Studi Perilaku Simakobu (Simias concolor Miller, 1903) dan Pola Penggunaan Habitat di Area Siberut Conservation Programme, Sumatera Barat

STUDI PERILAKU SIMAKOBU (Simias concolor Miller, 1903)
DAN POLA PENGGUNAAN HABITAT DI AREA SIBERUT
CONSERVATION PROGRAMME, SUMATERA BARAT

NIKU KHOIRU GRAITO UTOMO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Perilaku
Simakobu (Simias concolor Miller, 1903) dan Pola Penggunaan Habitat di Area
Siberut Conservation Programme, Sumatera Barat adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Niku Khoiru Graito Utomo
NIM E34070101

ABSTRAK
NIKU KHOIRU GRAITO UTOMO. Studi Perilaku Simakobu (Simias concolor
Miller, 1903) dan Pola Penggunaan Habitat di Area Siberut Conservation
Programme, Sumatera Barat. Dibimbing oleh HADI S ALIKODRA dan DONES
RINALDI.
Simakobu adalah salah satu primata endemik di Pulau Siberut yang menjadi
perhatian Siberut Conservation Programme karena keberadaan simakobu cukup
mengkhawatirkan. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan perilaku simakobu
dan pola penggunaan habitat. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2011
sampai Januari 2012 di area SCP. Pengamatan pola perilaku dilakukan dengan
metode Scan Sampling. Hasil yang didapat menunjukkan simakobu dalam
mengeksploitasi makanannya lebih banyak menggunakan sikap duduk
dibandingkan sikap menggantung. Dalam melakukan perpindahan, jantan dewasa

lebih dominan memimpin pergerakan. Aktivitas menelisik aktif paling sering
dilakukan oleh individu betina dewasa kepada anakan dan menelisik pasif lebih
sering dilakukan oleh jantan dewasa. Perilaku bersuara paling sering dilakukan
pada pukul 07.00-08.00 WIB dengan durasi loud call sekitar 20-30 detik.
Simakobu paling sering melakukan aktivitas harian di posisi antara cabang
pertama hingga sebelum bagian tajuk atas pada rentang ketinggian 21-25 meter.
Kata kunci: habitat, perilaku, Siberut Conservation Programme, simakobu

ABSTRACT
NIKU KHOIRU GRAITO UTOMO. Behavior Study of Simakobu (Simias
Concolor Miller, 1903) and Pattern of Habitat Use in Siberut Conservation
Programme Area, West Sumatera. Supervised by HADI S ALIKODRA and
DONES RINALDI.
Simakobu was one of endemic primates in Siberut island that become
attention of Siberut Conservation Programme. This species was threatened mainly
by heavy hunting and commercial logging by local people. This study aims to
determine the behavior of simakobu and habitat use. This research was conducted
from July 2011 until January 2012 in SCP. Pattern of behavior data collected via
Scan Sampling. The results found that simakobu in exploiting their food used
more sitting posture than hanging posture. Actively grooming often existed

between female and juvenile and passively grooming existed on male. The highest
percentage calls of simakobu was occurred at 07.00-08.00 am with loud call
duration in 20-30 second. Simakobu often used space between the first branch of
the tree to the canopy at 21-25 meter in height.
Keywords: behavior, habitat, Siberut Conservation Programme, simakobu

STUDI PERILAKU SIMAKOBU (Simias concolor Miller, 1903)
DAN POLA PENGGUNAAN HABITAT DI AREA SIBERUT
CONSERVATION PROGRAMME, SUMATERA BARAT

NIKU KHOIRU GRAITO UTOMO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Studi Perilaku Simakobu (Simias concolor Miller, 1903) dan Pola
Penggunaan Habitat di Area Siberut Conservation Programme,
Sumatera Barat
Nama
: Niku Khoiru Graito Utomo
NIM
: E34070101

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Hadi S Alikodra, MS
Pembimbing I

Ir Dones Rinaldi, MSc. F
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
karya tulis ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
adalah ekologi satwa liar dengan judul “Studi Perilaku Simakobu (Simias
concolor Miller, 1903) dan Pola Penggunaan Habitat di Area Siberut
Conservation Programme, Sumatera Barat”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hadi S Alikodra dan
Bapak Ir Dones Rinaldi selaku pembimbing. Selain itu, penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Ir Iwan Hilwan selaku penguji sidang dan Ibu Ir Lin
Nuriah Ginoga selaku ketua sidang.
Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013
Niku Khoiru Graito Utomo


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


1

Manfaat Penelitian

1

METODE

1

Waktu dan Lokasi Penelitian

1

Alat dan Bahan

2

Metode Pengumpulan Data


2

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

6

Ukuran Kelompok Simakobu

7

Aktivitas Harian Simakobu


8

Pola Perilaku Simakobu

12

Komposisi Vegetasi pada Habitat Simakobu

18

Jenis Pakan Simakobu

20

Wilayah Jelajah Simakobu

23

Pola Penggunaan Ruang Tajuk bagi Simakobu


24

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran

28

DAFTAR PUSTAKA

28

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5

Komposisi kelas umur dan jenis kelamin pada kelompok simakobu
Proporsi individu simakobu dalam menelisik
Indeks Nilai Penting tingkat vegetasi pada kelompok simakobu
Persentase jenis pohon pakan yang sering dikonsumsi simakobu
Parameter pergerakan harian kelompok simakobu

7
16
19
21
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Peta lokasi penelitian di area SCP
Bentuk metode petak tunggal untuk analisis vegetasi
Pembagian ruang pohon secara vertikal dan horizontal
Persentase aktivitas harian simakobu pada jantan dewasa
Alokasi waktu aktivitas harian simakobu pada jantan dewasa
Persentase aktivitas harian simakobu pada betina dewasa
Alokasi waktu aktivitas harian simakobu pada betina dewasa
Persentase aktivitas harian simakobu pada remaja
Alokasi waktu aktivitas harian simakobu pada remaja
Persentase aktivitas harian simakobu pada anakan
Alokasi waktu aktivitas harian simakobu pada anakan
Persentase preferensi sikap makan simakobu
Posisi simakobu saat makan
Posisi simakobu saat minum
Posisi simakobu saat istirahat
Cara berpindah simakobu a) berjalan b) memanjat c) melompat
Perilaku menelisik pada simakobu
Distribusi ketinggian pohon pada jalur simakobu
Profil pohon di jalur wilayah jelajah simakobu
Daun kalibangbak salah satu pakan utama simakobu
Persentase bagian yang dikonsumsi oleh simakobu
Peta wilayah jelajah kelompok simakobu yang diamati
Pemanfaatan ketinggian pohon oleh simakobu
Preferensi pemilihan ruang tajuk oleh simakobu saat makan
Preferensi pemilihan ruang tajuk oleh simakobu saat istirahat
Preferensi pemilihan ruang tajuk oleh simakobu saat menelisik
Preferensi pemilihan ruang tajuk oleh simakobu saat bersuara

2
3
4
8
8
9
9
10
10
11
11
13
13
13
14
15
16
19
20
21
22
23
25
25
26
26
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau Siberut merupakan pulau terbesar di antara gugusan Kepulauan
Mentawai di Sumatera Barat. Pulau Siberut telah terpisah lebih dari setengah juta
tahun yang lalu oleh air laut dari daratan Asia. Akibat proses pemisahan yang
lama menjadikan timbulnya sifat endemik bagi flora dan fauna di dalamnya.
Beberapa satwa endemik di Pulau Siberut adalah joja (Presbytis potenziani), bilou
(Hylobates klossii), bokkoi (Macaca pagensis), bokkoi (Macaca siberu) dan
simakobu (Simias concolor).
Simakobu telah dilindungi berdasarkan UU No. 5 tahun 1990, Peraturan
Perlindungan Binatang Liar 1931 No. 266, serta SK Menteri Kehutanan 10 Juni
1991 No. 301/KPTs-II/1991. Adapun menurut International Union for
Conservation of Nature (IUCN), satwa ini sangat genting akan bahaya kepunahan
dan simakobu juga telah masuk ke dalam daftar Appendix I pada Convention on
International Trade in Endangered Species (CITES), yang berarti bahwa
simakobu dilindungi dari segala bentuk perdagangan nasional maupun
internasional secara komersial (Supriatna dan Wahyono 2000). Whittaker et al.
(2006) menyebutkan bahwa ukuran populasi simakobu di Pulau Siberut dari tahun
1980-2000 ternyata menurun drastis, yaitu sekitar 33-75%. Oleh karena itu,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan acuan
pelestarian simakobu.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan:
Aktivitas harian dan pola perilaku simakobu.
Komposisi vegetasi pada habitat dan jenis pakan simakobu.
Wilayah jelajah dan pola penggunaan ruang tajuk bagi simakobu.
Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan sebagai
bahan acuan dan pertimbangan dalam program pengelolaan dan upaya pelestarian
simakobu serta mewujudkan ekowisata di Pulau Siberut, khususnya SCP sebagai
pusat penelitian dan konservasi.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2011 sampai Januari 2012 di area
Siberut Conservation Programme (SCP), Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai,
Sumatera Barat. Berikut adalah peta lokasi penelitian di area SCP (Gambar 1).

2

Sumber: SCP
Gambar 1 Peta lokasi penelitian di area SCP
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah binokuler Nikon, Global
Positioning System (GPS) Garmin 60 csx, kamera digital Nikon D200, pita
penanda, meteran jahit, phi-band, walking stick, trash bag, tali tambang, software
ArcGis9.3, software MapSource 6163 dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah
kelompok simakobu.
Metode Pengumpulan Data
Ukuran Kelompok
Ukuran kelompok diperoleh dengan menghitung seluruh anggota kelompok
secara regular setiap hari. Perhitungan dilakukan pada kelompok yang dijumpai
selama melakukan pengamatan. Ukuran kelompok meliputi jumlah individu, kelas
umur dan rasio jenis kelamin.
Aktivitas Harian dan Pola Perilaku
Pengumpulan data perilaku menggunakan metode Scan Sampling dan Ad
Libitum (Altmann 1974). Scan Sampling dilakukan dengan interval 15 menit
dengan durasi pengambilan data adalah 5 menit, sedangkan Ad Libitum dilakukan
pencatatan data tanpa batas waktu. Menurut Martin dalam Kwarnas (2005),
metode Scan Sampling dapat digunakan untuk menghitung frekuensi tingkah laku
harian dan sosial.

3

1.
2.
3.
4.

Aktivitas harian dan pola perilaku yang diamati adalah:
Makan dan minum, yaitu aktivitas yang meliputi pencarian makanan,
pemilihan makanan, memasukkan makanan ke mulut dan menelan makanan.
Bergerak, yaitu semua pergerakan satwa dari satu tempat ke tempat lain.
Istirahat, aktivitas ini ditandai apabila dalam suatu periode waktu tertentu
individu simakobu tidak aktif bergerak, diam di tempat dan tidur.
Aktivitas sosial, meliputi:
a. Bermain, yaitu aktivitas yang biasa terjadi pada anak-anak sampai remaja
yang meliputi berkejar-kejaran, berguling dan berayun.
b. Menelisik, yaitu aktivitas mencari kotoran atau ektoparasit dari tubuh
sendiri atau individu lain yang dilakukan pada saat istirahat. Biasanya
dilakukan oleh individu remaja sampai dewasa.
c. Kawin, hubungan seksual yang dimulai dengan pengejaran terhadap
betina sampai dengan turunnya jantan dari betina setelah terjadinya
kopulasi.
d. Berkelahi, aktivitas yang ditandai dengan ancaman gerakan badan,
menyerang, memburu serta baku hantam dan diakhiri dengan kekalahan
lawannya.

Komposisi Vegetasi
Pengumpulan data vegetasi menggunakan metode petak tunggal
(Soerianegara dan Indrawan 2008). Petak contoh ini harus menggambarkan
keadaan tegakan yang dipelajari. Berikut adalah bentuk metode petak tunggal
untuk analisis vegetasi (Gambar 2).
160 m

D

40 m

C
A

B

Keterangan :
A : Petak tingkat semai dan tumbuhan bawah (2 m x 2m)
B : Petak tingkat pancang (5 m x 5m)
C : Petak tingkat tiang (10 m x 10 m)
D : Petak tingkat pohon (20 m x 20 m)
Gambar 2 Bentuk metode petak tunggal untuk analisis vegetasi
Gambar 2 menjelaskan bahwa ukuran petak contoh yang digunakan pada
penelitian ini seluas 40 x 160 meter. Data yang dikumpulkan meliputi nama
spesies, jumlah individu setiap spesies untuk tingkat pertumbuhan tumbuhan
bawah, semai dan pancang. Untuk tingkat tiang dan pohon dicatat nama spesies,
jumlah individu dan diameter batang. Untuk melihat tingkat stratifikasi hutan
dilakukan pembuatan profil vegetasi dengan cara pengukuran pada plot berukuran

4
20 x 40 meter. Parameter yang diamati adalah jenis vegetasi, tinggi total dan
tinggi bebas cabang pohon dan tiang, diameter tiang dan pohon serta lebar kanopi.
Jenis Pakan
Pengumpulan data jenis pakan dilakukan bersamaan dengan pengamatan
aktivitas makan. Data yang dikumpulkan adalah jenis pohon dan bagian tumbuhan
yang menjadi sumber pakan bagi simakobu.
Pola Penggunaan Ruang Tajuk
Untuk mengetahui posisi simakobu dalam tajuk pohon dapat diamati
berdasarkan pola penggunaan ruang tajuk pohon oleh simakobu secara vertikal
dan horizontal. Berikut adalah pembagian ruang pohon secara vertikal dan
horizontal (Gambar 3).

Keterangan:
1: permukaan tanah
2: batang sebelum cabang pertama
3: ruang cabang pertama
4: ruang diatas cabang pertama hingga sebelum bagian puncak
5: ruang di puncak pohon
A: ruang di dekat bagian batang
B: bagian di tengah ruang tajuk
C: ruang di tepi tajuk
Gambar 3 Pembagian ruang pohon secara vertikal dan horizontal
Gambar 3 menjelaskan bahwa pada ruang vertikal absolut, ketinggian pola
penggunaan ruang oleh simakobu dikategorikan menurut interval 5 meter. Pada
ruang vertikal relatif, ketinggian pola penggunaan ruang oleh simakobu
dikategorikan menjadi lima bagian yaitu bagian 1, 2, 3, 4 dan 5. Adapun
penggunaan ruang horizontal, kategori bagian proyeksi tajuk yang digunakan oleh
simakobu digolongkan menjadi tiga bagian yaitu bagian A, B dan C.
Wilayah Jelajah
Pengukuran wilayah jelajah dengan mencatat titik koordinat posisi
simakobu dalam interval 15 menit dengan menggunakan Global Positioning

5
System (GPS). Jika dalam 15 menit posisi simakobu tidak berpindah, maka tidak
diambil titik koordinatnya. Luas wilayah jelajah diperoleh dari gabungan beberapa
parameter pergerakan harian, yaitu:
1.
Jarak jelajah harian (Daily Range/DR)
Jelajah harian ditentukan berdasarkan jauhnya jarak yang ditempuh dalam
satu hari.
2.
Jarak radius maksimum (Maximum Radius/MR)
Jarak radius maksimum adalah jarak terjauh yang ditempuh satwa dari
posisi tempat tidur dalam satu hari.
3.
Jarak antar pohon tidur (Night Position Shift/NPS)
Jarak antar pohon tidur ditentukan berdasarkan jarak pohon tidur saat
bangun pagi dan malam hari dalam satu hari.
4.
Daerah teritori (Territory)
Teritori adalah suatu daerah yang dipertahankan terhadap serangan dari luar.
5.
Daerah inti (Core Area)
Daerah inti adalah daerah yang paling sering dikunjungi dalam melakukan
aktivitas harian.
Analisis Data
Ukuran Kelompok
Data dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui nisbah kelamin jantan
dan betina.
Aktivitas Harian dan Pola Perilaku
Persentase aktivitas yang paling sering dilakukan dari seluruh aktivitas
harian yang dilakukan dengan menggunakan rumus:
%
Persentase aktivitas harian (%) =
Keterangan:
x: Jumlah aktivitas harian yang terjadi
y: Jumlah total aktivitas harian yang terjadi
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui komposisi dan dominansi
suatu jenis vegetasi pada suatu komunitas. Dominansi dapat dilihat dari nilai
Indeks Nilai Penting (INP) yang diperoleh dari penjumlahan nilai kerapatan relatif
(KR) dan frekuensi relatif (FR) untuk tingkat semai dan pancang, serta ditambah
nilai dominansi relatif (DR) untuk tingkat tiang dan pohon (Soerianegara dan
Indrawan 2008). Persamaan yang digunakan adalah:
Kerapatan (ind/ha)

=

Kerapatan Relatif (KR)

=

Frekuensi (ind/ha)

=

%

6
Frekuensi Relatif (FR)

=

Dominansi (m2/ha)

=

Dominansi Relatif (DR)

=

%

%

Luas bidang dasar suatu jenis

=

¼ πd

Indeks Nilai Penting

=

KR + FR + DR

Indeks Nilai Penting

=

KR + FR (tumbuhan bawah)

2

Analisis Jenis Pakan
Persentase jenis atau bagian pakan yang paling sering dikonsumsi
menggunakan rumus:
Persentase jenis tertentu (%)
=
Persentase bagian tertentu (%)

=

Keterangan:
x: Frekuensi jenis/bagian tertentu yang dikonsumsi
y: Frekuensi seluruh jenis/bagian yang dikonsumsi

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Letak dan Luas
Pulau Siberut terletak di sebelah selatan khatulistiwa diantara koordinat 00
80‟ sampai 20 00‟ Lintang Selatan dan 980 60‟ sampai 990 40‟ Bujur Timur.
Stasiun lapang SCP secara administratif termasuk dalam wilayah Desa Sigapokna,
Kecamatan Siberut Utara, Kabupaten Mentawai. Letak stasiun lapang SCP berada
di dekat Sungai Pungut dengan luas 4000 hektar yang merupakan area hutan hujan
primer dataran rendah, dimana pembangunannya telah selesai pada Oktober 2003.
Flora dan Fauna
Hutan Paleonan merupakan hutan primer di Pulau Siberut. Hutan tersebut
didominasi oleh jenis vegetasi dari famili Myristicaceae, Euphorbiaceae dan
Dipterocarpaceae. Terdapat sekitar 180 spesies pohon yang ditemukan di kawasan
hutan tersebut. Pohon tertinggi yang ditemukan di kawasan hutan tersebut adalah
Dipterocarpus sp dengan ketinggian 56 meter. Adapun pohon dengan diameter ≤
40 cm lebih banyak ditemukan di kawasan tersebut. Pohon terbesar yang
ditemukan adalah Shorea pauciflora dengan diameter 235 cm (Waltert et al. 2008;
Susilo et al. 2009).
Pulau Siberut memiliki sekitar 28 jenis mamalia. Beberapa primata endemik
Siberut, diantaranya bilou atau siamang kecil (Hylobates klossii), joja atau Lutung
Mentawai (Presbytis potenziani), simakobu (Simias concolor), bokkoi atau Beruk
Mentawai (Macaca pagensis), bokkoi (Macaca siberu) serta 4 jenis Musang
Mentawai (Paradoxurus hermaphrodites lignicolor). Satu-satunya jenis burung

7
endemik di pulau ini adalah Celepuk Mentawai (Otus mentawi), selain itu juga
terdapat burung kangkareng perut putih (Anthracoceros albirostris). Terdapat 21
jenis reptil dan salah satunya merupakan jenis endemik yaitu dari jenis katak
(Rana signata siberut), selain itu ada ular (Trimeresurus sp) dan kadal terbang
(Draco volans) (Setiawan 2008).
Sejarah Pengelolaan Kawasan
Hutan Paleonan di Siberut termasuk ke dalam wilayah Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT Salaki Suma Sejahtera. Luas hutan
tersebut mencapai 48 000 hektar. Seluas 4000 hektar dari Hutan Paleonan dikelola
oleh SCP dan dimanfaatkan sebagai pusat penelitian dan konservasi untuk
mempelajari dan melindungi flora dan fauna pada ekosistem di Siberut Utara
(Wibisono 2009).
SCP merupakan sebuah program hasil kerjasama antara Deutschen
Primaten Zentrums (DPZ) atau German Primate Centre dengan Institut Pertanian
Bogor (IPB) yang terbentuk pada tahun 2002. SCP menggabungkan penelitian
lapangan dengan konservasi berbasis masyarakat dalam upaya melestarikan
ekosistem hutan yang tersisa di Siberut Utara dan berkontribusi untuk konservasi
jangka panjang di kawasan Mentawai secara keseluruhan (SCP 2009).
Ukuran Kelompok Simakobu
Pengamatan simakobu difokuskan pada kelompok Hock yang terdiri dari 9
individu dan sudah terhabituasi dengan baik sehingga memungkinkan bias data
akibat perubahan perilaku satwa atas kehadiran pengamat relatif kecil. Berikut
adalah data komposisi kelas umur dan jenis kelamin kelompok simakobu yang
diamati (Tabel 1).
Tabel 1 Komposisi kelas umur dan jenis kelamin pada kelompok simakobu
Kelas Umur
Jumlah (ekor)
Persentase (%)
Jantan Dewasa (Hock)
1
11
Betina Dewasa (Halize, Heni, Hyoina)
3
33
Betina Remaja (Lucia, Gadis)
2
22
Jantan Anak (Idel, Joshua)
2
22
Betina Anak (Abeth)
1
11
Total
9
100
Tabel 1 menunjukkan bahwa rasio jantan dewasa dan betina dewasa yaitu
(1:3). Tipe kelompok simakobu ini adalah satu jantan (banyak betina), yaitu dalam
satu kelompok memiliki satu jantan dewasa. Simakobu juga bisa hidup secara
soliter yang berupa individu jantan tua yang terisolasi atau individu yang
memisahkan diri.
Pada penelitian Handayani (2008) disebutkan bahwa terdapat 6 individu
pada kelompok simakobu yang sama (kelompok Hock). Jika dibandingkan dengan
penelitian ini dimana terdapat 9 individu dalam satu kelompok simakobu yaitu
kelompok Hock, berarti terdapat penambahan individu baru (betina dewasa) dan
menghasilkan keturunan.

8
Aktivitas Harian Simakobu
Aktivitas harian merupakan sejumlah kegiatan sejak bangun tidur hingga
kembali tidur. Simakobu mulai beraktivitas sekitar pukul 06.00 WIB. Waktu
mulai beraktivitas ini tidak tetap, mengikuti pergeseran waktu terbit matahari.
Aktivitas harian berakhir dengan aktivitas berpindah memasuki pohon tidur
sekitar pukul 18.00 WIB.
Aktivitas harian simakobu biasanya ditandai dengan aktivitas bersuara oleh
simakobu jantan dewasa. Persentase aktivitas bersuara pada simakobu jantan
dewasa sebesar 7% dari total aktivitas harian. Berikut adalah persentase aktivitas
harian simakobu pada jantan dewasa (Gambar 4).

Gambar 4 Persentase aktivitas harian simakobu pada jantan dewasa
Persentase aktivitas bersuara pada simakobu jantan dewasa adalah yang
tertinggi dibandingkan individu lainnya. Aktivitas bersuara pada simakobu jantan
dewasa merupakan salah satu cara berkomunikasi untuk menyatakan
keberadaannya kepada kelompok lain. Berikut adalah alokasi waktu aktifitas
harian simakobu pada jantan dewasa (Gambar 5).

Gambar 5 Alokasi waktu aktivitas harian simakobu pada jantan dewasa
Gambar 5 menjelaskan bahwa puncak aktivitas bersuara tertinggi terjadi
pada pagi hari (07.00-08.00 WIB) yang merupakan tanda dimulainya aktivitas
harian. Selain jantan dewasa, individu anak juga melakukan aktivitas bersuara
untuk meminta perlindungan dari induknya apabila terancam bahaya.

9
Simakobu jantan dewasa juga memiliki puncak aktivitas tertinggi yang
merata di setiap waktunya pada aktivitas istirahat. Frekuensi aktivitas istirahat
tertinggi terjadi pada pagi hari (09.00-10.00 WIB) dan siang hari (14.00-15.00
WIB) (Gambar 5). Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa frekuensi tertinggi
aktivitas harian simakobu adalah aktivitas istirahat sebesar 45%. Nilai ini adalah
yang terbesar dibandingkan individu lainnya. Frekuensi aktivitas istirahat yang
tinggi dikarenakan simakobu jantan dewasa adalah ketua dalam kelompok
simakobu sehingga individu ini cenderung diam dan berjaga-jaga apabila ada
gangguan.
Setelah terdengar suara loud call oleh simakobu jantan dewasa, aktivitas
harian simakobu diawali dengan aktivitas makan. Aktivitas makan dilakukan
karena simakobu biasanya bermalam pada pohon pakan atau berada dekat dengan
pohon pakan. Persentase aktivitas makan tertinggi terjadi pada simakobu betina
dewasa dibandingkan individu lainnya yaitu sebesar 35%. Berikut adalah
persentase aktivitas harian simakobu pada betina dewasa (Gambar 6).
13%
Makan

6%

35%

Istirahat
Berpindah

18%

Sosial
Menelisik
28%

Gambar 6 Persentase aktivitas harian simakobu pada betina dewasa
Frekuensi aktivitas makan individu betina dewasa tinggi karena individu ini
memerlukan masukan energi yang banyak untuk mengimbangi banyaknya energi
yang keluar dalam rangka melakukan aktivitas berpindah, menyusui dan
memelihara anaknya. Hal tersebut juga terlihat pada alokasi waktu aktivitas harian
simakobu pada betina dewasa (Gambar 7).

Gambar 7 Alokasi waktu aktivitas harian simakobu pada betina dewasa
Gambar 7 menunjukkan bahwa simakobu betina dewasa memiliki puncak
aktivitas makan tertinggi terjadi pada pagi hari (07.00-08.00 WIB), siang hari
(11.00–12.00 WIB), dan sore hari (17.00–18.00 WIB). Bekantan yang merupakan

10
kerabat dekat simakobu juga memiliki alokasi waktu makan tertinggi pada pagi
hari (08.30 WIB), siang hari (12.30 WIB) dan sore hari (15.30 WIB) (Bismark
1994). Aktivitas makan pada pagi hari bertujuan untuk mengisi energi yang hilang
setelah tidur agar dapat melakukan sejumlah aktivitas sepanjang hari dan
meningkatkan kalori untuk mengembalikan suhu tubuhnya, sedangkan pada sore
hari bertujuan untuk menjaga metabolisme tubuh selama istirahat panjang (tidur
malam).
Setelah aktivitas makan, simakobu biasanya mulai melakukan pergerakan
untuk mencari sumber makanan yang lain. Pada individu remaja, persentase
aktivitas berpindah memiliki nilai tertinggi dibandingkan individu lainnya yaitu
sebesar 25% dari total aktivitas hariannya. Berikut adalah persentase aktivitas
harian simakobu pada remaja (Gambar 8).

Gambar 8 Persentase aktivitas harian simakobu pada remaja
Akivitas berpindah yang tinggi pada individu remaja kemungkinan
dikarenakan faktor fisik yaitu massa tubuh yang kecil yang memungkinkan
individu remaja aktif bergerak dan berpindah. Faktor lain adalah kebutuhan nutrisi
yang tinggi dalam masa pertumbuhannya mengakibatkan individu remaja aktif
berpindah untuk mencari pakan (Garber 2007). Alokasi waktu aktivitas harian
simakobu pada remaja disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Alokasi waktu aktivitas harian simakobu pada remaja
Gambar 9 menunjukkan bahwa simakobu remaja memiliki puncak aktivitas
berpindah tertinggi terjadi pada pagi hari (09.00-10.00 WIB), siang hari (11.0012.00 WIB) dan sore hari (17.00-18.00 WIB). Arah perpindahan kelompok
simakobu biasanya diinisiasi oleh jantan dewasa dan betina dewasa. Strategi ini
bertujuan untuk melindungi individu muda dalam kelompok dari predator dan
proses bagi individu muda dalam mengenal, memetakan dan mengetahui siklus

11
phenologi jenis pohon pakan. Hal serupa juga terjadi pada pergerakan kelompok
rekrekan (Presbytis fredericae) yang dipimpin oleh betina dewasa dan individu
jantan dewasa berada di belakang kelompok (Suryana 2010).
Menjelang siang hari, simakobu akan beristirahat setelah melakukan
perjalanan dari satu pohon ke pohon yang lain. Pada waktu tersebut, suhu
lingkungan akan meningkat sehingga simakobu akan menghemat energi dengan
berteduh di bawah tajuk yang lebat. Menurut Koesmaryono dan Handoko (1988),
aktivitas istirahat merupakan respon yang paling tepat untuk menjaga
keseimbangan panas dan air di dalam tubuh simakobu.
Aktivitas sosial teramati ketika aktivitas bermain, menelisik, kawin dan
agonistik. Aktivitas sosial memiliki frekuensi tertinggi pada individu anak.
Berikut adalah persentase aktivitas harian simakobu pada anakan (Gambar 10).

Gambar 10 Persentase aktivitas harian simakobu pada anakan
Gambar 10 menjelaskan bahwa frekuensi aktivitas sosial pada anak sebesar
17% dari total aktivitas hariannya. Aktivitas sosial yang teramati ketika aktivitas
makan, bergerak dan saat atau setelah beristirahat. Aktivitas sosial yang dilakukan
individu anak adalah bermain. Hal tersebut bertujuan agar individu anak dapat
belajar menyesuaikan diri dengan temannya dan menjadi anggota masyarakat
yang penuh. Frekuensi aktivitas sosial yang tinggi terlihat pula pada alokasi waktu
aktivitas harian simakobu pada anakan (Gambar 11).

Gambar 11 Alokasi waktu aktivitas harian simakobu pada anakan
Gambar 11 menunjukkan bahwa aktivitas sosial pada individu anak
memiliki puncak aktivitas yang tinggi secara merata di setiap waktunya. Puncak

12
aktivitas sosial tertinggi terjadi pada pukul (10.00-11.00 WIB) yaitu ketika setelah
makan dan mulai memasuki waktu istirahat. Waktu tersebut sangat efektif bagi
simakobu untuk menjalin keakraban satu sama lain karena jam istirahat siang
yang cukup lama. Aktivitas simakobu anak juga disibukkan dengan aktivitas
menelisik dengan frekuensi tertinggi terjadi pada siang hari (10.00-11.00 WIB).
Aktivitas menelisik membuat hubungan individu dewasa dan anak menjadi lebih
dekat.
Pada sore hari, simakobu bersiap-siap untuk melakukan aktivitas tidur yang
dilakukan ketika hari mulai gelap sekitar pukul 18.00 WIB tergantung kondisi hari
dimulai. Aktivitas ini dilakukan dengan bergerak menuju pohon tidur yang
terletak tidak jauh dari pohon pakan terakhir yang dikunjungi. Hal ini dilakukan
dengan tujuan pada keesokan harinya mudah dalam mengunjungi pohon
pakannya.
Hasil pengamatan aktivitas harian menunjukkan bahwa simakobu
menggunakan waktunya dari pagi hingga sore hari untuk melakukan berbagai tipe
aktivitas. Masing-masing kelas umur memiliki pola aktivitas harian yang sedikit
berbeda. Habitat dan lingkungan juga memengaruhi aktivitas harian. Rinaldi
(1985) menjelaskan bahwa aktivitas harian dipengaruhi oleh kondisi cuaca pada
pagi dan sore hari. Jika kondisi cuaca pada pagi hari berkabut dan dingin, maka
aktivitas harian akan dimulai lebih lambat dan sebaliknya. Jika cuaca mendung
pada sore hari maka aktivitas harian akan berakhir lebih cepat dan juga
sebaliknya.
Pola Perilaku Simakobu
Perilaku adalah respon terhadap rangsangan yang berasal dari luar maupun
dari dalam dirinya. Respon dapat bersifat pasif (bersikap) maupun aktif
(melakukan tindakan) (Notoatmodjo 2007 dalam Sinaga 2012). Perilaku
simakobu dalam penelitian ini dibagi ke dalam lima perilaku utama meliputi
perilaku makan, berpindah, istirahat, menelisik dan perilaku sosial.
Perilaku Makan dan Minum
Makan adalah aktivitas yang meliputi pencarian makanan, memilih,
mengambil makanan, memasukkan makanan ke dalam mulut, menggigit,
mengunyah dan menelan makanan. Menurut Chivers et al.(1975) dalam Rahman
(2011), sikap tubuh dalam kegiatan makan primata berhubungan dengan posisi
bagian yang dimakan di pohon, dukungan cabang tempat makan dan tipe
percabangan (kelenturan).
Sikap yang dilakukan simakobu dalam melakukan aktivitas makan adalah
duduk dan menggantung yang dapat dilihat dari nilai persentase kedua sikap
tersebut. Sikap duduk dilakukan pada penyangga tubuh yang berukuran besar,
seperti pada batang yang besar serta percabangan sumber pakan yang kurang
lentur, sedangkan sikap tubuh menggantung dilakukan pada penyangga tubuh
yang berukuran kecil (ranting).
Suryana (2010) dalam penelitiannya juga mengamati bahwa rekrekan
(Presbytis fredericae Sody) dalam mengeksploitasi makanan lebih banyak
menggunakan sikap duduk dibandingkan sikap menggantung. Persentase
preferensi sikap makan simakobu dapat dilihat pada Gambar 12.

13

Gambar 12 Persentase preferensi sikap makan simakobu
Gambar 12 menunjukkan bahwa simakobu dalam mengeksploitasi makanan
lebih banyak menggunakan sikap duduk dibandingkan sikap menggantung dan
tidak ditemukan simakobu melakukan aktivitas makan sambil berdiri. Simakobu
menggunakan sikap duduk sebesar 86%, sedangkan sikap menggantung hanya
14% dari total aktivitas makan. Berikut adalah posisi simakobu saat makan
(Gambar 13).

Gambar 13 Posisi simakobu saat makan
Simakobu dalam melakukan aktivitas minum biasanya akan turun ke sungai
untuk minum. Selain itu, simakobu juga minum dari genangan air dan air yang
ada di lubang-lubang pohon. Posisi simakobu saat minum dapat dilihat pada
Gambar 14.

Gambar 14 Posisi simakobu saat minum
Gambar 14 memperlihatkan bahwa aktivitas minum simakobu dilakukan
dengan cara berjongkok, membungkukkan badan, kemudian menjulurkan

14
lidahnya. Ujung lidahnya digerak-gerakkan sehingga air dapat masuk ke dalam
mulutnya.
Perilaku Istirahat
Istirahat pada kelompok simakobu merupakan aktivitas yang meliputi tidur,
diam, dan mengawasi keadaan sekitar untuk menjaga kelompok lain untuk tidak
masuk ke wilayah jelajahnya serta untuk menghindari predator. Tujuan istirahat
setelah berpindah adalah untuk merenggangkan otot dan mengembalikan energi
yang hilang setelah berpindah, sedangkan istirahat setelah makan adalah untuk
mencerna nutrisi makanan di dalam tubuh.
Beberapa sikap yang digunakan simakobu dalam aktivitas istirahat, di
antaranya duduk, telentang atau telungkup dan menggantung. Sikap duduk
merupakan sikap istirahat dengan proporsi paling tinggi sebesar 93%. Menurut
Reichard (1998), posisi duduk diduga melindungi diri dari udara dingin. Adapun
sebesar 6%, simakobu memilih istirahat dengan posisi telentang atau telungkup
dengan perut atau punggung menempel pada dahan. Simakobu beristirahat dengan
posisi menggantung hanya sebesar 1%. Berikut adalah sikap simakobu saat
istirahat (Gambar 15).

Gambar 15 Posisi simakobu saat istirahat
Gambar 15 menunjukan bahwa sikap duduk simakobu saat istirahat adalah
kaki diangkat di batang pohon dan tangan melipat kakinya serta pantat simakobu
menempel di batang pohon. Biasanya saat duduk, simakobu selalu memegang
batang pohon jika batang pohon yang didudukinya kecil, hal ini bertujuan untuk
menjaga keseimbangan.
Pada malam hari, simakobu melakukan aktivitas tidur. Pohon yang sering
digunakan oleh simakobu untuk tidur adalah kalibangbak (Endospermum
malaccense Benth.). Hal ini dikarenakan kalibangbak memiliki kisaran tinggi
pohon tidur sebesar 25-30 meter dan diameter batang sebesar satu meter yang
mampu mendukung kenyamanan kelompok simakobu pada saat tidur serta jenis
pohon ini juga merupakan salah satu jenis pohon pakan yang sering dikonsumsi
oleh simakobu sehingga saat bangun tidur keesokan harinya tidak perlu
melakukan perpindahan terlalu jauh. Menurut Reichard (1998), dengan memilih
pohon yang tinggi dan besar akan mengurangi resiko satwa terdeteksi oleh
manusia. Hal tersebut menunjukan bahwa pemilihan pohon tidur berdasarkan
tinggi dan diameter merupakan upaya kelompok simakobu untuk menghindari
predasi dari individu lain pada saat tidur. Predator primata di Kepulauan
Mentawai yang diketahui adalah manusia dan ular sanca. Masyarakat lokal

15
seringkali mendapati primata di dalam tubuh ular sanca yang mereka bunuh
(Tenaza dan Tilson 1985).
Perilaku Berpindah
Aktivitas berpindah berkaitan dengan aktivitas pencarian dan pemilihan
pohon pakan dan pohon tidur serta pengontrolan wilayah. Aktivitas berpindah
pada simakobu memiliki frekuensi tertinggi pada pukul 12.00-13.00 WIB.
Frekuensi aktivitas berpindah yang tinggi pada waktu tersebut terjadi karena
simakobu ingin mencari makan dan tempat istirahat di siang hari. Pergerakan
yang dilakukan oleh simakobu terdiri dari berjalan (pelan, agak cepat dan cepat)
sebesar 46%, melompat secara quadrupedal (pendek, jauh dan sangat jauh)
sebesar 48% dan memanjat akar, batang pohon maupun liana sebesar 4%. Cara ini
dilakukan karena simakobu memiliki keempat tungkai yang sama panjang.
Berikut adalah beberapa cara berpindah simakobu (Gambar 16).

(a)

(b)

(c)
Gambar 16 Cara berpindah simakobu a) berjalan b) memanjat c) melompat
Gerakan berjalan dilakukan untuk berpindah ke tempat yang relatif datar
(horizontal) pada pohon dengan cabang atau batang yang besar. Gerakan
melompat dilakukan untuk berpindah dari tajuk yang lebih tinggi ke tajuk yang
lebih rendah dimana letaknya agak berjauhan baik dalam satu pohon maupun
gerakan berpindah dari pohon satu ke pohon lain yang terpisah. Gerakan
memanjat dilakukan dalam upaya berpindah ke tempat yang lebih rendah atau
lebih tinggi secara vertikal dalam pohon yang sama melalui cabang yang besar
atau batang pohon untuk mencapai makanan yang terletak di atas atau di bawah
pohon.

16
Pada kelas umur anakan, terkadang perpindahan antar satu pohon ke pohon
yang lainnya dibantu oleh induknya dengan cara digendong sambil anak memeluk
erat tubuh induknya. Hal ini biasanya dilakukan ketika melewati tajuk antar pohon
yang cukup jauh sehingga dapat menghindari resiko anak jatuh dari pohon dan
tertinggal oleh kelompoknya. Pengamatan menjelaskan bahwa tercatat satu kali
individu anak terjatuh dari pohon ketika melakukan perpindahan antar pohon.
Perilaku Menelisik
Menelisik merupakan salah satu aktivitas yang sering dilakukan sebagai
salah satu komunikasi melalui sentuhan antar anggota kelompoknya untuk
memelihara keterikatan sosial antar individu dalam kelompok. Di sisi lain, juga
sebagai sarana membersihkan diri dari kotoran atau parasit yang melekat di
permukaan tubuh (Perez danVea 2000). Perilaku menelisik pada kelompok
simakobu dilakukan dengan berpasangan dan seluruh individu dapat terlibat
dalam kegiatan tersebut, tanpa terkecuali jantan dewasa dan anak. Proporsi
individu simakobu dalam melakukan aktivitas menelisik dan ditelisik dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Proporsi individu simakobu dalam menelisik
Ditelisik
Jantan Dewasa Betina Dewasa Remaja Anakan
Jantan Dewasa
0
1
0
0
Betina Dewasa
4
13
4
27
Menelisik
Remaja
14
13
7
16
Anakan
0
5
0
0
Tabel 2 menunjukkan bahwa aktivitas menelisik aktif paling sering
dilakukan oleh simakobu betina dewasa kepada anakan dikarenakan anak masih
butuh perawatan dari induknya, sedangkan menelisik pasif lebih sering dilakukan
oleh jantan dewasa karena individu jantan dewasa malas menelisik anggotanya
dan menunjukkan sifat dominasinya. Namun, jika salah satu anggota individu
terpisah dari kelompoknya maka individu tersebut akan menelisik sendiri
meskipun hanya sebagian tubuh saja yang bisa digapai dengan tangannya.
Perilaku menelisik pada simakobu dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Perilaku menelisik pada simakobu
Sikap simakobu saat menelisik adalah telentang atau telungkup di depan
individu yang akan menelisik (seakan „meminta‟ untuk ditelisik), duduk

17
menjulurkan lengan atau berbaring sambil menjulurkan lengan, membuka kedua
paha, duduk mengangkat lengan. Sikap duduk dalam melakukan aktivitas
menelisik memiliki persentase terbesar yaitu sebesar 83%. Aktivitas menelisik
pada simakobu memiliki frekuensi tertinggi pada pukul 10.00-12.00 WIB, yang
dilakukan pada saat aktivitas istirahat. Bagian tubuh yang ditelisik antara lain
punggung, ekor, paha, pangkal paha, sekitar kemaluan, pangkal lengan dan lainlain.
Perilaku Sosial
Perilaku sosial terdiri dari kawin, bermain, menyusui dan agonistik. Perilaku
kawin pada simakobu lebih sering terjadi pada pukul 07.00-13.00 WIB. Hal ini
dikarenakan pada waktu tersebut, simakobu sedang aktif mencari makan dan
menelisik, sehingga memiliki banyak kesempatan untuk melakukan pendekatan
(courtship) dan kawin (mounting). Suprihandini (1993) menyatakan bahwa
aktivitas kawin mempunyai periode aktif yang tidak teratur, terjadi pada waktu
tertentu saja.
Jantan dewasa aktif mendekati, mengikuti atau mengejar betina untuk
dikawini atau sekedar memeriksa kelamin betina. Biasanya sebelum kawin,
individu simakobu jantan dewasa memanggil individu betina dewasa dengan
suara”kwek-kwek”. Pemeriksaan kelamin dapat dilakukan dengan menggunakan
jari (tactile communication) atau dengan mencium bagian alat kelamin betina
(olfactory communication) (Napier dan Napier 1985).
Proses pengejaran jantan dewasa terhadap betina dewasa yang masih liar
dan belum tergabung secara penuh dalam kelompok ini membutuhkan waktu yang
cukup lama dikarenakan betina dewasa tersebut belum terhabituasi sehingga takut
terhadap kehadiran pengamat. Saat pengejaran, jantan dewasa memisahkan diri
dari kelompoknya. Waktu yang dibutuhkan selama proses kawin ± 42 detik.
Perilaku menyusui dilakukan oleh simakobu betina dewasa terhadap
anaknya. Perilaku menyusui sangat penting untuk meningkatkan kesempatan
hidup bagi sang anak dan berpengaruh terhadap keberhasilan reproduksi induk
betina (Trivers 1972 dalam Zhao et al. 2008). Anak primata sangat bergantung
pada sang ibu dalam waktu yang sangat lama dibandingkan anak mamalia lainnya
dengan ukuran tubuh yang sama (Kappeler et al. 2003 dalam Zhao et al. 2008).
Perilaku bermain biasanya dilakukan pada saat istirahat. Individu simakobu
yang biasanya melakukan aktivitas bermain adalah remaja dan anakan, terkadang
betina dewasa juga ikut serta bermain dengan anak. Dalam bermain, remaja dan
anakan saling berkejaran, saling dorong dan saling menarik rambut. Aktivitas ini
hampir terlihat seperti aktivitas agonistik namun pada dasarnya bukanlah suatu
perilaku agonistik karena ditujukan bukan untuk menyakiti individu lainnya
melainkan merupakan sarana mempererat hubungan individu. Menurut Poole
(1985), perilaku bermain bermanfaat untuk melatih kemampuan fisik dan
koordinasi serta kemampuan berkompetisi, sehingga individu anak dan remaja
tersebut lebih siap menghadapi lingkungannya.
Simakobu bila berhadapan dengan suatu ancaman akan melakukan suatu
penyelamatan diri, perlindungan dan perlawanan dengan melakukan perilaku
agonistik. Bentuk perilaku agonistik yang terlihat seperti mewaspadai,
mengeluarkan alarm call, mengelompok, menggertak, membuka mulut dan
menunjukkan giginya sambil menyeringai serta berkejaran. Tujuan simakobu

18
mengeluarkan alarm call adalah untuk mendapatkan perhatian dari individu
simakobu lain dalam satu kelompok. Tercatat selama pengamatan terjadi dua kali
perkelahian dengan kelompok lain pada tepi wilayah jelajah ketika kedua jantan
dewasa tersebut saling mencari makan.
Perilaku Bersuara
Perilaku bersuara khususnya loud call berfungsi sebagai fungsi spasial antar
kelompok dan koordinasi sosial. Dalam kaitannya dengan fungsi spasial antar
kelompok, Mitani dan Stuht (1999) dalam Suryana (2010) menyatakan bahwa
loud call merupakan adaptasi suara untuk meningkatkan pengakuan wilayah
dalam jarak yang jauh. Suara simakobu biasanya terdengar bersahut-sahutan
antara satu kelompok dengan kelompok lain, karena suara yang dikeluarkan oleh
satu kelompok akan menstimulasi kelompok lain untuk ikut bersuara. Faktorfaktor yang memengaruhi perilaku bersuara adalah ukuran kelompok, keberadaan
kelompok lain di sekitar wilayah jelajahnya, faktor cuaca, ketersediaan
sumberdaya, adanya gangguan dan ancaman serta kerusakan habitat (Oktaviani
2009).
Aktivitas bersuara berlangsung sepanjang hari dalam waktu aktifnya dengan
frekuensi tertinggi terjadi pada pukul 07.00-08.00 WIB yaitu sebesar 18% dengan
durasi sekitar 20-30 detik. Panjang pendeknya durasi waktu bersuara simakobu
dipengaruhi oleh suara yang dikeluarkan oleh kelompok lain dan seberapa besar
bahaya atau gangguan yang diterimanya. Pohon dominan yang digunakan untuk
melakukan aktivitas bersuara memiliki ketinggian tajuk rata-rata 23 meter. Pohon
yang digunakan sebagai lokasi simakobu untuk bersuara biasanya terletak tidak
jauh dari pohon pakannya. Hal ini diperkirakan berkaitan dengan fungsi aktivitas
bersuara sebagai tanda kepemilikan sumber daya yang ada seperti pohon pakan.
Simakobu lebih memilih duduk dan tidak banyak bergerak dalam satu pohon
selama bersuara dengan persentase terbesar yaitu 43%.
Penelitian ini menjelaskan bahwa aktivitasbersuara dilakukan oleh individu
jantan dewasa (Hock) dan anakan (Idel dan Joshua). Jantan dewasa bersuara pada
saat kelompok simakobu yang lain melakukan loud call. Hal ini menunjukan
teritori dan keberadaan masing-masing kelompok dan selanjutnya diikuti oleh
loud call dari kelompok lain. Loud call juga terjadi ketika simakobu mendengar
suara pesawat yang dekat dari wilayahnya dan ketika mendengar pohon jatuh di
dekat daerahnya. Hal ini merupakan respon simakobu karena merasa terganggu
oleh kehadiran suara tersebut. Loud call dapat terdengar hingga 500 meter
(Tenaza dan Fuentes 1995). Adapun individu anak bersuara karena merasa
terancam dan berada dalam posisi yang cukup jauh dari induk, maka individu
anak akan mengeluarkan suara yang menyatakan diri untuk meminta
perlindungan.
Komposisi Vegetasi pada Habitat Simakobu
Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik
maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat
hidup serta berkembangbiaknya satwa liar (Alikodra 2002). Vegetasi merupakan
komponen habitat yang terpenting bagi satwa liar yang secara fungsional
menyediakan pakan dan shelter (tempat berlindung dari predator). Habitat

19

Jumlah Individu (%)

wilayah jelajah kelompok simakobu memiliki ketinggian pohon yang bervariasi.
Berikut adalah distribusi ketinggian pohon pada jalur simakobu (Gambar 18).
36

40
30
17

20

20
12

10

5
0

0
0-5

6-10

11-15

16-20

21-25

26-30

Selang Ketinggian (m)

Gambar 18 Distribusi ketinggian pohon pada jalur simakobu
Hasil analisis vegetasi di wilayah jelajah kelompok simakobu tercatat 42
jenis tumbuhan tingkat pohon, 28 jenis tumbuhan tingkat tiang, 60 jenis tumbuhan
tingkat pancang, dan 42 jenis tumbuhan tingkat semai. Berikut adalah Indeks
Nilai Penting tingkat vegetasi pada kelompok simakobu (Tabel 3).
Tabel 3 Indeks Nilai Penting tingkat vegetasi pada kelompok simakobu
Tingkat

Nama Lokal
Katatairek
Posa
Pohon Logauna
Sibeumuntei
Renggeu
Sumbeili
Aren
Tiang
Alosit
Renggeu
Boiko
Sikurut
Putcaiguat
Pancang Alosit
Patakup
Loingat tetesirauma
Patakup
Putcaiguat
Semai Utut pilot
Posa
Logiwiba

Nama Spesies
Bhesa paniculata Arn.
Baccaurea deflexa
Knema sumatrana (Blume) W.J.de wilde
Syzigium palembanicum Miq
Palaquim sumatranum Burck.
Actephila javanica Miq.
Arenga pinnata
Baccaurea parviflora (Mull.Arg.)
Palaquim sumatranum Burck
Alangium ridleyi
Polyalthia rumphii Blume
Shorea sp.
Baccaurea parviflora Mull.Arg
Oldenlandia rigida
Symplocos costata (Blume) Choisy
Oldenlandia rigida
Shorea sp.
Baccaurea deflexa
-

INP (%)
19.59
18.37
17.19
13.34
12.57
18.11
14.09
13.21
12.97
12.69
12.77
11.96
11.15
10.91
7.96
17.89
15.27
13.42
9.73
9.04

Tabel 3 menjelaskan bahwa tumbuhan tingkat pohon didominasi oleh
katatairek (Bhesa paniculata Arn.) dengan nilai INP sebesar 19.59%. Hal tersebut
serupa dengan penelitian Rahayuni (2007) yang menunjukkan bahwa katatairek
(Bhesa paniculata Arn.) dan sibeumuntei (Syzygium palembanicum Miq)
mendominasi vegetasi pada tingkat pohon. Pada tingkat tiang, salah satu vegetasi
yang mendominasi adalah alosit (Baccaurea parviflora Mull.Arg) dengan INP

20
11.21%. Vegetasi tersebut memiliki persamaan dengan penelitian Handayani
(2008) dengan INP 18.80%.
Gambar 18 menunjukkan bahwa sebagian besar pohon di jalur analisis
vegetasi memiliki selang ketinggian 21-25 meter dengan tajuk pohon terendah
memiliki ketinggian 8 meter dan tajuk pohon emergent mencapai 30 meter.
Struktur vegetasi pada wilayah jelajah kelompok simakobu tersusun atas
stratum A, B, C, D dan E dengan vegetasi yang mendominasi yaitu pada stratum
B (tinggi lebih dari 20 meter). Berikut adalah bentuk profil pohon kelompok
simakobu yang digambarkan pada satu jalur (Gambar 19).

Gambar 19 Profil pohon di jalur wilayah jelajah simakobu
Gambar 19 memperlihatkan bahwa bentuk sebaran jenis tumbuhan
pakannya cenderung mengelompok dengan jumlah jenis pakan yang banyak. Hal
tersebut memengaruhi pendeknya perjalanan harian simakobu, sehingga luasan
wilayah jelajahnya cenderung lebih sempit. Selain itu, pada Gambar 19 terlihat
pula tajuk pohon yang cenderung kontinu (bersentuhan), sehingga memudahkan
perjalanan kelompok simakobu untuk mencari makanan.
Kondisi habitat dan vegetasi dalam ruang jelajah simakobu harus mampu
mendukung seluruh aktivitas hidup simakobu seperti pohon yang tinggi dengan
kanopi yang kontinu untuk mendukung pola hidup simakobu yang arboreal,
keanekaragaman sumber pakan dan ketersediaan pohon-pohon yang memadai
sebagai pohon tidur. Radespiel et al. (2003) menyatakan bahwa lokasi tidur dapat
menyediakan perlindungan yang baik dari gangguan predator jika lokasi tersebut
sulit untuk diakses (seperti memilih tajuk yang rapat atau terletak tinggi di atas
tanah).
Jenis Pakan Simakobu
Potensi pakan satwa di suatu wilayah sangat tergantung pada kondisi fisik
dan biotik dari suatu habitat. Apabila suatu habitat banyak mengalami gangguan

21
akan berpengaruh besar terhadap sumber pakan dan keadaan populasi satwa
(Rahayu 2002). Jumlah jenis vegetasi sumber pakan simakobu adalah 50 jenis dari
172 jenis vegetasi dan satu jenis pakan berupa larva. Sebanyak 50 jenis pohon
pakan diantaranya merupakan famili Burseraceae, Tiliaceae, Alangiaceae,
Sapotaceae, Moraceae, Sapidaceae, Myristicaceae, Lauraceae, Dipterocarpaceae,
Dilleniaceae, Rubiaceae, Euphorbiaceae.
Kalibangbak
(Endospermum
malaccense) adalah jenis dari famili Euphorbiaceae yang merupakan jenis yang
paling sering dimanfaatkan sebagai pakan simakobu. Berikut adalah persentase
jenis pohon pakan yang sering dikonsumsi simakobu (Tabel 4).
Tabel 4 Persentase jenis pohon pakan yang sering dikonsumsi simakobu
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama Lokal
Kalibangbak
Toktuk
Puput
Posa
Peiki
Pakatoktuk
Magrit Sijokjok
Katateirek
Sibuluk tolobok
Alosit

Nama Ilmiah
Endospermum malaccense
Durio zibethinus Murr.
Baccaurea deflexa
Artocarpus dadah Miq
Durio graveolens Becc.
Milletia atropurpurea Bth.
Bhesa paniculata Arn.
Blumeodendron tokbrai
Baccaurea parviflora

Famili
Euphorbiaceae
Bombaceae
Euphorbiaceae
Moraceae
Bombaceae
Papilionaceae
Celastraceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae

Jumlah
116
32
29
27
21
20
19
15
13
11

%
37%
10%
9%
9%
7%
6%
6%
5%
4%
4%

Simakobu lebih sering mengkonsumsi kalibangbak (Endospermum
malaccense) dengan persentase sebesar 37%. Hal tersebut kemungkinan
dikarenakan pada saat penelitian, kalibangbak mengalami musim bunga dan buah
sehingga simakobu banyak melakukan aktivitas makan pada jenis pohon ini.
Roosmalen (1980) dalam Bismark (1991) mengemukakan bahwa
keanekaragaman pakan primata dipengaruhi oleh musim. Selain itu, kemungkinan
lain adalah daun dan buah kalibangbak mengandung kadar air yang tinggi
sehingga mudah dicerna oleh simakobu. Pada umumnya satwa lebih suka
memakan tumbuhan yang mudah dicerna daripada makan jenis pakan yang
bernutrisi (Morrison 1959 dalam Surono 2012). Berikut adalah daun kalibangbak
salah satu pakan utama simakobu (Gambar 20).

Sumber: SCP
Gambar 20 Daun kalibangbak salah satu pakan utama simakobu
Bagian tumbuhan yang menjadi pakan simakobu secara garis besar dapat
dibedakan atas daun, buah, biji serta bunga. Persentase bagian tumbuhan yang
dimakan oleh simakobu dapat dilihat pada Gambar 21.

22
11% 1%
daun
buah
21%
53%
14%

bunga
biji
lainnya (larva)

Gambar 21 Persentase bagian yang dikonsumsi oleh simakobu
Gambar 21 menjelaskan bahwa simakobu dalam memilih makanan lebih
menyukai bagian daun dibandingkan bagian pakan lainnya, dengan nilai 53% dari
total bagian yang dikonsumsi dalam aktivitas makan. Bunga memiliki nilai 21%
dari total bagian yang dikonsumsi, buah memiliki nilai 14% dari total bagian yang
dikonsumsi, biji memiliki proporsi sebesar 11% dari total bagian yang
dikonsumsi, serta pakan lainnya yaitu larva sebesar 1%. Simakobu mengkonsumsi
larva insekta untuk mendapatkan asupan protein. Hal tersebut terjadi pula pada
bekantan yang mengkonsumsi serangga atau rayap (Coptotermes