Gaya Hidup, Intake Zat Gizi Dan Morbiditas Orang Dewasa Yang Berstatus Gizi Obes Dan Normal

(1)

DESRI MAULINA SARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

and Normal Nutritional Status. Supervised by YEKTI HARTATI EFFENDI and CESILIA METI DWIRIANI.

The objective of this research was to identify characteristic of samples, food intake, lifestyle, morbidity and energy balance among adult obese and normal nutritional status. A cross-sectional study was conducted from October to November 2010 in Bogor Agricultural University (BAU). The study participants were employee’s rector of BAU. The samples were chosen purposively with criteria were adult category, age >21 years, male and female gender, body mass index (BMI) >27.0 for obese nutritional status; BMI 18.5-25.0 for normal nutritional status, and ready for being sample of research. The number of obese sample were 25 and normal sample 25 people.

Majority (72%) of obese samples were 30-49 years old. There was a significant difference in education levels of among samples (p<0.05). Rice, cassava, street food and soft drink consumption were found higher in obese than normal samples. Statistical analysis showed that there was a significant difference in obese and normal samples in protein intakes and adequacy level of protein (p<0.05). There was a significant difference in leisure-time between obese and normal samples (p<0.05). Ready-to-eat food habit was found higher in obese than normal status. The average of energy balance among samples were negative. In addition, there was a significant difference in family history of obesity between obese and normal samples (p<0.05). For the last three month, both subjects suffer from infections of acute respiratory. Diabetes mellitus and uric acid was found in obese subjects, while anemia was found in normal subjects

The study showed that nutritional status was positively correlated with age, education levels, frequency of cassava consumption, family history of obesity and ready-to-eat food habit and negatively associated with intakes of protein.


(3)

Dewasa yang Berstatus Gizi Obes dan Normal. Dibimbing oleh Yekti Hartati Effendi dan Cesilia Meti Dwiriani

Tujuan umum penelitian adalah mempelajari gaya hidup, intake zat gizi dan morbiditas orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal. Tujuan khususnya adalah mengidentifikasi karakteristik contoh, pengetahuan gizi, konsumsi pangan dan intake zat gizi, gaya hidup, morbiditas contoh dalam 3 bulan terakhir, dan keseimbangan energi, serta menganalisis hubungan setiap variable dengan kejadian obesitas.

Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study. Lokasi penelitian di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul “Efikasi Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Berbahan Aktif Xanthorrhizol (0.05%) untuk Meningkatkan Populasi Limfosit T (>10%) pada Orang Dewasa Obes”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai rektorat IPB sejumlah 493 orang. Contoh dalam penelitian ini adalah pegawai rektorat IPB. Cara pengambilan contoh secara purposive dengan kriteria orang dewasa (usia ≥ 21 tahun), berjenis kelamin laki-laki dan atau perempuan, memiliki indeks massa tubuh (IMT) >27 untuk kriteria obes dan 18,5 – 25,0 untuk kriteria normal dan bersedia untuk menjadi contoh penelitian. Penarikan contoh diawali dengan menyebarkan 60 undangan kepada calon contoh yang terlihat gemuk. Calon contoh yang hadir berjumlah 53 orang. Kemudian dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menentukan IMT. Contoh yang memenuhi kriteria obes berjumlah 25 orang. Kemudian dicari calon contoh yang memenuhi kriteria dan berstatus gizi normal untuk ditentukan sebagai contoh kontrol sejumlah 25 orang, sehingga total contoh dalam penelitian ini adalah 50 orang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2010.

Jenis data yang digunakan adalah data primer, meliputi data karakteristik contoh, pengetahuan gizi, konsumsi pangan dan intake zat gizi, gaya hidup dan morbiditas. Data karakteristik contoh, gaya hidup dan morbiditas diperoleh

dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data pengetahuan gizi diperoleh

melalui pengisian kuesioner yang berisi 20 pertanyaan tentang gizi seimbang, fungsi zat gizi, tanda-tanda obesitas, faktor penyebab obesitas, dan dampak obesitas. Data konsumsi pangan dan intake zat gizi serta aktivitas fisik diperoleh melalui metode recall 1x24 jam masing-masing pada hari kerja dan hari libur.

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara statistik dan deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program SPSS versi 16.0 For Windows. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman, sedangkan uji beda menggunakan Independent sample T-test dan Mann Whitney Test.

Data karakteristik contoh meliputi umur yang dikelompokkan berdasarkan AKG (2005) dengan tiga kelompok umur yaitu 19-29 tahun, 30-49 tahun dan 50 tahun. Data sosial-ekonomi diukur dengan pendidikan yang dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu tidak tamat sekolah, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, tamat Perguruan Tinggi (PT); data pendapatan yang dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu <1 juta, 1-1,9 juta, 2-3,9 juta, dan 4-6 juta; data besar keluarga dikelompokkan menjadi dua kategori menurut BKKBN (1997) yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang) dan keluarga besar (> 4 orang).

Data pengetahuan gizi diukur dengan penilaian masing-masing pertanyaan yang diberi skor 1 jika contoh menjawab benar dan skor 0 jika contoh


(4)

pengetahuan kurang jika skor <60% (Khomsan 2000).

Data konsumsi makanan diolah menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Aktivitas fisik dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu ringan (1,40 PAL1,69), sedang (1,70PAL1,99), dan berat (2,00PAL2,39) (FAO/WHO/UNU 2001). Morbiditas contoh terdiri dari kejadian sakit dalam tiga bulan terakhir yang meliputi jenis penyakit, lama sakit, dan frekuensi sakit. Keseimbangan energi dikatakan positif apabila intake energi > pengeluaran energi, dan dikatakan negatif bila intake energi < pengeluaran energi.

Lebih dari separuh contoh yang berstatus gizi obes dan berstatus gizi normal berada pada kelompok umur 30-49 tahun. Sebagian besar contoh berjenis kelamin perempuan. Lebih dari separuh contoh obes dan contoh normal masing-masing menamatkan pendidikan SMA dan perguruan tinggi. Kedua kelompok contoh memiliki pendapatan 2-3,9 juta rupiah per bulan. Kedua kelompok contoh tergolong keluarga kecil. Kedua kelompok contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik.

Konsumsi nasi, singkong, makanan jajanan dan minuman (soft drink)

contoh obes lebih banyak dibandingkan contoh normal. Rata-rata intake energi, protein, lemak dan karbohidrat contoh obes lebih rendah dibandingkan contoh normal. Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein contoh obes termasuk dalam kategori ringan, sedangkan contoh normal termasuk dalam kategori normal. Tingkat konsumsi lemak contoh obes termasuk dalam kategori normal, sedangkan contoh normal termasuk dalam kategori lebih. Tingkat konsumsi karbohidrat kedua kelompok contoh termasuk dalam kategori lebih.

Terdapat sebagian kecil contoh yang memilki kebiasaan merokok dan olahraga. Tingkat aktivitas fisik kedua kelompok contoh termasuk dalam kategori aktivitas fisik ringan. Kebiasaan mengkonsumsi fast food lebih banyak dilakukan oleh contoh obes (48%) dibandingkan contoh normal (4%). Rata-rata frekuensi konsumsi singkong, gorengan, gula pasir, cokelat, sirup, pizza dan minuman coca cola lebih sering dilakukan oleh contoh obes daripada contoh normal.

Lebih dari separuh contoh obes dan normal pernah sakit dalam tiga bulan terakhir. Jenis penyakit menular yang diderita oleh kedua contoh adalah penyakit ISPA. Jenis penyakit tidak menular yang diderita oleh contoh obes adalah diabetes mellitus dan maag, sedangkan anemia dan maag diderita oleh contoh normal. Frekuensi dan lama sakit kedua kelompok contoh masing-masing 1 kali dan 6-14 hari. Riwayat obesitas dalam keluarga banyak ditemukan pada contoh obes (72%) dibandingkan contoh normal (28%).

Keseimbangan energi kedua kelompok contoh termasuk dalam kategori keseimbangan energi negatif. Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson, ditemukan hubungan negative signifikan antara intake protein dengan status gizi. Hasil korelasi Spearman menunjukkan hubungan positif signifikan antara umur, pendidikan terakhir, frekuensi konsumsi singkong, kebiasaan konsumsi fast food

dan riwayat obesitas dalam keluarga dengan status gizi.

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada kedua kelompok contoh untuk meningkatkan pengetahuan gizi tentang faktor penyebab obesitas dan meningkatkan aktivitas fisik serta kebiasaan olahraga. Selain itu, mengurangi konsumsi karbohidrat, soft drink, makanan manis dan fast food.


(5)

DESRI MAULINA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(6)

Nama : Desri Maulina Sari NRP : I 14086015

Menyetujui,

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Tanggal Disetujui : Pembimbing I,

dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked NIP. 19471029 197901 2 001

Pembimbing II,

Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc NIP. 19660527 199203 2 003

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001


(7)

11 Desember 1986. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri pasangan Bapak Fachruddin dan Ibu Sugiwati. Pendidikan penulis dimulai di TK Bhayangkari Pekanbaru pada tahun 1992-1993. Pada tahun 1993 penulis melanjutan pendidikan di SD Negeri 014 Sungai Apit dan lulus pada tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Babussalam Pekanbaru hingga tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 9 Pekanbaru hingga tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis melanjutkan Pendidikan di Politekhnik Kesehatan Riau, Jurusan Gizi, Departemen Kesehatan Riau. Penulis pernah menjadi enumerator Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 Di Kabupaten Siak, Provinsi Riau dan penulis juga pernah melakukan Internship Dietetik di RSUD. Arifin Ahmad Pekanbaru, Praktek Kerja Lapang (PKL) di Puskesmas Kulim Pekanbaru, dan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Kampar. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan D3 dan mendapat gelar sebagai Ahli Madya Gizi (AMG). Pada tahun yang sama melanjutkan Pendidikan di Program Penyelenggaraan Khusus Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.


(8)

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Gaya Hidup dan Morbiditas Orang Dewasa Yang Berstatus Gizi Obes dan Normal” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Program Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat dan dukungan kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

2. dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked dan Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan, masukan dan penuh kesabaran membimbing penulis hingga menyelesaikan skripsi ini.

3. dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

4. Pembahas seminar: Elsa Murdiana, Jenny Yulita, Rizka Rahmaniah dan Fathin Gaaniyati, atas kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

5. Pegawai IPB yang telah bersedia menjadi contoh dalam penelitian ini.

6. Papa dan mama yang selalu mendo’akan dan memberikan kasih sayang yang tulus. Terima kasih atas semua yang telah diberikan baik dukungan moril maupun materil selama penulis menempuh pendidikan.

7. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bogor, Juni 2011


(9)

Daftar Tabel ……….. iv

Daftar Lampiran ..……… vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ..……….. 1

Tujuan………. 2

Kegunaan .……… 2

TINJAUAN PUSTAKA Gaya Hidup …..……… 4

Kebiasaan Merokok …..………. 4

Kebiasaan Olahraga …..……… 4

Aktivitas Fisik …..……… 5

Kebiasaan Makan …..……… 6

Morbiditas …..………... 7

Status Gizi …..……….. 8

Obesitas …..……….. 9

KERANGKA PEMIKIRAN ...………. 13

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu …..………. 15

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ...………. 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data …..………... 15

Pengolahan dan Analisis Data …..……… 16

Definisi Operasional …..……….. 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh …..………. 22

Umur …..……….. 22

Jenis Kelamin ...……… 22

Pendidikan ...………. 23

Pendapatan ...………... 23

Besa Keluarga …..……….. 24

Pengetahuan Gizi …..……….. 25

Konsumsi Pangan dan Intake Zat Gizi …..………..……… 27

Angka Kecukupan dan Tingkat Konsumsi Energi ………. 28


(10)

Gaya Hidup …..……… 31

Kebiasaan Merokok …..………. 31

Kebiasaan Olahraga …..……… 32

Aktivitas Fisik …..……… 33

Kebiasaan Makan …..……… 36

Morbiditas …..………... 44

Keseimbangan Energi …..……….. 47

Hubungan Antar Variabel ...………. 48

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan …..………. 50

Saran …..………... 51

DAFTAR PUSTAKA ....………... 52

LAMPIRAN ...……….. 57


(11)

1 Penilaian berat badan berdasarkan IMT ……….. 9

2 Energi Metabolisme Basal (EMB) ……….. 20

3 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin ………... 22

4 Sebaran contoh berdasarkan status sosial-ekonomi ………. 24

5 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi ………. 26

6 Rata-rata skor (%) pengetahuan gizi contoh obes dan normal ……… 27

7 Konsumsi makanan dan intake zat gizi contoh ………... 28

8 Rata-rata intake energi, AKE dan TKE contoh ……… 29

9 Rata-rata intake protein, AKP dan TKP contoh.………... 30

10 Rata-rata intake lemak, angka kecukupan dan tingkat konsumsi lemak contoh ………. 30

11 Rata-rata intake karbohidrat, angka kecukupan dan tingkat konsumsi karbohidrat contoh ..………. 31

12 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok dan banyak rokok.. 32

13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan olahraga, jenis olahraga, frekuensi olahraga, durasi olahraga ……….... 33

14 Jenis dan perkiraan lama aktivitas fisik pada hari kerja ……… 34

15 Jenis dan perkiraan lama aktivitas fisik pada hari libur .……….... 35

16 Tingkat aktivitas fisik contoh berdasarkan hari kerja dan hari libur …. 36 17 Sebaran kebiasaan makan contoh ..………. 37

18 Sebaran frekuensi sayur dan buah contoh ………. 38

19 Sebaran kebiasaan ngemil, jajan, dan konsumsi fast food ...……….... 38

20 Sebaran frekuensi konsumsi pangan sumber karbohidrat ……… 39

21 Sebaran frekuensi konsumsi pangan sumber protein nabati ...………. 40

22 Sebaran frekuensi konsumsi pangan sumber protein hewani ...……... 40

23 Sebaran frekuensi konsumsi sayuran ...……… 41

24 Sebaran frekuensi konsumsi buah-buahan ...……….. 41

25 Sebaran frekuensi konsumsi susu dan hasil olahannya ……… 42

26 Sebaran frekuensi konsumsi makanan jajanan ..……… 42

27 Sebaran frekuensi konsumsi makanan dan minuman manis ………… 43

28 Sebaran frekuensi konsumsi fastfood ...……… 43

29 Sebaran frekuensi konsumsi softdrink contoh ..……….. 44

30 Sebaran kejadian sakit contoh dalam 3 bulan terakhir ..……… 44 iv


(12)

33 Rata-rata intake energi, pengeluaran energi dan keseimbangan

energi contoh hari kerja berdasarkan status gizi ………..………. 46 34 Rata-rata intake energi, pengeluaran energi dan keseimbangan

energi contoh hari libur berdasarkan status gizi ………..……….. 47 35 Sebaran contoh berdasarkan keseimbangan energi …..………... 47


(13)

1. Kuesioner Penelitian ………. 57

2. Nilai PAR aktivitas fisik ………. 67


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Obesitas atau kegemukan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh yang berlebihan (Effendi 2009). Obesitas merupakan suatu kondisi yang dahulu dianggap sebagai lambang kesejahteraan dan tidak berkaitan dengan penyakit. Insidens dan prevalensinya meningkat, baik di negara maju maupun di negara-negara berkembang.

Hadi (2005) melaporkan prevalensi obesitas pada tahun 1995 meningkat sangat tajam di kawasan Asia-Pasifik dimana sejumlah 1,5% penduduk Korea Selatan tergolong obes, sedangkan di Thailand 4%. Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 melaporkan prevalensi nasional obesitas meningkat dari tahun 2007 yaitu pada laki-laki 13,9% menjadi 16,3%, sedangkan pada perempuan 23,8% menjadi 26,9%. Prevalensi obesitas cenderung lebih tinggi pada kelompok penduduk dewasa yang juga berpendidikan lebih tinggi, dan bekerja sebagai PNS/TNI/Polri/Pegawai (Depkes 2010).

Meningkatnya prevalensi obesitas sejalan dengan perkembangan teknologi yang memberikan kemudahan dan perubahan gaya hidup. Menurut Karim (2002), majunya teknologi memudahkan semua kegiatan sehingga menyebabkan seseorang kurang bergerak (hypokinetic), seperti penggunaan remote kontrol, komputer, lift dan tangga berjalan, keadaan ini tanpa dimbangi dengan aktifitas fisik yang cukup akan menimbulkan penyakit akibat kurang gerak. Menurut Astawan dan Leomitro (2009), salah satu faktor pencetus obesitas adalah lingkungan. Faktor ini meliputi pola makan, jumlah dan komposisi zat gizi dalam makanan, serta intensitas aktivitas tubuh sebagai akibat gaya hidup modern.

Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, tumor, diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dan sebagainya (Depkes RI, 2008). Obesitas terkait dengan morbiditas (angka kesakitan) yang cukup bermakna, dilihat dari akibat fisik, metabolik maupun psikologis (Barasi, 2007). Bahkan menurut Allison, et al. (1999) dalam Sihadi dan Djaiman (2006) di Amerika 280.000 orang meninggal setiap tahun akibat obesitas. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik


(15)

untuk mempelajari gaya hidup dan morbiditas orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari gaya hidup dan morbiditas orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh yang meliputi: umur, jenis kelamin, status sosial-ekonomi.

2. Mengidentifikasi pengetahuan gizi contoh.

3. Mengidentifikasi konsumsi pangan dan intake zat gizi yang meliputi: jenis pangan, jumlah pangan, kandungan zat gizi, angka kecukupan dan tingkat konsumsi zat gizi.

4. Mengidentifikasi gaya hidup contoh meliputi: kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan kebiasaan makan.

5. Mengetahui morbiditas contoh yang meliputi: penyakit menular dan penyakit tidak menular yang diderita dalam 3 bulan terakhir.

6. Mengidentifikasi keseimbangan energi yang meliputi intake energi dari makanan dan pengeluaran energi dari aktivitas fisik.

7. Menganalisis hubungan karakteristik contoh, pengetahuan gizi, konsumsi makanan dan intake zat gizi, gaya hidup, morbiditas dan keseimbangan energi dengan kejadian obesitas.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain :

1. Bagi peneliti dapat mengaplikasi teori yang telah dipelajari semasa kuliah serta meningkatkan wawasan dan keterampilan dalam melakukan penelitian, mengolah dan menganalisis data serta menuangkannya ke dalam bentuk karya ilmiah.

2. Bagi Institut Pertanian Bogor (IPB), dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang efektif untuk mengurangi kejadian obesitas di lingkungan kampus, khususnya pegawai IPB, sehingga dapat menekan biaya penanggulangan masalah kesehatan dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.


(16)

3. Bagi masyarakat umum, agar dapat meningkatkan pengetahuan gizi tentang gaya hidup yang dapat memicu terjadinya obesitas, sehingga diharapkan prevalensi obesitas dapat mengalami penurunan, khususnya di Indonesia.

4. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi peneliti yang melakukan penelitian mengenai gaya hidup dan morbiditas pada kelompok obes.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Gaya Hidup

Menurut Suhardjo (1989), dari kacamata antropologi, gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Selanjutnya Muchtadi (1996) menambahkan bahwa dampak dari arus globalisasi yang paling nyata terlihat pada penduduk di perkotaan adalah gaya hidup konsumsi pangan, termasuk gaya hidup dalam memilih tempat makan dan jenis pangan yang dikonsumsi.

Kebiasaan Merokok

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli (Wahyudi 2009). Namun, Wack dan Rodin (1982) menyebutkan bahwa merokok dapat menyebabkan perubahan fisik dan kimia yang terjadi di dalam rongga mulut sehingga terjadi penurunan ketajaman indera pengecapan. Selain itu, Chiolero et al. (2008) menjelaskan bahwa penurunan selera makan tersebut merupakan efek dari nikotin dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang merokok dapat menyebabkan central fat accumulation. Akan tetapi, perokok dapat memiliki nafsu makan yang lebih tinggi saat sedang tidak merokok.

Dalam situs Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2010) rokok merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya penyakit tidak menular seperti kardiovaskuler, stroke, penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru, kanker mulut, dan kelainan kehamilan. Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2002 rokok adalah pembunuh yang akrab di tengah-tengah masyarakat. Setiap detik, satu orang meninggal akibat merokok. Rokok, juga membunuh separuh dari masa hidup perokok, dan separuh perokok mati pada usia 35 sampai dengan 69 tahun.

Kebiasaan Olahraga

. Menurut Karim (2002), olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan


(18)

ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Menurut Soedjono dan Harjadi (1984) di dalam deklarasi International Council of Sport and Physical Education

tahun 1964 di Paris tentang olahraga, dinyatakan bahwa olahraga ialah setiap kegiatan fisik yang bersifat permainan dan yang berupa perjuangan terhadap diri sendiri atau orang lain atau terhadap kekuatan-kekuatan tertentu.

Tiap kegiatan fisik akan menimbulkan perubahan fisiologis sesuai dengan beban yang diberikan kepada tubuh, terutama perubahan pada sistem kardiovaskular-respirasi (Soedjono dan Harjadi 1984). Selanjutnya Asikin (1984) menambahkan bahwa otot jantung menjadi kuat dan kemampuan paru serta kapasitas pernafasan menjadi lebih baik, peredaran darah ke alat-alat tubuh, otot dan kulit bertambah, dan dengan demikian memperbaiki penyediaan bahan makanan yang diperlukan organ tersebut serta meningkatkan pembuangan ampas metabolisme yang mungkin membahayakan. Hasil penelitian Sudibjo, Prakosa dan Soebijanto (2001) terhadap kelompok Senam Aerobik Intensitas Sedang (SAIS) menunjukkan bahwa senam aerobik yang dilakukan selama delapan minggu dengan frekuensi latihan tiga kali perminggu dengan intensitas sedang dan durasi 30 menit sudah dapat menurunkan Persentase Lemak Badan (PLB) secara bermakna. Selanjutnya Oetoro (2010) menyarankan tiga santai untuk olahraga yang ampuh menurunkan obesitas, yaitu jalan santai, renang santai, dan bersepeda santai. Lemak terbakar saat tubuh bergerak pelan terus-menerus di atas 30 menit.

Seperti yang diutarakan oleh Kuntaraf & Kuntaraf (1992) dalam Armandi (2010), berdasarkan penelitian Dr. Cooper, olahraga yang teratur akan menyebabkan terbentuknya pembuluh darah yang baru didalam otot. Dengan demikian, jumlah darahpun bertambah, dan peredaran darah lebih lancar, dan badan merasa nyaman. Menurut Almatsier (2001) olahraga ternyata lebih besar pengaruhnya terhadap proses penuaan daripada keturunan, merokok dan kegemukan.

Aktivitas fisik

Almatsier (2001), menjelaskan bahwa aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen keseluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan


(19)

tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan

Aktivitas fisik dilaporkan merupakan 20-40% total pengeluaran energi. Energi yang digunakan untuk aktivitas fisik sangat ditentukan oleh jenis aktivitas dan lama waktu melakukan aktivitas tersebut. Aktivitas yang melibatkan kerja otot dan dilakukan lebih lama akan memerlukan energi lebih besar (Dwiriani 2008).

Menurut Rosmalina dan Permaesih (2008) aktivitas fisik merupakan faktor utama yang membedakan kebutuhan energi, selain itu juga berat badan dan umur. Aktivitas fisik sehari mencakup lama dan jenis aktivitas yang biasa dilakukan akan mempengaruhi jumlah energi yang dikeluarkan. Studi WHO pada faktor-faktor risiko menyatakan bahwa gaya hidup duduk terus-menerus dalam bekerja adalah 1 dari 10 penyebab kematian dan kecacatan di dunia. Lebih dari dua juta kematian setiap tahun disebabkan oleh kurangnya bergerak/aktifitas fisik. Pada kebanyakan negara di seluruh dunia antara 60% hingga 85% orang dewasa tidak cukup beraktifitas fisik untuk memelihara fisik mereka (Karim 2002). Kebiasaan Makan

Kebiasan makan keluarga dan susunan hidangannya merupakan salah satu manifestasi kebudayaan keluarga yang disebut life style (gaya hidup). Gaya hidup merupakan hasil dari interaksi antara berbagai faktor sosial budaya dan lingkungan hidup (Madanijah 2004).

Menurut Suhardjo (1989), kebiasaan makan adalah suatu gejala budaya dan sosial yang dapat memberi gambaran perilaku dari nilai-nilai yang di anut oleh seseorang atau suatu kelompok masyarakat. Pada masyarakat modern d mana hampir semua orang menghabiskan waktu dari pagi sampai sore di tempat kerja sudah tentu tidak banyak punya waktu untuk memasak makanan. Biasanya pada masyarakat demikian akan berkembang kebiasaan makan di luar rumah seperti di restoran ‘fast food’ atau di tempat kerja di mana makanan di sediakan oleh usaha catering.

Menurut Oetoro et al. (2010), sebuah penelitian yang membandingkan sekelompok orang yang sarapan dengan tidak sarapan memberi hasil mengejutkan. Mereka yang melewatkan sarapan, makan siangnya lebih banyak, memiliki kadar kolesterol yang tinggi dan lebih resisten terhadap insulin. Menurut Purwati, Rahayuningsih dan Salimar (2005), kesibukan kerja dan aktivitas keseharian yang sangat padat cenderung mengakibatkan seseorang tidak


(20)

mempunyai waktu makan tertentu. Jika keadaan tersebut berlangsung relatif lama maka akan menyebabkan terjadinya kegemukan. Oleh karena itu, dianjurkan untuk makan secara teratur dan hanya pada jam-jam tertentu saja, yakni tiga kali sehari.

Selanjutnya diutarakan oleh Kodyat (1994) dalam Muchtadi (1996) bahwa kelompok warga kota yang berpenghasilan mapan, dalam konsumsi pangan sehari-hari terlalu selera sentris, gengsi sentris dan ekonomi sentris. Selera

sentris adalah gaya konsumsi pangan yang terlalu berorientasi pada unsur selera. Dalam hal ini lokasi tempat makan dan jenis pangan yang dihidangkan menjadi pertimbangan utama, sedangkan pertimbangan gizi kurang mendapat perhatian. Membaiknya tingkat ekonomi mengubah pola atau jenis makan seseorang. Menurut Cahyono (2008) pola makanan fast food yang berlemak tinggi, tinggi karbohidrat dan kalori saat ini lebih digemari dan lebih bergengsi dibandingkan makanan tradisional yang justru lebih menyehatkan.

Morbiditas

Menurut WHO (2000) diacu dalam Hadi (2005), kenaikan mortalitas diantara penderita obes merupakan akibat dari beberapa penyakit yang mengancam kehidupan seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, penyakit kandung kemih, kanker gastrointestinal dan kanker yang sensitif terhadap perubahan hormon. Orang obes juga mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita beberapa masalah kesehatan seperti back pain, arthritis, infertilitas, dan fungsi psychososial yang menurun. Menurut Oetoro et al. (2010) pada kasus obesitas, tubuh kurang sensitif terhadap insulin. Indikasinya adalah kadar insulin di dalam darah meningkat. Pankreas akan memproduksi insulin lebih banyak lagi. Ketika kemampuan pankreas memproduksi insulin tak bisa mengimbangi resistensi insulin, terjadi diabetes tipe 2 yang ditandai tingginya kadar gula darah, lebih dari 200 mg/dl. Resiko terkena diabetes mellitus semakin meningkat sejalan dengan peningkatan indeks massa tubuh.

Menurut Rahmawati dan Sudikno (2008), salah satu penyebab meningkatnya penyakit tidak menular adalah adanya peningkatan pendapatan yang menimbulkan pergeseran pola konsumsi. Pola makan masyarakat di perkotaan bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat, serat, dan sayuran ke pola makanan barat yang komposisinya terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, tetapi kurang serat.


(21)

Selama tahun 1990-an, peranan lemak yang berlebihan pada paru-paru merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan obesitas karena keterkaitannya dengan napas yang pendek, sleep apnea

(berhenti napas ketika tidur) dan morbiditas psikososial yang terjadi bersamaan (Seidell dan Visscher 2008). Data dari Rissanen et al. (1990), dalam Seidell dan Visscher (2008) menyebutkan bahwa di Finlandia, pensiun karena disabilitas (ketidakmampuan bekerja) terjadi dua kali lebih sering kepada laki-laki yang gemuk dan satu setengah kali lebih sering kepada perempuan yang gemuk jika dibandingkan dengan orang-orang yang IMT-nya rendah. Pada studi yang dilakukan oleh Yulianto (2006) diketahui bahwa munculnya kegemukan dan diabetes dapat disebabkan oleh melimpahnya gula darah (glukosa) akibat makan berlebihan.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi dan penyerapan (absorbsi) dan penggunaan (utilisasi) zat gizi makanan. Dapat disebutkan pula bahwa status gizi seseorang pada dasarnya merupakan gambaran kesehatan sebagai refleksi dari konsumsi pangan dan penggunaannya oleh tubuh (Khomsan et al.

2009). Menurut Briawan dan Madanijah (2008), status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) untuk berbagai fungsi biologis. Ditambahkan oleh Hardinsyah et al. (2002) bahwa semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi anekaragam makanan dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Makanan yang beranekaragam minimal terdiri dari satu jenis dari masing-masing golongan pangan berikut: makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah.

Menurut Riyadi (2004), saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intik energi dan protein. Arisman (2004) menambahkan bahwa ukuran tubuh tertentu dapat memberikan keterangan mengenai jenis malnutrisi. Briawan dan Madanijah (2008) menjelaskan bahwa pengukuran antropometri yang sering dilakukan adalah berat badan (BB) untuk mengetahui massa tubuh; panjang/tinggi badan (PB/TB) untuk mengetahui dimensi linear; tebal lipatan kulit (skinfold thickness) dan lingkar lengan atas (LILA) untuk mengetahui komposisi tubuh, cadangan energi dan protein.


(22)

Obesitas

Menurut Khomsan (2004), kegemukan (obesitas) adalah refleksi ketidakseimbangan konsumsi dan pengeluaran energi. Sedangkan menurut Hendromartono (2002), obesitas adalah keadaan dimana terjadi penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh yang diekspresikan dengan perbandingan berat badan serta tinggi badan yang meningkat. Soerasmo dan Taufan (2002) menambahkan bahwa wanita dikatakan obesitas bila lemak tubuhnya lebih dari 25% berat badan, sedangkan laki-laki disebut obesitas bila lemak tubuhnya lebih dari 20% berat badan.

Dalam konteks kesehatan masyarakat, kegemukan pada orang dewasa ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang telah disepakati secara global. IMT dihitung berdasarkan berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter) dikuadratkan (BB/TB2) (Hardinsyah 2007). Menurut Effendi (2009), Body Mass Index atau Indeks Massa Tubuh tidak berlaku untuk anak-anak dalam masa pertumbuhan, orang tua yang pengukuran TB-nya tidak memungkinkan, atlet dan individu yang berotot, serta wanita hamil atau menyusui.

Tabel 1. Penilaian berat badan berdasarkan IMT.

Kategori Nilai IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,5

Normal > 18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan < 25,0 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Sumber: Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, 2005

Etiologi obesitas sesungguhnya dapat dibagi dua, yaitu (1) penyebab internal yang bisa berupa permasalahan metabolisme (hormonal) atau pencernaan (enzimatik), dan (2) permasalahan eksternal yang berupa ketidakseimbangan antara diet dan exercise sebagai akibat dari perubahan gaya hidup serta modernisasi, termasuk pelbagai problem psikologis dan aktualisasi diri (Hartono 2006). Sedangkan menurut Hernomoadi et al. (1994), penyebab terjadinya obesitas adalah kelebihan kalori dalam makanan melampaui dari penggunaan energi sehari-hari. Proses kejadiannya sedikit demi sedikit, dan umunya melibatkan beberapa faktor, yaitu faktor sosial, faktor hormonal, faktor psikologik dan faktor genetik.


(23)

a. Faktor Sosial-ekonomi

Suku bangsa, tradisi, dan tingkatan sosial amat berpengaruh. Di negara maju pada wanita dengan tingkat sosial rendah, obesitas lebih banyak ditemukan. Hal yang paling menentukan dalam faktor sosial ini adalah gaya hidup yang salah ditinjau dari pola makanan ataupun aktivitas (Hernomoadi et al. 1994). Menurut Sjarif (2002), perubahan pengetahuan, sikap, perilaku hidup, gaya hidup dan pola makan, serta faktor peningkatan pendapatan, mampu mempengaruhi perubahan dalam pemilihan jenis makanan dan jumlah yang dikonsumsi. Sebagai contoh, dalam kehidupan keluarga di perkotaan dewasa ini ditemukan ibu-ibu yang cenderung berperan ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sekaligus sebagai wanita karier atau wanita pekerja. Dalam penelitian Rahmawati dan Sudikno di Kota Depok (2008), responden dengan pekerjaan sebagai PNS, TNI/POLRI, pedagang dan ibu rumah tangga merupakan kelompok responden yang mempunyai resiko terjadi obesitas lebih tinggi dibandingkan kelompok lain.

Pada pidato pengukuhannya sebagai guru besar di IPB tahun 1996, Muchtadi menyebutkan bahwa dampak dari arus globalisasi yang paling nyata terlihat pada penduduk di perkotaan adalah gaya hidup konsumsi pangan, termasuk gaya hidup dalam memilih tempat makan dan jenis pangan yang dikonsumsi.

b. Faktor Hormonal

Produksi berlebih dari hormon kortikosteroid adrenal menyebabkan peningkatan proses glukoneogenesis yang membutuhkan banyak insulin. Reaksi yang terjadi pada pankreas adalah pembuatan insulin besar-besaran, dan berakibat liponesis (Hernomoadi et al. 1994).

c. Faktor Psikologik

Untuk beberapa orang gangguan emosi menyebabkan berlebihan makan. Contohnya bulimia, merupakan suatu kelainan, yang penderitanya terdorong untuk makan berlebihan dalam waktu relatif singkat (Hernomoadi et al. 1994). Bagi orang tersebut, makan dilakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan untuk mengganti energi yang telah digunakan dan dikeluarkan pada aktivitas fisik atau psikologik tertentu, melainkan


(24)

karena memang ingin makan dan makan, yang tidak mampu dikendalikan olehnya (Elvira 2007).

d. Faktor Genetik

Lebih banyak kemungkinan pasangan yang salah satu atau keduanya menderita obesitas untuk mempunyai keturunan obesitas (Hernomoadi 1994). Selanjutnya Khomsan (2004) menjelaskan bahwa apabila dua orang tua gemuk, resiko kegemukan pada anak-anaknya mencapai 80%. Namun, jika hanya satu orang tua yang gemuk, peluang anak-anaknya menjadi gemuk sebesar 40%.

Konsumsi Pangan dan Intake Zat Gizi

Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Hardinsyah dan Martianto 1992). Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan antara lain adalah jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan tersedia, tingkat pendapatan, dan pengetahuan gizi (Harper 1986).

Menurut Gibson (2005), dalam penilaian konsumsi makanan dapat terjadi kejadian overestimating dan underreporting energy intakes (underrecording dan

undereating). Overestimating terjadi karena tingginya angka penaksiran saat menaksir jumlah makanan yang dikonsumsi sampel. Underrecording adalah kegagalan merekam atau mencatat semua yang dikonsumsi oleh sampel.

Undereating terjadi saat sampel makan lebih sedikit daripada biasanya atau lebih sedikit daripada yang dibutuhkan untuk mempertahankan berat badan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan laporan rendahnya konsumsi energi di dalam suatu penelitian, yaitu status berat badan, umur dan jenis kelamin, status sosial ekonomi, aktivitas yang terkait dengan kesehatan, efek prilaku, efek psikologis, serta makanan dan kudapan khusus.

Hasil riset di Rumah Sakit Anak di Boston, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa pemanis yang terkandung dalam minuman dan makanan ringan bisa menyebabkan obesitas (Oetoro et al. 2010). Selanjutnya Sjarif (2002) menambahkan bahwa peranan diet terhadap terjadinya obesitas sangat besar terutama diet tinggi kalori yang berasal dari karbohidrat dan lemak. Menurut Yulianto (2006) pangan yang memilki IG (indeks glikemik) tinggi kebanyakan memiliki kandungan karbohidrat, pati dan glukosa tinggi, kadar serat rendah,

overippened (terlalu matang) pada buah-buahan, overcooked (terlalu masak) pada makanan, dan bertekstur halus.


(25)

Menurut Madanijah dan Nasution (2008) banyak terjadi bahwa makin tinggi konsumsi makanan yang mengandung tinggi karbohidrat/gula, makin besar peluang terjadi obesitas. Namun pada kenyataannya pula bahwa makanan yang mengandung tinggi karbohidrat/gula, juga tinggi kandungan lemaknya. Kenyataan ini dianggap sebagai bukti bahwa karbohidrat/gula, bukanlah satu-satunya penyebab dari kejadian obesitas. Obesitas terjadi karena asupan energi dan lemak yang jauh melebihi kebutuhan.


(26)

KERANGKA PEMIKIRAN

Obesitas atau kegemukan merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang dengan kelebihan berat badan di atas berat badan normal atau ideal. Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan masukan energi dan keluaran energi dalam jangka waktu yang lama yang dapat dilihat dengan perhitungan nilai indeks Massa Tubuh (IMT). Masukan energi dapat diketahui dari konsumsi pangan sehari-hari yang dilihat dari jenis dan jumlah pangan, sedangkan keluaran energi diketahui dari energi yang dikeluarkan untuk aktivitas fisik. Faktor lain penyebab obesitas adalah riwayat obesitas dalam keluarga dan perubahan gaya hidup yang meliputi kebiasaan merokok, kebisaan olahraga, dan kebiasaan makan.

Beberapa hasil penelitian juga menyebutkan bahwa umur dan jenis kelamin memiliki hubungan positif dengan kejadian obesitas. Semakin bertambah umur seseorang maka bertambah pula IMTnya. Kejadian obesitas sering ditemukan pada kelompok wanita. Hal ini terkait dengan massa lemak yang lebih banyak dibandingkan massa otot. Berbeda dengan wanita, pria cenderung lebih banyak massa otot dibandingkan massa lemak.

Dampak obesitas untuk jangka panjang dapat menimbulkan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner (PJK), diabetes, kanker, dan sebagainya. Selain penyakit degeneratif, obesitas juga memberikan kontribusi dalam penyakit infeksi. Hal ini disebabkan rendahnya sistem imun penderita obesitas akibat penumpukan lemak pada jaringan tubuh, sehingga sistem imun tidak bisa bekerja secara optimal dalam melindungi tubuh dari serangan penyakit yang disebabkan oleh virus ataupun bakteri.


(27)

Variabel yang diteliti Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti


(28)

METODE PENELITIAN

Desain, tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study. Lokasi penelitian ini yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, karena penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul “Efikasi Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Berbahan Aktif Xanthorrhizol (0,05%) Untuk Meningkatkan Populasi Limfosit T (>10%) Pada Orang Dewasa Obes”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2010.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai rektorat IPB sejumlah 493 orang. Contoh dalam penelitian ini adalah pegawai rektorat IPB. Cara pengambilan contoh secara purposive dengan kriteria sebagai berikut:

1. Orang dewasa (usia ≥ 21 tahun)

2. Berjenis kelamin laki-laki dan atau perempuan

3. Memiliki indeks massa tubuh (IMT) >27 untuk kriteria obes dan 18,5 – 25,0 untuk kriteria normal.

4. Bersedia untuk menjadi contoh penelitian.

Penarikan contoh diawali dengan menyebarkan 60 undangan kepada calon contoh yang terlihat gemuk. Calon contoh yang hadir berjumlah 53 orang. Kemudian dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menentukan IMT. Contoh yang memenuhi kriteria obes berjumlah 25 orang. Kemudian dicari calon contoh yang memenuhi kriteria dan berstatus gizi normal untuk ditentukan sebagai contoh kontrol sejumlah 25 orang, sehingga total contoh dalam penelitian ini adalah 50 orang..

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer. Data primer meliputi: 1) karakteristik contoh terdiri dari umur, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, 2) pengetahuan gizi, 3) konsumsi pangan dan intake energi dan zat gizi terdiri dari jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi, 4) gaya hidup terdiri dari kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan kebiasaan makan, 5) morbiditas terdiri dari kejadian sakit, penyakit menular dan tidak menular yang diderita selama tiga bulan terakhir, frekuensi sakit, lama sakit, tempat pertolongan pertama dan riwayat obes dalam keluarga.


(29)

Pengumpulan data karakteristik (umur, jenis kelamin dan sosial-ekonomi), gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik, dan kebiasaan makan), dan morbiditas contoh dalam tiga bulan terakhir (kejadian sakit, jenis penyakit, lama sakit, frekuensi sakit dan riwayat obes dalam keluarga) diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data pengetahuan gizi diperoleh melalui pengisian kuesioner yang berisi 20 pertanyaan tentang gizi seimbang, fungsi zat gizi, tanda-tanda obesitas, faktor penyebab obesitas, dan dampak obesitas.

Data intake makanan dan aktivitas fisik dikumpulkan selama dua hari yaitu pada hari kerja dan hari libur menggunakan metode recall 1x24 jam. Data

intake makanan dikumpulkan dalam bentuk ukuran rumah tangga (URT) dan gram. Data aktivitas fisik contoh dalam bentuk jenis aktivitas dan lama melakukan aktivitas fisik.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis secara statistik dan deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program SPSS versi 16.0 For Windows. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan uji korelasi

Pearson dan Spearman sedangkan uji beda menggunakan Independent sample T-test dan Mann Whitney.

Data karakteristik contoh tentang umur dikelompokkan berdasarkan AKG (2005) yaitu 19-29 tahun, 30-49 tahun dan 50 tahun. Data sosial-ekonomi diukur dengan pendidikan yang dikelompokkan menjadi lima yaitu tidak tamat sekolah, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, tamat Perguruan Tinggi (PT); data pendapatan yang dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu <1 juta, 1-1,9 juta, 2-3,9 juta, dan 4-6 juta. Pertimbangan pengelompokan data pendapatan berdasarkan gaji PNS dan pegawai honorer. Data besar keluarga dikelompokkan menjadi dua kategori menurut BKKBN (1997) yaitu keluarga kecil ( 4 orang) dan keluarga besar (> 4 orang).

Data pengetahuan gizi diukur dengan 20 pertanyaan tentang gizi seimbang, fungsi zat gizi, tanda-tanda obesitas, faktor penyebab obesitas, dan dampak obesitas. Masing-masing pertanyaan diberi skor 1 jika contoh menjawab benar dan skor 0 jika contoh menjawab salah. Total skor yang diperoleh maksimum adalah 20 dan minimum adalah 0. Selanjutnya total nilai pengetahuan gizi dikategorikan sebagai berikut: pengetahuan baik bila skor >80%,


(30)

pengetahuan sedang jika skor 60-80%, dan pengetahuan kurang jika skor <60% (Khomsan 2000).

Data intake makanan yang diperoleh dalam URT dikonversi kedalam bentuk energi (kkal), protein (g), lemak (g), dan karbohidrat (g) menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus:

Keterangan :

Kgij = Konversi zat gizi-I dalam bahan makanan-j Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j Bddj = Bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan

Angka kecukupan zat gizi contoh, khususnya energi dan protein, dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Khusus untuk contoh obes, berat badan yang digunakan adalah berat badan ideal, dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

BB Ideal = Berat badan ideal (kg) TB = Tinggi badan (cm)

Angka Kecukupan Energi (AKE) menurut WNPG (2004) adalah sebagai berikut: untuk pria adalah 2550 kkal (19-29 tahun), 2350 kkal (30-49 tahun), dan 2250 kkal (50-64 tahun) sedangkan pada wanita 1900 kkal (19-29 tahun), 1800 kkal (30-49 tahun), dan 1750 kkal (50-64 tahun). Angka Kecukupan Protein (AKP) yang dianjurkan untuk pria adalah 60 g untuk kelompok umur 19-29 tahun, 20-49 tahun, dan 50-64 tahun, sedangkan AKP pada wanita adalah 50 g untuk kelompok umur yang sama dengan pria. Menurut WNPG (2004), batasi konsumsi lemak sampai 56 g/hari. Berdasarkan IOM (2002) yang diacu dalam WNPG (2004), angka kecukupan karbohidrat bagi orang dewasa ditetapkan sebesar 130 g/kap/hari.

Tingkat konsumsi zat gizi contoh dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

TKGi = Tingkat konsumsi zat gizi i Ki = Konsumsi zat gizi i

AKGi = Kecukupan zat gizi I yang dianjurkan


(31)

Tingkat konsumsi zat gizi dikategorikan menjadi lima kategori menurut Hardinsyah, et al (2002), kategorinya adalah sebagai berikut: defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-119% AKG) dan lebih (≥120%).

Data gaya hidup meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan kebiasaan makan. Kebiasaan merokok dilihat dari kebiasaan merokok dan jumlah rokok yang dihisap. Data jumlah rokok yang dihabiskan dalam sehari dikelompokkan menjadi empat yaitu 5 batang, 6-10 batang, 11-15 batang, dan >15 batang. Data waktu/situasi merokok contoh dikelompokkan berdasarkan sebaran jawaban contoh.

Data kebiasaan olahraga terdiri dari jenis olahraga, frekuensi olahraga, dan durasi (lama) olahraga. Jenis olahraga dikelompokkan berdasarkan sebaran jawaban contoh. Frekuensi olahraga dikelompokkan menjadi tiga yaitu ≤1 kali/minggu, 2-3 kali/minggu, dan >3 kali/minggu. Durasi olahraga dikelompokkan menjadi tiga yaitu <30 menit, 30-60 menit, dan >60 menit.

Data aktivitas fisik diukur dengan jenis aktivitas dan lama aktivitas fisik selama 1x24 jam pada hari kerja dan hari libur. Jenis aktivitas fisik kelompokkan berdasarkan sebaran jawaban contoh. Lama aktivitas fisik diukur dalam berapa jumlah jam selama melakukan masing-masing jenis aktivitas.

Menurut FAO/WHO/UNU (2001) tingkat aktivitas fisik dinyatakan dalam

Physical Activity Level (PAL) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: PAL = Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)

PAR= Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Nilai PAR setiap jenis aktivitas fisik berbeda. Jenis aktivitas fisik yang memiliki nilai PAR terdiri dari aktivitas umum, kegiatan transportasi/bepergian, aktivitas rumah tangga, aktivitas pertanian, aktivitas olahraga, dan kegiatan rekreasi/hiburan. Daftar rincian nilai PAR dapat dilihat pada lampiran 2.

Tingkat aktivitas fisik kemudian dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu ringan (1,40≤PAL≤1,69), sedang (1,70≤PAL≤1,99), dan berat (2,00≤PAL≤2,39) (FAO/WHO/UNU 2001).

Data kebiasaan makan diukur dengan 9 pertanyaan yaitu kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan makan bersama keluarga, frekuensi makan bersama keluarga, frekuensi makan makanan lengkap, frekuensi makan makanan


(32)

selingan, frekuensi konsumsi sayur dan buah, kebiasaan jajan dan kebiasaan ngemil. Data kebiasaan sarapan pagi, makan bersama keluarga, kebiasaan ngemil dan kebiasaan jajan dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu yang menjawab ya dan tidak. Data frekuensi makan bersama keluarga dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu 3 kali/hari, 2 kali/hari, 1 kali/hari. Data frekuensi makan makanan lengkap dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu >3 kali/hari, 3 kali/hari, 2 kali/hari, dan 1 kali/hari. Data frekuensi konsumsi sayur dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu setiap hari, 4-6 kali/minggu, 1-3 kali/minggu, dan tidak pernah. Data frekuensi konsumsi pangan dihitung dalam kali/minggu dan dikelompokkan berdasarkan jenis pangan (PPH) yaitu pangan sumber karbohidrat, sumber protein hewani, sumber protein nabati, sayuran, buah-buahan, olahan susu dan olahan lemak, makanan jajanan, makanan manis,

fast food dan soft drink.

Morbiditas contoh diukur dari kejadian sakit selama tiga bulan terakhir yang meliputi jenis penyakit, lama sakit, frekuensi sakit dan tempat pertolongan pertama. Jenis penyakit dikelompokkan berdasarkanpenyakit menular dan tidak menular. Lama sakit dikelompokkan menjadi empat (BPS 2004) yaitu 1-2 hari, 3-5 hari, 6-14 hari, dan ≥ 15 hari. Data frekuensi sakit dikelompokkan berdasarkan sebaran jawaban contoh. Data tempat pertolongan pertama dikelompokkan menjadi delapan (BPS 2004) yaitu: RS Pemerintah, RS Swasta, Praktek Dokter, Puskesmas/Pustu, Poliklinik, Praktek Nakes, Batra, dan lainnya. Data riwayat obes dalam keluarga dikelompokkan berdasarkan sebaran jawaban contoh.

Keseimbangan energi contoh diperoleh dengan menghitung selisih antara energi yang diperoleh dari konsumsi pangan (intake energi) dan pengeluaran energi dari aktivitas fisik.

Konsumsi pangan yang diperoleh dalam URT dikonversi kedalam bentuk energi (kkal) dengan menggunakan DKBM.

Perhitungan pengeluaran energi aktivitas fisik dapat dilihat dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

PAL = Physical Activity Level (Tingkat aktivitas fisik) EMB = Energi Metabolisme Basal

Keseimbangan energi = intake energi – pengeluaran energi


(33)

Tabel 2 Energi Metabolisme Basal (EMB)

Sumber: Hardinsyah dan Martianto (1992)

Keseimbangan energi dikatakan positif apabila intake energi > pengeluaran energi, dan dikatakan negatif bila intake energi < pengeluaran energi.

Definisi Operasional

Gaya hidup adalah hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Gaya hidup dalam penelitian ini meliputi, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan kebiasaan makan.

Kebiasaan merokok adalah kebiasaan contoh merokok yang meliputi usia awal merokok, lama merokok, alasan merokok, jenis rokok, jumlah rokok yang dihisap dalam sehari, dan waktu merokok.

Kebiasaan olahraga adalah kebiasaan contoh melakukan olahraga yang meliputi jenis olahraga, lama olahraga dan frekuensi olahraga.

Aktivitas fisik adalah seluruh jenis dan lama kegiatan yang melibatkan fisik (tubuh) dan diperoleh melalui recall 1x24 jam (1 hari kerja dan 1 hari libur). Aktivitas fisik dalam penelitian ini kemudian dikategorikan menjadi ringan (1,40≤ PAL≤1,69), sedang (1,70≤PAL≤1,99), dan berat (2,00≤PAL≤2,39) (FAO/WHO/UNU 2001).

Kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan dan makanan yang meliputi kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan makan bersama keluarga, frekuensi makan bersama keluarga, frekuensi makan harian, frekuensi makanan lengkap, frekuensi makanan selingan, kebiasaan konsumsi sayur dan buah, kebiasaan jajan dan kebiasaan ngemil serta frekuensi konsumsi jenis makanan beresiko

Morbiditas adalah keadaan dan kejadian sakit, yaitu adanya penyimpangan dari keadaan kesehatan yang normal. Morbiditas dalam penelitian ini adalah morbiditas penyakit menular dan tidak menular selama 3 bulan terakhir yang meliputi lama sakit, frekuensi sakit, tempat pertolongan pertama dan riwayat obes keluarga.

Contoh adalah pegawai IPB yang berusia >= 21 tahun yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan kategori IMT >18.5-25.0 untuk status gizi normal dan > 27.0 untuk status gizi obes.

Jenis Kelamin Usia (tahun) EMB

Pria 20 – 29

30 – 59

15.3 B + 679 11.6 B + 879

Wanita 20 – 29

30 – 59

14.7 B + 496 8.7 B + 829


(34)

Status gizi adalah keadaan gizi contoh yang dihitung berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) untuk Indonesia. IMT dihitung berdasarkan berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan dikuadratkan (BB/TB2). Obes adalah contoh (orang) yang mengalami obesitas.

Obesitas adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak yang berlebihan didalam tubuh yang diekspresikan dengan perbandingan berat badan serta tinggi badan (IMT) yang meningkat.

Pengetahuan gizi adalah kemampuan contoh dalam menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan gizi dan obesitas, meliputi gizi seimbang, fungsi zat gizi, tanda-tanda obesitas, faktor penyebab obesitas dan dampak obesitas.

Konsumsi pangan dan intake zat gizi adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi perhari termasuk asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat dengan metode recall 1x24 jam (1 hari kerja dan 1 hari libur). Keadaan sosial ekonomi adalah keadaan contoh yang meliputi tingkat

pendidikan, pendapatan dan besar keluarga.

Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah ditamatkan dan memperoleh ijazah atau sertifikat.

Pendapatan adalah jumlah uang yang dimiliki per bulan dari hasil kerja contoh, baik dari pekerjaan yang utama maupun yang sampingan.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Keseimbangan energi adalah selisih antara energi yang didapat dari konsumsi

pangan dengan energi aktivitas. Keseimbangan energi dikatakan positif apabila Intake > pengeluaran energi, dan dikatakan negatif bila Intake < pengeluaran energi.


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh Umur

Contoh dalam penelitian ini adalah pegawai IPB yang memenuhi kriteria sebagai orang dewasa yang berumur ≥ 21 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata umur seluruh contoh adalah 39,4+8,9 tahun, persentase terbanyak contoh obes dan contoh normal terdapat pada kelompok umur 30-49 tahun masing-masing sebesar 72% dan 64%. Persentase terkecil contoh obes terdapat pada kelompok umur 19-29 tahun, sedangkan contoh normal pada kelompok umur ≥ 50 tahun. Hasil tersebut menjelaskan bahwa kejadian obesitas terjadi pada usia pertengahan, yaitu 30-49 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian Humayrah (2009) yang melaporkan bahwa prevalensi kegemukan di Sulawesi Utara tertinggi terjadi pada sampel umur 35-44 tahun.

Menurut Almatsier (2001), semakin tua tubuh semakin lebih banyak mengandung jaringan lemak, sehingga angka metabolisme basal menurun. Seseorang yang mempunyai kecepatan metabolisme basal rendah cenderung lebih mudah gemuk dibandingkan dengan orang yang mempunyai kecepatan metabolisme tinggi. Hasil uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan usia antara contoh obes dan normal (p<0.05), dimana rata-rata umur contoh obes (42,8+7,4 tahun) lebih tinggi dibandingkan umur contoh normal (36+9,0 tahun). Sebaran umur contoh berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin

Variabel Kategori

Status Gizi

TOTAL Obes Normal

n % n % n %

Umur (Tahun)

19 – 29 2 8 6 24 8 16 30 – 49 18 72 16 64 34 68

≥50 5 20 3 12 8 16

Total 25 100 25 100 50 100 Jenis kelamin Laki-laki 10 40 7 28 17 34

Perempuan 15 60 18 72 33 66 Total 25 100 25 100 50 100

Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin contoh, sebesar 60% contoh obes berjenis kelamin perempuan dan 40% berjenis kelamin laki-laki, sedangkan contoh normal sebesar 72% berjenis kelamin perempuan dan 28% berjenis kelamin laki-laki. Hasil tersebut sejalan dengan RISKESDAS 2010 yang melaporkan bahwa


(36)

angka kejadian obesitas pada perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Depkes 2010).

Menurut Almatsier (2001) jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap angka metabolisme basal. Laki-laki dan perempuan dengan umur, tinggi badan, dan berat badan yang sama mempunyai komposisi tubuh yang berbeda. Perempuan mempunyai lebih banyak jaringan lemak dan lebih sedikit otot daripada laki-laki. Sebaran jenis kelamin contoh berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 6.

Status Sosial Ekonomi

Pendidikan terakhir. Pendidikan merupakan salah satu alat ukur untuk mengetahui status sosial-ekonomi contoh. Sebesar 52% contoh obes menamatkan pendidikannya pada tingkat SMA, 32% tamatan perguruan tinggi, dan 8% contoh masing-masing menamatkan SMP dan SD. Sebesar 60% contoh normal merupakan tamatan perguruan tinggi, 36% tamatan SMA, dan 4% tamatan SMP. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kecenderungan penurunan kejadian obesitas dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan contoh. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rahmawati dan Sudikno (2008) di Kota Depok yang melaporkan bahwa persentase obesitas terbanyak adalah dengan tingkat pendidikan SMA (44%) dan persentase responden dengan tingkat pendidikan SD, SMP dan perguruan tinggi (Diploma ke atas) masing-masing 20.2%, 24,9% dan 10.9%.

Menurut Trichenor et al. (1990) diacu dalam Utsman (2009), pengetahuan gizi dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan dapat memberikan gambaran kognitif dan pengetahuan yang dipunyai seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka semakin luas tingkat pengetahuannya. Hasil uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan tingkat pendidikan antara contoh obes dan normal (p<0.05), dimana masih terdapat contoh obes yang menamatkan pendidikannya di tingkat SD, sedangkan normal tidak ada. Sebaran pendidikan terakhir contoh berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 4.

Pendapatan. Berdasarkan pendapatan contoh, sebesar 56% contoh obes dan 48% contoh normal memiliki pendapatan 2-3,9 juta rupiah per bulan. Menurut Hanum (1989) peningkatan pendapatan menyebabkan semakin tinggi tingkat pengeluaran untuk pangan. Dengan adanya beberapa pusat perbelanjaan yang menjual bahan makanan maupun makanan jajanan yang lebih beragam,


(37)

ada keinginan untuk mencoba makanan-makanan yang baru dan belum biasa dikonsumsi, sehingga meningkatkan konsumsi energi. Hasil uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan pendapatan antara contoh obes dan normal (p>0.05). Sebaran pendapatan contoh berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan status sosial-ekonomi

Status

sosial-ekonomi Kategori

Status Gizi

TOTAL

Obes Normal

n % n % n %

Besar keluarga ≤ 4 orang 15 60 16 64 31 62 > 4 orang 10 40 9 36 19 38 Total 25 100 25 100 50 100

Pendidikan terakhir

Tidak sekolah 0 0 0 0 0 0 SD 2 8 0 0 2 4 SMP 2 8 1 4 3 6 SMA 13 52 9 36 22 44

PT 8 32 15 60 23 46 Total 25 100 25 100 50 100

Pendapatan

< 1 juta 4 16 3 12 7 14 1 – 1,9 juta 6 24 10 40 16 32 2 – 3,9 juta 14 56 12 48 26 52 4 – 6 juta 1 4 0 0 1 2 Total 25 100 25 100 50 100

Besar keluarga. Menurut BKKBN (1997), keluarga dikategorikan sebagai keluarga kecil apabila jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang dan keluarga besar apabila > 4 orang. Sebesar 60% contoh obes dan 64% contoh normal termasuk dalam kategori keluarga kecil. Rata-rata besar keluarga contoh obes adalah 3,96+1,5 orang dengan besar keluarga terkecil adalah 1 dan besar keluarga terbesar adalah 7, sedangkan rata-rata besar keluarga contoh normal adalah 4,04+1,1 orang dengan besar keluarga terkecil adalah 2 dan besar keluarga terbesar adalah 6. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan Sugianti (2009) yang menemukan bahwa prevalensi obesitas sentral tertinggi ditemukan pada sampel yang memiliki keluarga kecil yaitu 1-2 orang.

Menurut Prihartini diacu dalam Humayrah (2009), besar keluarga berhubungan dengan jumlah makanan yang harus disediakan. Seseorang yang dengan jumlah anggota keluarga banyak cenderung harus berbagi lebih banyak pangan yang dikonsumsi dibanding keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang sedikit. Hasil uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan besar keluarga antara contoh obes dan normal (p>0.05). Sebaran besar keluarga contoh berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 4.


(38)

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi contoh meliputi topic gizi seimbang, fungsi zat gizi, tanda-tanda obesitas, faktor penyebab obesitas dan dampak obesitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 20 pertanyaan yang diajukan kepada contoh, terdapat 3 pertanyaan yang dianggap sulit oleh seluruh contoh, yaitu tentang kalori yang dikonsumsi ketika bertambahnya umur (pertanyaan no 3), penyebab internal obesitas (pertanyaan no 14) dan penyebab seseorang makan berlebih (pertanyaan no 16). Kemudian pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh seluruh contoh adalah mengenai susunan menu gizi seimbang (pertanyaan no 1). Namun contoh obes juga dapat menjawab dengan benar pertanyaan tentang label gizi (pertanyaan no 4). Pertanyaan yang hampir seluruh contoh dapat menjawabnya dengan benar antara lain mengenai manfaat makan pagi (pertanyaan no 2) dan fungsi kalsium bagi tubuh (pertanyaan no 7).

Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa kedua kelompok belum mengetahui bagaimana konsumsi kalori ketika bertambahnya umur (pertanyaan no 3). Menurut Nadesul (2006), dengan bertambahnya usia, kalori yang dikonsumsi sebaiknya dikurangi. Asupan kalori yang berkurang menghambat proses menua dan memperpanjang umur. Kemudian pertanyaan tentang penyebab internal obesitas (pertanyaan no 14) juga dianggap sulit oleh kedua kelompok contoh. Menurut Hernomoadi et al (1994), produksi berlebih dari hormon kortikosteroid adrenal menyebabkan peningkatan proses glukoneogenesis yang membutuhkan banyak insulin. Stress dapat menyebabkan seseorang makan berlebih (pertanyaan no 16) hanya sedikit yang menjawab benar. Menurut Astawan dan Leomitro (2009), unsur stres ikut mempengaruhi berat badan disamping kesalahan pola asuh anak. Anak yang kurang disenangi dalam pergaulan, misalnya, akan sering menarik diri. Akibatnya, aktivitas fisik berkurang dan otomatis menambah kegemukannya.

Menurut Khomsan et al (2007) pengetahuan gizi adalah salah satu faktor untuk memperbaiki kebiasaan pangan sehingga berdampak pada semakin baiknya status gizi. Upaya meningkatkan pengetahuan gizi dapat dilakukan melalui penyuluhan. Selain itu Suhardjo (1996) menambahkan bahwa pengetahuan gizi dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi, seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun melalui


(39)

penyuluhan kesehatan atau gizi. Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar pengetahuan gizi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar pertanyaan pengetahuan gizi

No Pertanyaan dan jawaban

Obes (n=25) Normal (n=25) Total (n=50) n % n % n % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Susunan menu gizi seimbang yaitu nasi, ikan, tempe, sayur kangkung, jeruk

Fungsi makan pagi yang cukup bagi orang dewasa yaitu meningkatkan produktivitas kerja Dengan bertambahnya umur, kalori yang dikonsumsi sebaiknya dikurangi

Sebelum membeli makanan kemasan, sebaiknya membaca label makanan terlebih dahulu

Protein berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh

Karbohidrat berfungsi sebagai sumber tenaga bagi tubuh

Kalsium berfungsi membantu pembentukan tulang dan gigi

Peranan lemak yaitu mempertahankan suhu tubuh pada keadaan suhu di luar tubuh rendah Tanda obesitas yaitu berat badan saat ini lebih berat dibandingkan berat idealnya

Bagian tubuh yang menyimpan kelebihan lemak pada pria yaitu pinggang dan rongga perut Bagian tubuh yang menyimpan kelebihan lemak pada wanita yaitu pinggul dan paha

Gejala fisik penderita obesitas yaitu perut menggantung ke bawah, lipatan kulit lebih tebal Faktor yang mempengaruhi terjadinya obesitas yaitu faktor genetik

Penyebab internal obesitas yaitu permasalahan metabolisme (hormonal)

Makanan yang dapat memicu terjadinya obesitas yaitu makanan tinggi lemak

stres dapat menyebabkan seseorang makan berlebih

Risiko kesehatan penderita obesitas yaitu cenderung lebih sering sakit

Penyakit yang ditimbulkan oleh obesitas yaitu jantung

Gangguan bernafas dialami oleh penderita obesitas

Hal yang dialami oleh penderita obesitas ketika mengalami gangguan persendian yaitu nyeri pada sendi diikuti dengan pembengkakan

25 24 11 25 22 22 24 18 24 24 15 24 21 14 23 12 21 24 22 22 100 96 44 100 88 88 96 72 96 96 60 96 84 56 92 48 84 96 88 88 25 24 12 24 21 23 23 19 22 21 17 21 17 15 24 13 20 21 18 19 100 96 48 96 84 92 92 76 88 84 68 84 68 60 96 52 80 84 72 76 50 48 23 49 43 45 47 37 46 45 32 45 38 29 47 25 41 45 40 41 100 96 46 98 86 90 94 74 92 90 64 90 76 58 94 50 82 90 80 82

Adapun hasil penilaian pengetahuan gizi contoh menurut Khomsan (2002) adalah sebagai berikut pengetahuan tentang gizi seimbang dapat dijawab dengan benar oleh contoh obes dan contoh normal masing-masing dengan skor 85±12,5% dan 85±14,4%. Pengetahuan mengenai fungsi zat gizi dapat dijawab dengan benar oleh contoh obes dan contoh normal masing-masing dengan skor 86±19,2% dan 86±25,1%. Pengetahuan mengenai tanda-tanda obesitas dapat dijawab dengan benar oleh contoh obes sebesar 87±17,9%, hasil ini lebih baik


(40)

dibandingkan contoh normal (81±24,2%). Namun masih berada pada kategori pengetahuan gizi yang baik. Pengetahuan mengenai faktor penyebab obesitas dapat dijawab dengan benar oleh contoh obes sebesar 70±21,7% dan pada contoh normal sebesar 69±26,3%. Pertanyaan tentang faktor penyebab obesitas ini menunjukkan bahwa kedua kelompok contoh memiliki pengetahuan gizi yang sedang, sedangkan pengetahuan mengenai dampak obesitas dapat dijawab dengan benar sebesar 89±24,0% oleh contoh obes dan 78±34,9% oleh contoh normal. Pertanyaan tentang dampak obesitas ini menunjukkan bahwa contoh obes memiliki pengetahuan gizi yang baik dan contoh normal memiliki pengetahuan gizi yang sedang. Sebaran pengetahuan gizi contoh berdasarkan lima topik pertanyaan gizi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata skor (%) pengetahuan gizi contoh obes dan normal

Pengetahuan Gizi Obes Normal

Gizi seimbang 85 ± 12,5 85 ± 14,4

Fungsi zat gizi 86 ± 19,2 86 ± 25,1 Tanda-tanda obesitas 87 ± 17,9 81 ± 24,2 Faktor penyebab obesitas 70 ± 21,7 69 ± 26,3 Dampak obesitas 89 ± 24,0 78 ± 34,9

Konsumsi Pangan dan Intake Zat Gizi

Informasi mengenai konsumsi pangan dan intake zat gizi contoh meliputi jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi pada hari kerja dan hari libur. Jenis pangan yang dikonsumsi selama recall 1x24 jam adalah sumber karbohidrat (nasi, olahan tepung dan singkong), sumber protein hewani (ayam, ikan, daging, telur ayam), sumber protein nabati (tahu, tempe dan kacang-kacangan), sayuran, buah-buahan, minyak dan lemak, susu dan olahannya, makanan jajanan, gula dan kecap serta minuman (soft drink).

Terdapat variasi jumlah pangan yang dikonsumsi oleh kedua kelompok contoh. Namun perkiraan jumlah (gr) nasi, singkong, makanan jajanan dan minuman (soft drink) lebih banyak dikonsumsi oleh contoh obes dibandingkan contoh normal (Tabel 6). Selain pangan tersebut, terdapat jenis pangan lain yang lebih banyak dikonsumsi oleh contoh normal dibandingkan contoh obes yaitu olahan tepung, protein hewani dan nabati, serta susu dan hasil olahannya.


(41)

Tabel 7. Konsumsi pangan dan intake zat gizi berdasarkan status gizi Jenis Pangan

Rata-rata (gr/org)

Obes

Rata-rata (gr/org)

Normal

E P L KH E P L KH

Nasi 381,4 679 8,0 0,4 154,8 367,2 654 7,7 0,4 149,1 Olahan tepung 28,8 80 1,7 1,7 14,2 46,1 150 3,4 3,2 27,8

Singkong 19,5 38 0,2 1,8 5,3 8,0 8 0,1 0,0 1,9

Protein hewani 103,7 174 14,2 12,6 0,2 136,6 198 18,7 12,8 17,9 Protein nabati 77,6 104 9,7 6,0 5,5 93,7 113 11,4 5,9 6,9

Sayuran 73,8 39 2,1 0,6 6,9 75,8 37 2,0 0,7 6,6

Buah 94 52 1,4 0,3 12,2 95,6 52 3,1 0,8 18,4

Minyak dan

lemak 41,6 278 0,4 30,4 4,2 47,1 327 0,7 36,1 9,0

Susu dan

olahannya 4 12 0,4 0,4 16,3 28,6 43 1,8 0,9 83,8

Makanan jajanan 89,2 207 5,1 6,6 108,7 69,2 184 6,1 7,3 64,6 Gula dan kecap 13,2 38 0,2 0,4 9,1 15,1 40,1 0,3 0,2 9,9

Minuman 14,7 12 0,1 0,0 2,4 0 0 0 0 0

TOTAL 1713 43,4 61 339,7 1807 55,3 68,3 395,8

Keterangan: E = energi (kkal) P = protein (gr) L = lemak (gr) KH = karbohidrat (gr)

Intake energi, protein dan karbohidrat tertinggi dari recall makanan kedua kelompok contoh berasal dari nasi. Intake lemak berasal dari minyak kelapa sawit. Rata-rata Intake energi pada contoh obes lebih rendah (1713 535 kkal) dibandingkan dengan contoh normal (1807 343 kkal). Hasil uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan intake energi antara contoh obes dan normal (p<0.05). Rata-rata intake protein pada contoh obes 43.4 g dan contoh normal 55.3 g.Rata-rata intake lemak pada contoh obes 61.0 g dan contoh normal 68.3 g. Rata-rata intake karbohidrat pada contoh obes 339.7 g dan contoh normal 395.8 g. Hasil uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan intake protein,

intake lemak dan intake karbohidrat antara contoh obes dan normal (p>0.05). Angka Kecukupan dan Tingkat Konsumsi Energi

Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004) Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat badan) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata AKE contoh obes 1961+382 kkal/hari dan contoh normal 1910+356 kkal/hari. Jika dibandingkan dengan intake energi, maka intake kedua kelompok contoh masih belum memenuhi angka kecukupan energi yang dianjurkan.


(42)

Menurut Karyadi dan Muhilal (1996) hasil survey gizi di berbagai daerah menunjukkan bahwa meskipun dijumpai konsumsi energi di bawah kecukupan, dalam kenyataannya mereka masih sanggup melakukan pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan lain disektor pertanian. Dalam hal ini faktor adaptasi merupakan penjelasan sementara yang dapat dikemukakan. Rosmalina dan Permaesih (2005) menjelaskan lebih lanjut mengenai mekanisme adaptasi tubuh tersebut yaitu berupa menurunnya metabolisme tubuh, menggunakan lemak tubuh untuk dipecah menjadi energi, memecah protein tubuh, menurunnya berat badan, atau menurunnya aktivitas fisik tubuh. Rata-rata intake energi, AKE dan TKE contoh disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Rata-rata intake, angka kecukupan dan tingkat konsumsi energi contoh

Energi Rata-rata+SD Obes Normal Intake Energi (kkal) 1713+535 1807+343 Angka Kecukupan Energi (kkal/hari) 1961+382 1910+356,1 Tingkat Konsumsi Energi (%) 89,0+29,4 95,7+16,1

Berdasarkan tingkat konsumsi energi (TKE), rata-rata TKE contoh obes sebesar 89.0% dan contoh normal sebesar 95.7%. Hasil ini menunjukkan bahwa contoh obes termasuk dalam kategori defisit ringan, sedangkan contoh normal termasuk dalam kategori normal. Hasil uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan tingkat konsumsi energi antara contoh obes dan contoh normal (p<0.05).

Angka Kecukupan dan Tingkat Konsumsi Protein

Menurut BPS (2003), salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk adalah tingkat kecukupan gizi, yang dihitung berdasarkan besar kalori dan protein yang dikonsumsi. Rata-rata angka kecukupan protein (AKP) contoh obes sebesar 52,5+8,4 g dan contoh normal 50,0+7,8 g. Jika dibandingkan dengan intake protein, maka intake contoh obes masih belum memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan, sedangkan contoh normal sudah memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan. Sumber protein contoh obes sebagian besar berasal dari protein hewani, sedangkan contoh normal sumber proteinnya diperoleh dari protein hewani dan nabati. Rata-rata intake protein, AKP, dan TKP contoh disajikan pada Tabel 9.


(43)

Tabel 9 Rata-rata intake, angka kecukupan dan tingkat konsumsi protein contoh

Protein Rata-rata+SD Obes Normal Intake Protein (g) 43,4+13,5 55,3+12,5 Angka Kecukupan Protein (g/hari) 52,5+8,4 50,0+7,8 Tingkat Konsumsi Protein (%) 84,3+28,1 112,1+26,9

Dilihat dari tingkat konsumsi protein (TKP), contoh obes termasuk dalam kategori defisit ringan (84.3%), sedangkan contoh normal termasuk dalam kategori normal (112.1%). Rendahnya tingkat konsumsi contoh obes bisa disebabkan karena mulai adanya kesadaran contoh obes untuk mengurangi konsumsi pangan setelah mengetahui keadaan obesitas yang dialaminya. Namun menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein pada tahap awal dapat menimbulkan rasa lapar, dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun. Kekurangan yang berlanjut akan menyebabkan kekurangan energi dan protein (marasmus, kwashiorkor, atau marasmur-kwashiorkor). Hasil uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat konsumsi protein antara contoh obes dan contoh normal (p>0.05).

Angka Kecukupan dan Tingkat Konsumsi Lemak

Lemak mempunyai nilai kalori lebih dari dua kalinya karbohidrat sehingga merupakan sumber energi yang lebih tinggi (Gaman dan Sherrington 1992). Menurut WNPG (2004), konsumsi lemak dibatasi sampai 56 g/hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata angka kecukupan lemak contoh obes sebesar 54.5+10.6 g dan contoh normal sebesar 53.1+9.9 g. Namun jika dilihat dari tingkat konsumsi lemak, contoh obes termasuk dalam kategori normal (115.5%), sedangkan contoh normal termasuk dalam kategori kelebihan (130.9%). Jika intake lemak contoh normal berada dalam kategori lebih dalam jangka waktu yang lama, maka contoh normal juga dapat mengalami obesitas. Hasil uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat konsumsi lemak antara contoh obes dan contoh normal (p>0.05). Rata-rata intake lemak, angka kecukupan lemak dan tingkat konsumsi lemak contoh disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Rata-rata intake, angka kecukupan dan tingkat konsumsi lemak contoh

Lemak Rata-rata+SD

Obes Normal Intake lemak (g) 61,0+22,0 68,3+15,6 Angka kecukupan lemak (g) 54,5+10,6 53,1+9,9 Tingkat konsumsi lemak (%) 115,5+44,5 130,9+31,0


(44)

Angka kecukupan dan Tingkat Konsumsi Karbohidrat

Berdasarkan IOM (2002) yang diacu dalam WNPG (2004), angka kecukupan karbohidrat bagi orang dewasa ditetapkan sebesar 130 g/kap/hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata angka kecukupan karbohidrat contoh obes sebesar 245,7+47,7 g dan contoh normal sebesar 238,8+44,5 g. Jika dibandingkan dengan angka kecukupan karbohidrat yang dianjurkan, maka angka kecukupan karbohidrat kedua kelompok contoh sudah melebihi angka kecukupan karbohidrat yang dianjurkan. Begitu juga bila dilihat dari tingkat konsumsi karbohidrat kedua kelompok contoh, dimana contoh obes (139.0%) maupun contoh normal (167.3%) termasuk dalam kategori lebih.

Banyak terjadi bahwa makin tinggi konsumsi makanan yang mengandung tinggi karbohidrat/gula, makin besar peluang terjadinya obesitas (Madanijah dan Nasoetion 2008). Pangan sumber karbohidrat adalah pangan yang digunakan sebagai makanan pokok sehari-hari dan menjadi zat gizi yang berfungsi sebagai sumber energi (Khomsan dkk 2009). Hasil uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat konsumsi karbohidrat antara contoh obes dan contoh normal (p>0.05). Rata-rata intake karbohidrat, angka kecukupan karbohidrat dan tingkat konsumsi karbohidrat contoh disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Rata-rata intake, angka kecukupan dan tingkat konsumsi karbohidrat contoh

Karbohidrat Rata-rata+SD

Obes Normal Intake karbohidrat (g) 339,7+208,0 395,8+236,5 Angka kecukupan karbohidrat (g) 245,1+47,7 238,8+44,5 Tingkat Konsumsi karbohidrat (%) 139,0+78,2 167,3+99,6

Gaya Hidup Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok contoh dilihat dari usia awal merokok, lama merokok, alasan merokok, jenis rokok, jumlah rokok yang dihabiskan dalam sehari, dan waktu merokok. Sebesar 24% contoh obes dan 16% contoh normal memiliki kebiasaan merokok. Chiolero et al. (2008) menjelaskan bahwa merokok dapat menurunkan selera makan perokok. Hal ini merupakan efek dari nikotin dalam jangka pendek. Akan tetapi, perokok dapat memiliki nafsu makan yang lebih tinggi saat sedang tidak merokok. Hal inilah yang terlihat pada kedua kelompok contoh, dimana terdapat contoh obes dan contoh normal masing-masing 76% dan 84% yang tidak merokok. Hasil uji beda t menunjukkan tidak terdapat perbedaan kebiasaan merokok antara contoh obes dan contoh normal (p>0.05).


(45)

Contoh yang merokok umumnya menghabiskan 6-10 batang rokok per hari. Menurut Wack dan Rodin (1982) merokok dapat menyebabkan perubahan fisik dan kimia yang terjadi di dalam rongga mulut sehingga terjadi penurunan ketajaman indera pengecapan Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok dan banyak rokok yang dihabiskan contoh dalam sehari dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok dan banyak rokok yang dihabiskan contoh dalam sehari

Variabel

Status Gizi

TOTAL Obes Normal

n % n % n % Kebiasaan Merokok

Ya 6 24 4 16 10 20 Tidak 19 76 21 84 40 80 Total 25 100 25 100 50 100 Banyak Rokok

≤ 5 batang 1 17 0 0 1 10 6-10 batang 4 66 4 100 8 80 11-15 batang 1 17 0 0 1 10 Total 6 100 4 100 10 100

Kebiasaan Olahraga

Kebiasaan olahraga contoh diukur dari jenis olahraga yang dilakukan, lama (durasi) olahraga, dan frekuensi olahraga. Contoh normal lebih banyak melakukan olahraga (44%) dibandingkan contoh obes (20%). Hasil uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan kebiasaan olahraga antara contoh obes dan contoh normal (p<0.05). Dimana jumlah contoh obes yang melakukan olahraga lebih sedikit (5 orang) dibandingkan contoh normal (11 orang). Menurut Sjarif (2002) latihan aerobik teratur yang dikombinasikan dengan pengurangan energi akan menghasilkan penurunan berat badan yang lebih besar dibandingkan hanya dengan diet saja.

Jenis olahraga yang dilakukan oleh contoh obes adalah senam, tenis dan badminton, sedangkan contoh normal melakukan senam, badminton dan futsal. Oetoro et al. (2010) menyarankan tiga santai untuk olahraga yang ampuh menurunkan obesitas, yaitu jalan santai, renang santai, dan bersepeda santai. Lemak terbakar saat tubuh bergerak pelan terus-menerus di atas 30 menit. Selanjutnya Soedibjo, Prakosa dan Soebijanto (2001) melaporkan bahwa senam aerobik yang dilakukan selama delapan minggu dengan frekuensi latihan tiga kali perminggu dengan intensitas sedang dan durasi 30 menit sudah dapat menurunkan persentase lemak badan (PLB) secara bermakna.


(46)

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan olahraga, jenis olahraga, frekuensi olahraga, durasi olahraga

No Variabel

Status Gizi

TOTAL Obes Normal

n % n % n % Kebiasaan Olahraga

1. Ya 5 20 11 44 16 32 Jenis Olahraga

1. Senam 3 60 7 63 10 62 4. Tenis 1 20 0 0 1 6 5. Badminton 1 20 1 10 2 13 6. Futsal 0 0 3 27 3 19 Total 5 100 11 100 16 100 Frekuensi Olahraga

1. 1 kali/minggu 5 100 5 45 10 62 2. 2-3 kali/minggu 0 0 6 55 6 38 Total 5 100 11 100 16 100 Durasi Olahraga

1. < 30 menit 2 40 0 0 2 13 2. 30-60 menit 2 40 7 63 9 56 3. > 60 menit 1 20 4 37 5 31 Total 5 100 11 100 16 100

Frekuensi olahraga yang dilakukan contoh obes adalah satu kali/minggu dengan durasi kurang dari 30 menit hingga lebih dari 60 menit. Frekuensi olahraga contoh normal adalah 2-3 kali/minggu dengan durasi olah raga antara 30 hingga lebih dari 60 menit. Menurut Oetoro et al. (2010) cadangan gula menipis mendekati waktu 30 menit. Setelah itu tubuh akan mengambil cadangan tenaga dari protein atau lemak. Olahraga santai akan membakar lemak. Sebaliknya di saat olahraga gerak cepat, maka yang dibakar adalah protein. Selain itu, Utomo (2005) menambahkan bahwa olahraga secara teratur yang bersifat aerobik 3-5 kali seminggu selama 15-20 menit dapat menghindari penyakit jantung koroner dan menjaga tekanan darah tidak tinggi.Hasil uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan durasi olahraga antara contoh obes dan contoh normal (p<0.05), dimana contoh obes cenderung melakukan olahraga pada kisaran <30 hingga 60 menit, sedangkan contoh normal melakukan olahraga pada kisaran 30 hingga lebih dari 60 menit. Sebaran kebiasaan olahraga, jenis olahraga, frekuensi olahraga, dan durasi olahraga contoh dapat dilihat pada Tabel 13.

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik contoh dalam penelitian ini meliputi hari kerja dan hari libur. Aktivitas fisik contoh meliputi jenis aktivitas fisik dan lama melakukan aktivitas fisik.


(1)

No Bahan makanan

Ukuran Frekuensi (kali)

URT gram Per hari Per

minggu Per bulan Gula pasir

Gula jawa

Lainnya... 5 Sayur-sayuran

6 Buah-buahan

7 Fast Food Fried chicken Fried fries Hamburger Pizza Spaghetti Lainnya 8 Soft drink

Coca cola Fanta Sprite Pepsi

Minuman sari buah Ice Krim


(2)

61

Lampiran 2. Nilai PAR setiap jenis aktivitas


(3)

(4)

63

69


(5)

(6)

65

71


Dokumen yang terkait

Pengaruh Indeks Glisemik, Komposisi Zat Gizi Pangan, Serta Frekuensi Pemberian Makan Pada Respons Glisemik, Nafsu Makan, Dan Profil Lipid Orang Dewasa Obes Dan Normal

0 23 174

Pengaruh indeks glisemik dan komposisi zat gizi pangan serta frekuensi pemberian makan pada respons glisemik, nafsu makan, dan profil lipid orang dewasa obes dan normal

0 5 164

Pengaruh indeks glisemik dan komposisi zat gizi pangan serta frekuensi pemberian makan pada respons glisemik, nafsu makan, dan profil lipid orang dewasa obes dan normal

0 13 313

Konsumsi serat dan fast food serta aktivitas fisik orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal

1 5 143

Keterkaitan antara konsumsi pangan, gaya hidup, dan status gizi Pada pegawai obes dan normal

0 4 1

Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Gaya Hidup dengan Profil Lipid Orang Dewasa Dislipidemia

0 5 51

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN MORBIDITAS TERHADAP STATUS GIZI SISWA – SISWI DI SMP Hubungan Tingkat Asupan Zat Gizi Mikro Dan Morbiditas Terhadap Status Gizi Siswa – Siswi Di SMP Muhammadiyah 1 Kartasura.

0 2 16

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN MORBIDITAS TERHADAP STATUS GIZI SISWA – SISWI DI SMP Hubungan Tingkat Asupan Zat Gizi Mikro Dan Morbiditas Terhadap Status Gizi Siswa – Siswi Di SMP Muhammadiyah 1 Kartasura.

0 5 14

PERBEDAAN STATUS GIZI PADA REMAJA PUTERI BERSTATUS GIZI NORMAL DAN BERSTATUS GIZI LEBIH BERDASARKAN AKTIVITAS FISIK Perbedaan Status Gizi Pada Remaja Puteri Berstatusgizi Normal Dan Berstatus Gizi Lebih Berdasarkan Aktivitas Fisik Di SMA Batik 1 Surakart

0 3 14

NASKAH PUBLIKASI Perbedaan Asupan Zat Gizi Makro Antara Anak Usia 1-3 Tahun (Batita) Yang Berstatus Gizi Kurang Dan Gizi Normal Di Desa Sangge Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali.

0 2 14