Gambar 12. Hasil pengukuran amoniak dari minggu ke 2 sampai minggu ke 10
3. Mortalitas
Mortalitas merupakan persentase dari jumlah ikan yang mati dari populasi. Selama berlangsungnya penelitian dalam waktu 10 minggu tidak ada mortalitas tingkat
mortalitas 0. Tidak adanya mortalitas selama penelitian menunjukan kemampuan dari ikan patin Pangasius sp. yang dipelihara dalam bak dengan sistem resirkulasi dan
dengan bak tanpa sistem resirkulasi mampu beradaptasi dengan lingkungan perairan.
0,02 0,04
0,06 0,08
0,1 0,12
0,14 0,16
0,18
2 4
6 8
10
A m
on iak
Minggu Ke
Perlakuan 1 Perlakuan 2
Universitas Sumatera Utara
Pembahasan Pertumbuhan
Pertumbuhan ikan uji pada perlakuan 1 Sirkulasi maupun perlakuan 2 Non Sirkulasi disebabkan oleh padat penebaran yang rendah sehingga tidak terjadi
kompetisi terhadap ruang gerak, hanya saja pada perlakuan 1 diberikan sistem sirkulasi sehingga kondisi air akan tetap terjaga dan dapat menunjang pertumbuhan ikan.
Hasil perhitungan berat rata-rata ikan patin pada perlakuan 1 semakin meningkat setiap 2 minggu, pada sampling minggu 2 sebesar 5,00 g kemudian
meningkat 5,19 g, 5,83 g, 7,33 g, 10,14 g. Sedangkan pada perlakuan 2 sebesar 4,71 g, 4,88 g, 5,28 g, 5,32 g, dan 5,63 g. Berdasarkan hasil uji ragam ANOVA pertumbuhan
individu yang diperlihara dalam sistem resrirkulasi sangat berbeda nyata dengan p 0,05.
Hasil yang didapat pada laju pertumbuhan spesifik pada perlakuan 1 semakin meningkat setiap 2 minggu yaitu pada minggu 2 hasil yang didapat adalah sebesar 0,64,
kemudian meningkat 1,53, 4,13, dan 4,79. Sedangkan pada perlakuan 2 sebesar 0,85, kemudian meningkat 0,59, 0,51, dan 0,95. Berdasarkan hasil uji ragam ANOVA laju
pertumbuhan spesifik ikan patin sangat berbeda nyata dengan p 0,05. Laju pertumbuhan harian pada perlakuan 1 juga mengalami peningkatan setiap 2
minggu yaitu pad minggu 2 hasil yang didapat adalah sebesar 0,02, kemudian meningkat 0,09, 0,19, 0,40. Pada perlakuan 2 sebesar 0,04, 0,05, 0,02 dan 0,05.
Berdasarkan hasil uji ragam ANOVA laju pertumbuhan harian ikan patin ssangat berbeda nyata dengan p 0,05.
Hasil perhitungan ratio pemberian pakan FCR pada perlakuan 1 meningkat setiap 2 minggu, pada minggu 2 ratio pemberian pakan sebesar 0,24, kemudian
Universitas Sumatera Utara
meningkat 0,25, 0,28, 0,36 sedangkan pada perlakuan 2 sebesar 0,24, 0,24, 0,26, 0,26. Berdasarkan uji ragam ANOVA ratio pemberian pakan ikan patin sangat berbeda nyata
p 0,05 Pertumbuhan ikan pada perlakuan 1 maupun perlakuan 2 disebabkan oleh padat
penebaran yang rendah sehingga tidak terjadi kompetisi terhadap ruang gerak serta makanan yang diberikan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh ikan serta kondisi air
yang cukup baik bagi pertumbuhan ikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mantau 2005 diacu oleh Monalisa 2010 yang menyatakan bahwa padat penebaran, kualitas pakan
serta kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan ikan. Gambar dapat dilihat pada Lampiran 9.
Kualitas Air
Air sebagai media hidup ikan harus memiliki sifat yang cocok bagi kehidupan ikan, karena kualitas air dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan mahluk
hidup di air menurut Djatmika 1986, Diacu oleh Monalisa, 2010. Kualitas air merupakan faktor pembatas terhadap jenis biota yang dibudidayakan di suatu perairan
Kordi dan Tancung, 2007. Suhu mempunyai peranan penting dalam menentukan pertumbuhan ikan yang
dibudidaya, Pergolakan suhu yang demikian dianggap cukup baik, karena menurut Kordi dan Tancung 2010, bahwa kisaran suhu yang optimal bagi kehidupan ikan patin
adalah 25
o
C – 32
o
C. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan suhu air selama masa pemeliharaan ikan patin Pangasius sp. memenuhi syarat untuk dilakukan kegiatan
budidaya. Oksigen terlarut merupakan faktor terpenting dalam menentukan kehidupan
ikan, pernapasan akan terganggu bila oksigen kurang dalam perairan. Jika oksigen
Universitas Sumatera Utara
terlarut tidak seimbang akan menyebabkan stress pada ikan karena otak tidak mendapat suplai oksigen yang cukup, serta kematian akibat kekurangan oksigen anoxia yang
disebabkan jaringan tubuh ikan tidak dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah. Tatangindatu, 2013.
Menurut Kordi dan Tancung 2007, beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, namun konsentrasi oksigen terlarut
yang baik untuk hidup ikan adalah 5 ppm. Pada perairan dengan konsentrasi oksigen dibawah 4 ppm, beberapa jenis ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu
makannya mulai menurun. Untuk itu, konsentrasi oksigen yang baik dalam budidaya perairan adalah antara 5 – 7 ppm. Pada penelitian ini kandungan oksigen terlarut
umumnya sudah cukup baik, hasil yang didapat pada perlakuan 1 Sirkulasi adalah sebesar 5,28 ppm sedangkan pada perlakuan 2 Non Sirkulasi adalah sebesar 6,32 ppm,
dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut selama masa penelitian dalam 10 minggu cukup baik dalam menunjang pertumbuhan ikan.
Derajat keasaman pH rata-rata setiap 2 dua minggu pada setiap perlakuan selama penelitian menunjukan bahwa pH perairan pada perlakuan 1 Sirkulasi adalah
sebesar 7,66 sedangkan perlakuan 2 Non sirkulasi adalah sebesar 8,18. Menurut Kordi dan Tancung 2010, menyatakan bahwa dalam budidaya ikan patin nilai pH yang
optimal berkisar 7 – 8. Dengan demikian, kisaran derajat keasaman selama penelitian masih berada dalam batas yang cukup baik bagi ikan selama masa pemeliharaan.
Berdasarkan standart baku mutu air PP. No. 82 Tahun 2001 Kelas II pH yang baik untuk kegiatan budidaya ikan air tawar berkisar antara 6 – 9. Hal ini menunjukkan
bahwa pH selama masa penelitian masih berada dalam batas alami dan masih layak untuk dilakukan kegiatan budidaya karena masih berada pada kisaran 6,6 – 9,2. Hasil
Universitas Sumatera Utara
tersebut bila dibandingkan dengan standar baku mutu air PP. No. 82 Tahun 2001 Kelas II untuk kegiatan budidaya ikan air tawar , masih sangat jauh dari batas yang
ditentukan yaitu 10 mgl. Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan sumber
nutrisi utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan air lainnya, hasil pengukuran kadar nitrat selama masa pemeliharan ikan patin didapat pada perlakuan 1
Sirkulasi adalah sebesar 0,00, sedangkan pada perlakuan 2 Non Sirkulasi adalah sebesar 0,02 ppm, maka kadar nitrat baik pada perlakuan 1 maupun pada perlakuan 2
masih dibatas normal hal tersebut sesuai menurut Tatangindatu 2013 kadar nitrat yang lebih dari 5 mgl menggambarkan telah terjadinya pencemaran.
Hasil pengukuran fosfat yang didapat selama masa pemeliharaan pada perlakuan 1 Sirkualasi adalah sebesar 0,03, sedangkan pada perlakuan 2 Non sirkulasi adalah
sebesar 0,01. Nilai fosfat selama masa pemeliharaan masih dalam batas normal. Hal ini sesuai menurut PP No. 82 Tahun 2001 standar baku mutu kualitas air fosfat untuk
kegiatan budidaya ikan air tawar adalah sebesar 0,2 mgl. Fosfat yang disumbangkan kedalam perairan dari aktifitas budidaya ikan berasal dari sisa pakan pelet yang
terbuang. Hancuran pelet biasanya terikut pada saat pemberian pakan, dan hancuran yang berukuran kecil tersebut tidak ditangkap oleh ikan. Proporsi pakan yang yang
dapat ditangkap dan ditelan oleh ikan, hanya sebagian yang diasimilsi, sedangkan yang lainnya dibuang sebagai feces. Selanjutnya dari total proporsi yang diasimilasi, hanya
sebagian kecil yang digunakan sebagai sumber energi dan pertumbuhan. Karena sebagian dibuang melalui ekskresi Tatangindatu, 2013.
Menurut Kordi dan Tancung 2007, kadar amoniak NH
3
yang terdapat dalam perairan umumya merupakan hasil metabolisme ikan berupa kotoran padat feces dan
Universitas Sumatera Utara
terlarut amonia, yang dikeluarkan lewat anus, ginjal dan jaringan insang. Kotoran padat dan sisa pakan tidak termakan adalah bahan organik dengan kandungan protein
tinggi yang diuraikan menjadi polypeptida, asam-asam amino dan akhirnya amonia sebagai produk akhir dalam kolam. Makin tinggi konsentrasi oksigen, pH dan suhu air
makin tingi pula konsentrasi NH
3
. Kadar amoniak pada perlakuan 1 Sirkulasi tidak mengalami peningkatan dari
awal sampai akhir penelitian sedangkan pada perlakuan 2 Non Sirkulasi mengalami peningkatan. Mengacu pada baku mutu kualitas air PP. No.82 Tahun 2001 Kelas II
bahwa batas maksimum amoniak untuk kegiatan perikanan bagi ikan yang peka ≤ 0,02
mgl. Hasil penelitian menunjukkan nilai amoniak terendah pada perlakuan 1 dengan nilai 0,02 mgl dan nilai amoniak tertinggi terdapat pada perlakuan 2 dengan nilai 0,17
mgl. Hal ini menunjukkan bahwa nilai amoniak pada perlakuan 2 telah melewati batas maksimum baku mutu karena kisaran berada pada 0,02 mgl – 0,17 mgl.
Tingginya jumlah amoniak pada perlakuan 2, diduga disebabkan karena pada perlakuan 2 tidak dilakukan proses resirkulasi air sehingga menyebabkan penumpukan
sisa hasil metabolisme pakan ikan tersebut yang dikeluarkan dalam bentuk feces.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Laju pertumbuhan yang terbaik adalah pada perlakuan 1 Sirkulasi sebesar 10,14 sedangkan pada perlakuan 2 Non sirkulasi adalah sebesar 5,63 hal ini dapat
dinyatakan bahwa antara perlakuan 1 Sirkulasi dengan perlakuan 2 Non Sirkulasi terjadi perbedaan yang sangat signifikan p 0,05. Sedangkan secara khusus penelitian
ini menyimpulkan bahwa usaha budidaya khususnya budidaya ikan patin Pangasius sp. sebaiknya menggunakan sistem sirkulasi dalam pemeliharaannya karena dengan
menggunakan sistem sirkulasi laju pertumbuhan ikan patin lebih tinggi dibandingkan dengan usaha budidaya tanpa sistem sirkulasi.
2. Kualitas air yang meliputi suhu, Oksigen terlarut DO, Derajat Keasaman pH, Nitrat NO
3
, Amoniak NH
3
masih dalam kisaran yang ditolerir oleh ikan patin pada perlakuan 1 Sirkulasi kualitas air tetap tejaga dikarenakan adanya sistem resirkulasi
yang berfungsi dengan baik yang dapat menunjang pertumbuhan ikan patin sedangkan pada perlakuan 2 Non sirkulasi kualitas air kurang baik yang mempengaruhi laju
pertumbuhan ikan patin pada perlakuan 2 berjalan dengan lambat.
Saran
Walau perlakuan 1 Sirkulasi sangat baik untuk usaha budidaya, namun pembuatan media filter resirkulasi dapat lebih diefisienkan lagi dengan melakukan
Uji lebih lanjut tentang filter mana yang paling efisien dalam proses resirkulasi.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Adria Pm dan Jenny MU, 2006. Pengaruh Formula Pakan Terhadap Perkembangan Ikan
Patin Pangasius sp yang Dipelihara di Waring Apung. Seminar Ilmiah. Aplikasi Isotop dan Radiasi.
Aguskamar., G. O., 2011. Penjernihan Air dari Arang Jepang dan Pasir Zeolit. Jurnal Rekayasa Sipil 72.
Akbar, R. A., 2003, “Efesiensi Nitrifikasi dalam Sistem Biofilter Submerged Bed, Trickling Filter dan Fluidzed Bed”, Skripsi Sarjana Biologi, Institut
Teknologi Bandung. Barus., T. A., 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau.
Program Studi Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara. Medan 5-8. Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.
Yogyakarta, hlm. 92-100 Frits Tatangindatu, 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan
di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa. Jurnal Budidaya Perairan 12: 8-19.
Isnaini, A. 2011. Penilaian Kualitas Air dan Kajian Potensi Situ Salam Sebagai Wisata Air di Universitas Indonesia, Depok. [Tesis] Program Pasca Sarjana.
Universitas Indonesia. Depok. Kelabora, D. M., Sabariah. 2010. Tingkat Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva
Ikan Bawal Air Tawar Collosoma sp dengan Laju Debit Air Berbeda Pada Sistem Resirkulasi. Jurnal Akuakultur Indonesia 91: 56-60.
Kordi, M.G.H. dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air. PT Rineka Cipta, Jakarta
Kordi, K.M.G.H., Tancung A.B. 2010. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta, Jakarta.
Minggawati, I. 2012. Parameter Kualitas Air untuk Budidaya Ikan Patin Pangasius pangasius di Karamba Sungai Kahayan, Kota Palangka Raya.Jurnal Ilmu
Hewani Tropika 11. Minggawati, I., Saptono. 2011. Analisa Usaha Pembesaran Ikan Patin Jambal
Pangasius djambal dalam Kolam di desa Sidomulyo Kabupaten Kuala Kapuas.Media Sains 31.
Pasaribu, G. 2007. Pengolahan Eceng Gondok Sebagai Bahan Baku Kertas Seni. Balai Litbang Kehutanan Sumatera. Gondok Padang.
Universitas Sumatera Utara
Putra, I., Setiyanto, D. 2011. Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan Nila Oreochromis niloticus Dalam Sistem Resirkulasi. Jurnal Perikanan dan
Kelautan 161: 56-63. Setyanto, K., Warniningsih. 2011. Pemanfaatan Eceng Gondok Untuk Membersihkan
Kualitas Air Sungai Gadjahwong Yokyakarta.Jurnal Teknologi Technoscientia 42.
Sidik, A.S. 1996. Pemanfaatan Hidroponik dalam Budidaya Perikanan Sistem Resirkulasi Air Tertutup. Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman,
Samarinda. 43 h. Suhartana, 2006. Pemanfaatan Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Baku Arang Aktif
dan Aplikasinya Untuk Penjernihan Air Sumur di Desa Belor KecamatanNgaringan Kabupaten Grobongan.Laboratorium Kimia Organik
FMIPA UNDIP. 93: 151-156.
Sukadi, M. F. 2002. Peningkatan Teknologi Budidaya Perikanan, Jumal lktiologi Indonesia 22: 61-66.
Syofyan, I., Usman., Nasution P. 2011. Studi Kualitas Air Untuk Kesehatan Ikan Dalam Budidaya Perikanan Pada Aliran Sungai Kampar Kiri. Jurnal Perikanan dan
Kelautan 161: 64-70. Warlina, L. 2004. Pencemaran Air: Sumber, Dampak, dan Penanggulangannya.
[Disertasi]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.26 hlm. Zonnefeld, N.E., A. Huisman dan J.H. Boon, 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 49-213.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Foto Lokasi Penelitian
1. Halaman Depan BBI Binjai
2. Bak Pemeliharaan Ikan Patin Pangasius sp
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Foto Filter Penyaringan Air
1. Kerikil 2. Zeolit
3.Ijuk
4.
Pasir 5.Arang
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Foto Alat Pengukur Kualitas Air
1. Spektrofotometer 2. pH Meter
3.Timbangan Digital 4.Buku Panduan Spektrofotometer
5. Termometer 6.Winkler
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Foto Reagen Pengukuran Kualitas Air
1. Reagen Nitrat
2. Reagen Fosfat