SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KROM(III) DAN MANGAN(II) DENGAN 8-HIDROKSIKUINOLIN

KROM(III) DAN MANGAN(II) DENGAN 8-HIDROKSIKUINOLIN

Disusun oleh PITOYO BAYU AJI M0304057 SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2009

commit to user

Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing I

Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D NIP 19560507 198601 1 001

Pembimbing II

Saptono Hadi, M.Si, Apt NIP 19760403 200501 1 001

Dipertahankan di depan TIM Penguji Skripsi pada : Hari : Senin Tanggal : 3 Agustus 2009

Anggota TIM Penguji :

1. Sri Hastuti, M.Si. NIP. 19710408 199702 2 001

2. Yuniawan Hidayat, M.Si NIP. 19790605 200501 1 003

1. ………………………………

2. ………………………………

Disahkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ketua Jurusan Kimia,

Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D NIP 19560507 198601 1 001

commit to user

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul “SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KROM(III) DAN MANGAN(II) DENGAN 8-HIDROKSIKUINOLIN” adalah benar – benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Ponorogo, Juli 2009

PITOYO BAYU AJI

M0304057

commit to user

Pitoyo Bayu Aji, 2009. SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KROM(III) DAN MANGAN(II) DENGAN 8-HIDROKSIKUINOLIN. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara sintesis, formula dan karakteristik kompleks 8-hidroksikuinolin dengan Cr(III) dan Mn(II). Kompleks 8-hidroksikuinolin dengan Cr(III) dan Mn(II) telah disintesis dalam metanol dengan perbandingan mol Cr(III) dan mol ligan 1 : 3 dan perbandingan mol Mn(II) dan ligan 1 : 2.

Terbentuknya kompleks ditandai oleh adanya pergeseran panjang gelombang maksimum spektra elektronik kompleks. Formula kompleks diperkirakan dari analisis kadar logam pada tiap-tiap kompleks dengan spektroskopi serapan Atom (SSA). Formula kompleks yaitu Cr(8-

hidroksikuinolin) 3 (H 2 O)n (n = 3, 4, 5) dan Mn(8-hidroksikuinolin) 2 (Cl) 2 (H 2 O) 4 . Perbandingan besar muatan kation : anion diukur dengan konduktivitimeter. Pengukuran untuk Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) menunjukkan perbandingan besar muatan kation : anion 2 : 1, hal ini berarti bahwa Cl - tidak terkoordinasi pada Mn(II), sedangkan Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) bersifat non elektrolit, hal menunjukkan bahwa 8-hidroksikuinolin terkoordinasi pada Cr(III) sebagai anion. Analisis termal mengindikasikan bahwa kedua kompleks mengandung beberapa

hidrat, kemunginan formula kompleks adalah Cr(8-hidroksikuinolin) 3 ](H 2 O) 3 dan [Mn(8-hidroksikuinolin) 2 ](Cl) 2 (H 2 O) 4 . Analisis spektra IR kompleks menunjukkan adanya pergeseran serapan gugus C=N dan C-O yang mengindikasikan kedua gugus terkoordinasi pada ion pusat. Pengukuran momen magnet menunjukkan bahwa kompleks bersifat paramagnetik dengan µ eff Cr(III)- (8-hidroksikuinolin) 3,77±0,03 BM dan µ eff Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) 5,33±0,07 BM. Spektra UV-Vis kompleks menunjukkan transisi intra ligan n →π* dan π→π*. Koordinasi ligan 8-hidroskikuinolin pada ion pusat Cr(III) diperkirakan oktahedral, sementara koordinasi 8-hidroskikuinolin pada ion puat Mn(II) diperkirakan tetrahedral.

Kata kunci : Sintesis, Karakterisasi, Kompleks Cr(III) dan Mn(II), 8-hidroksikuinolin

commit to user

Pitoyo Bayu Aji, 2009. SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF COMPLEXES OF CHROMIUM(II) AND MANGANESE(II) WITH 8-HIDROXIQUINOLINE. Thesis. Department of Chemistry. Mathematics and Natural Sciences Faculty. Sebelas Maret University.

The purpose of this research is to find out the synthesis, formula, and characteristic of complexes of 8-hidroxiquinoline with Cr(III) and Mn(II). Complexes of 8-hidroxiquinoline with Cr(III) and Mn(II) have been synthesized in methanol, with 1 : 3 mole ratio of Cr(III) to ligan and 1 : 2 mole ratio of Mn(II) to ligan.

The forming of complexes were indicated by maximum absorption shiff of electronic spectra. The formula of complexes were predicted from analysis of % metal in each complexes by Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS). The

formula complexes are Cr(8-hidroxiquinoline) 3 (H 2 O)n (n = 3, 4, 5) and Mn(8- hidroxiquinoline) 2 (Cl) 2 (H 2 O) 4 . The charge size ratio of cation and anion of

complexes were measured by conductivitymeter. The measurement for Mn(II)-(8- hidroksikuinolin) shows that the charge size ratio of cation and anion 2 : 1, it means that Cl - do not coordinate to the Mn(II), while Cr(III)-(8-hidroxiquinoline) is non electrolyte, it corresponds that 8-hidroxiquinoline coordinate to the Cr(III) as an anionic form. The thermal analysis indicates that both of complexes contain some hydrate. Thus formula possibility of complexes are [Cr(8-

hidroxiquinoline) 3 ](H 2 O) 3 and [Mn(8-hidroxiquinoline) 2 ](Cl) 2 (H 2 O) 4 . Analysis of

IR spectra of the complexes shows a shiff of C=N and C-O group and indicates those groups are coordinated to the center ion. Magnetic suscepbility measurement shows that the complexes are paramagnetic with µ eff of Cr(III)-(8- hidroxiquinoline) 3,77±0,03 BM and µ eff of Mn(II)-(8-hidroxiquinoline) 5,33±0,07 BM. The UV-Vis spectra of complexes shows intra ligan n →π* and π→π* transitions. The ligand of 8-hidroxiquinoline coordinated to Cr(III) center ion is predicted as octahedral, while 8-hidroxiquinoline coordinated to Mn(II) center ion is predicted as tetrahedral.

Key words : Synthesis, Characterization, Complexes Cr(III) and Mn(II), 8-hidroxiquinoline

commit to user

DENGAN ILMU HIDUP MENJADI MUDAH, DENGAN SENI HIDUP MENJADI INDAH

(KI.A.S)

commit to user

Karya besar ini penulis persembahkan untuk: Ibunda dan Ayahanda Adik dan Kakak tersayang Pembimbing tugas akir Pembimbing akademis Saudara seperjuangan

Tuhan YME

commit to user

Teriring syukur kepada Allah atas segala limpahan nikmat dan petunjuk, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi “SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS KROM(III) DAN MANGAN(II) DENGAN 8- HIDROKSIKUINOLIN”. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Rasulullah SAW, tauladan umat manusia.

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Drs. Sutarno, MSc, PhD selaku Dekan FMIPA UNS.

2. Drs. Sentot Budi Rahardjo,PhD selaku Ketua Jurusan Kimia dan Pembimbing I.

3. Saptono Hadi, M.Si. Apt.selaku pembimbing II

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia, FMIPA UNS atas semua ilmu yang berguna dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr.rer.nat. Fajar Rakhman Wibowo, M.Si selaku Ketua Sub Laboratorium Kimia Lab. Pusat FMIPA UNS dan semua stafnya.

6. IF. Nur Cahyo, M.Si selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS beserta stafnya : Mbak Nanik dan Mas Anang.

7. Soerya Dewi Marliyana, M.Si. atas saran dan motivasinya selaku Pembimbing Akademis

8. Rekan – rekan TA anorganik ”NALAR” (Nurhalimah, Antok, Lanjar, Anggun, Rus Maysharoh) atas semangat kebersamaanya.

9. Rekan – rekan terbaik di area 17+ Dormintory ”HAMBEGS” ( Hendro, Aris, Mbeki, Gigih, Saiful huda) atas dukungannya.

10. Rekan – rekan angkatan ’04, ’05, ’06, ’07, ’08.

11. Rekan TA organik ”Icha”

12. Pihak – pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah berkenan memberikan balasan yang lebih baik atas pengorbanan yang diberikan. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu penulis

commit to user

perkembangan ilmu pengetahuan dan kita semua.

Surakarta, Juli 2009

Pitoyo Bayu Aji

commit to user

4. Spektroskopi UV-Vis .............................................

17

5. Sifat magnetik ........................................................

20

6. Analisis Termal ......................................................

22

7. Spektroskopi Infra Merah ......................................

24

8. Daya hantar Listrik .................................................

26

9. senyawa 8-hidroksikuinolin ...................................

27

B. Kerangka Pemikiran ...........................................................

28

C. Hipotesis ...........................................................................

30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................

31

A. Metode Penelitian ..............................................................

31

B. Waktu dan Tempat .............................................................

31

C. Alat dan Bahan ...................................................................

D. Prosedur Penelitian ............................................................

32

1. Sintesis Senyawa Kompleks ....................................

32

a. Sintesis kompleks Mn(II)-(8-hidroksikuinolin)

32

b. Sintesis Kompleks Mn(II)-(8-hidroksikuinolin)

32

2. Pengukuran Logam dalam Kompleks ......................

32

3. Pengukuran Momen Magnet ....................................

33

4. Pengukuran Spektra elektronik ................................

33

5. Pengukuran Daya Hantar Listrik ..............................

33

6. Pengukuran Spektra Infra Merah .............................

34

7. Analisis TG/DTA .....................................................

34

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ............................

34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................

35

A. Sintesis Kompleks ..............................................................

35

1. Sintesis Kompleks Cr(III) dengan 8-hidroksikuinolin 35

2. Sintesis Kompleks Mn(II) dengan 8-hidroksikuinolin 36

B. Penentuan Formula Kompleks ...........................................

37

commit to user

a. Pengukuran Kadar krom dalam Kompleks ....

37

b. Pengukuran Kadar mangan dalam Kompleks

38

2. Pengukuran Daya Hantar Listrik ..............................

38

3. Analisis Termal TG/DTA ........................................

39

4. Spektra infra Merah ..................................................

41

a. Kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) ..........

41

b. Kompleks Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) ..........

43

5. Spektra Elektronik ....................................................

45

a. Kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) ..........

45

b. Kompleks Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) ..........

46

6. Sifat Kemagnetan .....................................................

46

a. Kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) ..........

46

b. Kompleks Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) ..........

47

C. Perkiraan struktur Kompleks ..............................................

47

1. Perkiiraan Struktur Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) .......

47

2. Perkiraan Struktur Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) .......

48

BAB V PENUTUP ..........................................................................

49

A. Kesimpulan ........................................................................

49

B. Saran ...................................................................................

50

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................

51

LAMPIRAN .....................................................................................

55

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Bentuk Hibridisasi Dan Konfigurasi Geometri ..................... 12

Tabel 2. Sebagian faktor koreksi diamagnetik untul ion dan molekul

21

Tabel 3. Kadar krom dalam kompleks secara teoritis ........................

37

Tabel 4. Kadar mangan dalam kompleks secara teoritis .................... 38 Tabel 5. Daya Hantar Listrik Larutan Standar 10 -3 M dan Larutan

Sampel Kompleks 10 -3 M dalam DMSO ............................. 38 Tabel 6. Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidrosksikuinolin dan

Senyawa Kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) .................. 41 Tabel 7. Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidrosksikuinolin dan

Senyawa Kompleks Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) .................... 43 Tabel 8. Panjang Gelombang ( λ maks), Absorbansi dan

Absorbtivitas Molar ( ε) Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) dan Ligan 8-hidroksikuinolin dalam Metanol ................................ 45

Tabel 9. Panjang Gelombang ( λ maks), Absorbansi dan

Absorbtivitas Molar ( ε) Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) dan ligan 8-hidroksikuinolin dalam metanol ................................ 46

Tabel 10. Data dan Hasil Perhitungan Kdar Krom dengan SSA dalam

Kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) ................................

60

Tabel 11. Data dan Hasil Perhitungan Kdar Krom dengan SSA dalam

Kompleks Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) ................................

62

Tabel 12. Data Daya Hantar Larutan Standar dan Sampel Kompleks

Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) (dalam DMSO dengan konsentrasi 10 -3 M) ..............................................................

63

Tabel 13. Data Daya Hantar Larutan Standar dan Sampel Kompleks

Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) (dalam DMSO dengan konsentrasi 10 -3 M) ..............................................................

63

Tabel 14. Hasil Pengukuran Kerentanan Magnetik ............................

65

commit to user

Kompleks

Cr(III)-(8-hidroksikuinolin)

dan

Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) ..................................................

67

Tabel 16. Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidroksikuinolin,

Kompleks

Cr(III)-(8-hidroksikuinolin)

dan

Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) ................................................

71

Tabel 17. Kondisi

Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) dengan TG/DTA ....................

72 Tabel 18. Kondisi

Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) dengan TG/DTA ....................

73

Tabel 19. Hasil TG Kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) dan Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) ................................................

74

Tabel 20. Hasil DTA Kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) dan

Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) ................................................

74

Tabel 21. Analisa TG Kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) dan

Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) ..................................................

75

commit to user

Halaman Gambar 1.

Struktur 8-hidroksikuinolin ............................................

Gambar 2.

Koordinasi bpmp pada Co(II) yang membentuk

kompleks Co 2 (bpmp)(CH 3 COO) 3 .3H 2 O dengan

melibatkan atom donor N cincin siklik ...........................

Gambar 3. Koordinasi PDC pada Ni(II) yang membentuk

kompleks {[Ni(PDC)(dpa)(H 2 O)].2H 2 O} dengan

melibatkan atom donor N cincin siklik .............................

Gambar 4.

Koordinasi L pada Cu(II) yang membentuk kompleks

CuL 2 (L adalah 3-[(2-Hydroxy-quinolin-3-ylmethylene)- amino]-2-phenyl-3H-quinazolin-4-one ) ..........................

Gambar 5. Kemungkinan Ikatan antara Cr(III) dengan

8-hidroksikuinolin ...........................................................

Gambar 6. Kemungkinan Ikatan antara Mn(II) dengan

8-hidroksikuinolin ...........................................................

Gambar 7. Struktur senyawa kompleks Cr(III) dengan ligan

makrosiklik

1,5-diaza-8,12-dioxa-6,7:13,14-

dibenzocyclo tetradodecane yang bergeometri oktahedral ........................................................................

Gambar 8.

Struktur kompleks oktahedral Mn(II) dengan [N’-(2- methoxybenzoyl) hydrazinecarbodithioate]ethyl ester ...

Gambar 9.

Struktur {Mn(N,N-bis[4-(benzeneazo)salicylaldehyde]- o-phenylenediamine}dengan geometri square ...............

10

Gambar 10. Ilustrasi

Pembentukan

kompleks

CrL(CNS) 3

(L=1,5-diaza-8,12-dioxa-6,7:13,14-dibenzocyclo tetradodecane) yang bergeometri oktahedral ..................

11

Gambar 11. Ilustrasi Pembentukan kompleks MnL 2 (L= [N’-(2- methoxybenzoyl)hydrazinecarbodithioate] ethyl ester yang bergeometri oktahedral ...........................................

11

Gambar 12. Kontur orbital d ...............................................................

12

commit to user

Gambar 14. Diagram tingkat energi orbital d pada medan oktahedral

13

Gambar 15. Hubungan tetrahedral dengan kubus ...............................

14

Gambar 16. Diagram energi orbital d pada medan tetrahedral ...........

14

Gambar 17. Diagram tingkat energi kompleks oktahedral .................

15

Gambar 18. Diagram tingkat energi kompleks tetrahedral .................

16

Gambar 19. Tingkat energi elektron molekul .....................................

17 Gambar 20. Spektrum [Mn(HO) 6 ] 2+ (  ) dengan skala absorbansi di bagian kiri dan spektrum [Mn(Br) 4 ] 2- (---) dengan skala absorbansi di bagian kanan ....................................

18 Gambar 21. Diagram tingkat energi ion Mn(II) d 5 pada medan oktahedral ........................................................................

19 Gambar 22. Diagram tingkat energi ion d 3 pada medan oktahedral ...

20 Gambar 23. Termogram (TG) dekomposisi Co(C 8 H 10 N 4 )(NO 3 ) 2 di udara ................................................................................

23 Gambar 24. Termogram (DTA) dekomposisi Co(C 8 H 10 N 4 )(NO 3 ) 2 di udara ................................................................................

24

Gambar 25. Vibrasi rentangan : (a) Rentangan simetri, (b) rentangan

asimetri. Vibrasi bengkokan : (c) Guntingan, (d) Goyangan, (e) Kibasan dan (f) Pelintiran ......................

25 Gambar 26. Struktur 8-hidroksikuinolin dan dua gugus donor elektron yaitu (1) gugus O-H dan (2) gugus C=N ..........

28 Gambar 27. Kompleks [Ag-(8-quinolinol)(8-quinolate)]. ..................

29 Gambar 28. Kemungkinan ikatan kovalen koordinasi antara 8-hidroksikuinolin dengan atom pusat Cr(III) dan Mn(II) ..............................................................................

29

Gambar 29. Spektra Elektronik (a) senyawa 8-hidroksikuinolin

dalam metanol (b) senyawa Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) dalam metanol ...............................................................

35 Gambar 30. Spektra elektronik senyawa MnCl 2 .4H 2 O dalam metanol ................................................................................ 36

commit to user

Mn(II)-(8-hidroksikuinolin)

8-hidroksikuinolin dalam metanol ................................

37

Gambar 32. Termogram TG/DTA Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) .........

39

Gambar 33. Termogram TG/DTA Mn(II)-(8-hidroksikuinolin).........

40

Gambar 34. Serapan gugus fungsi O-H (warna merah), gugus fungsi

C=N (warna biru), gugus fungsi C-O (warna hijau) pada (a)

Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) ............................................

42

Gambar 35. Serapan gugus fungsi O-H (warna merah), gugus fungsi

C=N (warna biru), gugus fungsi C-O (warna hijau) pada (a)

kompleks Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) ............................................

44 Gambar 36. Perkiraan Struktur [Cr(8-hidroksikuinolin) 3 ](H 2 O) 3 ......

48 Gambar 37. Perkiraan

Struktur

[Mn(8-hidroksikuinolin) 2 ](Cl) 2 (H 2 O) 4 .............................................................................

48

Gambar 38. Diagram Sintesis dan Karakterisasi senyawa Kompleks

Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) ............................................

55

Gambar 39. Diagram Sintesis dan Karakterisasi senyawa Kompleks

Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) ............................................

56

Gambar 40. Kurva Standar Cr(III) pada konsentrasi 0 – 11 ppm .......

59

Gambar 41. Kurva Standar Mn(II) pada konsentrasi 1-5 ppm ...........

60

Gambar 42. Spektra Infra Merah 8-hidroksikuinolin..........................

70

Gambar 43. Spektra Infra Merah Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) ...........

70

Gambar 44. Spektra Infra Merah Mn(II)-(8-hidroksikuinolin) ...........

71

Gambar 45. Termogram TG/DTA Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) .........

72

Gambar 46. Termogram TG/DTA Mn(II)-(8-hidroksikuinolin).........

73

commit to user

Halaman Lampiran 1. Diagram Alir Percobaan .................................................

55

Lampiran 2. Perhitungan rendemen Hasil Sintesis .............................

57

Lampiran 3. Pengukuran Kadar Krom dalam Kompleks Menggunakan SSA .......................................................

59

Lampiran 4. Pengukuran Kadar Mangan dalam Kompleks

Menggunakan SSA .......................................................

61

Lampiran 5. Pengukuran

Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) dengan konduktivitimeter .

63

Lampiran 6. Perhitungan Momen Magnet efektif ..............................

65

Lampiran 7. Perhitungan Nilai absorbtivitas Molar ............................

68

Lampiran 8. Spektra Infra Merah Ligan 8-hidroksikuinolin dan

Kompleks ......................................................................

70

Lampiran 9. Hasil TG/DTA Logam dan Kompleks ...........................

72

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Senyawa kompleks memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena dapat diaplikasikan pada berbagai bidang seperti bidang farmasi, kesehatan, industri, dan lingkungan.

Salah satu kompleks yang telah banyak diaplikasikan adalah kompleks logam dengan ligan 8-hidroksikuinolin. Kompleks yang terbentuk antara 8-hidroksikuinolin dengan Fe(III) diaplikasikan untuk ekstraksi ion Fe(III) secara sinergis dengan TOPO (trioktil pospin oksida) menggunakan metode Batch (Wijayanti, 2004).

Diperkirakan struktur kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) adalah oktahedral (Sugiharto, 2006). Kompleks ini juga dapat diaplikasikan sebagai anti bakteri karena terbentuknya senyawa kelat tidak jenuh (2:1) dan (1:1) (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Pembentukan kompleks Pb(II)-(8- hidroksikuinolin) diaplikasikan untuk penentuan logam Pb(II) dengan metode voltametri menggunakan elektroda pasta karbon terlapisi pirol yang termodifikasi 8-hidroksikuinolin (Danawati, 2008). Namun demikian struktur kompleks 8-hidroksikuinolin belum banyak dilaporkan, demikian pula pada kompleks antara 8-hidroksikuinolin dengan Cr(III) dan Mn(II).

Krom mempunyai hubungan erat dengan masalah lingkungan, terutama masalah pencemaran logam. Percobaan laboratorium menunjukkan bahwa Cr(II) dapat mengendapkan RNA dan DNA pada pH 7. Cemaran krom dalam tubuh dapat menyebabkan masalah kesehatan misalnya Cr(III) dapat bereaksi dengan protein secara lambat untuk membentuk suatu kompleks yang stabil (Palar, 1994). Mangan termasuk dalam logam berat essensial, dimana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus (www.terranet.or.id/tulisandetil). Mangan bertindak sebagai komponen dari enzim

commit to user

metabolisme zat gula dan modifikasi protein (Jain et. al., 2002:1-2). Pada proses modifikasi protein logam mangan yang terdapat pada enzim Mn-arginase dapat menghidrolisis L-arginin menjadi L-ornitin dan urea (Moon et. al., 2008: 447– 452).

Kompleks Cr(III) dengan berbagai ligan dapat membentuk geometri datar, tetrahedral terdistorsi, trigonal bipiramid, oktahedral dan pentagonal bipiramid terdistorsi (Cotton, and Wilkinson, 1998:680-693). Seperti pada kompleks Cr(III) dengan ligan 1,7-diaza-10,14-dioxa-4-thia-8,9:15,16-dibenzocyclohexadeca-2,6- dione yang disintesis dengan menambahkan ligan ke dalam larutan etanol yang

mengandung garam hidrat Krom(III), kemudian direfluks pada suhu 75-85 0 C,

diperkirakan kompleks bergeometri oktahedral (Kumar, and Singh, 2006:77-87).

Kompleks [Cr(etdtc)Cl] 2 (etdtc= ethylenediamine dithiocarbamato) yang disintesis dengan mencampurkan antara asetilaseton dalam metanol dengan etilendiamin dan karbon disulfida dengan CrCl 3 .6H 2 O dalam metanol, diperkirakan bergeometri oktahedral terdistorsi (Saddiqi et. al.,2006:107-112). Kompleks Mn(II) dengan berbagai ligan juga dapat membentuk geometri tetrahedral, segiempat datar, trigonal bipiramid terdistorsi, trigonal bipiramid, oktahedral (Cotton, and Wilkinson, 1998:689). Pada kompleks [Mn 2 (etdtc) 2 ] yang disintesis dengan mencampurkan antara asetilaseton dalam metanol dengan etilendiamin dan karbon disulfida dengan MnCl 2 2H 2 O dalam metanol, diperkirakan bergeometri tetrahedral (Saddiqi et. al., 2006:107-112). Pada 8-hidroksikuinolin (Gambar 1) mempunyai atom donor elektron lebih dari satu, yaitu O pada gugus OH dan N pada rantai sikliknya, yang dapat digunakan untuk berikatan secara kovalen koordinasi dengan ion logam krom dan mangan sehingga terbentuk senyawa kompleks.

Gambar 1. Struktur 8-hidroksikuinolin

commit to user

Donor elektron atom N dalam cincin siklis tidak selalu bisa terkoordinasi ke dalam atom pusat. Pada kompleks Co 2 (bpmp)(CH 3 COO) 3 .3H 2 O, ligan (bpmp= 2,6-bis((4-(pyridin-2-yl)pyrimidin-2-ylthio)methyl)-4-methylphenol) terkoordinasi pada atom pusat melalui atom N pada cincin siklis (ditunjukkan Gambar 2).

Co

Co

Gambar 2. Koordinasi bpmp pada Co(II) yang membentuk kompleks Co 2 (bpmp)(CH 3 COO) 3 .3H 2 O dengan melibatkan atom donor N

cincin siklik (Huang et. al., 2008:5-8)

Begitu juga ligan (PDC=2,6-pyridinedicarboxylate, dpa = 4,4- dipyridylamine) dapat membentuk kompleks {[Ni(PDC)(dpa)(H 2 O)].2H 2 O}

melalui koordinasi atom N cincin siklik (struktur ditunjukkan Gambar 3).

Gambar 3. Koordinasi PDC pada Ni(II) yang membentuk kompleks {[Ni(PDC)(dpa)(H 2 O)].2H 2 O} dengan melibatkan atom donor N

cincin siklik (Saylor et. al., 2008:317-326)

commit to user

Sedangkan pada kompleks CuL 2 (L=3-[(2-Hydroxy-quinolin-3-

ylmethylene)-amino]-2-phenyl-3H-quinazolin-4-one), atom N cincin siklik tidak terlibat pada proses koordinasi (struktur ditunjukan Gambar 4).

Cu(II)

Gambar 4. Koordinasi L pada Cu(II) yang membentuk kompleks CuL 2 (dengan L adalah 3-[(2-Hydroxy-quinolin-3-ylmethylene)-amino]-2-phenyl-3H- quinazolin-4-one ) (Siddappa et. al., 2008:155-162)

Ligan 8-hidroksikuinolin yang mempunyai atom donor N dalam cincin siklik dapat membentuk kompleks dengan Cr(III) dan Mn(II) dengan berbagai kemungkinan seperti ditunjukkan oleh Gambar 5 dan Gambar 6.

OH

Cr(III)

OH

Cr(III)

OH

C r(III)

Gambar 5. Kemungkinan ikatan antara Cr(III) dengan 8-hidroksikuinolin

commit to user

OH

Mn(II)

M n(II)

Gambar 6. Kemungkinan ikatan antara Mn(II) dengan 8-hidroksikuinolin

Oleh karena itu sintesis dan karakterisasi kompleks Cr(III) dan Mn(II) dengan ligan 8-hidroksikuinolin menarik untuk dipelajari.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Sintesis kompleks dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain mencampurkan larutan logam dan ligan dengan pelarut seperti air, metanol, etanol, atau piridin tanpa pemanasan, disertai pemanasan, atau refluks.

b. Penentuan formula kompleks dapat dilakukan berdasarkan analisis unsur C,

H, N, O, logam, atau diperkirakan dari hasil analisis logam saja.

c. Kedudukan anion dalam senyawa kompleks dapat bertindak sebagai ligan atau sisa asam.

d. Kompleks yang dihasilkan dapat mengandung H 2 O ataupun tidak.

e. Gugus yang terkoordinasi pada logam dapat ditentukan secara kristalografi sinar X atau diperkirakan dari data spektra IR.

f. Karakterisasi kompleks meliputi spektra (Ultra Violet-Visible, UV-Vis), spektra ( Infra Red, IR), sifat kemagnetan dan potensial redoks.

2. Batasan Masalah

a. Penentuan formula kompleks diperkirakan dari hasil penentuan kadar logam dalam masing-masing kompleks.

b. Gugus fungsi ligan yang terkoordinasi pada atom pusat diperkirakan dari spektra IR.

commit to user

dan sifat kemagnetan.

3. Rumusan Masalah Masalah utama yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana sintesis kompleks Cr(III) dengan ligan 8-hidroksikuinolin dan Mn(II) dengan ligan 8-hidroksikuinolin?

b. Bagaimana formula kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin)

dan Mn(II)-(8-hidroksikuinolin)?

c. Bagaimana karakteristik kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin)

dan Mn(II)-(8-hidroksikuinolin)?

d. Bagaimana perkiraan struktur kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) dan Mn(II)-(8-hidroksikuinolin)?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui cara sintesis senyawa kompleks Cr(III) dan Mn(II) dengan ligan 8-hidroksikuinolin.

2. Mengetahui formula kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin)

dan Mn(II)-(8-hidroksikuinolin).

3. Mengetahui karakteristik kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin) dan Mn(II)-(8-hidroksikuinolin).

4. Mengetahui struktur kompleks Cr(III)-(8-hidroksikuinolin)

dan Mn(II)-(8-hidroksikuinolin).

D. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi tentang pembentukan kompleks antara krom(III) dan mangan(II) dengan 8-hidroksikuinolin.

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sintesis Senyawa Kompleks

Sintesis kompleks dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara antara lain dengan pencampuran larutan pada berbagai perbandingan mol logam : mol ligan dalam berbagai pelarut tanpa pemanasan, pencampuran larutan disertai pemanasan pada berbagai temperatur.

Kompleks [Mn 2 (H 3 bida) 2 (H 2 O) 2 ] (H 3 bida = N-(benzimidazol-2-ylmethyl iminodiacetic acid) disintesis dengan cara menambahkan [Mn(CH 3 COO) 2 ].4H 2 O ke dalam larutan H 3 bida dalam campuran metanol dan piridin (Moon et. al., 2008:447-452). Kompleks [Mn(ptalat)].½H 2 O disintesis dengan cara menambahkan garam Mn(CH 3 COO) 2 kedalam etanol yang mengandung asam

ptalat (perbandingan 1:1) kemudian campuran direfluks selama 2 jam (Devereux et. al., 2000:275-288). Sintesis lain dapat dilakukan dengan pemanasan campuran

MnCl 2 dan L (L= salicylideneimine) dalam etanol dengan perbandingan 1:1, kemudian direfluks selama 4-5 jam untuk menghasilkan kompleks [MnL(H 2 O) n ] (n = 0-2) (Belaid et. al., 2008:63-69). Sintesis kompleks Cr(C 26 N 4 H 26 )(NO 3 ) 3 dilakukan dalam dengan menambahkan C 26 N 4 H 26 kedalam larutan etanol yang

mengandung garam Cr(III), kemudian campuran direfluks selama beberapa jam pada suhu 75-85ºC (Kumar et. al., 2006:77-87).

2. Kompleks Cr(III) dan Mn(II)

Krom adalah salah satu unsur logam transisi golongan VIB yang berwarna putih, nomor atom 24 dengan massa atom 51,996 g/mol, mempunyai titik lebur 1765ºC, dapat larut dalam asam klorida encer atau pekat, asam sulfat encer dan asam nitrat (Vogel, 1979:285). Krom memiliki bilangan oksidasi yang paling stabil dan penting yaitu +2 dan +3. Dalam senyawa kompleks krom banyak terdapat sebagai Cr(III), membentuk kompleks dengan bilangan koordinasi 3,4,5 dan 6. Pada umumya kompleks Cr(III) memiliki bilangan koordinasi 6 dengan

commit to user

Cr(III) juga bisa mempunyai geometri nonoktahedral, misalnya pentagonal bipiramid terdistorsi (Cotton,. and Wilkinson, 1988:689).

Kompleks Cr(III) dengan ligan makrosiklik 1,5-diaza-8,12-dioxa- 6,7:13,14-dibenzocyclo tetradodecane memiliki bilangan koordinasi 6 dengan struktur oktahedral (Kumar et. al., 2006:77-87) seperti ditunjukkan Gambar 7.

Gambar 7. Struktur senyawa kompleks Cr(III) dengan ligan makrosiklik 1,5-

diaza-8,12-dioxa-6,7:13,14-dibenzocyclo tetradodecane yang bergeometri oktahedral (Kumar et. al., 2006:77-87)

Pada kompleks tersebut terjadi pergeseran bilangan gelombang serapan infra merah gugus N-H (3285 cm -1 pada lingan menjadi 3200 cm -1 pada

kompleksnya) dan serapan gugus Ph-O-CH 2 juga mengalami pergeseran ke arah yang lebih kecil. Pergeseran tersebut mengindikasikan bahwa kedua gugus terkoordinasi pada Cr(III).

Mangan merupakan salah satu unsur logam transisi golongan VIIB, berwarna putih abu-abu, nomor atom 25 dengan massa atom 54,938 g/mol. Mempunyai titik lebur 1250ºC. Mangan dapat larut dalam asam mineral encer dan juga asam asetat dan dapat mempunyai bilangan oksidasi +2, +3, +4, +6 dan +7 (Vogel, 1979:285). Dalam senyawa kompleks mangan banyak terdapat sebagai Mn(II), membentuk kompleks dengan bilangan koordinasi 4, 5 serta memiliki semua jenis geometri utama yaitu tetrahedral, segiempat, trigonal bipiramid terdistorsi dan trigonal bipiramid. Pada umumnya kompleks Mn(II) memiliki

commit to user

1988:697-699). Mangan(II) yang membentuk kompleks dengan [N’-(2- methoxybenzoyl)hydrazinecarbodithioate] ethyl ester memiliki bilangan koordinasi 6 dengan geometri oktahedral (Singh et. al., 2009:107-112) seperti ditunjukkan Gambar 8.

Gambar 8. Struktur kompleks oktahedral Mn(II) dengan [N’-(2-methoxybenzoyl)

hydrazinecarbodithioate]ethyl ester (Singh et. al., 2009:107-112)

Pada kompleks tersebut Atom N, S, dan O dari ligan terkoordinasi pada ion pusat Mn(II) yang ditandai dari pergeseran serapan infra merah gugus N-N (1086 cm -1 pada ligan bebasnya menjadi 1101cm -1 pada kompleks) dan C=S (968 cm -1 pada ligan bebasnya menjadi 905 cm -1 pada kompleks) dan bergesernya serapan infra merah C=O (1645 cm -1 pada ligan bebasnya menjadi 1603 cm -1 pada kompleks).

N,N-bis[4-(benzeneazo)salicylaldehyde]-o-phenylenediamine membentuk kompleks dengan Mn(II) mempunyai 4 bilangan koordinasi (Liu et. al., 2006:41-

48) seperti ditunjukkan Gambar 9. Pada kompleks ini pergeseran serapan IR gugus C-O (1281 cm -1 pada ligan bebasnya menjadi 1260 cm -1 pada kompleks) mengindikasikan terkoordinasinya C-O pada atom pusat. Pergeseran serapan

commit to user

mengindikasikan terkoordinasinya gugus C=N pada atom pusat.

Mn

Gambar 9. Struktur kompleks {Mn(N,N-bis[4-(benzeneazo)salicylaldehyde]-o-

phenylenediamine}dengan geometri square (Liu et. al., 2006:41-48)

3. Teori Pembentukan Kompleks

a. Teori Ikatan Valensi Pada teori ikatan valensi yang dikembangkan oleh Pauling, senyawa kompleks mengandung ion kompleks, dengan ligan harus mempunyai pasangan elektron bebas yang terkoordinasi pada atom pusat yang mempunyai orbital kosong (Lee, 1994 :202).

Pada senyawa kompleks, Cr(III) dan Mn(II) dapat berperan sebagai atom pusat, sehingga Cr(III) dan Mn(II) harus menyediakan orbital kosong untuk ditempati pasangan elektron bebas dari ligan, contohnya pada pembentukan kompleks Cr(III) dengan 1,5-diaza-8,12-dioxa-6,7:13,14-dibenzocyclo tetradodecane (Kumar, and Singh, 2006:77-87) dan pembentukan kompleks Mn(II) dengan ligan [N’-(2-methoxybenzoyl)hydrazinecarbodithioate] ethyl ester (Singh et. al., 2009:107-112). Kompleks Cr(III) dengan 1,5-diaza-8,12-dioxa- 6,7:13,14-dibenzocyclo tetradodecane yang bergeometri oktahedral dapat terbentuk apabila Cr(III) menyediakan 6 orbital kosong untuk ditempati pasangan elektron bebas dari ligan. Keenam orbital kosong tersebut adalah satu orbital 4s,

tiga orbital 4p dan dua orbital 4d yang kemudian membentuk hibridisasi sp 3 d 2 yang berbentuk oktahedral seperti diilustrasikan Gambar 10.

commit to user

3d 5 4s 1 4p 0 4d 0

Cr(III) Ar 3d 3 4p 0 4d 4s 0 0

: CNS :O :O :N :O :N

Ar 4p 6 4d 4s 0 3d 2 7

Donasi oleh 2 atom O, 2 N dan 2 CNS

Hibrida d 2 sp 3 = oktahedral

CrL(CNS) 3

Gambar 10. Ilustrasi Pembentukan kompleks CrL(CNS) 3 (L= 1,5-diaza-8,12- dioxa-6,7:13,14-dibenzocyclo tetradodecane) yang bergeometri oktahedral (Kumar, and Singh, 2006:77-87)

Kompleks [N’-(2-methoxybenzoyl) hydrazinecarbodithioate] ethyl ester dengan Mn(II) yang bergeometri oktahedral dapat terbentuk apabila Mn(II) menyediakan 6 orbital kosong untuk ditempati pasangan elektron bebas dari ligan, seperti diilustrasikan oleh Gambar 11. Keenam orbital kosong tersebut adalah satu orbital 4s, tiga orbital 4p dan dua orbital 4d yang kemudian

membentuk hibridisasi sp 3 d 2 oktahedral.

Mn Ar 3d 5 4s 1 4p 0 4d 0

Mn(II) Ar 3d 5 4p 0 4d 4s 0 0

Donasi oleh 2 atom O, 2 N dan 2 S

Hibrida sp 3 d 2 = oktahedral

MnL 2

Gambar 11. Ilustrasi Pembentukan kompleks MnL 2 (L= [N’-(2- methoxybenzoyl)hydrazinecarbodithioate] ethyl ester yang bergeometri oktahedral (Singh et. al., 2009:107-112)

commit to user

Orbital hibridisasi dapat digunakan untuk meramalkan geometri suatu senyawa, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.(Lee, 1994:85).

Tabel 1. Bentuk Hibridisasi dan Konfigurasi Geometri (Lee, 1994:85) Bilangan Koordinasi

Bentuk Hibridisasi

Geometri

2 sp Lurus

3 sp 2 Segitiga datar

4 sp 3 Tetrahedral

4 dsp 2 Segiempat datar

5 sp 3 d Trigonal bipiramida

6 sp 3 d 2 Oktahedral

7 sp 3 d 3 Pentagonal bipiramida

b. Teori Medan Ligan

Pada teori medan ligan diasumsikan bahwa ligan dan ion logam sebagai titik muatan, interaksi logam dan ligan adalah elektrostatik. Tidak ada interaksi antara orbital logam dan ligan. Orbital d logam (kontur ditunjukkan Gambar 12) mempunyai tingkat energi yang sama (terdegenerasi), akan tetapi ketika terbentuk kompleks mengalami pembelahan karena adanya medan ligan (Lee, 1994 :204).

Gambar 12. Kontur orbital d (Huheey, et. al., 1993:396)

1). Medan Ligan Pada kompleks oktahedral

Pada medan oktahedral oktahedral, ion logam terletak ditengah oktahedron dan ligan berada dikeenam sudutnya seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Orbital

commit to user

d z 2 adalah orbital e g .

Gambar 13. Arah sumbu x, y dan z dalam medan oktahedral (Lee, 1994).

Medan ligan akan menyebabkan kenaikan tingkat energi orbital e g lebih besar jika dibandingkan t 2g . Diagram tingkat energi orbital d dalam medan ligan oktahedral ditunjukkan pada Gambar 14. Perbedaan energi antara orbital t 2g dan e g adalah 10 Dq atau ∆o. Orbital e g mempunyai energi +0,6 ∆o diatas tingkat energi rata-rata, sedangkan orbital t 2g mempunyai energi -0,4 ∆o di bawah tingkat energi rata-rata (Lee, 1994:208).

------------------------------

t 2g

tingkat energi rata-rata

ion logam dalam medanoktahedral

energi rata-rata ion logam dalam medan spherical

+0,6 A o

-0,4 A o

Gambar 14. Diagram tingkat energi orbital d pada medan oktahedral (Lee, 1994 :206).

2). Kompleks tetrahedral Tetrahedral sering dihubungkan dengan sebuah kubus. Pada kompleks tetrahedral, atom pusat terletak di tengah kubus dan empat dari delapan sudutnya terisi oleh ligan, seperti Gambar 15.

commit to user

Gambar 15. Hubungan tetrahedral dengan kubus (Lee, 1994:219).

Ligan yang terkoordinasi menyebabkan orbital t 2g mengalami kenaikan energi yang lebih besar jika dibandingkan orbital e g . Hal ini dikarenakan orbital t 2g lebih dekat pada ligan. Diagram tingkat energi orbital d pada medan tetrahedral ditunjukkan Gambar 16. Medan ligan kuat dapat menyebabkan perbedaan energi pemisahan

t 2g dan e g yang lebih besar. Akan tetapi, energi pemisahan tetrahedral selalu lebih kecil jika dibandingkan energi pemisahan oktahedral. Kompleks tetrahedral mempunyai energi pemisahan sebesar 4/9 ∆o jika dibandingkan dengan kompleks oktahedral (Lee, 1994 : 220).

Energi

+0,4A t

-0,6A t

Tingkat energi rata-rata

Energi rata-rata ion logam Ion logam dalam medan tetrahedral pada medan sphericalal

t 2g

Gambar 16. Diagram tingkat energi orbital d pada medan tetrahedral (Lee, 1994 : 221).

d. Teori Orbital Molekul Teori orbital molekul dapat digunakan untuk menjelaskan adanya ikatan kovalen dalam senyawa kompleks. Orbital atom logam dan ligan digunakan untuk membentuk orbital molekul. Pada kompleks oktahedral, orbital d xy ,d xz ,d yz yang

commit to user

membentuk ikatan, sedangkan orbital d x 2 -d y 2 dan d z 2 yang mengarah langsung

pada ligan dapat membentuk orbital molekul ikatan (bonding) dan antiikatan (anti bonding). Selain itu orbital 4s dan 4p juga terlibat dalam pembentukan orbital molekul (Lee, 1994 :228). Diagram tingkat energi untuk kompleks oktahedral ditunjukkan Gambar 17.

a1g, eg, t1u

eg,t2g

Dq

nd

(n+1)s

(n+1)p

ML6

6L

Gambar 17. Diagram tingkat energi kompleks oktahedal (Huheey, et. al., 1993 :417).

commit to user

kelompok yaitu orbital e (d x 2 -d y 2 dan d z 2 ) dan t 2 (d xy ,d xz ,d yz ). Orbital (d x 2 -d y 2 dan

d z 2 ) merupakan orbital nonbonding e, yang tak terlibat dalam pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding t 2 dan orbital molekul antibonding t 2 *. Orbital d x 2 -d y 2 dan d z 2 membentuk orbital molekul bonding t 2 dan orbital antibonding t 2 *. Orbital s membentuk orbital molekul bonding a 1 dan orbital antibonding a 1 *. Empat orbital ligan juga mempunyai orbital molekul

bonding dan antibonding (Huheey, et. al., 1993:418-420). Diagram tingkat energi untuk kompleks tetrahedral ditunjukkan Gambar 18.

Gambar 18. Diagram tingkat energi kompleks tetrahedral (Huheey, et. al., 1993 :419).

commit to user

Absorbsi radiasi sinar UV-Vis oleh atom/molekul akan menyebabkan atom/molekul (misalnya M) mengalami eksitasi elektronik. Produk dari reaksi ini berupa atom atau molekul dalam keadaan tereksitasi (misalnya M*), setelah selang waktu tertentu (10 -8 -10 -9 detik) akan terjadi proses relaksasi, yang paling umum yaitu dengan mengubah energi eksitasi menjadi energi panas. Proses absorbsi dan relaksasi tersebut seperti pada reaksi berikut :

→M + panas Absorbsi radiasi UV-Vis biasanya dihasilkan dari ekitasi elektron ikatan. Spesies yang dapat mengabsorbsi radiasi UV-Vis meliputi : (1) elektron-elektron n, π, σ, (2) elektron-elektron d dan f, dan (3) elektron transfer muatan (Skoog, et. al., 1998:330).

Penggunaan spektroskopi serapan umumnya didasarkan pada transisi elektron n dan π ke keadaan tereksitasi π* karena energi yang diperlukan untuk proses ini cukup rendah, yaitu pada daerah (200 sampai 700 nm). Energi-energi untuk beberapa jenis orbital molekul sangat berbeda. Biasanya, tingkat energi elektron-elektron nonbonding terletak diantara orbital-orbital π dan σ bonding dan antibonding. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 19.

σ* ________________

antibonding

π* ________________ antibonding n ________________

Gambar 19. Tingkat energi elektron molekul (Hendayana, dkk., 1994:158)

Absorbtivitas molar puncak spektrum yang dihasilkan dari transisi n →π* umumnya lemah dan mempunyai rentang harga 10-100 L.cm -1 .mol -1 , sedangkan untuk transisi π→π* mempunyai rentang harga 1000-10000 L.cm -1 .mol -1 . Sifat lain yang berbeda antara dua tipe transisi tersebut adalah efek pelarut terhadap λ

commit to user

dengan meningkatnya polaritas pelarut, disebut dengan pergeseran biru (hypsochromic). Biasanya, tetapi tidak selalu keadaan yang berkebalikan akan teramati untuk transisi π→π*, disebut dengan pergeseran merah (bathochromic) (Skoog, et. al., 1998:330). Efek hypsochromic disebabkan oleh bertambahnya solvasi pasangan elektron yang mengakibatkan menurunnya energi orbital n. Pergeseran merah atau bathochromic disebabkan oleh gaya polarisasi antara pelarut dan spesies, yang berakibat menurunnya selisih tingkat energi eksitasi dan tingkat energi tidak tereksitasi (Hendayana, dkk., 1994:161).

Kebanyakan ion logam transisi mengabsorbsi radiasi di daerah spektrum sinar tampak. Untuk deret pertama logam transisi menyebabkan transisi elektron 3d yang cenderung mengabsorbsi dengan pita absorbsi melebar (Hendayana, dkk.,

1994:165-166). Pada spektrum kompleks oktahedral Mn(II) yaitu [Mn(HO) 6 ] 2+ dan kompleks tetrahedral Mn(II) yaitu [Mn(Br) 4 ] 2- yang ditunjukkan Gambar 20.

Gambar 20. Spektrum [Mn(HO) 6 ] 2+ (  ) dengan skala absorbansi di bagian kiri dan spektrum [Mn(Br) 4 ] 2- (---) dengan skala absorbansi di bagian

kanan (Cotton, and Wilkinson, 1998:578)

commit to user

Karakteristiknya adalah: mempunyai serapan yang lemah, mempunyai banyak puncak serapan dan mempunyai variasi lebar pita serapan. Hal ini dikarenakan

transisi terjadi dari tingkat energi dasar 6 A 1 ke tingkat energi eksitasi dengan spin

multilisitas yang berbeda (Gambar 21). Transisi ini akan menghasilkan puncak- puncak dengan intensitas yang lemah dan nilai absorbtivitas yang rendah. Harga absortivitas molar kompleks oktahedral Mn(II) sekitar 100 kali lebih lemah jika dibandingkan dengan absorbtivitas molar kompleks tetrahedral Mn(II).

Gambar 21. Diagram tingkat energi ion Mn(II) d 5 pada medan oktahedral

(Cotton, and Wilkinson, 1998:580)

Begitu juga pada spektra elektronik Cr(III). Jika dilihat diagram tingkat energi Cr(III) dalam medan oktahedral (Gambar 20) terindikasikan adanya tiga transisi spin yang diijinkan (spin-allowed transitions). Misalnya pada kompleks

[Cr(F) 6 ] -3 tiga pita transisi tersebut adalah : transisi 4 A 1g (F) → 4 T 2g (F), yang

commit to user

serapan di daerah 22700 cm -1 dan transisi 4 A 1g (F) → 4 T 1g (P) muncul di daerah 34800 cm -1 (Huheey, et. al., 1993:447).

Gambar 22. Diagram tingkat energi ion d 3 pada medan oktahedral (Cotton, F.A.

and Wilkinson, G., 1998 : 690)

5. Sifat Magnetik

Senyawa kompleks dengan orbital d dan f yang belum terisi penuh, dapat diketahui rentang sifat kemagnetannya, yang tergantung pada tingkat oksidasi, konfigurasi elektron dan bilangan koordinasi atom logamnya. Perkalian kerentanan spesifik (Xg) dari suatu senyawa dengan berat molekulnya akan diperoleh harga kerentanan molar (X m ) yang dapat dihubungkan dengan momen paramagnetik permanen (µ) suatu molekul dengan Persamaan 1 (Huheey, et. al., 1993:459).

RT

......................................................................... (1)

commit to user

(dalam K) dan µ dalam satuan BM (1 BM = eh/4m π). Dari Persamaan 1 dapat diketahui besarnya harga µ, yaitu dengan :

µ = 2,84 (X m T) 1/2 ............................................................... (3)

Untuk mengubah µ kedalam jumlah spin elektron tak berpasangan, perlu menyertakan kontribusi paramagnet dan diamagnet. Kontrisbusi diamagnet dari suatu senyawa dapat diperoleh dari jumlah kerentanan diamagnetik setiap komponennya (atom, ion dan molekul netral sebagian di tunjukkan Tabel 2).

Tabel 2. Sebagian faktor koreksi diamagnetik untuk ion dan molekul (Szafarn, et.

al., 1991;52) dan (Huheey, et. al., 1994:463)

Kation/ Anion/Atom netral/ Molekul

Faktor koreksi (10 -6 cgs)

Cr(III) 13 Mn(II) 13

C -6 N -4,61

H -4,61

Dengan demikian diperoleh kerentanan molar terkoreksi, seperti ditunjukkan Persamaan 4.

X A =X m -X l ....................................................................... (4)

Sehingga persamaan 3 dapat ditulis menjadi :

µ = 2,84 (X A T) 1/2 ............................................................... (5)

commit to user

d 5 spin tinggi mempunyai rumusan momen paramagnet permanen (µs) secara teoritis : µs = 2 [S (S+1)] 1/2

................................................................. (6)

Persamaan 6 dikenal dengan formula spin-only, dimana S adalah bilangan kuantum momentum anggular spin, S berhubungan dengan jumlah elektron tak berpasangan (n) = S/2, sehingga didapatkan Persamaan 7 (Lee, 1994 : 225).

µs = [n(n+2)] 1/2 ................................................................... (7)

6. Analisis Termal

Teknik-teknik yang dicakup dalam metode analisis termal diantaranya adalah analisis termogravimetri (Thermogravimetric Analysis / TGA) yang didasari pada perubahan berat akibat pemanasan dan analisis diferensial termal (Differential Thermal Analysis /DTA) yang didasari pada perubahan kandungan panas akibat perubahan temperatur.

Pada analisis termogravimetri, perubahan berat sampel diamati sebagai fungsi temperatur. Informasi yang diperoleh dari metode termografimetri terbatas pada dekomposisi, reaksi oksidasi dan beberapa proses fisik seperti penguapan, sublimasi dan desorbsi (Skoog et. al., 1998:800). Plot persen kehilangan berat sebagai fungsi temperatur disebut sebagai termogram. Salah satu contoh

termogram adalah termogram kompleks Co(C 8 H 10 N 4 )(NO 3 ) 2 yang terdapat pada gambar Gambar 23. Pada termogram (TG) Co(C 8 H 10 N 4 )(NO 3 ) 2 (Gambar 21) terdapat daerah yang mendatar yang mengindikasikan senyawa kobalt dalam keadaan stabil. Dekomposisi tahap pertama terjadi pada 200-400°C mengindikasikan bahwa kompleks kehilangan senyawa nitrat dalam bentuk radikal. Pada tahap kedua terjadi kehilangan 1,2 diimidazolethane (Arshad et. al., 2008:593-604).

commit to user

Gambar 23. Termogram (TG) dekomposisi Co(C 8 H 10 N 4 )(NO 3 ) 2 di udara (Arshad

et. al., 2008:593-604).

Differential Thermal Analysis (DTA) mengukur perbedaan temperatur antara sampel dan materi pembanding inert sebagai fungsi temperatur, jika temperatur keduanya dinaikkan dengan kecepatan sama dan konstan. Proses yang terjadi dalam sampel adalah eksoterm dan endoterm, yang ditampilkan dalam bentuk termogram differensial (Skoog et. al., 1998:803). Salah satu contoh

termogram differensial (DTA) adalah termogram Cu(C 8 H 10 N 4 )(NO 3 ) 2 dengan laju

kenaikan temperatur 10°C/min dapat dilihat pada Gambar 24. Pada Gambar 24 terlihat adanya puncak maksimum yang menunjukkan terjadinya reaksi endoterm (320°C) konsekuensinya, sampel menjadi bersuhu lebih tinggi daripada material inert pembandingnya. Satu puncak minimum (eksoterm) pada (600°C)

menunjukkan terlepasnya C 8 H 10 N 4 (Arshad et. al., 2008:593-604).

commit to user

Gambar 24. Termogram (DTA) dekomposisi Cu(C 8 H 10 N 4 )(NO 3 ) 2 di udara

(Arshad et. al., 2008:593-604).

7. Spektroskopi Infra Merah

Atom-atom dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi. Bila radiasi infra merah yang kisaran energinya sesuai dengan frekuensi vibrasi rentangan (stretching) dan vibrasi bengkokan (bending) dari ikatan kovalen dalam kebanyakan molekul dilewatkan dalam suatu cuplikan, maka molektul-molekul akan menyerap energi tersebut dan terjadi transisi diantara tingkat energi vibrasi dasar dan tingkat vibrasi tereksitasi (Hendayana, dkk., 1994:189). Namun demikian tidak semua ikatan dalam molekul dapat menyerap energi infra merah meskipun mempunyai frekuensi radiasi sesuai dengan gerakan ikatan. Hanya ikatan yang mempunyai momen dipol dapat menyerap radiasi infra merah

commit to user

dalam daerah IR dekat (14290-4000 cm -1 ), IR jauh (700-200 cm -1 ) dan IR tengah (4000-666 cm -1 ). Daerah yang paling banyak digunakan untuk keperluan penyidikan terbatas pada daerah IR tengah (Silverstein, et. al., 1986:95).

Menurut hukum Hooke, gerakan harmonik sederhana atom-atom diberikan oleh Persamaan 8.

V = bilangan gelombang (cm -1 )

c = kecepatan cahaya (cm/detik)

= tetapan gaya ikatan (dyne/cm),

m1