Dinamika Komunikasi Politik Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Politik Calon Ketua Termuda Dalam Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Periode 2015-2020)

(1)

iv ABSTRACT

Political Dynamics of Comunication Region Conference of DPD PDI Perjuangan West Java (Case Study concerning Political Dynamics of Comunication Younger Chairman Candidate on

Region Conference of DPD PDI Perjuangan West Java Period 2015-2020) By :

Wahyu Khanoris NIM. 41810858

Supervised by:

Olih Solihin, S.S.os., M.I.Kom

This study intends to determine the depth of the Political Dynamics of Communication Region Conference DPD PDIP West Java, with a focus Political Communication Youngest Candidate Chairman Region Conference DPD PDIP in West Java Period 2015-2020. To describe the focus of the study, the researchers divided into several sub-micro problem, namely, the process of political communication and the realities of political communication.

This research method is qualitative interactive methods, Case Study. Subjects in this study amounted to 6 (six) people, obtained through purposive sampling technique. The technique of collecting data through interviews, observation, documentation and library Studies. Testing techniques to test the validity of data credibility by triangualisation and membercheck.

The results showed that, the process of political communication of region conference DPD PDIP West Java is a series of events that occur when Branch Conference, recruitment and screening and final stage is region conference. At all stage of political communication performed by youngest candidate for chairman using the PDI-P Party Structural and personal to the DPC and the PAC as well as the communication to the DPP. By using structural and personal youngest candidate for chairman easier to conduct political communication. The reality of political communication that occurs when region conference PDI-P West Java was held is appear name of Abdy Yuhana within three (3) major candidates for chairman of the PDI-P, West Java. As well as chairman of the youngest candidate gets 69 sound recommendation of DPC and PAC.

Conclusion of The process of political communication region conference DPD PDIP West Java that the process of political communication occurs when branch conference, recruitment and screening, and the final is region conference that happened so dynamic, in which youngest candidates chairman doing political communication by utilizing the structural hierarchy of the party and personal. The reality of Political Communication DPD PDIP West Java appear name of candidates as the youngest chairman as three candidates recommended by the DPP. Following the unanimously council, TB.Hassanudin elected as Chairman, Abdy Yuhana as secretary and Aang Hamid Suganda as Vice Chairman.

Suggestions Process of Political Communication region conference DPD PDIP West Java should be made more open again, where candidates can explained the vision and mission before the holding of the process of consensus, so that participants are able to see the quality of candidates. The reality of political communication region conference DPD PDI-P of West Java in the process there is still interference and obstacles ie the day of the resignation region conference it greatly influence the course region conference including dynamic names of candidates who will be recommended by the DPP PDI-P, West Java.

Keywords: Political Dynamics of Communication, Political Communication, The Communication Politic, , Political Communication, the PDI Perjuangan.


(2)

iii ABSTRAK

DINAMIKA KOMUNIKASI POLITIK KONFERDA DPD PDI PERJUANGAN JAWA BARAT (Studi Kasus Mengenai Dinamika Komunikasi Politik Calon Ketua Termuda Dalam Konferda DPD

PDI Perjuangan Jawa Barat Periode 2015-2020) Oleh:

Wahyu Khanoris NIM. 41810858

Skripsi ini dibawah bimbingan: Olih Solihin, S.S.os., M.I.Kom

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahuai secara mendalam tentang Dinamika Komunikasi Politik Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat dengan fokus Komunikasi Politik Calon Ketua Termuda Dalam Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Periode 2015-2020. Untuk menjabarkan fokus penelitian , maka peneliti membagi ke dalam beberapa sub-sub masalah mikro yaitu, proses komunikasi politik dan realitas komunikasi politik.

Metode penelitian ini adalah metode kualitatif interaktif Studi Kasus. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 6 (enam) orang, yang diperoleh melalui teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data melalui Wawancara, Observasi, Dokumentasi dan Studi Pustaka. Teknik uji keabsahan data dengan uji credibilitydengan cara triangualisasi, danmembercheck.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, Proses komunikasi politik konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat adalah sebuah rentetan kejadian yang terjadi saat konfecab, penjaringan & penyaringan dan terakhir tahap konferda. Pada semua tahap komunikasi politik yang dilakukan oleh calon ketua termuda mengunakan Struktural Partai PDI Perjuangan dan personal ke DPC & PAC serta komunikasi ke DPP. Dengan mengunakan Struktural dan personal calon ketua termuda lebih mudah untuk melakukan komunikasi politiknya. Realitas komunikasi politik yang terjadi saat Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat yaitu menculnya nama Abdy Yuhana dalam 3 (tiga) besar calon ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat. Serta calon ketua termuda mendapat 69 suara rekomendasi dari DPC dan PAC.

Kesimpulan Proses komunikasi politik konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat bahwa proses komunikasi politik terjadi pada saat konfercab, penjaringan dan penyaringan dan terakhir yaitu Konferda yang terjadi begitu dinamis, dimana calon ketua termuda melakukan komunikasi politik dengan memanfaatkan hierarki struktural partai dan personal. Realitas Komunikasi Politik DPD PDI Perjuangan Jawa Barat munculnya nama calon ketua termuda sebagai ketiga calon ketua yang direkomendasikan oleh DPP. Setelah dilakukan nya Musyawarah mufakat terpilihlah TB.Hassanudin sebagai Ketua, Abdy Yuhana sebagai Sekertaris dan Aang Hamid Suganda sebagai Wakil Ketua.

Saran Proses Komunikasi Politik Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat harus dilakukan lebih terbuka lagi, dimana calon ketua bisa memaparkan visi-misinya terlebih dahulu sebelum diadakannya proses musyawarah mufakat, agar peserta mampu melihat kualitas calon. Realitas komunikasi politik Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat dalam prosesnya masih adanya ganguan dan hambatan misal adanya pengunduran hari dilaksanakannya konferda hal tersebut sangat mempengaruhi jalannya konferda termasuk dinamisnya nama-nama calon ketua yang bakal direkomendasikan oleh DPP PDI Perjuangan Jawa Barat.

Kata Kunci: Dinamika Komunikasi Politik, Komunikasi Politik, Politik Komunikasi, Politik, Komunikasi, PDI Perjuangan.


(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi Politik sebagai kegiatan politik merupakan penyampaian pesan-pesan yang bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak lain. Kegiatan ini bersifat empirik, karena dilakukan secara nyata dalam kehidupan sosial dan komunikasi politik dilakukan saat kegiatan politik dalam sistem politik.

Komunikasi politk yang dibangun oleh salah satu kandidat calon dalam merancang strategi untuk mendapat dukungan dan kepercayaan dari para kader PAC dan DPC, guna menduduki posisi ketua merupakan suatu proses bangunan komunikasi politik yang dilakukan secara terus-menerus oleh salah satu calon kandidat untuk mencapai dan mendapat dukungan serta memenuhi target politiknya.

Bangunan komunikasi yang dilakukan dengan terus menjaga hubungan baik, keterbukaan informasi dan membangun kepercayaan antar kader merupakan hal yang sangat penting bagi calon ketua untuk mendapatkan suatu dukungan dari para kader-kader partai. Karena seorang organisatoris harus pandai dalam menjaga hubungan baik dengan berkomunikasi kepada para kader.

Pemilihan calon ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat melibatkan seluruh elemen partai PDI Perjuangan dari tingkatan Dewan Pimpinan Cabang (PAC), Dewan Pimpinan Cabang (DPC), Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan sampai tingkatan Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Semua elemen ikut andil dan


(4)

2

mempunyai peranan masing-masing tentu yang diatur di anggaran dasar/anggaran rumah tangga yang disingkat dengan AD/ART dan surat keputusan (SK) dari Partai PDI Perjuangan.

Pergantian ketua siliberganti dalam sebuah Partai Politik merupakan sebuah tradisi lima tahunan yang dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, pergantian tersebut merupakan keharusan yang terus dilakukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan guna untuk mejalankan AD/ART dan amanat organisasi dalam menjaga regenerasi dan kestabilan suatu partai politik.

Momentum pemilihan calon ketua ditingkatan DPD adalah pemilihan yang dilakukan ditingkatan Provinsi yang dilakukan oleh kader-kader partai untuk melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan partai ditingkatan provinsi untuk melakukan regenerasi dan menggantikan kepengurusan yang lama dengan kepengurusan yang baru.

Musyawarah mufakat dalam ajang suatu pemilihan baik ditingkatan Pengurus Anak Cabang (PAC), Dewan Pimpinan Cabang (DPC), Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) merupakan suatu prinsip yang pertama kali dilakukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada tahun 2015 dalam melakukan pemilihan calon ketua dan kewajiban organisasi, musyawarah mufakat merupakan suatu yang baru dalam kubu partai PDI Perjuangan untuk mengindikasikan partai ini kearah moderenitas tetapi tidak menghilangkan nilai-nilai atau prinsip dari Pancasila itu sendiri. Peneliti mengajak untuk menilik kebelakang dimana dalam pemilihan calon ketua dari tingkatan


(5)

3

PAC, DPC hingga DPD, PDI Perjuangan menggunakan system one man one vote

dari tahun 2000, 2005 dan 2010.

Kecendrungan para kandidat calon ketua yang rata-rata berumur 50 tahun keatas untuk mencalonkan ketua DPD PDI Perjuangan khususnya Jawa Barat, ketika ada salah satu kandidat calon yang berumur dibawah 40 tahun merupakan suatu hal yang tidak lumrah. Karena kalau melihat fakta terdahulu dalam pemilihan calon ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat dari periode tahun 2000, 2005, 2010 dan sampai ke tahun 2015 ada satu kandidat yang lebih muda ketika pemilihan calon ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat periode 2015-2020.


(6)

4

Table Kandidat Calon Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Tabel 1.1

Komparasi Calon Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat periode 2000, 2005, 2010 s/d 2015

Periode Pencalonan Calon Ketua DPD

PDIP Jawa Barat

Nama Calon Ketua DPD PDIP Jawa Barat

Umur Kandidat Calon Ketua DPD

PDIP Jawa Barat Pemiihan Calon Ketua

DPD PDIP Jabar Periode 2000-2005

1.Rudi Harsa Tanaya 2.Endang Karman 3.Muchtar Budiana

50 60 60 Pemiihan Calon Ketua

DPD PDIP Jabar Periode 2005-2010

1.Rudi Harsa Tanaya

(Catatan: Menang Aklamasi)

55

Pemiihan Calon Ketua DPD PDIP Jabar

Periode 2010-2015

1.Rudi Harsa Tanaya 2.Eka Prasetya 3.Yadi Srimulyadi

60 50 50

Pemiihan Calon Ketua DPD PDI Perjuangan

Jabar Periode 2015-2020

1.TB Hasanudin 2.Abdy Yuhana

3.Aang Hamid Suganda

60 38 70

(Sumber: Arsip DPD PDI Perjuangan Jawa Barat 2015)

DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat merupakan organisasi partai politik PDI Perjuangan yang berada di Provinsi Jawa Barat memiliki kewenangan tugas, pokok dan fungsi untuk mengurus partai di daerah Jawa Barat, seperti


(7)

5

Dewan Pengurus Cabang (DPC) sampai tingkat ranting sesuai dengan pedoman Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang berlaku.

PDI Perjuangan merupakan partai politik yang sebenarnya adalah partai yang secara langsung memiliki tali kesejarahan dengan partai politik masa orde lama. PDI Perjuangan sebenarnya kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia yang berdiri pada tanggal 10 Januari 1973. Partai Demokrasi Indonesia itu lahir dari hasil fusi 5 (lima) partai politik PNI, PARKINDO, Partai Katolik, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan Partai Murba.

Reformasi telah membawa perubahan terhadap aspek-aspek kehidupan di Indonesia, baik dari segi sistem politik, ekonomi, hukum, budaya dan aspek lainnya telah mengalami pergeseran struktur sejak reformasi bergulir. Perubahan sistem yang multidimensi seperti ini telah menjadikan perubahan peta kekuatan politik baik di pusat maupun di daerah, yang menuntut adanya suatu pembaharuan dalam sistem politik agar lebih terbuka dan demokratis sesuai dengan harapan terciptanya suatu kestabilan politik yang dinamis.

Dampak reformasi terhadap bidang politik adalah tumbuh kembangnya suatu sistem politik itu sendiri terhadap tuntutan perubahan, seperti bentuk negara, sistem pemerintahan maupun sistem kepartaian. Salah satu implikasi dari reformasi tersebut adalah perubahan sistem kepartaian. Partai politik merupakan organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara.


(8)

6

Politik sebagai suatu peristiwa, kegiatan, atau proses yang melibatkan pemerintah dan masyarakat dalam suatu negara dalam membuat kebijakan, keputusan, atau mendistribusikan nilai (berupa barang dan jasa) untuk mewujudkan kesejahteraan dan kelangsungan hidup masyarakat, bangsa, dan negara.

Komunikasi politik mempunyai arti yang sangat penting, terutama di era reformasi sekarang ini. Iklim keterbukaan dan demokratisasi yang dibangun, desentralisasi dan otonomi daerah, serta pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, maupun pemilihan kepala daerah yang juga nantinya dilakukan secara langsung akan semakin menambah pentingnya arti komunikasi politik di Indonesia.

Komunikasi politik sebagai suatu teori memang memiliki universalitas atau keberlakuan secara umum. Akan tetapi sebagai suatu praktik, komunikasi tentu memiiki perbedaan-perbedaan sebagai akibat adanya perbedaan adat istiadat dan budaya organisasi. Komunikasi politik itu sendiri di pengaruhi oleh sistem budaya dan sistem politik itu sendiri. Apabila di masa sebelum reformasi, komunikasi politik yang berkembang di Indonesia lebih bersifat satu arah yakni dari atas ke bawah (updown), maka di dalam era reformasi ini komunikasi yang berkembang di Indonesia lebih bersifat dua arah, yakni tidak hanya dari atas ke bawah tapi juga dari bawah ke atas (bottom up). Perubahan ini sejalan dengan perubahan sistem politik dan sistem sosial yang diterapkan di Indonesia, dari sistem politik yang otoriter dan tersentralisasi menjadi sistem politik dan sistem sosial yang demokratis dan terdesentralisasi.


(9)

7

Sang aktor atau komunikator politik dapat mengerti bahwa isi, tujuan dan keinginan pesan politik yang disampaikan adalah untuk mempengaruhi dan menggalang kepercayaan untuk suatu kedudukan tertentu. Komunikasi politik ini sangat penting karena mengandung pesan yang nantinya akan mempengaruhi orang lain supaya bersedia untuk mendukungnya. Di dunia politik tidak bisa terlepas dari persaingan, terutama di dalam era yang dipenuhi persaingan seperti sekarang dan dalam dunia politik, persaingan dapat terjadi dalam banyak hal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan pokok masalah yang akan diteliti sebagai berikut yang terbagi ke dalam rumusan masalah makro (umum) serta rumusan masalah mikro (khusus).

1.2.1 Rumusan Masalah Makro

Adapun rumusan masalah makro terkait masalah yang akan diteliti oleh penelliti yaitu:

Bagaimana Dinamika Komunikasi Politik Konferda DPD PDI Perjuang Jawa Barat

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro

Adapun rumusan masalah makro terkait masalah yang akan diteliti oleh penelliti yaitu:


(10)

8

1.Bagaimana Proses Komunikasi Politik Calon Ketua Termuda dalam Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Periode 2015-2020?

2.Bagaimana Realitas Komunikasi Politik Calon Ketua Termuda dalam Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Periode 2015-2020?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan oleh peneliti mengenai dinamika komunikasi politik konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat adalah sebagai berikut:

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui serta menganalisa tentang dinamika komunikasi politik konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk membuat penelitian ini lebih terarah maka perlu dirumuskan tujuan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)Untuk Mengetahui Proses Komunikasi Politik Calon Ketua Termuda

dalam Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat.

2) Untuk Mengetahui Realitas Komunikasi Politik Calon Ketua Termuda dalam Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat.


(11)

9 1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini dapat dilihat dari segi teoritis dan praktis sebagai berikut:

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk menambah disiplin ilmu dalam kajian Komunikasi Politik guna melengkapi karya-karya yang sudah ada.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan Praktis yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut:

1.4.2.1Kegunaan Bagi Peneliti

Adapun kegunaan penelitian ini bagi peneliti adalah meningkatkan penegtahuan peneliti dalam mempelajari komunikasi politik dan disiplin ilmu komunikasi.

1.4.2.2Kegunaan Bagi Akademik

Adapun kegunaan penelitian ini secara akademik diharapkan dapat:

1. Dapat memberikan informasi yang berguna bagi pengembangan dan menambah khazanah ilmu komunikasi, khususnya yang berkaitan dengan kajian komunikasi politik.


(12)

10

2. Memperkaya hasil-hasil penelitian komunikasi yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan tradisi studi kasus yang menggunakan perspektif komunikasi politik.

3. Sebagai bahan masukan yang berguna untuk penelitian selanjutnya dibidang yang sama atau yang ada hubungannya dalam pengembangan ilmu pengetahuan secara umum dan pengembangan di bidang ilmu komunikasi atau komunikasi politik khususnya.


(13)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Penelitian

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang relevan mengenai penelitian ini, serta study literature, dokumen atau arsip yang mendukung, yang telah dilakukan sebagai pedoman pelaksanaan pra penelitian. Hal ini dilakukan guna menambahkan ilmu dan melengkapi penelitian yang berkaitan dengan Dinamika Komunikasi Politik DPD PDI Perjuangan Jawa Barat (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Politik Calon Ketua Termuda Dalam Pemilihan Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Periode 2015-2020.

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Terdahulu

No Judul Penyusun/Tahun Hasil Penelitian

1 Dinamika Komunikasi Politik Nahdatul Ulama (NU) (Studi atas Pembaruan Pemikiran Politik NU dan Proses Sosialisasinya, 1970-2001)

Asep Saepuloh Muhtadi (Disertasi),

2004

Saluran dan artikulasi komunikasi politik NU berlangsung dalam etika oraganisasi diperkuat oleh pemikiran-pemikiran “politik agama” yang dirumuskannya. Budaya komunikasi politik


(14)

12

kaum nahdliyin secara umum berakar pada pandangan religius, ahlassunnah wal jamaah, yang menjadi dasar hamper semua perilaku

organisatoris yang

diperankannya, termasuk

perilaku politiknya.

Komunikasi politik NU juga dilakukan dengan memilih isu-isu moral dan etika yang berakar pada agama sebagai pesan-pesan utamanya.

2 Komunikasi Politik Melalui Media Masa Pasangan Mochtar Muhammad – Rahmat Effendi Dalam Pilkada Walikota Bekasi Periode 2008-2013.

Misliyah Hasil dari penelitian

menunjukkan kegiatan

sosialisasi politik yang

digunakan Mochtar

Muhammad - Rahmat Effendi banyak menggunakan media

cetak dan media

elektronik.peranan media masa dalam mensosialisasikan pasangan tersebut pada pilkada


(15)

13

bekasi terdiri dari beberapa faktor, keberhasilan publitas melalui media masa didukung oleh beberapa partai besar. Sedangkan faktor yang menjadi penghambat yaitu munculnya masalah dan berbagai kecurangan di lapangan dan masih tingginya golput.

Sumber: Data Peneliti 2015

2.1.2 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi

Sebagai mahluk sosial setiap manusia secara alamiah memiliki potensi komunikasi, bahkan ketika manusia itu diam manusia itu sedang berkomunikasi, mengkomunikasikan keadaan perasaannya. Baik secara sadar maupun tidak manusia pasti berkomunikasi, komunikasi pun dapat kita temukan di semua sendi-sendi kehidupan, dimana setiap proses interaksi antara manusia dengan manusia lain pasti terdapat komunikasi.

Ilmu Komunikasi merupakan ilmu sosial terapan, bukan ilmu sosial murni, ilmu komunikasi tidak bersifat absolut, sifat ilmu komunikasi dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, hal tersebut dikarenakan ilmu komunikasi sangat erat kaitannya dengan tindak-tanduk perilaku


(16)

14

manusia, sedangkan perilaku atau tingkah laku manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan, termasuk perkembangan zaman.

Sifat ilmu komunikasi adalah interdisipliner atau multidisipliner. Maka dari itu ilmu komunikasi dapat menyisip dan berhubungan erat dengan ilmu sosial lainnya. Hal itu disebabkan oleh objek materialnya sama dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, terutama ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan.

Banyak definisi dan pengertian tentang komunikasi para ahli komunikasi untuk dapat menjelaskan apa itu komunikasi. Wiryanto dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi menjelaskan bahwa:

“Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum bersama-sama.” (Wiryanto, 2004:5)

Effendy, menjelaskan lebih jauh, bahwa dalam perkembangan selanjutnya, komunikasi dapat berlangsung melalui banyak tahap, bahwa sejarah tentang komunikasi massa dianggap tidak tepat lagi karena tidak menjangkau proses komunikasi yang menyeluruh. Penelitian yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld, Bernald Berelson, Hazel Gaudet, Elihu Katz, Robert Merton, Frank Stanton, Wilbur Schramm, Everett M. Rogers, dan para cendekiawan lainnya menunjukkan bahwa:

”Gejala sosial yang diakibatkan oleh media massa tidak hanya berlangsung satu tahap, tetapi banyak tahap. Ini dikenal dengan two-step flow communication dan multistep flow communication. Pengambilan keputusan


(17)

15

banyak dilakukan atas dasar hasil komunikasi antarpersonal (interpersonal communication) dan komunikasi kelompok (group communication) sebagai kelanjutan dari komunikasi massa (mass communication)” (Effendy,2005:4).

Pengertian komunikasi lainnya bila ditinjau dari tujuan manusia berkomunikasi adalah untuk menyampaikan maksud hingga dapat mengubah perilaku orang yang dituju, menurut Mulyana sebagai berikut: “Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain)”. (Mulyana, 2003:62)

Selain itu, Joseph A Devito menegaskan bahwa komunikologi adalah ilmu komunikasi, terutama komunikasi oleh dan di antara manusia. Seorang komunikologi adalah ahli ilmu komunikasi. Istilah komunikasi dipergunakan untuk menunjukkan tiga bidang studi yang berbeda: proses komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan studi mengenai proses komunikasi. Luasnya komunikasi ini didefinisikan oleh Devito sebagai:

“Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan, yang mendapat distorsi dari ganggua-ngangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan arus balik. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi meliputi komponen-komponen sebagai berikut: konteks, sumber, penerima, pesan, saluran, gangguan, proses penyampaian atau proses encoding, penerimaan atau proses decoding, arus balik dan efek. Unsur-unsur tersebut agaknya paling esensial dalam setiap pertimbangan mengenai kegiatan komunikasi. Ini dapat kita namakan kesemestaan komunikasi; Unsur-unsur yang terdapat pada setiap kegiatan komunikasi, apakah itu intra-personal, antarpersonal, kelompok kecil, pidato, komunikasi massa atau komunikasi antarbudaya.” (Effendy, 2006 : 5)


(18)

16

Menurut Roger dan D Lawrence (1981), mengatakan bahwa komunikasi adalah : “Suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara, 2004 :19)

Sementara Raymond S Ross, melihat komunikasi yang berawal dari proses penyampaian suatu lambang:

“A transactional process involving cognitive sorting, selecting, and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the source.”

(Proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber.) (Rakhmat, 2007:3).

Dari beberapa pengertian mengenai komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses pertukaran pesan atau informasi antara dua orang atau lebih, untuk memperoleh kesamaan arti atau makna diantara mereka.

2.1.3 Komponen-Komponen Komunikasi

Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terdiri dari proses yang di dalamnya terdapat unsur atau komponen. Menurut Effendy (2005:6), Ruang Lingkup Ilmu Komunikasi berdasarkan komponennya terdiri dari :


(19)

17 1. Komunikator (communicator)

2. Pesan (message) 3. Media (media)

4. Komunikan (communicant)

5. Efek (effect)

Untuk itu, Lasswell memberikan paradigma bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

2.1.3.1Komunikator Dan Komunikan

Komunikator dan komunikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam proses komunikasi. Komunikator sering juga disebut sebagai sumber atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source, sender, atau

encoder.

Hafied Cangara dalam bukunya ”Pengantar Ilmu Komunikasi” mengatakan bahwa:

”Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga” (Cangara, 2004:23).


(20)

18

Begitu pula dengan komunikator atau penerima, atau dalam bahasa Inggris disebut audience atau receiver. Cangara menjelaskan:

”Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai, atau negara”. Selain itu, ”dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber”. Cangara pun menekankan: ”Kenalilah khalayakmu adalah prinsip dasar dalam berkomunikasi. Karena mengetahui dan memahami karakteristik penerima (khalayak), berarti suatu peluang untuk mencapai keberhasilan komunikasi” (Cangara, 2004:25).

2.1.3.2 Pesan

Pesan yang dalam bahasa Inggris disebut message, content, atau

information, salah unsur dalam komunikasi yang teramat penting, karena salah satu tujuan dari komunikasi yaitu menyampaikan atau mengkomunikasikan pesan itu sendiri. Cangara menjelaskan bahwa: ”Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda” (Cangara, 2004:23).

2.1.3.3 Media

Media dalam proses komunikasi yaitu, ”Alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima” (Cangara, 2004:23). Media yang digunakan dalam proses komunikasi bermacam-macam, tergantung dari konteks komunikasi yang berlaku dalam proses komunikasi tersebut. Komunikasi antarpribadi misalnya, dalam hal ini media yang digunakan yaitu pancaindera.


(21)

19

Selain itu, ”Ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi” (Cangara, 2004:24).

Lebih jelas lagi Cangara menjelaskan, dalam konteks komunikasi mass media, yaitu:

”Alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, di mana setiap orang dapat melihat, membaca, dan mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat dibedakan atas dua macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti halnya surata kabar, majalah, buku, leaflet, brosur, stiker, buletin, hand out, poster, spanduk, dan sebagainya. Sedangkan media elektronik antara lain: radio, film, televisi, video recording, komputer, electronic board, audio casette, dan semacamnya” (Cangara, 2004:24)

2.1.3.4 Efek

Efek atau dapat disebut pengaruh, juga merupakan bagian dari proses komunikasi. Namun, efek ini dapat dikatakan sebagai akibat dari proses komunikasi yang telah dilakukan. Seperti yang dijelaskan Cangara, masih dalam bukunya ”Pengantar Ilmu Komunikasi”, pengaruh atau efek adalah:

“Perbedaaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang” (De Fleur, 1982, dalam Cangara, 2004:25).

Oleh sebab itu, Cangara mengatakan, ”Pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan” (Cangara, 2004:25).


(22)

20 2.1.4 Tujuan Komunikasi

Setiap individu yang berkomunikasi pasti memiliki tujuan, secara umum tujuan komunikasi adalah lawan bicara agar mengerti dan memahami maksud makna pesan yang disampaikan, lebih lanjut diharapkan dapat mendorong adanya perubahan opini, sikap, maupun perilaku.

Menurut Onong Uchjana dalam buku yang berjudul Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, menyebutkan ada beberapa tujuan dalam berkomunikasi, yaitu:

A. Perubahan sikap (attitude change)

B. Perubahan Pendapat (opinion change)

C. Perubahan Perilaku (behavior change)

D. Perubahan Sosial (sosial change).

(Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik 2005:8)

Sedangkan Joseph Devito dalam bukunya Komunikasi Antar Manusia menyebutkan bahwa tujuan komunikasi adalah sebagai berikut:

A. Menemukan

Dengan berkomunikasi kita dapat memahami secara baik diri kita sendiri dan diri orang lain yang kita ajak bicara. Komunikasi juga memungkinkan kita untuk menemukan dunia luar yang dipenuhi oleh objek, peristiwa dan manusia.


(23)

21 B. Untuk Berhubungan

Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan dengan orang lain

C. Untuk Meyakinkan

Media massa ada sebagian besar untuk meyakinkan kita agar mengubah sikap dan perilaku kita.

D. Untuk Bermain

Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan menghibur diri. Kita mendengarkan pelawak (Devito, Komunikasi Antar Manusia, 1997:31)

2.1.5Ruang Lingkup Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, ilmu komunikasi merupakan ilmu yang mempelajari, menelaah dan meneliti kegiatan-kegiatan komunikasi manusia yang luas ruang lingkup nya dan banyak dimensinya. Para mahasiswa acap kali mengklasifikasikan aspek-aspek komunikasi ke dalam jenis-jenis yang satu sama lain berbeda konteksnya. Berikut ini adalah penjenisan komunikasi berdasarkan konteksnya.

1.Bidang Komunikasi

Yang dimaksud dengan bidang ini adalah bidang pada kehidupan manusia, dimana diantara jenis kehidupan yang satu dengan jenis


(24)

22

kehidupan lain terdapat perbedaan yang khas, dan kekhasan ini menyangkut pula proses komunikasi. Berdasarkan bidangnya, komunikasi meliputi jenis-jenis sebagai berikut:

1) Komunikasi sosial (sosial communication)

2) Komunikasi organisasi atau manajemen (organizational or management communication)

3) Komunikasi bisnis (business communication) 4) Komunikasi politik (political communication)

5) Komunikasi internasional (international communication) 6) Komunikasi antar budaya (intercultural communication) 7) Komunikasi pembangunan (development communication) 8) Komunikasi tradisional (traditional communication)

2. Sifat Komunikasi

Ditinjau dari sifatnya komunikasi diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Komunikasi verbal (verbal communicaton)

a.Komunikasi lisan b.Komunikasi tulisan

2) Komunikasi nonverbal (nonverbal communication) a.kial (gestural)

b.gambar (pictorial)

3) Tatap muka (face to face) 4) Bermedia (mediated)


(25)

23 2. Tatanan Komunikasi

Yang dimaksud dengan tatanan komunikasi adalah proses komunikasi ditinjau dari jumlah komunikan, apakah satu orang, sekelompok orang, atau sejumlah orang yang bertempat tinggal secara tersebar. Berdasarkan situasi komunikasi seperti itu, maka diklasifikasikan menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut:

a. Komunikasi Pribadi (Personal Communication)

Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication)

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)

b. Komunikasi Kelompok (Group Communication)

Komunikasi kelompok kecil (small group communication) Komunikasi kelompok besar (big group communication)

c. Komunikasi Massa (Mass Communication)

Komunikasi media massa cetak (printed mass media)

Komunikasi media massa elektronik (electronic mass media)

3. Fungsi Komunikasi Fungsi Komunikasi antara lain: a. Menginformasikan (to Inform)

b. Mendidik (to educate) c. Menghibur (to entertaint)


(26)

24 4. Teknik Komunikasi

Istilah teknik komunikasi berasal dari bahasa Yunani “technikos” yang berarti ketrampilan. Berdasarkan ketrampilan komunikasi yang dilakukan komunikator, teknik komunikasi diklasifikasikan menjadi: a. Komunikasi informastif (informative communication)

b. Persuasif (persuasive)

c. Pervasif (pervasive)

d. Koersif (coercive)

e. Instruktif (instructive)

f. Hubungan manusiawi (human relations) (Effendy, 2005:55)

5. Metode Komunikasi

Istilah metode dalam bahasa Inggris “Method” berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti rangkaian yang sistematis dan yang merujuk kepada tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti, mapan, dan logis.

Atas dasar pengertian diatas, metode komunikasi meliputi kegiatan-kegiatan yang teroganisaasi sebagai berikut:

1) Hubungan Masyarakat a. Periklanan

b. Propaganda c. Perang urat syaraf 2) Perpustakaan


(27)

25 a. Jurnalisme

b. Jurnalisme cetak

c. Jurnalisme elektronik (Effendy, 2003: 56)

2.2 Politik

Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya (Hague et al dalam Budiardjo, 2008:16).

Sedangkan menurut Roelofs dalam buku Dan Nimmo, Politik adalah pembicaraan atau lebih tepat, kegiatan politik (berpolitik) adalah berbicara. Roelofs menekankan bahwa politik tidak hanya pembicaraan, juga tidak semua pembicaraan adalah politik. Akan tetapi, “hakekat pengalaman politik dan bukan hanya kondisi dasarnya ialah bahwa ia adalah kegiatan berkomunikasi antar orang.

Sedangkan pelaksanaan tujuan diantaranya berupa penyusunan kebijakan umum yang menyangkut distribusi dan alokasi atas sumber daya yang ada dalam negara. Untuk melaksanakan kebijakan itu perlu adanya kekuasaan (power) dan kewenangan (authority). Dengan demikian konsep pokok dalam politik meliputi negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making),


(28)

26 2.3 Pengertian Komunikasi Politik

Komunikasi Politik sebagai kegiatan politik merupakan penyampaian pesan-pesan yang bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak lain. Kegiatan ini bersifat empirik, karena dilakukan secara nyata dalam kehidupan sosial. Sedangkan sebagai kegiatan ilmiah, komunikasi politik adalah salah satu kegiatan politik dalam sistem politik (Maswadi Rauf,1993: 32– 33).

Menurut Rush dan Althoff (1997:255) Komunikasi politik adalah transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian sistem politik – merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik; dan proses sosialisasi, partisipasi serta rekrutmen politik bergantung pada komunikasi. Secara sederhana unsur-unsur tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.1

Sistem Politik dalam Komunikasi Politik (Rush and Athhoff)

Budaya Politik

Sistem Politik Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah salah satu dari tujuh fungsi yang dijalankan oleh setiap sistem politik. Dalam kata-kata Almond sendiri:

“All of the functions performed in the political system political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication – are performed by means ofcommunication.”


(29)

27

Dalam buku The Politics of The Development Areas, pada tahun 1960. Almond berpendapat bahwa:

“komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik sehingga terbuka kemungkinan bagi para ilmuwan politik untuk memperbandingkan berbagai sistem politik dengan latar belakang budaya yang berbeda (Maswadi Rauf, 1993: 21).

Faktor tujuan dalam komunikasi politik itu, jelas pula tampak pada definisi yang diketengahkan oleh Lord Windlesham dalam karyanya, What is political communication adalah:

“Komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat komunikasi berperilaku tertentu (Effendy, 2002: 158).”

“Menurut Dan Nimmo (2005: 8) “komunikasi Politik yaitu (kegiatan) komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensi – konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik. “

Dengan demikian, inti komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi tersebut dapat mengikat suatu kelompok atau warga tertentu. Komunikasi politik dengan demikian adalah upaya sekelompok manusia yang mempunyai orientasi, pemikiran politik atau ideology tertentu dalam rangka menguasai atau memperoleh kekuasaan.

Komunikator itu sendiri sebagaimana dikemukakan oleh Rakhmat (dalam Dan Nimmo, 2005) digolongkan menjadi tiga yaitu politisi, profesional dan aktivis ketiganya dalam aktivitas keseharian mereka harus melakukan komunikasi


(30)

28

politik. Nimmo (2005;30) menjelaskan secara rinci mengenai komunikator politik ini. Ia memaparkan bahwa terdapat tiga macam komunikator politik.

Pertama, adalah komunikator politik yang mempunyai pekerjaan sebagai politisi/politikus, mereka adalah calon atau pemegang jabatan tertentu di pemerintahan. Tak peduli apakah ia ditunjuk atau pejabat karir dan tak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif atau yudikatif. Pekerjaan mereka adalah aspek utama kegiatan ini. Politisi atau politikus inilah yang sering juga disebut sebagai elite politik. Dalam kegiatan keseharian, para politikus harus melakukan komunikasi politik. Hal ini dilakukan, untuk mengomunikasikan pesan pesan poitik kepada sesama politikus, pesan politik ini bisa berupa tuntutan, protes dan kebijakan. kemudian, melakukan komunikasi politik kepada masyarakat.

Kedua; profesional sebagai komunikator politik muncul diakibatkan karena berkembangnya perangkat teknologi media massa. Ia menyuarakan pendapat komunikator politik yang sesungguhnya dan menghubungkan dengan masyarakat, menghubungkan publik umum, dengan pemimpin politik dan membantu menempatkan masalah dan peristiwa pada agenda diskusi publik. Yang termasuk dalam profesional adalah para jurnalis (reporter, koordinator berita, penerbit, pengarah berita, eksekutif stasiun dan lainnya). Profesional lainnya adalah promotor, ia adalah orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu. Seperti agen publisitas, tokoh masyarakat, pejabat humas, pejabat informasi publik, sekretaris presiden dan lainnya (Dan Nimmo, 2005: 35).


(31)

29

Komunikator yang ketiga adalah aktivis, yang dimaksud dengan aktivis adalah orang-orang yang tidak bekerja untuk kepentingan politik. Namun tugasnya adalah menjadi juru bicara atau sebagai peloby. Politik bukan lapangan pekerjaannya, namun ia terlibat baik dalam kegiatan politik walaupun dalam komunikasi. Karena itulah ia disebut aktivis politik. Aktivis lainnya yang juga berfungsi sebagai komunikator politik adalah pemuka masyarakat.

Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa ”penggabungan kepentingan” (interest aggregation) dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy (Budiardjo, 2008: 406).”

Dari pengertian-pengertian di atas menunjukkan pada sikap dan perilaku seluruh individu yang berada dalam lingkup sistem politik, sistem pemerintahan atau sistem nilai baik sebagai pemegang kekuasaan maupun sebagai masyarakat untuk terwujudnya suatu jalinan komunikasi antara pemegang kekuasaan (pemerintah) dengan masyarakat yang mengarah kepada sifat-sifat integrative.

Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat fungsi-fungsi itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.

Dari beberapa pendapat mengenai komunikasi politik tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik merupakan suatu penyampaian pesan politik antara pemerintah, partai politik, dan juga warga masyarakat untuk menyampaikan ide, gagasan, dan pemikiran yang dapat mempengaruhi seluruh elemen masyarakat untuk dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi


(32)

30

yang telah ditentukan bersama. Jadi, dilihat dari sistem dan pengertian komunikasi politik di atas komunikasi politik merupakan suatu proses penyampaian informasi atau pesan yang dilakukan oleh pimpinan partai politik terhadap anggota partai politik dengan saluran/media berupa lisan maupun tulisan dan diharapkan anggota partai politik tersebut mengerti dan menyetujui dari apa yang telah disampaikan.

2.3.1 Unsur-Unsur Komunikasi Politik

Tabel 2.2

Unsur-Unsur Komunikasi Politik

Keterangan:

a. Komunikator/sender/ sumber = Pengirim pesan

b. Encoding: Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan c. Message = Pesan

d. Media = Saluran

e. Decoding – Proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol Sumber

Pesan

Feedback


(33)

31 f. Feedback = Umpan balik/ respon

g. Komunikan (receiver)/ pendengar (audiens) = Penerima pesan

Komunikasi politik dilakukan melalui proses yang meliputi unsur-unsur komunikasi politik yaitu (Nimmo, 2004:16):

a. Sumber

Para komunikator politik ini adalah pols, yakni politikus yang hidupnya dari manipulasi komunikasi, dan vols, yaitu warga negara yang aktif dalam politik berdasarkan paruh waktu (part-time) dan sukarela

(voluntary).

b. Pesan

Sebagian besar politik adalah pembicaraan. Untuk memahami mengatakan apa dari komunikasi politik, dan gunanya untuk mula-mula melihat bahasa yang digunakan orang dalam berbicara, yaitu gejala linguistik politik. Komunikator politik menggunakan bahasa dan simbol, baik untuk meyakinkan khalayak.

c. Saluran

Media politik sebagi sarana saluran politik dapat dibagi menjadi: saluran massa, interpersonal, dan organisasi. Pemerintah dan pers sebagai sumber dan saluran komunikasi politik. Jika perbuatan politik kita diturunkan dari makna yang kita berikan kepada objek-objek politik, maka media berita menduduki posisi yang penting dalam proses


(34)

komunikasi-32

opini karena kenyataan bahwa kita memperoleh begitu banyak informasi politik kita langsung dari siaran berita televisi dan dari surat kabar.

d. Audiens atau pendengar

Komunikasi terlibat dalam perbuatan gabungan atau transaksi antara sumber dan penerima. Khalayak komunikasi politik bukanlah wadah yang pasif yang ke dalamnya para pemimpin politik dengan berbagai karakteristik dan motif hanya menuangkan beraneka imbauan dengan menggunakan bahasa, simbol, piranti, dan media yang menarik.

e. Umpan balik

Akibat komunikasi diturunkan dari interaksi antara tiga unsur yang dapat dipisahkan: pesan, khalayak yang diduga akan dipengaruhi, dan pengaruh yang diakibatkannya. Singkatnya, akibat tidak ditentukan terpisah dari interpretasi: bahkan, akibat adalah tindakan interpretatif sinambung yang diturunkan dari penyusunan opini personal, sosial, dan politik.

2.3.2 Bentuk-bentuk Komunikasi Politik

Terdapat berbagai bentuk komunikasi politik yang biasa dilakukan oleh politikus atau aktivis politik untuk mencapai tujuan politiknya. Teknik komunikasi yang dilakukan diarahkan untuk mencapai dukungan-legitimasi (otoritas sosial), yang meliputi tiga level, yaitu pengetahuan, sikap sampai dengan perilaku khalayak. Bentuk-bentuk komunikasi politik menurut Arifin (2003: 65) antara lain, retorika politik, agitasi politik, propaganda politik, public relations politik, dan lobi politik.


(35)

33 1) Retorika politik

Retorika politik atau pidato politik sebagai suatu seni berbicara memang memiliki daya persuasi politik yang sangat tinggi, dengan menggunakan bahasa lisan yang indah (irama, mimik, dan intonasi suara). Arifin (2003: 65)

2) Public relations politik

Public relations politik sebagai bentuk kegiatan dalam melakukan hubungan dengan masyarakat, secara jujur (tidak berbohong), terbuka, rasional (tidak emosional), dan timbal balik (dua arah).

3) Kampanye politik

Kampanye politik adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang atau organisasi politik dalam waktu tertentu untuk memperoleh dukungan politik dari rakyat.

4) Lobi politik

Lobi politik dan forum politik, merupakan forum pembicaraan politik yang dalam perspektif komunikasi politik tercakup dalam komunikasi antar pesona atau tatap muka, yang bersifat dialogis.


(36)

34 5) Pola tindakan politik

Tindakan politik dalam peristiwa komunikasi politik bertujuan untuk membentuk citra (image) politik bagi khalayak (masyarakat), yaitu gambaran tentang realitas politik yang memiliki makna.

2.3.3 Faktor-faktor Penghambat Komunikasi Politik

Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Komunikasi Politik Unsur-unsur sistem komunikasi politik tersebut dapat dipengaruh oleh faktor-faktor pendorong dan faktor-faktor penghambat, seperti di bawah ini.

1) Hubungan komunikator-komunikan

Politikus, baik representatif maupun ideolog, berkomunikasi untuk kepentingan para pemilih atau untuk kepentingan tujuan. Juru bicara kelompok terorganisasi dan pemuka pendapat memainkan peran yang jauh lebih aktif dalam komunikasi politik dibandingkan dengan warga negara pada umumnya. Dalam komunikasi politik, partisipan adalah anggota khalayak yang aktif yang tidak hanya memperhatikan apa yang dikatakan oleh para pemimpin politik, tetapi juga menanggapi dan bertukar pesan dengan para pemimpin Itu. Ringkasnya, partisipan politik melakukan kegiatan bersama dan bersama-sama dengan para pemimpin politik, yaitu mereka sama-sama merupakan komunikator politik (Nimmo, 2004: 125).


(37)

35 2) Faktor sosial-ekonomi

Banyak cara menentukan seseorang untuk dikategorikan ke dalam kelas sosial mana; tetapi pada umumnya, kelas itu merupakan fungsi dari pekerjaan, pendapatan, dan pendidikan orang. Anggota kelas atas dan kelas menengah adalah orang dengan pekerjaan profesional-manajerial dengan pendapatan tinggi dan berpendidikan akademis; anggota kelas menengah bisa pegawai administrasi atau pegawai keahlian (skilled) yang pendapatannya relatif baik dan seringkali, tetapi tidak terlalu, memiliki gelar akademis; kelas rendah mencakup buruh kasar dengan pendidikan sekolah menengah atau yang lebih rendah, penganggur, dan orang miskin. Pada umumnya, orang dari kelas yang lebih tinggi lebih sering berpartisipasi dalam politik ketimbang orang dari strata sosial yang lebih rendah (Nimmo, 2004: 141).

3) Budaya politik

Suatu cara penting opini publik dalam mempengaruhi apa yang dilakukan oleh pejabat pemerintah ialah menggunakan budaya politik. Pengaruh opini publik yang terbesar terhadap pembuatan keputusan pada pemerintah ialah dimilikinya budaya politik bersama oleh rakyat untuk memegang jabatan pemerintah. Budaya politik terdiri atas pola kecenderungan kepercayaan, nilai, dan pengharapan yang diikuti secara luas (Nimmo, 2004: 36).


(38)

36 4) Struktur organisasi partai

Struktur ialah pelembagaan hubungan organisasi antara komponen-komponen yang membentuk bangunan itu. Struktur politik sebagai salah satu species struktur pada umumnya, selalu berkenaan dengan alokasi nilai-nilai yang bersifat otoritatif, yaitu yang dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan.

5) Model komunikasi

Komunikasi politik yang dilakukaaan partai politik bisa berupa lisan maupun tulisan. Komunikasi politik yang dilakukan oleh partai politik bertujuan untuk memperoleh kejelasan dan mempengaruhi perubahan aspek kognitif anggota yang meliputi paham ideologi dan platform.

2.3.4 Indikator dalam pelaksanaan komunikasi politik adalah Sebagai berikut:

1. Unsur-unsur sistem komunikasi politik (Rush dan Althoff, 2002:255) 1) Sumber, tolok ukurnya: pemimpin partai politik, pengurus partai politik. 2) Pesan, tolok ukurnya: isi pesan, perintah, larangan, program kerja. 3) Saluran, tolok ukurnya : media lisan, media tulisan, elektronik. 4) Umpan balik, tolok ukurnya: penolakan, penerimaan.


(39)

37

2. Faktor-faktor pendorong dan penghambat komunikasi politik adalah: 1) Hubungan komunikator-komunikan, tolak ukurnya: pendekatan,

pengenalan komunikator.

2) Faktor sosial-ekonomi, tolok ukurnya: tingkat pendidikan, tingkat ekonomi.

3) Budaya politik, tolok ukurnya: parokhial, kaula, partisipan. 4) Struktur organisasi partai politik, tolok ukurnya: formal, informal. 5) Model komunikasi, tolok ukurnya: berbelit-belit, mudah.

2.3.5 Fungsi Komunikasi Politik

Komunikasi politik merupakan jalan mengalirnya informasi melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam sistem politik (Mas‟oed dan Andrew, 1990: 130). Fungsi dari komunikasi politik adalah struktur politik yang menyerap berbagai aspirasi, pandangan, dan gagasan yang berkembang dalam masyarakat dan menyalurkannya sebagai bahan dalam penentuan kebijakan. Dengan demikian fungsi membawakan arus informasi balik dari masyarakat ke pemerintah dan dari pemerintah ke masyarakat.

Fungsi komunikasi politik itu terutama dijalankan oleh media massa, baik itu media cetak maupun media elektronik. Dengan demikian media massa itu memiliki peranan yang strategis dalam sistem politik. Berarti frekuensi dan intensitas yang lebih besar. Di samping perasaan “sadar informasi” hal itu juga didukung oleh tersedianya fasilitas yang memadai.


(40)

38

Kelancaran komunikasi politik akan sangat berpengaruh pada kemantapan kehidupan politik. Terlambatnya saluran komunikasi politik dapat mengakibatkan munculnya kecurigaan antara satu kelompok lain, antara satu pihak dengan pihak lain. Atas dasar itu, keterbukaan politik ada batasnya, diperlukan dalam pembinaan sistem politik. Maka dari itulah muncul fungsi komunikasi bagi komunikasi politik untuk mempermudah jalannya sistem politik yang ada.

2.4 Proses Komunikasi Politik

Proses adalah arus, perubahan dan ketidaktepatan dalam hubungan kegiatan terhadap satu sama lain. Barlund melukisakan sifat proses itu sendiri – berkembang, dinamis, sinambung, sirkular, tak dapat diulang, tak dapat dibalikan dan kompleks. Sebagai proses, komunikasi tidak memiliki titik bertolak; tiada hentinya ia meliputi interpretasi personal, pertukaran sosial dan politik. Ia tidak memiliki penyebab yang mudah dilihat bagi akibatnya yang dapat diamati. (Dan Nimmo. 2005)

Miriam Budiardjo, dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik, menjelaskan bahwa proses politik adalah pola-pola politik yang dibuat oleh manusia dalam mengatur hubungan antara satu sama lain. Proses dalam setiap sistem dapat dijelaskan sebagai input dan output. Input itu sendiri merupakan tuntutan serta aspirasi masyarakat dan juga dukungan dari masyarakat. Input ini kemudian diolah menjadi output, kebijaksanaan, dan keputusan-keputusan, yang akan dipengaruhi oleh lingkungan sosial.


(41)

39

Dari beberapa penjelasan dari ilmuwan politik yang menjelaskan tentang proses politik, maka dapat disimpulkan bahwa Pokok dari politik adalah upaya untuk mencapai tujuan, dan untuk mencapainya harus ada proses yang dilewati yang kemudian disebut sebagai proses politik. Secara garis besar, proses politik adalah semua interaksi yang terjadi dalam sebuah sistem politik. Proses politik dimulai dari adanya tuntutan untuk memenuhi tujuan dan kepentingan politik yang tentunya terdapat instrument untuk memperjuangkan tuntutannya. Proses politik merupakan tahapan setelah adanya input politik dimana proses mencakup serangkaian tindakan pengambilan keputusan, baik oleh perorangan, kelompok, maupun lembaga apapun macam legislatif, eksekutif, maupun yudikatif dan lain-lain dalam rangka memenuhi tujuan atau kepentingannya. Harus diketahui bagaimana input politik itu terbentuk dan bergerak, sebab dinamikanya akan sangat berpengaruh terhadap output politik atau setelah melalui proses politik. Oleh karena itu harus dikenali tenaga-tenaga pembuat atau tenaga pembantu dari input tersebut.

2.5 Momentum Politik

Gun-gun dalam bukunya “Dinamika Komunikasi Politik” menjabarkan: “Momentum adalah pesan politik itu sendiri. Saat elit memainkan “the game of words” dengan menyatakan seribu kata manis dan saling mengapresiasi lawan politiknya, substansi pertarungan sesungguhnya dapat kita temukan dimomentum yang menjadi latar tindakan actor”


(42)

40 2.6 Dinamika Komunikasi Politik

Dari arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Dinamika adalah gerak masyarakat secara terus-menerus yang menimbulkan perubahan ditata hidup masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan Dinamika menurut Slamet Santoso Dinamika berarti tingkah laku warga yang satu secara langsung memengaruhi warga yang lain secara timbal balik. Jadi, dnamika berarti adanya interaksi dan interpendensi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain secara timbal balik dan antara anggota dengan kelompok secara keseluruhan. (Slamet Santoso, 2004)

Sedangkan menurut para ahli mengenai komunikasi politik ialah sebagai berikut, Komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat komunikasi berperilaku tertentu (Effendy, 2002: 158).

Menurut Rush dan Althoff (1997:255) Komunikasi politik adalah transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian sistem politik – merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik; dan proses sosialisasi, partisipasi serta rekrutmen politik bergantung pada komunikasi.

2.7 Realitas Komunikasi Politik

Realitas Komunikasi Politik adalah sebuah sistem yang konstan, teratur dan dapat diramalkan, misalnya sebagai:


(43)

41

B. Interaksi antara elite, media warga negara mengenai topik-topik yang berkaitan dengan politik (Talia Stroud).

C. Pertukaran gagasan dan pesan, verbal atau visual, secara langsung atau bermedia, dalam suatu ruang publik yang dapat diidentifikasi, yang tujuannya dan konsekuensinya adalah untuk mengubah struktural atau produk pemerintah atau menghindari perubahan tersebut (Lynn Sanders). (Mulyana, Deddy, Komunikasi Politik, Poltik Komunikasi, 2013, 7)

2.8 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah sebuah alur pikiran peneliti sebagai dasar-dasar pemikiran untuk memperkuat sub fokus yang menjadi latar belakang dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini sebagai ranah pemikiran baik yang mendasari penelitian tersusunlah kerangka pemikiran baik secara teoritis maupu konseptual. Adapun kerangka pemikiran secara teoritis dan konseptual adalah sebagai berikut:

2.8.1Kerangka Pemikiran Teoritis

Menurut Rush dan Althoff (1997:255) sebagaimana yang dikutip oleh Asep Saipul Muhtadi (2008: 28), Komunikasi politik adalah transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian sistem politik – merupakan unsur dinamis dari suatu sistem politik; dan proses sosialisasi, partisipasi serta rekrutmen politik bergantung pada komunikasi. Secara sederhana unsur-unsur tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:


(44)

42 Tabel 2.5

Sistem Politik dalam Komunikasi Politik (Rush and Athhoff)

Budaya Politik

Sistem Politik Komunikasi Politik Komunikasi politik adalah salah satu dari tujuh fungsi yang dijalankan oleh setiap sistem politik. Dalam kata-kata Almond sendiri:

“All of the functions performed in the political system political socialization and recruitment, interest articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication – are performed by means ofcommunication.”

Dalam buku The Politics of The Development Areas, pada tahun 1960. Almond berpendapat bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik sehingga terbuka kemungkinan bagi para ilmuwan politik untuk memperbandingkan berbagai sistem politik dengan latar belakang budaya yang berbeda (Maswadi Rauf, 1993: 21).

Menurut Dan Nimmo (2005: 168) Ada dua bentuk saluran komunikasi politik yang digunakan oleh komunikator yaitu: Pertama, Komunikasi Interpersonal merupakan bentukan dari hubungan satu-kepada-satu. Saluran ini pun bisa berbentuk tatap muka maupun perantara. Kedua, komunikasi organisasi


(45)

43

menggabungkan penyampaian satu-kepada-satu dan satu-kepada-banyak. (Nimmo, Dan 2005: 168 Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media)

Faktor tujuan dalam komunikasi politik itu, jelas pula tampak pada definisi yang diketengahkan oleh Lord Windlesham dalam karyanya, What is political communication, Komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat komunikasi berperilaku tertentu (Effendy, 2002: 158).

Menurut Dan Nimmo (2005: 9) komunikasi Politik yaitu (kegiatan) komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensi – konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik.

Dengan demikian, inti komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi tersebut dapat mengikat suatu kelompok atau warga tertentu. Komunikasi politik dengan demikian adalah upaya sekelompok manusia yang mempunyai orientasi, pemikiran politik atau ideology tertentu dalam rangka menguasai atau memperoleh kekuasaan.

Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa ”penggabungan kepentingan” (interest aggregation) dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk diperjuangkan menjadi public policy (Budiardjo, 2008: 406).


(46)

44

Dari pengertian-pengertian di atas menunjukkan pada sikap dan perilaku seluruh individu yang berada dalam lingkup sistem politik, sistem pemerintahan atau sistem nilai baik sebagai pemegang kekuasaan maupun sebagai masyarakat untuk terwujudnya suatu jalinan komunikasi antara pemegang kekuasaan (pemerintah) dengan masyarakat yang mengarah kepada sifat-sifat integratif.

Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat fungsi-fungsi itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik.

Dari beberapa pendapat mengenai komunikasi politik tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik merupakan suatu penyampaian pesan politik antara pemerintah, partai politik, dan juga warga masyarakat untuk menyampaikan ide, gagasan, dan pemikiran yang dapat mempengaruhi seluruh elemen masyarakat untuk dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang telah ditentukan bersama. Jadi, dilihat dari sistem dan pengertian komunikasi politik di atas komunikasi politik merupakan suatu proses penyampaian informasi atau pesan yang dilakukan oleh pimpinan partai politik terhadap anggota partai politik dengan saluran/media berupa lisan maupun tulisan dan diharapkan anggota partai politik tersebut mengerti dan menyetujui dari apa yang telah disampaikan.

2.8.2 Kerangka Konseptual

Dalam menjelaskan kerangka konseptual peneliti berusaha membuat kerangka konsep bisa menjawab dan membuahkan hasil penelitian, peneliti


(47)

45

berusaha mengambarkan secara terperinci suatu dinamika proses komunikasi dalam momentum pemilihan calon ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat.

2.8.2.1Alur Model Kerangka Pemikiraan

Dengan melihat konteks dari teori Studi Kasus Creswell tersebut yakni yang berusaha membentuk dan mengumpulkan sebuah data-data dari kejadian yang berdasarkan pada subjek, maka peneliti memaparkan penjelasan tersebut ke dalam gambar seperti berikut ini:


(48)

46 Gambar 2.1

Alur Kerangka Pemikiran Peneliti

Dinamika Komunikasi Politik Calon Ketua

Termuda

Komunikasi Organisasi

Realitas Komunikasi Politik DPC & PAC

Proses Komunikasi Politik

Dinamika Komunikasi Politik Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat

Komunikasi Politik


(49)

47 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Dalam Penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, mengacu pada John W.Creswell dalam bukunya Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Tradition bahwa studi kasus sebuah eksplorasi dari suatu sistem yang terikat atau suatu kasus/beragam kasus yang dari waktu ke waktu melalui pengumpulan data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber informasi yang kaya dalam suatu konteks. Sistem terikat ini diikat oleh waktu dan tempat sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program, peristiwa, aktivitas atau suatu individu dan organisasi. Dengan perkataan lain, studi kasus merupakan penelitian dimana peneliti menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, even, proses, institusi atau kelompok sosial) serta mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode tertentu.

John W.Creswell membagi penelitian studi kasus dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

1. Penelitian Studi Kasus Instrumental Tunggal

Penelitian studi kasus instrumental tunggal (single instrumental case study) adalah penelitian studi kasus yang dilakukan dengan menggunakan sebuah


(50)

48

kasus untuk menggambarkan suatu isu atau perhatian. Pada penelitian ini, penelitinya memperhatikan dan mengkaji suatu isu yang menarik perhatiannya, dan menggunakan sebuah kasus sebagai sarana (instrumen) untuk menggambarkannya secara terperinci.

2. Penelitian Studi Kasus Jamak

Penelitian studi kasus jamak (collective or multiple case study) adalah penelitian studi kasus yang menggunakan banyak (lebih dari satu) isu atau kasus di dalam satu penelitian. Penelitian ini dapat terfokus pada hanya satu isu atau perhatian dan memenfaatkan banyak kasus untuk menjelaskannya. Disamping itu, penelitian ini juga dapat hanya menggunakan satu kasus (lokasi), tetapi dengan banyak isu atau perhatian yang diteliti. Pada akhirnya, penelitian ini juga dapat bersifat sangat kompleks, karena terfokus pada banyak isu atau perhatian dan menggunakan banyak kasus untuk menjelaskannya.

3. Penelitian Studi Kasus Mendalam

Penelitian studi kasus mendalam (intrinsic case study) adalah penelitian yang dilakukan pada suatu kasus yang memiliki kekhasan dan keunikan yang tinggi. Fokus penelitian ini adalah pada kasus itu sendiri, baik sebagai lokasi, program, kejadian atau kegiatan. Penelitian studi kasus mendalam ini mirip dengan penelitian naratif yang telah dijelaskan di depan, tetapi memiliki prosedur kajian yang lebih terperinci kepada kasus dan kaitannya dengan lingkungan disekitarnya secara terintegrasi dan apa adanya. Lebih khusus lagi, penelitian studi


(51)

49

kasus mendalam merupakan penelitian yang sangat terikat pada konteksnya, atau dengan kata lain sangat terikat pada lokusnya (site-case).

Selanjutnya John W.Creswell mengungkapkan bahwa apabila kita akan memilih studi untuk suatu kasus, dapat dipilih dari beberapa program studi atau sebuah program studi dengan menggunakan berbagai sumber informasi yang meliputi observasi, wawancara, materi audio-visual, dokumentasi dan laporan. Kontekskasus dapat “mensituasikan” kasus di dalam settingnya yang terdiri dari setting fisik maupun setting sosial, sejarah atau setting ekonomi. Sedangkan fokus di dalam suatu kasus dapat dilihat dari keunikannya, memerlukan suatu studi (studi kasus intrinsik) atau dapat pula menjadi suatu isu (isu-isu) dengan menggunakan kasus sebagai instrumen untuk menggambarkan isu tersebut (studi kasus instrumental). Ketika suatu kasus diteliti lebih dari satu kasus hendaknya mengacu pada studi kasus kolektif. Untuk itu Lincoln Guba mengungkapkan bahwa struktur studi kasus terdiri dari masalah, konsteks, isu dan pelajaran yang dipelajari.

3.1.1 Penelitian Kualitatif

John W.Creswell dalam bukunya yang berjudul: “Research Design:

Qualitative and Quantitative Approaches.” Sage Publications, 1994, mengemukakan:

Research that is guided by the qualitative paradigm is defined as: “an inquiry process of understanding a social or human problem based on building a complex, holistic picture, formed with words, reporting detailed views of informants, and conducted in a natural setting.”


(52)

50

Kutipan tersebut mengandung makna penelitian yang dibimbing oleh paradigma kualitatif didefinisikan sebagai:

“Suatu proses penelitian untuk memahami masalah-masalah manusia atau sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan dengan kata-kata, melaporkan pandangan terinci yang diperoleh dari para sumber informasi, serta dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah.”

Denzin & Lincoln, dalam bukunya yang berjudul: “Handbook of Qualitative

Research,” Sage Publications, 1998, mengemukakan:

“Qualitative research is many things to many people. Its essence is twofold: a commitment to some version of the naturalistic, interpretive approach to its subject matter, and an ongoing critique of the politics and methods of positivism…Qualitative researchers stress the socially constructed nature of reality, the intimate relationship between the researcher and what is studied, and…value laden nature inquiry.”

Kutipan tersebut mempunyai arti, penelitian kualitatif esensinya bersifat ganda: suatu komitmen terhadap pandangan naturalistik-pendekatan interpretatif terhadap pokok persoalan studi dan suatu kritik yang berkelanjutan terhadap politik dan metode positivis. Peneliti kualitatif menekankan realitas yang dibentuk secara sosial, hubungan yang erat antara peneliti dan yang diteliti dan ciri penelitian yang sarat nilai.

Selanjutnya, Denzin & Lincoln menjelaskan:

“Qualitative research is aimed at gaining a deep understanding of a specific organization or event, rather than a surface description of a large sample of a population. It aims to provide an explicit rendering of the structure order, and broad patterns found among a group of participants. It is also called ethno-methodology or field research. It generates data about human groups in social settings.”

Kutipan tersebut mempunyai arti: “Penelitian kualitatif lebih ditujukan untuk mencapai pemahaman mendalam mengenai organisasi atau peristiwa khusus,


(53)

51

ketimbang mendeskripsikan bagian permukaan dari sampel besar dari sebuah populasi. Penelitian ini juga bertujuan untuk menyediakan penjelasan tersurat mengenai struktur, tatanan dan pola yang luas yang terdapat dalam suatu kelompok partisipan. Penelitian kualitatif juga disebut etno-metodologi atau penelitian lapangan. Penelitian ini juga menghasilkan data mengenai kelompok manusia dalam latar/settingsosial.”

Lebih lanjut, Denzin & Lincoln menjelaskan:

“Qualitative research does not introduce treatments or manipulate variables, or impose the researcher’s operational definitions of variables on the participants. Rather, it lets the meaning emerge from the participants. It is more flexible in that it can adjust to the setting. Concepts, data collection tools, and data collections methods can be adjusted as the research progresses.”

Kutipan tersebut mempunyai arti: “Penelitian kualitatif tidak memperkenalkan perlakuan (treatment), atau memanipulasi variabel atau memaksakan definisi operasional peneliti mengenai variabel-variabel pada peserta penelitian. Sebaliknya, penelitian kualitatif membiarkan sebuah makna muncul dari partisipan-partisipan itu sendiri. Penelitian ini sifatnya lebih fleksibel sehingga dapat disesuaikan dengan latar yang ada. Konsep-konsep, alat-alat pengumpul data, dan metoda pengumpulan data dapat disesuaikan dengan perkembangan penelitian.”

Untuk memperjelas pandangan-pandangan tentang penelitian kualitatif,

Denzin & Lincoln menambahkan penjelasan sebagai berikut:

“Qualitative research aims to get a better understanding through first-hand experience, truthful reporting, and quotations of actual conversations. It aims to understand how the participants derive meaning from their surroundings, and how their meaning influences their behavior.”


(54)

52

Kutipan tersebut mempunyai arti: “Penelitian kualitatif ditujukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendasar melalui pengalaman tangan pertama, laporan yang sebenar-benarnya, dan catatan-catatan percakapan yang aktual. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana para partisipan mengambil makna dari lingkungan sekitar dan bagaimana makna-makna tersebut mempengaruhi perilaku mereka sendiri.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan positivismenya. Peneliti menginterpretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi perilaku mereka. Penelitian dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah (naturalistic) bukan hasil perlakuan (treatment) atau manipulasi variabel yang dilibatkan.

Dari pandangan-pandangan yang telah dikemukakan oleh Creswell maupun

Denzin & Lincoln tersebut tidak saja dapat ditarik kesimpulan tentang definisi penelitian kualitatif tetapi juga tentang ciri-cirinya.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang ciri-ciri penelitian kualitatif akan diuraikan lebih lanjut tentang penelitian kualitatif menurut Denzin & Lincoln sebagai berikut:

“Qualitative research uses variety kinds of qualitative inquiry in collecting data (such as: observation, interview, documenting, narrating, publishing text, etc.). Observation is the selection and recording of behaviors of people in


(55)

53

their environment. Observation is useful for generating in-depth descriptions of organization or events, for obtaining information that is otherwise inaccessible, and for conducting research when other methods are inadequate.”

Kutipan tersebut mempunyai arti: “Penelitian kualitatif menggunakan berbagai jenis studi kualitatif dalam mengumpulkan data (seperti: observasi, wawancara, dokumentasi, narasi, publikasi teks). Observasi adalah penyeleksian dan pencatatan perilaku manusia dalam lingkungannya. Observasi digunakan untuk menghasilkan penjelasan yang sangat mendalam mengenai organisasi dan peristiwa, untuk mendapatkan informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain, dan untuk melakukan penelitian disaat metode-metode lain tidak memadai.”

3.2 Informan Penelitian

Informan dipilih secara purposive (purposive sampling) berdasarkan aktivitas mereka dan kesediaan mereka untuk mengeksplorasi pengalaman mereka secara sadar dam tidak sadar. Peneliti dapat memilih informan, atau bisa juga informan yang mengajukan secara sukarela.

“Informan (narasumber) penelitian adalah seseorang yang, karena memiliki informasi (data) banyak mengenai objek yang sedang diteliti, dimintai informasi mengenai objek penelitian tersebut. Informan dalam penelitian ini yaitu berasal dari wawancara langsung yang disebut sebagai narasumber. Adapun definisi narasumber menurut Bagong Suyatna adalah “Peranan informan dalam mengambil data yang akan digali dari orang -orang tertentu yang dinilai menguasai persoalan yang hendak diteliti, mempunyai keahlian dan berwawasan cukup”. (Suyatna, 2005 :72).

Pengambilan informan secara sengaja sesuai dengan persyaratan atau kriteria tertentu yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan informan yang sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian.


(56)

54 3.2.1 Subjek Penelitian

Pengambilan data-data dalam penelitian ini dengan melakukan indepth interviews kepada informan-informan yang dilakukan pada bulan Maret 2015 di Horrison Hotel Kota Bandung dan yang dianggap cocok dan memenuhi syarat untuk menjadi informan dalam penelitian ini, dalam Dinamika Komunikasi Politik Calon Ketua Termuda Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat, guna memberikan gambaran yang lebih detil tentang proses dan realitas komunikasi politik dalam pemilihan calon ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat.

Terhadap subyek penelitian ini menetapkan sejumlah informan sebagai unit pengamatan. Penetapan para informan ini dilakukan secara purposive.

1. Informan adalah aktor yang terlibat langsung dalam kegiatan yang berhubungan dengan topik penelitian ini.

2. Sesuai dengan sifat penelitian kualitatif maka informan terpilih hanyalah orang yang mempresentasikan kalangan tertentu sehingga factor kredibilitas dan kompetensi informan merupakan pertimbangan penting dalam menentukan pilihan.

3.2.2 Informan Penelitian

Menurut Hendarso Subjek penelitian akan menjadi informan yang akan memberikan berbagai macam informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi tiga macam, yaitu informan kunci (key informan), informan utama dan informan tambahan.


(57)

55

“Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan utama adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Sedankan informan tambahan adala mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti”. (Hendrarso dalam Suyanto, 2005:171).

Berikut daftar informan dalam penelitian ini: Table 3.1

Daftar Informan Penelitian

NO NAMA JABATAN

1 Abdy Yuhana, SH.,MH Calon Ketua

2 Ruslandi, SH Ketua DPC PDIP Kab.

Indramayu

3 H.Mustofa Ketua DPC PDIP Kab.Cirebon

4 Iman Yahya, S.Fil Bendahara DPC PDIP Kota

Cirebon

5 Deky Histanto, SE Sekertaris DPC PDIP Kab.

Bandung 6 Dwiputro Arieswibowo, SH Panitia (Second Opini)


(58)

56 3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini dibutuhkan sejumlah data-data dari lapangan. Dari sebuah penyelidikan akan dihimpun data-data utama dan sekaligus data tambahannya. “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata- kata dan tindakan. Sedangkan data tertulis, foto, dan statistik adalah data tambahan” (Moleong, 2007:157).

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam sebuah penelitian. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang benar maka peneliti akan mendapatkan data-data yang memenuhi standar. Berikut ini beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Pengumpulan Data dengan Observasi

Inti dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur. Karena mensyaratkan perilaku yang tampak, potensi perilaku seperti sikap dan minat yang masih dalam bentuk kognisi, afeksi, atau kecenderungan perilaku tidak dapat diobservasi. Selain itu, observasi haruslah mempunyai tujuan tertentu. Pengamatan yang tanpa tujuan bukan merupakan observasi. Herdiansyah (2010:131)


(59)

57

Sedangkan pernyataan Marshall dalam Sugiyono (2010):

“trough observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior”.

Selanjutnya Sanapiah Faisal (Sugiyono, 2010) mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation dan covert observation), dan observasi yang tak berstruktur (unstructured observation). Untuk mendapatkan sejumlah data, peneliti melakukan observasi partisipatif pada golongan partisipasi pasif dan observasi terus terang atau tersamar.

Masalah yang diobservasi pada penelitian ini adalah hal yang berhubungan dengan kondisi komunikasi politik salah satu calon ketua dan kondisi lingkungan, serta beberapa aspek yang berpengaruh terhadap dinamika komunikasi politik Konferda DPD PDI Perjuangan Jawa Barat. Observasi dilakukan secara bertahap pada kurun waktu sekitar dua bulan, tepatnya bulan Maret dan April 2015 bertempat di DPD PDI Perjuangan Jawa Barat, Konferensi Cabang di Apita Hotel Cirebon dan Konferensi Daerah di Horison Hotel Kota Bandung. Pencatatan hasil observasi dilakukan pada lembar observasi yang telah disusun oleh peneliti.

2. Pengumpulan Data dengan Wawancara

Metode wawancara hampir digunakan dalam setiap penelitian kualitatif sehingga wawancara menjadi metode pengumpulan data yang utama. Sebagian besar data diperoleh dari hasil wawancara, maka teknik wawancara


(1)

8. Ibu Astri Ikawati, A.Md.Kom, selaku staf sekertariat program ilmu komunikasi Universitas Komputer Indonesia yang telah banyak membantu dan memberikan pelayanan untuk peneliti demi kelancaran penyusunan Skripsi ini.

9. Yth. Abdy Yuhana, SH,. MH selaku Sekertaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat, subjek, senior, mentor dan panutan peneliti yang slalu mensupport secara moril dan motivasi kepada peneliti.

10.Yth. Dwiputro Arieswibowo, SH selaku Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat, senior dan mentor yang selalu membantu peneliti dalam mengumpulkan data serta menjadi teman diskusi untuk penelitian ini.

11.Yth. Bedi Budiman,. S.Ip,. M.Si selaku Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat yang bersedia berdiskusi untuk penelitian ini.

12.Yth. Seluruh Pengurus DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah membimbing dan membantu peneliti selama melakukan penelitian ini.

13.Buat kakak dan adik-adik ku Ardiyantie, A.Md, SH, Nurhasanan, Tiara Agustin dan Riyan Fadli tercinta, terima kasih atas semua kasih sayang, dorongan, doa dan dukungan baik moril maupun materil.

14.Buat Desy Fitriyani yang selalu ada dan mensupport dalam melakukan penelitian serta menyusun Skripsi ini.


(2)

15.Terimakasih kepada Kawan-Kawan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Bandung selaku penggurus Masa Juang 2014-2016 Fahmi, Danu, Jonathan, Elsa, Doni, Romi dan Sanjung.

16.Terimakasih kepada Kawan-Kawan Gerakan Mahasiswa Nasional

Indonesia (GMNI) Komisariat UNIKOM yang selalu mensupport peneliti dan selalu berdikusi, berdialektika. Terimakasih Shendy Rosiyan, Rizal Budiman, Teguh, Kedot, Imam, Erwin, Aldo, Vina Wulandari, Ima, Deby, Eda, Enyo, Ley dan Rini.

17.Terimakasih kepada kawan-kawan Koordinator Daerah (KORDA) Jawa

Barat Sofiyudin Armat selaku Sekertaris dan Ahmad Tabroni selaku Ketua KORDA Jawa Barat Masa Juang 2013-2015.

18.Terimakasih kepada Kawan-kawan Ikatan Keluarga Mahasiswa

Indramayu IKA DARMA AYU khususnya IKA DARMA AYU Komisariat Tamansari, Bagong (Fahriza Rizky), Abrizal, Adang Kurniawan, Adi Suardi, Habib, Anam, Agus, Fuad, Dicky, Soleh, Neng Fitri, Widya, Intan, Oby, Krisna, Kiki dll.

19.Kawan-kawan Ilmu Komunikasi konsentrasi Humas seperti Shendy Rosyian,

Vian Khoiri, Muhamad Ridawan Absyar, Bagus Martantio, Hadi Ariga Kamilsyah, yang telah membantu peneliti dan mendukung peneliti dalam pembuatan skripsi ini.


(3)

20.Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam pelaksanaan penyusunan Skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Bandung, 2 Agustus 2015 Penulis,

Wahyu Khanoris NIM. 41810858


(4)

(5)

(6)