Masa Pemerintahan Reformasi 1999-2001

5 menyatakan bahwa nilai tukar baht di bebaskan dari ikatan dengan dolar AS. Sejak itu nasibnya di serahkan sepenuhnya kepada pasar. Hari itu juga pemerintah thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu mendepresikan nilai baht sekitar 15 hingga 20 hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 baht per dolar AS. Sekitar bulan September 1997, nilai tukar rupiah yang terus melemah mulai menggoncang perekonomian nasional. Indonesia kemudian meminta bantuan IMF, namun situasi semakin buruk dengan semakin melemahnya nilai tukar rupiah. Pada akhir bulan Oktober 1997, lembaga keuangan internasional itu mengumumkan paket bantuan keuangannya pada Indonesia yang mencapai 40 miliar dolar AS, 23 miliar di antaranya adalah pertahanan lapis pertama front-line defence. Paket progam pemulihan ekonomi yang di syaratkan IMF pertama kali diluncurkan pada bulan November 1997, bersama pinjaman angsuran pertama senilai 3 miliar dolar AS. Berbeda dengan Korea Selatan dan Thailand, dua negara yang sangat serius dalam melaksanakan program reformasi, pemerintah Indonesia ternyata tidak melakukan reformasi sesuai kesepakatannya dengan IMF. Akhirnya, pencairan pinjaman angsuran kedua senilai 3 miliar dolar AS yang seharusnya di lakukan pada bulan Maret 1998 terpaksa di undur. Krisis di Indonesia kemudian meluas tidak hanya pada masalah moneter tapi juga pada masalah politik dan keamanan. Menjelang minggu-minggu terakhir bulan Mei 1998, DPR untuk pertama kalinya dalam sejarah indonesia dikuasaidi duduki oleh ribuan mahasiswasiswi dari puluhan perguruan tinggi dari Jakarta dan luar Jakarta. Puncak dari keberhasilan gerakan mahasiswa tersebut, di satu pihak, dan dari krisis politik di pihak lain, adalah pada tanggal 21 Mei 1998, yakni Presiden Soeharto mengundurkan diri dan di ganti oleh wakilnya, B.J.Habibie. Tanggal 23 Mei 1998, presiden Habibie membentuk kabinet baru, awal dari terbentuknya pemerintahan transisi.

4. Masa Pemerintahan Reformasi 1999-2001

Tanggal 20 Oktober 1999 menjadi akhir dari pemerintahan transisi, dan awal dari pemerintahan Gus Dur yang sering di sebut juga pemerintahan reformasi. Pada 6 awal pemerintahan reformasi yang di pimpin oleh presiden Wahid, masyarakat umum dan kalangan pengusaha serta investor, termasuk investor asing, menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan dan kesungguhan Gus Dur untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan menuntaskan semua permasalahan yang ada di dalam negeri warisan rezim Orde Baru, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme KKN, supremasi hukum, hak asasi manusia HAM, penembakan Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II, peranan ABRI di dalam politik dan masalah disentegrasi. Awal tahun 2000 kondisi perekonomian nasional mulai stabil dengan ciri-ciri:  Laju pertumbuhan ekonomi hampir 5.  Laju inflasi rendah.  Suku Bunga Bank Indonesia SBI rendah. Namun kinerja pemerintah selanjutnya tidak berjalan seperti yang diharapkan akibat meningkatnya gejolak politik dalam negeri yang ditandai dengan:  Pertentangan elit politik  Hubungan dengan IMF memburuk.  Kabinet tidak menunjukkan kinerja yang optimal.  Pemerintahan dianggap tidak memiliki sense of crisis. Pada awal tahun 2001 kurs rupiah jatuh dari Rp. 2000 menjadi sekitar Rp. 7000, dan pada tanggal 9 Maret 2001 tercatat sebagai hari bersejarah, yaitu awal kejatuhan rupiah, yang menembus level Rp 10.000 per dolar. Untuk menahan penurunan lebih lanjut, Bank Indonesia secara agresif terus melakukan intervensi pasar dengan melepas puluhan juta dolar AS per hari melalui bank-bank pemerintah. Namun pada 12 Maret 2001, ketika Istana Presiden di kepung para demonstran yang menuntut presiden Gus Dur mundur, nilai tukar rupiah semakin merosot. Pada bulan April 2001 sempat menyentuh Rp 12.000 per dolar AS. Inilah rekor kurs rupiah terendah sejak Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia. Berdampak negatif terhadap roda perekonomian nasional yang bisa menghambat usaha pemulihan, bahkan bisa membawa Indonesia kedua yang dampaknya terhadap ekonomi, sosial, dan politik akan jauh lebih besar daripada krisis pertama. 7 Dampak negatif ini terutama karena dua hal. Pertama perekonomian Indonesia masih sangat tergantung pada impor, baik untuk barang-barang modal dan pembantu, komponen dan bahan baku, maupun barang-barang konsumsi. Kedua, ULN Indonesia dalam nilai dolar AS, baik dari sektor swasta maupun pemerintah, sangat besar. Indikator-indikator lainnya adalah angka inflasi yang di prediksi dapat menembus dua digit dan cadangan devisa yang pada minggu terakhir Maret 2000 menurun dari 29 miliar dolar As menjadi 28,875 dolar AS.

5. Masa Pemerintahan Gotong Royong