Dampak Penyaluran Kredit Mikro dan Permasalahan Moral Hazard UMKM di BPR XYZ Kabupaten Tasikmalaya

DAMPAK PENYALURAN KREDIT MIKRO DAN
PERMASALAHAN MORAL HAZARD UMKM DI BPR XYZ
KABUPATEN TASIKMALAYA

GINA FATRIA PURNAMASARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Penyaluran
Kredit Mikro dan Permasalahan Moral Hazard UMKM di BPR XYZ Kabupaten
Tasikmalaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Gina Fatria Purnamasari
NIM H14090035

RINGKASAN
GINA FATRIA PURNAMASARI. Dampak Penyaluran Kredit Mikro dan
Permasalahan Moral Hazard UMKM di BPR XYZ Kabupaten Tasikmalaya.
Dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Usaha Mikro Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki kontribusi yang
besar terhadap perekonomian Indonesia, akan tetapi menghadapi kendala dalam
permodalan. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut ialah dengan adanya
BPR (Bank Perkreditan Rakyat) yang merupakan salah satu Lembaga Keuangan
Mikro (LKM). BPR menghadapi permasalahan moral hazard dari pelaku UMKM
yang dapat mengganggu keberlanjutan finansial BPR. Studi ini menganalisis
dampak pemberian kredit dari BPR terhadap perkembangan UMKM,
menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square), serta faktor-faktor yang
memengaruhi UMKM melakukan moral hazard menggunakan metode regresi
logistik. Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya pinjaman dari BPR dapat

meningkatkan perkembangan omset usaha UMKM sebesar 70.88% per tahun.
Faktor-faktor lain yang memengaruhi perkembangan omset usaha adalah lama
pendidikan, jumlah pinjaman, perubahan keuntungan, lama usaha, dan perubahan
jumlah tenaga kerja. Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi UMKM dalam melakukan moral hazard yaitu pendapatan usaha,
dummy pinjaman bank, frekuensi pinjaman, jumlah tabungan, dan jarak UMKM
dengan BPR.
Kata Kunci : UMKM, LKM, BPR, moral hazard, logistik, OLS

ABSTRAK
GINA FATRIA PURNAMASARI. Dampak Penyaluran Kredit Mikro dan
Permasalahan Moral Hazard UMKM di BPR XYZ Kabupaten Tasikmalaya.
Dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Usaha Mikro Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki kontribusi yang
besar terhadap perekonomian Indonesia, akan tetapi menghadapi kendala dalam
permodalan. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut ialah dengan adanya
BPR (Bank Perkreditan Rakyat) yang merupakan salah satu Lembaga Keuangan
Mikro (LKM). BPR menghadapi permasalahan moral hazard dari pelaku UMKM
yang dapat mengganggu keberlanjutan finansial BPR. Studi ini menganalisis
dampak pemberian kredit dari BPR terhadap perkembangan UMKM,

menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square), serta faktor-faktor yang
memengaruhi UMKM melakukan moral hazard menggunakan metode regresi
logistik. Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya pinjaman dari BPR dapat
meningkatkan perkembangan omset usaha UMKM sebesar 70.88% per tahun.
Faktor-faktor lain yang memengaruhi perkembangan omset usaha adalah lama
pendidikan, jumlah pinjaman, perubahan keuntungan, lama usaha, dan perubahan
jumlah tenaga kerja. Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi UMKM dalam melakukan moral hazard yaitu pendapatan usaha,
dummy pinjaman bank, frekuensi pinjaman, jumlah tabungan, dan jarak UMKM
dengan BPR.
Kata Kunci : UMKM, LKM, BPR, moral hazard, logistik, OLS

ABSTRACT
GINA FATRIA PURNAMASARI. Impact of Micro Credit and Moral Hazard
Problem of MSMEs to BPR XYZ in Tasikmalaya District Supervised by
LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) have significant
contribution to Indonesian economy. Most of them have limited capital access to
expand their business. Rural bank (BPR) as one of MFIs have potential to
distribute credit with less requirement. Rural bank (BPR) faces moral hazard

problems from MSMEs that could threaten its financial sustainabilities. This study
analyzed the impact of credit from rural bank (BPR) to development of MSMEs
based on business turnover indicator by OLS (Ordinary Least Square) method,
while factors that affect MSMEs to conduct moral hazard was analyzed by logistic
regression. The analysis showed that credit from rural bank (BPR) had positive
influence and increased MSMEs business turnover about 70.88% per year. Factors
that affected the development of the business turnover were education, loans,
benefits, years of business, and number of employees. Meanwhile, factors that
affected MSMEs to conduct moral hazard were dummy of having credit from
bank, frequency of loan, savings, and distance to rural bank.
Keywords: MSME, MFI, BPR, Logistic, OLS

DAMPAK PENYALURAN KREDIT MIKRO DAN
PERMASALAHAN MORAL HAZARD UMKM DI BPR XYZ
KABUPATEN TASIKMALAYA

GINA FATRIA PURNAMASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar

Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Dampak Penyaluran Kredit Mikro dan Permasalahan Moral
Hazard UMKM di BPR XYZ Kabupaten Tasikmalaya
Nama
: Gina Fatria Purnamasari
NIM
: H14090035

Disetujui oleh

Lukytawati Anggraeni, Ph.D

Pembimbing

Diketahui oleh

Dedi Budiman Hakim, Ph.D
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dampak
Penyaluran Kredit Mikro dan Permasalahan Moral Hazard UMKM di BPR XYZ
Kabupaten Tasikmalaya”
Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada orang tua
dan keluarga, yakni Bapak Wawan Ridwan Efendy dan Ibu Munawaroh, serta
adik penulis, Galih Nugraha dan Gita Permatasari, atas kasih sayang, dukungan,
motivasi, dan doa yang senantiasa diberikan kepada penulis. Selain itu, penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Lukytawati Anggraeni Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan arahan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir Sri Mulatsih, M.Sc selaku dosen penguji utama dan Ibu Laily Dwi
Arsyianti, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan
saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Bapak Maman, Ibu Ela, Ibu Roro, Bapak Angga, Bapak Ateng, Ibu Rini,
Bapak Iyan, Ibu Yayah, Ibu Enung, dan Ibu Dede yang telah membantu
penulis selama pengumpulan data.
4. Keluarga Atthoriyah, Bapak Une Djunaedi, Ibu Encih Karnasih, Ibu NT.
Nurhayati, dan Erni Nursya’bani Holis atas kasih sayang dan dukungan
kepada penulis.
5. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
6. Teman-teman satu bimbingan, Amelia Rosita, Risya Maulida Septiana, Ihsan
Adly Ritonga, dan Fathurrohman Mangun Yuda atas bantuan, saran, kritik,
dan dukungan kepada penulis.
7. Sahabat penulis, Sonya Puspa Triani, Manda Khairatul Aulia, Meilani Putri,
Srikandhi Annisaa, Raisha Pratidina, Jamjam Nurjaman, Taufik, Jajat
Munajat, Heri Herianto, dan Aang Salman Alfarisi atas doa dan dukungan
kepada penulis.

8. Sahabat penulis di Pondok Nuansa Sakinah, Fiqrotul Ulya, Lizza Amini
Gumilar, Anisaul Muawwanah, Annisa Ghina Nafsi Rusdi, Inka Nurman,
Ambar Susan, dan Nadya Elsanoviany Putri yang senantiasa memberikan
semangat, saran, dan batuan kepada penulis.
9. Seluruh keluarga IE 46 atas doa, kebersamaan, dukungan, serta bantuan
kepada penulis.
10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Juli 2013
Gina Fatria Purnamasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

4


Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

5

UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)

5

Kredit

5

BPR (Bank Perkreditan Rakyat)

6


Landasan Teori

7

Penelitian Terdahulu

9

Kerangka Pikir
METODE

10
11

Jenis dan Sumber Data

11

Lokasi dan Waktu Penelitian

11

Metode Pemilihan Sampel

11

Metode Analisis dan Pengolahan Data

12

GAMBARAN UMUM

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

14

Karakteristik Usaha Responden

16

Akses Rumah Tangga Responden pada Lembaga Keuangan

18

Dampak Pemberian Kredit terhadap Perkembangan UMKM

20

Faktor-Faktor yang Memengaruhi UMKM dalam Melakukan Moral Hazard 23
SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan

26

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

43

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Jumlah penyerapan tenaga kerja dan unit usaha UMKM dan UB tahun
2007-2011
Kontribusi UMKM dan UB terhadap PDB tahun 2007-2011
Perkembangan BPR tahun 2007-2012
Non Performing Loan (NPL) pada BPR 2007-2012
Jumlah DPK dan kredit BPR XYZ tahun 2011-2013
Statistik deskriptif karakteristik responden
Lama usaha UMKM responden
Modal awal UMKM responden
Penguasaan aset responden
Akses simpanan rumah tangga pada lembaga keuangan
Akses pinjaman rumah tangga pada lembaga keuangan
Struktur pendapatan rumah tangga responden
Dampak pemberian kredit terhadap omset usaha
Dampak pemberian kredit BPR XYZ terhadap responden lancar
Dampak pemberian kredit BPR XYZ terhadap responden tidak lancar
Faktor-faktor yang memengaruhi omset usaha
Faktor-faktor yang memengaruhi UMKM dalam melakukan moral
hazard

1
1
3
3
14
15
16
17
17
18
19
20
20
21
21
22
24

DAFTAR GAMBAR
1 The triangle of microfinance
2 Pasar kredit dalam kondisi asymmetric information
3 Kerangka pikir

7
8
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner penelitian
2 Hasil pengolahan data OLS
3 Hasil pengolahan data regresi logistik

29
39
41

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan sektor usaha
yang memiliki peran dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan data yang
diperoleh, UMKM memiliki penyerapan tenaga kerja yang lebih besar
dibandingkan Usaha Besar (UB). Pada tahun 2007 sampai 2011, UMKM dapat
menyerap tenaga kerja rata-rata 35 kali lipat lebih besar dari UB (Tabel 1). Selain
itu, UMKM memiliki jumlah unit usaha yang jauh lebih banyak dibanding UB.
Pada kurun waktu 2007 sampai 2011 jumlah unit UMKM mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 2.64% (Tabel 1).
Tabel 1 Jumlah penyerapan tenaga kerja dan unit usaha UMKM dan UB tahun
2007-2011
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
Pertumbuhan rata-rata

Penyerapan tenaga kerja
UMKM
UB
(juta orang) (juta orang)
90.491
2.535
94.024
2.756
96.211
2.674
99.401
2.839
101.722
2.891
2.97%
3.44%

Jumlah unit usaha
UMKM
UB
(unit)
(unit)
50 145 800
4 463
51 409 612
4 650
52 764 603
4 677
53 823 732
4 838
55 206 444
4 952
2.43%
2.64%

Sumber: Kemenkop UKM (2013), diolah

Peranan UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia
memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan Usaha Besar. Pada
tahun 2011 kontribusi UMKM sebesar 90.28%, sedangkan Usaha Besar
berkontribusi terhadap PDB sebesar 9.72% (Tabel 2).
Tabel 2 Kontribusi UMKM dan UB terhadap PDB tahun 2007-2011
Kontribusi UMKM
Kontribusi UB
Tahun
Nominal
Persentase
Nominal
Persentase
(milyar rupiah)
(%)
(milyar rupiah)
(%)
2007
3 359 145.0
90.17
366 404.3
9.83
2008
4 220 978.6
89.93
472 830.3
10.07
2009
4 766 616.7
90.02
528 244.2
9.98
2010
5 470 992.6
90.15
597 770.2
9.85
2011
6 705 073.0
90.28
722 013.0
9.72
Pertumbuhan
18.98%
18.68%
rata-rata
Sumber: Kemenkop UKM (2013), diolah

2
Tambunan (2010) menyatakan bahwa permasalahan utama yang dihadapi
sebagian besar dari UMKM adalah keterbatasan modal dan kesulitan pemasaran.
Meskipun telah tersedia kredit khusus bagi pengusaha kecil, sebagian besar dari
UMKM terutama yang berlokasi di pedalaman atau pedesaan tidak pernah
mendapatkan kredit dari bank atau lembaga-lembaga keuangan lainnya.
Ciri-ciri umum yang merupakan kelemahan sektor UMKM ditinjau dari
aspek permodalan dan keuangan, meliputi hal-hal berikut: (1) Umumnya sektor
UMKM memulai usahanya dengan modal sedikit dan keterampilan yang terbatas;
(2) Sumber-sumber dana yang dapat dimanfaatkan untuk membantu kelancaran
usaha yang terbatas; (3) Kemampuan memeroleh pinjaman kredit perbankan
relatif rendah, hal tersebut dikarenakan kekurangmampuan untuk menyediakan
jaminan dan lain sebagainya; (4) Banyak dari UMKM belum mengerti pencatatan
keuangan (akuntansi) dan penyusunan laporan keuangan, sehingga menurunkan
kemampuan untuk mengajukan proposal permohonan kredit pada perbankan; (5)
Umumnya sektor UMKM kurang mampu membina hubungan dengan perbankan
(Marsuki 2005).
Profil di atas, menunjukkan bahwa segi permodalan dan keuangan
merupakan kelemahan sektor UMKM. Perhatian perbankan terhadap UMKM
sangat kurang. Hal ini dikarenakan anggapan bahwa jumlah pinjaman UMKM
umumnya sangat kecil dan disertai risiko pemberian kredit yang tinggi, serta
memerlukan banyak tenaga dan biaya, sehingga pinjaman-pinjaman seperti ini
tidak menguntungkan dan tidak ekonomis menurut ukuran Bank Umum dan Bank
Komersial. Bertitik tolak pada kenyataan tersebut, maka pemerintah melalui Bank
Indonesia sejak Repelita II telah mengeluarkan berbagai kebijakan perkreditan
untuk membantu UMKM agar dapat mengakses kredit perbankan (Marsuki 2005).
Salah satu solusi dalam mengatasi masalah permodalan UMKM ialah
dengan adanya Lembaga Keuangan Mikro (LKM), karena LKM dapat
menyesuaikan dengan keadaan UMKM yang dianggap sebagai feasible business
but not bankable. Secara umum, LKM di Indonesia dapat dikelompokan menjadi
dua jenis, yaitu yang bersifat formal dan informal. LKM formal terdiri dari Bank
Kredit Desa (BKD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Mandiri Unit Mikro,
Danamon Simpan Pinjam (DSP) dan BRI Unit. Sementara LKM formal non bank
mencakup Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP), Koperasi (Koperasi
Simpan Pinjam/KSP dan Koperasi Unit Desa/KUD) dan Pegadaian (Perum).
Adapun LKM informal terdiri dari berbagai kelompok dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (KSM dan LSM), Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), Lembaga Ekonomi
Produktif Masyarakat (LEPM), Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP)
serta berbagai bentuk kelompok lainnya (Hadinoto dan Retnadi 2006).
Salah satu LKM yang memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah
permodalan UMKM ialah BPR (Bank Perkreditan Rakyat). Hal ini dapat
diketahui berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia (2013). Jumlah
BPR meskipun dari tahun 2007 sampai 2012 mengalami penurunan, akan tetapi
jumlah kantor (unit), jumlah penyaluran kredit, dan jumlah Dana Pihak Ketiga
(DPK) mengalami peningkatan (Tabel 3).

3

Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Pertumbuahan
rata-rata

Tabel 3 Perkembangan BPR tahun 2007-2012
Perkembangan BPR
Jumlah
Jumlah
Jumlah penyaluran
Jumlah DPK
BPR
kantor
kredit
(milyar rupiah)
(unit)
(unit)
(milyar rupiah)
1 817
3 250
20 540
18 719
1 772
3 367
25 472
21 339
1 733
3 644
28 001
25 552
1 706
3 910
33 844
31 312
1 669
4 172
41 100
38 209
1 653
4 425
49 818
44 870
-1.87%

6.38%

19.49%

19.15%

Sumber: Bank Indonesia (2013), diolah

Terlepas dari potensi BPR dalam memberikan bantuan modal untuk
UMKM, BPR tidak terhindarkan dari adanya asymmetric information yang
menyebabkan setidaknya empat masalah di pasar kedit, yaitu adverse selection,
moral hazard, kurangnya jaminan, dan ketidakmampuan dalam pelaksanaan atau
penggunaan pinjaman (Holmstrom 1979).
Permasalahan moral hazard pada kredit perbankan diproyeksikan dengan
Non Performing Loan (NPL). Pada tahun 2007 sampai 2008 NPL BPR
mengalami peningkatan, dan kembali menurunan hingga tahun 2012 (Tabel 4).
Tabel 4 Non Performing Loan (NPL) pada BPR 2007-2012
Non Performing Loan (NPL)
Tahun
Nominal (milyar rupiah)
Persentase (%)
2007
1.639
7.98
2008
2.516
9.88
2009
1.932
6.90
2010
2.070
6.12
2011
2.146
5.22
2012
2.369
4.75
Pertumbuhan rata-rata
10.30
-8.27
Sumber: Bank Indonesia (2013), diolah

Peraturan Bank Indonesia nomor 6/9/PBI/2004 tentang tindak lanjut
pengawasan dan penetapan status bank memutuskan bahwa bank yang dinilai
memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya
ialah bank yang memiliki NPL lebih dari 5% (Bank Indonesia 2013). Oleh karena
itu, nilai NPL BPR yang berada pada posisi tidak aman sejak tahun 2007 sampai
2011 dan pada tahun 2012 masih berada pada kisaran 5%, dapat mengancam
keberlangsungan BPR tersebut terutama dari segi finansial.

4
Perumusan Masalah
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai usaha yang paling
memungkinkan dilakukan oleh masyarakat, merupakan usaha yang bisa
membantu membangun perekonomian. Sektor ini merupakan penggerak
perekonomian Indonesia, dengan jumlah unit yang meningkat dengan pesat tiap
tahunnya, yaitu dari 50 juta unit usaha pada tahun 2007 menjadi 55 juta unit pada
tahun 2011 (Bank Indonesia 2013).
Permasalahan utama yang dihadapi UMKM ialah permodalan, sehingga
diperlukan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang lebih fleksibel sehingga dapat
menyesuikan dengan keadaan UMKM. Salah satu LKM yang memberikan kredit
untuk UMKM adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bertugas untuk menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan
atau bentuk lainnya, serta memberikan kredit, menyediakan pembinaan dan
penempatan dana berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Dengan jumlah bank sebanyak 1 653 unit pada tahun 2012, dan total
kredit yang disalurkan sejumlah 49.82 milyar, maka BPR sangat berpotensi untuk
membantu UMKM dalam mengatasi permasalahan permodalan (Bank Indonesia
2013).
Bantuan kredit BPR kepada UMKM secara keseluruhan tidak terlepas dari
perilaku moral hazard dari pelaku UMKM. Perilaku tersebut akan berakibat pada
meningkatnya kredit bermasalah yang dapat memengaruhi kinerja dan
keberlanjutan finansial BPR. Hal ini disebabkan adanya asymmetric information
antara pemasok dana (pihak bank) dan pemakai dana (UMKM) (Herdinata dalam
Yuniarti 2011).
Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang memengaruhi perilaku
moral hazard UMKM pada kredit berkelompok telah dilakukan oleh Anggraeni
(2011). Oleh karena itu, perlu dikaji faktor-faktor yang memengaruhi perilaku
moral hazard pada kredit individu.
Maka permasalahan yang dapat dikaji berdasarkan kondisi tersebut di atas
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana akses UMKM terhadap layanan keuangan (tabungan dan
pinjaman) pada lembaga keuangan?
2. Bagaimana dampak pemberian kredit dari BPR terhadap perkembangan
UMKM?
3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pelaku UMKM dalam melakukan
perilaku moral hazard?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis akses UMKM terhadap layanan keuangan (tabungan dan
pinjaman) pada lembaga keuangan.
2. Menganalisis dampak pemberian kredit dari BPR terhadap perkembangan
UMKM.

5
3.

Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pelaku UMKM dalam
melakukan moral hazard.
Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah akses UMKM terhadap lembaga
keuangan, dampak kredit BPR terhadap perkembangan UMKM dilihat dari sudut
pelaku usaha di daerah tersebut, serta perilaku moral hazard pelaku UMKM.
Penelitian dilakukan kepada UMKM yang telah menjadi nasabah BPR dengan
kategori lancar, dan kategori tidak lancar.

TINJAUAN PUSTAKA
UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah)
Pengertian UMKM menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2008 tentang UMKM:
1. Usaha mikro adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih maksimal 50 juta
rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha). Memiliki hasil
penjualan tahunan sampai dengan 300 juta rupiah.
2. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih 50 juta rupiah
sampai dengan 500 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha). Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta rupiah sampai
dengan 2.5 milyar rupiah.
3. Usaha Menengah adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari 500
juta rupiah sampai dengan 10 milyar rupiah (tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha). Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 2.5
milyar rupiah sampai dengan 10 milyar rupiah.
Kredit
Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang
merupakan perubahan dari Undang-Undang No. 7 tahun 1992 menjelaskan bahwa,
kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan
(truth atau faith). Oleh karena itu dasar dari kredit ialah kepercayaan. Seseorang
atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima
kredit (debitur) di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang
telah dijanjikan (Suyatno, et al 2007).
Unsur yang terdapat dalam kredit menurut Suyatno, et al. (2007) adalah:
1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikan baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-banar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

6
2.

Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontrapretasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.
3. Degree of risk, yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat
dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi
dengan kontrapretasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama
kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena selalu terdapat
unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang dapat
menyebabkan timbulnya unsur risiko. Unsur tersebut yang menjadi penyebab
timbul jaminan dalam pemberian kredit.
4. Prestasi, atau objek tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat
bentuk barang dan jasa, namun karena kehidupan sekarang ini didasarkan
kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang
sering terjadi dalam praktek perkreditan.
Suyatno, et al. (2007) menyatakan jenis kredit dilihat dari sudut
tujuannya, yaitu terdiri dari:
1. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk
memperlancar proses konsumsi.
2. Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk
memperlancar proses produksi.
3. Kredit perdagangan, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk
membeli barang untuk dijual kembali.

BPR (Bank Perkreditan Rakyat)
Landasan Hukum BPR adalah Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.10 tahun 1998.
Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa BPR adalah Bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha
kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat berupa
Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah, atau Koperasi.
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan BPR ialah sebagai berikut:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada Bank lain.
Kegiatan usaha yang tidak dapat dilakukan oleh BPR ialah sebagai
berikut:
1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta
asing (dengan izin Bank Indonesia).
3. Melakukan penyertaan modal.
4. Melakukan usaha perasuransian.
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada
poin sebelumnya.

7
Landasan Teori
The Triangle of Microfinance
Zeller dan Meyer (2002) mengemukakan bahwa layanan keuangan seperti
pinjaman dan tabungan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga, tingkat
konsumsi, dan investasi dengan 3 cara, yaitu pertumbuhan produksi yang dapat
meningkatkan pendapatan, kepemilikan aset dengan risiko yang lebih efektif
(hewan, tanah, bahan, dan lain sebagainya), dan memperlancar pola konsumsi.
Perbedaan tingkat kemiskinan berhubungan dengan perbedaan pola
permintaan, perbedaan pengambilan risiko, perbedaan persepsi mengenai suatu
risiko, dan perbedaan akses kepada lembaga keuangan. Masyarakat yang lebih
berpendidikan, memiliki keterampilan teknis, dan memiliki akses ke pasar,
merupakan masyarakat yang memiliki kapasitas dan permintaan untuk pinjaman
lebih tinggi daripada masyarakat yang lain.
Kinerja lembaga keuangan mikro dapat dilihat dari 3 aspek,yaitu Outreach
(keterjangkauannya terhadap masyarakat miskin), financial sustainibillity
(kesinambungan keuangan dalam jangka panjang), dan Impact (dampak yang
dapat dilihat dari kualitas hidup nasabah) yang kemudian disebut dengan the
triangle of microfinance.
Macroeconomic and sectoral policy
framework and socioeconomic environment

Impact

Institutional
innovations

Financial
Sustainability

Outreach
To The Poor

Sumber: Zeller dan Meyer, 2002

Gambar 1 The triangle of microfinance

Asymmetric Information
Miskhin (2008) menyatakan bahwa asymmetric information adalah situasi
yang muncul ketika satu pihak tidak memiliki pengetahuan tentang pihak lain

8
yang terlibat dalam transaksi, sehingga tidak memungkinan untuk membuat
keputusan yang akurat ketika malakukan transaksi. Keberadaan asymmetric
information menyebabkan permasalahan adverse selection dan moral hazard.
Adverse selection adalah masalah informasi asimetris yang terjadi sebelum
transaksi. Masalah ini dapat meningkatkan peluang pemberi pinjaman
memberikan kredit kepada nasabah yang memiliki potensi buruk dan tidak
memberikan pinjaman kepada nasabah yang berpotensi baik.
Moral hazard merupakan permasalahan yang muncul setelah transaksi
terjadi. Nasabah kredit melakukan aktivitas yang tidak diinginkan atau keluar dari
tujuan awal pemberian kredit, sehingga peluang untuk mengembalikan pinjaman
menjadi kecil.
Asymmetric Information di Pasar Kredit
Agung, et al. (2001) mengemukakan bahwa, berdasarkan pendekatan newKeynesian, pada dasarnya pasar keuangan seperti pasar kredit, sering kali tidak
berfungsi secara sempurna (imperfect market), terutama dengan adanya
asymmetric information antar para pelaku pasar. Kondisi asymmetric information
ini mendorong pihak yang mempunyai informasi yang lebih memiliki insentif
untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan pihak lain. Adanya asymmetric
information dapat menyebabkan tindakan moral hazard yaitu kredit yang
dipinjam digunakan untuk tujuan lain diluar kesepakatan.
Selain persoalan moral hazard, asymmetric information antar para pelaku di
pasar kredit juga dapat menimbulkan persoalan adverse selection, yaitu turunnya
kualitas rata-rata debitur yang mengajukan aplikasi kredit, khususnya ketika suku
bunga kredit tinggi. Logikanya adalah pada saat bunga pinjaman meningkat,
hanya debitur yang kualitasnya rendah (yaitu debitur yang risikonya tinggi) yang
bersedia membayar bunga tinggi, sedangkan debitur yang kualitasnya tinggi (yaitu
debitur dengan risiko rendah) enggan untuk mengajukan kredit. Dengan demikian,
secara rata-rata kualitas debitur menjadi turun.
Biaya dana (bunga kredit)
S

r+p
r
D
F

L’

L*

Jumlah kredit

Sumber: Agung, et al. (2001)

Gambar 2 Pasar kredit dalam kondisi asymmetric information

9
Akibat adanya asymmetric information di pasar perbankan ialah tingkat
penawaran kredit perbankan lebih kecil dari yang seharusnya (Gambar 2). Pada
pasar kredit yang sempurna, debitur dapat memeroleh modal pada tingkat suku
bunga riil r, sehingga kurva penawaran merupakan garis horizontal r. Pada kondisi
ini, keseimbangan kredit berada pada perpotongan antara kurva permintaan dan
penawaran dana, yaitu L*.
Dalam kondisi pasar keuangan yang tidak sempurna, kurva penawaran
tidak lagi mendatar. Sampai pada tingkat tertentu dimana kebutuhan modal dapat
dipenuhi dari modal sendiri sebesar F, kurva S mendatar, tetapi ketika kebutuhan
modal sudah melebihi modal sendiri, kurva S menjadi miring ke kanan (upward
sloping). Ini menggambarkan bahwa semakin besar modal eksternal yang
diperlukan, semakin besar peluang terjadi moral hazard sehingga premi (p) yang
dikenakan semakin besar. Dalam kondisi tersebut, keseimbangan modal menjadi
L’ yang lebih rendah dari kondisi pasar yang sempurna, L* (Gambar 2).
Penelitian Terdahulu
Marcellina dan Setiawan (2012) melakukan penelitian mengenai dampak
kredit mikro terhadap perkembangan usaha mikro di Kota Semarang (Studi kasus:
Nasabah Koperasi Engkas Mulia). Penelitian dilakukan menggunakan metode uji
pangkat tanda Wilcoxon menggunakan data primer dari 70 responden. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan modal usaha dapat
meningkatkan jumlah tenaga kerja, omset, dan keuntungan.
Puspitasari (2012) melakukan penelitian mengenai dampak pembiayaan
mikro syariah terhadap perkembangan keuntungan UMKM di Kabupaten Bogor.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode OLS (Ordinary Least
Square). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembiayaan mikro syariah BMT
berdampak positif terhadap keuntungan UMKM, dan faktor lain yang
memengaruhi keuntungan usaha UMKM adalah lama pendidikan, dummy usaha
dagang, lama usaha, total tenaga kerja, dan total aset.
Anggraeni dan Huda (2010) menganalisis dampak pemberian kredit
berbasis masjid, program CSR terhadap peningkatan pendapatan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.
Penelitian ini menggunakan metode regresi linier sederhana atau OLS. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penyaluran kredit meningkat dengan rata-rata
pertumbuhan 41.7%. Kredit berdampak positif terhadap pendapatan UMKM, dan
faktor lain yang memengaruhi perkembangan UMKM tersebut ialah usia, nilai
aset, dan dummy kredit.
Anggraeni (2011) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor penyebab
moral hazard pada Program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan)
wilayah utara Kabupaten Cianjur. Metode yang digunakan pada penelitian ini
ialah metode analisis deskriptif dan analisis regresi logistik. Data yang digunakan
ialah data sekunder dan primer yang didapatkan berdasarkan hasil wawancara dan
kuisioner kepada 90 responden di 9 Gapoktan. Hasil analisis probit yang
menentukan moral hazard yaitu pekerjaan utama sebagai petani dapat
meningkatkan peluang terjadi moral hazard, adanya tanggung jawab dari ketua

10
kelompok untuk anggota, saling mengunjungi antar anggota, dan kesamaan atau
homogenitas usaha yang dimiliki dapat mengurangi peluang terjadi moral hazard.
Kurnia (2007) menganalisis pengaruh social capital terhadap tingkat
pengembalian pinjaman di KBMT Wihdatul Ummah Bogor. Penelitian dilakukan
menggunakan data sekunder sebagai data penunjang dan data primer yang
didapatkan berdasarkan hasil wawancara kepada 70 responden. Metode analisis
yang digunakan adalah metode analisis regresi binary dengan model probit. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa indikator social capital yang berpengaruh
signifikan positif terhadap repayment rate adalah hubungan antar anggota, jarak
antar rumah anggota, kepercayaan, status keanggotaan, dan jumlah pertemuan.
Indikator social capital yang berpengaruh signifikan negatif ialah jarak antara
rumah nasabah dengan KBMT Wihdatul Ummah. Sedangkan indikator diluar
social capital yang berpengaruh signifikan secara positif terhadap repaymnent
rate adalah capital dan character.
Bhinadi (2010) menganalisis probabilitas kredit bermasalah pada Bank
Perkreditan Rakyat XYZ. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah
regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa probabilitas kredit
bermasalah di BPR XYZ dipengaruhi oleh bunga kredit prediksi, rasio agunan dan
kredit, tingkat risiko jenis jaminan, dan tingkat risiko kelompok pelanggan.
Kerangka Pikir
UMKM
UMKM

Penyedia
Penyedia Lapangan
Lapangan Kerja
Kerja

Potensi
Potensi UMKM
UMKM

Kontribusi
Kontribusi terhadap
terhadap PDB
PDB

Permasalahan
Permasalahan
Permodalan
Permodalan UMKM
UMKM

BPR
BPR

Dampak
Dampak

Keterjangkauan
Keterjangkauan

Moral
Moral Hazard
Hazard

Omset
Omset

Rekomendasi
Rekomendasi

Keterangan:

Keberlanjutan
Keberlanjutan

ruang lingkup penelitian

Gambar 3 Kerangka pikir

11
Penelitian ini berangkat dari kontribusi besar yang diberikan UMKM
terhadap perekonomian khususnya di Indonesia. Terlepas dari kontribusi tersebut,
terdapat permasalahan klasik yang dialami UMKM, yaitu adanya kesulitan modal
untuk pengembangan usaha, dan sulitnya mendapat kredit dari bank formal karena
UMKM dianggap sebagai feasible business but not bankable. LKM menawarkan
sebuah solusi dalam mengatasi permasalahan UMKM tersebut, yaitu memberikan
kredit yang ketentuannya menyesuaikan dengan keadaan UMKM. Salah satu
LKM yang memberikan kredit untuk UMKM ialah BPR. Terlepas dari potensi
BPR untuk mengatasi permasalahan UMKM dalam hal permodalan, BPR
menghadapi permasalahan moral hazard dari UMKM itu sendiri.
Zeller dan Meyer (2002) menyatakan bahwa, kinerja LKM dapat dilihat
dari tiga aspek, yaitu: keterjangkauan, keberlanjutan finansial, dan dampak LKM
itu sendiri. Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah dampak dari
pemberian kredit LKM terhadap UMKM dengan menggunakan indikator omset.
Selain daripada itu, perlu adanya penelitian mengenai keberlanjutan LKM itu
sendiri, sehingga perilaku moral hazard termasuk dalam ruang lingkup penelitian .

METODE
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner terhadap
pelaku UMKM yang mendapatkan kredit dari BPR XYZ. Data sekunder diperoleh
dari Kementrian Negara Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, BPR XYZ, dan
literatur-literatur lainnya yaitu buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di BPR XYZ. Pemilihan BPR tersebut dilakukan
secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan banyaknya jumlah nasabah, dan
BPR telah memberikan kredit kepada pelaku UMKM sejak tahun 1997. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2013.
Metode Pemilihan Sampel
Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling (sengaja), yaitu prosedur memilih sampel berdasarkan pertimbangan
karakteristik yang cocok berkaitan dengan contoh yang diperlukan untuk
menjawab tujuan penelitian. Pertimbangan dalam pengambilan sampel yaitu
berdasarkan sektor usaha (dagang, industri pengolahan, dan jasa), serta kategori
dalam pembayaran cicilan (lancar dan tidak lancar). Sampel yang diambil dalam
penelitian ini sebanyak 45 responden, terdiri dari 30 responden merupakan
nasabah BPR dengan kategori lancar (perdagang, industri pengolahan, dan jasa),
dan responden dengan kategori tidak lancar sebanyak 15 responden.

12
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Moteode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
analisis deskriptif dan analisis kuantitatif menggunakan model OLS (Ordinary
Least Square) serta regresi logistik menggunakan model logit. Pengolahan data
dilakukan menggunakan Software Microsoft Excel 2007, E-views 6 dan SPSS16.
Metode Analisis Deskriptif
Metode analisis deskriptif adalah metode statistik yang menjelaskan
pengumpulan dan penyajian data sehingga dapat lebih mudah dipahami. Metode
ini berhubungan dengan hal yang menguraikan atau memberikan keterangan
mengenai suatu data (Hasan 2008). Metode analisis deskriptif dilakukan dalam
penelitian ini untuk menganalisis akses UMKM terhadap layanan keuangan
(tabungan dan pinjaman) dari lembaga keuangan. Hasil analisis ini disajikan
dalam bentuk tabel yang merupakan hasil pengolahan data menggunakan
Microsoft Excel 2007.
Metode Ordinary Least Square (OLS)
Metode OLS adalah metode regresi yang menggambarkan hubungan
antara peubah bebas dan peubah tak bebas, peubah bebas disebut juga sebagai
peubah penjelas atau penyebab, dan peubah tak bebas disebut dengan peubah
respon atau akibat. Dampak pemberian kredit mikro terhadap perkembangan
usaha dengan indikator omset dianalisis menggunakan software E-Views 6 dengan
metode Ordinary Least Square (OLS) sebagai berikut:
Ln Y = β0 + β1LnX1 + β2LnX2 + β3Ln X3 + β4LnX4 + β5LnX5 + β6D1 + β7D2
+ β8LnX6 + β9LnX7 + β10LnX8 + ui
Keterangan:
Y
= Perkembangan omset usaha responden (rupiah)
X1
= Umur (tahun)
X2
= Lama pendidikan (tahun)
X3
= Jumlah pinjaman (rupiah)
X4
= Perubahan keuntungan (rupiah)
X5
= Lama usaha (tahun)
D1
= Dummy Jenis Usaha 1; (1 = perdagangan, dan 0 = lainnya)
D2
= Dummy Jenis Usaha 2; (1= industri pengolahan, dan 0 = lainnya)
X6
= Tenaga kerja (orang)
X7
= Total aset (rupiah)
X8
= Jumlah anggota keluarga (orang)
Metode Regresi Logistik
Faktor-faktor yang memengaruhi probabilitas pelaku UMKM untuk
melakukan moral hazard dianalisis dengan software SPSS16 menggunakan model
logit. Output dari model ini akan menghasilkan odds ratio yaitu peluang

13
terjadinya pilihan satu terhadap peluang terjadinya pilihan lainnya. Juanda (2009)
menyatakan bahwa model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik
kumulatif yang dispesifikasikan sebagai berikut:
Pi = F(Zi) = F(α + βXi) =
Persamaan odds ratio sebagai berikut:
�� =

1
1+

e− α+βiXi

Pi
1 − Pi

Keterangan:
Pi
= Peluang pelaku UMKM untuk melakukan perilaku moral hazard
P1 = Pelaku UMKM melakukan perilaku moral hazard
P0 = Pelaku UMKM tidak melakukan perilaku moral hazard
α
= Intersep
βi
= Parameter peubah Xi
ez
= Odds ratio
X1
= Umur (tahun)
D1
= Dummy jenis kelamin; (1 = laki-laki dan 0 = perempuan)
X2
= Lama pendidikan (tahun)
X3
= Jumlah anggota keluarga (orang)
X4
= Pendapatan usaha (juta rupiah)
D2
= Dummy pinjaman formal 2; (1 = mempunyai pinjaman bank, dan
0 = lainnya)
D3
= Dummy pinjaman informal 2; (1 = mempunyai pinjaman ke lembaga
keuangan informal, dan 0 = lainnya)
X5
= Jumlah pinjaman (juta rupiah)
X6
= Frekuensi pinjaman (kali)
X7
= Jumlah tabungan (juta rupiah)
X8
= Jarak (KM)

GAMBARAN UMUM
BPR XYZ merupakan Bank Perkreditan Rakyat yang mulai beroperasi
pada tanggal 1 Februari 2011 berdasarkan Surat Keputusan Bank Indonesia
Nomor 13/2/KEP.DpG/2011 tanggal 7 Januari 2011. Berdirinya BPR XYZ
berawal dari adanya BKPD (Bank Karya Produksi Desa) dan Bank Pasar yang
telah beroperasi sejak tahun 1997.
Potensi yang dimiliki oleh BPR XYZ dapat dilihat dari data Bank
Indonesia (2013) periode Maret 2011-2013. Jumlah DPK (Dana Pihak Ketiga)
dan jumlah penyaluran kredit BPR XYZ terus meningkat dari tahun ke tahun
(Tabel 5). Tingkat bunga tabungan di BPR XYZ yaitu sebesar 3% per tahun,
sedangkan tingat bunga kredit yaitu sebesar 24% per tahun untuk cicilan tetap,
dan 36% per tahun untuk cicilan menurun. Nilai NPL BPR XYZ pada tahun 2011

14
tergolong tinggi, yaitu 13.98%, sedangkan BI menetapkan bahwa batas aman NPL
ialah 5%.
Tabel 5 Jumlah DPK dan kredit BPR XYZ tahun 2011-2013
Tahun
DPK
Kredit
(milyar)
(milyar)
2011
69.62
71.65
2012
77.64
82.89
2013
90.42
102.97
Pertumbuhan rata-rata
14%
19.95%
Sumber: Bank Indonesia (2013)

Produk dan layanan yang ditawarkan oleh BPR XYZ yaitu tabungan,
deposito, kredit, payment point (TELKOM, PLN, leasing, dan pulsa), dan
pengiriman uang melalui Western Union. Produk kredit yang ditawarkan oleh
BPR XYZ ialah kredit umum (modal kerja atau UMKM), Kredit Galunggung
Prima untuk nasabah pilihan yang memiliki credit history yang baik, kredit
program, kredit perofesi, dan kredit karyawan BPR.
Prosedur dan persyaratan pengajuan kredit dari BPR tergolong mudah bagi
UMKM, berdasarkan penelitian di lapangan, lama pencairan hanya membutuhkan
waktu rata-rata 7 hari, dan 2 kali datang ke BPR yaitu untuk mengisi formulir
pengajuan kredit dan mengumpulkan persyaratan, serta melakukan pencairan dana.
Sebelum melakukan pencairan dana, pihak BPR melakukan survei kepada pelaku
UMKM untuk mengetahui kebenaran kegiatan usaha yang dilakukan dan
kepemilikan aset yang dijadikan agunan.
Kebijakan mengatasi permasalahan moral hazard di BPR XYZ yaitu terdiri
dari 4 tahap. Pertama, Rescheduling (penjadwalan kembali sebagian atau seluruh
kewajiban debitur). Kedua, Reconditioning (perubahan sebagian atau seluruh
syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran,
jangka waktu dan atau persyaratan lainnya). Ketiga, Restructuring (perubahan
komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit). Keempat, eksekusi
barang jaminan (penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka
pelunasan utang). Eksekusi barang jaminan sulit di BPR XYZ sulit dilakukan,
kerena biaya pengambilan jaminan lebih besar daripada nilai jaminan itu sendiri,
sehingga tindakan yang dilakukan BPR ialah terus melakukan penagihan selama
nasabah terebut masih bisa mengusahakan untuk melakukan cicilan, akan tetapi
untuk nasabah yang sudah tidak dapat ditagih lagi, dilakukan pemutihan atau
penghapusan dari daftar nasabah di BPR XYZ.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Karakteristik responden dianalisis berdasarkan usia, lama pendidikan dan
jumlah anggota keluarga, serta karakteristik usaha responden yaitu berdasarkan

15
indikator lama usaha (Tabel 6). Statistik deskriptif bertujuan untuk mengetahui
karakteristik data berdasarkan ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran (variasi)
data. Variasi data atau keragaman menggambarkan penyebaran data dari nilai
rata-ratanya dengan menggunakan ukuran standar deviasi.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa usia responden dengan
kategori lancar rata-rata lebih kecil daripada rata-rata usia responden tidak lancar.
Rata-rata usia responden lancar yaitu 40 tahun, dengan standar deviasi sebesar
7.98 atau dibulatkan menjadi 8 tahun. Nilai standar deviasi tersebut menunjukkan
bahwa usia responden sangat bervariasi atau beragam dan nilainya tersebar dari
rata-rata usia 40 tahun dengan simpangan diantara 32 tahun hingga 48 tahun.
Tingkat usia responden lancar paling banyak berada pada interval 30-39 tahun
yaitu sebanyak 13 orang atau sebesar 43.3%.
Rata-rata lama pendidikan responden lancar yaitu 9 tahun atau setingkat
dengan lulusan SMP dengan lama pendidikan tertinggi responden yaitu 12 tahun
atau setara dengan tingkat pendidikan lulusan SMA dan lama pendidikan terendah
yaitu 6 tahun atau setara dengan pendidikan lulusan SD. Lama pendidikan
responden lancar paling banyak berada pada interval 10 sampai 12 tahun yang
setara dengan lulusan SMP yaitu sebanyak 13 orang atau sebesar 43.3%.
Tabel 6 Statistik deskriptif karakteristik responden
Mean
Nilai
Nilai
Variabel
(rata-rata)
minimum maksimum
Responden lancar
Usia (tahun)
40.17
26.00
59.00
Lama pendidikan (tahun)
9.37
6.00
12.00
Anggota keluarga (orang)
3.77
2.00
6.00
Lama usaha (tahun)
11.50
1.00
25.00
Responden tidak lancar
Usia (tahun)
46.27
25.00
67.00
Lama pendidikan (tahun)
8.40
2.00
16.00
Anggota keluarga (orang)
3.93
2.00
6.00
Lama usaha (tahun)
15.53
3.00
40.00

Standar
deviasi
7.96
2.55
1.01
7.04
11.20
3.70
1.03
12.07

Lama pendidikan responden tidak lancar rata-rata 8 tahun, atau setara
kelas 2 SMA. Lama pendidikan terendah yaitu 2 tahun atau setara dengan kelas 2
SD, dan tertinggi yaitu 16 tahun atau setara dengan lulusan S1. Lama pendidikan
responden tidak lancar paling banyak berada pada interval 0 sampai 6 tahun yang
setara dengan lulusan SD yaitu sebanyak 8 orang atau sebesar 53.3%.
Jumlah anggota responden lancar dan tidak lancar memiliki nilai rata-rata
yang sama yaitu sebanyak 4 orang, dengan standar deviasi 1. Hal tersebut
menunjukkan bahwa jumlah anggota responden tidak terlalu bervariasi, dan
mendekati nilai rata-rata. Jumlah anggota keluarga terbanyak responden lancar
yaitu 6 orang, dan paling sedikit sebanyak 2 orang, sedangkan responden tidak
lancar yang memiliki jumlah anggota keluarga yaitu 5 orang, dan paling sedikit 2
orang.
Lama usaha merupakan karakteristik usaha yang dianalisis menggunakan
analisis deskriptif ini. Lama usaha responden lancar rata-rata 11 tahun dengan
standar deviasi 7 tahun. Usaha paling lama dijalankan responden lancar ialah 25

16
tahun, dan paling singkat yaitu 1 tahun. Sedangkan responden tidak lancar
memiliki nilai rata-rata lama usaha yaitu 16 tahun, dengan standar deviasi 12
tahun. Usaha paling lama dijalankan responden tidak lancar ialah 40 tahun, dan
paling singkat yaitu 3 tahun.

Karakteristik Usaha Responden
Lama Usaha Responden
Lama usaha responden lancar dan tidak lancar disajikan pada tabel 7.
Karakteristik usaha ini dikelompakan ke dalam 3 interval, yaitu kurang dari 10
tahun, antara 10 tahun sampai 20 tahun, dan lebih dari 20 tahun. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lama usaha responden lancar 43.3% berada pada interval
kurang dari 10 tahun, dan sebesar 40% berada pada interval 10 tahun sampai 20
tahun.
Pada responden tidak lancar, lama usaha responden terbanyak berada pada
interval kurang dari 10 tahun, yaitu sebesar 46.67%, sedangkan untuk interval
antara 10 tahun sampai 20 tahun dan lebih dari 20 tahun memiliki nilai presentasi
yang sama yaitu 26.67%.

Lama usaha
(tahun)
< 10
10-20
> 20

Tabel 7 Lama usaha UMKM responden
Responden lancar
Responden tidak lancar
Frekuensi Persentase (%)
Frekuensi
Persentase (%)
13
43.33
7
46.67
12
40.00
4
26.67
5
16.67
4
26.67

Lama usaha responden yang sebagian besar berada di interval kurang dari
10 tahun ini menunjukkan bahwa pelaku usaha mengalami kesulitan untuk
memperoleh akses pinjaman pada lembaga keuangan formal, terutama di tahuntahun awal berdirinya usaha.
Modal Awal Usaha
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar modal awal responden lancar
dan tidak lancar paling banyak berada di bawah 5 juta rupiah, yaitu, untuk
responden lancar 43.33% berada dalam interval 1 juta sampai 5 juta, dan 33.33%
berada dalam interval kurang dari 1 juta. Sedangkan untuk responden tidak lancar
46.67% berada dalam interval 1 juta sampai 5 juta, dan 40% berada pada interval
di bawah 1 juta rupiah (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya
UMKM tidak membutuhkan modal yang sangat besar untuk menjalankan
usahanya, akan tetapi kesulitan akses terhadap lembaga keuangan formal
menyebabkan keterbatasan UMKM dalam memenuhi kebutuhan modal, sehingga
dengan adanya BPR XYZ, UMKM dapat memenuhi kebutuhan modal untuk
menjalankan usahanya.

17
Tabel 8 Modal awal UMKM responden
Responden lancar
Responden tidak lancar
Besar Modal Awal
Persentase
Persentase
(Rp)
Frekuensi
Frekuensi
(%)
(%)
> 1 000 000
10
33.33
6
40.00
1 000 000 – 5 000 000
13
43.33
7
46.67
> 5 000 000
7
23.33
2
13.33

Penguasaan Aset Responden
Penguasaan aset responden dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu aset lahan
dan aset non lahan. Aset lahan meliputi rumah, tanah, sawah, kolam, dan kandang.
Sedangkan aset non lahan meliputi kendaraan dan ternak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penguasaan aset responden lancar dan tidak lancar sebagian
besar dalam bentuk aset lahan, yaitu responden lancar sebesar 79.98%, responden
tidak lancar sebesar 82.90%, dan sisanya dalam bentuk aset non lahan (Tabel 9).
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar aset yang dimiliki merupakan
aset yang bersifat non-liquid, sehingga lebih sulit untuk dicairkan menjadi modal
usaha.

Aset
Aset lahan
Rumah
Tanah
Sawah
Kolam
Kandang
Total rata-rata aset
lahan
Aset non lahan
Kendaraan
Ternak
Total rata-rata aset
non lahan
Total aset

Tabel 9 Penguasaan aset responden
Responden lancar
Responden tidak lancar
Nilai rata-rata Presentase Nilai rata-rata Presentase
(juta rupiah)
(%)
(juta rupiah)
(%)
106.47
122.82
63.19
15.15
5.25

27.22
31.40
16.15
3.87
1.34

63.00
83.86
153.36
28.00
1.50

15.84
21.09
38.56
7.04
0.38

312.88

79.98

329.72

82.90

53.53
24.79

13.68
6.34

63.48
4.51

15.96
1.13

78.32

20.02

68.00

17.10

7 585.65

100

397.72

100

18
Akses Rumah Tangga Responden pada Lembaga Keuangan
Akses Simpanan Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan
Akses rumah tangga responden pada lembaga keuangan terdiri dari akses
simpanan dan akses pinjaman. Akses simpanan responden tidak lancar pada bank
umum sebanyak 53.33% lebih besar daripada responden lancar yang memiliki
persentase akses simpanan terhadap bank umum sebesar 36.67%, akan tetapi
secara nominal, responden rata-rata lebih banyak melakukan simpanan di bank
umum dibandingkan BPR (Tabel 10).
Tabel 10 Akses simpanan UMKM pada lembaga keuangan
Responden lancar
Responden tidak lancar
Akses
Nilai rata-rata
Nilai rata-rata
simpanan
Partisipasi
Partisipasi
(rupiah)
(rupiah)
Formal
n=11
n=8
Bank umum 10 042 957
3 668 750
(36.67%)
(53.33%)
n=30
n=15
BPR
1 823 000
502 000
(100%)
(100%)
Semi formal
n=4
n=2
Koperasi
1 625 000
825 000
(13.33%)
(13.33%)
Tabel 10 menunjukkan bahwa persentase akses simpanan pada lembaga
keuangan tersimpan paling banyak pada BPR, yaitu sebesar 100%. Penelitian di
lapangan menunjukkan bahwa diwajibkan bagi nasabah BPR yang mendapatkan
kredit untuk memiliki simpanan sebesar 5% sampai 10% dari jumlah pinjaman,
hal ini dilakukan sebagai antisipasi apabila suatu saat nasabah mengalami gagal
bayar, maka BPR dapat melakukan pemotongan dari tabungan tersebut sesuai
kesepakatan yang telah dilakukan dengan nasabah.

Akses Pinjaman Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan
Akses pinjaman responden tidak lancar pada bank lebih tinggi
dibandingkan responden lancar. Nilai rata-rata pinjaman responden tidak lancar di
bank umum senilai 73.3%, sedangkan responden lancar sebesar 36.67%. Hal ini
menunjukkan bahwa akses responden tidak lancar terhadap bank umum lebih
besar (Tabel 11). Bank yang dituju oleh responden tidak lancar paling banyak
adalah BRI yaitu sebesar 45.5%. Kemudian posisi kedua yaitu BTPN sebesar
18.2%. Alasan dari responden memilih bank tersebut karena lokasi yang
terjangkau, dan mudah, serta fasilitas yang diberikan. Akses pinjaman rumah
tangga responden terhadap lembaga keuangan mayoritas terjadi pada lembaga
keuangan formal, terutama BPR de