KORELASI ANTARA KARAKTER BUAH TERUNG (Solanum melongena L.) DAN PENGUJIAN VIABILITAS BENIH SETELAH DISIMPAN 6 BULAN

(1)

Dwina Safareta Elba

ABSTRAK

KORELASI ANTARA KARAKTER BUAH TERUNG (Solanum melongena L.) DAN PENGUJIAN VIABILITAS BENIH

SETELAH DISIMPAN 6 BULAN

Oleh

Dwina Safareta Elba

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakter buah dan hasil, serta untuk mengetahui pengaruh bentuk buah terhadap viabilitas benih terung yang telah disimpan 6 bulan. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun

Percobaan BPTP Natar dan Laboratorium benih Universitas Lampung dari bulan November 2013 sampai Mei 2014. Pengujian seleksi karakter buah terung

dilaksanakan dengan percobaan tanpa ulangan dan menggunakan analisis Korelasi Pearson dan Sperman. Korelasi Pearson digunakan untuk menyatakan besar hubungan linear antara dua variabel untuk data kuantitatif. Korelasi Sperman digunakan untuk mengetahui korelasi dua variabel data kualitatif dengan menggunakan skor atau rangking. Pengujian viabilitas benih menggunakan rancangan percobaan teracak sempurna dan analisis Korelasi Sperman. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa bobot buah per tanaman berkorelasi positif dengan diameter buah, panjang buah per tanaman, bobot benih per tanaman, dan bentuk


(2)

Dwina Safareta Elba

buah. Pengujian viabilitas benih menunjukkan tidak adanya korelasi antara perlakuan bentuk buah terung ungu dan viabilitas benih. Dari hasil pengujian viabilitas benih terung ungu bahwa perlakuan bentuk buah tidak berpengaruh terhadap viabilitas benih yang dihasilkan kecuali pada pengujian bobot kering kecambah normal. Bobot kering kecambah normal paling tinggi berasal dari bentuk buah skor 3 yaitu bentuk buah bulat sedikit oval.


(3)

Dwina Safareta Elba

ABSTRACT

KORELASI ANTARA KARAKTER BUAH TERUNG (Solanum melongena L.) DAN PENGUJIAN VIABILITAS BENIH

SETELAH DISIMPAN 6 BULAN

By

Dwina Safareta Elba

The purpose of this research is to know the relationship between the character of the fruit and the results, as well as to know the influence of the shape of the fruit of eggplant seed viability have been stored 6 months. This research was carried out at the experimental laboratory seed University of Lampung and BPTP Natar from November 2013 to may 2014. Eggplant fruit characters selection tests conducted with the trial without the use of replay and analysis of correlation of Pearson and Spearman. Pearson correlation was used to reveal the large linear relationship between two variables to quantitative data. Spearman correlation is used to determine the correlation of two variables the qualitative data by using the score or rank. Seed viability testing using experimental design perfect Correlation and analysis of mixed reviews Spearman. Correlation of test results indicating that the weight of the fruit per plant was correlated positively with fruit diameter, length of fruit per plant, seed weight per plant, and the shape of the fruit. Seed


(4)

Dwina Safareta Elba

viability testing showed the absence of correlation between the purple eggplant fruit shape treatment and seed viability. From the results of testing the viability of seeds of eggplant purple fruit shape treatment that does not affect the viability of the seed produced except on testing normal sprouts of dry weight. The dry weight of normal sprouts most high comes from fruit shape score 3 fruit shape rounded slightly oval.


(5)

KORELASI ANTARA KARAKTER BUAH TERUNG

(Solanum melongena L.) DAN PENGUJIAN VIABILITAS BENIH SETELAH DISIMPAN 6 BULAN

(Skripsi)

Oleh

Dwina Safareta Elba

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(6)

KORELASI ANTARA KARAKTER BUAH TERUNG

(Solanum melongena L.) DAN PENGUJIAN VIABILITAS BENIH SETELAH DISIMPAN 6 BULAN

Oleh

Dwina Safareta Elba

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Bandar Lampung, Provinsi Lampung, pada tanggal 21 September 1989, dari pasangan Ayahanda Hi. Bahiri, S.Pd. dan Ibunda Hj. Elvira Yulianti, M. Pd. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan studi di TK Dharma Wanita Korpri, Kecamatan

Sukarame, Kota Bandar Lampung. Setelah itu melanjutkan studi Sekolah Dasar di SDN 6 Sukarame, Kota Bandar Lampung, kemudian meneruskan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 19 Bandar Lampung, dan lulus Sekolah Menengah Atas di SMA YP Unila Tanjung Karang, Kota Bandar Lampung. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi di Politeknik Negeri Lampung melalui jalur tanpa tes pada Program Studi Produksi Tanaman Pangan, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan S1 pada tahun 2011 sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung Program Studi Agroteknologi.


(10)

Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi jalan dan dilempari dengan batu, tetapi membalas dengan buah

(Abu Bakar Sibli)

Don’t Give Up…!!

Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati kupersembahkan karya kecil ini kepada

Ayahanda Hi. Bahiri, S. Pd, ibunda Hj. Elvira Yulianti, M. Pd, kakak Sendi Rikardo Elba, adik Ridho Adha Elba dan Riskina Agustin Elba,

yang selalu memberikan motivasi, nasihat, dan do’ a demi tercapainya cita-cita ini.


(11)

ii

SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan penelitian serta menyusun skripsi ini.

Dengan kerendahan hati penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak telah banyak membantu penulis

1. Dr. Ir. Nyimas Sa'diyah, M.P., selaku Pembimbing Pertama atas kesempatan, saran, kesabaran, bantuan bahan penelitian dan waktu yang sangat berharga dalam membimbing penulis selama penelitian hingga penyelesaian skripsi. 2. Ir. Yayuk Nurmiaty, M.S., selaku Pembimbing Kedua atas saran, semangat,

motivasi, waktu, bantuan, dan kesabaran dalam membimbing penulis pada saat penelitian dan menyelesaikan skripsi.

3. Ir. Tri Dewi Andalasari, M.Si., selaku Penguji bukan Pembimbing yang telah memberikan saran, pengarahan, semangat, dan motivasi selama penulis menyelesaikan skripsi.

4. Prof. Dr. Ir. Muhammad Kamal, M.Sc., selama menjadi Pembimbing


(12)

iii berbagi pengetahuan, pengalaman yang berharga, serta pembentukan pola pikir ke arah yang lebih baik selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

5. Ayahanda Hi. Bahiri, S. Pd dan Ibunda Hj. Elvira Yulianti, M. Pd serta seluruh keluarga besar ku yang telah memberikan doa yang tiada henti, kasih sayang, pengertian, motivasi dan segala bantuan moril serta materil untuk keberhasilan penulis selama melaksanakan studi hingga penyelesaian skripsi ini.

6. Sahabat – sahabat penulis terutama Yeffi Setyaing Utami atas kebersamaan dan canda tawa selama penulis menjadi mahasiswa hingga penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat serta memberikan informasi yang berguna, Amin.

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis,


(13)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……...………….……..………..……… vi

DAFTAR GAMBAR …..……….……… vii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ….………. 1

1.2 Tujuan Penelitian ….…………...………...……… 4

1.3 Kerangka Pemikiran ...…………..……..……….….. 4

1.4 Hipotesis ………..………... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terung Ungu ………..………..………... 9

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Terung Ungu …………..……..….... 9

2.1.2 Morfologi Tanaman Terung ………...…..………….. 10

2.1.3 Syarat Tumbuh Tanaman Terung ……….……….. 11

2.2 Pemuliaan Tanaman dan Korelasi ………..……….. 12

2.3 Viabilitas Benih ……...………..……….. 15

2.3.1 Total Kecambah Norma …….………..……… 16

2.3.2 Vigor Benih ………..………. 17

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian …………....………. 19


(14)

v

3.3 Metode Pelaksanaan ………....…….…..………. 20

3.3.1 Percobaan seleksi genotype tanaman terung ungu …….. 20

3.3.2 Percobaan pengujian viabilitas benih terung setelah disimpan 6 bulan ……..……….……... 20

3.4 Analisis Data ……… 21

3.5 Pelaksanaan Penelitian ………..……….. 25

3.5.1 Penyemaian benih terung ……….…..………. 25

3.5.2 Pengolahan tanah dan pembuatan petak lahan ………... 25

3.5.3 Penanaman dan pemberian pupuk dasar ……….. 25

3.5.4 Pelabelan ………..………..……….. 26

3.5.5 Perawatan dan pemeliharaan tanaman ……...……. 26

3.5.6 Pemanenan ………..……….……… 26

3.5.7 Peubah yang diamati ……….…...………. 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ……….………..……….……….... 32

4.1.1 Korelasi ……….…………..…..……… 32

4.1.2 Viabilitas benih terung ungu ………..……… 36

4.2 Pembahasan ………..…………..……… 38

4.2.1 Korelasi ………..…………..………... 38

4.2.2 Viabilitas benih terung ungu ……….…....……… 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………...…….……….. 46

5.2 Saran ………..……….…….………. 46

PUSTAKA ACUAN ………..………….……….. 47


(15)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Koefisien korelasi antara komponen buah dan hasil pada

terung ungu. …...……. 32 2. Koefisien korelasi antara bentuk buah dan hasil pada

terung ungu. ... 32 3. Karakter agronomi buah terung ungu. ... 33 4. Rekapitulasi pengujian nilai tengah pengaruh bentuk buah pada

viabilitas benih terung ungu yang telah disimpan

6 bulan. …..………. 36

5. Koefisien korelasi antara bentuk buah dan viabilitas benih terung

ungu yang telah disimpan 6 bulan. ….…………... 38 6. Persentase karakter agronomi buah terung ungu terhadap warna

Batang dan warna buah. ... 41 7. Data pengujian karakter buah terung ungu. ... 50 8. Data hasil pengujian total kecambah normal. …….………... 53 9. Data hasil pengujian kecepatan berkecambah benih terung. ....……. 53 10. Data hasil pengujian keserempakan berkecambah benih terung. .... 54 11. Data hasil pengujian bobot kering kecambah normal. ……….. 54 12. Data hasil pengujian bobot 100 butir. .……….… 55 13. Analisis ragam pengaruh bentuk buah terung ungu pada pengujian

total kecambah normal. ... 55 14. Analisis ragam pengaruh bentuk buah terung ungu pada pengujian


(16)

vii 15. Analisis ragam pengaruh bentuk buah terung ungu pada pengujian

keserempakan berkecambah. ... 56 16. Analisis ragam pengaruh bentuk buah terung ungu pada pengujian

bobot kering kecambah normal. ... 56 17. Analisis ragam pengaruh bentuk buah terung ungu pada pengujian


(17)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak penanaman 522 genotipe tanaman terung ungu. ... 24

2. Lahan penelitian tanaman terung ungu. ..………..… 58

3. Buah terung ungu siap dipanen. .………. 58

4. Bentuk buah bulat skor 1 tanaman terung ungu. …….….………….. 59

5. Bentuk buah bulat sedikit oval skor 3 tanaman terung ungu. ...….. 59

6. Bentuk buah oval skor 5 tanaman terung ungu. …………...……….. 60

7. Bentuk buah lonjong skor 7 tanaman terung ungu. …..……….. 60

8. Warna hijau batang tanaman terung ungu. ……….……..….… 61

9. Warna hijau keunguan batang tanaman terung ungu. …………...…. 61

10. Warna ungu batang tanaman terung ungu. ….……….… 62

11. Warna ungu putih buah tanaman terung ungu. …....……….… 62

12. Warna ungu biasa buah tanaman terung ungu. ….………... 63


(18)

(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Terung (Solanum melongena L.) merupakan salah satu produk tanaman

hortikultura yang sudah banyak tersebar di Indonesia. Tanaman terung berasal dari Sri Lanka dan India. Buahnya mempunyai beragam warna yakni ungu, hijau, dan putih. Di Indonesia, terung sering disajikan dalam berbagai hidangan, mulai dari sayuran berkuah hingga lalapan. Sama seperti sayuran lainnya, terung menawarkan berbagai manfaat kesehatan yang baik bagi tubuh. Manfaat terung bagi kesehatan tubuh adalah terdapat pada kandungan nutrisi-nutrisinya.

Rukmana (1994) menyatakan bahwa terung kaya vitamin C, K, B6, tiamin, niasin, magnesium, fosfor, tembaga, serat, asam folat, kalium, dan mangan. Selain itu, terung sedikit sekali mengandung kolesterol atau lemak jenuh.

Potensi pasar terung juga dapat dilihat dari segi harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga membuka peluang yang lebih besar terhadap serapan pasar dan petani. Oleh karena itu, permintaan komoditas terung akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan.


(20)

2 Menurut Badan Pusat Statistik (2013), produktivitas tanaman terung di Indonesia pada tahun 2012 yaitu 518.827 ton/ha mengalami kenaikan sejak tahun 1997 sampai tahun 2012 sebesar 1,43%. Meskipun produksi terung nasional tiap tahun cenderung meningkat namun produksi terung di Indonesia masih rendah dan hanya menyumbang 1% dari kebutuhan dunia (Simatupang, 2010). Hal ini antara lain disebabkan oleh luas lahan budidaya terung yang masih sedikit dan bentuk kultur budidayanya masih bersifat sampingan dan belum intensif.

Salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan produksi terung di Indonesia dapat ditempuh melalui pemuliaan tanaman yaitu mengembangkan varietas-varietas yang memiliki daya hasil tinggi. Tujuan utama pemuliaan tanaman adalah menyediakan varietas yang lebih produktif. Untuk memperoleh informasi tentang berbagai genotipe terung perlu dilakukan seleksi terhadap genotipe-genotipe yang akan digunakan. Pada proses pemuliaan selanjutnya, akan diperoleh varietas unggul baru (Kusandriani dan Permadi, 1996).

Varietas unggul merupakan salah satu sarana produksi yang paling dibutuhkan untuk mendapatkan produktivitas yang optimal. Oleh karena itu, perakitan varietas unggul ini mendapat prioritas utama dalam penelitian. Dalam hal ini tidak saja bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul dengan produktivitas tinggi, tetapi juga kualitas genetik tanaman meningkat terutama untuk komoditas prioritas sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Seleksi dapat dilakukan secara efektif pada populasi tergantung dari tempat dan waktu. Perbaikan tanaman pada dasarnya tergantung dari penyusun suatu


(21)

3 populasi yang terdiri dari individu-individu dengan genetik berbeda. Seleksi pada umumnya dilakukan untuk memilih tanaman sebagai tetua/parental dan mencegah tanaman lain yang berpenampilan kurang baik sebagai tetua.

Salah satu faktor yang mempengaruhi seleksi adalah korelasi antarkarakter dan hasil terung. Korelasi antarkarakter untuk mengetahui keeratan hubungan antarkarakter. Pengetahuan tentang adanya korelasi antarsifat-sifat tanaman merupakan hal yang sangat berharga dan dapat digunakan sebagai dasar program seleksi agar lebih efisien karena seleksi bisa dilakukan lebih awal (Chozin et al., 1993 yang dikutip oleh Ganefianti et al., 2006). Selain itu korelasi antarkarakter digunakan untuk seleksi tidak langsung, sehingga seleksi yang digunakan lebih mudah (Rachmadi, 2000) dan seleksi tidak langsung juga dapat menghemat biaya dan tenaga.

Penyimpanan benih merupakan salah satu penanganan pasca panen terung yang penting dari keseluruhan teknologi benih dalam memelihara kualitas atau mutu. Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur dan kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor dalam. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan kecambah di lapangan (field emergence) terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985).


(22)

4 Cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan dapat mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih sering dilakukan beberapa waktu sebelum musim tanam sehingga benih harus disimpan dengan baik agar mempunyai daya tumbuh yang tinggi saat ditanam kembali. Pada umumnya semakin lama benih disimpan maka viabilitas nya akan semakin menurun. Mundurnya viabilitas benih merupakan proses yang berjalan bertingkat dan kumulatif akibat perubahan yang diberikan kepada benih (Widodo, 1991). Oleh karena itu, perlu mengetahui apakah ada hubungan antara pengaruh bentuk buah dan viabilitas benih terung setelah melalui proses simpan 6 bulan.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan antara karakter buah dan hasil terung ungu ?

2. Bagaimana pengaruh bentuk buah pada viabilitas benih terung ungu yang telah disimpan 6 bulan ?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah maka dapat disusun tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan antara karakter buah dan hasil.

2. Untuk mengetahui pengaruh bentuk buah pada viabilitas benih terung ungu yang telah disimpan 6 bulan.


(23)

5

1.3 Kerangka Pemikiran

Terung merupakan salah satu bahan produk hortikultura yang sangat diminati oleh masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan hasil produksi terung adalah melalui pemuliaan tanaman. Pada dasarnya, pemuliaan tanaman bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul baru atau mempertahankan keunggulan suatu varietas yang sudah ada. Metode pemuliaan berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi pada hakikatnya dapat dilakukan dengan cara pemilihan dari keragaman populasi baik yang alami, hasil

persilangan, dan seleksi. Serta yang secara konvensional dengan cara rekayasa genetika (Soetarso, 1991).

Salah satu langkah penting dalam melakukan perakitan untuk menciptakan varietas unggul antara lain adalah seleksi . Varietas bari ini dipilih dan dikembangkan melalui hasil seleksi terhadap suatu populasi tertentu. Seleksi adalah salah satu metode yang digunakan untuk memilih bahan tanam yang lebih baik pada generasi berikutnya. Dalam pemuliaan tanaman seleksi yang

diberlakukan bertujuan agar terjadi suatu kestabilan yang diinginkan berdasarkan suatu korelasi dari sifat yang muncul yang berasal dari komponen genetika dalam tanaman itu sendiri (Nanda, 2000).

Seleksi merupakan bagian penting dari program pemuliaan tanaman untuk memperbesar peluang mendapatkan genotipe yang unggul. Pengujian perlu dilakukan sebanyak mungkin pada galur terpilih, sehingga didapatkan galur-galur yang berdaya hasil tinggi. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan


(24)

6 dalam melakukan seleksi yaitu jenis tanaman yang diseleksi, keragaman, dan korelasi anatarkarakter tanaman yang akan diseleksi. Untuk memperkecil kekeliruan seleksi maka perlu diperhatikan korelasi antarkarakter. Pengetahuan tentang adanya korelasi antarkarakter merupakan hal yang sangat penting dalam program pemuliaan tanaman, karena untuk memiliki suatu bahan tanaman unggul diperlukan seleksi secara tidak langsung. Apabila diketahui adanya hubungan yang erat antarkarakter, maka pemilihan karakter tertentu secara tidak langsung telah memiliki karakter lain yang diperlukan dalam usaha memperoleh hasil tanaman unggul (Astika, 1991).

Karakter tanaman yang dapat mempengaruhi hasil cukup banyak dan perlu dilakukan penentuan karakter-karakter yang berperan besar dalam mempengaruhi hasil yang lebih baik. Hasil penelitian (Familia, 2003), salah satu karakter

tanaman yang dapat mempengaruhi hasil produksi yaitu karakter buah. Kisaran jumlah buah per tanaman dan diameter buah tertentu yang dimiliki oleh tanaman terung dapat mempengaruhi total bobot buah suatu individu tanaman terung. Keragaman karakter buah pada tanaman penting dalam menentukan metode terbaik yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil produksi, karena karakter-karakter tersebut dapat digunakan sebagai kriteria seleksi atau sebagai petunjuk untuk menambah penampilan keturunan suatu tanaman.

Seleksi berdasarkan komponen hasil adalah bentuk buah, panjang buah, dan bobot buah. Dari komponen hasil tersebut diharapkan terdapat keeratan hubungan antara karakter agronomi dan hasil terung. Keeratan hubungan antara suatu karakter dan hasil ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien korelasi. Makin


(25)

7 tinggi nilai koefisien korelasi maka semakin tinggi keeratan hubungannya.

Sedangkan semakin rendah nilai koefisien maka semakin rendah keeratan hubungan.

Ketersediaan benih yang bermutu tinggi merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha di bidang pertanian, termasuk dalam budidaya terung. Untuk memperoleh benih yang baik tidak terlepas dari suatu rangkaian kegiatan teknologi benih yaitu mulai dari produksi benih, pengolahan benih, pengujian benih, sertifikasi benih sampai penyimpanan benih. Salah satu faktor pembatas produksi terung di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan hingga

mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi (Soetopo, 2002). Benih yang telah disimpan perlu diuji viabilitasnya untuk mengetahui keberhasilan tanam.

Umur simpan benih sangat dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan, dan perlakuan manusia. Berapa lama benih dapat disimpan sangat bergantung pada kondisi benih dan lingkungannya sendiri. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama atau sering disebut benih rekalsitran. Sebaliknya benih ortodoks mempunyai daya simpan yang lama dan dalam kondisi penyimpanan yang sesuai dapat membentuk cadangan benih yang besar di tanah. Pada benih terung ungu umumnya memiliki masa simpan satu tahun (Schmidt, 2000).

Penyimpanan merupakan salah satu mata rantai terpenting dalam rangkaian kegiatan teknologi benih. Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk


(26)

8 (Soetopo, 2002). Oleh karena itu, perlu mengetahui apakah ada hubungan antara pengaruh bentuk buah dan viabilitas benih terung setelah melalui proses simpan 6 bulan.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan hiostesis sebagai berikut :

1. Terdapat korelasi positif antara karakter buah dan hasil terung.

2. Terdapat perbedaan viabilitas benih terung ungu yang telah disimpan 6 bulan dari bentuk buah yang berbeda.


(27)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terung Ungu

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Terung Ungu

Terung merupakan tanaman asli daerah tropis yang diduga berasal dari Asia, terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian hingga 1.200 meter di atas permukaan laut. Dari kawasan tersebut, terung kemudian disebarkan ke Cina pada abad ke-5, selanjutnya disebarluaskan ke Karibia, Afrika Tengah, Afrika Timur, Afrika Barat, Amerika Selatan, dan daerah tropis lainnya. Terung disebarkan pula ke negara-negara subtropis, seperti

Spanyol dan negara lain di kawasan Eropa. Daerah penyebaran terung yang sangat luas, sehingga sebutan untuk terung sangat beraneka ragam, yaitu eggplant, gardenegg, aubergine, melongene, eierplant, atau eirefruch.

Dalam tata nama (sistematika) tumbuhan, tanaman terung diklasifikasikan sebagai berikut:

Diviso : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dycotyledonae Ordo : Tubiflorae


(28)

10 Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : Solanum melongena L. (Rukmana, 1994).

2.1.2 Morfologi Tanaman Terung

Terung (Solanum melongena L.) merupakan tanaman setahun berjenis perdu yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 60-90 cm. Daun tanaman ini lebar dan berbentuk telinga. Bunganya berwarna ungu dan merupakan bunga yang sempurna, biasanya terpisah dan terbentuk dalam tandan bunga (Nazaruddin, 1993).

Tinggi pohon terung 40-150 cm, memiliki daun berukuran panjang 10-20 cm dan lebar 5-10 cm, bunga berwarna putih hingga ungu memiliki lima mahkota bunga. Berbagai varietas terung tersebar luas di dunia, perbedaannya terletak pada bentuk, ukuran, dan warna tergantung dari varietas terungnya, terung memiliki sedikit perbedaan konsistensi dan rasa. Secara umum terung memiliki rasa pahit dan daging buahnya menyerupai spons. Varietas awal terung memiliki rasa pahit, tetapi terung yang telah mengalami proses penyilangan memiliki perbaikan rasa. Terung merupakan jenis tanaman yang memiliki kedekatan dengan tanaman kentang, tomat, dan paprika (Foodreference, 2010).

Menurut Soetasad dan Muryanti (1999), buah terung merupakan buah sejati tunggal dan berdaging tebal, lunak dan tidak akan pecah meskipun buah telah


(29)

11 masak. Daging buahnya tebal, lunak dan berair, daging buah ini merupakan bagian yang enak dimakan. Biji-biji terdapat bebas di dalam selubung lunak yang terlindung oleh daging buah. Pangkal buah menempel pada kelopak bunga yang telah menjelma menjadi karangan bunga.

Morfologi terung ungu memiliki bentuk yang beragam yaitu silindris, lonjong, oval atau bulat. Letak buah terung tergantung dari tangkai buah. Dalam satu tangkai umumnya terdapat satu buah terung, tetapi ada juga yang memiliki lebih dari satu buah. Biji terung terdapat dalam jumlah banyak yang tersebar di dalam daging buah. Daun kelopak melekat pada dasar buah, berwarna hijau atau keunguan.

Bunga terung ungu sering disebut sebagai bunga banci, karena memiliki dua kelamin. Dalam satu bunga terdapat alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik). Bunga terung bentuknya mirip bintang, berwarna biru atau lembayung, cerah sampai gelap. Penyerbukan bunga dapat berlangsung secara silang maupun menyerbuk sendiri (Rukmana, 1994).

2.1.3 Syarat Tumbuh Tanaman Terung

Tanaman terung umumnya memiliki daya adaptasi yang sangat luas, namun kondisi tanah yang subur dan gembur dengan sistem drainase dan tingkat keasamaan yang baik merupakan syarat yang ideal bagi pertumbuhan terung. Untuk pertumbuhan optimum, pH tanah harus berkisar antara 5,5 - 6,7, namun tanaman terung masih toleran terhadap pH tanah yang lebih rendah yaitu 5,0.


(30)

12 Pada tanah dengan pH yang lebih rendah dari 5,0 akan menghambat pertumbuhan tanaman yang mengakibatkan rendahnya tingkat produksi tanaman.

Tanaman terung adalah tanaman yang sangat sensitif yang memerlukan kondisi tanam yang hangat dan kering dalam waktu yang lama untuk keberhasilan produksi. Temperatur lingkungan tumbuh sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan pencapaian masa berbunga pada terung. Lingkungan tumbuh yang memiliki rata-rata temperatur yang tinggi dapat mempercepat pembungaan dan umur panen menjadi lebih pendek (Samadi, 2001).

Tanaman terung dapat tumbuh baik di dataran rendah hingga dataran tinggi. Terung yang dibudidayakan di dataran rendah dan bertopografi datar mempunyai umur panen yang lebih pendek dibandingkan dengan terung yang dibudidayakan di dataran tinggi.

2.2 Pemuliaan Tanaman dan Korelasi

Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik tanaman menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Upaya pemuliaan tanaman dilakukan untuk menemukan suatu perubahan pada kualitas hasil produksi tanaman, diharapkan perubahan yang diperoleh dapat meningkatkan kualitas dan meningkatkan minat masyarakat dalam mengkonsumsi suatu sayuran (Poespodarsono, 1988).

Pemuliaan tanaman merupakan salah satu ilmu yang menerapkan tentang


(31)

13 menguntungkan dan ilmu untuk membuat tanaman lebih bermanfaat dari

sebelumnya dengan cara perakitan genetik yang sistematik (Makmur, 1992).

Pemuliaan tanaman dalam menghasilkan varietas baru harus memperbaiki stabilitas produksi, memenuhi standar mutu, sesuai dengan pola tanam setempat dan sesuai dengan keinginan pengguna. Tujuan pemuliaan tanaman di Indonesia diutamakan pada peningkatan potensi secara genetik, memperpendek umur tanaman, dan lain-lain (Sumarno, 1985).

Melalui program pemuliaan tanaman, pengetahuan karna adanya informasi tentang korelasi antar karakter sangat penting untuk diketahui. Karena untuk memiliki suatu bahan tanaman unggul, seleksi dua atau tiga karakter secara bersamaan perlu dilakukan. Bila diketahui adanya hubungan erat antar karakter, maka pemilihan karakter tertentu secara tidak langsung telah memilih karakter lain yang diperlukan dalam usaha memperoleh bahan tanaman unggul (Astika, 1991).

Teknik korelasi merupakan teknik analisis yang melihat kecenderungan pola dalam satu variabel berdasarkan kecenderungan pola dalam variabel yang lain. Jika kecendrungan dalam satu variabel selalu diikuti oleh kecendrungan dalam variabel lain, maka kedua variabel ini memiliki hubungan atau korelasi.

Korelasi adalah istilah dalam statistika yang menyatakan derajat hubungan linear (searah bukan timbal balik) antara dua variabel atau lebih. Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran


(32)

14 pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Korelasi juga dapat diartikan sebagai suatu keterkaitan yang bisa ditangkap dari perbandingan dua proporsi yang masing-masing proporsi mengandung dua kriteria yang salah satu kriteria disebutkan dalam kedua proporsi tersebut. Faktor yang mempengaruhi korelasi adalah koefisien korelasi dan banyaknya sampel (Sambas, 2007).

Manfaat dari korelasi adalah untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel dengan skala tertentu. Kuat lemah hubungan diukur di antara jarak (range) 0 sampai dengan 1. Korelasi mempunyai kemungkinan pengujian dua arah. Korelasi searah jika nilai koefisien korelasi positif, sebaliknya jika nilainya negatif maka korelasi tersebut tidak searah. Artinya jika nilai variabel x tinggi nilai y juga akan tinggi. Sebaliknya hubungan akan terbalik jika koefisien korelasinya negatif (Sudjana, 1996).

Koefisien korelasi (r) merupakan ukuran hubungan linier peubah X dan Y. Nilai r berkisar antara (+1) sampai (-1). Nilai r yang (+) ditandai oleh nilai b yang (+) dan nilai r yang (-) ditandai oleh nilai b yang (-). Jika nilai r mendekati +1 atau r mendekati -1 maka X dan Y memiliki korelasi linier yang tinggi. Jika nilai r = +1 atau r = -1 maka X dan Y memiliki korelasi linier sempurna, jika nilai r = 0 maka X dan Y tidak memiliki relasi (hubungan) linear (Usman dan Akbar, 2000). Asumsi dasar korelasi diantaranya kedua variabel bersifat independen satu dengan lainnya, artinya masing-masing variabel berdiri sendiri tidak tergantung satu dengan lainnya. Tidak ada istilah variabel bebas dan variabel tergantung data untuk kedua variabel berdistribusi normal, yaitu data yang distribusinya simetris


(33)

15 sempurna. Variabel yang dihubungkan mempunyai data linear. Variabel yang dihubungkan mempunyai data yang dipilih secara acak. Variabel yang

dihubungkan mempunyai pasangan yang sama dari subyek yang sama pula

(variasi skor variabel yang dihubungkan harus sama). Variabel yang dihubungkan mempunyai data interval atau rasio (Mason dan Lind, 1996).

2.3 Viabilitas Benih

Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme dan atau gejala pertumbuhan, selain itu daya kecambah juga merupakan tolak ukur parameter viabilitas potensial benih (Sadjad, 1993). Pada umumnya viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah benih atau daya tumbuh benih. Perkecambahan benih mempunyai hubungan erat dengan viabilitas benih dan jumlah benih yang

berkecambah dari sekumpulan benih merupakan indeks dari viabilitas benih.

Viabilitas ini makin meningkat dengan bertambah tuanya benih dan mencapai perkecambahan maksimum jauh sebelum masak fisiologis atau sebelum

tercapainya berat kering maksimum, pada saat itu benih telah mencapai viabilitas maksimum (100 persen) yang konstan tetapi sesudah itu akan menurun sesuai dengan keadaan lingkungan (Kamil, 1979).

Umumnya parameter untuk viabilitas benih yang digunakan adalah presentase perkecambahan yang cepat dan pertumbuhan perkecambahan kuat dalam hal ini


(34)

16 mencerminkan kekuatan tumbuh yang dinyatakan sebagai laju perkecambahan. Penilaian dilakukan dengan membandingkan kecambah satu dengan kecambah lainnya sesuai kriteria kecambah normal, abnormal dan mati (Soetopo, 2002).

2.3.1 Total Kecambah Normal

Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam keadaan biofisik lapangan yang serba optimum. Parameter yang digunakan dapat berupa persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap struktur tumbuh embrio yang diamati secara langsung. Persentase perkecambahan adalah persentase kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih murni pada kondisi yang menguntungkan dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan. (Sadjad, 1993).

Agar hasil persentase perkecambahan yang didapat dengan metode uji daya kecambah di laboratorium mempunyai korelasi positif dengan kenyataan nantinya di lapangan maka perlu diperhatikan faktor-faktor berikut ini:

1. Kondisi lingkungan di laboratorium harus menguntungkan bagi perkecambahan benih.

2. Pengamatan dan penilaian baru dilakukan pada saat kecambah mencapai suatu fase perkembangan, dimana dapat dibedakan antara kecambah normal dan kecambah abnormal.

3. Pertumbuhan dan perkembangan kecambah harus sedemikian sehingga dapat dinilai mempunyai kemampuan tumbuh menjadi tanaman normal dan kuat pada keadaan yang menguntungkan di lapangan.


(35)

17 4. Lama pengujian harus dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Harjadi,

1986).

2.3.2 Vigor Benih

Menurut Sadjad (1993), vigor adalah sejumlah sifat-sifat benih yang

mengindikasikan pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang cepat dan seragam pada cakupan kondisi lapang yang luas. Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-masing yaitu kekuatan tumbuh dan daya simpan benih (Soetopo, 2002). Secara ideal semua benih harus memiliki

kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik.

Vigor benih untuk kekuatan tumbuh dalam suasana kering dapat merupakan landasan bagi kemampuan tanaman tersebut untuk tumbuh bersaing dengan tumbuhan pengganggu ataupun tanaman lainnya dalam pola tanam ganda. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan merupakan landasan bagi kemampuan

tanaman mengabsorpsi sarana produksi secara maksimal sebelum panen, selain itu juga dalam memanfaatkan unsur sinar matahari khususnya selama periode

pengisian dan pemasakan biji (Sadjad, 1993).

Pada hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi. Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain tahan disimpan lama, tahan terhadap


(36)

18 serangan hama penyakit, cepat dan merata tumbuhnya serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal. Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit, karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu, digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi


(37)

19

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari November 2013 sampai dengan Mei 2014. Kegiatan seleksi genotipe tanaman terung ungu dilaksanakan di Kebun Percobaan BPTP Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Pengujian viabilitas benih dilaksanakan pada bulan April 2014. Bertempat di Laboratorium Benih Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk percobaan korelasi antara karakter buah terung dan hasil adalah benih lokal dari perusahaan PT. Andal Hasa Prima. Bahan yang lain digunakan yaitu Bio-pestisida, pupuk Urea, TSP, KCl, dan pupuk kompos. Bahan yang digunakan untuk percobaan viabilitas benih adalah benih terung hasil seleksi genotipe dan akuades.

Alat yang digunakan adalah sabit, cangkul, koret, tray penyemaian, meteran, gunting, tali rafia, patok, gembor, label, kantung panen, plastik, timbangan, jangka sorong, knapsack sprayer, kamera digital dan alat tulis. Alat yang


(38)

20 digunakan untuk pengujian viabilitas benih adalah kertas merang, cawan petri, label, oven, dan germinator.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Percobaan seleksi genotipe tanaman terung ungu

Penanaman dimulai dengan persemaian benih dalam rumah kaca dengan media campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1. Persemaian dilakukan selama satu bulan hingga terbentuknya dua daun primer dan tinggi tanaman sekitar 15 cm. Pindah tanaman bibit terung ke lapangan dilakukan tanggal 4 Juli 2013 pada petakan berukuran 18 m x 20 m dan jarak tanam 70 cm x 60 cm, masing-masing lubang diisi satu bibit per lubang tanam. Benih terung di tanaman sebanyak 522 genotipe, pada petak tersebut terdapat 18 baris tanaman, setiap baris terdapat 29 lubang tanam. Karakter agronomi yang diamati adalah buah terung umur 11 minggu setelah tanam pada fase generatif. Tata letak penanaman terung ungu disajikan pada Gambar 1. Pengujian seleksi karakter buah terung berasal dari pengamatan pada panen kelima tanggal 26 Oktober 2014 sebanyak 114 genotipe tanaman terung ungu.

3.3.2 Percobaan pengujian viabilitas benih terung setelah disimpan 6 bulan

Sampel benih diambil dari kantong penyimpanan benih yang akan diuji viabilitas benihnya. Sampel diambil secara acak dari ke empat bentuk buah yang berbeda


(39)

21 yaitu bentuk buah bulat, bentuk buah bulat sedikit oval, bentuk buah oval, dan bentuk buah lonjong. Masing-masing bentuk buah tersebut di ambil 8 ulangan. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah rancangan teracak

sempurna (RTS) dengan 4 perlakuan yang diuji 8 kali. Perlakuan yang digunakan adalah bentuk buah yang dibedakan menjadi 4 kriteria bentuk dengan nilai skor yang berbeda yaitu bentuk buah bulat skor 1, bentuk buah bulat sedikit oval skor 3, bentuk buah oval skor 5, dan bentuk buah lonjong skor 7 (IBPGR, 1990).

3.4 Analisis Data

Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah dan menguji hipotesis, maka dilakukan analisis statistika berdasarkan korelasi. Korelasi yang dipakai yaitu Korelasi Pearson dan Korelasi Sperman. Koefisien Korelasi Pearson digunakan untuk menyatakan besar hubungan linear antara dua variabel untuk data kuantitatif dan kedua variabel adalah bivariat yang berdistribusi normal. Pengujian Korelasi Sperman digunakan untuk mengetahui korelasi dua variabel data kualitatif dan tidak terdistribusi normal dengan menggunakan skor atau rangking (Yanuar, 2009).

Pengujian korelasi antara karakter buah dan hasil terung ungu menggunakan perhitungan analisis Korelasi Pearson dan Sperman. Pada pengujian korelasi antara bentuk buah dengan viabilitas benih terung ungu yang telah di simpan 6 bulan, analisis korelasi yang digunakan adalah Korelasi Sperman.


(40)

22 Korelasi antarkarakter untuk mengamati keeratan antara kedua karakter

ditentukan dengan koefisien Korelasi Pearson yang dihitung berdasarkan rumus (Walpole, 1995) :

= �=1 � �− ( �=1 �)( �=1 �)

�2 − ( �)^

�=1

�=1 �=1 �2 − ( �=1 �)^

Keterangan : r = nilai korelasi antara peubah x dan y n = jumlah pengamatan

Xi = nilai variabel x pada tanaman ke-i Yi = nilai variabel y pada tanaman ke-i

Pengujian Korelasi Sperman dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Yanuar, 2009) :

= 1− 6 ��

2

� �−1

�3

Keterangan : di = Perbedaan antara kedua ranking

N = Banyaknya pengamatan

Pengujian korelasi antar komponen buah dan hasil terung dilakukan dengan melakukan percobaan tanpa ulangan. Karena benih yang digunakan adalah benih yang masih sangat beragam (Baihaki, 2000) dan benih belum homozigot secara genetik. Setiap tanaman memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda dari tanaman lainnya. Hal ini juga dapat menjadi alasan pengamatan dilakukan pada tiap individu tanaman, untuk melihat keragaman dari masing-masing tanaman. Menguji signifikan nilai Korelasi Pearson digunakan uji t-Student menurut Yulia dalam Gaspersz (1993) sebagai berikut :


(41)

23

− ℎ�

=

r

n

2

1−r2

Keterangan : r = nilai korelasi

n = banyaknya pengamatan

Jika t-hitung > t 0,05; n-2 maka tolak H0 (terdapat korelasi antara karakter X dan

Y). Selanjutnya untuk menguji nilai signifikan Korelasi Sperman digunakan uji t-Student menurut Yanuar (2009) sebagai berikut :

− ℎ� � =t

3t

12

Keterangan : t = banyaknya observasi berangka sama

Percobaan pengujian viabilitas benih terung hasil seleksi masa setelah disimpan 6 bulan dilakukan menggunakan rancangan percobaan RTS (rancangan teracak sempurna).


(42)

24

U

Gambar 1. Tata letak penanaman 522 genotipe tanaman terung ungu.

T29 T58 T87 T116 T145 T174 T203 T232 T261 T290 T319 T348 T377 T406 T435 T464 T493 T522 T28 T57 T86 T115 T144 T173 T202 T231 T260 T289 T318 T347 T376 T405 T434 T463 T492 T521 T27 T56 T85 T114 T143 T172 T201 T230 T259 T288 T317 T346 T375 T404 T433 T462 T491 T520 T26 T55 T84 T113 T142 T171 T200 T229 T258 T287 T316 T345 T374 T403 T432 T461 T490 T519 T25 T54 T83 T112 T141 T170 T199 T228 T257 T286 T315 T344 T373 T402 T431 T460 T489 T518 T24 T53 T82 T111 T140 T169 T198 T227 T256 T285 T314 T343 T372 T401 T430 T459 T488 T517 T23 T52 T81 T110 T139 T168 T197 T226 T255 T284 T313 T342 T371 T400 T429 T458 T487 T516 T22 T51 T80 T109 T138 T167 T196 T225 T254 T283 T312 T341 T370 T399 T428 T457 T486 T515 T21 T50 T79 T108 T137 T166 T195 T224 T253 T282 T311 T340 T369 T398 T427 T456 T485 T514 T20 T49 T78 T107 T136 T165 T194 T223 T252 T281 T310 T339 T368 T397 T426 T455 T484 T513 T19 T48 T77 T106 T135 T164 T193 T222 T251 T280 T309 T338 T367 T396 T425 T454 T483 T512 T18 T47 T76 T105 T134 T163 T192 T221 T250 T279 T308 T337 T366 T395 T424 T453 T482 T511 T17 T46 T75 T104 T133 T162 T191 T220 T249 T278 T307 T336 T365 T394 T423 T452 T481 T510 T16 T45 T74 T103 T132 T161 T190 T219 T248 T277 T306 T335 T364 T393 T422 T451 T480 T509 T15 T44 T73 T102 T131 T160 T189 T218 T247 T276 T305 T334 T363 T392 T421 T450 T479 T508 T14 T43 T72 T101 T130 T159 T188 T217 T246 T275 T304 T333 T362 T391 T420 T449 T478 T507 T13 T42 T71 T100 T129 T158 T187 T216 T245 T274 T303 T332 T361 T390 T419 T448 T477 T506 T12 T41 T70 T99 T128 T157 T186 T215 T244 T273 T302 T331 T360 T389 T418 T447 T476 T505 T11 T40 T69 T98 T127 T156 T185 T214 T243 T272 T301 T330 T359 T388 T417 T446 T475 T504 T10 T39 T68 T97 T126 T155 T184 T213 T242 T271 T300 T329 T358 T387 T416 T445 T474 T503 T9 T38 T67 T96 T125 T154 T183 T212 T241 T270 T299 T328 T357 T386 T415 T444 T473 T502 T8 T37 T66 T95 T124 T153 T182 T211 T240 T269 T298 T327 T356 T385 T414 T443 T472 T501 T7 T36 T65 T94 T123 T152 T181 T210 T239 T268 T297 T326 T355 T384 T413 T442 T471 T500 T6 T35 T64 T93 T122 T151 T180 T209 T238 T267 T296 T325 T354 T383 T412 T441 T470 T499 T5 T34 T63 T92 T121 T150 T179 T208 T237 T266 T295 T324 T353 T382 T411 T440 T469 T498 T4 T33 T62 T91 T120 T149 T178 T207 T236 T265 T294 T323 T352 T381 T410 T439 T468 T497 T3 T32 T61 T90 T119 T148 T177 T206 T235 T264 T293 T322 T351 T380 T409 T438 T467 T496 T2 T31 T60 T89 T118 T147 T176 T205 T234 T263 T292 T321 T350 T379 T408 T437 T466 T495 T1 T30 T59 T88 T117 T146 T175 T204 T233 T262 T291 T320 T349 T378 T407 T436 T465 T494


(43)

25

3.5 Pelaksanaan Percobaan

Percobaan seleksi karakter buah terung

3.5.1 Penyemaian benih terung

Persemaian benih terung ungu dilakukan dalam rumah kaca dengan media campuran tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1. Penyemaian dilakukan selama satu bulan hingga terbentuk dua daun primer dan tinggi tanaman sekitar 15 cm. Jumlah populasi yang akan dibibitkan tergantung dari jumlah populasi

tanaman yang akan ditanam di lahan percobaan.

3.5.2 Pengolahan tanah dan pembuatan petak lahan

Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam 20-30 cm, kemudian diratakan dan dihaluskan. Lahan percobaan berukuran 18 m x 20 m dengan jarak tanam 70 x 60 cm sehingga terdapat 18 baris tanaman dengan 29 lubang tanam pada setiap barisnya (Gambar 2).

3.5.3 Penanaman dan pemberian pupuk dasar

Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan cara menugal tanah sedalam 3-5 cm dan tiap lubang tanam berisi 1 bibit terung yang telah siap untuk dipindahkan dari media semai. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 70 cm x 60 cm. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kompos yang diterapkan secara tunggal yaitu pada setiap tanaman didekat lubang tanam, takaran pupuk kompos untuk setiap


(44)

26 tanaman adalah sekitar 100 gr/tanaman, pemupukan kedua pada saat tanaman berumur 14 hari setelah tanam.

3.5.4 Pelabelan

Terung yang telah ditanam dalam tiap baris diberi tanda dengan cara label yang digantungkan pada dahan tanaman terung. Setelah terung berbuah, maka tiap buah terung diberi label pada tiap tanaman. Label tersebut berisi nomor tanaman dan nomor buah.

3.5.5 Perawatan dan pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pengendalian hama penyakit, memperhatikan label yang rusak, dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara teratur setiap minggu menggunakan Bio-pestisida. Penyemprotan insektisida dilakukan setiap sekitar 2 minggu sekali, untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit yang dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penyiangan gulma dilakukan setiap seminggu sekali secara mekanis dengan menggunakan sabit atau koret.

3.5.6 Pemanenan

Awal panen pada terung ungu yang digunakan untuk benih, dalam pemanenannya membutuhkan waktu umur panen lebih dari 4 bulan. Pengamatan untuk


(45)

27 2-3 hari selama masa panen untuk pembenihan. Pengamatan dimulai pada tanggal 12 Oktober 2013, 16 Oktober 2013, 19 Oktober 2013, 23 Oktober 2013, 26 Oktober 2013, 31 Oktober 2013, 2 November 2013, 5 November 2013, dan 5 November 2013. Terung yang di panen adalah terung yang benar-benar sudah masak atau tua merata. Cara panen terung dilakukan dengan cara memetik buah terung yang berwarna kuning 75% sampai 100% (Gambar 3).

Pengujian seleksi karakter buah terung berasal dari pengamatan pada panen tanggal 26 Oktober 2014. Panen tersebut, menghasilkan panen buah sebanyak 114 genotipe terung ungu. Buah terung yang sudah besar dipetik dengan tangan atau dengan gunting satu persatu menyertakan tangkai buahnya dan ditampung dalam wadah yang telah disediakan. Buah terung yang dipanen tanpa

menyertakan tangkai buah akan lebih cepat busuk bila disimpan dan akan mengarungi bobot hasil panen. Pada saat pemetikan, diusahakan jangan sampai cabang-cabangnya menjadi patah, karena akan mengurangi produksi pada panen berikutnya. Buah terung yang sudah dipetik dikumpulkan dan dimasukkan dalam karung atau keranjang.

Untuk menghasilkan benih, buah dibiarkan sampai masak benar, kemudian biji dipisahkan dari daging buahnya, dikeringkan di bawah sinar matahari. Benih terung dapat disimpan pada kadar air biji 8-10%, kedap udara dan kondisi sejuk selama 1 tahun (Ashari, 2006).


(46)

28

Percobaan pengujian viabilitas benih terung setelah disimpan 6 bulan.

Variabel viabilitas benih yang diukur adalah kecambah normal total, kecepatan berkecambah, bobot 100 butir, dan bobot kering kecambah normal. Pengujian viabilitas benih menggunakan metode uji diatas kertas. Cawan petri yang berdiameter 10 cm dilapisi 3 lembar media kertas merang bentuk bulat. Di atas kertas merang ditetesi air hingga merata, cawan dimiringkan agar air yang berlebih berkumpul di bagian bawah dan dibuang. Jumlah benih yang ditanam satu cawan petri sebanyak 50 butir. Cawan petri ditutup, diletakkan dalam germinator.

3.5.7 Peubah yang diamati

Peubah yang diamati pada percobaan korelasi karakter buah terung

1. Bentuk buah

Pengamatan bentuk buah dilakukan dengan mengamati bentuk buah yang dibedakan menjadi 4 kriteria bentuk dengan nilai skor yang berbeda yaitu bentuk buah bulat skor 1 (Gambar 4), bentuk buah bulat sedikit oval skor 3 (Gambar 5), bentuk buah oval skor 5 (Gambar 6), dan bentuk buah lonjong skor 7 (Gambar 7). Pengamatan dilakukan pada saat buah terung siap panen. 2. Diameter buah

Pengamatan diameter buah dilakukan dengan mengukur diameter pada saat buah telah dipanen segar. Menggunakan jangka sorong untuk melihat besar diameter buah tiap tanaman.


(47)

29 3. Bobot buah

Data bobot buah berasal dari menimbang bobot buah masing-masing dalam satu tanaman pada saat panen segar dalam satuan gram.

4. Bobot benih per buah

Pengamatan bobot benih per buah dilakukan dengan menimbang bobot benih kering konstan masing-masing buah dalam satu tanaman, dalam satuan g. 5. Warna batang

Pengamatan warna batang dilakukan dengan melihat warna batang pada saat vase generatif. Warna batang merupakan data kualitatif yang tidak diuji secara statistika, tetapi digunakan sebagai parameter untuk melihat morfologis tanaman.

6. Warna buah

Pengamatan warna buah dilakukan dengan melihat warna buah pada saat vase generatif. Warna buah merupakan data kualitatif yang tidak diuji secara statistika, tetapi digunakan sebagai parameter untuk melihat morfologis tanaman.

Peubah yang diamati pada pengujian viabilitas benih terung setelah disimpan 6 bulan

1. Bobot 100 butir

Pengamatan bobot 100 butir ditimbang berdasarkan rata-rata bobot 100 biji kering konstan dalam satuan gram.


(48)

30 2. Total kecambah normal.

Pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase benih yang tumbuh normal. Pengamatan pertama dilakukan pada hari ke 7 dan pengamatan terakhir pada hari ke 14. Persentase kecambah normal benih dihitung dengan menghitung kecambah normal.

Total kecambah normal = Jumlah KN I+Jumlah KN II

N × 100%

Keterangan :

KN I : jumlah kecambah normal pengamatan I KN II : jumlah kecambah normal pengamatan II N : Banyaknya benih yang ditanam

(Mugnisjah et al., 1994).

3. Kecepatan berkecambah

Kecepatan perkecambahan benih diukur berdasarkan jumlah tambahan

persentase kecambah normal setiap hari. Pengamatan dilakukan dalam waktu 14 hari setelah benih dikecambahkan. Kecepatan tumbuh benih dinyatakan dalam satuan unit persentase per etmal (etmal – 24 jam).

Kct = � �ℎ ( Xi − Xi−1)

Ti Keterangan :

Kct : kecepatan tumbuh benih

Xi : persentase kecambah normal pengamatan hari ke-i

Xi-1 : persentase kecambah normal sebelum hari ke-i

Ti : hari pengamatan ke –i


(49)

31 4. Keserempakan kecambah benih

Keserempakan berkecambah benih merupakan salah satu tolak ukur vigor benih didasarkan pada persentase kecambah normal. Pengamatan dilakukan pada hari ke 11 setelah tanam (Mugnisjah et al., 1994).

Keserempakan = Jumlah kecambah normal

jumlah benih yang ditanam × 100%

5. Bobot kering kecambah normal

Kecambah normal hasil pengamatan total kecambah normal, lalu di oven pada suhu 600C selama 3 x 24 jam atau sampai bobotnya konstan. Bobot kering kecambah normal diperoleh dengan menghitung bobot kering tersebut, dalam satuan pengukuran gram.


(50)

45

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Terdapat korelasi positif antara bobot buah per tanaman dengan diameter buah,

panjang buah per tanaman, bobot benih per tanaman, dan bentuk buah. 2. Hasil pengujian viabilitas benih terung ungu bahwa perlakuan bentuk buah

tidak berpengaruh terhadap viabilitas benih yang dihasilkan kecuali pada pengujian bobot kering kecambah normal. Bobot kering kecambah normal paling tinggi berasal dari bentuk buah skor 3 yaitu bentuk buah bulat sedikit oval.

5.2 Saran

Saran yang dapat diajukan berdasarkan penelitian ini adalah :

1. Selain pengujian viabilitas benih perlu dilakukan pengujian terhadap faktor-faktor genetik yang mempengaruhi mutu benih. Faktor-faktor-faktor genetik tersebut adalah warna benih, ukuran benih, dan kekerasan benih.

2. Pada penelitian selanjutnya, perlu dilakukan test uji rasa pada buah terung untuk kelayakan konsumen.


(51)

47

PUSTAKA ACUAN

Ashari, Sumeru. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 36 hlm.

Astika, G. P. W. 1991. Peningkatan daur pemuliaan dan analisis stabilitas hasil tanaman teh. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung. 267 hlm.

Badan Pusat Statistik, 2013. Statistik Indonesia. Jakarta. 12 hlm.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Copeland. L.O. dan M.B. Mc. Donald. 1985. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. New York. 369 hlm.

Familia, N. S. 2003. Karakterisasi keragaman fenotipik tanaman terung. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanaian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 61 hlm. Foodreference. 2010. Eggplant. Available at: http:www.foodreference.com/htlm /

arteggplant2. htlm. Accessed at 02/25 2014.

Ganefianti, D., W, Yulian, dan Suprapti, A. N. 2006. Korelasi dan sidik lintas antara pertumbuhan komponen hasil, dan hasil dengan gugur buah pada tanaman cabai. Jurnal Akta Agrosia 9(1): 1-6.

Harjadi, 1986. Ilmu Perkecambahan Benih. Biro Penataran IPB-Bogor. 76 hlm. IBPGR, 1990. Descriptors for Eggplant. International Board for Plant

Resources. Italy. 79 hlm.

Kamil. 1979. Teknologi Benih I. Angkasa Raya. Padang. Hlm 143 hlm. Kusandriani, Y dan A.H. Permadi 1996. Percobaan varietas cabai di dataran

rendah Kramat. Tegal. Laporan Penelitian AVNET II. (Mimegraph). 27 hlm.


(52)

48

Makmur, A. 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. 79 hlm.

Mason, R.D dan D. A. Lind. 1996. Teknik Statistik Untuk Bisnis dan Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta. 164 hlm.

Matula, E. A. 2001. Pengujian viabilitas dan vigor benih beberapa jenis tanaman yang berbeda di pasar kota ambon. Jurnal Agrologia Volume 2 (1): 1-9 Mugnisjah, W. Q dan A. Setiawan. 1990. Produksi Benih. Bumi aksara.

Jakarta. 159 hlm.

Mugnisjah, W. Q., Setiawan, A., Suwarto, dan C. Santiwa. 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 263 hlm.

Nanda, J. S. 2000. Rice Breeding and Genetics. Science Publisher, Inc: Plymouth. 382 hlm.

Nazaruddin, 1993. Komoditi Ekspor Pertanian. Jakarta. Penebar Swadaya. 126 hlm.

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. PAU. Bogor. 79 hlm.

Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Unpad. Bandung. 159 hlm.

Rostini, N. G. 2007. Korelasi hasil dankomponen hasil dengan kualitas hasil pada 100 genotipe nenas (Ananas comosus (L) dari beberapa seri persilangan generasi F1. Zuriat. Jurnal Agronomi 17 (1) 104-106 Rukmana, R. 1994. Bertanam Terung. Yogyakarta. Kansius. 56 hlm.

Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 143 hlm.

Samadi, B. 2001. Budidaya Terung Hibrida. Penerbit Kansius. Yogyakarta. 67 hlm.

Sambas, A . 2007. Analisis Korelasi, Regresi dan Jalur dalam Penelitian. CV. Pustaka Setia. Bandung. 241 hlm.

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Hutan Tropis dan Sub Tropis. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Jakarta. 342 hlm.


(53)

49

Simatupang, A. 2010. Pengaruh beberapa jenis pupuk organiak terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung (Solanum Melongena L.). Skripsi. Fakultas pertanian Universitas Andalas. Padang. 230 hlm.

Soetarso 1991. Ilmu Pemuliaan Tanaman. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 22 hlm.

Soetasad, A. A. dan S. Muryanti. 1999. .Budidaya Terung Lokal dan Terung Jepang. Penebar Swadaya. Jakarta. 137 hlm.

Soetopo, L. 2002. Teknologi Benih. Rajawali Press. Jakarta. 124 hlm

Sudarmo, H. 2007. Variasu genetik, heritabilitas, dan korelasi genotipe sifat-sifat penting tanaman wijen. Jurnal Litri 13(3): 1-9

Sudjana. 1996. Teknik Analisis Regresi Dan Korelasi. Tarsito. Bandung. 113 hlm.

Sumarno, 1985. Teknik Pemuliaan Kedelai. Puslitbang. Bogor. 86 hlm. Usman, H. dan R. P. S. Akbar. 2000. Pengantar Statistika. Bumi Aksara.

Jakarta. 268 hlm.

Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang, S. Diedit oleh Ipong, P. S. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 371 hlm. Widodo, W. 1991. Pemilihan Wadah Simpan dan Bahan Pencampur pada

Penyimpanan Benih Mahoni. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 143 hlm. Yanuar, M. 2009. Pembelajaran Statistik II. Universitas Muhamadiyah

Bengkulu. Bengkulu. 21 hlm.

Yulia, A. 2008. Korelasi genetik antara berkas pembuluh dengan beberapa karakter penting pada kedelai. Jurnal Agronomi 9(1):1-4


(1)

30 2. Total kecambah normal.

Pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase benih yang tumbuh normal. Pengamatan pertama dilakukan pada hari ke 7 dan pengamatan terakhir pada hari ke 14. Persentase kecambah normal benih dihitung dengan menghitung kecambah normal.

Total kecambah normal = Jumlah KN I+Jumlah KN II

N × 100%

Keterangan :

KN I : jumlah kecambah normal pengamatan I KN II : jumlah kecambah normal pengamatan II N : Banyaknya benih yang ditanam

(Mugnisjah et al., 1994).

3. Kecepatan berkecambah

Kecepatan perkecambahan benih diukur berdasarkan jumlah tambahan

persentase kecambah normal setiap hari. Pengamatan dilakukan dalam waktu 14 hari setelah benih dikecambahkan. Kecepatan tumbuh benih dinyatakan dalam satuan unit persentase per etmal (etmal – 24 jam).

Kct = � �ℎ ( Xi − Xi−1) Ti

Keterangan :

Kct : kecepatan tumbuh benih

Xi : persentase kecambah normal pengamatan hari ke-i Xi-1 : persentase kecambah normal sebelum hari ke-i Ti : hari pengamatan ke –i


(2)

31 4. Keserempakan kecambah benih

Keserempakan berkecambah benih merupakan salah satu tolak ukur vigor benih didasarkan pada persentase kecambah normal. Pengamatan dilakukan pada hari ke 11 setelah tanam (Mugnisjah et al., 1994).

Keserempakan = Jumlah kecambah normal

jumlah benih yang ditanam × 100%

5. Bobot kering kecambah normal

Kecambah normal hasil pengamatan total kecambah normal, lalu di oven pada suhu 600C selama 3 x 24 jam atau sampai bobotnya konstan. Bobot kering kecambah normal diperoleh dengan menghitung bobot kering tersebut, dalam satuan pengukuran gram.


(3)

45

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Terdapat korelasi positif antara bobot buah per tanaman dengan diameter buah,

panjang buah per tanaman, bobot benih per tanaman, dan bentuk buah. 2. Hasil pengujian viabilitas benih terung ungu bahwa perlakuan bentuk buah

tidak berpengaruh terhadap viabilitas benih yang dihasilkan kecuali pada pengujian bobot kering kecambah normal. Bobot kering kecambah normal paling tinggi berasal dari bentuk buah skor 3 yaitu bentuk buah bulat sedikit oval.

5.2 Saran

Saran yang dapat diajukan berdasarkan penelitian ini adalah :

1. Selain pengujian viabilitas benih perlu dilakukan pengujian terhadap faktor-faktor genetik yang mempengaruhi mutu benih. Faktor-faktor-faktor genetik tersebut adalah warna benih, ukuran benih, dan kekerasan benih.

2. Pada penelitian selanjutnya, perlu dilakukan test uji rasa pada buah terung untuk kelayakan konsumen.


(4)

47

PUSTAKA ACUAN

Ashari, Sumeru. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 36 hlm.

Astika, G. P. W. 1991. Peningkatan daur pemuliaan dan analisis stabilitas hasil tanaman teh. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung. 267 hlm.

Badan Pusat Statistik, 2013. Statistik Indonesia. Jakarta. 12 hlm.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm.

Copeland. L.O. dan M.B. Mc. Donald. 1985. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. New York. 369 hlm.

Familia, N. S. 2003. Karakterisasi keragaman fenotipik tanaman terung. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanaian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 61 hlm. Foodreference. 2010. Eggplant. Available at: http:www.foodreference.com/htlm /

arteggplant2. htlm. Accessed at 02/25 2014.

Ganefianti, D., W, Yulian, dan Suprapti, A. N. 2006. Korelasi dan sidik lintas antara pertumbuhan komponen hasil, dan hasil dengan gugur buah pada tanaman cabai. Jurnal Akta Agrosia 9(1): 1-6.

Harjadi, 1986. Ilmu Perkecambahan Benih. Biro Penataran IPB-Bogor. 76 hlm. IBPGR, 1990. Descriptors for Eggplant. International Board for Plant

Resources. Italy. 79 hlm.

Kamil. 1979. Teknologi Benih I. Angkasa Raya. Padang. Hlm 143 hlm. Kusandriani, Y dan A.H. Permadi 1996. Percobaan varietas cabai di dataran

rendah Kramat. Tegal. Laporan Penelitian AVNET II. (Mimegraph). 27 hlm.


(5)

48

Makmur, A. 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. 79 hlm.

Mason, R.D dan D. A. Lind. 1996. Teknik Statistik Untuk Bisnis dan Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta. 164 hlm.

Matula, E. A. 2001. Pengujian viabilitas dan vigor benih beberapa jenis tanaman yang berbeda di pasar kota ambon. Jurnal Agrologia Volume 2 (1): 1-9 Mugnisjah, W. Q dan A. Setiawan. 1990. Produksi Benih. Bumi aksara.

Jakarta. 159 hlm.

Mugnisjah, W. Q., Setiawan, A., Suwarto, dan C. Santiwa. 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 263 hlm.

Nanda, J. S. 2000. Rice Breeding and Genetics. Science Publisher, Inc: Plymouth. 382 hlm.

Nazaruddin, 1993. Komoditi Ekspor Pertanian. Jakarta. Penebar Swadaya. 126 hlm.

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. PAU. Bogor. 79 hlm.

Rachmadi, M. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Unpad. Bandung. 159 hlm.

Rostini, N. G. 2007. Korelasi hasil dankomponen hasil dengan kualitas hasil pada 100 genotipe nenas (Ananas comosus (L) dari beberapa seri persilangan generasi F1. Zuriat. Jurnal Agronomi 17 (1) 104-106 Rukmana, R. 1994. Bertanam Terung. Yogyakarta. Kansius. 56 hlm.

Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 143 hlm.

Samadi, B. 2001. Budidaya Terung Hibrida. Penerbit Kansius. Yogyakarta. 67 hlm.

Sambas, A . 2007. Analisis Korelasi, Regresi dan Jalur dalam Penelitian. CV. Pustaka Setia. Bandung. 241 hlm.

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Hutan Tropis dan Sub Tropis. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Jakarta. 342 hlm.


(6)

49

Simatupang, A. 2010. Pengaruh beberapa jenis pupuk organiak terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung (Solanum Melongena L.). Skripsi. Fakultas pertanian Universitas Andalas. Padang. 230 hlm.

Soetarso 1991. Ilmu Pemuliaan Tanaman. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 22 hlm.

Soetasad, A. A. dan S. Muryanti. 1999. .Budidaya Terung Lokal dan Terung Jepang. Penebar Swadaya. Jakarta. 137 hlm.

Soetopo, L. 2002. Teknologi Benih. Rajawali Press. Jakarta. 124 hlm

Sudarmo, H. 2007. Variasu genetik, heritabilitas, dan korelasi genotipe sifat-sifat penting tanaman wijen. Jurnal Litri 13(3): 1-9

Sudjana. 1996. Teknik Analisis Regresi Dan Korelasi. Tarsito. Bandung. 113 hlm.

Sumarno, 1985. Teknik Pemuliaan Kedelai. Puslitbang. Bogor. 86 hlm. Usman, H. dan R. P. S. Akbar. 2000. Pengantar Statistika. Bumi Aksara.

Jakarta. 268 hlm.

Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang, S. Diedit oleh Ipong, P. S. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 371 hlm. Widodo, W. 1991. Pemilihan Wadah Simpan dan Bahan Pencampur pada

Penyimpanan Benih Mahoni. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor. 143 hlm. Yanuar, M. 2009. Pembelajaran Statistik II. Universitas Muhamadiyah

Bengkulu. Bengkulu. 21 hlm.

Yulia, A. 2008. Korelasi genetik antara berkas pembuluh dengan beberapa karakter penting pada kedelai. Jurnal Agronomi 9(1):1-4