Penelitian Pendahuluan Produksi Protein rHP

3

II. BAHAN DAN METODE

2.1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan salinitas kejut shock salinity untuk larva ikan betok. Larva ikan betok berumur 6 hari diberi kejut salinitas 3,0; 2,5 dan 2,0 NaCl selama 2 menit. Selanjutnya benih ikan betok direndam dalam larutan NaCl 0,3; 0,5; dan 0,7 selama 2 jam dengan satu kali ulangan. Pada setiap perlakuan digunakan benih umur 6 hari sebanyak 100 ekor. Setelah itu ikan diperlihara selama 14 hari. Perlakuan yang memberikan kelangsungan hidup tertinggi digunakan dalam penelitian utama. Tabel 1. Tingkat kelangsungan hidup survival rateSR benih ikan betok setelah diberi kejut salinitas selama 2 menit, dilanjutkan perendaman salinitas berbeda selama 2 jam Kejut salinitas berbeda selama 2 menit Salinitas perendaman larva selama 2 jam 0,3 0,5 0,7 3,0 46 80 48 2,5 65 58 53 2,0 54 58 54 Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa tingkat kelangsungan hidup tertinggi 80 diperoleh pada perlakuan dengan kejut salinitas NaCl 3,0 dan perendaman pada larutan NaCl 0,5. Salinitas tersebut selanjutnya digunakan pada penelitian utama.

2.2. Produksi Protein rHP

Produksi protein rHP yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan bakteri E. coli BL21 yang mengandung pCold-IElHP yang dibuat oleh Lesmana 2010. Bakteri dikultur awal dalam 3 mL media LB cair yang mengandung ampisilin dan NaOH 5M, lalu diinkubasi suhu 37 o C dengan menggunakan shaker kecepatan 200 rpm selama 18 jam. Setelah itu, dilakukan subkultur dengan mengambil sebanyak 1 dari kultur awal dan dimasukkan ke dalam 100 ml media LB cair mengandung ampisilin dan NaOH yang baru, lalu diinkubasi lagi pada suhu 37 o C dengan menggunakan shaker 250 rpm selama 3 jam. Selanjutnya 4 diberikan kejutan dengan suhu 15 o C selama 30 menit, ditambahkan IPTG sebanyak 750 µL dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 15 o C selama 24 jam. Bakteri hasil kultur disentrifugasi kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit dengan tujuan mengendapkan sel bakteri. Pelet bakteri yang diperoleh dicuci dengan phosphate buffer saline PBS sebanyak 1 kali, selanjutnya disimpan dalam deep-freezer -80 o C hingga akan digunakan. Inaktivasi bakteri dilakukan dengan cara pelet bakteri yang diperoleh dan mengandung rekombinan ElHP dimasukkan ke dalam freezer -20 o C selama semalam, kemudian dimasukkan kembali ke deep-freezer -80 o C. Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lisozim. Pelet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan bufer Tris-EDTA TE sebanyak 1 mL per 200 mg bakteri, lalu diinkubasi pada suhu 37 o C selama 20 menit. Selanjutnya, tabung disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit, kemudian supernatan dalam tabung mikro dibuang. Pelet bakteri natan yang diperoleh ditambahkan 500 µL larutan lisozim 10 mg dalam 1 mL bufer TE, lalu diinkubasi suhu 37 o C selama 20 menit, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit. Supernatan dalam tabung mikro dibuang dan pelet yang terbentuk merupakan protein rHP dalam bentuk badan inklusi inclusion body. Pelet protein rHP dicuci PBS sebanyak satu kali dan disimpan dalam deep-freezer -80 o C hingga akan digunakan.

2.3. Rancangan Perlakuan