Sistem Pengangkutan Kayu Dengan Sistem Rakit

Sistem Pengangkutan Kayu Dengan Sistem Rakit
Muhdi
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang cukup memberikan peranan
penting bagi pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia. Sebagai salah satu sumber
devisa, hasil huan yang berupa kayu olahan menduduki peringkat kedua setelah
migas.
Pemanenan hasil hutan adalah serangkgaian kegiatan kehutanan yang mengubah
pohon atau biomassa lainnya, sehingga bermanfaat bagi keghidupan ekonomis dan
kebudayaan masyarakat (Suparto, 1979).
Salah satu kegiatan yang termasuk dalam kegiatan pemanenan hasil hutan
adalah pengangkutan kayu ke tempat penimbunan kayu atau ke empat pengolahan
selanjutnya.
Pengangkutan di dalam kegiatan kehiyanan adalah pengangkutan balak (log)
dari tempat penebangan sampai ke tempat tujuan akghir seperti tempat penimbunan
kayu (TPK) atau langsung ke konsumen. Tujuan pengangkutan kayu adalah agar
kayu dapat samapai di tujuan pada waktu yang tepat secara kontinu dengan biaya
yang minimal. Jayu akan turun kualitasnya apabila terlalu lama diabiarkan di dalam

hutan (Elias, 1992).

II. FAKTOR-FAKTOR PEMMILIHAN MODUS
PENGANGKUTAN KAYU
Pemiliahan modus pengangkutan kayu sangat penting. Pengangkutan
merupakan kegiatan utama dan mendasar dalam kegiatan pemanfaatan hasil hutan.
Hal ini didasarkan pada kenyataan sebagi berikut :
1. Kayu adalah bahan yang relatif murah per satuan berat dan volume.
2. Volume kayu besar (voluminous) dan bobotnya berat.
3. Hutan-hutan produksi umumnya terletak di tempat yang jauh dan tegakannya
tersebar luas.
4. Pada umumnya wilayah hutan bertopgrafi berat dan arealnya dipotong oleh
lembah dan sungai.
5. Biaya pengangkutan merupakan pos pembiayaan terbesar dalam kegiatan
pemanenan.
6. Modus pengangkutan kayu dibedakan menjadi pengangkutan melalui air dan
pengangkutan melalui darat.

1
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara


Faktor-faktor yang menentukan cara pengangkutan adalah : biaya, ukuran
panjang dan berat kayu, ketersediaan tenaga kerja, jarak ke pabrik pengolahan kayu,
besarnya operasi, topografi, iklim, milai tegakan dan permintaan pabrik setiap tahun,
serta peralatan yang digunakan (Brown, 1958).
III. PENGANGKUTAN KAYU MELALUI AIR
Perakitan log adalah salah satu cara pengangkutan kayu yang paling murah serta
termasuk salah saatu cara pangangkutan kayu yan paling tua untuk membawa log
kepada para pemakai (Juta, 1954).
Pengangkutan memlalui air relatif murah dan tidak memerlukan invenstasi untuk
pembuatannya. Kerugaiannya adalah bahwasanya lokasi sungai tidak selamana
sesuai dengan yang diharapakan. Terutama untuk pengangkutan kayu, sungai adalah
sarana yang paling murah, karena volume angkutan setiapritt dapat besar sekali
sehingga biaya per satuan volume menjadi kecil.
Cara pengangkutan kayu jarak jauh yang paling tua adalah dengan
menghanyutkannya secara lepas. Namun cara ini sudah lama tidak digunakan karena
mengganggu fasilitas umum dan banyaknya kayu yang hilang di tengah perjalanan.
Sekarang cara umum dipakai adalah perakitan, atau dengan tongkang (Elias, 1999).
IV. KONSTRUKSI RAKIT
Kayu gelondongan (log) yang diangkut melalui air atau sungai dengan sistem

rakit, terlebih dahulu dikumpulkan di logpond. Kayu yang dirakit menjadi satu
kesatuan sehingga mudah dikendalikan. Cara penyusunan kayu menjadi bentuk rakit
ada dua, yaitu konstruksi melintang dan konstruksi membujur.
Rakit dengan konstruksi membujur lebih sesuai untuk pengangnkutan melalui
sungai yang sempit, banyak belokan dan berarus deras, serta untuk pengangkutan
mel;alui laut, hal ini disebabkan penampang kayu y6ang menahan air lebih kecil
dibandingkan dengan konstruksi yang melintang. Rakit dengan konstruksi melintang
pada umummnya dibuat untuk pengangkutan di sungai yang lebar dengan arus yang
tenamg.
Konstruksi rakit menurut Juta (1954) dipengaruhi oleh berat jenis kayu yang
dirakit. Ditinjau dari berat jenis kayunya, maka kayu-kayu yang akan dirakit dapat
digologkan sebagai berikut :
a. Terapung
Berat jenis kayu yang dirakit kurang dari satu, misalnya terdiri dari campuran
kayu jati dan berbagai jenis meranti (Shorea Spp.) atau dapat juga berupa ikatan
bambu.
b. Melayang
Berat jenis kayu kurang lebih sama dengan satu dan pada umumnya terdiri dari
jenis kayu keruing (Dipterocarpus spp.)
c. Tenggelam

Berat jenis kayu lebih besar dari satu, misalnya kayu besi (Eusideroxylon
zwageri).
2
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

Putra (1996) menyatakan bahwa bahan-bahan untuk membuat rakit adalah paku
U, paku I (ring), kabel ukuran 1 inchi, kabel ukuran 0,5 inchi dan kayu bam,
sedangkan peralatan yang digunakan adalah kapak dan tonglat pengait (gancu).
Tongkat pengait ini berfungsi untuk membantu menarik kayu agar mudah
menyusunnya. Bentuknya yang runcing, sedikit bengkok dan terbuat dari besi dengan
pegangan kayu yang panjang.

V. PROSES PEMBUATAN RAKIT
Pembuatan rakit dilakukan setelah kayu cukup banyak terkumpul di logpond.
Dalam pembuatan rakit, faktor kelancaran angkutan kayu dari tempat tebangan ke
logpond sangat menentukan, karena apabila persediaan kayu di logpond kurang akan
menghambat pekerjaan pembuatan rakit.
Kayu yang telah terkumpul dijatuhkan ke sungai (dilego) dengan
menggunakan alat pelego crane. Kayu yang dijatuhkan tersebut langsung disusun
oleh buruh pembuat rakit yang telah terampil merakit log di dalam air. Menurut Putra

( 1996) jumlah tenaga dalam satu regu perakit terdiri dari 6 orang dengan 3 orang
tenaga pengikat dan 3 orang pembantu.
Pembuatan rakit dilakukan per rakit kecil (50-100), dimana kayu-kayu yang
telah siap dirakit satu sama lain diikat dengan kabel yang kemudian diPAKU DI
KEDUA UJUNG KAYU. Jenis paku yang digunakan ada dua yaitu paku U dan paku
I. Mula-mula kabel dimasukkan ke dalam lubang paku I, kemudian sambil kayu
disusun dipasangkan kabel pengikat di kedua sisi ujung dan tengah kayu dan
kemudian dipaku. Kayu tengggelam disusun di antara kayu-kayu terapung dengan
perbandingan rata-rata 1 : 2, dimana satu kayu tenggelam terdapat dua kayu terapung
(Putra, 1996).
Sebagai pembantu dalam mengikat kayu tenggelam digunakan bam, yaitu
dibuat dari kayu dengan diameter sekitar 10 cm dengan panjang 7 meter yang
dipasang melintang di atas rakit dan diikiat dengan kabel. Setelah selesai mengikat
kayu sebanyak 12-21 rakit kecil, lalu satu sama lain digabungkan dengan cara
menyimpulkamatikan ujung kabel rakit satu dengan yang lainnya.
Pembuatan rakit dilakukan pada sat air pasang, keadan air tenang, tidak ada
pukulan ombak, dan arus sungai tidak begitu deras. Pada daerah yang dipengaruhi
oleh pasang surut, pada saat air surut logpond menjadi dangkal dan kayu tertimbun di
daratan sehingga sulit menyusunnya. Oleh karena itu rakit disusun pada saat air
pasang. Pasang surut terjadi dua kali sehari, sehinga perakitan maksimal dua kali

sehari. Menurut Putra (1996) sebuah rakit terdiri dari 1600 susunan batang kayu
dengan volume sekitar 1650 m3.

3
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara

VI. KESIMPULAN
1.

2.
3.

Kayu gelondongan (log) yang diangkut melalui airr atau sungai dengan sistem
rakit. Cara penyususnan kayu menjadi bentuk rakit terdiri dari dua, yaitu
konstruksi melintang dan konstruksi membujur.
Konstruksi rakit dipengaruhi oleh berat jenis kayu yang dirakit.
Perakitan dilakukan dua kali sehari, dimana sebuah rakit terdiri dari 1600
susunan batang kayu dengan volume sekitar 1650 m3.

DAFTAR PUSTAKA


Brown, N.C. 1958. Logging. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Elias. 1999. Modus Pengangkutan Kayu di Indonesia. IPB Press. Bogor.
Juta, E.H.P. 1954. Pemungutan Hasil Hutan. Timun Mas. Jakarta.
Putra, A.Y. 1996. Analisis Biaya Pengangkutan Melalui Air dengan Sistem Rakit di
Propinsi Riau. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor.
Suparto, R.S. 1979. Eksploitasi Hutan Modern. Fakultas Kehutanan IPB Bogor.
Bogor.

4
e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara