N. reinwardtiana N. bongso N. ovata

sebanyak 89 rumpun dan 42 rumpun. Sedangkan untuk N. tobaica banyak ditemukan pada lokasi II dan lokasi IV secara berurut sebanyak 15 rumpun dan 64 rumpun. Hal ini disebabkan pada lokasi tersebut memiliki kondisi lingkungan yang sesuai dengan karakteristik tempat tumbuh N. reinwardtiana dan N. tobaica yaitu daerah terbuka dengan kelembaban yang tinggi. Diketahuinya jumlah rumpun dan penyebaran tiap jenis Nepenthes dapat kita cari nilai dari Kerapatan0,2 Ha K, Kerapatan Relatif KR, Frekuensi F, Frekuensi Relatif FR dan Indeks Nilai Penting INP Nepenthes spp. di Cagar Alam Dolok Sibual Buali yang dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Kerapatan0,2 Ha K, Kerapatan Relatif KR, Frekuensi F, Frekuensi Relatif FR, Indeks Nilai Pen ting INP, Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E Nepenthes spp. di Cagar Alam Dolok Sibual Buali No Jenis K KR F FR INP 1. N. Rhombicaulis 360 15.48 0.28 13.95 29.43

2. N. reinwardtiana

845 36.34 0.61 30.23 66.57 3. N. tobaica 535 23.01 0.47 23.25 46.26

4. N. bongso

315 13.54 0.28 13.95 27.50

5. N. ovata

270 11.61 0.38 18.60 30.21 Total N. Rhombicaulis 2325 100 2.04 100 200 H’ 1,51 E 0,24 IS 58,5 Pada Tabel 12 dapat diketahui N. reinwardtiana mempunyai kerapatan relatif paling tinggi sebesar 36,34. Kerapatan relatif yang paling kecil adalah N. ovata yaitu sebesar 11,61. Untuk frekuensi relatif FR diketahui N. reinwardtiana mempunyai nilai tertinggi yaitu 30,23 sedangkan nilai FR terkecil pada N. bongso dan N. rhombicaulis. Indeks nilai penting menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam suatu komunitas tumbuhan.Indeks nilai penting didapat dari penjumahan kerapatan relatif KR dan frekuensi relatif FR. Universitas Sumatera Utara Pada Tabel 12 INP tertinggi di adalah N. reinwardtiana sebesar 66,57 dan paling terkecil adalah N. bongso 27,50. Dalam hal ini N. reinwardtiana berkembang baik karena berada di daerah terbuka sehingga mendapatkan cahaya matahari yang banyak. Menurut Clarke 2001, beberapa jenis dari Nepenthes mampu bertahan hidup pada penyinaran matahari penuh atau menyukai cahaya matahari langsung seperti N. reinwardtiana. Jenis yang menyukai cahaya matahari langsung pada daerah yang terbuka. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa indeks keanekaragamannya sebesar 1,51, hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman Nepenthes pada Cagar Alam Dolok Sibual Buali sedang. Hasil yang diperoleh berbeda dengan Nova 2009 yaitu indeks keanekaragaman di lokasi I sebesar 0.68, dan pada lokasi II sebesar 0.20, hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman pada lokasi I dan II rendah, dan pada lokasi III didapat indeks keanekaragaman yaitu sebesar 1.59, hal ini menunjukkan bahwa pada lokasi III keanekaragaman sedang. Hal ini disebabkan perhitungan indeks keanekaragaman pada penelitian ini di hutan CADS dilakukan secara keseluruhan pada setiap jenis dari seluruh petak contoh. Sehingga memperoleh indeks keanekaragaman pada seluruh ketinggian hutan CADS. Indeks keanekaragaman jenis menurut Shanon Whiener dalam Ludwig dan Reynolds 1988, bahwa Indeks Keanekaragaman Shanon Whiener digunakan luas dalam ekologi komunitas, karakteristiknya adalah apabila H’ = 0 maka hanya terdapat satu jenis yang hidup dalam satu komunitas. H’ maksimum jika kelimpahan jenis-jenis penyusun terdistribusi secara sempurna tingkat diversitas berbanding lurus dengan kemantapan suatu komunitas.Semakin tinggi tingkat diversitas jenis maka semakin mantap komunitas tersebut. Universitas Sumatera Utara Fachrul 2007, menyatakan bahwa Indeks Keanekargaman H’ merupakan paremeter vegetasi yang sangat berguna untuk membandingkan berbagai komunitas tumbuhan, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan faktor-faktor lingkungan atau abiotik terhadap komunitas atau untuk mengetahui keadaan suksesi atau stabilitas pada suatu komunitas. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa indeks keanekaragamannya sebesar 0,24, hal ini menunjukkan bahwa keseragaman Nepenthes pada Cagar Alam Dolok Sibual Buali rendah. Nilai indeks keseragaman didapat dengan membandingkan nilai H’ dengan total jumlah jenis ln S yang terdapat pada suatu lokasi. Berkurangnya atau turunnya nilai Indeks keseragaman pada setiap lokasi disebabkan oleh kondisi lingkungan dan penyediaan nutrisi tanah yang berbeda. Menurut Soerianegara dan Indrawan 1978 dalam Saputri 2009, ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda menyebabkan nilai keanekaragaman dan nilai indeks keseragaman bervariasi. Keberadaan Nepenthes berbeda pada setiap petak contoh, berbeda pada jenis dan jumlah rumpunnya. Hal ini disebabkan faktor biofisik hutan CADS dimana faktor tersebut berupa faktor biologi, topografi dan iklim. Hal ini sesuai dengan Fadila 2009 yang menyatakan Pada lokasi II faktor fisik lingkungannya sangat berbeda dengan lokasi I dan lokasi III, perbedaan faktor fisik dipengaruhi oleh rapatnya vegetasi pohon sehingga mempengaruhi iklim mikro diantaranya intensitas cahaya lebih rendah. Keadaan seperti ini tentu sangat berpengaruh pada keanekaragaman dan jumlah rumpun Nepenthes.Hanya Nepenthes yang menyukai faktor fisik seperti ini yaitu N. rhombicaulis yang dapat memiliki jumlah rumpun yang banyak. Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ditemukan 5 jenis Nepenthes di Cagar Alam Dolok Sibual Buali yaituN.tobaica, N.rhombicaulis, N. reinwardtiana, N.bongso,dan N. ovate. 2. Jenis yang paling dominan adalah N. reinwardtiana dengan persentase jumlah rumpun sebesar36.32 sedangkan jenis Nepanthes yang paling kecil tingkat dominannya adalah Nepenthes bongso yaitu sebesar 11,61. 3. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pada seluruh hutan CADS berbeda, jika dibandingkan dengan penelitian Nova 2009 pada beberapa ketinggian. Sehingga dapat diketahui indeks keanekaragaman shannon winner dari keseluruhan hutan CADS, yaitu 1,51 pada tingkat sedang. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keanekaragaman Nepenthes spp. di Cagar Alam Dolok Sibual Buali dengan lokasi pengambilan sampel yang berbeda, sehingga dapat memperkaya informasi mengenai Nepenthes dan dapat dibandingkan hasilnya. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian A. Letak dan Luas Ekosistem Cagar Alam CA Dolok Sibual Buali secara administrasi pemerintahan terletak di 3 tiga wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Sipirok, Kecamatan Padang Sidempuan Timur, dan Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan wilayah pengelolaan hutan termasuk dalam wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah II yang berkedudukan di Rantau Prapat, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara II BBKSDA SUMUT, 2011. Cagar Alam Dolok Sibual Buali secara geografis terletak pada koordinat 01°0’ - 01°37’ Lintang Utara dan 99°11’15” - 99°17’55” Bujur Timur. Cagar Alam Dolok Sibual Buali terletak pada Daerah Aliran Sungai DAS Barumun.Berdasarkan letak pada ketinggian di atas permukaan laut dpl maka Cagar Alam Dolok Sibual Buali terletak pada ketinggian 750 sd 1.819 m dpl.Setelah beralih fungsi menjadi Cagar Alam, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.215KptsUm141982 tanggal 8 April 1982, maka Cagar Alam Dolok Sibual Buali Register 3 memiliki luas 5.000 hektar BBKSDA SUMUT, 2011. B. Penataan Batas Menurut BBKSDA SUMUT 2011, Kawasan Cagar Alam Dolok Sibual Buali sebagian besar berbatasan dengan hutan rakyat dan kebun.  Bagian Utara berbatasan dengan wilayah Desa Bulumario dan Desa Huraba. Universitas Sumatera Utara  Bagian Selatan berbatasan dengan wilayah Desa Sialaman, Sibio-bio, Aek Sabaon Julu, Sukarame, Sugitonga, dan Sugijulu.  Bagian Timur berbatasan dengan wilayah Desa Sumuran, Hutaraja, Mandurana, Aek Horsik, Paringgonan, Hasahatan, Pinang Sori, dan Gunungtua Baringin.  Bagian Barat berbatasan dengan wilayah Desa Sugijae, Pasar Marancar, SimaretungHaunatas, Bonan Dolok, Tanjung Rompa, Janjimanaon, dan Aek Nabara. C. Topografi, Geologi dan Iklim Cagar Alam Dolok Sibual Buali sebagian besar memiliki topografi bergelombang dan berbukit.Terdapat 4 buah gunung utamatertinggi dan 6 buah anak gunung. Kemiringan lahan sebagian besar adalah curam 21-55 BBKSDA SUMUT, 2011. Iklim di Cagar Alam Dolok Sibual Buali ditandai dengan hujan yang paling sering turun pada bagian utara dan barat kawasan, sehingga pada beberapa lokasi banyak terdapat longsor. Sebagian besar kawasan sudah tertutup embun mulai jam 17.00 WIB, sedangkan di beberapa bagian puncak mulai turun embun jam 16.00 WIB. Angin bertiup dari arah barat menuju utara dan timur.Suhu maksimum 29°C dan minimum 18°C BBKSDA SUMUT, 2011. D. Flora Berdasarkan hasil survey identifikasi tanaman obat-obatan tahun 2002 oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara II, terdapat lebih dari 107 jenis tanaman obat-obatan yang terdapat di dalam Cagar Alam Dolok Sibual Buali dan daerah sekitarnya. Pohon didominasi oleh famili Euphorbiaceae, Universitas Sumatera Utara Myrtaceae, Anarcadiaceae dan Moraceae, Dipterocarpaceae, Raflesia sp., Pinus Merkusii, Kecing tanduk Castanopsis aeaecuminatissima, Hapas-hapas Exbucklandia populnea, Sengon Albizia procera, Beringin Ficus sp.. Keadaan vegetasi di lapangan masih relatif baik, di dalam hutan masih banyak ditemui pohon-pohon berdiameter 1 m BBKSDA SUMUT, 2011. E. Fauna Berbagai jenis satwa terdapat di Cagar Alam Dolok Sibual Buali, beberapa jenis diantaranya dilindungi seperti Mawas Pongo abelli, Siamang Hylobates sindactylus, Kambing Hutan Capricornis sumatrensis, Harimau Sumatera Panthera tiggris sumatrae, Kuau Argosianus argus, Rusa Cervus sp, dan lain-lain BBKSDA SUMUT, 2011. Deskripsi Nepenthes Berdasarkan taksonomi Nepenthes spp. memiliki klasifikasi sebagai berikut Mansur, 2006 : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Dilleniidae Ordo : Nepenthales Famili : Nepenthaceae Genus : Nepenthes Spesies : Nepenthes sp. Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Bagian tubuh dari kantung Nepenthes: a Tutup Kantung, b Peristome, c Wax Zone, d Sulur, e Digestive Zone, f Sayap Kantiung Baiti, 2012. Tumbuhan dewasa Nepenthes spp. tumbuh memanjat pada tumbuhan lain. Anakan dan tumbuhan yang belum dewasa daunnya tersusun dalam bentuk roset akar yang dilengkapi dengan tendril pada setiap ujungnya.Sebahagian besar daun dalam roset membentuk kantung yang membulat dan lonjong dengan dua sayap yang terletak didepan tabung. Setelah dua sampai tiga tahun pertumbuhannya relativ lambat, tumbuhan mulai masuk pada tahap memanjat.Internodus batang memiliki jarak yang lebih panjang dari pada internodus pada roset Clarke, 2001. Saat ini tercatat 82 jenis Nepenthes spp. yang sudah dipublikasikan. Tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai tumbuhan karnivora karena memangsa serangga. Kemampuannya itu disebabkan oleh adanya organ berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya.Organ itu disebut pitcher atau kantong.Kemampuannya yang unik dan asalnya yang dari negara tropis itu menjadikan Nepenthes spp. sebagai tanaman hias pilihan yang eksotis di Jepang, Eropa, Amerika dan Australia. Namun, di Indonesia justru tak banyak yang mengenal dan memanfaatkannya. Selain kemampuannya dalam menjebak serangga, keunikan lain dari tanaman ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna b a c d f e Universitas Sumatera Utara kantongnya. Secara keseluruhan, tumbuhan ini memiliki lima bentuk kantong, yaitu bentuk tempayan, bulat telur atau oval, silinder, corong, dan pinggang Witarto, 2006.

a. Akar