16
dikemukakan di sini, kecuali hasil penelitian Jeferson Kameo., SH., LL.M., Ph.D. Namun, satu hal yang sangat penting untuk dikemukakan di sini sehubungan dengan sub pokok
bahasan kepustakaan mengenai
unjust enrichment
itu adalah bahwa semua penulis di atas memiliki satu pendapat, yaitu bahwa institusi
unjust enrichment
itu adalah sudah ada di dalam hukum positif bangsa Romawi, yang juga merupakan buah dari suatu hasil dikte suatu
sistem hukum yang absolut dan berlaku universal sesuai dengan tuntutan keilmuan yang juga dikenal oleh ilmu hukum dan sudah lebih dahulu dikenal di Skotlandia dengan sebutan
Common Law
21
.
2.2. Hakikat
Unjust Enrichment
Seperti telah Penulis kemukakan di atas bahwa perikatan yang timbul karena ada pengayaan yang tidak sah
unjust enrichment
itu, dalam Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum digolongkan atau terkategorisasikan sebagai perikatan yang timbul karena hukum.
Dalam pandangan Penulis, rumusan seperti itu, sejatinya menunjuk dengan tegas ke dalam sistem hukum positif Indonesia yang sesungguhnya, apabila ditransposisikan, juga mengenal
hal yang sama
unjst enrichment
22
. Namun, seperti telah Penulis kemukakan di atas, tidak ada penulis Indonesia, kecuali yang literaturnya telah Penulis rujuk di atas, yang
membicarakan hal yang demikian itu dalam konteks
unjust enrichment
23
. Hal ini di dalam
21
Gambaran perbedaan antara English common law dan Scottish Common Law dapat dibaca di dalam Buku Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum yang banyak dirujuk oleh Bab Studi Kepustakaan mengenai Unjust
Enrichment ini. Dapat dilihat mulai halaman 3.
22
Hal yang paling nyata bahwa sistem hukum positif Indonesia juga mengenal unjust enrichment adalah apa yang di dalam literatur-literatur hukum perdata Indonesia the Indonesian Civil Code dibicarakan di bawah
topik pembayaran yang tidak diwajibkan. Perhatikan Buku yang ditulis oleh Riduan Syahrani, SH., berjudul Seluk-Beluk Asas-Asas Hukum Perdata
., Alumni, Bandung, 2000, hal., 269 – 273. Sebetulnya, dalam perspektif
transposisi, suatu penelitian individual yang tidak dipublikasikan oleh Dr. Jeferson Kameo, dikatakan bahwa masih masuk dalam konteks unjust enrichmentadalah apa yang di dalam literatur mengenai hukum positif
Indonesia sebagai zaakwaaneming atau sudatu perbuatan di mana seseorang dengan sukarela dan tanpa mendapat perintah, mengurus kepentingan urusan orang lain, dengan atau tanpa sepengetahuan orang ini.
Lihat Riduan Syahrani, SH., hal., 266 227.
23
Teknik analisis seperti ini dikenal dalam Kontrak Seabgai Nama Ilmu Hukum sebagai analisis perbandingan comparative analysis, lebih tepatnya transposisi. Seperti dikutip oleh Arinatasya Siahaan dalam Skripsinya
17
literatur tentang Hukum Positif Indonesia termasuk sebagai perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hukum PMH atau apa yang di dalam Bahasa Belanda disebut
onrechmatige daad
. Professor Subekti menulis bahwa: “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Di sini pun ada suatu kejadian, dimana oleh
undang-undang ditetapkan suatu perikatan antara dua orang, yaitu antara orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum dan orang yang
menderita kerugian karena perbuatan tersebut. Perikatan ini lahir dari
“undang
-
undang karena perbuatan orang”, dalam hal ini suatu perbuatan yang melanggar hukum”.
Apabila hakikat sesuatu dapat dilihat dari pengertian yang diberikan kepada sesuatu itu, maka
unjust enrich
didefinisikan sebagai suatu prinsip yang umum bahwa seseorang tidak boleh memperkaya dirinya secara tidak adil yaitu dengan biaya dari pihak lain dan
karena itu harus mengembalikan harta atau manfaat keuntungan yang telah diterimanya, ditahannya atau diambilnya, dan pengambilan ini dirasakan adil dan layak serta tidak
bertentangan atau menghalangi hukum atau berlawanan dengan dengan kepentingan umum baik secara langsung maupun tidak langsung atau memperkaya diri secara tidak pantas.
Dalam menentukan apakah seseorang telah memperkaya diri sendiri secara tidak adil atau adil adalah sangat sukar dan karena itu dalam kasus
Everhart vs Miles
, 47 Md.App 131, 136, 422 A 2d 28 ditentukan tiga unsur atau elemen untuk menentukannya, yaitu: 1 Ada
suatu manfaat atau keuntungan yang diberikan atau diperbuat oleh penggugat kepada
yang berjdul Beban Pembuktian dalam Sengkeansposisi adalah metode dalam studi perbandingan hukum yang termasyur di dunia dikembangkan oleh Profesor Esin Orucu Ph.D Highger dalam buknya yang berjudul The
Enigma of Comparative Law Variations on a Theme for the Twenty-First Century , Martinus Nijhoff Publishers,
Boston, pp., 33 – 102. Gelar Ph.D Higher adalah satu-satunya Gelar di Inggris yang diberikan kepada ilmuan
yang sudah memiliki gelar Ph.D namun ditambahkan lagi satu gelar Ph.D yang lebih tinggi dari sekedar PhD biasa. Metoda ini telah dipergunakan oleh para hakim di Skotlandia sejak lama. Lihat misalnya catatan kaki
Jeferson Kameo, SH., LL.M., Ph.D, pada Buku berjudul Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, hal., 42.Sebagaimana dikutip Siahaan SH., lihat hal., 12 skripsi
tersebut.
18
tergugat; 2 Manfaat atau keuntungan ini adalah berharga atau dimengerti oleh tergugat; 3 Tergugat menerima atau menahan manfaat itu adalah merupakan hal yang tidak patut bila
tidak disertai dengan pembayarannya.
Unjust Enrichment
dalam
English common law
ini dalam hukum perjanjian Indonesia dapat mentransposisikan Pasal 1359 KUHPer yang menyatakan, bahwa tiap-tiap pembayaran
memperhatikan adanya suatu hutang; dan apa yang telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan dapat dituntut kembali. Tuntutan ganti rugi yang terdapat dalam kwasi kontrak atau kontrak
yang semu ini adalah
quantum meruit
yang menurut Black’s Law Dictionary adalah
kewajiban yang bersumber dari hukum tanpa adanya dari pihak yang terkait, dengan alasan untuk keadilan dan kepatutan.
2.3. Kategorisasi Kewajiban dan Jenis-Jenis