komoditas utama
dalam ekspor dibidang organisme perairan dari Indonesia. Pada pertemuan jejaring ikan hias yang dilaksanakan September 2011, para eksportirpun
mengatakan bahwa ikan botia menempati urutan pertama dalam komoditas ekspor ikan hias air tawar Permana 2011.
Permintaan terhadap ikan hias botia cukup banyak, baik di dalam maupun luar negeri. Menurut United Nation Commodity Trade Statistics Database 2010
yang dikutip Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Perikanan 2011, nilai ekspor ikan hias Indonesia pada tahun 2006 sebesar USD 9,4 juta
dan naik menjadi USD 11,66 juta pada tahun 2009. Permintaan yang tinggi, tetapi
tidak diiringi ketersediaan benih dan induk botia.
Pada saat ini ketersediaan benih dan induk botia masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Penangkapan yang terlalu berlebihan dan intensif serta
adanya pengaruh musim yang tidak menentu menyebabkan populasi ikan botia di alam semakin menurun. Oleh sebab itu, untuk mengatasi produksi benih botia
yang mengandalkan dari alam maka produksi benih ikan botia akan diarahkan ke sistem budidaya yang terkontrol BRBIH 2010.
Saat ini pemeliharaan ikan botia masih mengalami hambatan, salah satunya adalah pertumbuhan yang relatif lambat. Ikan botia yang siap dipasarkan dengan
2 ukuran 2–2,5 inci memerlukan waktu pemeliharaan 6 bulan BRBIH 2010. Oleh
sebab itu dibutuhkan solusi untuk meningkatkan laju tumbuh dan kelangsungan hidup ikan. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan laju tumbuh
ikan, salah satunya dengan rekayasa hormonal menggunakan hormon tiroksin yang merupakan produksi kelenjar tiroid dan berperan meningkatkan proses
metamorfosa serta merangsang perkembangan maupun pertumbuhan ikan terutama pada fase larva Evans 1993. Pada larva ikan nila pemberian tiroksin
dapat memacu penyerapan kuning telur Nacario 1983. Menurut Lam dan Reddy 1992, larva ikan maskoki yang diberi perlakuan tiroksin mengalami proses
pembentukan organ yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Astutik 2002 menyatakan perendaman larva dengan dosis 0,01 mgL tiroksin dapat
meningkatkan kelangsungan hidup pada benih ikan gurami, namun pemberian tiroksin dengan dosis yang lebih tinggi yaitu 1 mgL dapat menurunkan
kelangsungan hidup benih. Affandi dan Tang 2002 menyatakan tiroksin dapat pula meningkatkan proses metabolisme dalam tubuh. Pada ikan gabus,
pertumbuhan yang paling cepat dan kelangsungan hidup yang tertinggi ditunjukkan pada ikan uji yang mendapatkan perlakuan perendaman tiroksin 0,1
mgL Megahanna 2010. Semua penelitian yang dilakukan ini menunjukkan adanya peranan tiroksin dalam proses pertumbuhan dan perkembangan larva.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dirancang untuk meningkatkan perkembangan, kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan botia pada fase larva
dengan perendaman dalam larutan hormon tiroksin pada berbagai dosis sehingga menghasilkan benih yang berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pemberian hormon tiroksin dengan dosis yang berbeda 0 mgL; 0,01 mgL dan 0,1 mgL terhadap perkembangan, kelangsungan hidup,
dan pertumbuhan larva ikan botia Chromobotia macrachantus.
II. BAHAN DAN METODE