200.5
8.5 159
25.5 226
145 233
327 258.5 251
143.5 439
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
Jun- 07
Jul- 07
Agus- 07
Sep- 07
Okt- 07
Nov- 07
Des- 07
Jan- 08
Feb- 08
Mar- 08
Apr- 08
Mei- 08
Bulan C
ur a
h huj a
n m
m
Gambar 3 Curah hujan di UP3J-IPB selama penelitian Berdasarkan Gambar 3 curah hujan di UP3J-IPB selama setahun pada
periode musim kemarau Juni 07-Oktober 07 sangat fluktuatif namun pada musim hujan November 07-Mei 08 pola curah hujan terlihat stabil dan
memperlihatkan pola penurunan yang teratur sampai mendekati Bulan Mei yaitu musim pancaroba atau peralihan ke musim kemarau. Berdasarkan Tabel 5 juga
dapat dilihat pada musim hujan secara total hari hujan lebih tinggi dibandingkan musim kemarau. Pada musim kemarau meskipun di bulan Juni curah hujan cukup
tinggi namun tidak begitu berpengaruh terhadap vegetasi rumput yang ada, karena telah memasuki periode musim peralihan atau pancaroba.
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat contoh bobot lahir pada musim kemarau Juni 07, Juli 07, Agustus 07 lebih rendah dibandingkan bobot lahir di
musim hujan November 07, Januari 08, Februari 08. Pada Gambar 4 juga dapat dilihat trend bobot badan di awal musim kemarau Juni lebih rendah dibanding
bulan Agustus yang merupakan awal memasuki musim hujan. Demikian juga awal musim hujan November merupakan bulan dengan bobot bobot lahir
tertinggi dan pada bulan Februari bobot lahir lebih rendah. Hal ini disebabkan bulan Agustus dan Februari merupakan musim menjelang pancaroba sehingga
bobot lahir lebih rendah dari bulan lainnya dengan panas atau curah hujan yang tinggi.
2.08 2.05
2.28 2.68
2.18 2.34
0.00 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
3.00
Jun-08 Jul-08
Agust-07 Nov-07
Jan-08 Feb-08
Bulan Lahir B
o bo
t B a
da n
kg
Gambar 4 Histogram bobot lahir domba lokal UP3J-IPB berdasarkan bulan pengambilan contoh
Bobot lahir lebih tinggi di musim hujan karena dukungan unsur-unsur iklim untuk perkembangan vegetasi hijauan di UP3J-IPB dan kenyamanan induk
ternak selama merumput lebih baik dibandingkan pada musim kemarau. Unsur- unsur iklim yang dimaksud adalah rata-rata suhu maksimal dan suhu minimal
pada musim kemarau yang lebih tinggi dibandingkan dengan musim hujan, demikian pula kelembaban dan kecepatan angin pada musim hujan lebih besar
dibandingkan musim kemarau. Menurut Lawrie 2003 pada kondisi panas beberapa ternak mencari pertolongan melalui mekanisme tingkah laku seperti
pembatasan konsumsi makanan secara sukarela, tidak aktif dan lebih banyak mencari peneduh. Hal ini menjadi penghambat perkembangan domba UP3J-IPB
terutama pada bobot lahir di musim kemarau yang lebih rendah sebab induk bunting lebih banyak berteduh dan minum daripada mencari makan guna
pertumbuhan janin.
Temperature Humidity Index THI UP3J-IPB
Berdasarkan hasil perhitungan di UP3J-IPB Tabel 6 dapat dilihat secara umum nilai THI termasuk ke dalam kategori Alert dan Danger. Fase alert adalah
fase dengan pengaruh beban panas masih ringan, dan danger adalah fase dengan panas yang cukup tinggi namun jarang menyebabkan kematian pada sapi.
Kategori untuk nilai THI adalah Alert Ringan 75-78, Danger Cukup panas 79-83, dan Emergency sangat panas
≥84 Stockman 2006. Menurut Davidson et al. 2000 nilai THI yang normal adalah kurang dari 72 yaitu nilai
yang dianggap baik pada beberapa ternak untuk merasa nyaman.
Tabel 6 Nilai THI setiap bulan selama penelitian di UP3J-IPB
BULAN Nilai THI
Kategori Beban Panas
Juni 79,24 Cukup panas
Juli 79,06 Cukup panas
Agustus 79,72 Cukup panas
September 79,07 Cukup panas
Oktober 79,81 Cukup panas
November 80,37 Cukup panas
Desember 76,22 Ringan Januari 78,93
Ringan Februari 76,02
Ringan Maret 78,56
Ringan April 79,67
Cukup panas Mei 79,60
Cukup panas Pada ternak domba dewasa nilai THI yang cukup tinggi tidak akan
memberikan pengaruh negatif besar karena telah memiliki sistem kekebalan dan daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan UP3J-IPB, namun pada anak dalam
masa pertumbuhan pengaruh negatif dapat muncul. Hasil penelitian yang dilakukan Stockmann 2006 menyimpulkan anak domba memerlukan Heat Stress
Threshold HST yang lebih rendah dibandingkan domba dewasa. Meskipun nilai THI yang ditemukan cukup tinggi namun pada kenyataannya domba-domba yang
ada di UP3J-IPB dapat dilihat tidak begitu berpengaruh terhadap aktivitas dalam merumput. Hal ini memberikan indikasi kemungkinan domba lokal UP3J-IPB
memiliki daya adaptasi dan toleransi yang cukup baik terhadap suhu yang cukup panas, sehingga berpotensi dijadikan salah satu sumber genetik untuk
dikembangkan pada masa yang akan datang. Menurut Sparke et al. 2001 meskipun pada beberapa kasus nilai THI cukup tinggi namun dengan kecepatan
angin yang tinggi dan radiasi sinar matahari yang rendah maka stres panas dapat
dikurangi. Guna mengurangi stres panas pada domba beberapa strategi yang dapat dilakukan diantaranya perbaikan sumber pakanransum berupa keseimbangan zat
nutrisi ransum energi, protein, mineral dan vitamin dan kebutuhan hidup domba Churng 2002; Ha 2002; Mei and Hwang 2002, perbaikan genetik untuk
mendapatkan breed yang tahan panas Kwang, 2002, perbaikan konstruksi kandang, penanaman pohon-pohon pelindung dari panas dan hujan di dalam area
padang penggembalaan serta mengkontinyukan suplai air Velasco et al. 2002.
Kondisi Padang Penggembalaan
Luas padang penggembalaan yang dimiliki UP3J-IPB ±32 ha dari total luas 169 ha terdiri atas ±30 ha rumput Brachiaria Humidicola BH dan ±2 ha
Brachiaria Decumbens BD. Pemilihan rumput BH dan rumput BD sebagai rumput gembala dikarenakan jenis ini memiliki ketahanan dan daya adaptasi yang
tinggi terhadap kondisi iklim UP3J-IPB pada musim kemarau dan tahan terhadap renggutan. Menurut Partridge 1979 rumput BH mempunyai toleransi yang
sangat baik dengan kekeringan dan biasanya masih tetap hijau dibandingkan dengan jenis spesies lain pada musim kering. Kemampuan untuk menutup
tanahnya sangat cepat sehingga mampu berkompetisi dengan gulma. Menurut Skerman 1990 sebagai rumput penggembalaan dan potongan, rumput ini sangat
tahan dengan defoliasi yang berat. Hasil penelitian yang dilakukan Malesi 2006 selain rumput BD dan BH di UP3J-IPB juga terdapat jenis rumput dan leguminosa
lain termasuk gulma namun dalam jumlah yang sedikit diantaranya Siratro Macroptilium atropurpureum, Mimosa Mimosa Pudica, Jonga-Jonga
Chromolaena odorata, dan Alang-Alang Imperata cylindrica. Area penggembalaan dibagi menjadi beberapa padok dan setiap luasan
area dikelilingi kawat berduri. Hal ini untuk memudahkan dalam melakukan pengawasan terhadap ternak domba dan juga memungkinkan untuk melakukan
rotasi merumput di padang penggembalaan. Menurut Umberger 2001 salah satu keuntungan penggembalaan bergilir antara lain ternak mudah diatur, mencegah
agar ternak tidak melakukan renggut pilih selective grazing sehingga pertumbuhan kembali rumput dapat terjamin.
Gambar 5 Kondisi padang penggembalaan di UP3J-IPB pada musim kemarau kiri dan musim hujan kanan
Dalam setiap area penggembalaan terdapat beberapa pohon besar dan tinggi berfungsi sebagai tempat berteduh domba dari hujan dan panas Gambar 5.
Berdasarkan Gambar 5 juga dapat dilihat kondisi padang penggembalaan pada musim hujan dan musim kemarau sangat berbeda. Pada musim hujan beberapa
vegetasi di dalam areal penggembalaan termasuk rumput terlihat subur dan hijau namun di musim kemarau dapat dilihat rumput banyak yang mati atau menguning
karena panas dan kekurangan air.
Daya Tampung Padang Penggembalaan UP3J-IPB
Berdasarkan hasil penelitian Malesi 2006 pada Tabel 7 dapat dilihat produksi rumput BH pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan dengan musim
kemarau. Produksi rumput BH UP3J-IPB lebih rendah dari hasil penelitian Mansyur 2004 bahwa produksi rumput BH pada ukuran plot 2 m x 3 m dengan
interval pemotongan 60 hari adalah BK 6789 gplot dan protein kasar 4,64 . Menurut Skerman dan Riveros 1990 rumput BH mengandung protein kasar
sebesar 8-9 dan serat kasar 32-35. Protein yang lebih rendah serta serat kasar yang lebih tinggi diduga karena rumput BH yang ada di UP3J-IPB umurnya sudah
tua dan jarang dilakukan peremajaan. Menurut Beover et. al. 2000 makin tua tanaman maka akan lebih sedikit kandungan airnya dan proporsi dinding selnya
lebih tinggi dibandingkan dengan isi sel. Menurut Minson 1990 penurunan kadar protein selain karena umur tanaman juga disebabkan oleh penurunan
proporsi helai daun dengan kelopak daun dan batang, dimana helai daun
mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan kelopak daun dan batang.
Tabel 7 Produksi dan kandungan nutrisi rumput BH berdasarkan Bahan Kering BK tanpa perlakuan di UP3J-IPB
Musim Produksi BK
gm
2
Protein kasar Serat kasar
Kemarau Juni – Juli
382,42 Hujan
Desember – Januari 404,58
3,93 40,38
Sumber : Malesi 2006
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilakukan penghitungan daya tampung padang penggembalaan UP3J-IPB terhadap jumlah ternak yang ada
sesuai dengan Reksohadiprodjo 1994. Menurut Ginting dan Tarigan 2006 produksi BK dari rumput BH adalah 321,3 gkg atau 32 dari berat segar. Hasil
penghitungan didapatkan dalam satu hektar pada penggembalaan UP3J-IPB dapat menampung 2,85 UTth di musim kemarau sedang di musim hujan dapat
menampung 2,98 UTth. Dengan jumlah luasan padang penggembalaan ±32 ha maka jumlah ternak yang bisa ditampung adalah 91,232 ha pada musim kemarau
dan 95,36 UT32 ha pada musim hujan. Menurut Reksohadiprodjo 1994 beberapa pasture yang baik di daerah tropis mempunyai daya tampung 0,4 ha
untuk 1 UT atau 1 ha untuk 2,5 UTth. Daya tampung ternak padang penggembalaan UP3J-IPB lebih rendah dibandingkan dengan total populasi yang
ada sekarang sebanyak 117 UT dan hal ini dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan pertambahan bobot badan ternak terutama ternak domba lokal
UP3J-IPB. Produksi rumput BH yang lebih tinggi dimusim hujan berkaitan erat
dengan ketersediaan air dan suhu pada kedua musim. Menurut Hardjowigeno 2003 pada musim hujan curah hujan cukup tinggi dimana air tersebut akan
digunakan sebagai pelarut unsur hara agar mudah diserap oleh tanaman untuk proses fotosintesis bersama-sama dengan karbondioksida dari udara. Sebaliknya
menurut Goldsworthy dan Fisher 1992 tanaman yang kekurangan air akan
menyebabkan pengurangan pembukaan stomata, laju fotosintesis dan pertumbuhan terhambat, dan kehilangan air dari daun. Agar stomata dapat terbuka
secara penuh maka diperlukan karbondioksida, cahaya, suhu, potensial air daun, kelembaban, angin dan laju fotosintesis yang optimal.
Pengaruh Umur dan Bobot Induk terhadap Bobot Lahir Terkoreksi
Bobot lahir adalah bobot anak domba yang baru dilahirkan dengan batas maksimal penimbangan tidak melewati umur 24 jam. Penimbangan dilakukan
sebelum melewati 24 jam karena sulitnya memprediksi waktu melahirkan atau waktu kelahiran domba ketika telah merumput di padang penggembalaan dan juga
menghindari peluang terjadinya cekaman pada anak domba yang baru dilahirkan akibat penimbangan. Berdasarkan hasil analisis ragam pola satu arah pada selang
kepercayaan 95, pada musim kemarau di UP3J-IPB umur induk berpengaruh terhadap bobot lahir pada anak domba jantan p0,05. Berdasarkan nilai rataan
pada Gambar 6 dapat dilihat bobot lahir tertinggi anak domba betina dan jantan pada musim kemarau berasal dari induk yang berumur diantara 2,5-3,0 tahun
kemudian diikuti dengan penurunan bobot lahir pada umur induk 3,5-4,0 tahun.
2.18 2.26