ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA DALAM PROSESI TEMU MANTEN ADAT JAWA(Studi Pada DPC Himpunan Ahli Rias Pengantin Melati Kota Bandar Lampung)

(1)

ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA YANG TERDAPAT DALAM PROSESI TEMU MANTEN ADAT JAWA

(Studi Pada DPC Himpunan Ahli Rias Pengantin Melati Kota Bandar Lampung)

Oleh

Dwi Budi Raharjo

Pelaksanaan prosesi pernikahan, tradisi tersendiri bagi masyarakat adat Jawa karena akan membawa prestasi dan prestise (sembeda lan kuncara) untuk keluarga, terutama pengantin. Penghargaan yang berhubungan dengan fungsi keluarga, sementara prestise yang terkait dengan prestise keluarga. Prosesi Temu Manten berisi fakta-fakta religius dan sangat berarti bagi kebahagiaan atau kerukunan bagi para pengantin. Hal ini disebabkan kepercayaan adat Jawa dan cara hidup yang telah diwariskan dari generasi menurun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis nilai-nilai budaya yang terkandung dalam temu manten prosesi adat Jawa. Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Informan dalam penelitian ini berjumlah sepuluh orang yang terlibat dalam prosesi pernikahan adat Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosesi temu manten di pernikahan tradisional Jawa mengandung berbagai nilai-nilai filosofis dan agama dalam upaya untuk melestarikan budaya Jawa itu sendiri. Dalam hal ini, ada sepuluh nilai dari serangkaian upacara simbolis, adalah: (1) Sanggandan Tukar Kembar ayang, (2) Balanghan Ghantal, (3) Wiji Dadi, (4) Sinduran, (5) Pangon Timbang / Mangku, (6) Tanem, (7) Kacar Kucur, (8) Dahar Walimah / Dulungan, (9)Menjemput Besan, dan (10)Sungkeman.


(2)

By

Dwi Budi Raharjo

Implementation of the wedding procession, a tradition of its own for the indigenous peoples of Java because it will bring the achievements and prestige (sembeda lan kuncara) for the family, especially the bride and groom. Achievement associated with family functioning, while the prestige associated with the prestige of the family. The procession Temu Manten contains facts of religious and very meaningful to happiness or harmony penagntin in the foster home. This is due to the belief of the Javanese customs and way of life that has been passed down from generation to decline. The purpose of this study was to determine and analyze the cultural values contained in the traditional procession temu manten ini indigenous of Java. This type of research is qualitative. Informants in this study amounted to ten people involved in the procession retrieval in Javanese wedding temu manten. The results of the study showed that the procession discussion temu manten in traditional Javanese wedding contain a variety of philosophical and religious values in an effort to preserve the Javanese culture itself. In this case, there are ten values of a series of symbolic ceremony, are: (1) Sanggan and Tukar Kembar Mayang, (2) Balanghan Ghantal, (3) Wiji Dadi, (4) Sinduran, (5) Pangon Timbang / Mangku, (6) Tanem, (7) Kacar Kucur, (8) Dahar Walimah/Dulungan, (9) Menjemput Besan, and (10) Sungkeman.


(3)

ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA DALAM PROSESI TEMU MANTEN ADAT JAWA

(Studi pada DPC Himpunan Ahli Rias Pengantin Melati Kota Bandar Lampung)

Oleh Dwi Budi Raharjo

Skripsi

Sebagai Salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 10 Juni 1988, sebagai anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Wagiyo dan Jumirah

Pendidikan yang pernah ditempuh oelh penulis :

1. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 2 Panjang Bandar Lampung

2. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Taman Siswa Pendidikan 3. Sekolah Menengah Atas (SMA) di Taman Siswa disselesaikan

Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi. Dalam perjalanan menempuh pendidikan ini penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan di Museum Lampung kota Bandar Lampung.


(8)

“Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang” Alhamdullilah hanya kepadaMu lah ya Allah kupanjatkan puji syukur. Terima

kasih kepada ya Allah hanya karena ridho engkau skripsi ini dapat berjalan lancar.

Kupersembahkan karya kecil ini untuk kedua orang tuaku sayang. Terima kasih kepada orang tuaku yang selalu mendoakan, selalu memberi perhatian, dan kasih

sayang.


(9)

MOTO

Tuhan tidak pernah salah dalam memberikan rezeki

-- Untuk mendapatkan kesuksesan, keberanianmu harus lebih besar daripada ketakutanmu

Jangan takut melangkah karena jarak 1000mil dimulai dari satu langkah -- Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin kita


(10)

-Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosiologi pada Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan FISIP Universitas Lampung; 2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi FISIP Universitas

Lampung dan juga selaku dosen penguji atas masukan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini;

3. Bapak Teuku Fahmi, S.Sos., M.Krim selaku dosen pembimbing atas kesediaan dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini; 4. Seluruh staf pengajar dan akademik di Jurusan Sosiologi FISIP Universitas

Lampung;

5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada Penulis.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat kepada kalian semua. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, namun harapan Penulis semoga tesis yang sederhana ini dapat berguna bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, April 2015 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Kebudayaan Adat Jawa ... 7

B. Masyarakat Adat Jawa ... 11

C. Upacara Pernikahan Pengantin Jawa ... 13

D. Acara Temu Pengantin atau Temu Manten ... 15

E. Teori Proses Belajar Kebudayaan ... 21

F. Kerangka Pikir ... 23

III METODE PENELITIAN ... 25

A. Tipe Penelitian ... 25

B. Fokus Penelitian ... 26

C. Informan Penelitian ... 26

D. Jenis Data ... 26

E. Teknik Pengumpulan Data ... 27


(12)

B. Visi dan Misi Harpi Melati Kota Bandar Lampung ... 30

C. Tujuan Harpi Melati Kota Bandar Lampung ... 31

D. Struktur Organisasi Harpi Melati Kota Bandar Lampung ... 31

E. Uraian Tugas Harpi Melati Kota Bandar Lampung ... 32

F. Gambaran Prosesi Pernikahan Adat Jawa pada DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung... 34

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Karakteristik Informan ... 45

1. Karakteristik Informan dari Pasangan Suami Istri... 45

2. Karakteristik Informan Pengurus DPC Harpi Kota Bandar Lampung ... 49

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 50

1. Informan Pertama ... 50

2. Informan Kedua ... 69

3. Informan Ketiga ... 79

4. Informan Keempat ... 89

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan diwariskan manusia dari generasi ke generasi. Setiap bangsa memiliki kebudayaan, meskipun bentuk dan coraknya berbeda-beda. Manusia tak mungkin hidup terpisah dari kebudayaan, karena ia merupakan tuntutan hakiki bagi realisasi diri manusia. Kebudayaan adalah kesatuan yang tersusun dari banyak bagian yang berbeda, membentuknya menjadi terintegrasi dan saling berhubungan. Bagian tersebut antara lain material, pengetahuan dan kepercayaan (komponen kognitif), norma dan nilai (komponen normatif), serta tanda dan bahasa (komponen simbolik) (Maran, 2000 : 15 - 29).

Kebudayaan dengan segala bagiannya tersebut telah memisahkan cara hidup manusia di dalam masyarakat melalui keanekaragaman budaya yang dianut oleh masing-masing individu. Di Indonesia sendiri, keanekaragaman budaya timbul dari bangsa Indonesia itu sendiri yang terdiri dari berbagai macam suku dan telah berabad-abad yang lalu mengenal budaya hidup (Maran, 2000 : 382–387).

Keanekaragaman budaya ini menjadi konsep diri atas identitas etnik masyarakat. Di antaranya dapat kita lihat, pada komunitas, dalam melakukan komunikasi ritual seperti upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup yang


(14)

disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, lamaran, siraman, pernikahan hingga kematian. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Kesemuanya itu menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa, negara, ideologi atau agama mereka (Mulyana, 2001 : 25). Salah satunya dapat kita lihat pada Budaya Jawa.

Budaya Jawa adalah salah satu kebudayaan kuno yang identik akan tradisi, perilaku, dan peralatan kuno. Budaya Jawa merupakan pancaran atau pengejawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, cita-cita, ide, maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan, dan kebahagiaan hidup lahir batin. Budaya Jawa sudah berjalan selama puluhan generasi yang mengartikan bahwa kebudayaan ini sudah sangat kaya dalam unsur-unsur kebudayan universal pada masyarakat Jawa, seperti sistem organisasi sosial, pengetahuan, kesenian, religi, dan bahasa (Endraswara, 2005: 1).

Masyarakat Jawa atau biasa kita sebut dengan orang Jawa memiliki sebuah paradigma batin yang luhur. Hal ini dikarenakan kebudayaan Jawa bersifat sinkretis yang menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu-Jawa, dan Islam yang memiliki dasar hakiki bahwa; (1) Orang Jawa percaya dan berlindung kepada Sang Pencipta penyebab dari segala kehidupan, (2) Orang Jawa yakin bahwa manusia bagian dari kodrat alam, (3) Orang Jawa menjunjung tinggi amanat yang berupa sa-santi atau semboyan memayu bayuning bawana atau memelihara kesejahteraan dunia (Endraswara, 2005: 2).


(15)

3

Selain itu, kepercayaan orang Jawa juga tidak terlepas pada unsur animisme dari zaman prasejarah sampai sekarang termasuk kepercayaan tentang makhluk halus, roh leluhur, serta mistik dan falsafah melalui simbol-simbol budaya dalam pengungkapannya (Endraswara, 2005: 2-4). Salah satu diantaranya dapat kita lihat dalam tata cara upacara (prosesi) pernikahan pengantin Jawa pada adat Jawa.

Dalam pernikahan pengantin Jawa terdapat nilai budaya yang prosesinya atau rangkaian acaranya masih dijunjung tinggi dan merupakan warisan leluhur yang sudah berlangsung secara turun-temurun (Purwadi, 2004: 7). Termasuk di dalamnya penggunaan media budaya yakni benda dan tindakan simbolis dalam tradisi yang memiliki makna, seperti balangan ghantal (lempar sirih) yang menggunakan daun sirih dengan tindakan simbolis saling melempar daun sirih oleh pengantin, dan sebagainya (Herusatoto, 2005 : 93).

Pelaksanaan prosesi pernikahan, menjadi tradisi tersendiri bagi masyarakat adat Jawa karena akan mendatangkan prestasi dan prestise (sembada lan kuncara) bagi keluarga terutama kedua mempelai. Prestasi berkaitan dengan fungsi keluarga sedangkan prestise berkaitan dengan gengsi keluarga. Tak mengherankan apabila segala daya, dana, upaya, dan pikiran lantas dikerahkan dan dicurahkan demi pelaksanaan upacara pengantin ini (Purwadi, 2004: 7- 8).

Pernikahan merupakan hal mulia yang dilakukan oleh insan manusia untuk dapat hidup bersama dengan membina rumah tangga. Menurut Shalih (2006: 5), pernikahan adalah pondasi masyarakat, lewat pernikahan akan terbentuk keluarga yang dapat melindungi dan mencurahkan kasih sayang kepada anak-anak,


(16)

menghasilkan anggota masyarakat yang baik, dan mengalirkan darah baru ke urat-urat masyarakat sehingga menjadi lebih segar, kuat, maju, dan berkembang.

Dalam menuju kehidupan rumah tangga yang rukun, bagi masyarakat adat Jawa, sangatlah penting untuk melalui prosesi acara pernikahan adat Jawa terlebih dahulu dengan segala aturan adat-istiadat yang dikomunikasikan dengan simbol-simbol demi kebahagiaan kedua mempelai kelak. Simbol-simbol-simbol pengungkapan atas nilai yang diyakini (Endraswara, 2005: 99). Hal ini tentu saja tidak terlepas pada kebudayaan Jawa yang bersifat sinkretis dan unsur animisme, seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya.

Adapun prosesi acara pernikahan adat Jawa tersebut antara lain: Pertama, Slametan Among Tuwuh adalah ritual Jawa yang bertujuan memperoleh keselamatan. Kedua, Pasang Tarub Agung yakni secara simbolis bermakna agar masyarakat umum mengetahui bahwa keluarga yang bersangkutan sedang mempunyai hajat melangsungkan pernikahan. Ketiga,Malam Midodareni dengan cara tirakatan dan lek-lekan untuk menolak bala (marabahaya) dan pelaksanaan upacara pernikahan dapat berjalan lancar dan bersamaan dengan acara ini juga dilakukan siraman pada pengantin di masing-masing kediaman orangtua. Keempat, Janji Suci Ijab Kabul, yang menandai adanya pemindahan kekuasaan seorang wanita dari tangan wali ke pihak pengantin pria. Kelima, Prosesi Temu Pengantin yang merupakan ajang publikasi bagi kedua mempelai bahwa mereka adalah pasangan suami isteri yang sah (Purwadi, 2004: 13-29).


(17)

5

Temu Pengantin atau Temu Mantenmerupakan puncak upacara atau upacara inti dari keseluruhan proses pernikahan pengantin adat Jawa. Jika pada prosesi pertama sampai ketiga kegiatan dilakukan pada masing-masing kediaman pengantin maka pada prosesi Temu Manten ini kedua mempelai saling bertemu dan melangsungkan kegiatan yang dikomunikasikan melalui simbol-simbol baik benda maupun tindakan. Adapun prosesi atau ritual secara simbolik tersebut antara lain acara sanggan atau tukar kembang mayang, balangan ghantal, wiji dadi, sinduran, mangku, tanem, kacar kucur, dahar walimah, menjemput besan sertasungkeman.

Prosesi Temu Manten merupakan kewajiban bagi kedua pengantin untuk melaksanakannya meskipun masing-masing pengantin sudah melaksanakan Slametan among tuwuh, pasang tarub agung, serta malam midodareni. Secara garis besar, prosesiTemu Mantenini mengandung fatwa-fatwa religius dan sangat berarti bagi kebahagiaan atau kerukunan pengantin dalam membina rumah tangga. Hal ini dikarenakan kepercayaan orang Jawa terhadap adat-istiadat serta pandangan hidup yang telah diwariskan secara turun temurun.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud melakukan penelitian mengenai nilai-nilai budaya dalam prosesi temu manten adat Jawa pada pasangan suami istri, yang dilakukan pada Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Ahli Rias Pengantin Melati Kota Bandar Lampung. Organisasi ini secara intensif melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan upaya pelestarian kebudayaan dan adat Jawa khususnya dalam jasa merias pengantin dan memediasi


(18)

prosesi temu manten dalam pernikahan adat Jawa, sehingga sesuai dan sangat mendukung pelaksanaan penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Apakah nilai-nilai budaya yang terdapat dalam prosesi temu manten adat Jawa?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis nilai-nilai budaya yang terdapat dalam prosesi temu manten adat Jawa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan Ilmu Sosoiologi, khususnya bidang kajian nilai-nilai budaya yang terdapat pada acaraTemu MantenAdat Jawa.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang bermaksud melakukan penelitian sosiologi kebudyaaan pada masa-masa yang akan datang.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebudayaan Adat Jawa 1. Pengertian Kebudayaan

Sebelum beranjak pada pengertian budaya Jawa terlebih dahulu dirumuskan

pengertian kebudayaan itu sendiri. Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa

Sansekerta yakni buddhayah yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berartibudi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan

dengan budi atau akal”.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Soekanto (1990: 89), merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan manusia untuk bertahan dan menguasai alam sekitarnya. Rasa meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai sosial untuk mengatur masalah kemasyarakatan dalam arti luas termasuk agama, ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur hasil ekspresi jiwa manusia sebagai masyarakat. Cipta merupakan kemampuan mental yakni cara berfikir manusia yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Kebudayaan merupakan bagian dari masyarakat yang diperoleh melalui belajar dari masyarakat mencakup kepercayaan, adat-istiadat serta norma. Atau dengan kata lain, kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh


(20)

manusia sebagai anggota masyarakat untuk kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat.

Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang bersifat sebagai kesatuan. Banyak pendapat para sarjana tentang unsur-unsur kebudayaan. Namun C. Kluckhohn, dalam sebuah karangan berjudul Universal Categories of Culture (1953), menganalisa dan menyimpulkan adanya tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagaicultural universals(Koentjaraningrat, 1990: 203-204): 1. Bahasa

2. Sistem pengetahuan

3. Organisasi sosial atau sistem kemasyarakatan 4. Sistem peralatan hidup dan teknologi

5. Sistem mata pencaharian hidup 6. Sistem religi

7. Kesenian

Berdasarkan unsur-unsur kebudayaan universal di atas, maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam prosesi Temu Manten terdapat tiga unsur kebudayaan universal yaitu:

1. Bahasa, karena dalam prosesi Temu Manten digunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar yang digunakan dalam beberapa bagian dari prosesi ini, misalnya pada prosesimangku, menjemput besan dansungkeman.

2. Sistem pengetahuan, karena dalam prosesi Temu Manten melibatkan adanya sistem pengetahuan pada kebudayaan Jawa, pengetahuan pada nilai dan norma


(21)

9

serta pengetahuan pada pesan-pesan yang terkandung dalam prosesi Temu Mantenitu sendiri.

3. Kesenian, karena dalam prosesi Temu Manten terdapat unsur kesenian Jawa, seperti penggunaan musik pengiring, seni kerajinan tangan pada pakaian yang digunakan pengantin maupun kedua orang tua mereka, sebagai hasil dari karya seni Adat Jawa.

2. Kebudayaan Adat Jawa

Berbicara masalah kebudayaan Jawa, seperti diketahui, bahwa kebudayaan Jawa telah tua umurnya sepanjang orang Jawa ada sejak itu pula orang Jawa memiliki citra progresif dengan mengekspresikan karyanya lewat budaya. Budaya Jawa adalah pancaran atau pengejawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, cita-cita, ide dan semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir batin (Endraswara, 2005: 1).

Budaya Jawa lahir dan berkembang, pada awalnya, di pulau Jawa yaitu suatu pulau yang panjangnya lebih dari 1.200 km dan lebarnya 500 km bila diukur dari ujung-ujungnya yang terjauh. Letaknya di tepi sebelah selatan kepulauan Indonesia, kurang lebih tujuh derajat di sebelah selatan garis khatulistiwa (Endraswara, 2005: 6).

Budaya Jawa bersifat sinkretis yang menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu-Jawa, dan Islam serta animisme. Menurut Achmadi seperti dikutip Endraswara (2005: 12-13), bahwa dalam segala perkembangannya itu, kebudayaan Jawa masih tetap pada dasar hakikinya, yang menurut berbagai kitab Jawa Klasik dan peninggalan lainnya dapat dirumuskan dengan singkat sebagai berikut:


(22)

a) Orang Jawa percaya dan berlindung kepada Sang Pencipta, Zat Yang Mahatinggi, penyebab dari segala kehidupan, adanya dunia dan seluruh alam semesta dan hanya ada Satu Tuhan, Yang awal dan Yang akhir;

b) Orang Jawa yakin bahwa manusia adalah bagian dari kodrat alam. Manusia dan kodrat alam senantiasa saling mempengaruhi namun sekaligus manusia harus sanggup melawan kodrat untuk mewujudkan kehendaknya, cita-cita, atupun fantasinya untuk hidup selamat sejahtera dan bahagia lahir batin. Hasil perjuangannya (melawan kodrat) berarti kemajuan dan pengetahuan bagi lingkungan atau masyarakatnya. Maka terjalin kebersamaan dan hidup rukun dengan rasa saling menghormati, tenggang rasa, budi luhur, rukun damai; c) Rukun damai berarti tertib pada lahirnya dan damai pada batinnya, sekaligus

membangkitkan sifat luhur dan perikemanusiaan. Orang Jawa menjunjung tinggi amanat semboyan memayu hayuning bawana yang artinya memelihara kesejahteraan dunia.

Dasar hakiki kebudayaan Jawa mengandung banyak unsur, termasuk adab pada umumnya, adat-istiadat, sopan santun, kaidah pergaulan (etik), kesusastraan, kesenian, keindahan (estetika), mistik, ketuhanan, falsafah dan apapun yang termasuk unsur kebudayaan pada umumnya (Endraswara, 2005 : 3).

Berdasarkan keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa budaya Jawa atau biasa disebut dengan adat Jawa melekat akan tradisi nenek moyang yang di dalamnya tercampur unsur pra-Hindu, Hindu-Jawa, dan Islam serta animisme pada kebiasaan atau aturan-aturan budaya yang dibentuk demi kesejahteraan hidup manusia terutama masyarakat Jawa atau Orang Jawa.


(23)

11

B. Masyarakat Adat Jawa

Menurut Bratawidjaja (2000), masyarakat Jawa atau orang Jawa terkenal sebagai suku bangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka juga terkenal sebagai suku bangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga harmoni atau keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat. Orang suku Jawa juga mempunyai kecenderungan untuk membeda-bedakan masyarakat berdasarkan asal-usul dan kasta/golongan sosial. Sifat seperti ini merupakan ajaran budaya Hindu dan Jawa Kuno yang sudah diyakini secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa, setelah masuknya Islam pada akhirnya ada perubahan dalam pandangan tersebut (www.tembi.org/perpus/2005_02_perpus01.htm).

Masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma kehidupan untuk mencari keseimbangan dalam tatanan kehidupan yang pada akhirnya menjadi adat istiadat yang diwujudkan dalam bentuk tata upacara dan masyarakat diharapkan untuk mentaatinya. Dalam masyarakat Jawa upacara adat adalah pencerminan bahwa semua perencanaan, tindakan dan perbuatan telah diatur oleh tata nilai luhur. Tata nilai yang dipancarkan melalui tata upacara adat merupakan tata kehidupan masyarakat Jawa yang serba hati-hati agar dalam melaksanakan pekerjaan mendapatkan keselamatan lahir batin. Masyarakat Jawa mempunyai berbagai tata upacara adat sejak sebelum lahir (janin) sampai meninggal. Setiap tata upacara adat mempunyai makna tersendiri dan sampai saat ini masih cukup banyak yang dilestarikan. Bahkan dalam melaksanakan upacara


(24)

pernikahan yang dalam pelaksanaannya tentu saja mengandung pendidikan budi pekerti dan sebagainya (www.tembi.org/perpus/2005_02_perpus01.htm).

Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang penuh perhitungan. Mereka mengenal

“sifat-sifat” bulan Jawa dengan baik. Dengan demikian jika akan melaksanakan

aktifitas (misal menabur benih, pindah rumah, menikah bahkan menebang pohon) akan diperhitungkan dengan teliti dan cermat dengan memilih jam, tanggal dan bulan yang dianggap paling tepat. Keliru dalam pemilihan hal tersebut dianggap dapat membawa ketidakberuntungan misalnya rejekinya kurang bagus, rumah tangganya cekcok dan lain-lain. Masyarakat Jawa, tidak hanya terdapat di Pulau Jawa namun tersebar dan mendiami beberapa pulau di Indonesia ini termasuk Propinsi Lampung karena program Pemerintah Indonesia mengenai Transmigrasi. Propinsi Lampung terutama Kota Metro merupakan salah satu contoh kota transmigran yang sukses hingga kini. Pada 1935, selain mendatangkan penduduk dari Jawa, Belanda juga memindahkan sejumlah masyarakat dari desa kolonisasi pertama, yaitu di Desa Bagelen, Gedong Tataan, Lampung Selatan ke Metro. Metro menjadi contoh tepat konsep pengembangan wilayah, dari pola transmigrasi ke pola perkotaan dan menjadi contoh bagi akulturasi budaya, antara budaya Lampung dan Jawa yang sampai sekarang terus berkembang di masyarakat (www.kompas.com/kompas-cetak/0703/30/teropong/3415282.htm).

Dengan demikian maka jelaslah bahwa akulturasi budaya antara budaya Jawa dan Lampung yang terjadi saat ini menghasilkan pencampuran pemahaman dan nilai-nilai kepercayaan terhadap adat-istiadat masing-masing budaya. Bahkan cenderung kepada modernitas atau penggeseran budaya sehingga terkadang


(25)

13

banyak sekali masyarakat yang tidak atau kurang paham terhadap sejarah budayanya sendiri serta aturan-aturan yang terdapat didalamnya. Begitupun dengan masyarakat Jawa yang ada di Lampung. Tidak semua dari mereka, masyarakat Jawa, memahami nilai-nilai dari adat-istiadat yang telah ada sejak nenek moyang mereka. Termasuk pemahaman mereka tentang upacara pernikahan adat Jawa yang kental akan nilai-nilai religius seni budaya.

C. Upacara Pernikahan Pengantin Jawa

Upacara pernikahan pengantin Jawa adalah warisan leluhur yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan pantas kita uri-uri murih lestari. Upacara pernikahan agung dan adi luhung itu terdiri dari bermacam-macam rangkaianuba rampe yang njlimet. Orang Jawa sering menyebut pelaksanaan pernikahan itu dengan namaduwe gaweatauewuh.

Bagi kebanyakan orang Jawa duwe gawe berarti mempunyai pekerjaan besar. Begitu besarnya pekerjaan itu, maka umumnya upacara pernikahan sering disebut ewuh, sulit, repot, rumit dan berat, sehingga perlu sikap hati-hati dan teliti supaya tidak mendatangkan cobaan, terutama berkaitan dengan nama baik keluarga. Keberhasilan dalam pelaksanaan upacara pernikahan pengantin Jawa akan mendatangkan prestasi dan prestise keluarga. Prestasi berkaitan dengan fungsi keluarga sedangkan prestise berkaitan dengan gengsi keluarga. Tampaklah demikian pentingnya prosesi pernikahan pengantin Jawa (Purwadi, 2004: 7 - 8). Dalam acara pernikahan adat Jawa ini, beberapa prosesi acara pernikahan seperti yang dinyatakan oleh Purwadi (2004 : 13-29), prosesi tersebut antara lain:


(26)

1. Slametan Among Tuwuh

Diselenggarakan keluarga mempelai wanita. Sesuai namanya, slametanadalah ritual Jawa yang bertujuan memperoleh keselamatan. Sedangkan among tuwuh adalah sarana untuk mengemban sejarah keluarga. Ritual ini diadakan untuk mendapatkan karunia atau berkah Tuhan atas keselamatan dan lahirnya keturunan yang dapat menurunkan perkembangan sebuah dinasti keluarga.

2. Pasang Tarub Agung

Merupakan salah satu syarat yang biasa dipenuhi oleh orang Jawa. Lewat tarub agung yang terpasang di depan rumah, masyarakat umum akan cepat mengetahui bahwa keluarga yang bersangkutan sedang mempunyai hajat melangsungkan upacara pernikahan. Selain itu gerbang harus dipasangi bleketepe yaitu rangkaian yang dibuat dari janur kelapa untuk menghilangkan kemungkinan yang tidak diharapkan. Sebelum memasang Tarub dan bleketepe, spesial sajen harus dibuat yang berisi pisang, kelapa, padi dan beberapa buah-buahan, kueh-kueh, beberapa minuman, bunga, daging sapi, tempe, gula jawa dan lainnya. Sajen ini sebagai simbol untuk mendapatkan berkah dari Tuhan YME dan agar terhindar dari marabahaya. Sajen sebaiknya diletakan di beberapa tempat dimana proses adat berlangsung seperti kamar mandi, dapur, pintu, di bawah tarub dan di jalan dekat rumah.

3. Tirakatan Malam Midodareni

Malam midodareni sering dilakukan dengan cara tirakatan dan lek-lekan. Tujuan acara ini adalah keluarga yang sedang mempunyai gawe besar akan jauh dari marabahaya sehingga upacara pernikahan dapat berjalan lancar.


(27)

15

Bersamaan dengan malam tirakatan midodareni dilakukan pula upacara siraman, untuk calon pengantin wanita di lakukan dirumah orangtuanya demikian pula calon pengantin pria. Siraman ini menggunakan air tirta perwati sari dimana ada tujuh orang (dalam bahasa jawa adalah pitu, mereka diharapkan bisa memberikan pitulungan atau pertolongan) antara lain orang tua, para nenek dari pengantin serta beberapa ibu lanjut usia yang memiliki reputasi di keluarga yang akan memandikan pengantin. Siraman ini dimaksudkan untuk membersihkan sepasang calon pengantin lahir dan batin. Setelah siraman kemudian upacarangerik rikma yakni menggunting sebagian rambut calon pengantin wanita, lalu pemaes merias calon pengantin wanita.

4. Janji Suci Ijab Kabul

Dilakukan di rumah calon pengantin wanita untuk berijab kabul sesuai dengan agama yang dianut. Berlangsungnya upacara ini menandai pemindahan kekuasaan seorang wanita dari tangan wali ke pihak pengantin pria.

5. Prosesi Temu Pengantin

Merupakan ajang publikasi bagi kedua mempelai bahwa mereka adalah pasangan suami isteri yang sah. Dalam acara ini terdapat beberapa tahapan atau prosesi lagi yang harus dilakukan oleh kedua mempelai atau pengantin.

D. Acara Temu Pengantin atauTemu Manten

Paripurna upacara ijab Kabul, kemudian dilanjutkan dengan prosesi temu pengantin. Dalam prosesi ini, kedua mempelai pengantin sudah resmi menjadi pasangan suami isteri. Secara legal keduanya sudah seharusnya dipertemukan.


(28)

Prosesi temu pengantin ini juga sering disebut dengan upacara panggih. Untuk upaca panggih ini biasanya masing-masing mempelai disertai dengan pengiring.

Prosesi temu pengantin ini sekaligus menjadi ajang publikasi bagai kedua mempelai bahwa mereka adalah pasangan suami istri yang sah. Ini juga dimaksudkan untuk memohon doa restu pada hadirin. Meski itu dilakukan secara simbolis. Secara esensial sebenarnya setelah ijab kabul sudah resmi, namun lebih baik disiarkan secara meluas pada masyarakat (Purwadi, 2004: 24).

Pada acara ini, pengantin pria ditemani oleh keluarga terdekat (tetapi bukan orang tuanya yang tidak diijinkan datang pada saat itu) tiba di pintu gerbang rumah orang tua pengantin wanita dan berhenti di situ. Bersamaan dengan itu, mereka diiringi oleh alunan musik yang berirama cepat disebut dengan Kebo Giro, melambangkan bahwa pengantin pria tengah bersiap menyambut pengantin wanita dengan penuh kesuka citaan yang mendalam. Pengantin putri ditemani oleh dua wanita yang cukup umur berjalan keluar dari kamar pengantin dan orang tua serta keluarga terdekat berjalan dekat pengantin putri tersebut. Kemudian barulah terjadi prosesi selanjutnya yang terdiri dari serangkaian upacara simbolik.

Adapun serangkaian upacara simbolik tersebut adalah sebagai berikut: 1. SanggandanTukar Kembar Mayang

Sanggan berupa sirih ayu dan pisang ayu yang ditaruh dalam nampan dan ditutup daun pisang (simbol kesejahteraan dan kebahagiaan). Sanggan diserahkan dari keluarga pengantin putra kepada ibu dari pengantin wanita sebagai tanda agar semuanya selamat dan berterima kasih atas sambutannya yang hangat.


(29)

17

Sementara itu bapak pengantin wanita diserahkan cikal (tunas kelapa) oleh keluarga pengantin pria sebagai lambang tumbuh agar kehidupan mendatang tidak kekurangan apapun dan menjadi orang berguna. Setelah itu diadakan penukaran kembar mayang sebagai mahar dari pengantin putra. Kembar mayang selanjutnya dibawa keluar rumah dan diletakkan di persimpangan dekat rumah dengan tujuan untuk mengusir roh jahat.

2. Balangan Ganthal

Yakni simbol penyambutan dengan saling melempar masing-masing ganthal (gulungan daun sirih yang berisi pinang) oleh kedua mempelai. Daun sirih yang dipakai adalah daun sirih yang bertemu urat (temu ros). Melambangkan perjodohan antara kedua pengantin, menyatukan tekad lahir batin seiring berjalan menghadapi suka duka kehidupan rumah tangga. Juga melambangkan persatuan rasa suami isteri agar dapat saling memahami. Dalam prosesi ini, pengantin pria melemparkanganthalke bagian dada pengantin wanita sebagai simbol perlindungan dan kasih sayang. Pengantin wanita melempar ke ibu jari kaki pengantin pria sebagai simbol pengabdian atau tunduk pada suami.

3. Wiji Dadi

Ritual ini dilakukan dengan cara pengantin pria menginjak sebuah telur ayam hingga pecah dengan kaki kanannya, kemudian pengantin wanita berjongkok membersihkan kaki tersebut dengan air bunga dan dibersihkan dengan serbet yang telah tersedia. Setelah itu mempelai pria membantu pengantin wanita untuk berdiri lagi dengan cara mangangkat kedua tangannya.


(30)

Ritual ini melambangkan bahwa pengantin pria telah siap menjadi ayah yang bertanggung jawab sedangkan pengantin wanita akan mengurusi suaminya dengan setia dan siap memiliki momongan serta lambang bakti isteri pada suami. Sebagai seorang pria, dengan tekad bulat (telur) sekali sudah melangkah dengan itikad baik maka pantang mundur, maju terus untuk meraih kebahagiaan hidup bersama. Sebagai seorang isteri yang setia berkewajiban mensucikan nama baik suami supaya tetap harum bila suami salah langkah atau salah tindak. Karena kesetiaan isteri sang suami membantu sang isteri mengangkatnya sebagai rasa terima kasih atas kesetiaan yang diberikan. 4. Sinduran

Kedua pengantin bergandengan tangan (kanten) menghadap ke pelaminan. Bapak dari pengantin wanita di depan, kedua pengantin di belakang dan masing-masing pegangan ujung baju belakang kiri kanan bapaknya. Di belakang, ibunya mengkerodongkan sindur di bahu kedua pengantin dan demikian bersama-sama menuju pelaminan dengan dituntun sang bapak seolah membukakan jalan kedua mempelai menuju kehidupan baru, sementara sang ibu mengikuti dari belakang sambil memegang pundak kedua mempelai. Mengartikan bahwa seorang ayah berkewajiban memberi contoh dan menunjukkan jalan kepada kebahagiaan keluarga (berkeluarga) dan sang ibu memberi restu untuk mencapai cita-cita kedua mempelai.

Sindur adalah kain berwarna merah dan putih di pinggirnya. Warna merah melambangkan sel telur perempuan (ibu) sedangkan warna putih melambangkan sel sperma laki-laki (ayah). Sedangkan sindur itu sendiri melambangkan penyatuan suami istri. Secara bahasa istilah sindur adalah


(31)

19

kependekan dari kata isin mundur, yang artinya malu untuk mundur atau pantang menyerah. Walau ada badai dalam kehidupan, kedua pengantin harus pantang menyerah tidak berpisah menghadapinya. Ayah akan menunjukan jalan yang baik menuju rumah tangga yang bahagia sedangkan ibu memberi semangat.

5. Pangkon Timbang/Mangku

Setelah di pelaminan, sang bapak duduk di kursi pelaminan memangku kedua mempelai (pria duduk di sebelah kanan dan wanita sebaliknya) untuk mengukur berat keduanya. Kemudian ibunya bertanya “berat mana pak” dan dijawab oleh bapaknya “sama saja”, biasanya pertanyaan tersebut dilakukan

dalam bahasa Jawa. Artinya seorang ayah tidak boleh membedakan anak sendiri dengan menantu, sama-sama sudah menjadi anak.

6. Tanem

Setelah memutar dan menghadap kedua mempelai, sang Bapak kemudian mendudukkan kedua pengantin di pelaminan dengan menekan pundak keduanya. Ritual ini mengandung makna kedua orangtua telah merestui kedua mempelai sebagai suami isteri dan diharapkan pada permulaan perjalanan kehidupan keluarga jiwa raganya segar, sehat serta tenang dalam menghadapi tugas yang berat sebagai suami isteri.

7. Kacar Kucur

Merupakan aktifitas simbolik dimana mempelai wanita membeberkan kacu bangun tulak di pangkuannya dan mempelai pria menyertakan “guno-koyo


(32)

sebagai lambang bahan makanan dan kebutuhan pokok dalam berumah tangga yang meliputi campuran kedelai, kacang tanah, padi, jagung dan beras kuning disertai rempah dinglo-bangle dan mata uang logam dengan berbagai nilai, dari kantung tikar ke atasnya sampai habis. Kemudian pengantin wanita membungkusnya rapat-rapat dengan kacu tersebut. Setelah diikat pengantin wanita menyerahkan kepada ibunya untuk disimpan.

Maknanya semua hasil jernih payah suami (penghasilan) diserahkan seluruhnya kepada sang isteri untuk disimpan dan dimanfaatkan bagi keluarga. Menandakan sang isteri siap menjadi ibu rumah tangga yang hemat dan teliti. Merekam pun harus berbagi rezeki pada orang tua sebagai tanda tidak melupakan jasa orang tua yang telah membesarkan.

8. Dahar WalimahatauDulangan

Pasangan pengantin makan bersama dan saling menyuapi. Dalam hal ini, ibu pemaes sebagai pimpinan upacara memberikan sebuah piring, serbet kepada mempelai wanita dan nasi kuning dengan lauk-pauk berupa telur goreng, kedelai, tempe, abon dan ati ayam. Mempelai pria membuat tiga kepal nasi bersama lauk pauknya dengan tangan kanan. Mempelai wanita makan lebih dulu kemudian mempelai pria, sesudah itu mereka minum air putih dengan menggunakan cangkir. Cangkir menyimbolkan alat untuk memikat hati, agar kedua mempelai terikat hatinya dan tidak berpaling, sedangkan air putih (bening) melambangkan adanya harapan rumah tangga yang damai, tenang dan tenteram. Secara keseluruhan prosesi ini melambangkan bahwa mereka akan bersama-sama dalam mempergunakan dan menikmati kekayaannya.


(33)

21

9. Menjemput besan

Dilakukan oleh ibu dan bapak pengantin wanita untuk menjemput besan di pintu depan untuk memasuki rumah atau ruang pesta. Kemudian besan dipersilahkan mengambil tempat duduk sebelah kiri pengantin wanita. Acara ini bermakna orang tua pengantin pria datang untuk menengok (tilik) putranya yang telah menikah dan memberi restu. Selain itu juga mengunjungi besan untuk mempercepat tali persaudaraan diantara dua keluarga besar.

10.Sungkeman

Kedua pengantin berlutut mencium lutut orang tua atau sungkeman. Masing-masing orangtua telah siap duduk di samping kanan kiri pelaminan. Kedua mempelai memberikan sungkeman, mohon doa restu kepada keempat orangtua. Hal itu dilakukan secara berurutan sebagai berikut : bapak mempelai pria, ibu mempelai pria, bapak mempelai wanita, dan ibu mempelai wanita. Yang memberikan sungkeman terlebih dahulu mempelai pria disusul oleh mempelai wanita. Maksudnya, setelah menjadi suami isteri mereka berkewajiban menghormati, berbakti, berterima kasih dan memohon doa restu kepada orangtua (Purwadi, 2004 : 24 - 29).

E. Teori Proses Belajar Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (1990: 225-228) bahwa konsep-konsep yang terpenting mengenai proses belajar kebudayaan sendiri oleh individu atau masyarakat meliputi internalisasi (internalization), sosialisasi (sosialization) dan enkulturisasi (enkulturization).


(34)

a. Internalisasi (internalization)

Merupakan proses panjang sejak seseorang dilahirkan, sampai dengan ia meninggal, di mana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu serta emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya. Manusia telah mempunyai bakat yang terkandung dalam gen-nya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu serta emosi dalam kepribadian individunya, tetapi wujud dan pengaktivan dari berbagai macam isi kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimuli yang ada di alam sekitarnya, lingkungan sosial maupun budayanya.

b. Sosialisasi (sosialization)

Proses sosialisasi bersangkutan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungannya dengan sistem sosial. Dalam proses itu, seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu yang ada disekelilingnya yang menduduki beraneka ragam peranan sosial yang mungkin ada di dalam kehidupan sehari-hari.

c. Enkulturisasi (enkulturization)

Proses enkulturasi dapat diistilahkan dalam istilah Bahasa Indonesia yang cocok sekali, yaitu pembudayaan. Dalam proses ini, seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam fikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayannya sendiri.


(35)

23

F. Kerangka Pikir

Suatu budaya tidak bisa dipisahkan dari masyarakat karena wujud budaya yang ada merupakan presentasi dinamika masyarakat yang melahirkannya. Tidak terkecuali budaya Jawa yang telah melewati tempo sangat panjang mengalami penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi sosial masyarakat pada zamannya. Suku Jawa memiliki kebudayaan yang khas dimana di dalam sistem atau metode budaya-nya menggunakan simbol-simbol sebagai sarana atau media untuk menitipkan pesan-pesan atau nasehat-nasehat bagi bangsanya seperti pada sastra, kesenian, pergaulan maupun pada upacara-upacara adat seperti pernikahan dan sebagainya

Prosesi Temu Manten yang dilaksanakan pasangan suami istri pada pernikahan mereka merupakan proses belajar kebudayaan sendiri dalam bentuk enkulturasi budaya Jawa dan mereka lakukan dalam rangka belajar untuk mendapatkan pengertian dan pemahaman pada nilai-nilai budaya dalam prosesi Temu Manten. Dalam proses ini, seorang pasangan suami istri mempelajari, menyesuaikan fikiran dan sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayannya sendiri, khususnya dalam proses Temu Manten, yakni berbagai nilai, norma, peraturan, pedoman dalam membangun sebuah rumah tangga.

Dalam prosesi Temu Manten, serangkaian upacara yang menggunakan benda-benda simbolik tersebut antara lain acara sanggan atau tukar kembar mayang, Balangan Ghantal, wiji dadi, sinduran, mangku, tanem, kacar kucur, dahar walimah, menjemput besan serta sungkeman. Serangkaian upacara dan


(36)

penggunaan benda-benda simbolik tersebut pada dasarnya yang menjelaskan tentang cara hidup berumah tangga dan fungsi perkawinan menurut tradisi dan falsafah hidup orang Jawa. Penggunaan lambang-lambang komunikasi simbolik tersebut secara ideal harus dipahami oleh setiap pasangan suami istri yang melaksanakan prosesi ini sehingga diharapkan mereka akan dapat melaksanakan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalam setiap prosesiTemu Manten.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka pikir di bawah ini:

Gambar 1.

Bagan Kerangka Pikir Penelitian ProsesiTemu Manten

Sangganatautukar kembang mayang

Balangan Ghantal

Wiji Dadi

Sinduran

Mangku

Tanem

Kacar Kucur

Dahar Walimah

Menjemput BesanSungkeman Pasangan

Suami Istri

Nilai-Nilai Budaya Dalam Prosesi Temu Manten


(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Menurut Moleong (2005; 6), penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif adalah yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi (perhitungan) lainnya.

Menurut Moleong (2005; 7), alat pengumpul data atau instrumen penelitian dalam metode kualitatif ialah si peneliti sendiri, sehingga peneliti harus terjun sendiri ke lapangan secara aktif. Teknik pengumpulan data yang sering digunakan ialah observasi partisipasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang didapat dari penelitian ini adalah berupa data yang disajikan dalam bentuk kata verbal, bukan dalam angka. Data muncul dalam kata yang berbeda dengan maksud yang sama. Data kata verbal yang beragam tersebut perlu diolah agar menjadi ringkas sistematis. Olahan tersebut mulai dari menuliskan hasil obsevasi, wawasan, atau merekam, mengedit, mengklasifikasi, dan mereduksi. Dengan demikian maka tipe penelitian yang digunakan adalah kualitatif.


(38)

B. Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2005: 93), fokus penelitian penting untuk membatasi masalah studi dan penelitian, sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana data yang tidak relevan. Berdasarkan pengertian tersebur maka penelitian ini difokuskan pada nilai-nilai budaya yang terdapat dalam prosesi temu manten adat Jawa.

C. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu atau perorangan. Untuk memperoleh informasi yang diharapkan, peneliti terlebih dahulu menentukan informan yang akan dimintai informasinya. Berdasarkan pengertian tersebut maka informan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ketua DPC Himpunan Ahli Rias Pengantin Melati Kota Bandar Lampung 2. Sekretaris DPC Himpunan Ahli Rias Pengantin Melati Kota Bandar Lampung 3. Pasangan Suami Istri yang melakukan prosesi Temu Manten pada DPC

Himpunan Ahli Rias Pengantin Melati Kota Bandar Lampung

D. Jenis Data

Jenis data penelitian ini meliputi:

1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber penelitian atau lokasi penelitian, yaitu dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan penelitian.


(39)

27

2. Data Sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian, seperti buku, majalah, atau literatur lain.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan:

1. Wawancara mendalam, yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data melalui percakapan langsung dengan para informan yang berkaitan dengan masalah penelitian, dengan menggunakan pedoman wawancara.

2. Dokumentasi, yaitu teknik untuk mendapatkan data dengan cara mencari informasi dari berbagai sumber atau referensi yang terkait dengan penelitian, seperti buku, agenda, arsip, surat-surat kabar dan internet.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan mengatur catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya yang ditemukan di lapangan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yang berpijak dari data yang di dapat dari hasil wawancara serta hasil dokumentasi, melalui tahapan sebagai berikut: 1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan dituangkan ke dalam bentuk laporan selanjutnya di reduksi, dirangkum, difokuskan pada hal-hal penting. Dicari tema dan polanya disusun secara sistematis. Data yang di reduksi memberi gambaran yang tajam tentang hasil pengamatan juga mempermudah peneliti dalam mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan.


(40)

2. Penyajian Data (Display Data)

Untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian harus diusahakan membuat bermacam matriks, grafik, jaringan, dan bagian atau bisa pula dalam bentuk naratif saja.

3. Mengambil Kesimpulan atau Verifikasi Data.

Peneliti berusahan mencari arti, pola, tema, yang penjelasan alur sebab akibat, dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama penelitian berlangsung, dalam hal ini dengan cara penambahan data baru.


(41)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung

Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Perias Pengantin (DPC Harpi) Melati Kota Bandar Lampung tidak bisa dilepaskan dari berdirinya Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Perias Pengantin (DPD Harpi) Melati Propinsi Lampung yang didirikan pada Bulan Mei 1980. Ketika itu dibentuklah kepengurusan organisasi di tingkat kabupaten/kota yang salah satunya adalah DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung, dan sampai dengan saat ini telah dibentuk beberapa DPC Harpi Melati lainnya yang meliputi: DPC Harpi Kota Metro, Tanggamus, Lampung Selatan dan Lampung Utara.

Aktivitas yang dilakukan DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung berhubungan dengan upaya pelestarian kebudayaan dan Adat Jawa, khususnya dalam jasa merias pengantin dan memediasi prosesi temu manten dalam pernikahan adat Jawa. Hal ini sesuai dengan landasan didirikannya Harpi Melati sebagai salah satu organisasi profesi yang menaungi para ahli kecantikan dan periasan pengantin di Indonesia yang terdiri dari keragaman budaya dan adat istiadat serta menjadi mediator pelaksaanaan berbagai prosesi pernikahan yang dilakukan secara adat, di tengah-tengah derasnya arus globalisasi dalam upaya mengantisipasi kebudayaan luar yang dapat berpotensi menggeser dan menghilangkan identitas kebudayaan lokal.


(42)

Pimpinan DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung pada saat ini adalah Ibu. Hj. Sutarti Sukarsum, Wakil Ketua Bapak M. Nasir, S.Sos dan Sekretaris Ny. Ummu Novatiana. Adapun alamat DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung adalah di Jl. Imam Bonjol Gang Swadaya No. 32 Kota Bandar Lampung.

(Sumber: DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung Tahun 2014)

B. Visi dan Misi Harpi Melati Kota Bandar Lampung

Visi Himpunan Perias Pengantin (Harpi) Melati Kota Bandar Lampung adalah melestarikan kebudayaan bangsa, khususnya di bidang kecantikan dan periasan pengantin sebagai warisan leluhur dan aset kebudayaan daerah sebagai aset kebudayaan nasional serta sebagai upaya mengantisipasi kebudayaan luar yang dapat berpotensi menggeser dan menghilangkan identitas kebudayaan lokal.

Misi Himpunan Perias Pengantin Melati Kota Bandar Lampung adalah:

1. Membantu program pemerintah dalam upaya mempertahan dan melestarikan aset kebudayaan daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional.

2. Menghimpun, memberdayakan, meningkatkan dan menyempurnakan keahlian tata kecantikan kulit dan tata kecantikan rambut para anggota.

3. Menyelenggarakan berbagai program dan kegiatan yang berkenaan dengan keahlian kecantikan periasan pengantin adat daerah

4. Menggalang dan meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan keahlian perawatan kecantikan. (Sumber: DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung Tahun 2014)


(43)

31

C. Tujuan Harpi Melati Kota Bandar Lampung

Tujuan didirikannya organisasi Harpi Melati Kota Bandar Lampung adalah: a. Menggalang persatuan dan kesatuan antara sesama anggota dalam

kekeluargaan yang didasarkan atas musyawarah dan mufakat

b. Meningkatkan dan menyempurnakan keahlian tata kecantikan kulit dan tata kecantikan rambut; meningkatkan peranan ahli kecantikan kulit dan ahli kecantikan rambut, khususnya di bidang kecantikan dan periasan pengantin c. Berpartisipasi aktif dalam menunjang pembangunan nasional, khususnya

dalam upaya pemerintah melestarikan kebudayaan dan adap istiadat daerah sebagai aset kebudayaan nasional.

(Sumber: DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung Tahun 2014)

D. Struktur Organisasi DPC Harpi Kota Bandar Lampung

Struktur Organisasi DPC Harpi Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

Gambar 2

Struktur Organisasi DPC Harpi Kota Bandar Lampung

Ketua

Sekretaris Bendahara

Bidang Organisasi

Bidang Pendidikan Budaya dan Litbang

Bidang Sosial Ekonomi

Bidang Humas


(44)

E. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung

Uraian Tugas dan tanggung jawab DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

1. Ketua

Uraian Tugas dan tanggung jawabnya adalah:

a. Bertanggung jawab terhadap kerja-kerja pengurus

b. Mengkoordinasi seluruh pengurus untuk merealisasi program-program kerja c. Mengoordinasikan seluruh kegiatan organisasi

d. Memprakarsai terjalinnya hubungan timbal-balik antara DPC Harpi dengan organisasi lain baik pemerintah, LSM maupun swasta

2. Sekretaris

Uraian Tugas dan tanggung jawabnya adalah:

a. Mengelola surat menyurat, meliputi pembuatan naskah surat, pengarsipan surat masuk dan keluar, pengaturan pengiriman surat

b. Melakukan pengumpulan, pencatatan, pengelolaan, penyusunan, dan pemeliharaan bahan-bahan yang berkaitan dengan data organisasi

c. Mengatur penyelenggaraan dokumentasi organisasi yang perlu disampaikan kepada seluruh anggota

d. Melakukan kegiatan-kegiatan lain yang dapat mendukung usaha perbaikan, peningkatan, dan penyempurnaan cara kerja administrasi kesekretariatan


(45)

33

3. Bendahara

Uraian Tugas dan tanggung jawabnya adalah:

a. Menyusun rancangan anggaran penerimaan dan pengeluaran b. Mengelola sumber-sumber penerimaan organisasi

c. Menyelenggarakan administrasi keuangan untuk setiap penerimaan dan pengeluaran organisasi

d. Melakukan usaha-usaha yang dapat mendorong seluruh anggota meningkatkan sumber dana internal, khususnya dari iuran anggota

e. Membuat laporan keuangan

4. Bidang Organisasi

Uraian Tugas dan tanggung jawabnya adalah:

a. Menyosialisasikan semua ketentuan dan pedoman organisasi kepada seluruh anggota

b. Menyusun data perkembangan anggota

c. Menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menunjang peningkatan kualitas kerja organisasi


(46)

5. Bidang Sosial dan Ekonomi

Uraian Tugas dan tanggung jawabnya adalah:

a. Melaksanakan berbagai kegiatan sosial yang berhubungan dengan masyarakat b. Melaksanakan berbagai kerjasama dengan lembaga-lembaga sosial lainnya c. Mencari berbagai peluang usaha untuk meningkatkan taraf ekonomi para

anggotanya

d. Membuat laporan tentang berbagai kegiatan yang sudah dilaksanakan

5. Bidang Humas

Uraian tugas dan tanggung jawabnya adalah:

a. Menjadi mediator yang menghubungkan organisasi dengan para anggota b. Menjadi mediator yang menghubungkan organisasi dengan lembaga/organisasi

lain baik pemerintah maupun swasta

c. Menjadi mediator yang menghubungkan organisasi dengan masyarakat luas d. Membuat laporan tentang berbagai kegiatan yang sudah dilaksanakan (Sumber: DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung Tahun 2014)

F. Gambaran Prosesi Pernikahan Adat Jawa pada DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung

Prosesi pernikahan Adat Jawa yang diselenggarakan oleh DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung sebagai panitia penyelenggara (event organizer) bagi pihak keluarga calon pengantin yang mengajukan pernikahan dengan menggunakan adat jawa adalah sebagai berikut:


(47)

35

1. Sanggan dan Tukar Kembar Mayang

Sanggan berupa sirih ayu dan pisang ayu yang ditaruh dalam nampan dan ditutup daun pisang (simbol kesejahteraan dan kebahagiaan). Sanggan diserahkan dari keluarga pengantin putra kepada ibu dari pengantin wanita sebagai tanda agar semuanya selamat dan berterima kasih atas sambutannya yang hangat. Sementara itu bapak pengantin wanita diserahkan cikal (tunas kelapa) oleh keluarga pengantin pria sebagai lambang tumbuh agar kehidupan mendatang tidak kekurangan apapun dan menjadi orang berguna. Setelah itu diadakan penukaran kembar mayang sebagai mahar dari pengantin putra. Kembar mayang selanjutnya dibawa keluar rumah dan diletakkan di persimpangan dekat rumah dengan tujuan untuk mengusir roh jahat.

Berikut adalah gambar prosesi Sanggan dan Tukar Kembar Mayang:

Gambar 3. Prosesi Sanggan dan Tukar Kembar Mayang

2. Balangan Ganthal

Yakni simbol penyambutan dengan saling melempar masing-masing ganthal (gulungan daun sirih yang berisi pinang) oleh kedua mempelai. Daun sirih yang dipakai adalah daun sirih yang bertemu urat (temu ros). Melambangkan


(48)

perjodohan antara kedua pengantin, menyatukan tekad lahir batin seiring berjalan menghadapi suka duka kehidupan rumah tangga. Juga melambangkan persatuan rasa suami isteri agar dapat saling memahami. Dalam prosesi ini, pengantin pria melemparkan ganthal ke bagian dada pengantin wanita sebagai simbol perlindungan dan kasih sayang. Pengantin wanita melempar ke ibu jari kaki pengantin pria sebagai simbol pengabdian atau tunduk pada suami.

3. Wiji Dadi

Ritual ini dilakukan dengan cara pengantin pria menginjak sebuah telur ayam hingga pecah dengan kaki kanannya, kemudian pengantin wanita berjongkok membersihkan kaki tersebut dengan air bunga dan dibersihkan dengan serbet yang telah tersedia. Setelah itu mempelai pria membantu pengantin wanita untuk berdiri lagi dengan cara mangangkat kedua tangannya.

Ritual ini melambangkan bahwa pengantin pria telah siap menjadi ayah yang bertanggung jawab sedangkan pengantin wanita akan mengurusi suaminya dengan setia dan siap memiliki momongan serta lambang bakti isteri pada suami. Sebagai seorang pria, dengan tekad bulat (telur) sekali sudah melangkah dengan itikad baik maka pantang mundur, maju terus untuk meraih kebahagiaan hidup bersama. Sebagai seorang isteri yang setia berkewajiban mensucikan nama baik suami supaya tetap harum bila suami salah langkah atau salah tindak. Karena kesetiaan isteri sang suami membantu sang isteri mengangkatnya sebagai rasa terima kasih atas kesetiaan yang diberikan.


(49)

37

Berikut adalah gambar prosesi Wiji Dadi:

Gambar 4. Prosesi Wiji Dadi


(50)

4. Sinduran

Kedua pengantin bergandengan tangan (kanten) menghadap ke pelaminan. Bapak dari pengantin wanita di depan, kedua pengantin di belakang dan masing-masing pegangan ujung baju belakang kiri kanan bapaknya. Di belakang, ibunya mengkerodongkan sindur di bahu kedua pengantin dan demikian bersama-sama menuju pelaminan dengan dituntun sang bapak seolah membukakan jalan kedua mempelai menuju kehidupan baru, sementara sang ibu mengikuti dari belakang sambil memegang pundak kedua mempelai. Mengartikan bahwa seorang ayah berkewajiban memberi contoh dan menunjukkan jalan kepada kebahagiaan keluarga (berkeluarga) dan sang ibu memberi restu untuk mencapai cita-cita kedua mempelai.

Sindur adalah kain berwarna merah dan putih di pinggirnya. Warna merah melambangkan sel telur perempuan (ibu) sedangkan warna putih melambangkan sel sperma laki-laki (ayah). Sedangkan sindur itu sendiri melambangkan penyatuan suami istri. Secara bahasa istilah sindur adalah kependekan dari kata isin mundur, yang artinya malu untuk mundur atau pantang menyerah. Walau ada badai dalam kehidupan, kedua pengantin harus pantang menyerah tidak berpisah menghadapinya. Ayah akan menunjukan jalan yang baik menuju rumah tangga yang bahagia sedangkan ibu memberi semangat.


(51)

39

Berikut adalah gambar prosesi Sinduran:

Gambar 6. Prosesi Sinduran

5. Pangkon Timbang/Mangku

Setelah di pelaminan, sang bapak duduk di kursi pelaminan memangku kedua mempelai (pria duduk di sebelah kanan dan wanita sebaliknya) untuk mengukur berat keduanya. Kemudian ibunya bertanya “berat mana pak” dan dijawab oleh bapaknya “sama saja”, biasanya pertanyaan tersebut dilakukan dalam bahasa Jawa. Artinya seorang ayah tidak boleh membedakan anak sendiri dengan menantu, sama-sama sudah menjadi anak.


(52)

Berikut adalah gambar prosesi Pangkon Timbang/Mangku:

Gambar 7. Prosesi Pangkon Timbang/Mangku 6. Tanem

Setelah memutar dan menghadap kedua mempelai, sang Bapak kemudian mendudukkan kedua pengantin di pelaminan dengan menekan pundak keduanya. Ritual ini mengandung makna kedua orangtua telah merestui kedua mempelai sebagai suami isteri dan diharapkan pada permulaan perjalanan kehidupan keluarga jiwa raganya segar, sehat serta tenang dalam menghadapi tugas yang berat sebagai suami isteri.

7. Kacar Kucur

Merupakan aktifitas simbolik dimana mempelai wanita membeberkan kacu bangun tulak di pangkuannya dan mempelai pria menyertakan “guno-koyo” sebagai lambang bahan makanan dan kebutuhan pokok dalam berumah tangga yang meliputi campuran kedelai, kacang tanah, padi, jagung dan beras kuning disertai rempah dinglo-bangle dan mata uang logam dengan berbagai


(53)

41

nilai, dari kantung tikar ke atasnya sampai habis. Kemudian pengantin wanita membungkusnya rapat-rapat dengan kacu tersebut. Setelah diikat pengantin wanita menyerahkan kepada ibunya untuk disimpan.

Maknanya semua hasil jernih payah suami (penghasilan) diserahkan seluruhnya kepada sang isteri untuk disimpan dan dimanfaatkan bagi keluarga. Menandakan sang isteri siap menjadi ibu rumah tangga yang hemat dan teliti. Merekam pun harus berbagi rezeki pada orang tua sebagai tanda tidak melupakan jasa orang tua yang telah membesarkan. Berikut adalah gambar prosesi Kacar Kucur:

Gambar 8. Prosesi Kacar Kucur


(54)

8. Dahar Walimah atau Dulangan

Pasangan pengantin makan bersama dan saling menyuapi. Dalam hal ini, ibu pemaes sebagai pimpinan upacara memberikan sebuah piring, serbet kepada mempelai wanita dan nasi kuning dengan lauk-pauk berupa telur goreng, kedelai, tempe, abon dan ati ayam. Mempelai pria membuat tiga kepal nasi bersama lauk pauknya dengan tangan kanan. Mempelai wanita makan lebih dulu kemudian mempelai pria, sesudah itu mereka minum air putih dengan menggunakan cangkir. Cangkir menyimbolkan alat untuk memikat hati, agar kedua mempelai terikat hatinya dan tidak berpaling, sedangkan air putih (bening) melambangkan adanya harapan rumah tangga yang damai, tenang dan tenteram. Secara keseluruhan prosesi ini melambangkan bahwa mereka akan bersama-sama dalam mempergunakan dan menikmati kekayaannya. Berikut adalah gambar prosesi Dahar Walimah:

Gambar 10. Prosesi Dahar Walimah 9. Menjemput besan

Dilakukan oleh ibu dan bapak pengantin wanita untuk menjemput besan di pintu depan untuk memasuki rumah atau ruang pesta. Kemudian besan


(55)

43

dipersilahkan mengambil tempat duduk sebelah kiri pengantin wanita. Acara ini bermakna orang tua pengantin pria datang untuk menengok (tilik) putranya yang telah menikah dan memberi restu. Selain itu juga mengunjungi besan untuk mempercepat tali persaudaraan diantara dua keluarga besar.

Berikut adalah gambar prosesi Menjemput Besan:

Gambar 11. Prosesi Menjemput Besan 10.Sungkeman

Kedua pengantin berlutut mencium lutut orang tua atau sungkeman. Masing-masing orangtua telah siap duduk di samping kanan kiri pelaminan. Kedua mempelai memberikan sungkeman, mohon doa restu kepada keempat orangtua. Hal itu dilakukan secara berurutan sebagai berikut : bapak mempelai pria, ibu mempelai pria, bapak mempelai wanita, dan ibu mempelai wanita. Yang memberikan sungkeman terlebih dahulu mempelai pria disusul oleh mempelai wanita. Maksudnya, setelah menjadi suami isteri mereka berkewajiban menghormati, berbakti, berterima kasih dan memohon doa restu kepada orangtua.


(56)

Berikut adalah gambar prosesi Sungkeman:


(57)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya yang terdapat dalam prosesi temu manten adat Jawa yang dilestarikan oleh Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Perias Pengantin Indonesia (DPC Harpi) Melati Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

1. Tukar Kembar Mayang, memiliki nilai ucapan terima kasih pihak keluarga mempelai laki-laki kepada keluarga perempuan atas sambutan yang hangat. Selain itu bermakna adanya doa dan harapan agar kehidupan di masa mendatang tidak kekurangan apapun dan menjadi orang berguna.

2. Balangan Ganthal, memiliki nilai menyatukan tekad lahir batin dalam menghadapi kehidupan rumah tangga dan melambangkan persatuan rasa suami isteri agar dapat saling memahami serta kesediaan istri untuk berbakti pada suami.

3. Wiji dadi, memiliki nilai kesiapan kedua belah pihak untuk membina rumah tangga, mana laki-laki siap menjadi ayah yang bertanggung jawab dan wanita akan mengurusi suaminya dengan setia dan siap memiliki momongan serta lambang bakti isteri pada suami.

4. Sinduran, memiliki nilai penyatuan suami istri dan malu untuk mundur atau pantang menyerah dalam membina rumah tangga. Walau ada badai dalam


(58)

kehidupan, kedua pengantin harus pantang menyerah tidak berpisah menghadapinya.

5. Mangku, memiliki nilai pengakuan tentang keberadaan dan kehadiran pasangan suami istri pada keluarga besar orang tua mereka tanpa membedakan status anak kandung dan menantu dan berbagai perebedaan lainnya. Orang tua tidak boleh membedakan anak sendiri dengan menantu, sama-sama sudah menjadi anak.

6. Tanem, memiliki nilai adanya restu orangtua kepada kedua mempelai sebagai suami isteri dan diharapkan pada permulaan perjalanan kehidupan keluarga jiwa raganya segar, sehat serta tenang dalam menghadapi tugas yang berat sebagai suami isteri.

7. Kacar kucur, memiliki bahwa semua hasil jernih payah suami (penghasilan) diserahkan seluruhnya pada isteri untuk disimpan dan dimanfaatkan bagi keluarga. Isteri siap menjadi ibu rumah tangga yang hemat dan teliti. Mereka pun harus berbagi rezeki pada orang tua sebagai tanda tidak melupakan jasa orang tua.

8. Dahar Walimah, memiliki nilai bahwa pasangan akan bersama-sama dalam mempergunakan dan menikmati kekayaannya. Mereka akan tetap setiap dalam semua keadaan baik suka maupun duka.

9. Menjemput besan, memiliki nilai bahwa orang tua pengantin pria datang untuk menengok putranya yang telah menikah dan memberi restu. Selain itu juga mengunjungi besan untuk mempercepat tali persaudaraan diantara dua keluarga besar.


(59)

99

10. Sungkeman, memiliki nilai bahwa setelah menjadi suami isteri mereka tetap berkewajiban menghormati, berbakti, berterima kasih dan memohon doa restu pada orang tua yang telah memberikan pengorbanan, membahagiakan anak, memberikan yang terbaik pada anak, membesarkan serta mewariskan kepada mereka nilai-nilai, norma-norma dan tuntunan agama sampai mengantarkan mereka pada jenjang pernikahan.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Kepada Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Perias Pengantin Indonesia (DPC Harpi) Melati Kota Bandar Lampung disarankan untuk semakin intensif menyosialisasikan prosesiTemu Manten, khususnya penggunaan benda-benda simbolik dalam prosesi Temu Manten Adat Jawa, kepada masyarakat luas untuk diketahui dan diteladani, sehingga prosesi ini semakin dikenal di tengah-tengah keberagaman budaya di Kota Bandar Lampung dan menjadi aset daerah dan aset nasional dalam upaya pelestarian kebudayaan.

2. Kepada para pasangan suami istri yang telah memiliki pemahaman yang benar mengenai proses Temu Manten diharapkan agar dapat merealisasikan pemahaman tersebut dalam konteks kehidupan berumah tangga, agar nilai-nilai dan makna luhur yang terkandung dalam prosesi Temu Manten sebagai warisan leluhur kebudayaan Jawa tersebut dapat diaktualisasikan dalam kehidupan berumah tangga.


(60)

Berry, David. 1995.Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Berten. K.1997.Panorama Filsafat Modern. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Endraswara, Suwardi, 1999.Mutiara Wicara Jawa; Pandom Pranatacara Ian Pamerdhasabda.Gajah Mada University Press. Yoygakarta.

, 2005.Buku Pintar Budaya Jawa. Gelombang Pasang. Yogyakarta.

Goode, J. William, 2004.Sosiologi Keluarga. Bumi Aksara Jakarta. Jakarta. Herusatoto, Budiono, 2005.Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Hanindita Graha

Widia. Yogyakarta.

Koentjaraningrat, 1990.Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Maran, Rafael Raga. 2000.Manusia & Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu

Budaya Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.

Moleong, Lexy J. 2005.Metodologi Penelitian Kualitatif. P.T. Remaja Rosdakarya.Bandung.

Purwadi, 2004.Tata Cara Pernikahan Pengantin Jawa. Media Abadi. Yogyakarta.

Shalih, Fuad, Syaikh, 2006.Untukmu Yang Akan Menikah Dan Telah Menikah. PT. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1990.Sosiologi Suatu Pengantar.PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.


(1)

dipersilahkan mengambil tempat duduk sebelah kiri pengantin wanita. Acara ini bermakna orang tua pengantin pria datang untuk menengok (tilik) putranya yang telah menikah dan memberi restu. Selain itu juga mengunjungi besan untuk mempercepat tali persaudaraan diantara dua keluarga besar.

Berikut adalah gambar prosesi Menjemput Besan:

Gambar 11. Prosesi Menjemput Besan 10.Sungkeman

Kedua pengantin berlutut mencium lutut orang tua atau sungkeman. Masing-masing orangtua telah siap duduk di samping kanan kiri pelaminan. Kedua mempelai memberikan sungkeman, mohon doa restu kepada keempat orangtua. Hal itu dilakukan secara berurutan sebagai berikut : bapak mempelai pria, ibu mempelai pria, bapak mempelai wanita, dan ibu mempelai wanita. Yang memberikan sungkeman terlebih dahulu mempelai pria disusul oleh mempelai wanita. Maksudnya, setelah menjadi suami isteri mereka berkewajiban menghormati, berbakti, berterima kasih dan memohon doa restu kepada orangtua.


(2)

44

Berikut adalah gambar prosesi Sungkeman:


(3)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya yang terdapat dalam prosesi temu manten adat Jawa yang dilestarikan oleh Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Perias Pengantin Indonesia (DPC Harpi) Melati Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

1. Tukar Kembar Mayang, memiliki nilai ucapan terima kasih pihak keluarga mempelai laki-laki kepada keluarga perempuan atas sambutan yang hangat. Selain itu bermakna adanya doa dan harapan agar kehidupan di masa mendatang tidak kekurangan apapun dan menjadi orang berguna.

2. Balangan Ganthal, memiliki nilai menyatukan tekad lahir batin dalam menghadapi kehidupan rumah tangga dan melambangkan persatuan rasa suami isteri agar dapat saling memahami serta kesediaan istri untuk berbakti pada suami.

3. Wiji dadi, memiliki nilai kesiapan kedua belah pihak untuk membina rumah tangga, mana laki-laki siap menjadi ayah yang bertanggung jawab dan wanita akan mengurusi suaminya dengan setia dan siap memiliki momongan serta lambang bakti isteri pada suami.

4. Sinduran, memiliki nilai penyatuan suami istri dan malu untuk mundur atau pantang menyerah dalam membina rumah tangga. Walau ada badai dalam


(4)

98

kehidupan, kedua pengantin harus pantang menyerah tidak berpisah menghadapinya.

5. Mangku, memiliki nilai pengakuan tentang keberadaan dan kehadiran pasangan suami istri pada keluarga besar orang tua mereka tanpa membedakan status anak kandung dan menantu dan berbagai perebedaan lainnya. Orang tua tidak boleh membedakan anak sendiri dengan menantu, sama-sama sudah menjadi anak.

6. Tanem, memiliki nilai adanya restu orangtua kepada kedua mempelai sebagai suami isteri dan diharapkan pada permulaan perjalanan kehidupan keluarga jiwa raganya segar, sehat serta tenang dalam menghadapi tugas yang berat sebagai suami isteri.

7. Kacar kucur, memiliki bahwa semua hasil jernih payah suami (penghasilan) diserahkan seluruhnya pada isteri untuk disimpan dan dimanfaatkan bagi keluarga. Isteri siap menjadi ibu rumah tangga yang hemat dan teliti. Mereka pun harus berbagi rezeki pada orang tua sebagai tanda tidak melupakan jasa orang tua.

8. Dahar Walimah, memiliki nilai bahwa pasangan akan bersama-sama dalam mempergunakan dan menikmati kekayaannya. Mereka akan tetap setiap dalam semua keadaan baik suka maupun duka.

9. Menjemput besan, memiliki nilai bahwa orang tua pengantin pria datang untuk menengok putranya yang telah menikah dan memberi restu. Selain itu juga mengunjungi besan untuk mempercepat tali persaudaraan diantara dua keluarga besar.


(5)

10. Sungkeman, memiliki nilai bahwa setelah menjadi suami isteri mereka tetap berkewajiban menghormati, berbakti, berterima kasih dan memohon doa restu pada orang tua yang telah memberikan pengorbanan, membahagiakan anak, memberikan yang terbaik pada anak, membesarkan serta mewariskan kepada mereka nilai-nilai, norma-norma dan tuntunan agama sampai mengantarkan mereka pada jenjang pernikahan.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Kepada Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Perias Pengantin Indonesia (DPC Harpi) Melati Kota Bandar Lampung disarankan untuk semakin intensif menyosialisasikan prosesiTemu Manten, khususnya penggunaan benda-benda simbolik dalam prosesi Temu Manten Adat Jawa, kepada masyarakat luas untuk diketahui dan diteladani, sehingga prosesi ini semakin dikenal di tengah-tengah keberagaman budaya di Kota Bandar Lampung dan menjadi aset daerah dan aset nasional dalam upaya pelestarian kebudayaan.

2. Kepada para pasangan suami istri yang telah memiliki pemahaman yang benar mengenai proses Temu Manten diharapkan agar dapat merealisasikan pemahaman tersebut dalam konteks kehidupan berumah tangga, agar nilai-nilai dan makna luhur yang terkandung dalam prosesi Temu Manten sebagai warisan leluhur kebudayaan Jawa tersebut dapat diaktualisasikan dalam kehidupan berumah tangga.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Berry, David. 1995.Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Berten. K.1997.Panorama Filsafat Modern. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Endraswara, Suwardi, 1999.Mutiara Wicara Jawa; Pandom Pranatacara Ian Pamerdhasabda.Gajah Mada University Press. Yoygakarta.

, 2005.Buku Pintar Budaya Jawa. Gelombang Pasang. Yogyakarta.

Goode, J. William, 2004.Sosiologi Keluarga. Bumi Aksara Jakarta. Jakarta. Herusatoto, Budiono, 2005.Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Hanindita Graha

Widia. Yogyakarta.

Koentjaraningrat, 1990.Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Maran, Rafael Raga. 2000.Manusia & Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu

Budaya Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.

Moleong, Lexy J. 2005.Metodologi Penelitian Kualitatif. P.T. Remaja Rosdakarya.Bandung.

Purwadi, 2004.Tata Cara Pernikahan Pengantin Jawa. Media Abadi. Yogyakarta.

Shalih, Fuad, Syaikh, 2006.Untukmu Yang Akan Menikah Dan Telah Menikah. PT. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1990.Sosiologi Suatu Pengantar.PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.


Dokumen yang terkait

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA Aspek Pendidikan Nilai Religius Dalam Prosesi Lamaran Pada Perkawinan Adat Jawa (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen).

0 1 15

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA Aspek Pendidikan Nilai Religius Dalam Prosesi Lamaran Pada Perkawinan Adat Jawa (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen).

0 1 11

HUBUNGAN PENGUASAAN TEKNIK PENATAAN SANGGUL TERHADAP KETERAMPILAN MEMBENTUK SANGGUL UKEL TEKUK PADA PENATA RIAS PENGANTIN DI HIMPUNAN AHLI RIAS PENGANTIN INDONESIA MELATI MEDAN.

0 7 23

NILAI-NILAI RELIGIUS YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI Nilai-Nilai Religius Yang Terkandung Dalam Tradisi Temu Manten Pada Upacara Perkawinan Adat Jawa ( Studi Kasus di Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri).

1 1 18

PENDAHULUAN Nilai-Nilai Religius Yang Terkandung Dalam Tradisi Temu Manten Pada Upacara Perkawinan Adat Jawa ( Studi Kasus di Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri).

1 5 5

NILAI-NILAI RELIGIUS YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI Nilai-Nilai Religius Yang Terkandung Dalam Tradisi Temu Manten Pada Upacara Perkawinan Adat Jawa ( Studi Kasus di Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri).

0 2 12

Peranan Juru Rias Pengantin dalam Melestarikan Tata Rias dan Busana Pengantin Adat Solo Putri di Kabupaten Temanggung.

0 13 90

Kajian Nilai-nilai Budaya Jawa dalam Tradisi Bancakan Weton di Kota (Sebuah Kajian Simbolisme dalam Budaya Jawa).

2 8 2

NILAI-NILAI RELIGIUS DALAM TINDAK TUTUR PADA PROSESI TEMU MANTEN UPACARA PERNIKAHAN ADAT JAWA DI KOTA MADIUN

0 9 20

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUDAYA JAWA (Telaah Prosesi Adat Pemakaman pada Masyarakat Pager Kec. Kaliwungu Kab. Semarang Tahun 2014) - Test Repository

0 4 163