5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Karakter
3. Pengertian Pendidikan Karakter
Dalam kamus besar bahasa Indonesia 2005: 1270, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain. Sedangkan watak diartikan sebagai batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat
dasar. Menurut Musfiroh 2008: 27 karakter mengacu pada serangkaian sikap perilaku behavior, motivasi motivations, dan ketrampilan skills, meliputi
keinginan untuk melakukan hal yang terbaik. Wynne dan Walberg mendefinisikan karakter sebagai pengikutsertaan
dalam tingkah laku atau tutur yang secara moral relevan, atau penahanan diri dari tingkah laku atau tutur tertentu 1984. Walaupun seseorang tidak memiliki
kesempurnaan, namun seseorang tetap sebagai individu yang unik dan mengagumkan dengan banyak ciri karakter positif yang kuat. Tokoh utama
pencetus pendidikan karakter adalah Kilpatrick 1992 dan Lickona 1992:50, keduanya mempercayai adanya keberadaan moral absolute, yakni nilai moral
universal yang bersifat tidak relatif yang bersumber dari agama-agama di dunia, yang disebut sebagai “the golden rule”, contohnya adalah berlaku hormat, jujur,
bersahaja, menolong orang, adil, dan bertanggung jawab.
Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, tetapi lebih
dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan habituation tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham tentang yang baik dan yang salah
domain kognitif, mampu merasakan nilai yang baik domain afektif dan biasa melakukannya domain perilaku. Pendidikan karakter erat kaitannya dengan
pembiasaan yang terus-menerus dilakukan. Menurut Wynne, istilah karakter diambil dari bahasa Yunani yang berarti ‘to
mark ’ menandai. Istilah ini lebih difokuskan pada bagaimana upaya
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Wynne mengemukakan ada dua pengertian karakter. Pertama, menunjukkan bagaimana
6 seseorang bertingkah laku, dan Kedua, Istilah karakter erat kaitannya dengan
‘personality’ 1991: 22. Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter a person of character apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral. Ratna
Megawangi mendefinisikan pendidikan karakter sebagai sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif pada lingkungannya 2002:10. Dengan
demikian pendidikan karakter diartikan sebagai pembiasaan berperilaku baik kepada anak, yang meliputi pengetahuan tentang kebaikan, pemahaman
pentingnya berbuat yang baik, dan kemampuan menunjukkan prilaku baik. Berdasar beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakter
dapat disamakan artinya dengan akhlak, adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu terkait dengan nilai benar salah, dan nilai baik-
buruk, sehingga karakter akan muncul menjadi kebiasaan yang termanifestasi dalam sikap dan perilaku untuk selalu melakukan hal yang baik secara terus
menerus dalam semua lingkungan kehidupan. Karena karakter terkait dengan nilai- nilai kebaikan, maka pendidikan Karakter adalah upaya yang dilakukan secara
bertahap untuk menanamkan kebiasaan, agar anak selalu dapat berfikir, bersikap dan berperilaku berdasarkan nilai-nilai kebaikan, sehingga pendidikan karakter
selalu dikaitkan dengan pendidikan nilai. Nilai-nilai yang menjadi ukuran baik buruk dan benar salah adalah nilai moral. Nilai moral tersebut dapat berupa nilai
instrumental yaitu presentasi diri, evaluasi, justifikasi dan perbandingan diri sendiri dengan orang lain, ataupun nilai moral terminal, yang secara konsisten telah
dimilikif oleh individu, menjiwai tingkah laku dan kebiasaan sehingga menjadi karakter.
4. Proses Pendidikan Karakter