Uji daya hasil pendahuluan galur-galur dihaploid padi (Oryza sativa) sawah berumur genjah

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI
(Oryza sativa) SAWAH BERUMUR GENJAH

MEYRINDA RIZQILLAH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Daya Hasil GalurGalur Dihaploid Padi (Oryza sativa) Sawah Berumur Genjah adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Juni 2013

Meyrinda Rizqillah
NIM A24090045

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
MEYRINDA RIZQILLAH. Uji Daya Hasil Galur-Galur Dihaploid Padi (Oryza
sativa) Sawah Berumur Genjah. Dibimbing oleh BAMBANG S PURWOKO.
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya
hasil galur-galur padi sawah dihaploid berumur genjah dari kultur antera dan dua
varietas kontrol yaitu Inpari 13 dan Inpari 19. Penelitian disusun dalam rancangan
acak kelompok lengkap teracak dengan tiga ulangan. Peubah yang diamati adalah
tinggi tanaman vegetatif, tinggi tanaman generatif, tinggi runduk, jumlah anakan
maksimum, jumlah anakan produktif, diameter batang, panjang ruas batang, rasio
tinggi tanaman dengan diameter batang, umur berbunga, umur panen, panjang

malai, jumlah gabah berisi per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah
gabah total, persentase gabah isi per malai, persentase gabah hampa per malai,
bobot 1 000 butir gabah dan hasil gabah per petak. Produktivitas galur-galur yang
diuji tidak lebih tinggi dibandingkan dua varietas pembanding. Semua variabel
berpengaruh sangat nyata. Galur C41 (4.77 ton/ha), C42 (4.43 ton/ha), dan C49
(4.91 ton/ha) memiliki produktivitas yang sama dengan dua varietas pembanding
yaitu varietas Inpari 13 (5.17 ton/ha) dan varietas Inpari 19 (5.07 ton/ha).
Kata kunci: Dihaploid, Padi sawah berumur genjah , Uji daya hasil

ABSTRACT
MEYRINDA RIZQILLAH. Yield Trial of Doubled Haploid Lines of Early
Maturity Rice (Oryza sativa L.). Supervised by BAMBANG S PURWOKO.
An experiment was conducted in Kebun Percobaan Muara, Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi, Bogor. The objective of the research was to evaluate
yield components and yield of doubled haploid lines obtained from anther culture
and two cultivars as control, i.e. Inpari 13 and Inpari 19. The experiment was
arranged in a completely randomized block design with three replications. The
variable observed were height at vegetative stage, height at generative stage,
natural height bended panicle, number of tiller, number of productive tiller,
diameter of stem, internode length, ratio of height and stem diameter, time of

heading, time of ripening, length of panicle, number of filled grain, number of
empty grain, number of total spikelet on panicle, the percentage of filled grain, the
percentage of empty grain, seed index, and grain yield. All variables were
statistically significant. The lines C41(4.77 ton/ha), C42 (4.43 ton/ha), C49 (4.91
ton/ha) gave productivity equals to two cultivars as control, i.e. Inpari 13 (5.17
ton/ha) dan Inpari 19 (5.07 ton/ha).
Key words: Doubled Haploid, Early Mature Rice, Yield Trial

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR DIHAPLOID PADI
(Oryza sativa) SAWAH BERUMUR GENJAH

MEYRINDA RIZQILLAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Uji Daya Hasil Pendahuluan Galur-Galur Dihaploid Padi
(Oryza sativa) Sawah Berumur Genjah
Nama
: Meyrinda Rizqillah
NIM
: A24090045

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik dan menulis
skripsi dengan judul “Uji Daya Hasil Galur-Galur Dihaploid Padi (Oryza sativa)
Sawah Berumur Genjah”.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh pihak
yang membantu dalam pelaksanaan penelitian, terutama :
1. Mama, papa dan ketiga adik saya yaitu Zany, Firly, dan Billy yang
saya cintai dan banggakan yang selalu mendoakan serta memberikan
arahan dalam meniti kehidupan.
2. Bapak Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc selaku dosen
pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap penulis selama
kegiatan perkuliahan, melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.
3. Ibu Dr Ir Iswari S Dewi yang telah memberikan bahan penelitian dan

masukan selama persiapan dan pelaksanaan penelitian.
4. Staf pengajar dan staf komisi pendidikan Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
5. Teknisi Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Padi dan
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik
Pertanian (BB Biogen) yang telah membantu proses penelitian.
6. Program Beasiswa BUMN yang telah memberikan bantuan beasiswa
selama perkuliahan.
7. Gusmen, Ica, Ifan Tanoto, dan teman-teman Agronomi dan
Hortikultura angkatan 46 yang membantu dalam proses penelitian.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat terhadap kemajuan
di bidang pertanian Indonesia.

Bogor, Juni 2013
Meyrinda Rizqillah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 2
Botani dan Morfologi Padi


2

Budi Daya Padi Sawah

2

Pemuliaan Padi

4

Pemanfaatan Kultur Antera dalam Pengembangan Padi

5

Uji Daya Hasil

6

BAHAN DAN METODE .................................................................................... 8

Tempat dan Waktu

8

Bahan dan Alat

8

Metode Percobaan

8

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 11
Kondisi Umum

11

Keragaan Karakter Agronomi Galur Dihaploid

12


Komponen Pertumbuhan Tanaman

13

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21
LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR TABEL
1 Daftar galur-galur padi sawah hasil kulur antera yang diuji

8


2 Analisis ragam pengaruh genotipe pada karakter agronomi galur
dihaploid hasil kultur antera

12

3 Hasil rataan tinggi tanaman vegetatif, generatif, dan runduk

13

4 Hasil rataan jumlah anakan total dan produktif

14

5 Hasil rataan diameter batang, panjang ruas batang, dan rasio tinggi
tanaman dengan diameter batang

15

6 Hasil rataan umur berbunga, umur panen, dan lama pengisian

17

7 Hasil rataan panjang malai, jumlah gabah total, jumlah gabah bernas,
dan jumlah gabah hampa

18

8 Hasil rataan persen gabah bernas, persen gabah hampa, bobot 1 000
butir, dan produktivitas

19

DAFTAR GAMBAR
1 Penampilan galur C41 (kiri) dan C49 (kanan) pada saat berbunga 50%

17

2 Penampilan galur C42 pada saat proses pengisian biji

20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi varietas Inpari 13

25

2 Deskripsi varietas Inpari 19

26

3 Sidik ragam beberapa karakter galur-galur

27

4 Data iklim

33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan sumber pangan utama penduduk Indonesia. Peningkatan
produksi perlu dilakukan sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk.
Penyusutan lahan menjadi persoalan utama untuk peningkatan produksi pangan
di Indonesia. Faktor utama yang mendukung peningkatan produksi padi adalah
penggunaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama,
penyakit, dan cekaman abiotik (Siwi dan Kartowinoto 1993). Varietas padi sawah
yang dikembangkan perlu memiliki sifat antara lain produktivitas tinggi, mampu
mengatasi cekaman biotik dan abiotik, tahan terhadap hama dan penyakit, rasa
nasi yang disukai konsumen, memiliki kandungan gizi yang baik dan berumur
genjah (Suhendrata 2008).
Perubahan iklim berpengaruh terhadap kenaikan frekuensi maupun
intensitas keadaan cuaca ekstrim, perubahan pola tanam, serta peningkatan suhu
dan permukaan air. Dalam subsektor pertanian, tanaman pangan paling rentan
terhadap perubahan iklim yaitu relatif sensitif terhadap cekaman kelebihan dan
kekurangan air (Surmaini et al. 2010). Dampak yang dikhawatirkan dari
perubahan iklim antara lain menurunnya produksi dan kualitas hasil pertanian.
Perkembangan hama dan penyakit tanaman juga dipengaruhi oleh perubahan
iklim. Dalam menghadapi perubahan iklim, untuk mempertahankan dan
meningkatkan produksi padi, diarahkan untuk mendapatkan varietas padi berumur
genjah. Kondisi iklim yang ekstrim seperti banjir dan kekeringan menjadi
pembatas utama dalam budi daya padi. Varietas padi berumur genjah diperlukan
dalam menghadapi kondisi kekeringan sehingga sebelum memasuki musim
kemarau periode kritis dalam pertumbuhan padi telah terlewati. Diperlukan
varietas yang berumur genjah untuk mendukung pola tanam. Varietas padi
berumur genjah merupakan varietas yang diinginkan oleh petani sehingga
frekuensi panen dapat ditingkatkan dengan mempertimbangkan ketersediaan air.
Varietas berumur genjah memungkinkan petani menaman padi dua atau tiga kali
dalam setahun sehingga petani dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan.
Galur-galur harapan padi sawah dapat dihasilkan melalui program
pemuliaan tanaman. Pemuliaan padi dapat dilakukan secara konvensional berupa
persilangan yang diikuti penggaluran dan secara nonkonvensional dengan
pendekatan bioteknologi antara lain dengan kultur antera. Dengan kultur antera
antara lain diperoleh padi gogo dihaploid tipe baru hasil kultur antera dengan
karakter tanaman tegak, batang tegak, malai lebat dan panjang, serta pengisian
gabah baik (Safitri et al. 2010) dan padi gogo tahan aluminium (Dewi et al. 2006).
Pemuliaan melalui kultur antera akan menghemat waktu penelitian (Dewi dan
Purwoko 2001). Melalui teknik tersebut telah diperoleh galur-galur padi sawah
berumur genjah (Dewi IS 19 November 2012, komunikasi pribadi). Galur-galur
antera yang telah dihasilkan perlu diuji daya hasil untuk mengetahui
produktivitasnya. Galur-galur harapan tersebut dapat dikembangkan menjadi
varietas baru.

2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya hasil galur padi sawah
dihaploid berumur genjah dan mendapatkan galur-galur yang berdaya hasil tinggi.
Hipotesis
Terdapat satu atau lebih galur berumur genjah yang mempunyai
produktivitas lebih tinggi atau sama dengan varietas pembandingnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk famili Gramineae yang ditandai
dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Panjang ruas tidak sama. Ruas
yang terpendek pada pangkal batang dan ruas kedua, ketiga, dan seterusnya lebih
panjang dibanding ruas sebelumnya. Padi termasuk tanaman yang berakar serabut.
Akar primer tumbuh pada saat perkecambahan yang kemudian digantikan dengan
akar adventif (Siregar 1981).
Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase yaitu vegetatif,
reproduktif dan pematangan. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organorgan vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah
bobot, dan luas daun. Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa
ruas teratas tanaman, berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera,
bunting, dan pembungaan. Inisiasi promodia malai biasanya dimulai 30 hari
sebelum heading dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas
batang, yang berlanjut hingga berbunga (Makarim dan Suhartatik 2009).
Pembungaan adalah stadia keluarnya malai sedangkan antesis mulai bila benang
sari bunga paling ujung pada tiap cabang malai telah keluar. Setelah antesis,
spikelet memasuki fase pemasakan yang terdiri atas masak susu, masak tepung,
menguning, dan masak panen. Fase pemasakan ditandai dengan menuanya daun
dan pertumbuhan biji, yaitu bertambah ukuran biji, bobot, dan perubahan warna
(Taslim et al. 1993). Di daerah tropika lama fase reproduktif umumnya 35 hari
dan fase pematangan sekitar 30 hari (Makarim dan Suhartatik 2009).

Budi Daya Padi Sawah
Budi daya tanaman padi sawah memerlukan banyak air untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhannya. Pertumbuhan pertanaman padi sangat ditentukan
oleh ketersediaan air. Waktu yang tepat untuk membudidayakan tanaman padi
pada awal musim penghujan (Siregar 1981). Adanya perubahan iklim
menyebabkan perubahan waktu penanaman dan pola tanam. Perencanaan tanam
disesuaikan dengan kondisi sumber daya iklim dan air yang dilihat pada peta

3
kalender tanam yang telah diterbitkan oleh Kementrian Pertanian (Surmaini et al.
2010).
Pengolahan tanah merupakan faktor yang berpengaruh terhadap hasil padi
selain pemupukan, pengairan yang cukup dan pengendalian hama dan penyakit.
Tujuan pengolahan tanah adalah mengendalikan gulma secara efektif,
memperbaiki tata udara yang penting untuk perkembangan akar padi, mencampur
bahan organik tanah, dan mencampur lapisan olah tanah sebelah atas dan bawah
sehingga menyeragamkan kesuburan tanah (Taslim et al. 1993). Pengolahan tanah
sawah meliputi tiga fase yaitu penggenangan tanah sawah sampai tanah jenuh air,
membajak yaitu awal pemecahan bongkah dan membalik tanah, dan menggaru
untuk menghancurkan dan melumpurkan tanah dengan air (De Datta 1981).
Persiapan bibit sebelum tanam padi sawah dapat menggunakan dua metode
yaitu persemaian basah dan persemaian kering. Persiapan semai basah terdiri atas
membuat persemaian, merendam benih, memeram benih, menabur benih, dan
memelihara persemaian (Deptan Satuan Pengendali Bimas 1983). Benih bernas
(yang tenggelam) dibilas dengan air bersih dan kemudian direndam dalam air
selama 24 jam. Pemeraman dalam karung dilakukan selama 48 jam dan kondisi
dijaga kelembabannya dengan cara membasahi karung dengan air. Luas
persemaian sebaiknya 4% dari luas tanam. Lebar bedengan pembibitan 1.0-1.2 m
dan diberi campuran pupuk kandang, serbuk kayu, dan abu sebanyak 2 kgm-2.
Penambahan ini memudahkan pencabutan bibit padi sehingga kerusakan akar
dapat dikurangi. Antar bedengan dibuat parit sedalam 25-30 cm (BB2TP 2008b).
Persemaian basah dibuat pada lahan yang berair (macak-macak). Persemaian
kering dilakukan dengan menebar benih di atas bahan yang terbuat dari plastik
atau bahan lain yang diairi secara teratur. Benih dapat pula ditempatkan pada
kotak kayu, kotak plastik atau besek bambu (Kadir dan Guswara 2008).
Tanam merupakan awal kegiatan yang menentukan tingkat keberhasilan.
Pemilihan bibit tanaman dan saat di persemaian sampai persiapan tanam penting
diperhatikan. Bibit tanaman harus sehat, vigorus, dan tepat umur. Pemilihan jarak
tanam merupakan faktor produksi yang penting. Jarak tanam yang optimum
tergantung dari kesuburan tanah, varietas, dan dosis pupuk yang akan digunakan
(BB Padi 2011).
Pemupukan adalah penambahan satu atau beberapa unsur hara tanaman
yang tersedia atau dapat tersedia ke dalam tanah atau tanaman untuk
meningkatkan dan atau mempertahankan kesuburan tanah untuk mencapai sasaran
hasil (Taslim et al. 1993). Aplikasi pupuk sebagai sumber unsur hara bertujuan
mencukupi kebutuhan hara tanaman dan menambahkan kekurangan hara yang
berasal dari tanah. Prinsip aplikasi pupuk adalah mengoptimalkan pemanfaatan
hara dari dalam tanah maupun berasal dari pupuk secara efektif dan efisien
dengan meminimalkan cemaran zat kimia beracun berasal dari pupuk terhadap air
dan lingkungan serta memelihara keberlanjuan produksi (BB Padi 2011).
Gulma yang tumbuh di antara tanaman akan merugikan karena berkompetisi
dengan tanaman dalam mendapatkan sinar matahari, air, dan hara. Gulma dapat
dikendalikan dengan beberapa cara yaitu manual dengan tangan, mekanis dengan
landak lokal atau landak ganda, biologis, dan kimiawi dengan herbisida (Taslim et
al. 1993).
Beberapa hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman padi adalah
keong mas, wereng coklat, penggerek batang, tikus, walang sangit (Leptocorisa

4
acuta), dan hawar daun bakteri atau kresek (Xanthomonas campestris pv oryzae),
penyakit blast (Pyricularia oryzae) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan 2011a). Beberapa hama dan penyakit lain yang menyerang padi adalah
wereng hijau, kepinding tanah, ganjur, hama putih, ulat grayak, burung, bakteri
daun bergaris (Xanthomonas campestris pv oryzicola), hawar pelepah, busuk
batang, bercak coklat (Helminthosporium oryzae), bercak Cercospora
(Cercospora oryzae), tungro, dan lain-lain (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan 2011b).

Pemuliaan Padi
Program pemuliaan tanaman pangan untuk menghasilkan varietas unggul
baru dengan produktivitas dan stabilitas hasil tinggi selalu membutuhkan sumbersumber gen dari sifat-sifat tanaman yang mendukung tujuan tersebut. Sifat-sifat
yang diinginkan antara lain adalah potensi hasil tinggi, daya adaptasi lebih baik
terhadap kondisi lingkungan suboptimal, tahan terhadap hama dan penyakit
utama, umur lebih pendek (genjah), kandungan dan kualitas gizi yang lebih baik
(Chang 1979). Varietas unggul adalah varietas yang mempunyai sifat-sifat yang
lebih dibandingkan sifat yang dimiliki varietas lainnya. Sifat yang unggul berupa
ketahanan terhadap rebah, mutu beras yang lebih baik, dan rasa yang lebih enak
(Siregar 1981).
Pemuliaan tanaman adalah metode secara sistematik merakit keragaman
genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat untuk manusia (Makmur 1992).
Pemuliaan tanaman padi diartikan sebagai seleksi tanaman padi yaitu memilih
satu atau dua galur varietas yang terunggul dari varietas-varietas yang disediakan
alam (Siregar 1981). Metode pemuliaan untuk tanaman menyerbuk sendiri dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu seleksi galur murni, seleksi massa, dan
hibridisasi. Hibridisasi yang selanjutnya bersegrasi pada turunan berikutnya dapat
dimuliakan dengan metode pedigree, bulk, dan silang balik (Allard 1960).
Pemuliaan konvensional dengan metode pedigree adalah penanganan
populasi segregasi paling sukses menuju keberhasilan (Allard 1960). Metode
pedigree sangat efektif dalam pemilihan tanaman yang memiliki sifat dengan
heritabilitas tinggi seperti umur, tinggi tanaman, serta ketahanan terhadap hama
dan penyakit. Seluruh keragaman genetik yang timbul pada F2 diamati dengan
cermat dan dipilih hanya tanaman-tanaman yang menonjol pertumbuhannya.
Pemilihan pada generasi-generasi berikutnya (F3-F6) selalu berdasarkan
penampilan di lapangan dan data laboratorium untuk masing-masing galur.
Keberhasilan metode pedigree perlu didukung oleh tenaga staf yang cukup
terampil dan ketersediaan fasilitas. Metode pedigree lazim digunakan pada
lembaga-lembaga penelitian internasional seperti IRRI, CIAT, dan IITA (Harahap
dan Silitonga 1993).
Pelaksanaan seleksi metode bulk relatif mudah dan tidak banyak
memerlukan tenaga terlatih. Seleksi alamiah sering dimanfaatkan untuk
mendapatkan galur-galur yang toleran terhadap tekanan lingkungan seperti suhu
rendah, kekeringan, salinitas, genangan air, pH rendah, serta gangguan hama atau
penyakit (Harahap dan Silitonga 1993). Prosedur metode bulk sebagai berikut
yaitu tanaman F2 ditumbuhkan pada petak relatif besar dengan jumlah tanaman

5
ratusan sampai ribuan. Biji yang dipanen akan dijadikan benih untuk generasi
selanjutnya. Proses F2 diulang sampai 6-8 musim untuk memperoleh proporsi
homosigositas cukup besar pada populasi dan dilakukan seleksi secara individual.
Biji tanaman yang terseleksi ditanam dalam barisan atau petakan. Setelah itu
dilanjutkan seleksi individual sehingga diperoleh galur yang diharapkan. Galur
harapan diuji di beberapa lokasi dan musim untuk mengetahui daya adaptasinya
(Poespodarsono 1988).
Seleksi pada populasi bersegregasi dapat dilakukan dengan metode single
seed descend untuk mendapatkan galur homozigos. Metode single seed descend
dilakukan di lahan, rumah kaca, dan ruang tumbuh. Terdapat tujuh tahap yang
dinamakan dengan metode acak yaitu melakukan persilangan dan menumbuhan
F1, menanam benih F2 di bawah kondisi yang menguntungkan dan menyimpan
benih. Dari masing-masing tanaman F2 diambil satu benih untuk diteruskan ke
F3, mengikuti prosedur metode acak sampai generasi F6, panen benih F7 per
tanaman, tanam dalam baris dan dilakukan seleksi. Benih F8 dari tanaman terpilih
ditanam dan diamati untuk uji daya hasil (Jensen 1988). Kekhasan dari metode
single seed descend ialah pengambilan satu biji dari satu tanaman, tidak dilakukan
seleksi pada tahap awal dan seleksi dilakukan pada tahap F5, dan metode ini
merupakan modifikasi dari metode seleksi bulk karena terdapat permasalahan dari
metode bulk yaitu membutuhkan lahan yang luas untuk penanaman
(Poespodarsono 1988).

Pemanfaatan Kultur Antera dalam Pengembangan Padi
Bioteknologi adalah penerapan prinsip-prinsip biologi, biokimia, dan
rekayasa dalam pengelolaan bahan dengan memanfaatkan agensia jasad hidup dan
komponen-komponennya untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam
perkembangannya saat ini ditemukan berbagai macam teknologi seperti rekayasa
genetika, kultur jaringan, rekombinasi DNA, kloning dan lain-lain (Yuwono
2008).
Salah satu aplikasi prosedur bioteknologi ialah kultur antera. Dalam
pemuliaan padi telah dihasilkan berbagai genotipe unggul baru dalam waktu yang
relatif cepat dibandingkan cara konvensional. Kultur antera adalah induksi
embriogenesis dari sel polen yang menghasilkan tanaman haploid (Sasmita
2008). Tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai satu set tunggal
kromosom. Tanaman dihaploid mempunyai dua set kromosom identik. Tanaman
haploid dapat dikembangkan dengan teknik kultur antera. Antera diperoleh dari
bunga dan dikulturkan pada media padat atau cair sehingga terjadi embriogenesis.
Proses perbanyakan tanaman haploid dengan menggunakan gametofit jantan
disebut androgenesis. Androgenesis langsung yaitu proses pembentukan planlet
haploid dengan embriogenesis melalui kultur antera (Yuwono 2008). Prosedur
teknik kultur antera adalah pemilihan tetua dan persilangan F1, pemeliharaan
tanaman F1 sumber eksplan, penyiapan eksplan, kultur antera in vitro,
aklimatisasi dan penanganan tanaman pasca aklimatisasi, karakterisasi tanaman
haploid ganda, perbanyakan benih haploid ganda, dan seleksi untuk karakter yang
diinginkan. Secara in vitro kultur antera padi dilakukan di laboratorium pada saat

6
bunga fase bunting dan sesuai dengan kriteria eksplan (Sasmita 2008, Dewi dan
Purwoko 2011).
Prosedur produksi haploid androgenik pada tahap pertama yaitu persiapan
eksplan yang terdiri atas mempersiapkan sumber eksplan padi berupa tanaman
yang mencapai fase buting di rumah kaca. Malai yang masih berada di dalam
selubung setelah dicuci bersih kemudian dibungkus aluminium foil yang dilapisi
dengan kertas tisu. Dilakukan penyimpan selama 8-10 hari dalam ruang gelap
bersuhu 5 ºC. Tahap kedua, sterilitas eksplan yaitu malai dengan spikelet yang
panjang antera dan filamennya tidak melebihi 1/2 panjang spikelet dipilih yang
berwarna kuning kehijauan. Dalam laminar flow cabinet malai yang terpilih
disterilkan dengan 10-20% pemutih komersial yang mengandung 5.24% NaOCl,
selama 20 menit sebelum dicuci dengan air steril 2 x 5 menit. Tahap ketiga,
spikelet yang sudah steril dipotong menjadi 1/3 dari pangkalnya dan dikumpulkan
dalam cawan petri steril. Spikelet diketukkan pada cawan petri 100 x 15 mm yang
sudah berisi 25 ml media induksi kalus. Densitas antera ialah 150 antera per
cawan petri. Inokulasi eksplan dilakukan dalam laminar flow cabinet. Kultur
diinkubasi di ruang gelap bersuhu 25 ± 2 ºC untuk menginduksi keluarnya kalus
yang berasal dari butir sari di dalam antera. Dalam jangka waktu 3-8 minggu
kalus sudah terbentuk dipindahkan ke dalam botol kultur yang sudah berisi 25 ml
media regenerasi. Tanaman hijau yang tumbuh dan sudah mencapai 3-5 cm
dipindahkan ke dalam tabung kultur berisi 15 ml media perakaran. Setelah akar
tumbuh sempurna, tanaman siap untuk diaklimatisasi. Tahap terakhir ialah
aklimatisasi, aklimatisasi pertama dilakukan dengan menamam tanaman (plantlet)
hasil kultur antera di dalam tabung reaksi berisi air steril setelah sebelumnya akar
dipotong sedikit untuk merangsang munculnya akar-akar baru. Aklimatisasi
kedua, yaitu dengan memindahkan tanaman ke bak persemaian berisi tanah
lumpur. Satu minggu setelah aklimatisasi kedua, tanaman dipindah ke ember
berisi lumpur yang telah dipupuk NPK sesuai standar (Dewi dan Purwoko 2011).
Keuntungan teknik kultur antera diantaranya adalah memperpendek siklus
pemuliaan dengan memperoleh homozigositas secara cepat, menambah efisiensi
seleksi, memperluas variabilitas genetik melalui produksi variasi gametoklonal,
mempercepat terekspresinya gen resesif, menyediakan sumber benih homozigos,
dan menghemat waktu, biaya, dan tenaga (Dewi dan Purwoko 2001).
Di Indonesia, pembentukan galur-galur padi harapan melalui kultur antera
telah berhasil diantaranya padi gogo toleran naungan (Sasmita et al. 2002), padi
hibrida toleran wereng batang coklat dan hawar daun bakteri (Dewi et al. 2007),
padi indica toleran alumunium (Dewi et al. 2006), padi gogo dengan sifat-sifat
tipe baru (Herawati et al. 2009), dan padi gogo tenggang aluminium dan tahan
blas (Bakhtiar et al. 2007).

Uji Daya Hasil
Evaluasi daya hasil merupakan kegiatan pemuliaan tanaman dan bagian dari
pengujian populasi lanjut yang meliputi uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil
lanjutan, dan uji multilokasi. Evaluasi daya hasil diperlukan untuk mengetahui
seberapa jauh produktivitas dari komoditi yang diujikan atau dievaluasi untuk
mendapatkan tanaman yang kualitasnya dapat mengungguli tanaman lain yang

7
sejenis (Poespodarsono 1988). Uji multilokasi bertujuan untuk melihat stabilitas
dan adaptabilitas tanaman di berbagai lokasi, dan selanjutnya galur yang stabil
dan beradaptasi baik dapat dilepas sebagai varietas unggul baru dengan karakterkarakter yang dikehendaki (Nasir 2001).
Menurut Peraturan Menteri Pertanian nomor 61 tahun 2011 tentang
pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas bahwa materi genetik
bahan uji adaptasi adalah benih dari calon varietas yang akan dilepas.
Materi genetik yang akan diuji keunggulannya dapat berbentuk galur,
mutant, hibrida, transgenik, bersari bebas (OP) yang berasal dari hasil pemuliaan
di dalam negeri atau introduksi. Pemilihan lokasi uji adaptasi merupakan wilayah
agroekologi yang paling sesuai untuk budi daya jenis tanaman yang bersangkutan
dan mewakili karakteristik agroekologi wilayah sentra produksi komoditas yang
bersangkutan. Uji adaptasi pada padi sawah dilakukan dengan total unit 16 yaitu
di 16 lokasi dalam satu musim atau delapan lokasi yg sama di dua musim. Uji
adaptasi dilakukan oleh penyelenggara pemuliaan atau institusi lain (Kementan
2011).
Usulan pelepasan varietas dievaluasi dan dinilai oleh Tim Penilai dan
Pelepas Varietas (TP2V). Hasil evaluasi dan penilaian TP2V disampaikan kepada
Ketua Badan Benih Nasional (BBN) sebagai bahan pertimbangan usulan
pelepasan varietas oleh Menteri Pertanian. Evaluasi dan penilaian oleh TP2V
dilakukan terhadap keunggulan dan kesesuaian calon varietas yang akan dilepas.
Keunggulan antara lain adalah daya hasil, ketahanan terhadap organisme
pengganggu tumbuhan utama, ketahanan terhadap cekaman lingkungan,
kecepatan berproduksi, mutu hasil tinggi dan atau ketahanan simpan, toleransi
benih terhadap kerusakan mekanis, tipe tanaman yang keindahan dan atau nilai
ekonomis, harus mempunyai perakaran yang kuat, dan ketahanan terhadap hama
atau penyakit akar dan kompatibilitas. Kesesuaian antara lain meliputi sejarah,
kebenaran silsilah, deskripsi dan metoda pemuliaan (Kementan 2011).
Varietas dianggap tidak memberikan manfaat dan atau tidak memenuhi
kelayakan apabila dapat menyebarkan organisme pengganggu tumbuhan, hama
dan atau penyakit baru yang berbahaya dan atau menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan atau kesehatan hewan. TP2V
bertugas melakukan penilaian terhadap usulan pelepasan dan penarikan varietas.
Keanggotaan TP2V paling kurang terdiri atas unsur keahlian profesional di
bidang pemuliaan tanaman, budi daya, hama dan penyakit, statistik, lingkungan,
bioteknologi, dan sosial ekonomi (Kementan 2011).

8

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian
Padi, Bogor, Jawa Barat pada bulan Oktober 2012 sampai Maret 2013.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 13 galur padi hasil kultur
antera dan dua varietas pembanding yaitu Inpari 13 dan Inpari 19. Bahan yang
digunakan untuk percobaan ini adalah galur-galur dihaploid (Tabel 1). Pupuk
yang digunakan adalah Urea 300 kg/ha, SP-36 150 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha.
Alat yang dibutuhkan yaitu alat-alat pengolahan tanah, meteran, dan timbangan
digital. Deskripsi varietas Inpari 13 dan Inpari 19 disajikan pada Lampiran 1 dan
2.

Tabel 1 Daftar galur-galur padi sawah hasil kulur antera yang diuji
Kode Galur

Nama Galur

Asal Persilangan

C37

SRD-3-1-4

Srijaya x Dodokan

C38

SRD-3-1-5

Srijaya x Dodokan

C39

SRD-3-1-7

Srijaya x Dodokan

C40

SRD-3-1-8

Srijaya x Dodokan

C41

SRD-4-1-2

Srijaya x Dodokan

C42

SRD-26-1-1

Srijaya x Dodokan

C43

SRD-40-1-1

Srijaya x Dodokan

C44

SRD-40-1-2

Srijaya x Dodokan

C45

SRD-5-1-2

Srijaya x Dodokan

C46

SRD-5-1-3

Srijaya x Dodokan

C47

NTI-18-1-1

Neu Teu x Inpari 13

C48

NTI-22-2-1

Neu Teu x Inpari 13

C49

FBC-12-1-2

Fatmawati x BC

9
Metode Percobaan
Perlakuan disusun menurut Rancangan Kelompok Lengkap Teracak Faktor
Tunggal (RKLT) dengan tiga ulangan menggunakan 13 galur padi serta dua
varietas pembanding sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Luas lahan yang
digunakan adalah ±405 m2. Setiap ulangan terdiri atas 15 satuan petak percobaan
masing-masing berukuran 3 m x 3 m. Model yang dilakukan pada rancangan
tersebut adalah (Gomez dan Gomes 1995) :
Yij = µ + αi + βj + εij
Keterangan :
Yij
= nilai pengamatan hasil ke-i kelompok ke-j
µ
= nilai tengah umum
αi
= pengaruh perlakuan ke i, i = 1, 2, 3, ….. 15
βj
= pengaruh kelompok ke j, j = 1, 2, 3
εij
= pengaruh galat percobaan perlakuan ke i dan kelompok ke j
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam dengan uji F
pada taraf nyata 5%. Jika uji F berpengaruh nyata maka nilai tengah diuji lanjut
dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test/DMRT) pada
taraf nyata 5%. Sidik ragam disajikan pada Lampiran 3. Data iklim disajikan pada
Lampiran 4.
Pelaksanaan Percobaan
Persiapan Lahan
Pelaksanaan percobaan dilakukan pada sawah yang beririgasi. Lahan
percobaan dengan luas terpakai seluruhnya sekitar 405 m2 dengan luas setiap plot
3 m x 3 m terdiri atas 15 plot perlakuan dengan tiga ulangan. Satuan percobaan
yang digunakan sebanyak 45 petak.
Penyemaian
Benih disemai pada bak yang ditempatkan di rumah kaca. Penyiraman
dilakukan pada saat pagi dan sore. Persemaian dipupuk NPK dengan 60 g/m2.
Bibit hasil persemaian dipindah tanam (transplanting) setelah berumur 22 hari
ke sawah yang telah diolah sebelumnya.
Penanaman
Jarak tanam yang digunakan adalah jarak tanam 25 cm x 25 cm dengan tiga
bibit per lubang tanam. Di luar percobaan ditanam empat baris varietas Sidenok.
Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi penyulaman, pemupukan dengan dosis 300 kg Urea,
150 kg SP-36, dan 100 kg KCl per hektar. Pupuk Urea diberikan tiga kali yaitu
pada waktu tanam dengan 1/3 dosis, pada saat tanaman berumur 28 hari setelah

10
tanam (HST) dengan 1/3 dosis, dan pada saat tanaman berumur 49 HST dengan
1/3 dosis. Pupuk SP-36 diberikan sebanyak dua kali yaitu 1/2 dosis pada saat
tanam dan 28 HST. Pupuk KCl diberikan sebanyak dua kali yaitu 1/2 dosis pada
saat tanam dan 49 HST. Furadan diberikan pada saat tanam dan 49 HST.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Pengendalian hama dan penyakit
dilakukan sesuai tingkat serangan. Pengendalian hama burung dilakukan dengan
cara memasang jaring di sekeliling lokasi percobaan.
Panen
Sawah dikeringkan seminggu sebelum padi dipanen. Kondisi siap untuk
dipanen ditandai dengan 80% bulir–bulir padi telah menguning. Cara pemanenan
dapat dilakukan dengan memotong pangkal batang. Setelah itu dilakukan
pengamatan terhadap komponen produksi dan produksi.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap :
A. Pengamatan pada masing-masing tanaman contoh, yaitu dengan
mengambil lima tanaman contoh secara acak pada setiap ulangan. Selain
pengamatan vegetatif, semua pengamatan dilakukan pada saat panen.
Peubah-peubah yang diamati antara lain :
1. Tinggi tanaman vegetatif diamati dari pangkal tanaman sampai ujung
daun terpanjang yang diamati 45 HST.
2. Tinggi tanaman generatif diamati dari pangkal tanaman sampai malai
terpanjang yang diamati menjelang panen.
3. Tinggi tanaman runduk diamati dari pangkal sampai titik merunduknya
tanaman diamati pada saat panen.
4. Jumlah anakan vegetatif diamati 45 HST dan anakan produktif
menjelang panen.
5. Diameter batang (mm), rata-rata pengukuran dari kedua bagian batang
yang diukur lima cm di atas permukaan tanah pada saat panen.
6. Panjang ruas batang (cm), diukur pada buku ke dua dari bawah.
7. Rasio antara tinggi tanaman dengan diameter batang, dilakukan dengan
membandingkan antara tinggi tanaman generatif dengan diameter
batang.
8. Panjang malai (cm), diukur dari leher sampai ujung malai.
9. Jumlah gabah isi, dihitung berdasarkan gabah yang berisi penuh atau
lebih dari 50% terisi.
10. Jumlah gabah hampa, dihitung berdasarkan gabah yang terisi kurang
dari 50%.
11. Jumlah total gabah per malai dengan menghitung gabah isi dan gabah
hampa dari lima malai dalam satu rumpun.
12. Bobot per 1 000 butir (g), yaitu penimbangan dari perhitungan bulir
padi yang terisi penuh dengan kadar air 14%.
13. Persentase gabah isi (%), dilakukan dengan membandingkan antara
jumlah gabah isi per malai dengan jumlah gabah total per malai x 100.

11
14. Persentase gabah hampa (%), dilakukan dengan membandingkan
antara jumlah gabah hampa per malai dengan jumlah gabah total per
malai x 100.
15. Perhitungan produktivitas tanaman dihitung berdasarkan petak bersih.
Produktivitas berdasarkan petak bersih (Subrata dan Kusmana 2003)
dengan ukuran petak bersih 2.5 m x 2.5 m dengan rumus hasil (ton/ha)
= ((10 000/1 000) x (6.25 m2 x hasil gabah kering 14% per petak (kg)).
B. Pengamatan pada setiap unit percobaan
1. Umur berbunga, yaitu pada saat 50% tanaman telah berbunga dalam
satuan petak percobaan.
2. Umur panen, yaitu dihitung saat semai sampai 80% malai telah
menguning.
3. Hama, penyakit, dan gulma pada setiap fase pertumbuhan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu ditanami
padi. Penanaman bibit padi menggunakan tiga bibit per lubang. Pemberian border
empat baris tanaman berfungsi sebagai penghalang keong memakan galur
tanaman. Pada masa vegetatif terdapat hama keong yang menyerang tanaman.
Serangan tertinggi pada petakan yang berdekatan dengan sumber pemasukan air
yaitu C38 ulangan 1, C45 ulangan 1, C39 ulangan 2, dan C37 ulangan 2. Hama
keong dikendalikan secara kimiawi dengan menebar moluskisida berbahan aktif
saponin, secara manual dengan pembuangan telur dan keong, dan secara kultur
teknis dengan pengeringan sawah. Penyulaman tanaman akibat serangan keong
dilakukan hingga tanaman berumur 3 MST. Tanaman juga terserang hama
belalang (Valanga nigricornis). Belalang ini hingga memakan daun sehingga
menyebabkan daun berlubang. Belalang ini diatasi secara kimia dengan
penyemprotan insektisida berbahan aktif fipronil.
Pada masa generatif terdapat serangan hama belalang (Valanga nigricornis)
dan walang sangit (Leptocorisa spp.). Belalang memakan daun sehingga
menyebabkan daun berlubang. Walang sangit menghisap cairan pada biji padi
sehingga menyebabkan kehampaan. Pengendalian walang sangit dilakukan
dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif fipronil. Pemasangan jaring
berwarna putih di atas dan di sekeliling lahan untuk mengendalikan burung.
Tanaman terserang hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) pada
galur C42, C45, C46, C48, dan C49. Tanaman yang terserang bakteri daun
bergaris (Xanthomonas campestris pv. oryzicola) pada galur C39, C47, Inpari 13,
dan Inpari 19. Terjadi kerebahan tanaman padi kecuali galur C45, C46, Inpari
ulangan 1 dan 2, dan Inpari 19. Kerebahan terjadi setelah 50% berbunga. Adanya
angin yang kencang selama penelitian merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya kerebahan tanaman. Beberapa gulma yang ditemukan di lahan

12
penelitian ialah Cyperus iria, Limnocharis flava, Ludwigia octovalvis, Portulaca
oreacea, dan Echinochloa crus-galli.

Keragaan Karakter Agronomi Galur Dihaploid
Karakter agronomi yang diamati sebanyak 18 karakter (Tabel 2). Pengujian
sidik ragam dilakukan terhadap genotipe-genotipe galur padi yang diuji (Lampiran
3). Hasil sidik ragam diperoleh genotipe galur-galur yang diuji berpengaruh
sangat nyata terhadap semua karakter yang diamati.
Koefisien keragaman (KK) yang diperoleh apabila lebih dari 20 % maka
ditransformasikan (Sastrosupadi 2000). Koefisien keragaman pada jumlah gabah
hampa sebesar 22.65 ditransformasi logaritma menjadi 7.04. Koefisien keragaman
pada persen gabah hampa sebesar 22.00 ditransformasi Arc Sin menjadi 12.84.
Koefisien keragaman ditransformasikan untuk memperoleh tingkat kehomogenan
yang lebih tinggi dan nilai koefisien keragaman yang lebih kecil.

Tabel 2 Analisis ragam pengaruh genotipe pada karakter agronomi galur
dihaploid hasil kultur antera
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Karakter
Tinggi tanaman fase vegetatif
Tinggi tanaman fase generatif
Tinggi runduk
Jumlah anakan total
Jumlah anakan produktif
Diameter batang
Panjang ruas batang
Rasio tinggi tanaman dengan
diameter batang
Umur berbunga
Umur panen
Panjang malai
Jumlah gabah isi
Jumlah gabah hampa
Jumlah total gabah per malai
Bobot 1 000 butir
Persen gabah isi
Persen gabah hampa
Produktivitas tanaman

F Hitung
3.39 **
24.65 **
5.22 **
3.30 **
8.60 **
28.93 **
30.95 **
26.22 **
520.76
12.53
2.79
12.06
5.53
11.73
32.08
6.65
6.76
7.98

**
**
**
**
**
**
**
**
**
**

Koefisien Keragaman
8.56
4.25
6.28
11.23
9.02
5.32
5.20
8.53
0.47
1.30
6.12
12.67
7.04
8.73
3.17
10.48
12.84
10.89

y)

z)

Keterangan : ** : berpengaruh nyata pada taraf 5%, y) : hasil tranformasi logaritma (log x + 1),
z) : hasil transformasi Arc Sin √persentase.

13
Komponen Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman
Genotipe-genotipe tinggi tanaman padi berpengaruh sangat nyata terhadap
pada tinggi tanaman vegetatif dan tinggi tanaman generatif. Rata-rata tinggi
tanaman pada fase vegetatif berkisar 79-103 cm. Tinggi tanaman generatif galur
C37, C39, C40, C43, C44, dan C47 berbeda nyata dengan pembanding varietas
Inpari 13. Galur C43 dan C44 berbeda nyata dengan pembanding varietas Inpari
19.

Tabel 3 Hasil rataan tinggi tanaman vegetatif, generatif, dan runduk
Galur/Varietas
C37
C38
C39
C40
C41
C42
C43
C44
C45
C46
C47
C48
C49
Inpari 13
Inpari 19

Tinggi tanaman
Vegetatif (cm)
102.12 ab
91.20 abcde
100.19 abc
98.23 abcd
89.55 abcde
89.63 abcde
103.44 a
102.64 a
82.03 e
84.00 de
101.61 ab
85.84 cde
86.01 cde
79.06 e
87.15 bcde

Tinggi Tanaman
Generatif (cm)
133.23 a
128.37 ab
133.49 a
134.73 a
119.43 c
109.11 de
115.95 cd
123.17 bc
94.27 f
97.33 f
119.84 bc
96.67 f
100.64 fe
107.47 de
110.39 d

Tinggi Tanaman
Runduk (cm)
90.60 a
82.86 ab
85.53 a
84.80 a
87.80 a
81.47 abc
83.47 ab
88.93 a
69.47 d
73.00 cd
90.47 a
72.60 cd
73.93 bcd
80.53 abc
82.80 ab

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

Rata-rata tinggi tanaman pada fase generatif berkisar 94-135 cm. Galur C42,
C43, dan Inpari 19 tidak berbeda nyata dengan Inpari 13. Galur tertinggi terdapat
pada galur C40 sebesar 134.73 cm dan galur terpendek adalah galur C45 sebesar
94.27 cm. Setiap galur dan varietas hasil persilangan memiliki sifat genetik
berbeda yang diturunkan dari tetua. Setiap tetua memilki keunggulan tertentu
sebagai sumber gen yang diturunkan pada galur hasil persilangan. Varietas Srijaya
memiliki keunggulan daya adaptasi yang baik pada lahan irigasi dan kering.
Varietas Dodokan memiliki keunggulan umur yang genjah dan daya tahan
terhadap kekeringan. Varietas Fatmawati memiliki keunggulan umur yang genjah.
Hasil analisis korelasi antara tinggi tanaman vegetatif dan tinggi tanaman
generatif menunjukkan korelasi nyata (r = 0.6729). Apabila semakin tinggi nilai
tinggi tanaman vegetatif maka semakin tinggi pula tinggi tanaman generatif (BB
Padi 2009a, BB Padi 2010a)
Rata-rata tinggi tanaman runduk sebesar 69-91 cm. Galur Inpari 13 tidak
berbeda nyata dengan galur Inpari 19. Galur C45 berbeda nyata terhadap galur
Inpari 13. Galur C45, C46, dan C48 berbeda nyata dengan galur Inpari 19.

14
Pengukuran tinggi runduk dilakukan karena beberapa galur mengalami rebah.
Beberapa cara yang dapat dipakai untuk mengukur ketahanan rebahan adalah
ketahanan pelengkungan ialah dengan melengkungkan batang setengah jalan
kemudian dilepaskan kembali dan diukur kecepatan lurus kembali (Jennings et al.
1979) dan penilaian indeks kerebahan yang diamati saat berbunga dan pada saat
panen (Yamin dan Moentono 2005), namun dalam penelitian ini menggunakan
tinggi runduk tanaman. Tinggi tanaman runduk yang menunjukkan angka
tertinggi cenderung mengalami rebah dibandingkan tinggi tanaman yang lebih
pendek.
Jumlah Anakan Total dan Jumlah Anakan Produktif
Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif salah
satunya adalah pertambahan jumlah anakan. Jumlah anakan total berkisar 20-31
anakan. Jumlah anakan total galur C48 berbeda nyata dengan pembanding Inpari
13. Jumlah anakan total galur C37, C39, C40, C41, dan C43 berbeda nyata dengan
pembanding Inpari 19. Galur C39 dan C41 memiliki rata-rata jumlah anakan total
terbanyak. Galur C37, C38, C39, C40, C41, C43, dan C44 memiliki jumlah
anakan total lebih tinggi dibandingkan pembanding Inpari 13. Kapasitas anakan
merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietas unggul (BB Padi
2009b). Anakan total akan mempengaruhi jumlah anakan produktif. Perbedaan
jumlah anakan padi yang terjadi pada fase vegetatif lebih dipengaruhi oleh sifat
genetik tanaman atau tergantung pada sensitivitas dari varietas dan galur harapan
terhadap lingkungan (Guswara dan Yamin 2008).

Tabel 4 Hasil rataan jumlah anakan total dan produktif
Galur/Varietas
C37
C38
C39
C40
C41
C42
C43
C44
C45
C46
C47
C48
C49
Inpari 13
Inpari 19

Jumlah Anakan Total
30.2
28.6
31.4
30.4
31.2
25.8
29.7
27.9
25.1
27.3
26.3
20.4
24.3
27.9
22.7

abc
abcd
a
ab
a
abcde
abc
abcd
bcde
abcd
abcd
e
cde
abcd
de

Jumlah Anakan
Produktif
20.2 ab
18.5 bc
20.5 ab
19.5 ab
20.5 ab
18.3 bc
21.2 ab
22.3 a
15.5 cd
18.3 bc
19.5 ab
13.7 d
14.7 d
16.1 cd
13.7 d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT
5%.

Jumlah anakan produktif berkisar 14-22 anakan. Jumlah anakan produktif
varietas Inpari 13 tidak berbeda nyata dengan galur Inpari 19. Jumlah anakan

15
produktif galur C38, C42, C45, C46, C48, dan C49 tidak berbeda nyata dengan
galur Inpari 13. Jumlah anakan produktif galur C45, C48, C49, Inpari 13 tidak
berbeda nyata dengan galur Inpari 19. Setelah mencapai anakan maksimum
tercapai sebagian dari anakan akan mati dan tidak menghasilkan malai (BB Padi
2009b).
Diameter Batang, Panjang Ruas Batang, dan Rasio Tinggi Tanaman
Generatif dengan Diameter Batang
Variabel yang diamati dalam menentukan ketahanan kerebahan tanaman
adalah kekuatan batang, diameter batang, dan tebal kulit batang. Namun pada
percobaan ini hanya dilakukan pengamatan untuk karakter diameter batang.
Diameter batang berkisar 4-6 mm. Diameter batang galur C49 tidak berbeda nyata
dengan galur Inpari 13. Terdapat galur yang menunjukkan diameter batang
sebanding dengan Inpari 19 yaitu C48 sedangkan 13 galurnya menunjukkan
diameter lebih kecil. Diameter batang mempengaruhi ketahanan terhadap
kerebahan. Diameter yang lebih besar menyebabkan tanaman lebih tegak dan
kekar apabila didukung dengan tinggi tanaman yang sesuai. Batang besar
cenderung mempunyai tangkai malai yang lebih besar untuk menyangga malai,
memperkecil rebah, dan lebih banyak jaringan pembuluh (vascular bundles)
(Yamin dan Moentono 2005). Tiupan angin yang kencang dapat merebahkan
tanaman dan memberikan hasil yang yang jauh berkurang dibandingkan dengan
tanaman yang tidak rebah (Siregar 1981).

Tabel 5 Hasil rataan diameter batang, panjang ruas batang, dan rasio tinggi
tanaman dengan diameter batang
Galur/Varietas
C37
C38
C39
C40
C41
C42
C43
C44
C45
C46
C47
C48
C49
Inpari 13
Inpari 19

Diameter batang
(mm)
3.79 d
3.91 d
4.08 d
4.11 d
4.15 d
4.60 c
3.88 d
4.07 d
4.84 c
4.85 c
4.17 d
6.07 a
5.29 b
5.24 b
6.01 a

Panjang Ruas
Batang (cm)
22.94 b
20.90 cd
20.75 d
20.99 cd
18.44 e
19.03 e
22.69 bc
26.28 a
14.24 h
14.75 gh
22.28 bcd
16.42 fg
17.82 ef
18.05 ef
18.07 ef

Rasio tinggi tanaman
dengan diameter batang
3518.7 a
3281.4 ab
3271.9 ab
3291.2 ab
2882.0 bc
2372.2 de
3001.2 b
3028.6 b
1951.1 fg
2006.3 ef
2542.6 cd
1596.9 g
1915.6 fg
2020.8 ef
1838.6 fg

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%.

Panjang ruas batang ke dua dari bawah pada galur yang diuji berkisar 14-26
cm. Galur C44 memiliki ruas yang terpanjang dan galur C45 memiliki ruas yang
terpendek. Panjang ruas batang varietas Inpari 13 tidak berbeda nyata dengan

16
galur C41, C42, C48, C49, dan Inpari 19. Batang pendek dan kaku merupakan
sifat yang diinginkan karena tahan rebah. Tinggi tanaman generatif berhubungan
dengan panjang ruas batang. Hal ini sesuai dengan analisis korelasi yang nyata (r
= 0.7529) tinggi tanaman generatif dengan panjang ruas batang. Batang yang
pendek akan menghasilkan ruas yang pendek. Batang terdiri atas beberapa ruas.
Pada saat stadia tumbuh batang yang terdiri atas pelepah-pelepah daun dan ruas
yang menumpuk padat. Ruas-ruas kemudian memanjang dan berongga setelah
memasuki fase reproduktif (BB Padi 2009b).
Rasio tinggi tanaman generatif dengan diameter batang yang terkecil adalah
galur C48. Tanaman yang memiliki diameter besar sekitar 5-6 mm menunjukkan
hasil rasio yang kecil dan tanaman yang pendek. Rasio tinggi generatif dengan
diameter batang galur Inpari 13 tidak berbeda nyata dengan galur C45, C46, C48,
C49, dan Inpari 19. Galur C45, C46 dan Inpari 19 tidak mengalami kerebahan.
Inpari 13 ulangan 3 mengalami kerebahan pada saat dua minggu menjelang panen
yaitu pada saat pengisian biji. Galur C48 dan C49 miring pada saat menjelang
panen. Berdasarkan analisis korelasi antara produktivitas dengan rasio tinggi
tanaman generatif dengan diameter batang berpengaruh nyata (r = -0.8972), nilai
produktivitas yang tinggi diikuti dengan nilai rasio yang rendah. Semakin rendah
nilai rasio tinggi tanaman dengan diameter maka tanaman semakin sulit rebah
namun hal tersebut tidak berlaku pada galur C48 dan C49 karena memiliki bobot
1 000 butir yang tinggi. Tanaman pendek dengan diameter batang besar yang
diharapkan untuk ketahanan kerebahan tanaman.
Umur Berbunga, Umur Panen, dan Lama Pengisian
Lama tahap vegetatif berbeda menurut varietas atau genotipe. Lama tahap
reproduktif dan tahap menjadi masak relatif sama. Perbedaan waktu pertumbuhan
ditentukan oleh lama tahap vegetatif. Galur C47 memiliki umur berbunga tercepat
yaitu 73 hari. Umur berbunga yang paling lama dicapai oleh Inpari 19. Semua
galur yang diuji mempunyai umur berbunga yang berbeda nyata dengan
pembanding Inpari 19. Umur keluarnya malai dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan (Yetti dan Ardian 2010). Penampilan galur C41 dan C49 pada saat
berbunga 50% disajikan pada Gambar 1.
Galur yang memiliki umur panen tercepat 104 hari adalah galur C47
termasuk umur sangat genjah. Umur panen terlama adalah varietas Inpari 13 yang
berumur 115 hari dan termasuk kelompok genjah. Umur panen varietas Inpari 13
berbeda nyata dengan semua galur yang diuji dan varietas pembanding Inpari 19.
Umur panen varietas Inpari 19 berbeda nyata dengan galur C43, C44, C47, dan
Inpari 13. Berdasarkan analisis korelasi antara umur panen dengan produktivitas
berpengaruh nyata (r = 0.4914). Umur panen yang panjang menunjukkan nilai
produktivitas yang tinggi. Pada fase vegetatif tanaman menyimpan karbohidrat
dan saat pengisian biji sejumlah karbohidarat dialokasikan ke malai, namun umur
panen tidak berhubungan dengan lamanya pengisian malai. Lamanya pengisian
bulir pada daerah tropis sekitar 30-35 hari (BB2TP 2008a). Umur panen yang
singkat dapat diikuti oleh produktivitas yang tinggi apabila memiliki sifat genetik
yang genjah dan berdaya hasil tinggi dan terdapat hubungan antara source dan
sink. Source mengalokasikan simpanan karbohidrat hasil fotosintesisnya ke sink.
Apabila source mengalokasikan dengan jumlah yang banyak maka penyimpanan
sink yang dihasilkan juga tinggi.

17
Tabel 6 Hasil rataan umur berbunga, umur panen, dan lama pengisian
Galur/Varietas
C37
C38
C39
C40
C41
C42
C43
C44
C45
C46
C47
C48
C49
Inpari 13
Inpari 19

Umur Berbunga
(HSS)
78.0 f
81.0 d
77.0 g
77.0 g
78.0 f
80.0 e
74.0 h
74.0 h
78.0 f
78.0 f
73.0 i
87.0 b
83.7 c
86.7 b
88.7 a

Umur Panen
(HSS)
109.0 c
109.0 c
109.0 c
109.0 c
109.0 c
111.0 bc
105.0 d
105.0 d
109.0 c
109.0 c
104.0 d
111.0 bc
112.3 b
115.0 a
111.7 bc

Lama Pengisian
(Hari)
31.00 ab
28.00 c
32.00 a
32.00 a
31.00 ab
31.00 ab
31.00 ab
31.00 ab
31.00 ab
31.00 ab
31.00 ab
24.00 d
28.67 bc
28.33 c
23.00 d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang