21
C. Faktor Nonkebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara
Selain faktor-faktor kebahasaan, dalam menunjang kefektifan berbicara, masih ada faktor lain yang juga turut menunjang, yaitu faktor
nonkebahasaan. Dalam proses komunikasi atau pembicraan, faktor-faktor yang termasuk faktor nonkebahasaan tersebut adalah: 1 sikap yang
wajar, tenang, dan tidak kaku, 2 kontak mata atau pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara, 3 kesediaan menghargai pendapat
orang lain, 4 gerak-gerik dan mimik yang tepat, 5 kenyaringan suara, 6 kelancaran, 7 relevansi atau penalaran, dan 8 penguasaan topik.
1. Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku
Kesan pertama dalam berbicara dengan orang lain itu sangat menentukan keberhasilan dalam proses pembicaraan berikutnya. Untuk
itu, dalam berbicara seorang pembicara dituntut untuk dapat bersikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku.
Sikap dalam berbicara ini juga sangat bergantung pada situasi dan kondisi yang ada pada saat seseorang melakukan pembicaraan atau
menyampaikan pesan dalam pidato. Dengan sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku dapat menambah kepercayaan pendengar kepada
pembicara. Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku akan timbul dalam praktik
berbicara salah satunya disebabkan oleh penguasaan materi berbicara oleh pembicara. Kalau seorang pembicara tidak atau kurang siap dengan
materi pembicaraan yang akan disampaikan maka akan timbul sikap-sikap yang kurang wajar dalam dirinya pada saat berbicara. Selain penguasaan
terhadap materi pembicaraan, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kesiapan dan latihan yang cukup.
22
2. Kontak mata atau pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara
Agar pembicaraan yang dilakukan dapat berhasil maka seorang pembicara harus selalu menjalin kontak pandang dengan audiensnya.
Dengan kontak mata yang dilakukan, para pendengar akan merasa diperhatikan dan betul-betul diajak berkomunikasi.
Pandangan mata atau kontak mata ini bagi pembicara pemula memang sangat menentukan. Apabila kontak mata yang dilakukan kurang
berhasil atau pembicara kalah dalam kontak mata dengan pendengarnya, maka akan terjadi gangguan dalam proses bicara selanjutnya.
Kontak mata dalam berbicara dimanfaatkan untuk menjalin hubungan batin dengan lawan bicara atau audiens. Dalam berbicara,,
seorang pembicara dianjurkan untuk menatap orang yang diajak berbicara, sehingga terjadi kontak mata yang menimbulkan keakraban
dan kehangatan dalam berbicara. Untuk itu, ketika memandang seseorang atau pendengar, kalau
masih ragu dan khawatir, jangan memandang langsung matanya, tetapi pandanglah di atas matanya. Pandangan mata ini juga harus dilakukan
secara menyeluruh, jangan hanya pada bagian pendengar tertentu saja. Akan lebih baik apabila sebelum berbicara khususnya di muka umum
untuk menyapu pendengar dengan pandangan mata yang sejuk dan bersahabat.
3. Kesediaan menghargai pendapat orang lain