RESPON PEMBERIAN DOSIS MINYAK SEREH (Cymbopogon citratus) UNTUK ANESTESI IKAN BOTIA (Chromobotia Macracanthus Bleeker) DENGAN METODE TRANSPORTASI TERTUTUP RESPONSE OF OIL LEMONGRASS (Cymbopogon citratus) FOR BOTIA FISH (Chromobotia Macracanthus Bleeker) A

JURNAL RUAYA VOL. 4. NO. 2. TH 2016
FPIK UNMUH-PNK

ISSN 2541 - 3155

RESPON PEMBERIAN DOSIS MINYAK SEREH (Cymbopogon citratus) UNTUK
ANESTESI IKAN BOTIA (Chromobotia Macracanthus Bleeker) DENGAN METODE
TRANSPORTASI TERTUTUP
RESPONSE OF OIL LEMONGRASS (Cymbopogon citratus) FOR BOTIA FISH
(Chromobotia Macracanthus Bleeker) ANESTHESIA WITH TRANSPORTATION
CLOSED METHODE
Hastiadi Hasan1, Eka Indah Raharjo2, Saplidan Zamri3
1. Staff Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
2. Staff Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
3. Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
[email protected]

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui dosis yang optimal selama pembiusan dengan minyak sereh pada ikan
botia dengan transportasi sistem tertutup.Pelaksanaan Penelitian ini diawali dari laboratorium basah Universitas
Muhammadiyah Pontianak kabupaten Kubu Raya menggunakan transportasi darat pada pukul 07.00 WIB kemudian

menuju kabupaten Pemangkat setelah itu menuju ke kabupaten Sambas dan kembali lagi ke laboratorium basah
Universitas Muhammadiyah Pontianak di Pontianak, kabupaten Kubu raya pada pukul 20.00 WIB dan penelitian ini
dilaksanakan pada hari minggu tanggal 8 febuari 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan dengan dosis minyak sereh yang dipergunakanantara lain adalah perlakuan A
(kontrol), B (1ml/L), C (2ml/L), dan D (3ml/L). Parameter pengamatan yang dilakukan adalahtingkah laku ikan selama
penelitian, masa induksi dan sedatif, kelangsungan hidup dan kualitas air.Hasil penelitian ini menunjukkan respon dan
tingkah laku ikan botia setelah menggunakan pembiusan minyak sereh menunjukan gejala ikan mulai panik, operculum
agak cepat, aktifitas mulai melamban, serta respon ikan melemah pada saat minyak sereh mulai bereaksi.
Kecenderungan konsentrasi pembiusan yang paling efektif untuk pengangkutan ikan botia dengan ukuran 3-5 cm
adalah perlakuan B dengan dosis 1 ml/L dengan kelangsungan hidup rata-rata 76%.
Kata kunci :minyak sereh, anestesi, ikan botia

ABSTRACT
This study aims to determine the optimal dose during anesthesia with lemongrass oils in fish Botia to transport a
closed system. Implementation of this research starts from wet labs Muhammadiyah University Pontianak district Kubu
Raya using ground transportation at 07.00 am and then headed the district Pemangkat then headed to the Sambas
district and back again to the wet lab Muhammadiyah University Pontianak in Pontianak , the district Kubu highway at
08:00 pm and this research carried out on Sunday, February 8th, 2015. This study uses a completely randomized design
(CRD) with 4 treatments and 3 replications with a dose of lemongrass oil that is used , among others, treatment A
(control) , B (1 ml / L) , C (2ml / L) , and D (3ml / L) . Parameter observations made are fish behavior during the study

, the induction period and sedatives , survival and quality of water. Results of this study indicate the response and
behavior of fish Botia after using lemongrass oil anesthesia fish began to show symptoms of panic , operculum rather
quickly , activity slowing , and the response of fish weakened during lemongrass oil began to react. The tendency of the
concentration of anesthesia is most effective for transporting fish Botia with size 3-5 cm is treatment B at a dose of 1
ml/ L with an average survival of 76 %.
Keywords: lemongrass oil, anesthetic, fish Botia

7

JURNAL RUAYA VOL. 4. NO. 2. TH 2016
FPIK UNMUH-PNK

PENDAHULUAN
Ikan botia (Chromobotia macracanthus) atau
lebih dikenal dengan nama clown loach merupakan
spesies ikan hias air tawar dari Famili Cobitidae yang
distribusinya terbatas hanya di pulau Kalimantan dan
Sumatera saja. Di Kalimantan, Ikan Botia menghuni
Sungai Barito, Kahayan, Kapuas, Bongan dan
Mahakam. Sedangkan di Sumatera, ikan hias ini

menghuni Sungai Pangabuang, Kwanten, Batanghari,
Teluk Betung, Musi dan aliran sungainya, Danau
Minanjau (Weber and de Beaufort, 1916 dalam
Kusumah, 2007), serta Sungai Tulang Bawang.
Produksi ikan botia masih bergantung hasil
tangkapan dari alam, sedangkan keberhasilan upaya
budidayanya sendiri masih berlangsung dalam skala
laboratorium.Hal ini sesuai dengan laporan Satyani
dkk. (2006) yang menyatakan bahwa pembenihan ikan
botia di habitat buatan sudah berhasil dilakukan sejak
tahun 2004 di Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air
Tawar (LRBIHAT), Depok milik Departemen
Kelautan dan Perikanan (DKP), Indonesia yang
bekerjasama dengan Institut de Recherche pour le
Developpement (IRD), Perancis, namun masih dalam
skala laboratorium dan sampai dengan saat ini, induk
dan calon induk masih tetap didatangkan dari hasil
tangkapan alam. Di Indonesia, setiap tahunnya ikan
botia diperjual belikan atau di ekspor dalam jumlah
jutaan ekor ke mancanegara. Ukuran siap ekspor paling

kecil adalah sekitar 1-2 inci atau 2,5-5,0 cm.
Minyak sereh merupakan minyak atsiri yang
banyak mengandung senyawa geraniol dan sitronelol
mampu menurunkan tingkat metabolisme ikan dengan
cara membuat ikan pingsan atau menenangkan ikan.
Senyawa geraniol dan sitronelol berperan penting
dalam mekanisme anestesi melalui jaringan pernafasan
(Pirhonen & Schreck, 2002).
Salah satu kendala pemasaran ikan botia adalah
transportasi dan waktu. Permintaan yang banyak
namun karena komoditi usaha masih mengharapkan
tangkapan dari alam untuk daerah Kalimantan Barat
banyak terdapat didaerah danau Sentarum Kecamatan
Selimbau Kabupaten Kapuas Hulu dibutuhkan waktu
yang cukup lama untuk mencapai tempat pemasaran
yaitu di Kabupaten Sintang dan Kabupaten Pontianak.
Oleh karena itu, untuk efektifitas dan efesiensi
dibutuhkan upaya pembiusanatauanestesi dengan
metode transportasi tertutup dengan menggunakan
transportasi darat.

Pembiusan ikan dengan menggunakan senyawa
kimia sangat sering dilakukan seperti obat bius
Methane tricaine Sulphonate (MS-222), Hydroxy
quinaldine, Tertiary Amyl Alkohol, Sodium Amytal,
Novacine dan Methyl paraphynol. Senyawa-senyawa
tersebut mungkin berbahaya bagi kesehatan manusia
yang mengkonsumsi ikan karena dikhawatirkan dapat
terakumulasi didalam tubuh ikan dan penggunaan
anastesi dari bahan kimia tersebut dikhawatirkan akan
meninggalkan residu yang berdampak negatif terhadap

ISSN 2541 - 3155

kesehatan ikan tersebut. Selain itu bahan-bahan kimia
tersebut biasanya cukup mahal dan sulit didapat karena
memerlukan proses pembuatan yang rumit dan
sebagian bahannya merupakan bahan yang diimpor.
Untuk itu diperlukan bahan alami yang dapat
diproduksi dengan mudah, murah dan tidak
menimbulkan efek negatif sebagai obat bius dan tetap

efektif untuk membius ikan.Salah satu bahan alami
yang dapat digunakan sebagai anastesi adalah minyak
sereh.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
dosis yang optimal selama pembiusan dengan minyak
sereh pada ikan botia dengan transportasi sistem
tertutup.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini diawali dari laboratorium basah
Universitas Muhammadiyah Pontianak kabupaten
Kubu Raya menggunakan transportasi darat pada pukul
07.00 WIB kemudian menuju kabupaten Pemangkat
setelah itu menuju ke kabupaten Sambas dan kembali
lagi ke laboratorium basah Universitas Muhammadiyah
Pontianak di Pontianak, kabupaten Kubu raya pada
pukul 20.00 WIB dan penelitian ini dilaksanakan pada
hari minggu tanggal 8 febuari 2015.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi :kantong plastik berukuran 50cm x 39cm,

Thermometer, pH indikator, water testkit untuk
mengukur oksigen terlarut dan spektofotometer untuk
mengukur amoniak. Sedangkan alat penunjang
dipergunakan seperti blender, timbangan, serokan
kecil, ember, akuarium, plastik packing, alat tulis, alat
dokumentasidan alat penunjang lainnya serta bahan
yang digunakan yaitu ekstrak minyak sereh, ikan botia
ukuran 3-5 cm.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3
ulangandengan dosis minyak sereh yang dipergunakan
adalah :
A : Perlakuan.A, tanpa pembiusan (kontrol).
B : Perlakuan B, Dosis minyak sereh 1 ml/L.
C : Perlakuan C, Dosis minyak sereh 2 ml/L.
D: Perlakuan D, Dosis minyak sereh 3 ml/L.
Setelah di lakukan pemberokan selama 72 jam,
kemudian perhitungan konsentrasi minyak sereh
berdasarkan banyak air dalam plastik.Sehingga bila
percobaan ini menggunakan air sebanyak 1 liter, maka

konsentrasi minyak sereh dikalikan dengan liter air
dalam wadah.Kemudian dilakukan pengukuran pH,
Amoniak
dan
oksigen
terlarut.Setelah itu
memasukan ikan uji kedalam wadah plastik.
Minyak sereh yang sudah disiapkan sesuai
dengan dosis perlakuan kemudian dimasukan kedalam
plastik packing yang berisi 1 liter air, kemudian ikan uji
sebanyak 25 ekor perunit perlakuan dimasukan kedalam
plastik packing yang telah berisi minyak sereh. Minyak
sereh yang sudah dipersiapkan sesuai dengan dosis,
perlakuan kemudian dimasukkan ke dalam kantong

8

JURNAL RUAYA VOL. 4. NO. 2. TH 2016
FPIK UNMUH-PNK


ISSN 2541 - 3155

pecking, sebelum diikat harus diberi oksigen murni
terlebih dahulu sebanyak 2 kali dari volume air untuk
kebutuhan respirasi ikan.Kemudian ditransportasikan
dari Desa Selimbau ke Pontianak selama 18 jam,
pengamatan tingkah laku ikan pada saat pembiusan
diangkut menggunakan mobil dengan suhu didalam
mobil stabil.
Adapun parameter yang diamati selama
penelitian adalah tingkah laku ikan selama pembiusan,
masa induksi dan sedatif, kelangsungan hidup ikan serta
kualitas air.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkah Laku Ikan Selama Pembiusan
Hasil dari penelitian, ikan botia yang dimasukan
kedalam wadah plastik yang berisi media air yang telah
dicampur minyak sereh yang berbeda memperlihatkan
tingkah laku yang sama pada setiap perlakuan, kecuali

perlakuan kontrol, pada perlakuan kontrol ikan botia
sampai menit ke 20 tingkah laku ikan masih tetap sama
ditandai dengan pergerakan operculum normal, respon
terhadap rangsangan luar tinggi dan gerak renang aktif.

0-5

C
( 2 ml/L )

6 – 10

Tabel 1. Respon dan Tingkah Laku Ikan Selama
Masa Pembiusan
Konsentrasi
Minyak Sereh

Waktu
Pengamatan
( menit )


A
0 – 20
(0 ml/L)

0 – 10

B
( 1 ml/L )

11 – 18

19 – 20

Respon dan Tingkah
Laku Ikan Botia
 pergerakan
operkulum normal
 respon terhadap
rangsangan luar
tinggi
 gerak renang aktif
 belum pingsan
 pergerakan
operkulum normal
 respon terhadap
rangsangan luar
tinggi
 gerak renang aktif
 ikan kelihatan mulai
panik
 ikan sering muncul
ke permukaan
 respon ikan mulai
melemah
 aktifitas ikan mulai
melamban
 pergerakan
operkulum
melambat
 keseimbangan
renang ikan mulai
hilang
 tidak ada lagi
pergerakan
 tidak ada lagi respon
dari luar

11 – 20

0–4
D
( 3 ml/L )

5 – 20

 pergerakan
operkulum normal
 respon terhadap
rangsangan luar
tinggi
 gerak renang aktif

 keseimbangan
renang hilang
sebagian
 ikan sering muncul
ke permukaan,
bahkan ada yang
melompat ke
permukaan
 operkulum sangat
lamban
 keseimbangan ikan
mulai hilang total
 ikan tidak merespon
rangsangan dari luar

 tidak ada lagi
gerakan
 tidak ada lagi respon
dari luar
 ikan kelihatan mulai
panik, dengan gerak
operkulum yang
agak cepat
 keseimbangan ikan
mulai hilang
sebagian
 ikan sering muncul
ke permukaan,
bahkan ada yang
melompat ke
permukaan
 tidak ada lagi
gerakan
 tidak ada lagi respon
dari luar

Untuk perlakuan B dengan konsentrasi 1ml/L
pada kisaran menit ke 0-10 ikan masih menunjukan
tingkah laku normal ditandai dengan pergerakan
operculum normal, respon terhadap rangsangan luar
tinggi dan gerak renang aktif, namun pada kisaran
menit ke 11-18 terjadi perubahan tingkah laku ikan
ditandai dengan ikan kelihatan mulai panik, sering
muncul kepermukaan dan respon ikan mulai melemah,
terlihat minyak sereh yang diberikan telah berpengaruh
terhadap ikan botia. Pada menit 19- 20 aktifitas tidak
terlihat lagi, pergerakan operculum sangat lemah dan
keseimbangan renang ikan hilang total atau ikan sudah
pingsan semua.Untuk perlakuan C dengan konsentrasi

9

JURNAL RUAYA VOL. 4. NO. 2. TH 2016
FPIK UNMUH-PNK

ISSN 2541 - 3155

2ml/L pada kisaran 0-5 menit tingkah laku ikan
normal, namun pada menit 6-10 minyak sereh mulai
berpengaruh terhadap ikan, terlihat ikan mulai panik
dengan operculum yang agak cepat, ikan sering muncul
ke permukaan dan keseimbangan renang hilang
sebagian. Pada menit 11-15 ikan telah mengalami fase
pingsan yaitu ditandai dengan operkulum sangat
lambat keseimbangan renang ikan mulai hilang total
dan ikan tidak merespon rangsangan dari luar. Untuk
perlakuan D konsentrasi 3ml/L, pada waktu 0-4 menit
langsung mengalami perubahan, hal ini di sebabkan
ikan langsung bereaksi dengan lingkungan di sebabkan
juga minyak sereh langsung berpengaruh terhadap ikan
di tandai ikan kelihatan mulai panik dengan gerak
operculum yang agak cepat, kemudian pada menit ke
5-8 gerak operculum sangat lamban, keseimbangan
ikan hilang total dan tidak ada lagi gerakan serta respon
dariluar. Hal ini menunjukan ikan sudah pingsan (Daud
et al, 1997 dalam Yanto 2008). Perbedaan antara
perlakuan yang diberi minyak sereh hanya pada waktu
induksi yang merupakan lamanya waktu sampai
pingsan, perlakuan yang memiliki konsentrasi minyak
sereh cenderung memiliki waktu induksi yang cepat.

Masa Induksi dan Sedatif
Masa Induksi
Pengamatan lama waktu induksi menunjukan
bahwa perlakuan 3ml/L memiliki waktu tercepat dalam
pemingsanan. Hal ini disebabkan dosis minyak sereh
yang digunakan lebih banyak daripada perlakuan yang
lain. Ikan pingsan diduga karena menyerap masuk zat
pembius dari minyak sereh melalui insang dan jaringan
otot (Gunn, 2001). Masuknya zat pembius yang berupa
sitronenol dan geraniol kedalam tubuh ikan dalam
sistem darah akan disebarkan ke seluruh tubuh
termasuk sistem saraf otak (Pramono, 2002). Hal ini
ditandai dengan tidak ada lagi respon rangsangan dari
luar.
Tabel 2. Masa Induksi Selama Penelitian
Konsentrasi
(ml/L)
A(0)

B (1)

C (2)

D (3)

Ulangan
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

Waktu
( menit )
0
0
0
19
20
19
12
11
13
7
7
5

Transformasi
Data
0.71
0.71
0.71
4.42
4.53
4.42
3.54
3.39
3.67
2.74
2.74
2,35

Masa Sedatif
Lama waktu pulih sadar ikan (sedatif) dihitung
pada saat ikan uji berada dalam wadah penyadaran

yang diaerasi, dimana waktu yang dihitung berakhir
hingga ikan telah sadar dari pingsan.Ciri-ciri ikan telah
sadar adalah ikan mulai berenang normal dan
menerima respon rangsangan dari luar dengan keadaan
tubuh yang terlihat tidak lemah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama
waktu penyadaran ikan tiap perlakuan berbedabeda.Pada perlakuan B dosis 1 ml/L, ikan mulai sadar
semua pada menit ke 6.Perlakuan C dengan dosis 2
ml/L, ikan mulai sadar semua pada menit ke 14.
Sedangkan pada perlakuan D yaitu dosis 3ml/L waktu
sadarnya lebih lama yaitu pada menit 21. Hasil
penelitian setiap dosis pembiusan mempunyai tingkat
waktu penyadaran yang berbeda. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Robertson et al., (1987) pemakaian obat
bius dengan dosis yang berbeda akan mempengaruhi
tingkat kesadaran ikan.
Tabel 3. Masa Sedatif Selama Penelitian
Konsentrasi
Waktu
Transformasi
Ulangan
(ml/L)
( menit )
Data
1
0
0.71
A(0)
2
0
0.71
3
0
0.71
1
6
2.55
B (1)
2
6
2.55
3
7
2.74
1
13
3.67
C (2)
2
14
3.81
3
14
3.81
1
20
4.53
D (3)
2
20
4.53
3
21
4.64

Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan
Tingkat kelangsungan hidup ikan botia
dipengaruhi oleh media transportasi yang mengandung
carnpuran minyak sereh. Kelangsungan hidup ikan
terendah dihasilkan oleh media transportasi yaitu pada
perlakuan kontrol, namun hampir sama dengan
perlakuan D dengan konsentrasi 3 ml/L dengan
persentasi 16,7 %, dan yang tertinggi 80% dihasilkan
oleh campuran minyak sereh 1 mI/L.
Tabel 4. Tingkat Kelangsungan Hidup Selama
Masa Pemeliharaan
Perlakuan

Awal

Akhir

A
B
C
D

60
60
60
60

16
46
35
7

Survival Rate
(%)
26
76
58
35

Berdasarkan hasil penelitian, pembiusan
menggunakan minyak sereh yang dilakukan
menggunakan konsentrasi 0ml/L (Kontrol), 1ml/L,
2mI/L dan 3ml/L. Tingkat kelulusan hidup tertinggi

10

JURNAL RUAYA VOL. 4. NO. 2. TH 2016
FPIK UNMUH-PNK

yaitu pada dosis 1ml/L dan kelulusan hidup terendah
pada perlakuan kontrol 0mI/L. Konsentrasi 1 mI/L
memberikan tingkat kelulusan hidup meneapai 80%,
laju sintasan ini sangat diutamakan sebab pembiusan
pada pengangkutan ikan bertujuan untuk mencegah
kematian ikan. Pada konsentrasi 2ml/L mencapai 65 %
dan pada konsentrasi 3 ml/L tingkat kelulusan hidup
hanya meneapai 40%. Hal ini menunjukan bahwa
semakin rendah konsentrasi minyak sereh yang
digunakan maka kelangsungan hidup hewan uji akan
tinggi dan semakin tinggi konsentrasi minyak sereh
yang digunakan maka kelangsungan hidup ikan uji
semakin rendah. Dari konsentrasi yang diujikan
tersebut konsentrasi minyak sereh optimal untuk
transportasi selama 18 jam ikan botia adalah 1ml/L.
Berdasarkan uji normalitas Lilliefors didapatkan
nilai L hitung maksimal 0,169 lebih kecil dari L tabel
5% (0,242) dan L tabel 1% (0,275) maka data tersebut
berdistribusi normal. Sedangkan hasil uji homogenitas
ragam bartlet didapat nilai X2 2,82 lebih kecil dari X2
tabel 5% (9,49) dan X2 tabel 1% (13,28) maka data
homogen. Selanjutnya dari hasil analisa keragaman
(Anova) diperoleh nilai F hitung (61,89) lebih besar
dari F tabel 5% (4,07) dan F tabel 1 % (7,59), hal
tersebut berarti Hi diterima dan Ho ditolak atau antar
perlakuan berbeda nyata.
Dari hasil BNJ bahwa perlakuan A (0) kontrol
tidak berbeda nyata terhadap perlakuan D (3) ml/L,
perlakuan D (3) ml/L berbeda s a n g a t nyata
terhadap perlakuan C (2) ml/L dan perlakuan C (2)
ml/L berbeda nyata terhadap perlakuan B (1) ml/L.

100,00
80,00
60,00
40,00y = -18,333x2 + 55,667x + 29,833
R² = 0,8344
20,00
0,00
0
Gambar

1
2
3
4
1.
Hubungan
Antara
Tingkat
Kelangsungan Hidup Dan Konsentrasi
Minyak Sereh

Pengamatan Kualitas Air
Hasil dari pengukuran kualitas air sesudah
pengangkutan dibandingkan sebelum pengangkutan
mengalami perubahan untuk semua variabel, perubahan
tersebut diakibatkan oleh bahan pembius minyak sereh
dimedia air dan sisa metabolisme ikan sebagai akibat
aktivitasnya selama transportasi (Clucal dan Ward 1996
dalamYanto, 2008).

ISSN 2541 - 3155

Berdasarkan hasil pengamatan suhu, terjadi
penurunan suhu pada kontrol maupun pada perlakuan
dengan minyak sereh yang berkisar antara 27,3°C ‒
27,7 °C pada awal penelitian dan 25,5°C ‒ 26,0°C pada
akhir penelitian. Hal ini terjadi dikarenakan ikan uji
sampai tujuan pada pagi hari.Konsentrasi oksigen
terlarut cenderung menurun dari perlakuan awal sampai
akhir.Penurunan disebabkan terbatasnya oksigen
didalam plastik serta kurangnya difusi dari udara diatas
permukaan air karena sempitnya luas permukaan
(Haryanto et al., 2008). Oksigen terlarut pada akhir
pengamatan yang terendah didapat di perlakuan kontrol
yaitu 2,76mg/l. Diduga hal ini terjadi karena ikan uji di
perlakuan kontrol mengalami stress pada saat
penelitian berjalan sehingga ikan uji memerlukan
banyak oksigen untuk menghasilkan energi yang
digunakan untuk aktivitas metabolisme. Sedangkan
oksigen terlarut tertinggi didapat di perlakuan 3ml/l
yaitu 4,78mg/l. Diduga hal ini terjadi karena ikan telah
mengalami kematian pada saat proses transportasi
akibat terlalu banyak menghisap kandungan kimia
yang ada didalam minyak sereh yang berupa
kandungan kimia geraniol yang tidak dapat larut dalam
air serta memiliki aroma bau yang kuat (Nurlu’lu,
2012). Kisaran pH pada media uji pada waktu awal
penelitian yaitu 7,0‒ 7,7 dan pada akhir penelitian
6,8‒ 7,1. Diduga penurunan pH air disebabkan oleh
banyaknya CO2 yang dihasilkan dari suatu respirasi
organisme air sehingga pH air akan turun (Irianto,
2005). Kadar amonia meningkat setelah transportasi
dibandingkan sebelum transportasi, terlihat dari nilai
amonia sebelum transportasi berkisar 0,15 - 0,26 dan
setelah transportasi 1,30-1,75. Amonia pada perlakuan
kontrol lebih tinggi di bandingkan dengan perlakuan
yang diberi campuran minyak sereh.Supriyono (2010)
menyatakan bahwa metabolisme ikan meningkat
hingga tiga kali lipat dari dari pada biasanya pada saat
pengangkutan.Peningkatan amonia dipengaruhi oleh
rendahnya kandungan DO dalam air (Priatna, 2004).

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan respon dan
tingkah laku ikan botia setelah menggunakan
pembiusan minyak sereh menunjukan gejala ikan mulai
panik, operculum agak cepat, aktifitas mulai
melamban, serta respon ikan melemah pada saat
minyak sereh mulai bereaksi. Kecenderungan
konsentrasi pembiusan yang paling efektif untuk
pengangkutan ikan botia dengan ukuran 3-5 cm adalah
perlakuan B dengan dosis 1 ml/L dengan kelangsungan
hidup rata-rata 76%.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan menggunakan ukuran yang lebih besar

11

JURNAL RUAYA VOL. 4. NO. 2. TH 2016
FPIK UNMUH-PNK

serta padat tebar yang lebih banyak.Serta
menggunakan ekstrak yang dijual dipasaran
(produk)
sebagai
tandingan
atau
perbandingan.
DAFTAR PUSTAKA
Aras, A. K. 2011. Penggunaan Paparan Medan Listrik
10 Volt dan Salinitas 3 ppt terhadap Kinerja
Produksi
Ikan
Botia
(Chromobotia
macracanthus Bleeker) dengan Kepadatan
Berbeda.Skripsi.
Departemen
Budidaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1 hal.
BRBIH. 2010. Pembenihan Ikan Botia Chromobotia
macracanthus Blekeer Skala Laboratorium.
BRBIH. Depok. Jawa Barat.
Dayat, M dan M. Sitanggang. 2004. Budidaya Koi
Blitar; Pengalaman dari Cianjur. Argomedia
Pustaka. Jakarta. 7 hlm.
Djajasewaka. 1985. Pakan Ikan.(Makanan Ikan).
Yasaguna. Jakarta.
Ferdiansyah. 2000. Toksisitas dan Daya Anestesi
Minyak Cengkeh (Eugonol aromatic) terhadap
Benih Ikan Patin (Pangasius hyphothalmus).
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hariana, 2006, Identifikasi Senyawa-Senyawa Kimia
Pada Tanaman Sereh, Jurnal Teknologi, Vol.10,
No.4, 2006 : 15-18, Surakarta.
Hanafiah, K.A.1993. Rancangan Percobaaan Teori dan
Aplikasi PT. Raja Grafmdo Persada, Jakarta
Jhingran,V.G. and R.S.Pullin.1985. A Hatcheri Manual
for Common Chinese and Indian Mayor Carps.
Asian Development Bank. InternatioanalCenter
for Living Aquatic Resource Management.
Kusumah, R. V. 2007. Struktur Populasi dan Sejarah
Kolonisasi
Ikan
Botia
(Chromobotia
macracanthus BLKR) Berdasarkan Sequence
(Urutan Basa) Intron dari Gen Aldolase B.
Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.Institut Pertanian Bogor.69 hal.
Onggge, D. 2001. Penggunaan Ekstrak Biji Karet
(Hevea brasiliensis Muell,Arg) Sebagai Bahan
Pemingsan dalam Transportasi Ikan Nila GIFT
(Oreochromis sp) Hidup Sistim Kering. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Pirhonen J & Schreck CB. 2002. Effects of anesthesia
with MS-222, clove oil and CO2 on Feed intake
and plasma cortisol
in steelhead trout
(OncorhynchusMykiss). Aquaculture 62248: 18.
Pramono,V. 2002. Penggunaan Ekstrak (Caulerpa
racemosa) Sebagai Bahan Pembiusan pada Pra

ISSN 2541 - 3155

Transportasi Ikan Nila (Oreocrhomis niloticus)
Hidup.Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purwaningsih S. 1998. Sistem Transportasi Ikan Hidup.
Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol. V No.
1. Departemen Teknologi Hasil Perikanan,
FPIK, IPB.
Rini, P.S, Arthama, p. Paramhudita, P.S. Pemingsanan
(Imotilisasi) Pada Biota Perairan dengan
Berbagai Bahan Anestesi. Institut Pertanian
Bogor. 2012.
Rochman. A., Wahyutomo. Rifa’i. E., Darsono, A.,
Suryaman dan Helmiansyah. 2008. Domestikasi
Ikan Kelabau (Osteochilus Melanopleura Bllkr)
DalamKaramba Apung yang Dipelihara di
Perairan Umum.Seminar Indoaqua.Yogyakarta,
17-20 Desember 2008.
Satyani, D., Mundriyanto H, Subandiyah S, Chumaidi,
Sudarto, Taufik P, Slembrouck J, Legendre M,
Pouyaud L,. 2006. Teknologi Pembenihan Ikan
Hias Botia (Chromobotia macracanthus
Bleeker) Skala Laboratorium.Loka Riset
Budidaya Ikan Hias Air Tawar.Depok.
Sagita,T. F. Sulmartiwi. L. Rahardja, B. S. 2008.
Penggunaan Zeolit Dengan Dosis dan Waktu
Pengamatan Berbeda Terhadap Sintasan Ikan
Mas (Cyprinus Carpio L) dan Perubahan
Parameter Kimia Air Media dalam Transportasi
Sistem Tertutup. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Airlangga.
Supriyono, E. Budiyanti, Budiardi.T. 2010. Respon
Fisiologi
Benih
Ikan
Kerapu
Macan
(Eplenophalus
fuscogattatus)
Terhadap
Penggunaan Minyak Sereh dalam Transportasi
Dengan Kepadatan Tinggi. Departemen
Budidaya Perariran Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. IPB
Toth, R. 1978. Fish Anaestetics. Inland Fisheries
Resource Agency. Departement of Agriculture.
Willford, W.A. 1970. Effect of MS222 on Electrolyte
and Water Content in the Brain in Rainbow
Trout. US Brureau of Sport Fisheries and
Wildlife Investigation in Fish Control.
Wijayakusuma H M H. 2001. Tumbuhan berkhasiat
obat Indonesia: rempah, rimpang, dan umbi.
Jakarta: Milenia populer.
Wright, G. J. And L. W. Hall. 1961. Veterinary
Anaesthesia and Analgesia. Bailleire, Tindal
and Cox. London.
Yanto,H. 2008. Penggunaan MS-222 dan Larutan
Garam pada Transportasi Ikan Jelawat
(Leptobarbus hoevenii Blkr.) Ukuran Sejari.
Jumal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia. Jilid 16, No. 1:47-54.
Yamin.Y. 1990. Pengaruh anestesis Lidocaine
(Lidocaini Hydrochl.Anhydr) pada induk ikan
kapier (Puntius schwanefeldi Blkr). Skripsi.
Fakultas Perikanan Univ. Riau Pekanbaru.

12