SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BESI(III) DAN NIKEL(II) DENGAN PIRAZINAMIDA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BESI(III) DAN NIKEL(II) DENGAN PIRAZINAMIDA

Disusun Oleh

RUS MAYSYAROH M 0304061

SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. Dra. Tri Martini, M.Si. NIP. 19560507 198601 1001

NIP. 19581029 198503 2002

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :

Hari

: Selasa Tanggal : 25 Agustus 2009

Anggota Tim Penguji :

1. Dr.rer.nat. Atmanto Heru W., M.Si.

1. ……………………………… NIP. 19740813 200003 1001

2. Nestri Handayani, M.Si., Apt.

2. ……………………………… NIP. 19701211 200501 2001

Disahkan oleh

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ketua Jurusan Kimia,

Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D.

NIP. 19560507 198601 1001

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul “SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BESI(III) DAN NIKEL(II) DENGAN PIRAZINAMIDA” adalah benar – benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Agustus 2009

Rus Maysyaroh

ABSTRAK

Rus Maysyaroh. 2009. SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BESI(III) DAN NIKEL(II) DENGAN PIRAZINAMIDA. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret .

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sintesis kompleks, formula, dan karakteristik dari masing – masing senyawa kompleks yang terbentuk. Kompleks Fe(III) dan Ni(II) dengan pirazinamida telah disintesis dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 1 dalam air. Formula kompleks yang diperkirakan dari analisis kadar Fe dan Ni dalam kompleks dengan spektroskopi serapan atom (SSA)

adalah Fe(pirazinamida) m Cl 3 .nH 2 O (m = 1 atau 2 dan n = 12,13,5 atau 6) dan Ni(pirazinamida) m (NO 3 ) 2 .nH 2 O (m = 2 atau 3 dan n = 10,11,3 atau 4). Perbandingan muatan kation dan anion yang diperkirakan dari pengukuran daya hantar listrik dengan konduktivitimeter menunjukkan perbandingan muatan kation : anion = 3 : 1 untuk kompleks Fe(III)-pirazinamida dan 2 : 1 untuk kompleks Ni(II)-pirazinamida. Analisis termal dengan Thermogravimetric/Differential Thermal Analyzer (TG/DTA)

mengindikasikan adanya enam molekul H 2 O dalam kompleks Fe(III)-pirazinamida dan sembilan molekul H 2 O dalam kompleks Ni(II)-pirazinamida . Data spektrum infra merah menunjukkan pergeseran serapan gugus fungsi karbonil pada kompleks Fe(III) yang mengindikasikan gugus fungsi tersebut terkoordinasi pada atom pusat Fe(III) secara monodentat. Pergeseran serapan gugus fungsi karbonil dan cincin pirazin pada kompleks Ni(II), mengindikasikan gugus fungsi tersebut terkoordinasi pada atom pusat Ni(II) secara bidentat. Pengukuran momen magnet dengan Magnetic Susceptibility Balance (MSB) menunjukkan bahwa kedua kompleks bersifat paramagnetik dengan µ eff = 5,97 – 6,15 BM untuk kompleks Fe(III)-pirazinamida dan

3,49 – 3,57 BM untuk kompleks Ni(II)-pirazinamida. Harga absorptivitas molar

kompleks -1 Fe(III)-pirazinamida adalah 1610,32 L.mol cm sedangkan untuk

kompleks -1 Ni(II)-pirazinamida adalah 7,49 dan 41,15 L.mol cm . Hal ini mengindikasikan kedua kompleks berstruktur oktahedral dengan rumus

[Fe(pza) 2 (H 2 O) 4 ]Cl 3 .2H 2 O dan [Ni(pza) 2 (H 2 O) m ](NO 3 ) 2 .nH 2 O (m = 2,3 dan n = 8,7) .

Kata kunci : Sintesis, Karakterisasi, Kompleks Fe(III), Kompleks Ni(II), Pirazinamida.

ABSTRACT

Rus Maysyaroh. 2009. SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION COMPLEXES OF IRON(III) AND NICKEL(II) WITH PYRAZINAMIDE. Thesis. Department of Chemistry. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University.

The purpose of this research is to find out the synthesis complexes , formula, and characteristic of each complexes which was formed. Complexes of iron(III) and nickel(II) with pyrazinamide had been synthesized in 1 : 1 mole ratio of metal to ligan in aquadest. The formula of complexes which were predicted from analysis of % Fe

and Ni in complexes by Atomic Absorption Spectroscopy are Fe(pyrazinamide) m Cl 3 . nH 2 O (m = 1 or 2 dan n = 12,13,5, or 6) dan Ni(pyrazinamide) m (NO 3 ) 2. nH 2 O (m = 2,3 dan n = 10,11,3,4). Charge ratios of cation and anion of complexes were measured by conductivitymeter correspond to 3 : 1 for Fe(III)-pyrazinamide and 2 : 1 for Ni(II)- pyrazinamide. The thermal analysis was determined by Thermogravimetric/ Differential Thermal Analyzer (TG/DTA) indicate that both of complexes contain six

molecules hydrates for Fe(III)-pyrazinamide and nine molecules hydrates for Ni(II)- pyrazinamide . Data of infra red spectras show a negatif shift of C=O group absorption and indicate this functional group is coordinated to the center ion by monodentat order in Fe(III) complexes. A negatif shift of C=O group absorption and positif shift of pyrazine ring absorption indicate this functional groups are

coordinated to the center ion by bidentat order in Ni(II) complexes. Magnetic susceptibility measurements show that complexes are paramagnetic with µ eff = 5,97 – 6,15 BM for Fe(III)-pyrazinamide and 3,50 – 3,58 BM for Ni(II)-pyrazinamide. The

molar absorptivity for Fe(III)-pyrazinamide is 1610,32 L.mol -1 cm while for Ni(II)-

pyrazinamide is 7,49 dan 41,15 L.mol -1 cm indicates that the structure of both complexes are octahedral with formulas [Fe(pza) 2 (H 2 O) 4 ]Cl 3 .2H 2 O and

[Ni(pza) 2 (H 2 O) m ](NO 3 ) 2 .nH 2 O (m = 2,3 and n = 8,7) .

Keywords : Synthesis, Characterization, Complexes Fe(III), Complexes Ni(II), Pyrazinamide.

MOTTO

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, Niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya, dan memberinya rizqi dari arah yang tidak disangka - sangkanya (Q.S.Ath-Thalaq : 2 - 3)

Jagalah Alloh niscaya engkau akan mendapatiNya dihadapanmu, K enalilah Alloh di waktu lapang niscaya Dia mengenalmu di waktu sempit,

K etahuilah, bahwa apa yang luput darimu tidak akan mengenaimu Dan apa yang mengenaimu tidak akan luput darimu. K etahuilah, bersama kesabaran ada pertolongan, Bersama kesusahan ada jalan keluar dan Bersama kesulitan ada kemudahan. (H.R. Tirmidzi)

PERSEMBAHAN

Dengan segenap rasa syukur penulis persembahkan karya ini untuk :

K edua orang tuaku, Bapak Z ainu dan I bu Siti Djuwariyah Allohummaghfirlii wali waalidayya war hamhumaa kama robbayaanii shoghiiro, Semoga kalian senantiasa mendapat perlindungan Alloh,

M as Shidiq, M as I pul, M bak Nur dan M bak I rna Baarokallohu fiikum atas doa dan dukungannya selama ini

Jazakumulloh K hoirul Jazaa Semoga Alloh membalas kebaikan kalian semua

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah ‘Azza wa Jalla atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BESI(III) DAN NIKEL(II) DENGAN PIRAZINAMIDA” guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D. selaku dekan FMIPA UNS.

2. Bapak Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. selaku ketua jurusan kimia dan pembimbing I.

3. Ibu Dra. Tri Martini, M.Si. selaku pembimbing II.

4. Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si. selaku pembimbing akademis dan ketua laboratorium kimia dasar FMIPA UNS Surakarta beserta para stafnya.

5. Bapak dan ibu dosen jurusan kimia FMIPA UNS, atas semua ilmu yang telah diberikan.

6. Bapak Dr.rer.nat. Fajar Rakhman Wibowo, M.Si. selaku ketua sub laboratorium kimia pusat FMIPA UNS dan para stafnya.

7. Dosen dan karyawan FMIPA UNS Surakarta.

8. Staf dan operator sub laboratorium kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9. Bapak dan ibuku tercinta, mas Shidiq, mbak Yani, mas Ipul, mbak Nur, dan mbak Irna barokallahu fiikum.

10. Teman – temanku mbak Laily, NH, Anggun, Ade, Camel, Mar’atus, Astri Y, Maya, Eva, Inti, Nana, jazaakumullohu khoiron.

11. Teman-teman kimia angkatan 2004, 2005, 2006, 2007 terima kasih untuk semuanya.

12. Semua pihak yang telah membantu namun yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan penulis. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kita semua .

Surakarta, Agustus 2009

Rus Maysyaroh

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.

10 Tabel 2.

Orbital Hibridisasi beberapa Konfigurasi Geometri.......................

Energi Transisi dan Panjang Gelombang Maksimum Konfigurasi Elektron d 5 dalam Medan Ligan Oktahedral.................................. 15

Tabel 3. Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Beberapa Kation, Anion, Atom Netral dan Molekul (10 -6 cgs)….....................................................

19 Tabel 4.

21 Tabel 5.

Konduktansi Molar Ion dalam Air pada 25 ºC...............................

Kadar Besi dalam Kompleks Besi(III) dengan Pirazinamida dengan Berbagai Komposisi secara Teoritis..................................

36 Tabel 6.

Kadar Nikel dalam Kompleks Nikel(II) dengan Pirazinamida dengan Berbagai Komposisi secara Teoritis..................................

37 Tabel 7.

37 Tabel 8.

Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Kompleks dalam Air.....

39 Tabel 9.

Perkiraan Pelepasan Molekul Kompleks Fe(pza) 2 Cl 3 .6H 2 O...........

40 Tabel 10. Serapan Gugus Fungsi Ligan Pirazinamida dan Kompleks Fe(III)-pirazinamida maupun Ni(II)-pirazinamida..........................

Perkiraan Pelepasan Molekul Kompleks Ni(pza) 2 (NO 3 ) 2 .10H 2 O...

42 Tabel 11. Panjang Gelombang Maksimum ( λ maks ), Absorbansi (A) dan Absorptivitas Molar ( ε) FeCl 3 .6H 2 O, Ni(NO 3 ) 2 .6H 2 O....................

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur Pirazinamida .....................................................................

1 Gambar 2. Struktur Molekul [Cu(IDA)(pza)(H 2 O)].H 2 O..................................

2 Gambar 3. Struktur Kompleks {[Cu(pzca)(CH 3 CN) 3 ](ClO 4 ) 2 .H 2 O}n...............

2 Gambar 4. Struktur Kompleks[Fe(Hbida)Cl(H 2 O)]..........................................

7 Gambar 5. Kompleks [Ni(2A-4Mpy)(dipicolinate)(H 2 O) 2 ].2H 2 O....................

7 Gambar 6. Struktur Kompleks Ni(II)[5-(2'hydroxyphenyl)-3-phenylpyrazoline] 8 Gambar 7. Ikatan Koordinasi pada Kompleks

9 Gambar 8. Ikatan pada Ion Kompleks [FeCl 3-

[Ni(2A-4Mpy)(dipicolinate)(H 2 O) 2 ].H 2 O................................ ......

10 Gambar 9. Orbital d dan Susunannya dalam Ruang.........................................

11 Gambar 10. Diagram Pemisahan Orbital d dalam Medan Oktahedral................

12 Gambar 11. Diagram Pemisahan Orbital d dan Bidang Kubik Medan Tetrahedral 13

Gambar 12. Diagram Orgel dan Spektrum Transisi Elektronik untuk Ion d 8 ...

15 Gambar 14. Diagram Tingkat Energi Orgel untuk Konfigurasi Elektron d 5 dalam

Gambar 13. Spektrum Elektronik (a) [Ni(H 2+

2 O) 6 ] dan (b) [Ni(NH 3 ) 6 ] .........

Medan Ligan Oktahedral.................................................................... 15 Gambar 15. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Oktahedral........ 17 Gambar 16. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Tetrahedral....... 18

24 Gambar 18. Beberapa Kemungkinan Koordinasi Pirazinamida pada Atom Pusat Fe(III) dan Ni(II)..............................................................................

Gambar 17. Kurva TG/DTA Kompleks [Cu 2 (pcp) 2 (4,4’-bipy)].5H 2 O................

Gambar 19. Spektrum Elektronik Fe 3+ pada Larutan FeCl

3 .6H 2 O (a) dan Fe pada Larutan Kompleks Fe(III)-pirazinamida (b) dalam Metanol..........

34 Gambar 20. Spektrum Elektronik Ni 2+ pada Larutan Ni(NO

3 ) 2 .6H 2 O (a) dan 2+ Ni pada Larutan Kompleks Ni(II)-pirazinamida (b) dalam Metanol 35

Gambar 21. Termogram TG/DTA Kompleks Fe(III)-pirazinamida..................

Gambar 22. Termogram TG/DTA Kompleks Ni(II)-pirazinamida......................

40 Gambar 23. Spektrum Infra Merah Kompleks Fe(III)-pirazinamida..................

43 Gambar 24. Spektrum Infra Merah Kompleks Ni(II)-pirazinamida...................

44 Gambar 25. Perkiraan Struktur [Fe(pirazinamida) 2 (H 2 O) 4 ]Cl 3 .2H 2 O.................

48 Gambar 26. Perkiraan Struktur [Ni(pirazinamida) 2 (H 2 O) 2 ]Cl 3 .8H 2 O.................

49 Gambar 27. Perkiraan Struktur [Ni(pirazinamida) 2 (H 2 O) 3 ]Cl 3 .7H 2 O.................

49

Tabel 7. Perhitungan Pelepasan Molekul dalam Kompleks Ni(II)-pirazinamida 65 Tabel 8.

66 Tabel 9.

Hasil Pengukuran Kerentanan Magnetik........................................

Harga µ eff pada Beberapa Harga χ g dari Sampel Kompleks Fe(III)- pirazinamida...................................................................................

68 Tabel 10. Harga µ eff pada Beberapa Harga χ g dari Sampel Kompleks Ni(II)- pirazinamida...................................................................................

69 Tabel 11. Harga Absorptivitas Molar Formula Kompleks Fe(III)-pirazinamida 70 Tabel 12. Harga 10 Dq FeCl 3 .6H 2 O, Ni(NO 3 ) 2 .6H 2 O, Fe(III)-pirazinamida dan Ni(II)-pirazinamida..........................................................................

71

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejumlah senyawa kompleks terjadi dan terdapat secara alamiah dalam sistem biologi. Proses pengikatan oksigen oleh Fe menjadi senyawa kompleks dalam tubuh merupakan salah satu contoh aplikasi senyawa kompleks. Studi pembentukan kompleks menjadi hal yang menarik untuk dipelajari karena kompleks yang terbentuk dimungkinkan memberi banyak manfaat, misalnya untuk ekstraksi, sebagai katalis, dan penanganan keracunan logam berat.

Suatu senyawa heterosiklis memainkan peranan penting dalam banyak sistem biologi, khususnya sistem ligan donor N yang merupakan komponen beberapa vitamin dan obat-obatan. Oleh sebab itu, banyak dilakukan penelitian mengenai senyawa heterosiklis dan kompleksnya, baik mengenai struktur maupun spektroskopinya (Cakir, Bicer, Aoki dan Coskun, 2006), salah satunya adalah pirazinamida. Pirazinamida merupakan turunan amida heterosiklik dan beberapa kompleks yang terbentuk darinya digunakan secara luas dengan aktivitas antituberkulosis (gambar 1). Pirazinamida (pza atau pyrazine-2-carboxamide) mempunyai efek bakterisid yang membunuh atau menghentikan pertumbuhan bakteri penyebab tuberkulosis, pada umumnya digunakan bersama-sama obat tuberkulosis lainnya (Siswandono, 2000).

NH 2

Gambar 1. Struktur Pirazinamida

Blanco, Perez, Maria, Lazarte, Carbalo, Castineiras dan Gutierrez (2003) mensintesis kompleks [Cu(IDA)(pza)(H 2 O)].H 2 O (IDA = iminodiacetato, pza = Blanco, Perez, Maria, Lazarte, Carbalo, Castineiras dan Gutierrez (2003) mensintesis kompleks [Cu(IDA)(pza)(H 2 O)].H 2 O (IDA = iminodiacetato, pza =

Gambar 2. Struktur Molekul [Cu(IDA)(pza)(H 2 O)].H 2 O (Blanco et al., 2003)

Selain itu juga telah disintesis kompleks {[Cu(pzca)(CH 3 CN) 3 ](ClO 4 ) 2 .H 2 O}n (pzca = 2-pyrazine carboxamide), dalam kompleks tersebut atom O gugus karbonil dan atom nitrogen cincin pirazin terkoordinasi pada ion pusat Cu(II) sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 3 (Tanase, Gallego, Bouwman, Rene de Gelder dan Reedijk, 2005).

Gambar 3. Struktur Kompleks {[Cu(pzca)(CH 3 CN) 3 ](ClO 4 ) 2 .H 2 O}n (Tanase et al., 2005)

Akyuz, Andreeva, Sukarova dan Basar (2007) melaporkan bahwa dalam kompleks yang disintesisnya, yaitu M(pza) 2 Ni(CN) 4 (dengan M = Mn, Ni, Zn, Cd dan pza = pirazinamida), bahwa ikatan koordinasi pirazinamida pada ion pusat terjadi Akyuz, Andreeva, Sukarova dan Basar (2007) melaporkan bahwa dalam kompleks yang disintesisnya, yaitu M(pza) 2 Ni(CN) 4 (dengan M = Mn, Ni, Zn, Cd dan pza = pirazinamida), bahwa ikatan koordinasi pirazinamida pada ion pusat terjadi

Dari uraian di atas, maka menarik dikaji lebih lanjut interaksi pirazinamida dengan ion logam lainnya, yaitu besi(III) dan nikel(II) meskipun hanya sebatas sintesis dan karakterisasinya. Besi (III) cukup reaktif sehingga dapat membentuk banyak senyawa koordinasi dengan berbagai macam ligan (Cotton dan Wilkinson, 1989), sedangkan nikel mampu berkoordinasi dengan berbagai macam ligan karena didukung energi penstabilan medan kristal (Crystal Field Stabilization Energy-CFSE) yang cenderung sedang dibandingkan ion logam transisi deret pertama lainnya, sehingga mudah membentuk senyawa kompleks (Cotton dan Wilkinson, 1989).

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Sintesis kompleks dapat dilakukan dengan berbagai cara dan kondisi antara lain mereaksikan ligan dan logam pada pH tertentu, merefluks, mencampur tanpa pemanasan, atau dengan pemanasan dan pengadukan.

b. Formula kompleks dapat ditentukan berdasarkan analisis unsur C, H, N,O dan logam atau diperkirakan dari analisis logamnya saja.

c. Kedudukan anion dalam kompleks dapat bertindak sebagai ligan atau sisa asam.

d. Keberadaan air dalam suatu kompleks dapat sebagai ligan atau bukan ligan.

e. Gugus yang terkoordinasi pada logam dapat ditentukan melalui kristalografi sinar

X atau diperkirakan dari data spektrum Infra Merah.

f. Karakterisasi kompleks diperkirakan melalui spektrum infra merah, spektrum ultraviolet-visible (Uv-Vis) , sifat kemagnetan, atau potensial redoksnya.

2. Batasan Masalah

a. Formula kompleks diperkirakan dari pengukuran kadar logamnya, daya hantar listriknya, dan pengukuran dengan Thermogravimetric/Differential Thermal Analysis (TG/DTA).

b. Gugus fungsi ligan yang terkoordinasi pada atom pusat diperkirakan dari spektrum infra merahnya.

c. Karakterisasi kompleks diperkirakan melalui spektrum infra merah, spektrum ultraviolet-visible (Uv-Vis), dan sifat kemagnetannya.

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana sintesis kompleks besi(III) dan nikel(II) dengan pirazinamida ?

b. Bagaimana formula kompleks besi(III) dan nikel(II) dengan pirazinamida ?

c. Bagaimana karakteristik kompleks besi(III) dan nikel(II) dengan pirazinamida ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mensintesis senyawa kompleks besi(III) dan nikel(II) dengan pirazinamida.

2. Mengetahui formula kompleks besi(III) dan nikel(II) dengan pirazinamida .

3. Mengetahui karakteristik kompleks besi(III) dan nikel(II) dengan pirazinamida yang meliputi sifat kemagnetannya, sifat elektroniknya, koordinasi ligan dengan ion pusat dan perkiraan struktur kompleksnya.

D. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui karakteristik kompleks yang dihasilkan, maka akan memudahkan dalam pembelajaran peningkatan aktivitas dan efektivitasnya sebagai obat antibakteri atau antidotum untuk keracunan logam berat.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sintesis Kompleks

Sintesis kompleks dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain merefluks larutan logam dan ligan selama beberapa jam, pencampuran dan pengadukan larutan dengan pemanasan atau tanpa pemanasan. Pemanasan kadang dibutuhkan guna mempercepat reaksi yang terjadi. Cara sintesis kompleks dengan

refluks sebagaimana dalam pembentukan kompleks MX 2 .n(INH-DCB) (M = Co(II), Ni(II); X = Cl¯ , Br¯ , NO3¯ dan INH-DCB = N-Isonicotinamido-2’,4’- Dichlorobenzalaldimine ) (Agarwal, Sharma, Singh dan Agarwal, 2005). Garam Co(II) atau Ni(II) dalam larutan etanol panas dicampurkan dengan larutan ligan dalam etanol panas (1 : 2 atau 1 : 3), kemudian direfluks pada water bath sekitar 2 – 3 jam. Setelah didinginkan pada suhu kamar, kompleks berwarnapun terbentuk, kemudian disaring, dicuci dengan etanol, dan dikristalisasi, serta dikeringkan dengan

P 2 O 5 dalam vakum. Cara sintesis lainnya sebagaimana pada kompleks [Cu(IDA)(pza)(H 2 O)].H 2 O (IDA = iminodiacetato; pza = pyrazine-2-carboxamide) (Blanco et al., 2003), yaitu Cu 2 CO 3 (OH) 2 dan H 2 IDA direaksikan dengan pirazinamida dalam 150 ml air dengan perbandingan mol 1 : 2 : 2, akan dihasilkan larutan biru. Penguapan pertama menghasilkan kristal biru muda (senyawa 1), diikuti kristal biru tua (senyawa 2) dan

kristal pirazinamida. Senyawa 2 inilah yang merupakan kompleks [Cu(IDA)(pza)(H 2 O)]H 2 O. Cara sintesis hanya dengan pengadukan sebagaimana dalam sintesis kompleks [Fe(Hbida)Cl(H 2 O)] (Moon, Kim, Lah, 2006), sebanyak 0,17 g FeCl 3 .6H 2 O (0,63 mmol) ditambahkan kedalam larutan 0,16 g (0,62 mmol)

H 3 bida (N-(benzimidazol-2-ylmethyl)iminodiacetic acid) dalam 30 ml metanol. Larutan diaduk konstan sampai jernih, dibiarkan selama ± 7 hari hingga terbentuk kristal berwarna oranye.

2. Senyawa Kompleks Besi dan Nikel

Suatu senyawa kompleks akan terbentuk bila terjadi ikatan kovalen koordinasi antara suatu atom atau ion logam dengan beberapa molekul netral atau ion donor elektron. Atom atau ion logam berfungsi sebagai ion pusat sedangkan molekul netral atau ion donor elektron berfungsi sebagai gugus pengeliling atau yang lebih dikenal dengan ligan (Day et al., 1985). Atom pusat biasanya ion – ion logam transisi yang berfungsi sebagai penerima pasangan elektron bebas dari ligan (Cotton, Wilkinson and Gauss, 1995). Kemampuan suatu ion logam untuk berikatan dengan sejumlah ligan dinyatakan oleh bilangan koordinasinya. Ligan yang dapat menyumbangkan lebih dari satu pasang elektron (mempunyai lebih dari satu atom donor) disebut ligan polidentat (Cotton et al., 1988).

Besi termasuk golongan logam transisi yang mempunyai konfigurasi

6 elektronik [Ar] 3d 2 4s yang mempunyai tingkat oksidasi utama (+II) dan (+III), kompleks besi(III) pada umumnya lebih stabil daripada kompleks besi(II) (Lee,

1991). Besi (III) ditinjau dari muatan kompleksnya dapat membentuk kompleks yang bervariasi yaitu kationik, netral dan anionik. Keistimewaan yang menarik dari koordinasi kimia besi(III) adalah kecenderungannya membentuk kompleks dengan ligan donor atom O dibandingkan dengan ligan donor atom N (Greenwood and Earnshow, 1984).

Kompleks besi(III) umumnya membentuk struktur oktahedral dengan bilangan koordinasi enam, sebagaimana pada kompleks [Fe(Hbida)Cl(H 2 O)] (Moon et al ., 2006). Kompleks [Fe(Hbida)Cl(H 2 O)] yang berstruktur oktahedral dengan

harga momen magnet 5,83 BM, ikatan koordinasi ligan pada ion pusat Fe 3+ melalui kedua atom O gugus karbonil dan dua nitrogen amin (N1 dan N2) dari ligan N-

(benzimidazol-2-ylmethyl)iminodiacetic acid , satu atom Cl dan sebuah molekul air, sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 4.

Gambar 4. Struktur Kompleks [Fe (Hbida)Cl(H 2 O)] (Moon et al., 2006)

Nikel merupakan salah satu logam transisi deret pertama yang terletak pada periode empat dan golongan VIIIB, memiliki nomor atom 28 dan massa atom 58,71 g/mol (Huheey and Keiter, 1993). Nikel dalam keadaan nikel(II) lebih stabil daripada nikel(0), nikel(I), nikel(III) dan nikel(IV). Nikel(I) dan nikel(0) tidak stabil karena mudah teroksidasi, nikel(III) mudah tereduksi menjadi nikel(II) dan nikel(IV) jarang ditemukan (Cotton et al., 1988). Bentuk kompleks nikel(II) yang paling umum adalah oktahedral dan bujur sangkar (square planar) (Lee, 1991).

Bulut, Ucar, dan Kazak (2009) mensintesis Ni(II)-dipicolinat dengan 2- Amino-4-methylpyrimidine (2A-4Mpy), menghasilkan kompleks [Ni(2A-4Mpy) (dipicolinate)(H 2 O) 2 ].2H 2 O sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 5. Dalam kompleks tersebut, dua atom O dan satu atom N dari dipicolinat, satu atom N dari

2A-4Mpy dan dua molekul air terkoordinasi pada ion pusat Ni 2+ membentuk geometri oktahedral terdistorsi.

Gambar 5. Kompleks [Ni(2A-4Mpy)(dipicolinate)(H 2 O) 2 ].2H 2 O (Bulut et al., 2009)

Struktur kompleks Ni(II) bujur sangkar terjadi pada kompleks (Ni[5(2’- Hydroxyphenyl)-3-phenylpyrazoline] ) seperti ditunjukkan oleh gambar 6. Bentuk bujur sangkar ini terjadi karena masing-masing ligan pirazolin mendonorkan satu

atom O dan satu atom N pada ion pusat Ni 2+ , koordinasi ini diketahui dari tidak nampaknya puncak proton hidroksil pada spektrum 1

H NMR. Spektrum UV-Vis kompleks (Ni[5-(2'-hydroxyphenyl)-3-phenylpyrazoline]) menunjukkan dua puncak

1 1 1 pada 25.147 dan 20.225 cm 1 yang merupakan transisi A

Gambar 6. Struktur Kompleks (Ni[5-(2'hydroxyphenyl)-3-phenylpyrazoline]) (Tripathi, Sharma, Chaturvedi, 2003)

3. Teori Pembentukan Kompleks

a. Teori Ikatan Valensi Berdasarkan teori ini, pembentukan senyawa kompleks melibatkan reaksi antara asam Lewis (atom pusat) dengan basa-basa Lewis (ligan-ligan) melalui ikatan kovalen koordinasi (Effendy, 2007). Menurut Pauling, ikatan kovalen terjadi karena adanya tumpang tindih antara orbital kosong logam dengan orbital ligan yang berupa molekul atau ion yang mempunyai pasangan elektron bebas (Day et al., 1985). Dalam ikatannya dengan ligan-ligan, atom pusat menggunakan orbital-orbital hibrida yang diperoleh dari proses hibridisasi, yaitu proses pembentukan orbital-orbital hibrida a. Teori Ikatan Valensi Berdasarkan teori ini, pembentukan senyawa kompleks melibatkan reaksi antara asam Lewis (atom pusat) dengan basa-basa Lewis (ligan-ligan) melalui ikatan kovalen koordinasi (Effendy, 2007). Menurut Pauling, ikatan kovalen terjadi karena adanya tumpang tindih antara orbital kosong logam dengan orbital ligan yang berupa molekul atau ion yang mempunyai pasangan elektron bebas (Day et al., 1985). Dalam ikatannya dengan ligan-ligan, atom pusat menggunakan orbital-orbital hibrida yang diperoleh dari proses hibridisasi, yaitu proses pembentukan orbital-orbital hibrida

Kompleks [Ni(2A-4Mpy)(dipicolinate)(H 2 O) 2 ].2H 2 O (gambar 5) (Bulut et al., 2009) yang bergeometri oktahedral, disebabkan 6 orbital kosong dari ion Ni 2+

didonasi oleh sepasang elektron N piridin dan dua pasang elektron atom O gugus karboksilat dari ligan dipicolinat, dua pasang elektron dari air, dan sepasang elektron atom N dari 2-Amino-4-methylpyrimidine yang menempati dua orbital 3d, satu orbital

2 4s dan tiga orbital 4p, yang kemudian mengalami hibridisasi d 3 sp seperti ditunjukkan oleh gambar 7.

Ni 2+ [Ar] 3d 8 4s 0 4p 0 4d 0

Ni 2+ [Ar] tereksitasi

[Ni(2A-4Mpy)(dpc)(H 2 O) 2 ] [Ar]

3d 8 4s 2 6 4d 4p 4

Didonasi oleh 1 atom N, 2 atom O dari dpc, 2 atom O dari air, 1 atom N dari 2A-4Mpy,

hibrida sp 3 d 2 = oktahedral Gambar 7. Ikatan Koordinasi pada Kompleks ([Ni(2A-4Mpy)(dipicolinate)(H 2 O) 2 ].

2H 2 O) (Bulut et al., 2009)

6 ] bergeometri oktahedral dan bersifat paramagnetik yang kemagnetikannya setara dengan adanya 5 elektron tidak berpasangan (high spin) pada orbital 3d atom pusatnya. Oleh karena itu,

Berdasarkan fakta eksperimen, kompleks [FeCl 3-

3 pembentukan kompleks ini melibatkan hibridisasi sp 2 d (Effendy, 2007), sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 8.

Fe 3+ [Ar] 3d 5 4s 0 4p 0 4d 0

Fe 3+ [Ar] hibridisasi

3d 5

.. Cl .. Cl Cl Cl Cl Cl [FeCl ] 3- 6 [Ar]

Didonasi oleh 6 atom Cl membentuk hibrida sp 3 d 2 (oktahedral)

Gambar 8. Ikatan pada Ion Kompleks [FeCl 3-

6 ] (Effendy, 2007)

Hibridisasi dapat diperkirakan dari bentuk geometri molekul atau senyawa hasil eksperimen. Geometri hasil hibridisasi beberapa orbital lain ditunjukkan oleh tabel 1 (Sharpe , 1992). Teori ikatan valensi ini dapat menjelaskan struktur dan kemagnetan banyak senyawa kompleks, namun memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menerangkan warna kompleks yang dihasilkan dan momen magnet yang berbeda pada temperatur yang bervariasi (Lee, 1994).

Tabel 1. Orbital Hibridisasi Beberapa Konfigurasi Geometri (Sharpe, 1992) Bilangan

Ion kompleks koordinasi

Konfigurasi

Bentuk geometri

orbital

2 + sp linier [Ag(NH

2 3 - sp trigonal [HgI

4 sp tetrahedral Ni(CO)

2- dsp square planar [Ni(CN)

3 5 3- dsp trigonal bipyramida [CuCl

3- d sp square pyramid [Ni(CN)

2 3 3 2 6 3+ d sp , sp d oktahedral [Co(NH 2 3 3 2 6 3+ d sp , sp d oktahedral [Co(NH

2 2 Orbital-orbital d ada lima macam yaitu d 2 xy ,d xz ,d yz ,d x -y dan d z dengan susunannya dalam ruang ditunjukkan pada gambar 9. Orbital d 2

merupakan hasil kombinasi

2 2 2 linear dari orbital d 2 z -x dan d z -y .

Gambar 9. Orbital d dan Susunannya dalam Ruang (Huheey et al., 1993)

1. Pembelahan Orbital d Kompleks Oktahedral Satu ion sebagai pusat oktahedral dikelilingi oleh enam ligan yang terletak pada sumbu oktahedral (gambar 10). Orbital d akan mengalami kenaikan energi

2 2 2 karena tolakan dari ligan. Orbital d

, d x -y , yang berada pada sumbu oktahedral mengalami tolakan lebih besar daripada orbital d xy , d xz , d yz yang berada diantara sumbu oktahedral. Hal ini mengakibatkan pemisahan (splitting) orbital d, dimana

2 2 orbital d 2 z dan d x -y (orbital e g ) mengalami kenaikan energi sedangkan orbital d xy ,d xz ,

d yz (orbital t 2g ) mengalami penurunan energi (Huheey et al., 1993). Perbedaan tingkat energi antara dua kelompok orbital tersebut dinyatakan 10 Dq atau  o yang juga menunjukan kekuatan medan kristal.

Pada kompleks oktahedral, pengisian orbital t 2g menurunkan energi kompleks yang akan membuatnya lebih stabil sebesar -0,4 ∆ 0 per elektron. Sementara pengisian orbital e g menaikkan energi sebesar 0,6 ∆ 0 per elektron. Total Crystal Field Stabilization Energi (CFSE) atau energi yang terstabilkan oleh medan kristal adalah

CFSE octahedral = -0,4 n (t2g) + 0,6 n (eg)

n (t2g) dan n (eg) berturut – turut adalah jumlah elektron yang mengisi orbital t 2g dan e g .

0 Nilai CFSE konfigurasi d 10 dan d adalah nol baik di medan ligan kuat maupun lemah. Nilai konfigurasi d 5 juga nol pada medan ligan lemah (Lee, 1994).

Pembelahan orbital pada kompleks oktahedral ditunjukkan oleh gambar 10.

e (d 2 g z z ,d 2 x 2 - y )

------------------------------ o tingkat energi rata-rata

+0,6 o

x ion logam dalam

t 2g

medan oktahedral

(d xy ,d yz ,d xz )

energi rata-rata ion logam bebas

Gambar 10. Diagram Pemisahan Orbital d dalam Medan Oktahedral (Lee, 1994).

2. Pembelahan Orbital d Kompleks Tetrahedral Bila keempat ligan mendekati ion pusat secara tetrahedral, maka arah pendekatan ligan-ligan tersebut tidak searah, baik dengan kelompok orbital t 2 g maupun dengan orbital e g . Arah pendekatan ligan menuju ion pusat lebih dekat

2 2 kepada orbital t 2 2g (d xy , d xz , d yz ) dibanding dengan orbital e g (d z dan d x -y ). Medan listrik yang terjadi pada pembentukan kompleks tetrahedral menyebabkan pemisahan orbital pada ion pusat menjadi kelompok orbital t 2g yang triplet dengan energi yang lebih tinggi dan kelompok orbital e g dengan tingkat energi yang lebih rendah (Huheey et al., 1993). Diagram pemisahan orbital d dan bidang kubik medan tetrahedral ditunjukkan pada gambar 11.

Gambar 11. Diagram Pemisahan Orbital d dan Bidang Kubik Medan Tetrahedral (Huheey et al., 1993)

Kompleks tetrahedral mempunyai energi pemisahan atau medan ligan sebesar 4/9 Δ okathedral (Δ o ) (Yamamoto, 1986). Karena itu pada kompleks tetrahedral, energi

setiap orbital pada e g = -3/5 x 4/9 Δ o = -0,27 Δ o dan energi setiap orbital pada t 2g = +2/5 x 4/9 Δ o = +0,18 Δ o (Syarifuddin, 1994).

3. Spektrum Elektronik Kompleks Fe(III) dan Ni(II) Pada senyawa kompleks terdapat tiga jenis transisi elektronik dari ion logam yang memberikan spektrum, yaitu transisi perpindahan muatan (charge transfer), transisi antara orbital pada ligan, dan transisi d-d. Transisi elektronik yang terjadi pada kompleks nikel(II) adalah akibat dari pembelahan tingkat energi pada orbital- orbital d oleh suatu medan ligan. Dalam keadaan ion bebas atau tanpa adanya medan ligan, tolakan elektrostatis antara elektron-elektron yang tidak berpasangan

1 1 menghasilkan tingkat-tingkat energi yang dinyatakan dengan term symbol 1 S, D, G,

3 P dan 3 F (Miessler and Tarr, 1991) sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 12.

Medan Ligan Bertambah

Gambar 12. Diagram Orgel dan Spektrum Transisi Elektronik untuk Ion d 8 (Lee, 1994)

Keadaan dasar 3 F mempunyai dua elektron dengan spin sejajar, tetapi keadaan

1 1 G, 1 D dan S mempunyai elektron dengan spin berlawanan. Sehingga transisi dari

1 1 keadaan dasar ke keadaan tereksitasi 1 G, D dan S terlarang dan dapat diabaikan.

3 Keadaan 3 F dan P merupakan transisi yang diperbolehkan. Dalam medan oktahedral, keadaan 3 P tidak terpecah (splitting) dan ditulis

3 3 3 sebagai 3 T 1g , sedangkan keadaan

F terpecah menjadi tiga tingkat, yaitu T 1g , T 2g ,

3 3 3 dan 3 A 2g . Tiga transisi yang mungkin adalah dari A 2g → T 2g (F), A 2g → T 2g (F),

3 A 3 2g → T 1g (P), transisi ini tampak sebagai tiga puncak pada spektrum UV-Vis (Lee, 1994). Sebagai contohnya kompleks hijau [Ni(H 2+

2 O) 6 ] yang mempunyai spektrum

elektronik sekitar 1111 nm (9.000 cm -1 ), 714 nm (14.000 cm ) dan 400 nm (25.000

cm 2+ ). Apabila pada kompleks [Ni(H

2 O) 6 ] ditambahkan ligan NH 3 sehingga menjadi kompleks violet [Ni(NH 2+

3 ) 6 ] , maka spektrum elektroniknya menjadi berada di

sekitar 1000 nm (10.000 cm -1 ), 571 nm (17.500 cm ) dan 364 nm (27.500 cm ) (Sharpe, 1992) sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 13.

υ/cm -1

Gambar 13. Spektrum Elektronik (a) [Ni(H 2+

2 O) 6 ] dan (b) [Ni(NH 3 ) 6 ] (Sharpe, 1992)

Transisi elektronik besi(III) dengan konfigurasi elektron d 5 pada medan ligan oktahedral ditunjukkan dalam diagram tingkat energi orgel seperti pada tabel 2 dan

gambar 14.

Tabel 2. Energi Transisi dan Panjang Gelombang Maksimum Konfigurasi Elektron d 5 dalam Medan Ligan Oktahedral (Day and Selbin, 1985)

Transisi -1 Frekuensi (cm ) λ maks (nm)

Gambar 14. Diagram Tingkat Energi Orgel untuk Konfigurasi Elektron d 5 dalam Medan Ligan Oktahedral (Day and Selbin, 1985)

4 Serapan transisi elektron pada 4 F dan P tidak terlihat disebabkan energinya

4 jauh lebih besar dibandingkan 4 G dan D (Miessler et al., 1991). Serapan elektronik yang terjadi pada kompleks [FeCl 3 (H 2 O) 3 ]3H 2 O berupa transisi d-d dan transisi

perpindahan muatan. Transisi d-d murni adalah eksitasi pada orbital d. Transisi ini terlarang menurut Laporte karena menghasilkan intensitas yang rendah (absorptivitas

molar ( -1 ε) mencapai 50 L.mol .cm ) yang terjadi pada daerah panjang gelombang

6 500-600 nm dengan transisi elektroniknya 4 A 1g → T 1g (G). Meskipun terlarang, transisi ini penting untuk menentukan besarnya pembelahan (Δ o ) orbital d pada

medan oktahedral (Lee, 1991). Besarnya energi transisi (10 Dq) dapat dihitung dengan persamaan (1) :

 hc 

. N  10 Dq J . mol  o 1 A  

....................................................(1) keterangan : h -34 = tetapan Planck (6,626.10 Js)

8 c -1 = kecepatan cahaya (3.10 ms )

= panjang gelombang maksimum (m)

23 N -1

A = bilangan avogadro (6,023.10 mol )

(Szafran, Pie and Singh, 1991)

Transisi yang menghasilkan pita intensitas rendah namun bukan nol tidak selamanya terlarang. Hal ini disebabkan orbital-orbital yang terlibat sebenarnya tidak mempunyai sifat 3d murni, artinya ada beberapa vibrasi ligan yang menyebabkan sedikit bersifat p tercampur dengan orbital-orbital d, sehingga transisi jenis p  d

diperbolehkan dengan ε = 500 L.mol -1 .cm (Lee, 1994).

c. Teori Orbital Molekul Teori orbital molekul didasarkan asumsi bahwa pada pembentukan senyawa kompleks terjadi interaksi kombinasi linear antara orbital-orbital dari atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan membentuk orbital molekul. Interaksi antara atom c. Teori Orbital Molekul Teori orbital molekul didasarkan asumsi bahwa pada pembentukan senyawa kompleks terjadi interaksi kombinasi linear antara orbital-orbital dari atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan membentuk orbital molekul. Interaksi antara atom

Pada kompleks oktahedral yang digunakan untuk membentuk orbital molekul

2 2 adalah enam orbital logam (sebagai s, p 2 x ,p y ,p z ,d z dan d x -y ) dan enam orbital ligan (Sharpe, 1992). Orbital-orbital yang mempunyai energi sama atau hampir sama dapat mengadakan tumpang tindih membentuk orbital molekul bonding dan orbital molekul

antibonding . Tiga orbital d logam t 2g (d xy , d xz , d yz ) merupakan orbital nonbonding, yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital

2 2 molekul bonding t 2 1u dan orbital molekul antibonding t 1u . Orbital d x -y dan d z membentuk orbital molekul bonding e *

1g dan orbital molekul antibonding e 1g . Orbital s * membentuk orbital molekul bonding a

1g dan orbital molekul antibonding a 1g (Huheey et al., 1993). Diagram tingkat energi orbital molekul pada kompleks oktahedral ditunjukkan oleh gambar 15.

(n+1)p

a 1g

(n+1)s

e g 10 Dq

orbital- nd

orbital kelompok

orbital t 2g t 2g atom ligan

(c) logam

logam atau

bebas

ion logam

t 1u

(a)

pada medan oktahedral

a 1g

(b)

orbital molekul kompleks oktahedral (d)

Gambar 15. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Oktahedral (Effendy, 2007)

2 2 Pada kompleks tetrahedral orbital d 2 z dan d x -y merupakan orbital nonbonding yang tidak terlibat pada pembentukan ikatan. Empat orbital ligan yang simetrinya sama dengan orbital logam akan bertumpang tindih. Setiap tumpang tindih orbital dapat membentuk orbital molekul bonding dan orbital molekul nonbonding. Diagram tingkat energi orbital molekul pada kompleks tetrahedral dapat dilihat pada gambar

(n+1)p

(n+1)s

orbital atom

orbital- orbital

atau

logam atau

ion

ion logam

2 k e lo m p o k ligan

logam

(c) bebas (a)

pada medan t e tr a h e d r a l

orbital molekul

(b)

kompleks t e tr a h e d r a l (d)

Gambar 16. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Tetrahedral (Effendy, 2007)

4. Sifat Magnetik

Sifat magnetik kompleks dibedakan menjadi dua yaitu sifat paramagnetik dan diamagnetik. Kompleks dengan medan ligan lemah menghasilkan pemisahan orbital

d (Δ) yang tidak terlalu besar, sehingga setelah elektron memenuhi orbital d energi rendah elektron berikutnya akan mengisi orbital d energi tinggi, sehingga elektron cenderung tidak berpasangan. Keadaan ini dinamakan spin tinggi. Kompleks dengan medan ligan kuat menghasilkan pemisahan orbital d yang cukup besar, sehingga elektron cenderung berpasangan. Keadaan ini dinamakan spin rendah yang menimbulkan sifat diamagnetik (Lee, 1994).

Adanya elektron yang tidak berpasangan akan menyebabkan sifat paramagnetik pada senyawa kompleks. Gerakan spin elektron dari orbital d tersebut menimbulkan momen magnet permanen yang bergerak searah dengan medan magnet luar dan menghasilkan nilai kerentanan magnet (Jolly, 1991).

Pada pengukuran dengan neraca kerentanan magnetik, diperoleh harga kerentanan magnetik per gram (X g ), hubungannya dengan kerentanan magnetik molar (X M ) ditunjukkan oleh persamaan (2) (Szafran et al., 1991). Harga X M dikoreksi terhadap faktor diamagnetik (X L ) dari ion logam dan ligan, sehingga diperoleh harga

kerentanan magnetik terkoreksi (X A ), yang ditunjukkan oleh persamaan (3).

X -1 M =X g x Berat Molekul (dalam g mol )......................................................(2)

X A =X M - ∑X L ...............................................................................................(3)

Tabel 3. Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Beberapa Kation, Anion, Atom Netral dan Molekul (10 -6 cgs) (Huheey et al., 1993)

No -6 Kation/anion/atom netral/molekul Faktor koreksi (10 cgs)

1. 2+ Ni -13,00

2. 3+ Fe -13,00

5. C -6,00

6. H -2,93

7. N (dalam lingkar lima atau enam) -4,61

8. N (amida)

9. O (aldehid atau keton) -1,73

10. H 2 O

Hubungan antara µ eff dengan kerentanan magnetik terkoreksi (X A ) ditunjukkan oleh persamaan (4) (Szafran et al., 1991).

µ 1/2 eff = 2,828 (X A x T) BM (Bohr Magneton) ...............................................(4) keterangan : µ eff = momen magnet (BM) T = suhu (K)

Momen magnet logam transisi merupakan paduan dari momen spin dan orbital, akan tetapi pada kebanyakan senyawa kompleks kontribusi orbital hampir dapat diabaikan sehingga momen magnet dapat dihitung berdasarkan momen magnet spin saja, rumus momen magnet yang ditimbulkan oleh spin (spin-only) ditunjukkan pada persamaan (5).

µ 1/2 s = 2[s(s+1)] BM (Bohr Magneton) ..........................................................(5) keterangan : µ s = momen magnet yang ditimbulkan oleh spin elektron s = total spin elektron = ½ x jumlah elektron tidak berpasangan

Hubungan nilai momen magnet suatu senyawa dengan banyaknya elektron yang tidak berpasangan dinyatakan dalam persamaan (6) (Jolly, 1991).

µ 1/2 s = [n(n+2)] BM (Bohr Magneton) ……………..……………………….(6) keterangan : µ s = momen magnetik yang ditimbulkan oleh spin elektron n = jumlah elektron yang tidak berpasangan

Ion Fe 5 mempunyai konfigurasi elektron d sehingga bersifat paramagnetik. Harga momen magnet efektif kompleks besi(III) spin tinggi dengan lima elektron

yang tidak berpasangan adalah 5,92 BM sedang pada eksperimen berkisar pada 5,7 – 6,0 BM. Kompleks besi(III) spin rendah mempunyai momen magnetik sebesar 2,0 – 2,5 BM, angka ini lebih besar dibanding dengan hanya melibatkan spin elektron saja

yaitu 1,73 BM. Pada Ni 8 mempunyai konfigurasi elektron d dengan dua elektron tidak berpasangan sehingga bersifat paramagnetik. Harga momen magnet efektif

kompleks nikel(II) adalah 2,80 – 3,50 BM, angka ini lebih besar dibanding dengan hanya melibatkan spin elektron saja yaitu 2,83 BM (Huheey et al., 1993).

5. Daya Hantar Listrik

Daya hantar listrik adalah ukuran seberapa kuat suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik. Daya hantar listrik larutan elektrolit dapat dinyatakan sebagai daya hantar listrik molar (molar conductivity) yang didefinisikan sebagai Daya hantar listrik adalah ukuran seberapa kuat suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik. Daya hantar listrik larutan elektrolit dapat dinyatakan sebagai daya hantar listrik molar (molar conductivity) yang didefinisikan sebagai

keterangan : 2 Λ

= hantaran molar (S mol cm ) K -1 = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S cm )

C -3 = konsentrasi elektrolit (mol cm )

Apabila daya hantar spesifik larutan merupakan daya hantar yang sudah terkoreksi (K*) dalam satuan µ S cm -1 maka daya hantar molar larutan elektrolit dapat ditulis

seperti pada persamaan (8). K *  m 

..................................................................................................(8) 1000 C

keterangan : 2 Λ m = hantaran molar (S.mol .cm ) K* = konduktansi = daya hantar listrik spesifik terkoreksi (µ.S.cm -1 )

= K-K pelarut

C = konsentrasi elektrolit (mol.L -1 )

Pada kompleks logam transisi, anion dari sisa asam dapat terkoordinasi pada ion pusat atau tidak terkoordinasi. Dengan membandingkan konduktivitas molar suatu senyawa dengan senyawa ionik yang diketahui molarnya, dapatlah diperkirakan jumlah ion (kation atau anion) yang dihasilkan dalam larutan (Szafran et al ., 1991). Besarnya konduktansi molar beberapa ion dalam air pada suhu kamar ditunjukkan oleh tabel 4.

Tabel 4. Konduktansi Molar Ion dalam Air pada 25 ºC (Szafran et al., 1991) Jumlah ion

Konduktansi molar

-1 (cm -1 mol Ω )

6. Spektroskopi Infra Merah

Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi, dengan cara serupa dengan dua bola yang terikat oleh suatu pegas. Apabila getaran atom - atom tersebut menghasilkan perubahan momen dwikutub, akan terjadi penyerapan radiasi infra merah pada frekuensi yang sama dengan frekuensi vibrasi alamiah molekul tersebut (Pudjaatmaka, 1989).

Gerakan vibrasi suatu molekul ada dua macam yaitu vibrasi ulur (stretching) dan vibrasi tekuk (bending). Vibrasi ulur terdiri atas vibrasi simetri dan antisimetri, sedangkan vibrasi tekuk terdiri atas vibrasi gunting (scissoring), goyang (rocking), kibas (wagging) dan putar (twisting) (Williams and Fleming, 1981).

Frekuensi vibrasi ulur antara dua atom yang berikatan dapat dihitung berdasarkan hukum Hooke seperti dirumuskan dalam persamaan (9) (Kemp, 1987).

2  c  ( m 1 . m 2 ) /( m 1  m 2 )  keterangan : -1 υ = frekuensi (detik )

k -1 = tetapan gaya ikatan (Nm ) m 1 dan m 2 = massa dua atom (gram)

Dari persamaan (9) terlihat bahwa bilangan gelombang υ berbanding lurus dengan kekuatan ikatan dua atom (k). Sebaliknya bilangan gelombang υ berbanding terbalik dengan massa tereduksi µ, dimana :

m 1  m  2  .................................................................................................(10)

Keterangan : µ

= massa tereduksi (g) m 1 dan m 2 = massa dua atom (g)

Pirazinamida memiliki gugus koordinasi yang berbeda-beda, sehingga model ikatannya juga berbeda-beda. Dalam berikatan dapat melalui gugus N cincin pyrazine, >C=O, dan atau gugus –NH 2 nya. Apabila ikatan koordinasinya melalui

atom N gugus amino, diharapkan pengurangan yang besar ( -1 Δ = 150-220 cm ) pada bilangan gelombang NH 2 stretching, ikatan NH 2 , dan C-NH 2 stretching, dan bila

koordinasi terjadi melalui oksigen gugus karbonil maka terjadi pergeseran negatif υ(C=O) dibandingkan ligan bebasnya. Selain itu, bila nitrogen cincin aromatik terlibat ikatan koordinasi, maka akan mempengaruhi model cincinnya (Akyuz et al.,

2007). Serapan kuat pada 871 cm -1 dan 685 cm menunjukkan vibrasi kerangka aromatik cincin pirazin yang teramati pada pirazinamida (Tanase et al., 2005).

Serapan N-H pada amida primer memperlihatkan dua pita serapan yang

sedang-kuat secara simetris dan asimetris pada 3400 cm -1 dan 3520 cm dalam

larutan. Namun dalam cuplikan padat teramati di dekat 3180 cm -1 dan 3350 cm yang disebabkan ikatan hidrogen. Amida sekunder menunjukkan serapan di daerah

3330-3060 cm -1 . Uluran C=O pada amida primer memiliki serapan kuat di daerah

1650 cm -1 (dalam padatan) atau di dekat 1690 cm (dalam larutan encer). Pada amida sekunder, serapan karbonil di daerah 1640 cm -1 (dalam padatan) atau di dekat 1690 cm -1 (dalam larutan encer). Sedangkan pada gugus C–N mempunyai serapan di

dekat 1400 cm -1 dan gugus C=N di daerah 1689-1471 cm . Vibrasi ikatan rangkap C=C aromatik terkonjugasi menunjukkan serapan pada 1650–1600 cm -1 (Hartono dan

Purba, 1986).

7. Thermogravimetric/Differential Thermal Analysis (TG/DTA) Analisis termal didefinisikan sebagai pengukuran sifat fisika dan kimia dari material sebagai fungsi temperatur. Thermogravimetri analysis (TGA) secara otomatis mencatat perubahan berat sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu (Susilowati, 2002). Differential Thermal Analysis merupakan teknik yang mengukur perbedaan temperatur antara sampel dan materi pembanding inert sebagai fungsi temperatur jika temperatur keduanya dinaikkan dengan kecepatan sama dan konstan.

Proses yang terjadi pada sampel yaitu eksoterm dan endoterm yang ditampilkan dalam bentuk termogram diferensial (Skoog, Holler and Nieman, 1985).

Dalam termogram diferensial, puncak maksimum menunjukan peristiwa eksoterm dimana panas akan dilepaskan oleh sampel dan puncak minimum menunjukan peristiwa endoterm dimana terjadi penyerapan panas oleh sampel. Salah

satu contoh bentuk termogram diferensial adalah termogram ([Cu 2 (pcp) 2 (4,4’- bipy)].5H 2 O) (pcp = P,P’-diphenylmethylenediphosphinate) (Bataille, Costantino, Luis, Midollini, Orlandini, 2008) seperti yang ditunjukkan pada gambar 17.

Gambar 17. Kurva TG/DTA Kompleks ([Cu 2 (pcp) 2 (4,4’-bipy)].5H 2 O) (Bataille et al., 2008)