karena orang tua mereka telah mewariskan pengetahuan itu sebelum mereka melangsungkan perkawinan.
Pengetahuan tentang Perjanjian perkawinan akan dipaparkan dalam pandangan suku Dayak Ngaju di Palangka Raya. Untuk mengetahui tentang
perjanjian, dibutuhkan kerangka konseptual mengenai perjanjian maupun perkawinan, hukum adat dan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut. Konsep
perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 digunakan sebagai perbandingan untuk tujuan analisa dalam keberadaannya
yang berdampingan dengan adat perkawinan suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah digambarkan di atas, maka peneliti akan memfokuskan penelitian pada perjanjian perkawinan
masyarakat Dayak Ngaju. Tesis ini berjudul: MAKNA PERJANJIAN PERKAWINAN MENURUT ADAT DAYAK NGAJU, KALIMANTAN
TENGAH. 2.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan paparan di atas, maka rumusan masalah dalam tesis ini adalah: “Bagaimana makna Perjanjian Perkawinan menurut Adat Dayak Ngaju?”
3. Tujuan
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pemahaman masyarakat Dayak Ngaju tentang makna Perjanjian Kawin.
4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi teoritis bagi civitas akademik Program Pascasarjana
Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana mengenai Makna
Perjanjian Kawin Adat Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah. Data dan informasi yang tersedia akan menjadi pendorong dan penunjang bagi
penelitian-penelitian selanjutnya. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis bagi
masyarakat Dayak Ngaju selaku pelaku budaya. Hal ini penting karena dalam Surat Perjanjian Kawin terdapat makna dan nilai-nilai tertentu
khususnya dalam barang-barang hadat yang dapat diselaraskan dengan nilai- nilai budaya yang dianut masyarakat pada masa kini. Bagi pasangan yang
akan dan telah menikah, kiranya tulisan ini memberi pemahaman tentang pentingnya makna perjanjian kawin sehingga masyarakat Dayak Ngaju dapat
menghargai dan menghayati Perjanjian Kawin itu dalam kehidupan pernikahan mereka. Dan bagi masyarakat luas, kiranya tulisan ini semakin
menambah wawasan pengetahuan tentang kekhasan dan kekayaan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Dayak Ngaju.
5. Kajian Pustaka
Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan peneliti, ada beberapa karya yang juga membahas tentang perkawinan adat Dayak, baik dalam
bentuk buku-buku referensi, skripsi, tesis maupun bentuk jurnal, namun dengan judul, tujuan, teori dan pendekatan yang berbeda.
Pranata, salah seorang dosen pada Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangkaraya, menulis tentang Sarana dan Pelaksanaan
Upacara Ritual Perkawinan Agama Hindu Kaharingan di Kabupaten Barito Selatan. Jurnal tersebut hanya mendeskripsikan tentang pelaksanaan upacara
ritual perkawinan menurut agama Hindu Kaharingan, sarana dan prasarana yang digunakan dalam upacara perkawinan tersebut serta proses-proses
pelaksanaan upacara ritual,
10
tanpa ada analisis data maupun konstruksi teori. Jurnal ini akan menjadi referensi dalam penulisan tesis ini karena memuat
tentang sarana dan prasarana yang digunakan dalam upacara perkawinan. Jurnal yang b
erjudul ”Perceraian dan Kawin Ulang Masyarakat Suku Dayak Kendawangan”, ditulis oleh J.D. Engel, Dosen Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Jurnal ini mendeskripsikan tentang pertunangan dan perkawinan suku Dayak Kendawangan, faktor-
faktor yang mempengaruhi perceraian, rujuk dan kawin ulang pasca perceraian serta menganalisa perceraian dan kawin ulang masyarakat suku
Dayak Kendawangan.
11
Studi mengenai Palaku sebagai salah satu persyaratan dalam Perjanjian Perkawinan Adat, dilakukan oleh Eddy, dalam disertasinya Palaku
Masyarakat Dayak dalam Perubahan Sosial di Kabupaten Gunung Mas.
12
Putra daerah yang meraih gelar Doktor Ilmu Sosial dari Universitas Merdeka Malang ini menyatakan, telah terjadi pergeseran dalam hal Palaku
mahar perkawinan dalam masyarakat Dayak Ngaju. Berbagai simbol Palaku di masa silam seperti gong kini berubah menjadi emas, perhiasan dan
barang berharga lainnya. Selain itu, masyarakat Dayak Ngaju juga kini menjadi jauh lebih
terbuka di tengah perubahan sosial. Proses permintaan dan pemberian Palaku kini menjadi sangat fleksibel, disesuaikan dengan kemampuan pihak yang
10
Pranata, “Sarana dan Pelaksanaan Upacara Ritual Perkawinan Agama Hindu Kaharingan di Kabupaten Barito Selatan”, Jurnal Agama Hindu Tampung Penyang Vol. III No. 2 Agustus, 2006,
16-32
11
J.D. Engel, “Perceraian dan Kawin Ulang Masyarakat Suku Dayak Kendawangan,” Jurnal Theologia, Vol. IV. No. 1 Agustus, 2009, 43-61.
12
Eddy, “Palaku Masyarakat Dayak dalam Perubahan Sosial di Kabupaten Gunung Mas,
” Disertasi S3 di Universitas Merdeka, Malang, 2007.
akan melaksanakan perkawinan. Musyawarah mufakat menjadi faktor utama dalam permintaan dan pemberian Palaku. Palaku tidak sekadar menjadi salah
satu syarat pernikahan, tetapi juga menjadi modal dasar bagi dua pasangan anak manusia membangun keluarga yang bahagian dan sejahtera.
Karya lain yang membahas tentang perkawinan juga terdapat dalam Maneser Panatau Tatu Hiang, Menyelami Kekayaan Leluhur, yang ditulis
oleh Tjilik Riwut.
13
Buku ini memaparkan tentang tata cara suku Dayak di Kalimantan Tengah dalam melaksanakan perkawinan, mulai dari tahap
peminangan sampai upacara perkawinan. Diungkapkan bahwa, perkawinan terjadi melalui tiga proses yaitu: meminang Hakumbang auh, pertunangan
hisek dan perkawinan hak dan kewajiban serta tanggung jawab perkawinan termuat dalam Pelek Rujin Perkawinan artinya Pedoman dasar
Perkawinan. Sekalipun tata cara yang dipakai dalam karya ini adalah tata cara yang
lama, namun, karya ini sangat berharga bagi peneliti karena memuat tentang Pelek Rujin Perkawinan yang merupakan bagian dari penelitian ini.
Karya selanjutnya adalah Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan, juga ditulis oleh Tjilik Riwut.
14
Tulisan ini membahas tentang upacara perkawinan yang bisa dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam.
Kedua mempelai duduk diatas gong dan kemudian disakidipalas diusap dengan darah babi atau darah ayam, disaksikan oleh Ketua Adat. Kedua
mempelai memegang dereh bunu dengan ibu jari diarahkan ke atas mohon
13
Tjilik Riwut, Maneser Panatau Tatu Hiang, Menyelami Kekayaan Leluhur, disunting oleh Nila Riwut, Palangka Raya: PUSAKALIMA, 2003
14
Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun alam dan Kebudayaan, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1993.
agar Raying Hatalla Langit sudi mendengar sumpah yang sedang diucapkan. Dipaparkan juga larangan-larangan perkawinan usia muda dan perkawinan
hasansulang saudara laki-laki kawin dengan saudara ipar, hubungan keluarga dan sanak saudara.
Hasil penelitian yang dikaji di atas, sangat berharga bagi penulisan tesis ini, sebagai kerangka acuan dan merupakan bahan evaluasi bagi peneliti
sehubungan dengan perjanjian perkawinan masyarakat Dayak Ngaju yang akan peneliti lakukan.
6. Signifikansi Penelitian