2.4 Permasalahan Limbah Kelapa Sawit
Dampak positif dari perkembangan sektor agroindustri umumnya dan perkebunan kelapa sawit khususnya, juga diikuti oleh dampak negatif terhadap lingkungan akibat
dihasilkan limbah cair, padat dan gas dari kegiatan kebun dan pabrik kelapa sawit PKS. Untuk itu tindakan pencegahan dan penanggulangan dampak negatif dari kegiatan
perkebunan kelapa sawit dan PKS perlu dilakukan sekaligus meningkatkan dampak positifnya. Tindakan tersebut tidak cukup dengan mengandalkan peraturan perundang -
undangan saja, tetapi juga didukung oleh pengaturan sendiri secara sukarela dan pendekatan instrumen-instrumen ekonomi. Pengaturan seperti ini dikenal sebagai mixed
policy tools Alamsyah, 2000. Pencemaran lingkungan dari tumpahan limbah minyak kelapa sawit mentah PT
Sinar Alam Permai di sungai Musi telah mengganggu kegiatan sehari-hari sekitar 100 keluarga yang tinggal di pinggir Sungai Musi Kecamatan Ilir Timur Palembang. Beberapa
warga mengaku kulit terasa gatal-gatal setelah terkena limbah minyak sawit tersebut. Selama bulan Mei 2004 telah terjadi pencemaran oleh limbah, namun hingga kini
perusahaan itu belum memberikan kompensasi apapun terhadap warga. Diusulkan ada dialog antara PT SAP dengan masyarakat sekitar untuk merehabilitasi lahan yang
terkena limbah dan memberikan kompensasi yang layak kepada warga yang lingkungannya rusak. Menurut Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup
Walhi Sumatera Selatan Iwan Wahyudi bahwa pemerintah perlu meninjau kembali dokumen analisis mengenai dampak lingkungan dari PT SAP.
Tidak adanya keterpaduan dalam realisasi konservasi lingkungan menyebabkan Sungai Siak mengalami pencemaran limbah buangan industri yang berada di sepanjang
bantaran sungai. Aktivitas di bantaran sungai yang telah mengalirkan limbah cair, padat dan jenis limbah beracun lainnya ke perairan Siak antara lain industri karet, kertas,
penggergajian kayu, perkebunan, pertanian, perkampungan, lalu lintas perkapalan, pelabuhan dan masih banyak lagi. Keadaan ini disebabkan pemerintah daerah tingkat II
yang dilewati sungai ini menerapkan kebijakan yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan masing-masing. Apalagi di sepanjang bantaran sungai terdapat berbagai
industri yang memiliki perizinan dari pemerintah pusat melalui berbagai departemenkementerian. Fakta ini cukup menyulitkan pengaturan oleh pemerintah
provinsi Riau. Konsep yang ideal untuk mengatasi hal ini adalah “one river one plan” yaitu konsep konservasi satu sungai satu rencana pengelolaan, namun hal tersebut
memerlukan pemahaman dari masing-masing pihak yang terkait dengan eksploitasi maupun pelestarian Sungai Siak serta mampu mengoptimalkan perannya tersebut.
Kementerian Lingkungan Hidup telah mengumumkan peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hasil penilaian KLH sepanjang tahun 2003.
Kriteria penilaian mencakup penilaian pengendalian pencemaran air, udara, pengelolaan limbah B3, penerapan analisis mengenai dampak lingkungan amdal, pelaksanaan
produksi bersih, manajemen lingkungan dan hubungan masyarakat serta pengembangannya. Berdasarkan laporan tersebut, jenis usaha yang masuk kategori
hitam perusahaan belum mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidupnya secara berarti meliputi industri tekstil, penyedap rasa, kertas, pertambangan,
kelapa sawit, kayu lapis dan pabrik gula. Tabel
1. Daftar perusahaan industri kelapa sawit yang termasuk peringkat hitam
PROPER tahun 2003-2004
No Nama perusahaan
Lokasi
1 PT. Perdana Inti Sawit
Rokan Hulu, Riau 2.
PT. Torganda Rokan Hulu, Riau
3. PT. Sari Aditya Loka I
Merangin Jambi 4.
PT. Inti Indo Sawit Subur Kebun Handil, Jambi
5. PTPN VI PKS Pinang Tinggi
Muara Jambi, Jambi Sumber: KLH 2005
Salah satu ketimpangan yang terjadi dalam industri kelapa sawit adalah tidak proporsionalnya perbandingan luas perkebunan sawit rakyat dengan perkebunan besar
nasional dan swasta. Ketimpangan ini semakin besar dengan perbedaan perlakuan oleh pemerintah. Perusahaan asing yang menguasai perkebunan kelapa sawit besar
dilindungi dan diadministrasikan oleh pemerintah, sedangkan perkebunan sawit rakyat yang luasnya tidak seberapa kurang mendapatkan perlindungan atau pembinaan.
Tabel 2. Perbandingan distribusi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara dan Indonesia tahun 2002
Luas perkebunan ha Wilayah
Rakyat Negara
Swasta Total
Sumatera Utara 123.493
269.994 259.393
654.511 Indonesia 1.206.154
541.105 2.227.078
4.116.464 Sumber : Deptan 2003
Berdasarkan data distribusi perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2002, jika diasumsikan setiap hektar perkebunan rakyat ditanam dengan modal usaha 3 juta
rupiah maka jumlah investasi sekitar Rp3,6 trilyun rupiah. Jika 70 dari total areal terdiri dari tanaman yang menghasilkan memiliki produktivitas 10 ton buah per ha dengan
rendemen 18 maka jumlah kelapa sawit kasar yang dihasilkan kurang lebih 1,54 juta ton.
Kondisi yang terjadi saat ini adalah petani memperoleh kesulitan untuk mendapatkan bibit kelapa sawit yang bersertifikat, asli dan unggul. Selama ini yang
beredar di masyarakat adalah 40 bibit palsu yang diambil dari buah-buah sapuan atau bukan buah khusus untuk pembibitan. Hal ini juga terkait dengan kurangnya akses untuk
memperoleh bibit unggul. Petani juga kesulitan menjual tandan buah segar dengan harga yang baik di pasaran. Persoalan lain adalah masyarakat kesulitan mendapatkan pupuk
bersubsidi. Banyak pupuk yang beredar di pasar merupakan pupuk yang tidak bersubsidi bahkan cenderung palsu. Penggunaan pupuk palsu ini berdampak buruk kepada hasil
tandan buah segar petani sawit.
2.5 Pengelolaan Limbah Kelapa Sawit