4 diberikan kejutan dengan suhu 15
o
C selama 30 menit, ditambahkan IPTG sebanyak 750 µL dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 15
o
C selama 24 jam. Bakteri hasil kultur disentrifugasi kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit
dengan tujuan mengendapkan sel bakteri. Pelet bakteri yang diperoleh dicuci dengan phosphate buffer saline PBS sebanyak 1 kali, selanjutnya disimpan
dalam deep-freezer -80
o
C hingga akan digunakan. Inaktivasi bakteri dilakukan dengan cara pelet bakteri yang diperoleh dan
mengandung rekombinan ElHP dimasukkan ke dalam freezer -20
o
C selama semalam, kemudian dimasukkan kembali ke deep-freezer -80
o
C. Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lisozim. Pelet bakteri hasil
sentrifugasi dicuci menggunakan bufer Tris-EDTA TE sebanyak 1 mL per 200 mg bakteri, lalu diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 20 menit. Selanjutnya, tabung disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit, kemudian supernatan
dalam tabung mikro dibuang. Pelet bakteri natan yang diperoleh ditambahkan 500 µL larutan lisozim 10 mg dalam 1 mL bufer TE, lalu diinkubasi suhu 37
o
C selama 20 menit, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama
1 menit. Supernatan dalam tabung mikro dibuang dan pelet yang terbentuk merupakan protein rHP dalam bentuk badan inklusi inclusion body. Pelet protein
rHP dicuci PBS sebanyak satu kali dan disimpan dalam deep-freezer -80
o
C hingga akan digunakan.
2.3. Rancangan Perlakuan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari empat perlakuan dengan tiga ulangan. Benih ikan betok yang digunakan berumur
6 hari. Ikan dipuasakan terlebih dahulu sehari sebelum diberi perlakuan. Pada setiap perlakuan, sebanyak 200 ekor ikan betok direndam salinity shock dalam
200 mL media NaCl 3,0 selama 2 menit, lalu dimasukkan dalam larutan yang mengandung rHP dengan dosis berbeda. Dosis rHP yang diuji yaitu 3 mgL, 6
mgL dan 12 mgL dalam larutan NaCl 0,5 dan BSA bovine serum albumine 0,01. Untuk perlakuan kontrol, ikan diberikan kejut salinitas NaCl 3,0 selama
2 menit, lalu dimasukkan dalam larutan NaCl 0,5 dan BSA 0,01 tidak mengandung rHP selama 2 jam.
5
2.4. Pemberian Pakan dan Pemeliharaan Ikan Betok
Ikan betok diberi pakan dengan skedul seperti disajikan pada Tabel 2. Ikan dipelihara dalam akuarium ukuran 30x20x20 cm dengan volume air 10 liter
hingga berumur 30 hari, lalu pada akuarium dengan volume air 20 liter hingga berumur 40 hari dan selanjutnya dipindah ke media hapa berukuran 1x1 meter.
Sampling panjang dilakukan pada awal pemeliharaan, hari ke-18, 30, dan 58. Pada awal pemeliharaan, panjang ikan diukur menggunakan mikroskop dibantu
mikrometer dengan galat 0,05, sedangkan pada sampling kedua hingga akhir digunakan milimeter blok untuk mengukur panjang. Sampling bobot dilakukan
pada awal pemeliharaan dan akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan yang diambil 30 ekor per perlakuan menggunakan timbangan digital. Pergantian air sebanyak
60 dilakukan pada waktu sampling kedua, dan ketiga. Tabel 2. Jenis dan skedul pemberian pakan pada ikan betok selama pemeliharaan
Pakan Hari ke- Frekuensi
Rotifer 6 sd 9
4 x sehari ad-libithum Rotifer + Artemia
10 sd 11 4 x sehari ad-libithum
Naupli Artemia 12 sd 13
4 x sehari ad-libithum Artemia
+ cacing cacah 14 sd 17
4 x sehari ad-libithum Cacing sutera dicacah
18 sd 19 4 x sehari ad-libithum
Cacing sutera 20 sd 30
3 x sehari ad-libithum Cacing + Pakan Buatan
31 sd 40 Cacing : malam hari
Pakan Buatan : at-satiation Pakan Buatan
41 sd 57 1 jam sekali at-satiation
2.5. Analisis Statistik