5 menyatakan  bahwa  nilai  tukar  baht  di  bebaskan  dari  ikatan  dengan  dolar  AS.
Sejak  itu  nasibnya  di  serahkan  sepenuhnya  kepada  pasar.  Hari  itu  juga pemerintah thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu mendepresikan nilai
baht sekitar 15 hingga 20 hingga mencapai nilai  terendah, yakni  28,20 baht per dolar AS.
Sekitar  bulan  September  1997,  nilai  tukar  rupiah  yang  terus  melemah  mulai menggoncang  perekonomian  nasional.  Indonesia  kemudian  meminta  bantuan
IMF,  namun  situasi  semakin  buruk  dengan  semakin  melemahnya  nilai  tukar rupiah.  Pada  akhir  bulan  Oktober  1997,  lembaga  keuangan  internasional  itu
mengumumkan paket bantuan keuangannya pada Indonesia yang mencapai 40 miliar dolar AS, 23 miliar di antaranya adalah pertahanan lapis pertama front-line
defence. Paket progam pemulihan ekonomi yang di syaratkan IMF pertama kali diluncurkan  pada  bulan  November  1997,  bersama  pinjaman  angsuran  pertama
senilai 3 miliar dolar AS. Berbeda  dengan  Korea  Selatan  dan  Thailand,  dua  negara  yang  sangat  serius
dalam  melaksanakan  program  reformasi,  pemerintah  Indonesia  ternyata  tidak melakukan  reformasi  sesuai  kesepakatannya  dengan  IMF.  Akhirnya,  pencairan
pinjaman  angsuran kedua senilai  3  miliar  dolar  AS  yang  seharusnya  di  lakukan pada bulan Maret 1998 terpaksa di undur.
Krisis  di  Indonesia  kemudian  meluas  tidak  hanya  pada  masalah  moneter  tapi juga  pada  masalah  politik  dan  keamanan.  Menjelang  minggu-minggu  terakhir
bulan Mei 1998, DPR untuk pertama kalinya dalam sejarah indonesia dikuasaidi duduki  oleh  ribuan  mahasiswasiswi  dari  puluhan  perguruan  tinggi  dari  Jakarta
dan luar Jakarta. Puncak dari keberhasilan  gerakan mahasiswa tersebut, di satu pihak, dan dari krisis politik di pihak lain, adalah pada tanggal 21 Mei 1998, yakni
Presiden  Soeharto  mengundurkan  diri  dan  di  ganti  oleh  wakilnya,  B.J.Habibie. Tanggal  23  Mei  1998,  presiden  Habibie  membentuk  kabinet  baru,  awal  dari
terbentuknya pemerintahan transisi.
4.  Masa Pemerintahan Reformasi 1999-2001
Tanggal 20 Oktober 1999 menjadi akhir dari pemerintahan transisi, dan awal dari pemerintahan Gus Dur yang sering di sebut juga pemerintahan reformasi. Pada
6 awal  pemerintahan  reformasi  yang  di  pimpin  oleh  presiden  Wahid,  masyarakat
umum  dan  kalangan  pengusaha  serta  investor,  termasuk  investor  asing, menaruh  pengharapan  besar  terhadap  kemampuan  dan  kesungguhan  Gus  Dur
untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan menuntaskan semua permasalahan  yang  ada  di  dalam  negeri  warisan  rezim  Orde  Baru,  seperti
korupsi,  kolusi  dan  nepotisme  KKN,  supremasi  hukum,  hak  asasi  manusia HAM, penembakan Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II, peranan ABRI di dalam
politik  dan  masalah  disentegrasi.  Awal  tahun  2000  kondisi  perekonomian nasional mulai stabil dengan ciri-ciri:
  Laju pertumbuhan ekonomi hampir 5.   Laju inflasi rendah.
  Suku Bunga Bank Indonesia SBI rendah. Namun  kinerja  pemerintah  selanjutnya  tidak  berjalan  seperti  yang  diharapkan
akibat meningkatnya gejolak politik dalam negeri yang ditandai dengan:   Pertentangan elit politik
  Hubungan dengan IMF memburuk.   Kabinet tidak menunjukkan kinerja yang optimal.
  Pemerintahan dianggap tidak memiliki sense of crisis. Pada awal tahun 2001 kurs rupiah jatuh dari Rp. 2000 menjadi sekitar Rp. 7000,
dan  pada  tanggal  9  Maret  2001  tercatat  sebagai  hari  bersejarah,  yaitu  awal kejatuhan  rupiah,  yang  menembus  level  Rp  10.000  per  dolar.  Untuk  menahan
penurunan lebih lanjut, Bank Indonesia secara agresif terus melakukan intervensi pasar  dengan  melepas  puluhan  juta  dolar  AS  per  hari  melalui  bank-bank
pemerintah. Namun pada 12 Maret 2001, ketika Istana Presiden di kepung para demonstran yang menuntut presiden Gus Dur mundur, nilai tukar rupiah semakin
merosot.  Pada  bulan  April  2001  sempat  menyentuh  Rp  12.000  per  dolar  AS. Inilah  rekor  kurs  rupiah  terendah  sejak  Abdurrahman  Wahid  terpilih  sebagai
Presiden  Republik  Indonesia.  Berdampak  negatif  terhadap  roda  perekonomian nasional  yang  bisa  menghambat  usaha  pemulihan,  bahkan  bisa  membawa
Indonesia  kedua  yang  dampaknya  terhadap  ekonomi,  sosial,  dan  politik  akan jauh lebih besar daripada krisis pertama.
7 Dampak  negatif  ini  terutama  karena  dua  hal.  Pertama  perekonomian  Indonesia
masih  sangat  tergantung  pada  impor,  baik  untuk  barang-barang  modal  dan pembantu,  komponen  dan  bahan  baku,  maupun  barang-barang  konsumsi.
Kedua,  ULN  Indonesia  dalam  nilai  dolar  AS,  baik  dari  sektor  swasta  maupun pemerintah, sangat besar. Indikator-indikator lainnya adalah angka inflasi yang di
prediksi  dapat  menembus  dua  digit  dan  cadangan  devisa  yang  pada  minggu terakhir Maret 2000 menurun dari 29 miliar dolar As menjadi 28,875 dolar AS.
5.  Masa Pemerintahan Gotong Royong