Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin

SINTESIS DAN PENCIRIAN KOMPLEKS Fe(III)-KUERSETIN

SUHERMANSYAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis dan Pencirian
Kompleks Fe(III)-Kuersetin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Februari 2013

Suhermansyah

ABSTRAK
SUHERMANSYAH. Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin.
Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan BUDI ARIFIN.
Kuersetin merupakan senyawa flavonol yang dapat mengelat berbagai ion
logam. Kuersetin dapat mengelat ion logam pada tapak 3’,4’-katekol, 3- atau 5hidroksikromon. Dalam penelitian ini, kompleks kuersetin dibentuk dengan ion
Fe(III). Kompleks kuersetin dengan ion Fe(III) yang berasal dari FeCl3·6H2O
lebih stabil dibandingkan dengan yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O. Kuersetin
berwarna kuning dan memiliki panjang gelombang maksimum (λ
) pada 250
dan 370 nm. Kompleks Fe(III)-kuersetin dari Fe(NO3)3·9H2O berwarna hijau
kekuning-kuningan dengan λ
pada 280 dan 420 nm, sedangkan kompleks dari
FeCl3·6H2O berwarna hijau tua dengan λ
pada 280 dan 430 nm. Pergeseran
λ
tersebut menunjukkan bahwa kompleks terbentuk pada tapak 3hidroksikromon. Berdasarkan analisis dengan spektrofotometer serapan atom,

kompleks Fe(III)-kuersetin terbentuk dengan nisbah mol 1:1 logam-ligan, dan
difraktogram sinar-X menunjukkan derajat kristalinitas kompleks sebesar 37%.
Kata kunci: Fe(III), kuersetin, senyawa kompleks

ABSTRACT
SUHERMANSYAH. Synthesis and Characterization of Fe(III)-Quercetin
Complex. Supervised by SRI SUGIARTI and BUDI ARIFIN.
Quercetin belongs to flavonols which is able to chelate metal ions.
Quercetin may chelate metal ions at 3’,4’-catechol, 3- or 5-hydroxycromone sites.
In this study, quercetin was complexed with Fe(III). The complex with Fe(III)
ions from FeCl3·6H2O was more stable than the complex derived from
Fe(NO3)3·9H2O. The quercetin was yellow in color and showed maximum
wavelengths (λ ) at 250 and 370 nm. The Fe(III)-quercetin complex from
at 280 and 420 nm, whereas that
Fe(NO3)3·9H2O was yellowish green with
from FeCl3·6H2O was dark green with
at 280 and 430 nm. The
shift
indicated that the complex was formed at 3-hydroxychromone site. The Fe(III)quercetin complex was formed with 1:1 metal-ligand mole ratio based on atomic
absorption spectrophotometry analysis and the X-ray diffractogram showed that

the crystallinity of the complex was 37%.
Key words: complex compound, Fe(III), quercetin

SINTESIS DAN PENCIRIAN KOMPLEKS Fe(III)-KUERSETIN

SUHERMANSYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Program Studi Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin

Nama
: Suhermansyah
NIM
: G44070098

Disetujui oleh

Sri Sugiarti, PhD
Pembimbing I

Budi Arifin, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT penulis ucapkan atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
”Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin” yang dilaksanakan bulan
Februari sampai Desember 2012 di Laboratorium Kimia Anorganik dan
Laboratorium Bersama Departemen Kimia FMIPA IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Sri Sugiarti, PhD dan Bapak Budi
Arifin, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan
bimbingannya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua dan kedua kakak atas nasihat, doa, dan kasih sayang yang tiada
terkira.
Penghargaan turut penulis sampaikan kepada Staf Laboratorium Kimia
Anorganik, Pusat Studi Biofarmaka, dan Laboratorium Terpadu. Tidak lupa
ungkapan terima kasih dihaturkan kepada rekan-rekan mahasiswa di Departemen
Kimia (Kimia 44 dan Kimia 45) atas motivasi, kebersamaan, serta diskusi singkat
yang kerap terjadi selama penulis menempuh studi dan menjalani penelitian.
Semoga mendapat balasan terbaik dari Allah SWT.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Februari 2013

Suhermansyah

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Preparasi Larutan
Pembuatan Kompleks Fe(III)-Kuersetin
Kristalisasi Kompleks Fe(III)-Kuersetin
HASIL DAN PEMBAHASAN
Larutan Kompleks Fe(III)-Kuersetin
Endapan Kompleks Fe(III)-Kuersetin
Kristalinitas Kompleks Fe(III)-Kuersetin
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
1
2
2
3
3
3
5
7
8
8
8
13

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur kuersetin


2 Spektrum serapan kuersetin (a) dan kompleks Fe(III)-kuersetin yang berasal
dari Fe(NO3)3·9H2O (b)

3 Perkiraan kompleks Fe(III)-kuersetin yang terbentuk

4 Spektrum larutan kuersetin (a), endapan awal kompleks Fe(III) dari
Fe(NO3)3·9H2O dengan kuersetin (b), endapan hasil pemanasan (c) dan
pendinginan (d) kompleks terlarut

5 Spektrum larutan kuersetin (a), endapan Fe(III)-kuersetin hasil pemanasan
kompleks terlarut (b), dan endapan awal Fe(III)-kuersetin (c) dari FeCl3·6H2O

6 Difraktogram kompleks Fe(III)-kuersetin (a) dan FeCl3·6H2O (b)


DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Penentuan nisbah mol Fe dengan kuersetin
3 Data kristalinitas Fe(III)-kuersetin


10 
11 
12 

3

viii

PENDAHULUAN
Kuersetin (Gambar 1) merupakan senyawa flavonol yang dapat membentuk
kompleks dengan berbagai ion logam. Kuersetin berperan sebagai ligan dengan
menyumbangkan pasangan elektron bebas pada gugus fungsi karbonil dan
hidroksil. Terdapat 3 kemungkinan tapak pengompleksan ion logam, yaitu gugus
3’,4’-dihidroksil pada cincin B (tapak katekol), gugus 3-hidroksil dengan gugus 4karbonil pada cincin C (tapak 3-hidroksikromon), dan gugus 5-hidroksil pada
cincin A dengan gugus 4-karbonil pada cincin C (tapak 5-hidroksikromon)
(Cornard dan Merlin 2002, Ryan dan Hynes 2007). Penggunaan kuersetin sebagai
ligan bidentat berukuran besar diharapkan dapat menstabilkan ion logam yang
dikelatnya. Kuersetin juga dapat menstabilkan ion logam karena kemampuan
delokalisasi elektron oleh sistem terkonjugasi yang dimilikinya (Dehghan dan

Khoshkam 2013). Beberapa kompleks ion logam dengan kuersetin telah
dilaporkan, di antaranya Cr(VI) (Alvarez et al. 1989), Fe(II) (Ferrali et al.1997),
Al(III) (Cornard dan Merlin 2002), Fe(III) (Marković et al. 2011; Ryan dan Hynes
2007), dan Sn(II) (Dehghan dan Khoshkam 2013). Pada beberapa kasus, logam
lain ditambahkan ke dalam sistem sebagai oksidator untuk menjaga agar bilangan
oksidasi ion logam pusat pada senyawa kompleks tidak menjadi nol setelah
mengoksidasi spesies lain. Kuersetin dapat digunakan untuk menggantikan peran
logam lain tersebut, dengan cara mengompleks logam (0) sehingga tidak
terdeposisi.

Gambar 1 Struktur kuersetin (Pekal et al. 2010)
Alvarez et al. (1989) mengompleks kuersetin dengan logam Cr(VI). Kondisi
yang dioptimumkan dalam reaksi pengompleksan tersebut meliputi media miselar,
konsentrasi kuersetin, pH yang digunakan, dan waktu reaksi. Kondisi optimum
diperoleh pada konsentrasi kuersetin 2.95
M, pH 4.6, dan media miselar
setiltrimetilamonium bromida (CTAB) dengan waktu reaksi 40 menit. Kuersetin
juga telah dikomplekskan dengan ion Fe(II) yang berasal dari FeSO4.
Kompleksasi dilakukan pada kondisi basa, yaitu pH 7.4 dengan bantuan bufer
fosfat (Ferrali et al. 1997). Semakin besar konsentrasi Fe(II) yang digunakan

dalam penelitian tersebut, pergeseran batokromik puncak serapan semakin besar
pula. Ryan dan Hynes (2007) mengompleks kuersetin dengan menggunakan
Fe(III) dari Fe(NO3)3·9H2O pada kondisi asam. Kompleks Fe(III)-kuersetin
terbentuk dengan nisbah 2:1 ligan:logam pada panjang gelombang maksimum
(
) 420 nm dan diperoleh bahwa pada kondisi asam, ion Fe(III) lebih banyak

terkompleks dengan tapak 3-hidroksikromon. Pekal et al. (2010) mengompleks
kuersetin dengan logam Cu(II) dan melaporkan nisbah 1:1 logam terhadap ligan
dengan panjang gelombang maksimum 436 nm. Pengompleksan juga terjadi pada
tapak 3-hidroksikromon.
Fajrin (2010) telah berhasil menentukan kondisi optimum pembentukan
kompleks Fe(III)-kuersetin dalam media miselar pada pH 4.5 dan
menggunakannya untuk menentukan kadar Fe(III) dengan spektrofotometer
ultraviolet (UV)-tampak. Namun, kompleks Fe(III)-kuersetin yang didapatkan
belum dapat dikristalkan. Dalam penelitian ini, kuersetin dikompleks dengan ion
Fe(III) yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O dan FeCl3·6H2O dengan mengikuti
metode Fajrin (2010). Kompleks Fe(III)-kuersetin yang dihasilkan kemudian
dikristalisasi sebagai upaya agar dapat dimanfaatkan sebagai katalis, dan puncak
serapan kristal kompleks dibandingkan dengan kompleks dalam larutan. Selain
itu, penelitian ini juga menentukan efek penggunaan ion Fe(III) yang berasal dari
Fe(NO3)3·9H2O dan FeCl3·6H2O terhadap pembentukan kompleks.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah Fe(NO3)3·9H2O, FeCl3·6H2O,
kuersetin (Sigma-Aldrich), etanol (p.a), dietil eter (p.a), air bebas-ion, heksana
(p.a), CH3COOH 0.1 M, CH3COONa 0.1 M, dan setiltrimetilamonium bromida
(CTAB) (AppliChem).
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca yang lazim digunakan di
laboratorium, pelat pemanas berpengaduk, spektrofotometer UV-tampak 1701-PC
(Shimadzu), spektrofotometer serapan atom 3300-ICE (Thermo), dan
difraktometer sinar-X 7000 (Shimadzu).
Preparasi Larutan
Larutan induk standar Fe(III) dengan konsentrasi 500 ppm disiapkan dengan
cara menimbang 0.3607 g Fe(NO3)3·9H2O dan 0.2415 g FeCl3·6H2O, lalu
masing-masing dilarutkan dengan air bebas-ion dalam labu 100 mL. Larutan
induk kuersetin dengan konsentrasi 5.91 10-2 M disiapkan dengan melarutkan
0.0200 g kuersetin dengan campuran etanol-air bebas ion 1:1 (v/v) dalam labu 10
mL. Larutan induk CTAB 1.37 10-2 M disiapkan dengan melarutkan 0.4493 g
CTAB dengan air bebas-ion dalam labu 100 mL. Larutan bufer asetat disiapkan
dari campuran 25 mL asam asetat 0.1 M dengan 25 mL natrium asetat 0.1 M pada
pH 4.6.

Pembuatan Kompleks Fe(III)-Kuersetin
(Fajrin 2010)
Larutan induk standar Fe(III) 500 ppm sebanyak 0.50 mL, 1 mL larutan
bufer asetat pH 4.6, 0.10 mL larutan induk kuersetin 5.91 10-2 M, dan 0.60 mL
larutan induk CTAB 1.37 10-2 M dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
kemudian ditera dengan air bebas-ion. Setelah itu, larutan dihomogenkan dengan
pengaduk magnetik selama 45 menit. Kompleks Fe(III)-kuersetin kemudian
dianalisis puncak serapannya dengan spektrofotometer UV-tampak.

Kristalisasi Kompleks Fe(III)-Kuersetin
Kompleks Fe(III)-kuersetin yang dikristalisasi berasal dari Fe(NO3)3·9H2O
dan FeCl3·6H2O. Kristalisasi dilakukan dengan mengganti pelarut kompleks
dengan pelarut yang tidak atau sedikit melarutkan kompleks. Kompleks Fe(III)kuersetin pada fase air dipindahkan ke fase dietil eter dengan metode partisi caircair. Nisbah air dengan dietil etil sebesar 1:1 (v/v). Endapan kompleks yang
terbentuk pada fase dietil eter dipisahkan dari kompleks yang terlarut, kemudian
ditambahkan heksana sekitar 10 mL dan didinginkan.
Kompleks Fe(III)-kuersetin yang masih terlarut ditambahkan heksana
dengan nisbah dietil eter:heksana 1:2 (v/v). Setelah itu, dilakukan 2 perlakuan.
Pada perlakuan pertama, kompleks dipanaskan pada suhu mendekati titik uap
dietil eter. Setelah dietil eter habis menguap, kompleks akan mengendap pada fase
heksana. Pelarut heksana kemudian diuapkan. Perlakuan kedua ialah
mendinginkan kompleks terlarut selama ±1 hari hingga terbentuk endapan,
kemudian pelarut diuapkan. Endapan kompleks Fe(III)-kuersetin, kompleks
terlarut pada fase dietil eter yang dipanaskan dan yang didinginkan masingmasing dianalisis puncak serapannya dengan spektrofotometer UV-tampak.
Diagram alir penelitian selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Larutan Kompleks Fe(III)-Kuersetin
Kompleks Fe(III)-kuersetin yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O berwarna
hijau kekuning-kuningan dan hampir larut sempurna dalam air. Kompleks yang
berasal dari FeCl3·6H2O memiliki warna yang sama, tetapi ketika didiamkan
terbentuk endapan. Pembentukan endapan kompleks ini disebabkan kelarutan
FeCl3·6H2O dalam air lebih rendah dibandingkan dengan Fe(NO3)3·9H2O. Tyagi
dan Mathur (2011) melarutkan FeCl3·6H2O dengan metil sianida, sedangkan
Mlandĕnka (2011) menggunakan dimetil sulfoksida (DMSO).
Homogenisasi larutan kompleks Fe(III)-kuersetin dilakukan dengan
menggunakan surfaktan CTAB, yang berfungsi menyatukan ion logam yang
relatif tidak larut dalam air dengan senyawa kuersetin yang larut air. Kemampuan
ini disebabkan CTAB memiliki gugus yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik.
Gugus hidrofilik akan berikatan dengan kuersetin, sedangkan gugus hidrofobik

4

akan berikatan dengan ion Fe(III). Alvarez et al. (1989) mengungkapkan bahwa
penggunaan CTAB dalam pengompleksan ion logam dengan kuersetin dapat
meningkatkan intensitas puncak serapan. Fajrin (2010) mengungkapkan bahwa
CTAB memiliki aktivitas penurunan tegangan permukaan dan antarmuka yang
paling tinggi dibandingkan dengan media miselar lainnya, seperti natrium dodesil
sulfat (NDS) dan Triton X-100. Perbedaan aktivitas tersebut dipengaruhi oleh
nilai konsentrasi misel kritis (KMK). Semakin kecil nilai KMK, misel semakin
mudah terbentuk sehingga akan mempermudah penurunan tegangan permukaan
dan antarmuka. Nilai KMK dari CTAB, NDS, dan Triton X-100 berturut-turut
adalah 9.2
, 8.3
, dan 8.5
M (Hummel 2002)
Kuersetin menunjukkan puncak serapan pada 250 nm untuk kromofor
benzoil dan 370 nm untuk kromofor sinamoil (Gambar 2a). Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa kuersetin memiliki 2 puncak serapan: gugus sinamoil berada pada
kisaran panjang gelombang 300–400 nm, sedangkan gugus benzoil pada 240–300
nm (Dehgan dan Khoshkam 2011, Marković et al. 2011, Markham 1988). Ketika
ditambahkan Fe(III), puncak serapan gugus sinamoil mengalami pergeseran
batokromik dari 370 nm ke 420 nm disertai penurunan intensitas, sedangkan
puncak serapan gugus benzoil tidak bergeser (Gambar 2b). Pergeseran batokromik
ini mengidentifikasikan bahwa telah terjadi pengompleksan antara kuersetin dan
Fe(III) pada tapak 3-hidroksikromon yang meningkatkan delokalisasi elektron
pada sistem terkonjugasi sinamoil (Ferrali et al. 1997, Dehghan dan Khoshkam
2011).

Gambar 2 Spektrum serapan kuersetin (a) dan kompleks Fe(III)-kuersetin yang
berasal dari Fe(NO3)3·9H2O (b)

Kompleks terbentuk pada tapak 3-hidroksikromon diduga karena keasaman
gugus 3-hidroksil yang memiliki nilai pKa sebesar 6.74 (Ryan dan Hynes 2008).
Menurut Cornard dan Merlin (2002), kompleks dengan 3-hidroksikromon lebih
kuat dibandingkan dengan 5-hidroksikromon dan delokalisasi elektron oksigen
pada posisi tersebut lebih besar. Kompleks pada tapak 5-hidroksikromon tidak
terbentuk karena kalah bersaing dengan kompleks pada tapak 3-hidroksikromon.
Ketika kompleks pada tapak 3-hidroksikromon sudah terbentuk, akan terjadi efek
sterik (Dehghan dan Khoshkam 2012). Ren (2007) secara komputasi menjelaskan

5

bahwa kompleks pada tapak 5-hidroksikromon secara termodinamika kurang
stabil dan juga tidak disukai secara kinetika. Kompleks Fe(III)-kuersetin terbentuk
dengan nisbah mol 1:1 (Fe-kuersetin) (Lampiran 2). Hasil ini sesuai dengan
nisbah mol yang didapatkan oleh Marković et al. (2011) serta Cornard dan Merlin
(2003). Gambar 3 menunjukkan perkiraan kompleks yang terbentuk antara Fe(III)
dan kuersetin.

Gambar 3 Perkiraan kompleks Fe(III)-kuersetin yang terbentuk

Endapan Kompleks Fe(III)-Kuersetin
Kompleks Fe(III)-kuersetin diendapkan dengan pemindahan ke pelarut yang
lebih nonpolar, melalui partisi cair-cair dari fase air ke dietil eter. Endapan
kompleks yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O berwarna kuning kehitaman, endapan
pada fase dietil eter yang dipanaskan maupun yang didinginkan berwarna kuning.
Endapan kompleks yang berasal dari FeCl3·6H2O berwarna hijau pekat, endapan
pada fase dietil eter yang dipanaskan berwarna kuning, dan pada fase dietil eter
yang didinginkan tidak terbentuk endapan.
Gambar 4 menunjukkan spektrum endapan kompleks yang berasal dari
Fe(NO3)3·9H2O, dibandingkan dengan spektrum kuersetin mula-mula. Endapan
kompleks Fe(III)-kuersetin awal (b) maupun yang berasal dari fase dietil eter yang
ditambahkan heksana dan dipanaskan (c) atau didinginkan (d) memiliki puncak
serapan yang sama dengan kuersetin awal (a), yaitu di sekitar 380 dan 280 nm.
Hal ini menunjukkan bahwa ion Fe(III) memisah kembali dari kompleks.
Pemisahan kompleks ini diduga disebabkan oleh pemindahan pelarut dari air ke
dietil eter. Fe(III) yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O lebih bersifat ionik, maka
lebih larut dalam air dibandingkan dengan dalam dietil eter. Hasil ini bersesuaian
dengan yang dilakukan Mladĕnka et al. (2011) bahwa kompleks dari
Fe(NO3)3·9H2O kurang stabil dibandingkan dengan kompleks dari FeCl3·6H2O
pada pelarut organik. Tyagi dan Mathur (2011) juga membandingkan kompleks
dari Fe(NO3)3·9H2O dengan kompleks dari FeCl3·6H2O berdasarkan nilai
potensial reduksinya. Nilai potensial reduksi Cl (400 mV) lebih besar daripada
(200 mV), dan didapati bahwa semakin besar nilai potensial reduksi,
NO
kompleks yang terbentuk semakin stabil pula.

6

Gambar 4 Spektrum larutan kuersetin (a), endapan awal kompleks Fe(III) dari
Fe(NO3)3·9H2O dengan kuersetin (b), endapan hasil pemanasan (c)
dan pendinginan (d) kompleks terlarut
Endapan Fe(III)-kuersetin yang berasal dari FeCl3·6H2O juga diukur puncak
serapannya (Gambar 5). Spektrum endapan kompleks Fe(III)-kuersetin pada fase
dietil eter yang dipanaskan (b) memiliki puncak serapan di sekitar 330, 290, dan
250 nm. Puncak serapan ini pernah dilaporkan oleh Bodini et al. (1999) sebagai
puncak serapan kuersetin 0.3 mM pada pelarut DMSO. Puncak serapan ini
mungkin dipengaruhi oleh pelarut. Namun, tidak bisa dipastikan senyawa apa
yang terbentuk. Fase dietil eter yang didinginkan tidak membentuk endapan, maka
tidak dapat diukur puncak serapannya.

Gambar 5

Spektrum larutan kuersetin (a), endapan Fe(III)-kuersetin hasil
pemanasan kompleks terlarut (b), dan endapan awal Fe(III)kuersetin (c) dari FeCl3·6H2O

Spektrum endapan awal Fe(III)-kuersetin (c) memiliki puncak serapan pada
430 dan 280 nm. Puncak serapan ini sesuai dengan puncak serapan Fe(III)kuersetin pada Gambar 2b dan puncak serapan Fe(III)-kuersetin yang didapatkan

7

oleh Ferrali (1997), Ryan dan Hynes (2007), serta Fajrin (2010). Hal ini berarti
kompleks Fe(III)-kuersetin dari FeCl3·6H2O tidak terlepas kembali pada saat
pemindahan pelarut. Senyawa FeCl3·6H2O larut dalam air panas sehingga mudah
mengendap dalam air suhu ruang. Selain itu, FeCl3·6H2O dapat larut pada pelarut
organik seperti DMSO (Ferrali et al. 2001 dan Mladĕnka 2011), dan metil sianida
(Tyagi dan Mathur 2011). Menurut Mladĕnka (2011), kompleks Fe(III)-kuersetin
dari FeCl3·6H2O yang terbentuk pada kondisi asam lebih stabil dibandingkan
dengan kompleks dari Fe(NO3)3·9H2O pada kondisi yang sama.
Kristalinitas Kompleks Fe(III)-Kuersetin
Endapan kompleks Fe(III)-kuersetin dianalisis menggunakan difraktometer
sinar-X untuk menentukan apakah Fe(III) masih terkompleks dan mengetahui
derajat kristalinitasnya. Derajat kristalinitas menunjukkan nisbah antara bentuk
kristalin dan amorf di dalam kompleks Fe(III)-kuersetin. Difraktogram endapan
kompleks dibandingkan dengan FeCl3·6H2O ditunjukkan pada Gambar 6.

(a)

(b)
Gambar 6 Difraktogram kompleks Fe(III)-kuersetin (a) dan FeCl3·6H2O (b)

Gambar 6 memperlihatkan beberapa pergeseran akibat terjadinya
pengompleksan dengan kuersetin. Puncak 2 15° bergeser menjadi 13°, puncak
33° bergeser menjadi 30°, dan puncak 37° bergeser menjadi 32°. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam kompleks terdapat Fe(III) yang tetap terkompleks
dengan kuersetin. Sementara itu, puncak 2 pada 44°, 64°, dan 77° berasal dari
wadah aluminium sampel. Puncak ini muncul karena jumlah sampel yang relatif
sedikit. Derajat kristalinitas kompleks didapatkan sebesar 37% (perhitungan
diberikan di Lampiran 3). Hasil ini menunjukkan bahwa dalam kompleks, bentuk
kristalin lebih sedikit daripada bentuk amorf (Adianti 2007). Namun, hasil ini
telah menunjukkan bahwa dalam endapan tersebut terdapat kristal kompleks
Fe(III)-kuersetin.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Senyawa kompleks Fe(III)-kuersetin berhasil terbentuk dengan
menggunakan ion Fe(III) yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O maupun FeCl3·6H2O.
Kompleks terbentuk pada tapak 3-hidroksikromon dengan nisbah mol 1:1
(Fe:kuersetin). Endapan Fe(III)-kuersetin yang diperoleh dengan menggunakan
ion Fe(III) dari FeCl3·6H2O lebih stabil dibandingkan dengan yang berasal dari
Fe(NO3)3·9H2O, diperoleh dengan metode penurunan suhu. Derajat kristalinitas
kompleks Fe(III)-kuersetin diperoleh sebesar 37% bentuk kristalin di dalam
endapan.
Saran
Perlu dilakukan pembentukan kompleks pada berbagai kisaran pH,
penentuan nisbah dengan Job’s methode, dan penambahan rendemen kompleks
Fe(III)-kuersetin agar dapat dilakukan analisis lebih lanjut, serta optimisasi
kondisi reaksi pembentukan kompleks.

DAFTAR PUSTAKA
Adianti EF. 2007. Pencirian poliblen polikaprolakton, poliasamglikolat, dan
poliasamlaktat dengan difraksi sinar-X dan spektrometer inframerah.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Alvarez MJ, Garcia ME, Medel AS. 1989. The complexation of Cr(III) and
Cr(VI) with flavones in micellar media and its use for the
spectrophotometric determination of chromium. Talanta. 36:919-923.
Bodini EM, Copia G, Tapia R, Leighton F, Herrera L. 1999. Iron complexes of
quercetin in aprotic medium. Redox chemistry and interaction with
superoxide anion radical. Polyhedron. 18:2233-2239.
Cornard JP, Merlin JC. 2003. Comparison of the chelating power of
hydroxyflavones. J Mol Struct. 651-653:381-387.

9

Cotton FA, Wilkinson G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Suharto, penerjemah.
Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Basic Anorganic Chemistry.
Dehghan G, Khoshkam Z. 2013. Tin(II)-quercetin complex: synthesis, spectral
characterization and antioxidant activity. Food Chem. 131:422-426.
Fajrin R. 2010. Kompleksasi Fe(III)-kuersetin pada media miselar dan
penggunaannya untuk penentuan Fe(III) [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Ferrali M, Donati D, Bambagioni S, Fontani M, Giorgi G, Pietrangilo A. 2001. 3Hydroxy-(4H)-benzopyran-4-ones as potential iron chelating agents in vivo.
Bioorg Med Chem. 9:3041-3047.
Ferrali M, Signorini C, Caciotti B, Sugherini L, Ciccoli L, Giachetti D, Comporti
M. 1997. Protection against oxidative damage of erythrocyte membrane by
the flavonoid quercetin and its relation to iron chelatin activity. FEBS Lett.
416:123-129.
Hummel DO. 2002. Handbook of Surfactant Analysis. New York:J Wiley.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K,
penerjemah. Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Identification of Flavonoid.
Marković JMD, Marković ZS, Brdarić TP, Pavelkić VM, Jadranin MB. 2011. Iron
complexes of dietary flavonoids: combined spectroscopic and mechanistic
study of their free radical scavenging activity. Food Chem. 129:1567-1577.
Mladĕnka P, Macáková K, Filipský T, Zatloukalová L, Jahodář L, Bovicelli P,
Silvestri IP, Hrdina R, Saso L. 2011. In vitro analysis of iron chelating
activity of flavonoids. J Inorg Biochem. 105:693-701.
Pekal A, Biesaga M, Pyrzynska K. 2010. Interaction of quercetin with copper
ions: complexation, oxidation and reactivity towards radical. Biometals.
24:41-49.
Ren J, Meng S, Lekka CHE, Kaxiras E. 2007. Complexation of flavonoids with
iron: structure and optical signatures. J Phys Chem B. 112:1845-1850.
Ryan P, Hynes MJ. 2007. The kinetics and mechanisms of the reactions of
iron(III) with quercetin and morin. J Inorg Biochem. 102:127-136.
Tyagi N, Mathur P. 2011. Interaction of catechin with an iron(III) bisbenzimidazole diamide complex. Indian J Chem. 50A:1703-1708.

10

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Pembuatan larutan standar Fe(III) dari Fe(NO3)3·9H2O dan
FeCl3·6H2O serta larutan standar kuersetin
Pembuatan kompleks Fe(III)-kuersetin

Analisis kompleks Fe(III)-kuersetin dengan
spektrofotometer UV-Vis

Partisi cair-cair kompleks Fe(III)-kuersetin ke dalam dietil eter 1:1 (v/v)

Kompleks Fe(III)-kuersetin pada fase dietil eter
+ heksana 1:2 v/v (dietil eter:heksana)

dipanaskan

didinginkan

Endapan kompleks Fe(III)-kuersetin
+ heksana 10 mL

didinginkan

Endapan Fe(III)-kuersetin

Endapan Fe(III)-kuersetin

Pelarut diuapkan

Pelarut diuapkan

Analisis endapan kompleks Fe(III)-kuersetin dengan
spektrofotometer UV-Vis, AAS, dan difraktometer sinar-X

11

Lampiran 2 Penentuan nisbah mol Fe dengan kuersetin
Pengukuran standar Fe(III)
Konsentrasi (ppm)
0.1929
0.3945
0.6194
0.7890
1.2007

Absorbans
0.0157
0.0312
0.0504
0.0642
0.0977

Ulangan

Absorbans

Kadar Fe(III)
sebelum dikali fp
(ppm)

Kadar Fe
sebenarnya
(ppm)

Sampel awal
1
2
3
Rata-rata
Sampel Perlakuan

0.0264
0.0290
0.0276
0.0277

0.3244
0.3564
0.3392
0.3404

405.5488
445.4892
423.9829
425.5190

1
2
3
Rata-rata

0.0250
0.0266
0.0266
0.0261

0.3072
0.3269
0.3269
0.3208

304.1920
323.6603
323.6603
317.5765

Contoh perhitungan kadar Fe:
Berdasarkan pengukuran standar Fe(III) didapatkan persamaan garis
y = 2.5313
+ 0.0813x
Untuk sampel awal ulangan 1
y
= 2.5313
+ 0.0813x
0.0264 = 2.5313
+ 0.0813x
x
= 0.3244 ppm
Perhitungan mol Fe:
Kadar Fe rata-rata = 317.5765 ppm
Kadar Fe
=
V

317.5765
mg

=
. L
= 31.7576 mg

g Fe

=

F

g FeCl3·6H2O

g FeCl3·6H2O
0.0318
=
.
g FeCl3·6H2O = 0.1536 g
mol Fe

=
.

=
.
= 5.6786

mol

12

Perhitungan mol kuersetin:
g kuersetin
= 0.2 g
Mr kuersetin = 338.27 g⁄mol
mol kuersetin =
.

=
.
= 5.9124

mol

Nisbah mol Fe dengan mol kuersetin:
mol Fe : mol kuersetin
5.6786
: 5.9124
1: 1
Lampiran 3 Data kristalinitas Fe(III)-kuersetin

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, lahir di Cianjur, 27
Desember 1988 dari pasangan Bapak Madratam dan Ibu Tiyah. Penulis
menyelesaikan studi di SMA Negeri 1 Cilegon pada tahun 2007. Pada tahun yang
sama penulis diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (FMIPA-IPB) melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Penulis merupakan salah satu aktivis kampus pada Dewan Perwakilan
Mahasiswa FMIPA IPB tahun 2008–2010 dan Dewan Pengawas Imasika tahun
2010. Selain itu, penulis pernah dipercaya menjadi asisten praktikum mata kuliah
Kimia Anorganik pada tahun 2010/2011. Penulis juga berkesempatan
melaksanakan kegiatan praktik lapangan di Pusat Teknologi Reaktor dan
Keselamatan Nuklir Badan Tenaga Atom Nasional (PTRKN BATAN) Puspiptek
Serpong pada tahun 2011.