Analisis komposisi jenis dan struktur tegakan di hutan bekas tebangan dan hutan primer di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah

(1)

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN

STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS

TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK

PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER

KALIMANTAN TENGAH

Oleh :

SUTJIE DWI UTAMI

E 14102057

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

RINGKASAN

Analisis Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan di Hutan Bekas Tebangan dan Hutan Primer di Areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah. Oleh Sutjie Dwi Utami (E 14102057). Pembimbing Ir. Ahmad Hadjib, MS.

Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) pada dasarnya merupakan penerapan prinsip keseimbangan antara fungsi ekonomi, fungsi ekologi dan fungsi sosial hutan, yang dicirikan dengan produksi hasil hutan yang berkesinambungan tanpa banyak menyebabkan penurunan nilai dan produktivitas serta pengaruh yang merugikan lingkungan fisik dan sosial. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari tersebut harus diawali dengan pembuatan perencanaan pengelolaan hutan yang baik dan benar dengan memperhatikan beberapa aspek. Untuk keperluan tersebut diperlukan dugaan terhadap hutan diwaktu yang akan datang yang memerlukan data dan informasi tentang perilaku tegakan hutan, karakteristik fisik hutan, struktur tegakan hutan, komposisi tegakan dan dinamikanya dari waktu ke waktu. Kondisi dan dinamika struktur tegakan pada hutan bekas tebangan sangat berbeda dengan kondisi dan dinamika struktur tegakan pada hutan primer. Atas dasar itulah, maka untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur tegakan pada areal bekas tebangan di PT.Sarmiento Parakantja Timber perlu dilakukan pengamatan terhadap tegakan tinggal pada areal bekas tebangan untuk jangka waktu tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur tegakan pada areal hutan bekas tebangan dan hutan primer sebagai pembandingnya dan mengetahui adanya perubahan struktur dan komposisi jenis pada masa kini dan masa yang akan datang.

Penelitian ini dilakukan di IUPHHK PT.Sarmiento Parakantja Timber,

Kalimantan Tengah pada areal bekas tebangan dan hutan primer. Waktu penelitian dilakukan dari bulan April sampai Mei 2006. Areal yang digunakan dalam penelitian adalah hutan primer dan hutan bekas tebangan di IUPHHK PT.Sarmiento Parakantja Timber. Sedangkan alat yang akan digunakan antara lain : kompas, peta kerja, hagameter (phiband), tali, parang, tally sheet dan alat tulis. Pengamatan dilakukan dengan perhitungan analisis vegetasi. Untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur tegakan pada hutan bekas tebangan pada RKL I


(3)

sampai dengan RKL VII dan hutan primer, dibuat petak-petak pengamatan dimana pada masing – masing hutan bekas tebangan setiap RKL dan hutan primer dibuat 2 petak pengamatan berbentuk bujur sangkar yang mempunyai ukuran 20 x 500 m.

Dari semua stadium pertumbuhan, baik di hutan primer maupun di hutan bekas tebangan di setiap RKL, jenis-jenis komersial lebih banyak ditemukan daripada jenis-jenis non komersial. Spesies yang mendominasi adalah famili Dipterocarpaceae. Berdasarkan kurva struktur tegakan hutan primer dan hutan bekas tebangan di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber secara umum berbentuk kurva J terbalik yang artinya semakin tinggi kelas diameter maka kerapatannya akan semakin rendah. Dampak dari kegiatan pembalakan pada hutan bekas tebangan akan mengakibatkan perubahan komposisi jenis dan penurunan jumlah pohon, sehingga jumlah jenis lebih sedikit dibandingkan pada hutan primer dan kurva J terbalik yang dibentuknya berada di bawah kurva J terbalik pada hutan primer. Berdasarkan hasil perhitungan data lapangan pada hutan bekas tebangan dari RKL 1 sampai dengan RKL 7 menunjukan bahwa komposisi jenis dan struktur tegakan dari proses suksesi sekunder tidak dapat mencapai keadaan yang sama seperti semula, tetapi dengan kondisi demikian setidak-tidaknya dapat dicapai tegakan hutan dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan. Kehadiran suatu jenis pohon pada hutan bekas tebangan ditentukan oleh besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan pembalakan yang menyebabkan perubahan komposisi jenis ditiap tingkat pertumbuhan dimana terdapat fenomena adanya jenis-jenis pohon yang mempunyai tingkat permudaan tetapi pada tingkat tiang dan pohon tidak terdapat lagi. Begitu juga sebaliknya, terdapat jenis-jenis pohon di lokasi penelitian yang tidak mempunyai tingkat permudaan sebelumnya.


(4)

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN

STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS

TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK

PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER

KALIMANTAN TENGAH

Oleh :

SUTJIE DWI UTAMI

E14102057

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Komposisi Jenis Dan Struktur Tegakan Di Hutan Bekas Tebangan Dan Hutan Primer Di Areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah

Nama Mahasiswa : Sutjie Dwi Utami

NRP : E14102057 Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Ir. Ahmad Hadjib, MS NIP. 130 516 500

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799


(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Analisis Komposisi Jenis Dan Struktur Tegakan Di Hutan Bekas Tebangan Dan Hutan Primer Di Areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah” dengan baik.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis sedikit banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Orang tua, Ayah (Tachyana) dan Ibu (Elly Purwati) serta adik dan kakakku yang telah memberi semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ir. Ahmad Hadjib, MS. selaku dosen pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama proses penyelesaian skripsi.

3. Dr. Ir. Bintang CH Simangunsong dan Dr. Ir. Mirza Dikari selaku dosen penguji atas nasehat dan waktunya.

4. Seluruh staf pegawai PT. SARPATIM dalam memberikan bantuan baik berupa data maupun bantuan di lapangan.

5. Teman satu bimbingan (Desi Anggraini) serta seluruh teman – teman MNH 39 yang telah membantu penulis baik secara moril maupun material. 6. Temanku Rika Andriani dan Aa (Wahyu Hidayat) atas bantuan yang telah

diberikan kepada penulis.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, tetapi besar harapan penulis, semoga dengan adanya skripsi ini dapat memberikan kontribusi dan membantu dalam rangka perbaikan kondisi hutan di masa yang akan datang dan sebagai acuan gambaran hutan masa kini.

Bogor, Januari 2007


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 September 1982 dari ayah Tachyana dan ibu Elly Purwati. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 6 Bogor dan pada tahun 2002 melanjutkan studi ke IPB melalui jalur SPMB. Penulis memilih Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Profesi Forest Management Study Club (FMSC) Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen dalam mata kuliah Ilmu Ukur Hutan (IUH).

Penulis pernah melaksanakan praktek pengenalan hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gunung Slamet serta praktek umum Pengelolaan Hutan bersama mahasiswa Universitas Gadjah Mada di Getas (KPH Ngawi) tahun 2005. Selanjutnya penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah selama dua bulan.

Sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana Kehutanan, penulis membuat skripsi yang berjudul “Analisis Komposisi Jenis Dan Struktur Tegakan Di Hutan Bekas Tebangan Dan Hutan Primer Di Areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah” di bawah bimbingan Ir. Ahmad Hadjib, MS.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Hutan Hujan Tropika ... 4

Konsepsi Struktur Tegakan ... 4

Konsepsi Komposisi Jenis ... 5

Model Pertumbuhan Hutan Alam ... 6

Tinjauan Permudaan dan Tegakan Hutan Alam ... 6

Sistem Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari Indonesia ... 7

Kondisi Hutan Alam Setelah Pemanenan ... 7

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Luas PT. SARPATIM ... 9

Tanah dan Geologi ... 10

Topografi ... 11

Iklim dan Curah Hujan ... 11

Keadaan Hutan ... 12

Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ... 14

METODOLOGI Lokasi dan Waktu ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Cara Penelitian ... 16

Pengelompokkan Data ... 17

Analisis Data ... 18

Penyusunan Model Struktur Tegakan ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Jenis ... 21

Kerapatan ... 24

Frekuensi ... 30

Dominansi Jenis ... 37

Indeks Dominansi Jenis (C) ... 44

Indeks Keragaman Jenis (H) ... 45

Indeks Kesamaan Komunitas (IS) ... 46


(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 55 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman Teks

1. Kondisi Penutupan Areal IUPHHK PT.SARPATIM ... 10

2. Luas Jenis Tanah Di Areal IUPHHK PT.SARPATIM ... 11

3. Distribusi Kelas Lereng Arteal IUPHHK PT.SARPATIM ... 11

4. Rencana dan realisasi produksi IUPHHK PT. SARPATIM ... 13

5. Jumlah Rumah Tangga Sektor Ekonomi Di Setiap Wilayah Kecamatan ... 14

6. Jumlah Rumah Tangga Menurut Sub Sektor Pertanian di Setiap Wilayah Kecamatan ... 14

7. Kepadatan Penduduk di SetiapAreal IUPHHK PT. SARPATIM .... 15

8. Jumlah Jenis Dalam Petak Coba Pada Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan di RKL I Sampai Dengan RKL VII ... 21

9. Beberapa Jenis Tumbuhan Yang Mempunyai Nilai Kerapatan Relatif yang Tinggi Pada Berbagai Tingkat Pertumbuhan Pada Hutan Primer ... 24

10.Beberapa Jenis Tumbuhan Yang Mempunyai Nilai Kerapatan Relatif yang Tinggi Pada Berbagai Tingkat Pertumbuhan Pada Hutan Bekas Tebangan ... 25

11.Sebaran Keberadaan Jenis – Jenis Dengan Nilai Frekuensi Relatif Yang Sering Ditemui Pada Petak Pengamatan Hutan Primer Menurut Tingkat Pertumbuhan ... 30

12.Sebaran Keberadaan Jenis – Jenis Dengan Nilai Frekuensi Relatif Yang Sering Ditemui Pada Petak Pengamatan Hutan Bekas Tebangan Menurut Tingkat Pertumbuhan ... 31

13.Beberapa Jenis Pohon Dengan Nilai INP Tinggi Pada Hutan Primer ... 38

14.Beberapa Jenis Pohon Dengan Nilai INP Tinggi Pada Hutan Bekas Tebangan di Setiap RKL ... 39

15.Indeks Dominansi (C) Pada Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan Pada RKL I Sampai RKL VII ... 45

16.Indeks Keragaman Jenis (H) Pada Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan ... 46

17.Nilai Indeks Kesamaan (IS) Pada Dua Kondisi Yang Dibandingkan ... 47

18.Persamaan Regresi Hubungan Antara Kelas Diameter (X) Dengan Jumlah Pohon per Hektar (Y) Pada Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan ... 49


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman Teks

1. Bagan Petak Penelitian ... 17

2. Struktur Tegakan Pada Hutan Primer ... 50

3. Struktur Tegakan Pada RKL I ... 50

4. Struktur Tegakan Pada RKL II ... 50

5. Struktur Tegakan Pada RKL III ... 51

6. Struktur Tegakan Pada RKL IV ... 51

7. Struktur Tegakan Pada RKL V ... 51

8. Struktur Tegakan Pada RKL VI ... 52

9. Struktur Tegakan Pada RKL VII ... 52

10. Struktur Tegakan Komersial Pada Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan ... 52

11. Struktur Tegakan Non Komersial Pada Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan ... 53


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman Teks

1. Tabel Semai Pada Hutan Bekas Tebangan dan Hutan Primer ... 60

2. Tabel Pancang Pada Hutan Bekas Tebangan dan Hutan Primer ... 63

3. Tabel Tiang Pada Hutan Bekas Tebangan dan Hutan Primer ... 67

4. Tabel Pohon Pada Hutan Bekas Tebangan dan Hutan Primer ... 74

5. Daftar Nama Jenis Pohon Di Petak Penelitian Areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timer Menurut Kelompok Jenis ... 84

6. Daftar Foto Penelitian ... 86


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan sebuah ekosistem kompleks yang terdiri dari berbagai macam komponen yang saling berinteraksi satu sama lain serta mempunyai dimensi fungsi sangat luas, baik fungsi ekonomi, ekologi maupun fungsi sosial. Kompleksitas tersebut harus dipelajari secara menyeluruh dalam upaya menerapkan sistem pengelolaan dan pengusahaan hutan yang dapat menjamin kelestarian hutan. Sistem ini dapat diwujudkan melalui penerapan pengelolaan hutan berkelanjutan atau Sustainable Forest Management (SFM) dalam segala aspek pengelolaan dan pengusahaan hutan.

Hutan alam tak seumur khususnya di luar Jawa sampai saat ini dalam pengelolaan sumberdayanya dilakukan melalui pengusahaan hutan dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Sistem silvikultur TPTI adalah tindakan-tindakan yang dilakukan secara berencana terhadap tegakan tak seumur untuk memacu pertumbuhan tegakan sesuai dengan keadaan hutan sehingga terbentuk tegakan yang tertata optimal dan lestari.

Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) pada dasarnya merupakan penerapan prinsip keseimbangan antara fungsi ekonomi, fungsi ekologi dan fungsi sosial hutan, yang dicirikan dengan produksi hasil hutan yang berkesinambungan tanpa banyak menyebabkan penurunan nilai dan produktivitas serta pengaruh yang merugikan lingkungan fisik dan sosial. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari tersebut harus diawali dengan pembuatan perencanaan pengelolaan hutan yang baik dan benar dengan memperhatikan beberapa aspek. Untuk keperluan tersebut diperlukan dugaan terhadap hutan diwaktu yang akan datang yang memerlukan data dan informasi tentang perilaku tegakan hutan, karakteristik fisik hutan, struktur tegakan hutan, komposisi tegakan dan dinamikanya dari waktu ke waktu. Kondisi dan dinamika struktur tegakan pada hutan bekas tebangan sangat berbeda dengan kondisi dan dinamika struktur tegakan pada hutan primer.

Struktur tegakan dapat digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu struktur tegakan vertikal dan horizontal. Struktur tegakan vertikal merupakan sebaran jumlah pohon dalam berbagai lapisan tajuk, sedangkan yang dimaksud struktur tegakan horizontal yaitu sebaran jumlah pohon pada berbagai kelas diameter.


(14)

Dalam penelitian ini struktur tegakan yang digunakan adalah struktur tegakan horizontal, karena ukuran kenormalan hutan alam salah satunya dapat dilihat dari kondisi struktur tegakan horizontal yang merupakan sebaran dimensi tegakan (banyaknya pohon per satuan luas) pada berbagai ukuran diameter (kelas diameter) pohon.

Menurut Meyer et al (1961) tegakan normal dari hutan tak seumur mempunyai rasio yang konstan antara jumlah pohon dengan kelas diameter. Bentuk yang umum dari distribusi kelas diameter berbentuk kurva ”J terbalik” yang berarti bahwa jumlah pohon per satuan luas pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon berturut-turut semakin sedikit, sehingga permukaan yang ada mampu mendukung kekosongan dari stadium pertumbuhan di atasnya.

Kegiatan pembalakan akan mengakibatkan terbukanya tirai pelindung, perubahan komposisi jenis atau keanekaragaman hayati, munculnya gangguan terhadap tanah dan polusi air serta merusak regenerasi. Seiring dengan meningkatnya penggunaan alat berat untuk mengekstraksi kayu, dampak kegiatan pemanenan terhadap hutan tropis melahirkan metode pembalakan berdampak rendah untuk melindungi fungsi ekosistem hutan dan untuk mempertahankan keanekaragaman hayati pada berbagai wilayah terutama di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Atas dasar itulah, maka untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur tegakan pada areal bekas tebangan perlu dilakukan pengamatan terhadap tegakan tinggal bekas tebangan untuk jangka waktu tertentu.

Rumusan Masalah

Salah satu aspek yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam mengusahakan hutan pada siklus tebang berikutnya adalah struktur dan komposisi tegakan hutan yang akan membentuk kurva struktur hutan. Pengetahuan mengenai kurva struktur tegakan hutan pada hutan primer dan hutan bekas tebangan sangat diperlukan dalam rangka mendapatkan informasi yang dapat diandalkan untuk dapat memberikan gambaran tegakan hutan yang akan diusahakan guna penyusunan rencana pengelolaan hutan lebih lanjut, terutama dalam menentukan sistem dan tindakan silvikultur yang akan diterapkan.


(15)

Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan yang nyata pada perbandingan antara hutan primer dan hutan bekas tebangan , dan bervariasinya waktu yang diperlukan untuk kembali ke kondisi seperti semula karena kondisi struktur tegakan yang terbentuk setelah penebangan berbeda satu sama lain, serta tegakan hutan pada masing-masing areal memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga kemungkinan perlakuan-perlakuan terhadapnya jelas akan berbeda.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui komposisi jenis dan struktur tegakan pada areal hutan bekas tebangan dan hutan primer sebagai pembandingnya

b. Mengetahui adanya perubahan struktur dan komposisi jenis pada masa kini dan masa yang akan datang

Manfaat Penelitian

a. Dengan mengetahui komposisi jenis dan struktur tegakan maka dapat diketahui kondisi dan potensi hutan setelah penebangan dan kelangsungan tegakan selama rotasi tebang.

b. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan sistem dan tindakan silvikultur yang sesuai dengan kondisi yang ada.

Hipotesis Penelitian

Proses pemulihan dari kegiatan pemanenan tidak dapat mencapai keadaan yang sama seperti semula, tetapi setidak-tidaknya dapat dicapai tegakan hutan yang dalam keadaan keseimbangan dinamik dengan lingkungan dan bentuk kurva dari tiap tipe pertumbuhan akan membentuk suatu kurva J terbalik.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Hutan Hujan Tropika

Hutan hujan tropika tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan distribusi hujan tahunan lebih dari 1400 mm dan kelembaban udara yang relatif tinggi (80 % - 90 %), suhu rata-rata tahunan antara 200 – 280 C tanpa fluktuasi harian dan bulanan yang cukup signifikan. Hutan hujan tropika terdapat pada berbagai macam tanah padat, rawa atau tanah-tanah yang tergenang secara periodik (Jenik, 1973 dalam Wibowo 2002).

Hutan hujan tropis merupakan ciri khas hutan alam yang masyarakat tumbuh-tumbuhannya berada dalam kondisi klimaks. Komposisi hutan di Indonesia sebagian besar diduduki oleh famili Dipterocarpaceae, hutannya selalu hijau (ever green) dan kaya akan jenis tumbuh-tumbuhan (Soerianegara, 1971).

Soerianegara dan Indrawan (1998) menyatakan bahwa hutan hujan tropika mempunyai ciri : iklim selalu basah, tanah kering dan bermacam-macam jenis tanah terdapat dipedalaman dan pada tanah rendah rata atau berbukit (< 1000 mdpl) dan pada tanah tinggi (sampai dengan 4000 mdpl) dan dapat dibedakan menjadi 3 zone menurut ketinggiannya, yaitu hutan hujan bawah (2 – 1000 mdpl), hutan hujan tengah (1000 – 3000 mdpl), hutan hujan atas (3000 – 4000 mdpl).

Hutan hujan tropika menerima hujan yang hampir merata sepanjang tahun, sehingga pada hutan ini sulit didapatkan anggota penyusunnya yang nyata-nyata menggugurkan daunnya. Hutan ini dianggap yang paling produktif yang terdapat di daerah tropika. Karena curah hujan dan panas yang tinggi sehingga pada hutan ini proses pelindiannya berlangsung dalam waktu yang cepat. Kesuburan hutan ini rendah sehingga terjadi dualisme antara kesuburan hutan dan kemiskinan organik di dalam tanah yang cepat sekali berkurang (Soekotjo, 1975 dalam Wibowo, 2002).

Konsepsi Struktur Tegakan

Struktur tegakan hutan pada hutan tanaman merupakan sebaran jumlah pohon per satuan luas tertentu (ha) pada berbagai kelas umur. Bentuk sebaran ini akan meyerupai lonceng telungkup, yaitu mendekati sebaran normal. Hutan alam


(17)

memiliki prinsip yang berbeda dengan hutan tanaman. Prinsip yang berbeda dalam kepentingan ini adalah penetapan bentuk struktur tegakan hutan dan dimensi yang dipakai sebagai petunjuknya. Pada hutan alam, dimensi diameter dapat dipakai sebagai pengganti dimensi umur pada hutan tanaman. Sedangkan bentuk struktur tegakannya harus ditentukan oleh setiap kesatuan tegakannya, mengingat banyak faktor yang dapat mempengaruhinya (Meyer et al, 1961).

Husch et al (1982) mendefinisikan struktur tegakan sebagai sebaran jenis pohon dengan dimensinya dalam kawasan hutan. Oliver dan Larson (1990) juga mengemukakan pengertian struktur tegakan sebagai sebaran distribusi fisik maupun temporal dari pohon-pohon dalam suatu tegakan. Struktur tegakan terbagi atas struktur tegakan vertikal dan struktur tegakan horizontal. Davis dan Johnson (1987) mengemukakan bahwa struktur tegakan horizontal adalah sebaran banyaknya pohon per satuan luas pada setiap kelas diamternya. Struktur tegakan vertikal didefinisikan sebagai sebaran individu pohon pada berbagai lapisan tajuk.

Struktur tegakan hutan disebabkan oleh sebaran-sebaran pohon dalam suatu tegakan, baik secara vertikal maupun horizontal. Tinggi pohon total maupun tinggi bebas cabang merupakan bagian dari sebaran vertikal sedangkan sebaran horizontal dicirikan oleh jumlah basal areal dari pohon-pohon dalam suatu tegakan.

Konsepsi Komposisi Jenis

Richard (1957 dalam Widjatmoko, 2000) memakai istilah komposisi untuk menyatakan keberadaan jenis-jenis pohon dalam hutan. Selanjutnya dinyatakan bahwa ciri hutan hujan tropika yang mencolok yaitu penutupan mayoritas terdiri dari tanaman berkayu berbentuk pohon. Sebagian besar tanaman pemanjat dan berbagai jenis epipit yang berkayu. Tanaman bawah terdiri dari tanaman berkayu, semai dan pancang, belukar serta pemanjat-pemanjat muda.

Pemanenan kayu mengakibatkan perubahan ekosistem dan komposisi jenis pohon dari hutan yang bersangkutan. Komposisi jenis dan penyebaran pohon induk dalam tegakan hutan sebelum pemanenan kayu, serta tingkat kerusakan yang terjadi pada saat pemanenan kayu sangat mempengaruhi komposisi jenis dan permudaan/anakan pohon (Sumarna dan Ayi, 1979 dalam Widjatmoko, 2000).


(18)

Model Pertumbuhan Hutan Alam

Secara umum, menurut Osmaston (1968), hutan tidak seumur memiliki pola penyebaran yang khas, yaitu jumlah terbanyak ada pada pohon berdiameter kecil atau pohon muda, karena biasanya ditemukan hidup mengelompok atau di bawah tajuk terbuka, sedangkan pohon tua atau berdiameter besar terpencar di seluruh areal hutan sehingga jumlahnya sedikit.

Tegakan yang mempunyai pohon-pohon berdiameter kecil dengan jumlah yang banyak dan jumlah yang sedikit untuk pohon-pohon berdiameter besar akan mempunyai nilai konstanta (a) yang besar (Ngadiono et al, 1984).

Hutan alam tidak mengenal adanya ketentuan waktu awal dan waktu akhir (Davis dan Johnson, 1987). Sedangkan Meyer et al (1961) menyebutkan hutan tak seumur adalah hutan yang di dalamnya tidak dikenal pemisahan kelas umur.

Tinjauan Permudaan dan Tegakan Hutan Alam

Whitemore (1984, dalam Wibowo 2002) mengemukakan bahwa siklus pertumbuhan dalam rangka regenerasi pohon di hutan hujan tropika dapat dibagi kedalam tiga fase, yaitu fase celah, fase pengembangan dan fase tua. Fase celah mengandung ukuran semai dan pancang, fase pengembangan terdiri dari tiang dan pohon muda sedangkan fase tua terdiri dari pohon-pohon besar dan tua.

Pertumbuhan tegakan hutan berbeda dibandingkan dengan pertumbuhan dari masing-masing pohon. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tegakan ialah jenis, komposisi, kualitas tempat tumbuh, bentuk kerapatan, gangguan-gangguan lain dari perlakuan silvikultur (Soekotjo, 1977 dalam Wibowo 2002).

Richard (1957, dalam Widjatmoko 2000) menyatakan permudaan alam yang baik dalam hutan dapat terjadi setelah ada cahaya yang masuk ke permukaan tanah. Cahaya ini dalam jumlah tertentu sangat penting untuk proses perkecambahan benih. Terciptanya sebuah celah atau bukaan dalam hutan yang terjadi karena pohon besar tumbang dan mati merupakan permulaan terjadinya regenerasi atau permudaan.

Direktorat Jenderal pengusahaan Hutan (1990) membedakan permudaan tegakan suatu jenis ke dalam 4 stadium pertumbuhan, sebagai berikut :


(19)

2. Sapling (pancang) adalah permudaan yang berukuran tinggi lebih dari 1,5 m dengan diameter kurang dari 10 cm

3. Tiang (pole) adalah pohon muda yang berdiameter 10 – 19 cm

4. Pohon (tree) adalah pohon dewasa dengan batas diameter lebih dari 20 cm.

Sistem Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari Indonesia

Jika keadaan hutan terlalu rapat dan gelap, maka ada kemungkinan cahaya atau bayangan di dalam hutan banyak mengandung cahaya infra merah yang tidak baik bagi perkecambahan jenis dan pohon tertentu karena itu permudaan pohon hanya terdapat banyak di tempat-tempat yang agak terbuka di dalam hutan atau di sekitar lubang-lubang cahaya, sehingga perlu adanya seeding cutting, yaitu penebangan pembukaan tajuk untuk membentuk permudaan alam pohon dalam sistem tropical sherter wood (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

Menurut Soerianegara (1971) hutan hujan tropika pada umumnya mempunyai komponen campuran dengan jumlah dan jenis pohon yang mempunyai nilai perdagangan terbatas sehingga sistem tebang pilih merupakan cara yang dipakai.

TPTI adalah suatu sistem silvikultur yang mengatur cara penebangan dan permudaan hutan yang bertujuan untuk mengatur pemanfaatan hutan alam produksi serta meningkatkan nilai hutan baik kualitas maupun kuantitas pada areal bekas tebangan untuk rotasi tebang berikutnya agar terbentuk tegakan hutan campuran yang diharapkan dapat berfungsi sebagai penghasil kayu, penghara industri secara lestari (Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, 1990).

Kondisi Hutan Alam Setelah pemanenan

Menurut Nyland (1996), pemanenan kayu merupakan sebuah alat dari sistem silvikultur. Disatu sisi, pemanenan kayu bertujuan untuk menghasilkan kayu dan produk hutan lainnya untuk diolah menjadi barang-barang yang dibutuhkan konsumen. Sedangkan silvikultur diarahkan untuk menjamin keberlangsungan produktivitas hutan dan nilai-nilai non pasar yang ada di dalamnya. Oleh karena itu pemanenan harus mampu melindungi tegakan tinggal, mempercepat regenerasi pohon dan tumbuhan lain yang sesuai dengan rencana jangka panjang silvikultur, serta melindungi dari kerusakan tanah, air dan satwa yang ada di dalamnya.


(20)

Kegiatan pembalakan pada umumnya akan merubah komposisi dan struktur tegakan hutan. Akibat kerusakan pada struktur dan komposisi tegakan hutan maka berbagai proses yang ada akan mengalami perubahan terutama dalam pertumbuhan riap, siklus hara, siklus air dan keseimbangan ekosistem pada umumnya. Pembalakan juga akan menyebabkan kerusakan pada tegakan yang ditinggalkan beserta permudaannya.

Pembalakan yang tidak teratur dan terkontrol dapat merusak hutan dan dapat menyebabkan terganggunya hutan dalam mempertahankan produksinya (Alrasyid et al, 1975 dalam Handayani 2005).

Menurut Indrawan (1985), pembalakan akan menimbulkan gangguan terhadap keseimbangan ekosistem hutan dengan terbukanya tajuk hutan, sehingga faktor-faktor lingkungan seperti suhu udara, penguapan, kelembaban, intensitas cahaya, suhu udara, penguapan, suhu tanah dan faktor-faktor lingkungan lainnya di dalam ekosistem hutan tersebut berubah. Perubahan ini sesuai dengan prinsip alam lingkungan holocoenotik, yaitu bila suatu faktor lingkungan berubah, maka perubahan ini akan mempengaruhi daktor-faktor lingkungan lainnya. Pembalakan dapat mengakibatkan : Perubahan dan kerusakan lingkungan khususnya tanah, perubahan komposisi dan struktur hutan dan kerusakan tegakan hutan, penurunan biomasa dan produktivitas hutan serta kehilangan plasma nutfah. Dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung adanya perubahan ini mempengaruhi struktur dan komposisi jenis tegakan di dalam hutan.


(21)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Luas PT. Sarmiento Parakantja Timber

Lokasi penelitian terletak di wilayah kerja IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, yang bergabung dalam Group Kayu Lapis Indonesia. Sesuai dengan SK Mentri Kehutanan nomor 266/Menhut-II/2004 tanggal 21 Juli 2004 areal kerja PT. SARPATIM seluas 216.580 ha yang terdiri dari kelompok hutan Sei Kalek dan Nahiang dengan batas-batas areal sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati dan PT. Meranti Mustika.

b. Sebelah Timur : Berbatasan dengan IUPHHK PT. Berkat Cahaya Timber, PT. Kayu Tribuawana Rama, dan PT. Inhutani III.

c. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan IUPHHK PT. Intrado Jaya Intiga dan HTI Kusuma Perkasa Wana.

d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Sungai Seruyan, IUPHHK PT. Sentral Kalimantan Abadi, dan PT. Hutanindo Lestari Jaya Utama.

Letak menurut wilayah pengelolaan :

a. Dinas Kehutanan Propinsi : Kalimantan Tengah

b. Dinas Kehutanan Kabupaten/ : Kotarwaringin Timur, Seruyan dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Katingan. c. Cabang Dinas Kehutanan : Mentaya Raya dan Seruyan

d. BKPH/ CDK : Mentaya Hulu, Seruyan Tengah dan Seruyan Hulu

e. RPH/UPTD : Sei Teluluk, Gunung Santui dan Sei Manjul

Letak menurut administrasi pemerintahan :

a. Propinsi : Kalimantan Tengah

b. Kabupaten : Kotawaringin Timur, Seruyan dan Katingan c. Kecamatan : Mentaya Hulu, Antang Kalang, Seruyan


(22)

Letak geografis areal IUPHHK PT. SARPATIM berada pada 111o 55’ – 112o 19’ BT dan 1o 10’ – 1o 56’ LS. Berdasarkan sumber Peta Citra Landsat : ETM t Band 542 Path Row Quadran tgl : 119 61 Q3 19 Agustus 2004 kondisi penutupan lahan IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Kondisi penutupan areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber

Penutupan Lahan Luas (ha)

HPT HPK Jumlah

Hutan Primer/Virgin Forest

Hutan Sekunder/Areal Bekas Tebangan Non Hutan/Areal Non Produktif Kawasan Lindung

Areal Tidak Efektif

13.102 113.488 10.852 9.095 10.843

3.047 36.194 16.709 2.035 1.215

16.149 149.682 27.561 11.130 12.508

J u m l a h 157.380 59.200 216.580

Sumber : Peta penafsiran citra landsat Tahun 2004 skala 1 : 100.000

Tanah dan Geologi

Berdasarkan Peta Tanah Lembar Tumbang Manjul, Kalimantan Tengah skala 1 : 250.000 (PPPG, 1986) jenis tanah yang dijumpai di lokasi penelitian berdasarkan klasifikasi USDA termasuk dalam jenis tanah Dystropepts (Inceptisol; setara kambisol oksik), tropudults (ultisol; setara podsolik kromik), tropaquepts (Inceptisol; setara kambisol distrik) dan tropohemist (histosol; setara organosol). Jenis tanah yang mendominasi areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber adalah jenis tanah podsolik.

Bahan geologi pada areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber terdiri dari terobosan batuan andesit, batuan terobosan komplek granit mandahan dan farmasi kuayan (sebagian besar areal didominasi oleh batuan terobosan komplek granit mandahan).


(23)

Tabel 2. Luas masing-masing jenis tanah di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber.

Jenis Tanah Luas Areal

Ha %

Dystropepts Tropudults

132.114 84.446

61.00 38.99

J u m l a h 216.580 100.00

Sumber : Peta tanah Lembar Tumbang Manjul, Kalimantan Tengah skala 1: 250.000

Topografi

Topografi daerah penelitian bervariasi dari datar sampai berbukit dan hanya sebagian kecil tanah rawa di sepanjang sungai dan Anak Sungai Mentaya. Bentuk bentang alam yang bervariasi pada areal IUPHHK ini akibat pengaruh faktor struktur dan resistensi batuan yang berperan aktif dalam proses pembentukan bentang alamnya. Rincian selengkapnya sebaran kelerengan lahan di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi kelas lereng areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber.

Topografi Kelas Lereng (%) Luas Areal

Ha %

Datar Landai Agak Curam

Curam Sangat Curam

0 – 8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 >40

109.728 37.304 31.747 33.231 4.570

50,7 17,2 14,7 15,3 2,1

J u m l a h 216.580 100,00

Sumber : Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP)

Secara makro, titik tertinggi dari areal IUPHHK PT. SARPATIM mencapai 1000 meter dari permukaan laut, sedangkan untuk lokasi penelitian berada pada ketinggian antara 190 sampai 225 meter dari permukaan laut.

Iklim dan Curah Hujan

Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari stasiun pengamat curah hujan bidang pembinaan hutan IUPHHK PT. SARPATIM tahun 2005 (s.d bulan April) sebesar 1.606 mm, dengan curah hujan rata-rata 3.340 mm/tahun tipe iklim pada areal IUPHHK termasuk tipe iklim A (Schmidt & Ferguson). Curah hujan


(24)

dan hari hujan tertinggi jatuh pada bulan Nopember dan Desember, sedangkan terendah terjadi pada bulan Juli sampai dengan September.

Suhu udara rata-rata bulanan tertinggi adalah 27,40 C, terjadi pada bulan Mei, sedangkan suhu udara terendah sebesar 24,30 C yang terjadi pada bulan Desember. Kelembaban rata-rata berkisar antara 38,3 – 85,6 %.

Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdapat di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber di antaranya : DAS Seruyan, DAS Mentaya, dan DAS Mentubar. Pola mofometri DAS umumnya berfola lateral denditrik dengan arah aliran dari Utara menuju Selatan, mengalir sepanjang tahun, kecepatan arus lambat sampai agak cepat.

Keadaan Hutan

Sebagian besar kondisi areal IUPHHK PT. SARPATIM merupakan kawasan Hutan Produksi. Dari total luasan areal 216.580 ha, areal PT. SARPATIM terdiri dari areal berhutan seluas 175.317 ha dan areal tidak berhutan seluas 41.263 ha. Hutan di lokasi penelitian termasuk tipe hutan hujan tropika basah yang didominasi oleh Shorea.

Selain terdapat berbagai jenis vegetasi, di lokasi penelitian juga ditemukan tumbuhan bawah, yang terdiri dari berbagai jenis anggrek, tumbuhan obat, tumbuhan hias, serta berbagai jenis herba dan liana.

Rencana dan realisasi produksi untuk tebangan RKT Kumulatif sampai dengan bulan Desember 2005 IUPHHK PT. SARPATIM dapat dilihat dalam table di bawah ini.


(25)

Tabel 4. Rencana dan realisasi produksi IUPHHK PT. SARPATIM 2005

No Tahun Penebangan

Target Tebangan Realisasi Tebangan

Keterangan Luas

(Ha)

Volume (M3)

Luas (Ha)

Volume (M3)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 1981-1982 1982-1983 1983-1984 1984-1985 1985-1986 1986-1987 1987-1988 1988-1989 1989-1990 1990-1991 1991-1992 1992-1993 1993-1994 1994-1995 1995-1996 1996-1997 1997-1998 1998-1999 1999-2000 2000 2001 2002 2003 2.300,00 4.600,00 2.450,00 2.900,00 3.100,00 1.800,00 3.300,00 3.900,00 3.900,00 3.500,00 2.700,00 2.200,00 3.900,00 3.650,00 5.700,00 4.816,00 4.600,00 4.766,00 6.394,00 2.415,00 4.969,00 1.189,00 4.430,00 715,00 4.700,00 5.568,00 133.000,00 300.000,00 100.000,00 180.000,00 130.000,00 110.000,00 140.000,00 153.000,00 105.000,00 125.000,00 165.000,00 132.500,00 160.000,00 139.179,00 182.046,00 139.500,00 210.000,00 220.000,00 273.202,65 99.165,00 163.370,00 30.000,00 156.000,00 24.663,11 146.488,22 114.500,00 1.329,00 2.394,00 2.332,00 1.816,00 2.410,00 1.722,00 3.006,00 3.900,00 3.100,00 3.019,00 2.305,59 1.833,60 3.343,00 2.965,00 5.221,00 3.181,00 2.345,00 2.411,00 2.826,00 1.321,00 1.339,00 0,00 2.490,00 455,00 2.746,00 4.660,44 60.361,00 118.797,00 91.050,00 76.845,00 56.019,00 66.819,24 96.648,62 115.814,40 98.895,25 120.392,64 137.134,01 119.889,88 156.346,98 137.027,82 176.052,36 122.494,55 109.027,73 106.797,35 108.111,65 60.521,34 68.774,34 0,00 107.595,34 23.651,40 130.693,79 108.995,17 Carry Over RKT- 1999/2000 Carry Over RKT- 2000 Carry Over RKT- 2001 24 2004 2.955,00 125.897,00 2.249,00 109.148,26

25 2005 3.322,00 120.166,00 1.926,37 97.455,18


(26)

Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Kesempatan kerja dan peluang berusaha penduduk sekitar areal kerja IUPHHK PT. SARPATIM didominasi oleh sektor pertanian (± 85%).

Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga Sektor Ekonomi di Setiap Wilayah Kecamatan.

No Sektor Ekonomi

Jumlah Rumah Tangga

Jumlah Hanau Mentaya

Hulu

Seruyan Tengah

Seruyan Hulu

1. Pertanian 1.075 8.013 1.871 1.533 12.492

2. Pertambangan 19 14 788 - 812

3. Industri Kerajinan - 1 - - 1

4. Listrik/gas/air - 1 - - 1

5. Konstruksi - 33 - - 33

6. Perdagangan & Jasa

Keuangan

176 810 70 115 1.171

7. Angkutan 1 47 - 3 51

8. Lainnya 25 66 - 25 116

Jumlah 1.296 8.985 2.729 1.676 14.686 Sumber : Potensi Desa Kabupaten Kotawaringin Timur, 1993

Tabel 6. Jumlah Rumah Tangga Menurut Sub Sektor Pertanian di Setiap Wilayah Kecamatan.

No Sektor Ekonomi

Jumlah Rumah Tangga

Jumlah Hanau Mentaya

Hulu

Seruyan Tengah

Seruyan Hulu

1. Tanaman pangan 1.168 7.149 1.371 1.521 11.209

2. Perkebunan rakyat 309 2.734 553 314 3.910

3. Peternakan 53 3.565 43 560 4.221

4. Perikanan keramba - - - -

-5. Nelayan perairan

umum

- 15 - - 15

6. Kehutanan 192 2.072 501 943 3.708

Jumlah 1.722 15.535 2.468 3.338 23.063

Sumber : Potensi Desa Kabupaten Kotawaringin Timur, 1993

Masyarakat sekitar hutan terdiri dari berbagai desa antara lain Desa Tumbang Payang, Desa Tumbang Kania, Desa Rantau Panjang, Desa Tumbang Getas, Desa Tumbang Sapiri, Desa Tumbang Bai, dan Desa Tewei Hara. Penduduk asli masyarakat setempat adalah Suku Dayak.


(27)

Jumlah penduduk di Kecamatan Seruyan Hulu, Seruyan Tengah, Mentaya Hulu, Antang Kalang, dan Katingan Hulu 96.900 orang untuk luas wilayah 15.735 Km2, maka kepadatan penduduk rata-rata adalah 6,2 jiwa/Km2. Kepadatan penduduk di sekitar areal IUPHHK tersaji dalam Tabel 7.

Tabel 7. Kepadatan penduduk di sekitar areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber

Kecamatan

Luas Wilayah

(km2)

Kepadatan (jiwa/ Km2)

Jumlah Jiwa Rata-rata Per Rumah

Tangga Penduduk Rumah

Tangga Seruyan Hulu

Seruyan Tengah Mentaya Hulu Antang Kalang Katingan Hulu

4.764 2.012 3.380 2.975 2.604

2,24 12,04

5,82 7,85 4,21

10.653 24.220 27.600 23.467 10.960

2.231 5.365 6.674 5.427 2.361

4,47 4,51 4,14 4,32 4,64

Agama yang dianut oleh penduduk di sekitar areal IUPHHK PT. SARPATIM adalah Agama Islam (61,3%), Agama hindu (26,7%), Agama Kristen Katolik/Protestan (11,8%), dan Budha (0,2%). Fasilitas pendidikan umum yang ada di sekitar IUPHHK adalaah SD dan SLTP. Fasilitas kesehatan berupa balai pengobatan yang terdapat di tiap-tiap kecamatan dikepalai oleh seorang mantri kesehatan.


(28)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di IUPHHK PT.Sarmiento Parakantja Timber, Sampit - Kalimantan Tengah pada areal bekas tebangan dan hutan primer. Waktu penelitian dilakukan dari bulan April sampai Mei 2006.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah hutan primer dan hutan bekas tebangan di IUPHHK PT.Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah. Sedangkan alat yang akan digunakan antara lain :

1. Kompas 2. Peta kerja

3. Hagameter dan Phiband 4. Tali

5. Parang

6. Tally sheet dan alat tulis

Cara Penelitian

1. Analisis Vegetasi

Untuk mengetahui komposisi dan jenis struktur tegakan pada hutan bekas tebangan pada RKL I sampai dengan RKL VII dan hutan primer, dibuat petak-petak pengamatan dimana pada hutan bekas tebangan setiap RKL dan hutan primer masing – masing dibuat 2 petak penelitian berbentuk bujur sangkar yang mempunyai ukuran 20 x 500 m dengan metode cara garis berpetak yang merupakan modifikasi cara petak ganda atau cara jalur sehingga dengan ukuran petak 20 x 500 m dapat dibuat sebanyak 25 plot contoh untuk setiap tingkat pertumbuhan. Sebagai modifikasi cara jalur, cara garis berpetak ini dilakukan dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur. Jadi sepanjang rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Sebagaimana pada petak ganda dan jalur pada cara garis berpetak pun di dalam petak untuk pohon dapat dibuat petak-petak yang lebih kecil untuk tumbuhan yang lebih kecil dan permudaan.


(29)

Petak penelitian dibagi ke dalam sub petak penelitian menurut tingkat vegetasi yang diamati :

a. Tingkat pohon, ukuran sub petak penelitian adalah 20 x 20 m b. Tingkat tiang, ukuran sub petak penelitian adalah 10 x 10 m c. Tingkat pancang, ukuran sub petak penelitian adalah 5 x 5 m d. Tingkat semai, ukuran sub petak penelitian adalah 2 x 2 m

Bagan petak penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 1. Bagan petak penelitian Keterangan :

A = tingkat semai C = tingkat tiang B = tingkat pancang D = tingkat pohon

Untuk tingkat permudaan dan pohon digunakan kriteria sebagai berikut : a. Semai (seedling) yaitu permudaan sampai dengan ketinggian 1,5 meter

b. Pancang (sapling) yaitu permudaan yang mempunyai tinggi 1,5 m sampai dengan pohon muda yang berdiameter 10 cm

c. Tiang (poles) yaitu pohon muda yang berdiameter 10 – 20 cm d. Pohon yaitu pohon-pohon yang berdiameter 20 cm ke atas.

Data yang diambil meliputi jumlah dan jenis vegetasi yang ditemukan serta pengukuran diameter untuk tingkat pohon dan tiang.

Pengelompokan Data

Kegiatan pengelompokan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :

1. Pengelompokan jenis

Pembagian menurut jenis dilakukan dengan mengelompokkan jenis ke dalam kelompok jenis Komersil (termasuk dalam family Dipterocarpaceae dan Non-Dipterocarpaceae) dan Non-Komersil (jenis-jenis yang belum dimanfaatkan

C B A

C B A

D

Dst 10 m

20 m

2 m

5 m


(30)

secara komersil). Pengelompokan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa pola dinamika struktur tegakan akan berbeda untuk setiap kelompok jenis.

2. Pengelompokan diameter pohon

Dalam penelitian ini, data dikelompokan menjadi 50 kelas diameter dengan lebar kelas 5 cm, yaitu dari kelas diameter 12,5 cm (pohon-pohon berdiameter 10-14,99) sampai dengan 72,5+ cm (pohon-pohon berdiameter 70 cm ke atas). Penentuan lebar kelas 5 cm dilakukan atas dasar pertimbangan ketelitian.

Analisis Data

a. Komposisi Jenis

Untuk mengetahui tingkat penguasaan ekologis suatu jenis dalam komunitas dihitung dengan Indeks Nilai Penting (INP). INP ini diperoleh dari penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominasi Relatif (DR), (Soerianegara dan Indrawan,1998).

Kerapatan (K) = Σ individu suatu jenis dalam petal contoh luas contoh

Frekuensi (F) = Σ petak contoh ditemukannya suatu jenis Σ seluruh petak contoh

Dominansi (D) = Σ bidang dasar suatu jenis dalam petak contoh luas areal petak contoh

Kerapatan relatif (KR) = kerapatan suatu jenis x 100% kerapatan seluruh jenis

Frekuensi relatif (KR) = frekuensi suatu jenis x 100% Frekuensi seluruh jenis

Dominansi relatif (DR) = dominansi suatu jenis x 100% dominansi seluruh jenis

maka INP untuk tingkat semai dan pancang adalah : INP = KR + FR

INP untuk tingkat tiang dan pohon adalah : INP = KR + FR + DR

b. Indeks Dominansi

Untuk menunjukkan nilai dominansi masing-masing dalam komunitas digunakan rumus Indeks Dominansi (Indrawan, 1985)


(31)

Dimana, C = Indeks Dominansi

ni = Indeks Nilai Penting tiap jenis N = Indeks Nilai Penting seluruh jenis

c. Indeks Keragaman Jenis (Shanon – Wiener)

H = -Σ [(ni / N) log (ni / N)] Dimana, H = Indeks Keragaman Jenis

ni = Indeks Nilai Penting tiap jenis N = Indeks Nilai Penting seluruh jenis

d. Indeks Kesamaan Komunitas (Indrawan, 1985)

Untuk membandingkan komposisi jenis dalam petak contoh pada hutan bekas tebangan dan hutan primer digunakan rumus Indeks Kesamaan Komunitas.

IS = 2W x 100% a + b

IS = Indeks Kesamaan Komunitas (%)

W = Σ nilai kuantitatif yang sama dan yang terendah dari jenis-jenis yang terdapat dalam 2 tegakan yang dibandingkan a = Σ nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada

tegakan dalam kondisi pertama

b = Σ nilai kuantitatif semua jenis yang terdapat pada tegakan dalam kondisi kedua

dalam penelitian ini nilai kuantitatif yang digunakan untuk menentukan indeks kesamaan komunitas adalah Indeks Nilai Penting (INP)

e. Struktur Tegakan

Pengolahan data didasarkan atas penggolongan jenis pohon yang mempunyai nilai komersial dan belum komersial. Diameter setinggi dada hasil pengukuran pohon per hektar dikelompokkan ke dalam kelas-kelas diameter dengan selang 5 cm. Sebaran data ini dibuat untuk kelompok jenis pohon yang akan dibuatkan model struktur tegakannya, sehingga terbentuk kurva frekuensi sebaran pohon yang menunjukkan jumlah pohon per hektar untuk setiap kelas diameter di setiap kelompok hutan.


(32)

Penyusunan Model Struktur Tegakan

Model umum struktur tegakan yang digunakan adalah :

Dimana :

N = jumlah pohon perhektar e = bilangan Napier = 2,7183

a = konstanta yang menunjukkan laju atau tingkat penurunan jumlah pohon (N) setiap kenaikan diameter pohon

k = konstanta, yang menunjukkan kerapatan tegakan pada kelas diameter rendah

D = diameter pohon

Dalam bentuk linier, model tersebut adalah :

In N = In k – a D

Persamaan In N = In k – a D identik dengan model umum regresi linier sederhana, yaitu :

Y = b0 + b1 X Dimana :

Y = In N X = D b0 = In K b1 = -a

setelah diperoleh model struktur tegakannya, kemudian untuk masing-masing petak coba dibuat kurva struktur tegakannya dengan absis berupa diameter pohon dan ordinat berupa jumlah pohon per hektar.


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Jenis

1. Jumlah Jenis

Lingkungan (environment habitat) adalah suatu sistem yang komplek dimana berbagai faktor berpengaruh timbal balik satu sama lain dan dengan masyarakat tumbuh-tumbuhan. Kepentingan atau pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap masyarakat tumbuh-tumbuhan berbeda-beda pada saat yang berlainan. Faktor lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam penyebaran tumbuh-tumbuhan di dunia, tumbuh-tumbuhan yang hidup di suatu tempat akan menyesuaikan diri dengan lingkungan baik secara morfologis maupun fisiologis.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada petak-petak coba di hutan primer dan areal bekas tebangan didapatkan data jumlah jenis pada berbagai tingkat pertumbuhan yang tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah jenis dalam petak coba pada hutan primer dan hutan bekas tebangan di RKL 1 sampai dengan RKL 7.

Tingkat Pertumbuhan

Jumlah Jenis Pada Kondisi Hutan Hutan

Primer

Hutan Bekas Tebangan

RKL1 RKL2 RKL3 RKL4 RKL5 RKL6 RKL7 Pohon

Tiang Pancang Semai

36 34 25 15

27 20 18 13

35 17 19 12

33 20 16 12

33 18 19 14

32 22 20 14

31 19 13 12

26 18 20 12

Semua Tingkat 110 78 83 81 84 88 75 76

Dari semua stadium pertumbuhan, baik di hutan primer maupun di hutan bekas tebangan di setiap RKL, jenis-jenis komersial lebih banyak ditemukan daripada jenis-jenis non komersial. Dari hasil pengamatan di areal hutan primer dan hutan bekas tebangan ditemukan 11 spesies yang didominasi oleh famili Dipterocarpaceae diantaranya adalah bengkirai, benuas, keruing, mersawa, meranti batu, meranti kuning, meranti merah, meranti putih, resak, tengkawang, dan asam.


(34)

Pada hutan primer untuk tingkat pohon terdapat 36 jenis pohon yang terdiri dari jenis komersial sebanyak 31 jenis dan jenis non komersial sebanyak 5 jenis, untuk tingkat tiang terdapat 34 jenis pohon yang terdiri dari jenis komersial sebanyak 32 jenis dan jenis non komersial sebanyak 2 jenis, untuk tingkat pancang terdapat 25 jenis pohon yang terdiri dari jenis komersial sebanyak 21 jenis dan jenis non komersial sebanyak 4 jenis, untuk tingkat semai terdapat 15 jenis pohon yang terdiri dari jenis komersial sebanyak 13 jenis dan jenis non komersial sebanyak 2 jenis.

Sedangkan pada areal hutan bekas tebangan jumlah jenis yang ditemui di setiap RKL bervariasi, hal ini tergantung dari proses suksesi dan tingkat kerusakan akibat pembalakan terhadap lingkungan pada masing-masing areal. Kehadiran suatu jenis pada hutan bekas tebangan ditentukan oleh besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh pembalakan, seperti kurang tersedianya pohon induk yang ditinggalkan setelah pembalakan dan tidak tepat waktu serta pembungaan sehingga regenerasi tidak dapat berlangsung dengan baik (Kartawinata, 1975).

Pada RKL 1, jenis komersial untuk tingkat semai 12 jenis dan non komersial 1 jenis, untuk tingkat pancang 15 jenis komersial dan 3 jenis non komersial, untuk tingkat tiang 17 jenis komersial dan 3 jenis non komersial, untuk tingkat pohon 23 jenis komersial dan 4 jenis non komersial.

Pada RKL 2, jenis komersial untuk tingkat semai 10 jenis dan non komersial 2 jenis, untuk tingkat pancang 16 jenis komersial dan 3 jenis non komersial, untuk tingkat tiang 16 jenis komersia dan 1 jenis non komersial, untuk tingkat pohon 30 jenis komersial dan 5 jenis non komersial.

Pada RKL 3, jenis komersial untuk tingkat semai 11 jenis dan non komersial 1 jenis, untuk tingkat pancang 14 jenis komersial dan 2 jenis non komersial, untuk tingkat tiang 19 jenis komersia dan 1 jenis non komersial, untuk tingkat pohon 31 jenis komersial dan 2 jenis non komersial.

Pada RKL 4, jenis komersial untuk tingkat semai 13 jenis dan non komersial 1 jenis, untuk tingkat pancang 17 jenis komersial dan 2 jenis non komersial, untuk tingkat tiang 16 jenis komersia dan 2 jenis non komersial, untuk tingkat pohon 28 jenis komersial dan 5 jenis non komersial.


(35)

Pada RKL 5, jenis komersial untuk tingkat semai 13 jenis dan non komersial 1 jenis, untuk tingkat pancang 17 jenis komersial dan 3 jenis non komersial, untuk tingkat tiang 20 jenis komersia dan 2 jenis non komersial, untuk tingkat pohon 26 jenis komersial dan 6 jenis non komersial.

Pada RKL 6, jenis komersial untuk tingkat semai 11 jenis dan non komersial 1 jenis, untuk tingkat pancang 12 jenis komersial dan 1 jenis non komersial, untuk tingkat tiang 17 jenis komersia dan 2 jenis non komersial, untuk tingkat pohon 25 jenis komersial dan 6 jenis non komersial.

Pada RKL 7, jenis komersial untuk tingkat semai 11 jenis dan non komersial 1 jenis, untuk tingkat pancang 16 jenis komersial dan 4 jenis non komersial, untuk tingkat tiang 15 jenis komersial dan 3 jenis non komersial, untuk tingkat pohon 22 jenis komersial dan 4 jenis non komersial.

Pada hutan primer terdapat beberapa jenis yang tidak mempunyai tingkat permudaan sebelumnya seperti untuk jenis komersial keranji (Dialium plathycephalum), bayur (Pterospermum javanicum), kelampai (Elatirospermum tapos), pelawan (Tristaniopsis obavalum), mahang (Macaranga sp), pempaning (Lithocarpus spp), bintangur (Callophyllum inophyllum), jangkang (Dillenia sp), jabon (Anthocephalus cadamba), menjalin (Xanthophylum exelsum), benuang (Octomeles sumatrana), terap (Arthocarpus elasticus), dan pulai (Alstonia scholaris), sedangkan untuk jenis non komersial adalah doho.

Pada hutan bekas tebangan, jenis yang tidak mempunyai tingkat permudaan sebelumnya adalah (Dialium plathycephalum), pempaning (Lithocarpus spp), dan rengas (Gluta renghas).

Pada hutan primer terdapat jenis-jenis yang mempunyai tingkat permudaan tetapi tidak terdapat pada tingkat tiang dan pohon yaitu jenis manggis (Garcinia mangostana) dan pete (Parcia speciosa). Sedangkan pada hutan bekas tebangan jenis yang mempunyai tingkat permudaan tetapi tidak terdapat pada tingkat tiang dan pohon pada RKL 1 adalah asam (Shorea asamica), pada RKL 2 adalah simpur (Dillenia grandiflora), RKL 3 adalah manggis (Garcinia mangostana), pada RKL 4 adalah terap (Arthocarpus elasticus), pada RKL 5 adalah pantung, dan pada RKL 6 dan RKL 7 tidak ditemukan jenis yang mempunyai tingkat permudaan tetapi tidak terdapat pada tingkat tiang dan pohon.


(36)

Jenis-jenis pohon yang mempunyai tingkat permudaan tetapi pada tingkat tiang dan pohon tidak terdapat lagi, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Richard (1975, dalam Handayani 2002), menyatakan bahwa kehadiran suatu jenis dalam proses suksesi sekunder ditentukan oleh daya tahan terhadap cahaya matahari, pola penyebaran biji dan daya tumbuh jenis tersebut, sedangkan faktor pembatasnya adalah adanya kompetisi antar individu baik dalam satu jenis ataupun antar jenis.

2. Kerapatan

Kerapatan (density) adalah jumlah individu suatu spesies di dalam suatu unit areal atau ruang. Nilai kerapatan ditentukan oleh perhitungan aktual terhadap jumlah individu. Tingkat kerapatan suatu jenis dalam komoditas menentukan struktur komunitas yang bersangkutan. Untuk menentukan nilai penting atau dominansi suatu jenis terhadap jenis lain dalam tegakan, dibutuhkan juga nilai kerapatan relatif yaitu % jumlah individu dari suatu jenis dari jumlah individu seluruh jenis yang terdapat dalam komunitas. Nilai kerapatan relatif beberapa jenis pada petak pengamatan dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Beberapa jenis tumbuhan yang mempunyai nilai kerapatan relatif yang tinggi pada berbagai tingkat pertumbuhan pada hutan primer.

Tingkat Peumbuhan No. Jenis KR (%)

Semai 1 2

3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosua) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Benuas (Shorea laevifolia) Keruing (Dipterocarpus sp) Ubar (Eugenis sp)

43,019 18,483 13,075 11,784 3,309

Pancang 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosua) Keruing (Dipterocarpus sp) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Ubar (Eugenis sp)

Kumpang (Myristica sp)

29,612 13,514 13,514 11,751 7,051


(37)

Lanjutan Tabel 9.

Tingkat Peumbuhan No. Jenis KR (%)

Tiang 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosua) Keruing (Dipterocarpus sp) Ubar (Eugenis sp)

Kumpang (Myristica sp) Mahawai (Mezettia sp)

25,098 8,627 7,843 7,451 4,706

Pohon 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus sp) Meranti Merah (Shorea leprosua) Tengkawang (Shorea sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia) Benuas (Shorea laevifolia)

26,625 22,910 7,430 4,954 4,644

Tabel 10. Beberapa jenis tumbuhan yang mempunyai nilai kerapatan relatif yang tinggi pada berbagai tingkat pertumbuhan pada hutan bekas tebangan.

RKL Tingkat Pertumbuhan

No. Jenis KR (%)

1 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Benuas (Shorea parvifolia) Keruing (Dipterocarpus gracills) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Kumpang (Myristica sp)

46,577 13,019 10,287 9,989 6,734 Pancang 1 2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Ubar (Eugenia sp)

Keruing (Dipterocarpus gracills) Kumpang (Myristica sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia)

37,581 21,196 9,883 9,233 6,892 Tiang 1 2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus gracills) Meranti Merah (Shorea leprosula) Kumpang (Myristica sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia) Medang (Litcea sp)

46,104 20,130 7,143 6,494 5,844


(38)

Lanjutan Tabel 10. RKL Tingkat

Pertumbuhan

No. Jenis KR (%)

Pohon 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus gracills) Kempas (Koompasia malaccensis) Bunyu (Santiria grififiti)

Tengkawang (Shorea stenoptera)

33,546 21,086 5,112 5,112 4,792

2 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Keruing (Dipterocarpus gracills) Kumpang (Myristica sp)

Ubar (Eugenia sp)

56,613 13,473 12,855 6,551 4,821 Pancang 1 2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Ubar (Eugenia sp)

Kumpang (Myristica sp)

Keruing (Dipterocarpus gracills) Bengkirai (Hopea ferrugenia)

30,982 24,205 10,650 10,235 8,714 Tiang 1 2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus gracills) Meranti Merah (Shorea leprosula) Kumpang (Myristica sp)

Ubar (Eugenia sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia)

36,444 19,556 15,556 8,444 4,000 Pohon 1 2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus gracills) Kumpang (Myristica sp)

Ubar (Eugenia sp)

Kempas (Koompasia malaccensis)

31,522 23,913 6,739 6,304 2,826

3 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Keruing (Dipterocarpus gracills) Tengkawang (Shorea stenoptera) Ubar (Eugenia sp)

32,972 20,867 16,079 10,750 5,872


(39)

Lanjutan Tabel 10. RKL Tingkat

Pertumbuhan

No. Jenis KR (%)

Pancang 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Keruing (Dipterocarpus gracills) Ubar (Eugenia sp)

Kumpang (Myristica sp)

28,429 18,571 15,571 10,000 7,571

Tiang 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus gracills) Meranti Merah (Shorea leprosula) Kumpang (Myristica sp)

Mahawai (Mezettia sp)

Jabon (Anthocephalus cadamba)

29,412 28,235 10,588 5,882 4,706

Pohon 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus gracills) Meranti Merah (Shorea leprosula) Tengkawang (Shorea stenoptera) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Bunyu (Santina grififiti)

28,614 24,484 5,310 4,425 3,540

4 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Benuas (Shorea parvifolia) Keruing (Dipterocarpus gracills) Meranti Putih (Shorea bracteolata)

44,169 17,566 12,901 12,755 2,843 Pancang 1 2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus gracills) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Ubar (Eugenia sp)

Kumpang (Myristica sp)

28,112 15,797 14,056 9,237 7,095 Tiang 1 2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus gracills) Meranti Merah (Shorea leprosula) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Kumpang (Myristica sp) Ubar (Eugenia sp)

37,850 28,972 7,009 6,075 4,206


(40)

Lanjutan Tabel 10. RKL Tingkat

Pertumbuhan

No. Jenis KR (%)

Pohon 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus gracills) Ubar (Eugenia sp)

Benuas (Shorea parvifolia) Tengkawang (Shorea stenoptera)

27,986 18,771 6,485 4,778 4,096

5 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Keruing (Dipterocarpus gracills) Tengkawang (Shorea stenoptera) Benuas (Shorea parvifolia)

40,777 14,190 13,219 9,858 8,364 Pancang 1 2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus gracills) Ubar (Eugenia sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia) Tengkawang (Shorea stenoptera)

29,935 18,824 10,065 9,804 8,366 Tiang 1 2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus gracills) Meranti Merah (Shorea leprosula) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Kumpang (Myristica sp) Mahawai (Mezzetia sp)

38,298 25,000 7,447 5,319 4,255 Pohon 1 2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus gracills) Meranti Putih (Shorea bracteolata) Bunyu (Santina grififiti)

Ulin (Eusideroxylon zwageri)

31,609 10,345 8,046 7,471 6,322

Untuk tingkat semai pada hutan primer jenis-jenis yang mempunyai kerapatan relatif tinggi adalah dari jenis komersial semua, yaitu tertinggi adalah meranti merah (Shorea leprosula), kemudian bengkirai (Hopea ferrugenia), benuas (Shorea laevifolia), keruing (Dipterocarpaceae sp), lalu ubar (Eugenia sp). Pada


(41)

hutan bekas tebangan di setiap RKL yang memiliki kerapatan relatif tinggi juga adalah jenis komersial, secara berturut-turut menurut kalkulasi setiap RKL yang memiliki kerapatan tinggi adalah meranti merah (Shorea leprosula), bengkirai (Hopea ferrugenia), keruing (Dipterocarpaceae sp), tengkawang (Shorea sp) dan ubar (Eugenia sp).

Untuk tingkat pancang pada hutan primer, kerapatan relatif tertinggi berturut-turut dari yang tertinggi adalah meranti merah (Shorea leprosula), keruing (Dipterocarpaceae sp), bengkirai (Hopea ferrugenia), ubar (Eugenia sp), dan kumpang (Myristica sp). Begitu juga pada hutan bekas tebangan meranti merah (Shorea leprosula) memiliki kerapatan relatif tertinggi pada setiap RKL kemudian keruing (Dipterocarpaceae sp), ubar (Eugenia sp), kumpang (Myristica sp), dan bengkirai (Hopea ferrugenia). Pada tingkat pancang jenis-jenis yang mempunyai kerapatan relatif tinggi adalah jenis komersial.

Meranti merah (Shorea leprosula) juga memiliki kerapatan relatif yang tertinggi pada tingkat tiang. Jenis-jenis yang memiliki kerapatan relatif yang tinggi pada tingkat tiang adalah dari golongan komersial pada hutan primer maupun pada hutan bekas tebangan. Pada hutan primer secara berturut-turut yang memiliki kerapatan relatif tinggi adalah meranti merah (Shorea leprosula), keruing (Dipterocarpaceae sp), ubar (Eugenia sp), kumpang (Myristica sp), dan mahawai (Mezettia sp). Sedangkan pada hutan bekas tebangan secara berturut-turut berdasarkan kalkulasi di setiap RKL adalah keruing (Dipterocarpaceae sp), meranti merah (Shorea leprosula), bengkirai (Hopea ferrugenia), kumpang (Myristica sp), dan ubar (Eugenia sp).

Keruing (Dipterocarpaceae sp), meranti merah (Shorea leprosula), tengkawang (Shorea sp), bengkirai (Hopea ferrugenia), dan benuas (Shorea laevifolia) merupakan jenis-jenis pohon komersial yang ditemukan mempunyai kerapatan yang tinggi pada hutan primer sedangkan pada hutan bekas tebangan adalah meranti merah (Shorea leprosula), keruing (Dipterocarpaceae sp), kumpang (Myristica sp), bengkirai (Hopea ferrugenia), dan tengkawang (Shorea sp) yang juga merupakan jenis komersial.

Keberadaan permudaan akan mendukung stadium di atasnya walaupun dilakukan penebangan. Pada hutan primer maupun hutan bekas tebangan dapat


(42)

diketahui bahwa semakin tinggi kelas diameternya maka semakin rendah kerapatannya. Pada hutan bekas tebangan terjadi penurunan kerapatan baik untuk jenis komersial maupun non komersial hal ini dikarenakan oleh adanya dampak dari pembalakan seperti arah rebah yang salah dan pembuatan jalan (PWH). Cain dan castro (1971, dalam Wibowo, 2002) menyatakan bahwa data kerapatan seringkali digunakan tidak hanya untuk mendeskripsikan aspek kuantitatif saja dari kondisi pada waktu pengamatan tetapi juga untuk meyakinkan terjadinya perubahan alamiah yang terjadi di dalam komunitas tersebut.

3. Frekuensi

Dalam suatu masyarakat tumbuhan, penyebaran suatu jenis dapat diketahui melalui nilai frekuensinya. Frekuensi merupakan ukuran uniformitas atau regularitas terdapatnya suatu jenis dalam komunitas. Dalam menetapkan contoh ukuran minimum yang mewakili komposisi jenis dari suatu komunitas, frekuensi memegang peranan penting.

Frekuensi yaitu perbandingan banyaknya petak yang terisi oleh suatu jenis terhadap jumlah petak seluruhnya, yang biasanya dinyatakan dalam persen (%), adalah ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya jenis di dalam tegakan. Untuk menghitung nilai penting atau dominansi diperlukan pula besaran frekuensi relatif yaitu persen frekuensi suatu jenis terhadap jumlah frekuensi seluruh jenis. Nilai frekuensi relatif beberapa jenis pada petak pengamatan dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12 berikut :

Tabel 11. Sebaran keberadaan jenis-jenis dengan nilai frekuensi relatif yang sering ditemui pada petak pengamatan hutan primer menurut tingkat pertumbuhan.

Tingkat

Pertumbuhan No. Jenis FR (%)

Semai 1 2

3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus gracills) Ubar (Eugenia sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia) Kumpang (Myristica sp)

25,385 20,000 13,846 10,000 7,692


(43)

Lanjutan Tabel 11. Pancang 1 2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus gracills) Meranti Merah (Shorea leprosula) Ubar (Eugenia sp)

Kumpang (Myristica sp)

Kempas (Koompasia malaccensis)

17,167 16,738 14,592 10,300 6,438 Tiang 1 2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Kumpang (Myristica sp)

Ubar (Eugenia sp)

Keruing (Dipterocarpus gracills) Mahawai (Mezzetia sp)

16,114 8,531 8,531 7,583 5,213 Pohon 1 2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus gracills) Meranti Merah (Shorea leprosula) Ramin Bukit (Gonystilus bancanus) Tengkawang (Shorea stenoptera) Meranti Putih (Shorea bracteolata)

18,667 16,889 6,667 6,667 5,778

Tabel 12. Sebaran keberadaan jenis-jenis dengan nilai frekuensi relatif yang sering ditemui pada petak pengamatan hutan bekas tebangan menurut tingkat pertumbuhan

RKL Tingkat Pertumbuhan

No. Jenis FR (%)

1 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Kumpang (Myristica sp)

Keruing (Dipterocarpus sp) Ubar (Eugenia sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia)

29.218 17.073 13.821 12.195 8.130

Pancang 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Ubar (Eugenia sp)

Keruing (Dipterocarpus sp) Kumpang (Myristica sp) Mahawai (Mezettia sp)

20.526 20.000 14.211 13.158 6.842


(44)

Lanjutan Tabel 12. RKL Tingkat

Pertumbuhan

No. Jenis FR (%)

Tiang 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus sp) Meranti Merah (Shorea leprosula) Kumpang (Myristica sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia) Medang (Dehaasia sp)

36.134 22.689 9.244 6.723 6.723

Pohon 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Tengkawang (Shorea sp)

Kempas (Koompasia malaccensis) Bunyu (Santiria grififiti)

21.531 16.746 7.177 6.699 5.742

2 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Kumpang (Myristica sp)

Keruing (Dipterocarpus sp) Ubar (Eugenia sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia)

31.818 19.091 14.545 13.636 9.091

Pancang 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Ubar (Eugenia sp)

Keruing (Dipterocarpus sp) Kumpang (Myristica sp) Mahawai (Mezettia sp)

20.106 20.106 14.286 13.228 6.878

Tiang 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus sp) Meranti Merah (Shorea leprosula) Kumpang (Myristica sp)

Ubar (Eugenia sp)

Bengkirai (Hopea Ferrugenia)

25.170 20.408 14.286 12.245 6.122

Pohon 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Kumpang (Myristica sp) Ubar (Eugenia sp)

Kempas (Koompasia malaccensis)

18.352 15.730 8.989 7.865 4.494


(45)

Lanjutan Tabel 12. RKL Tingkat

Pertumbuhan

No. Jenis FR (%)

3 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Tengkawang (Shorea sp) Ubar (Eugenia sp)

31.034 18.966 15.517 7.759 7.759

Pancang 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Ubar (Eugenia sp)

Kumpang (Myristica sp) Bengkirai (Hopea ferrugenia)

19.905 16.588 14.692 11.848 8.531

Tiang 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Kumpang (Myristica sp) Jabon (Antocephalus cadamba) Mahawai (Mezettia sp)

25.564 23.308 12.782 6.015 6.015

Pohon 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus sp) Meranti Merah (Shorea leprosula) Tengkawang (Shorea sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia) Bunyu (Santiria grififiti)

19.502 17.012 7.469 5.809 4.564

4 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Ubar (Eugenia sp)

Benuas (Shorea laevifolia) Kumpang (Myristica sp)

26.515 21.970 12.121 6.061 6.061

Pancang 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus sp) Meranti Merah (Shorea leprosula) Ubar (Eugenia sp)

Kumpang (Myristica sp)

Kempas (Koompasia malaccensis)

18.636 17.727 11.818 10.909 7.727


(46)

Lanjutan Tabel 12. RKL Tingkat

Pertumbuhan

No. Jenis FR (%)

Tiang 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus sp) Meranti Merah (Shorea leprosula) Kumpang (Myristica sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia) Ubar (Eugenia sp)

32.061 25.191 8.397 7.634 5.344

Pohon 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Ubar (Eugenia sp)

Tengkawang (Shorea sp) Bunyu (Santiria grififiti)

20.000 15.111 7.556 5.333 4.444

5 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Ulin (Eusideroxylon zwageri) Tengkawang (Shorea sp)

27.344 21.344 11.719 6.250 6.250

Pancang 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus sp) Meranti Merah (Shorea leprosula) Ubar (Eugenia sp)

Kempas (Koompasia malaccensis) Bengkirai (Hopea ferrugenia)

21.053 19.474 15.263 8.947 6.316

Tiang 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus sp) Meranti Merah (Shorea leprosula) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Kumpang (Myristica sp) Mahang (Macaranga sp)

30.714 22.143 8.571 7.143 3.571

Pohon 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Tengkawang (Shorea sp) Kumpang (Myristica sp) Benuas (Shorea laevifolia)

17.544 15.789 6.579 6.140 4.825


(47)

Lanjutan Tabel 12. RKL Tingkat

Pertumbuhan

No. Jenis FR (%)

6 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Keruing (Dipterocarpus sp) Ubar (Eugenia sp)

Kumpang (Myristica sp)

33.628 14.159 13.274 11.504 7.965

Pancang 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Kumpang (Myristica sp) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Benuas (Shorea laevifolia)

25.698 19.553 13.966 8.939 8.380

Tiang 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus sp) Meranti Merah (Shorea leprosula) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Mahawai (Mezettia sp) Kumpang (Myristica sp)

29.545 21.212 6.818 6.818 6.818

Pohon 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Kumpang (Myristica sp) Ulin (Eusideroxylon zwageri) Bunyu (Santiria grififiti)

21.560 15.138 7.798 4.587 4.128

7 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Ubar (Eugenia sp)

Tengkawang (Shorea sp)

29.231 26.154 10.769 8.462 6.923

Pancang 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Ubar (Eugenia sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia) Benuas (Shorea laevifolia)

20.833 20.313 18.750 6.771 5.208


(48)

Lanjutan Tabel 12. RKL Tingkat

Pertumbuhan

No. Jenis FR (%)

Tiang 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Tengkawang (Shorea sp) Bunyu (Santiria grififiti)

30.857 30.714 9.286 5.714 2.857

Pohon 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Bunyu (Santiria grififiti)

Meranti Putih (Shorea bracteolata) Ulin (Eusideroxylon zwageri)

21.481 11.111 8.889 8.889 7.407

Berdasarkan Tabel 11 dan Tabel 12 terlihat bahwa jenis-jenis yang menyebar merata disetiap areal adalah jenis-jenis komersial. Pada hutan primer tingkat semai, jenis yang menyebar merata tertinggi adalah jenis meranti merah (Shorea leprosula) kemudian keruing (Dipterocarpus sp), ubar (Eugenia sp), bengkirai (Hopea ferrugenia), dan kumpang (Myristica sp). Begitu juga pada hutan bekas tebangan jenis tersebut menyebar merata pula di setiap RKL.

Pada tingkat pancang di hutan primer jenis-jenis yang menyebar merata secara berturut-turut adalah keruing (Dipterocarpus sp), meranti merah (Shorea leprosula), ubar (Eugenia sp), kumpang (Myristica sp) dan kempas (Koompassia malaccensis). Sedangkan pada hutan bekas tebangan, jenis-jenis yang menyebar merata hampir di seluruh areal secara berturut-turut adalah meranti merah (Shorea leprosula), keruing (Dipterocarpus sp), ubar (Eugenia sp), bengkirai (Hopea ferrugenia) dan mahawai (Mezettia sp). Hampir semua jenis komersial pada tingkat pancang menyebar merata di setiap RKL.

Meranti merah (Shorea leprosula) memiliki frekuensi relatif tertinggi untuk tingkat tiang pada hutan primer kemudian kumpang (Myristica sp), ubar (Eugenia sp), keruing (Dipterocarpus sp), dan mahawai (Mezettia sp). Begitu juga pada hutan bekas tebangan, jenis tersebut menyebar merata di setiap RKL.

Pada tingkat pohon di hutan primer, jenis-jenis yang menyebar merata di setiap areal pengamatan adalah keruing (Dipterocarpus sp), meranti merah


(49)

(Shorea leprosula), ramin bukit (Gonystilus bancanus), tengkawang (Shorea sp) dan meranti putih (Shorea bracteolata). Sedangkan pada hutan bekas tebangan secara berturut-turut jenis yang menyebar merata hampir di setiap RKL adalah meranti merah (Shorea leprosula), keruing (Dipterocarpus sp), tengkawang (Shorea sp), kempas (Koompassia malaccensis), dan bunyu (Santiria grififiti).

Frekuensi relatif yang tinggi disebabkan oleh spesies tersebut mempunyai toleransi yang besar dari unsur hara dan faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan dapat menyebabkan timbulnya kompetisi di antara tumbuhan, sedangkan kompetisi ini dapat mempengaruhi atau membatasi penyebaran suatu jenis.

Berdasarkan nilai frekuensinya memiliki pola penyebaran yang khas yaitu jumlah terbanyak adalah pada pohon berdiameter kecil atau pohon muda, karena biasanya ditemukan hidup mengelompok atau di bawah tajuk terbuka, sedangkan pohon tua atau berdiameter besar terpencar di seluruh areal hutan sehingga jumlahnya sedikit.

4. Dominansi Jenis

Tingkat dominansi suatu jenis dari jenis lainnya dapat menggunakan besaran-besaran seperti kerapatan, persen penutupan tajuk (tajuk atau luas bidang dasar), volume, biomas atau produktivitas. Untuk menetapkan dominansi atau tingkat penguasaan seluruh jenis dalam tegakan pada penelitian ini dengan menggunakan Indeks Nilai Penting (INP) yang merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan luas bidang dasar relatif untuk tingkat tiang dan pohon sehingga nilai maksimal INP adalah 300%. Sedangkan untuk tingkat semai dan pancang dengan menjumlahkan kerapatan relatif dan frekuensi relatif sehingga nilai maksimal INP adalah 200%.

Suatu jenis akan dominan dalam komunitas apabila jenis tersebut berhasil memanfaatkan sebagian sumberdaya yang ada dibandingkan jenis-jenis lainnya. Besarnya nilai INP tergantung dari kerapatan, frekuensi dan dominansinya. Semakin tinggi INP suatu jenis maka semakin tinggi penguasaannya di dalam suatu komunitas tempat spesies tersebut tumbuh. Pada petak pengamatan dihutan primer dan hutan bekas tebangan ditemukan beberapa jenis pohon yang dominan


(50)

pada setiap tingkat pertumbuhan dengan Indek Nilai Penting (INP) yang tersaji pada Tabel 13 dan Tabel 14 berikut :

Tabel 13. Beberapa jenis pohon dengan Indeks Nilai Penting (INP) tinggi pada hutan primer

Tingkat Pertumbuhan

No. Jenis INP (%)

Semai 1 2

3 4 5

Meranti Merah ( Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia)

Benuas (Shorea laevifolia) Ubar ( Eugenia sp)

68.403 31.784 28.483 19.998 17.155 Pancang 1

2 3 4 5

Meranti Merah ( Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Ubar ( Eugenia sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia)

Kumpang (Myristica sp)

46.350 30.681 26.343 19.522 17.351 Tiang 1

2 3 4 5

Meranti Merah ( Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Kumpang (Myristica sp)

Ubar ( Eugenia sp) Resak (Vatica banana)

70.801 27.137 23.391 17.241 16.372 Pohon 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus sp) Meranti Merah ( Shorea leprosula) Tengkawang (Shorea spp)

Benuas (Shorea laevifolia)

Bengkirai (Hopea ferrugenia)

71.421 65.976 24.849 15.438 14.662


(51)

Tabel 14. Beberapa jenis pohon dengan Indeks Nilai Penting (INP) tinggi pada hutan bekas tebangan di setiap RKL.

RKL Tingkat Pertumbuhan

No. Jenis INP (%)

1 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Kumpang (Myristica sp) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Ubar (Eugenia sp)

75.845 24.708 23.807 18.119 18.031

Pancang 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Ubar (Eugenia sp)

Keruing (Dipterocarpus sp) Kumpang (Myristica sp) Bengkirai (Hopea ferrugenia)

58.108 41.196 24.093 22.391 11.629

Tiang 1

2 3 4 5

Keruing (Dipterocarpus sp) Meranti Merah (Shorea leprosula) Kumpang (Myristica sp)

Bengkirai (Hopea ferrugenia) Medang (Litcea sp) (Litcea sp)

129.368 61.821 21.984 21.737 18.449

Pohon 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Kempas (Koompassia malacensis) Tengkawang (Shorea spp)

Bunyu (Santiria grififiti)

103.707 53.446 19.490 19.300 13.942

2 Semai 1

2 3 4 5

Meranti Merah (Shorea leprosula) Keruing (Dipterocarpus sp) Kumpang (Myristica sp) Bengkirai (Hopea ferrugenia) Ubar (Eugenia sp)

88.431 27.401 25.642 22.564 18.457


(1)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Komposisi Jenis Dan Struktur Tegakan Di Hutan Bekas Tebangan Dan Hutan Primer Di Areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah

Nama Mahasiswa : Sutjie Dwi Utami

NRP : E14102057

Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Ir. Ahmad Hadjib, MS NIP. 130 516 500

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799


(2)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Analisis Komposisi Jenis Dan Struktur Tegakan Di Hutan Bekas Tebangan Dan Hutan Primer Di Areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah” dengan baik.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis sedikit banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Orang tua, Ayah (Tachyana) dan Ibu (Elly Purwati) serta adik dan kakakku yang telah memberi semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ir. Ahmad Hadjib, MS. selaku dosen pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama proses penyelesaian skripsi.

3. Dr. Ir. Bintang CH Simangunsong dan Dr. Ir. Mirza Dikari selaku dosen penguji atas nasehat dan waktunya.

4. Seluruh staf pegawai PT. SARPATIM dalam memberikan bantuan baik berupa data maupun bantuan di lapangan.

5. Teman satu bimbingan (Desi Anggraini) serta seluruh teman – teman MNH 39 yang telah membantu penulis baik secara moril maupun material. 6. Temanku Rika Andriani dan Aa (Wahyu Hidayat) atas bantuan yang telah

diberikan kepada penulis.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, tetapi besar harapan penulis, semoga dengan adanya skripsi ini dapat memberikan kontribusi dan membantu dalam rangka perbaikan kondisi hutan di masa yang akan datang dan sebagai acuan gambaran hutan masa kini.

Bogor, Januari 2007


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 September 1982 dari ayah Tachyana dan ibu Elly Purwati. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 6 Bogor dan pada tahun 2002 melanjutkan studi ke IPB melalui jalur SPMB. Penulis memilih Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Profesi Forest Management Study Club (FMSC) Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen dalam mata kuliah Ilmu Ukur Hutan (IUH).

Penulis pernah melaksanakan praktek pengenalan hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gunung Slamet serta praktek umum Pengelolaan Hutan bersama mahasiswa Universitas Gadjah Mada di Getas (KPH Ngawi) tahun 2005. Selanjutnya penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah selama dua bulan.

Sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana Kehutanan, penulis membuat skripsi yang berjudul “Analisis Komposisi Jenis Dan Struktur Tegakan Di Hutan Bekas Tebangan Dan Hutan Primer Di Areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah” di bawah bimbingan Ir. Ahmad Hadjib, MS.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Hutan Hujan Tropika ... 4

Konsepsi Struktur Tegakan ... 4

Konsepsi Komposisi Jenis ... 5

Model Pertumbuhan Hutan Alam ... 6

Tinjauan Permudaan dan Tegakan Hutan Alam ... 6

Sistem Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari Indonesia ... 7

Kondisi Hutan Alam Setelah Pemanenan ... 7

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Luas PT. SARPATIM ... 9

Tanah dan Geologi ... 10

Topografi ... 11

Iklim dan Curah Hujan ... 11

Keadaan Hutan ... 12

Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ... 14

METODOLOGI Lokasi dan Waktu ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Cara Penelitian ... 16

Pengelompokkan Data ... 17

Analisis Data ... 18

Penyusunan Model Struktur Tegakan ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Jenis ... 21

Kerapatan ... 24

Frekuensi ... 30

Dominansi Jenis ... 37

Indeks Dominansi Jenis (C) ... 44

Indeks Keragaman Jenis (H) ... 45

Indeks Kesamaan Komunitas (IS) ... 46


(5)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 55 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

No. Halaman Teks

1. Kondisi Penutupan Areal IUPHHK PT.SARPATIM ... 10

2. Luas Jenis Tanah Di Areal IUPHHK PT.SARPATIM ... 11

3. Distribusi Kelas Lereng Arteal IUPHHK PT.SARPATIM ... 11

4. Rencana dan realisasi produksi IUPHHK PT. SARPATIM ... 13

5. Jumlah Rumah Tangga Sektor Ekonomi Di Setiap Wilayah Kecamatan ... 14

6. Jumlah Rumah Tangga Menurut Sub Sektor Pertanian di Setiap Wilayah Kecamatan ... 14

7. Kepadatan Penduduk di SetiapAreal IUPHHK PT. SARPATIM .... 15

8. Jumlah Jenis Dalam Petak Coba Pada Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan di RKL I Sampai Dengan RKL VII ... 21

9. Beberapa Jenis Tumbuhan Yang Mempunyai Nilai Kerapatan Relatif yang Tinggi Pada Berbagai Tingkat Pertumbuhan Pada Hutan Primer ... 24

10. Beberapa Jenis Tumbuhan Yang Mempunyai Nilai Kerapatan Relatif yang Tinggi Pada Berbagai Tingkat Pertumbuhan Pada Hutan Bekas Tebangan ... 25

11. Sebaran Keberadaan Jenis – Jenis Dengan Nilai Frekuensi Relatif Yang Sering Ditemui Pada Petak Pengamatan Hutan Primer Menurut Tingkat Pertumbuhan ... 30

12. Sebaran Keberadaan Jenis – Jenis Dengan Nilai Frekuensi Relatif Yang Sering Ditemui Pada Petak Pengamatan Hutan Bekas Tebangan Menurut Tingkat Pertumbuhan ... 31

13. Beberapa Jenis Pohon Dengan Nilai INP Tinggi Pada Hutan Primer ... 38

14. Beberapa Jenis Pohon Dengan Nilai INP Tinggi Pada Hutan Bekas Tebangan di Setiap RKL ... 39

15. Indeks Dominansi (C) Pada Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan Pada RKL I Sampai RKL VII ... 45

16. Indeks Keragaman Jenis (H) Pada Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan ... 46

17. Nilai Indeks Kesamaan (IS) Pada Dua Kondisi Yang Dibandingkan ... 47

18. Persamaan Regresi Hubungan Antara Kelas Diameter (X) Dengan Jumlah Pohon per Hektar (Y) Pada Hutan Primer dan Hutan Bekas Tebangan ... 49