Zaman Pancaroba Awal Keterlibatan Buya Hamka Dalam Muhammadiyah

1. Zaman Pancaroba

Sejak kembali dari Bengkulen dan keadaan badannya sudah sehat seperti sedia kala, Buya Hamka tinggal di Padang Panjang untuk beberapa bulan sebelum berangkat ke Jawa. Sekembalinya Buya Hamka ke Padang Panjang, Haji Dt. Batuah 37 dan kawannya yaitu Natar Zainuddin juga telah kembali dari perlawatannya di tanah Jawa dengan membawa faham baru yaitu komunis. Faham baru itu disebarkan di kalangan murid-murid Sumatera Thawalib. Pergaulan dengan murid-murid Thawalib ini yang menyebabkan Buya Hamka mulai mendengar faham komunis yang dibawa Haji Dt. Batuah. 38 Faham baru itu mendesak kepada para pelajar Thawalib berdarah muda, yang mendorong Thawalib mendapat jiwa baru yaitu jiwa Islam yang revolusioner. H. Dt. Batuah kemudian menerbitkan suatu majalah untuk menyebarluaskan fahamnya itu dengan menerbitkan majalah bernama Pemandangan Islam. 39 Melihat banyak sekali teman-teman Buya Hamka di Sumatera Thawalib yang tertarik kepada faham baru yang dibawa oleh Haji Dt. Batuah, Ayah Buya Hamka yaitu Haji Rosul berkata dengan tegas agar Buya Hamka berhati-hati dengan datangnya faham baru itu. Menurut Haji Rosul, pada awalnya komunis datang dengan membawa-bawa agama, tetapi pada akhirnya tujuan komunis itu hendak menghapus agama. Peristiwa inilah yang mendorong Buya Hamka ingin datang ke tanah Jawa, Buya Hamka ingin mengetahui yang sebenarnya mengenai komunis. Apakah memang komunis itu suatu gerakan yang revolusioner, atau komunis itu seperti yang pernah diceritakan ayahnya : “lahirnya membawa agama, tetapi hakikatnya adalah memusuhi agama”. 40 apalagi setelah Buya Hamka menyaksikan anak-anak muda komunis mulai membenci ayahandanya dan selalu menggembar-gemborkan nama-nama pemimpin komunis di Jawa seperti Semaun, Darsono, Muso, Tan Malaka dan lainnya. Keterangan ayahnya yang menyebutkan bahwa sebenarnya komunis sangat bertentangan dasarnya dengan Islam bukan hanya beliau nyatakan kepada putranya yaitu Buya Hamka, tetapi juga kepada murid-muridnya di Sumatera Thawalib yang sebagian besar sudah tertarik dengan datangnya faham baru itu. Akibat pernyataannya itu, Haji 37 Haji Dt. Batuah merupakan salah seorang guru Sumatera Thawalib. Lihat Hamka, Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984, hlm. 38 Hamka. Kenang-Kenangan Hidup Jilid I . Jakarta: Bulan Bintang, 1974, hlm. 93. 39 Natsir Tamara. Hamka di Mata Hati Umat. Jakarta: Sinar Harapan, 1983, hlm. 237. 40 Ibid. Rosul yang mulanya dibenci secara diam-diam kini dibenci secara terang-terangan oleh murid-muridnya yang sudah terhasut faham komunis itu. 41 Hal ini juga yang mendorong Buya Hamka berangkat ke Tanah Jawa untuk mengetahui akan komunis yang sebenarnya. Sebagai seorang agamawan yang didalam tubuhnya mengalir darah ke Islaman dari ayah dan nenek moyangnya, Buya Hamka tidak tinggal diam. Buya Hamka merasa wajib untuk mengetahui dari sumber terdekat yaitu Jawa. Dengan semangat bergelora, Buya Hamka meminta izin kepada ayahnya untuk pergi ke Jawa yaitu Yogyakarta dan Pekalongan.

2. Berangkat ke Tanah Jawa