Uji daya hasil galur dihaploid padi sawah (Oryza sativa L.)

UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID
PADI SAWAH (Oryza sativa L.)

MELA WAHYUNI
A24080037

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

RINGKASAN

MELA WAHYUNI. Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi Sawah (Oryza
sativa L.). (Dibimbing oleh BAMBANG S. PURWOKO).
Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan produksi padi
nasional, agar dapat mendukung ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu,
diperlukan varietas padi unggul baru yang berdaya hasil tinggi melebihi daya hasil
varietas yang sudah ada. Kultur antera berperan penting dalam mempercepat
pembentukan tanaman dihaploid. Untuk mendapatkan varietas yang berdaya hasil
tinggi perlu dilakukan penyeleksian terhadap galur–galur yang dihasilkan dari

kultur antera. Penelitian ini bertujuan menguji daya hasil beberapa galur dihaploid
padi sawah untuk mendapatkan galur yang memiliki daya hasil tinggi.
Penelitian ini menggunakan 10 galur dihaploid yaitu KP1-3-1-2, KP3-18-12, KP3-19-1-3, KP3-19-1-4, KP4-42-2-1, KP4-43-2-3, FM1R-1-3-1, WI-44,
IW56 dan B13-2e, serta dua pembanding yaitu Ciherang dan Inpari 13 yang
masing-masing diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Luas seluruh lahan yang digunakan pada
penelitian ± 324 m2. Setiap satuan percobaan menggunakan petakan berukuran 3
m x 3 m. Benih ditanam dua bibit per lubang tanam dengan jarak tanam 25 cm x
25 cm. Hasil penelitian dianalisis menggunakan uji F pada taraf nyata 1 % dan 5
%, dan dilanjutkan dengan uji DMRT.
Hasil dari pengujian sepuluh galur dihaploid padi, galur KP4-42-2-1
mempunyai produktivitas di atas pembanding Ciherang (3.99 ton/ha) dan Inpari
13 (4.19 ton/ha) yaitu 4.96 ton/ha. Lima galur yang memiliki produktivitas sama
dengan pembanding Ciherang (3.99 ton/ha) dan Inpari 13 (4.19 ton/ha) yaitu galur
KP1-3-1-2, KP4-43-2-3, IW56, FM1R-1-3-1 dan WI-44, berturut-turut 4.17
ton/ha, 4.13 ton/ha, 4.09 ton/ha, 3.68 ton/ha dan 3.45 ton/ha.

UJI DAYA HASIL GALUR DIHAPLOID
PADI SAWAH (Oryza sativa L.)


Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

MELA WAHYUNI
A24080037

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Judul : Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi Sawah
(Oryza sativa L.)
Nama : Mela Wahyuni
NRP

: A24080037


Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc.
NIP. 19610218 198403 1 002

Mengetahui.
Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Zulkarnain dan
Yusnidarti. Penulis dilahirkan di Jalamu, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera
Barat pada tanggal 13 Juni 1989. Penulis menyelesaikan pendidikan SD pada
tahun 2002 di SDN 34 Jalamu. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan

Pendidikan lanjutan menengah di SMP Negeri 1 Batang Kapas dan pendidikan
lanjutan menengah umum diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Batang
Kapas.
Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor,
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis
diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama
menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi internal maupun eksternal kampus,
seperti Koperasi Mahasiswa IPB periode 2008-2009 dan 2009-2010 sebagai
Anggota, Lembaga Dakwah Fakultas FKRD periode 2010-2011 sebagai anggota,
Himpunan Mahasiswa Islam komisariat Faperta sebagai sekretaris periode 20102011, dan Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang (IPMM) sebagai anggota. Penulis
pernah menjadi asisten pratikum Teknik Budidaya Tanaman S1, Ilmu Tanaman
Perkebunan S1 dan PKS D3 pada tahun 2012.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena dengan segala
rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
menulis skipsi dengan judul “Uji Daya Hasil Galur Dihaploid Padi Sawah (Oryza
sativa L.)” sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bimbingan, perhatian, semangat dan bantuan dalam penulisan skripsi
ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Ayah dan mama serta adik-adik saya yang saya cintai yang telah
memberikan doa, semangat, dan dorongan secara lahir dan batin.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc selaku dosen
pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik yang banyak
memberikan saran, arahan, dan wawasan kepada penulis selama
melakukan penelitian, pengamatan dan menyelesaikan penulisan skripsi.
3. Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor. MS dan Dr. Desta Wirnas, SP MSi. selaku
dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis untuk
perbaikan.
4. Staf pengajar dan staf komisi pendidikan Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Bogor.
5. Ade Zumarlin yang telah memberikan semangat dan bantuan selama
penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi.
6. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 45 yang telah
memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian skripsi.
Penulis berharap hasil penelitian dan tulisan ini dapat dimanfaatkan untuk
perkembangan pertanian.

Bogor,

Juli 2012

Mela Wahyuni

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................


x

PENDAHULUAN .........................................................................................

1

Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan Percobaan .................................................................................
Hipotesis ...............................................................................................

1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................

3

Budidaya Padi .......................................................................................
Pemuliaan Padi .....................................................................................

Uji Daya Hasil ......................................................................................

3
4
5

BAHAN DAN METODE ..............................................................................

7

Tempat dan Waktu ................................................................................
Bahan dan Alat .....................................................................................
Metode Penelitian .................................................................................
Analisis Data .........................................................................................
Pelaksanaan Penelitian..........................................................................
Pengamatan ...........................................................................................

7
7
7

8
8
10

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................

12

Kondisi Umum .....................................................................................
Keragaman Agronomi Galur Dihaploid ..............................................

12
13

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................

25

Kesimpulan ...........................................................................................
Saran .....................................................................................................


25
25

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

26

LAMPIRAN ...................................................................................................

29

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Analisis ragam pengaruh genotipe pada karakter agronomi galur
dihaploid hasil kultur anter.................................................................


14

2. Hasil uji lanjut DMRT pada tinggi tanaman (cm) pada fase
vegetatif dan fase generatif ................................................................

15

3. Hasil uji lanjut DMRT pada jumlah anakan total dan anakan
produktif .............................................................................................

16

4. Hasil uji lanjut DMRT untuk rata-rata umur berbunga dan rata-rata
umur panen .........................................................................................

18

5. Rata-rata panjang malai, jumlah gabah total, jumlah gabah isi dan
jumlah gabah hampa per malai ..........................................................

20

6. Rata-rata bobot 1,000 butir (gram) gabah bernas...............................

22

7. Hasil uji lanjut DMRT untuk produktivitas gabah kering giling
(ton/ha) ...............................................................................................

23

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Presentase anakan produktif per rumpun pada galur-galur yang
diuji dan dua pembanding yang diamati ............................................

17

2. Presentase gabah isi dan gabah hampa galur-galur dan dua
pembanding ........................................................................................

21

3. Potensi hasil galur–galur dihaploid dan varietas pembanding
(ton/ha) ...............................................................................................

24

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman
vegetatif ..............................................................................................

30

2. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap tinggi tanaman
generatif .............................................................................................

30

3. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan
vegetatif ..............................................................................................

30

4. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah anakan
produktif .............................................................................................

30

5. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap umur berbunga..................

31

6. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap umur panen .......................

31

7. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap panjang malai ...................

31

8. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah isi ...............

31

9. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap gabah hampa .....................

32

10. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap jumlah gabah total ............

32

11. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap bobot 1,000 butir ..............

32

12. Sidik ragam pengaruh genotipe terhadap produktivitas .....................

32

13. Deskripsi varietas inpari 13................................................................

33

14. Deskripsi varietas ciherang ................................................................

34

15. Data Iklim Darmaga, Bogor ...............................................................

35

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) memegang peranan penting dalam mendukung
ketahanan pangan nasional dan pemberdayaan ekonomi rumah tangga petani.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan beras juga akan
meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2006 konsumsi beras masyarakat
Indonesia diperkirakan 137 kg per kapita per tahun dengan total konsumsi
mencapai 31.31 juta ton. Jika diasumsikan laju pertumbuhan penduduk Indonesia
menurun 0.03 % per tahunnya dan diasumsikan konsumsi beras tetap 137 per
kapita per tahun, maka diperkirakan pada tahun 2020 konsumsi beras akan
mencapai 35.97 juta ton (Puslitbang Tanaman Pangan, 2007).
Peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan berkurangnya luas lahan
produktif karena konversi lahan. Disamping itu produktivitas padi di Indonesia
telah melandai (levelling off), artinya budidaya apapun yang diberikan akan sulit
untuk meningkatkan produksi karena potensi genetik produksinya sudah jenuh
(Safitri, 2010). Peningkatan jumlah penduduk ini harus diimbangi dengan
produktivitas padi agar dapat mendukung ketahanan pangan nasional. Oleh karena
itu, diperlukan varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi melebihi daya hasil
varietas yang sudah ada dan varietas tersebut juga tahan terhadap hama penyakit.
Penyediaan varietas unggul memegang peranan penting diantara teknologiteknologi yang dihasilkan melalui penelitian, baik dalam kontribusinya terhadap
peningkatan hasil per satuan luas maupun sebagai salah satu komponen utama
dalam pengendalian hama penyakit. Setiap varietas memiliki keunggulan yang
berbeda. Untuk mendapatkan varietas yang berdaya hasil tinggi dan tahan
terhadap hama penyakit perlu dilakukan penyeleksian terhadap galur–galur yang
dihasilkan dari pemuliaan tanaman.
Kultur antera merupakan suatu metode yang dapat digunakan dalam
program pemuliaan tanaman (Dewi dan Purwoko, 2011; Suhartini dan Somantri,
2000). Teknik kultur antera dalam program pemuliaan tanaman
mempercepat waktu pembentukan

padi dapat

galur-galur dihaploid (galur murni) dari

tanaman F1 (polen F2), sehingga mempersingkat waktu perakitan varietas unggul

2
(Sasmita, 2007). Tanaman dihaploid terjadi secara spontan. Kejadian ini diduga
terjadi selama kultur kalus embriogenik (Fu et al., 2008). Dari penelitian
sebelumnya telah diperoleh galur-galur dihaploid dari hasil kultur antera (Sjafii et
al., 2011). Galur-galur tersebut telah dikarakterisasi dan perlu dilakukan pengujian

lanjutan.
Pengujian daya hasil merupakan aspek penting dalam mendapatkan varietas
yang berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap hama penyakit. Tujuan pengujian ini
adalah untuk mengevaluasi potensi hasil galur-galur terpilih. Uji daya hasil
meliputi tiga tahap, yaitu uji daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil
lanjutan (UDHL), dan uji daya hasil multilokasi untuk melihat stabilitas dan
adaptasi tanaman di berbagai lokasi sebelum varietas tersebut dilepas menjadi
varietas unggul baru dengan karakter-karakter yang dikehendaki (Nasir, 2001).

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan menguji daya hasil beberapa galur dihaploid padi
sawah untuk mendapatkan galur yang memiliki daya hasil tinggi.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat minimal satu
galur yang memiliki daya hasil lebih tinggi atau sama dengan varietas
pembandingnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Padi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman serealia semusim. Sistem
budidaya padi secara garis besar dibedakan dua tipe, yaitu padi kering (gogo) dan
padi sawah. Padi gogo ditanam di lahan kering (tidak digenangi), sedangkan padi
sawah ditanam di sawah yang selalu tergenang air. Budidaya tipe padi sawah di
Indonesia relatif lebih maju dibanding budidaya tipe padi gogo. Tanaman padi
pada budidaya padi sawah maupun budidaya padi gogo dapat dikembangkan
secara langsung, baik dengan benih maupun dengan benih yang disemai menjadi
bibit.
Produksi padi di Indonesia 95% dihasilkan dari lahan sawah. Hanya 5%
yang berasal dari lahan kering. Data statistik tahun 2011 menunjukkan luas panen
padi di Indonesia sekitar 13.20 juta ha. Produksi panen per tahun 65.75 juta ton
dengan produktivitas 49.80 juta ton/ha (BPS, 2011).
Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berudara panas dan banyak
mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih
dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar
1500-2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi
tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0-1500 m di atas
permukaan laut. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah
sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan
tertentu dengan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik
pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm dengan pH antara 4-7
(Purwono dan Purnamawati, 2009).
Teknik bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan
hasil yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak
dilakukan persemaian sampai tanaman dipanen. Dalam proses pertumbuhan
tanaman hingga berbuah ini harus dipelihara dengan baik, terutama harus
diusahakan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit yang sering
kali menurunkan produksi.

4
Pemuliaan Padi
Varietas-varietas padi sawah yang akan dikembangkan perlu memiliki
keunggulan, antara lain: potensi hasil tinggi, beranak banyak, produktif, tahan
terhadap hama penyakit, berumur genjah, mutu beras baik, dan rasanya enak
(Abbas, 1997; Puslitbang Tanaman Pangan, 1993). Secara konvensional perakitan
varietas unggul baru yang memiliki karakter yang diinginkan dapat dilakukan
dengan menyilangkan (hibridisasi). Untuk mendapatkan kombinasi karakter yang
diinginkan dari hasil hibridisasi, generasi F2 dan generasi berikutnya dilakukan
penyeleksian hingga mencapai kemurnian genetik. Proses perakitan varietas
secara konvensional ini memerlukan waktu yang panjang (lebih dari 5 tahun),
apabila dengan menggunakan berbagai varietas atau tetua yang mempunyai sifatsifat yang diinginkan (Dewi dan Purwoko, 2011 ; Herawati et al, 2009 ; Sasmita,
2007).
Kultur antera berperan penting dalam mempercepat pembentukan tanaman
dihaploid ( Abdullah, 2008). Menurut Dewi (2002) proses seleksi teknik kultur
antera akan lebih efisien, karena galur homozigos dapat dibentuk pada musim
kedua. Sasmita (2007) menambahkan teknik kultur anter dalam program
pemuliaan tanaman padi dapat mempercepat waktu pembentukan galur-galur
dihaploid (galur murni) dari polen yang dihasilkan tanaman F1, sehingga
mempersingkat waktu perakitan varietas unggul. Teknik kultur antera dilakukan
secara in vitro melalui dua tahap yaitu, tahap induksi kalus dari polen yang
terdapat dalam antera tanaman F-1 (hasil persilangan antara tetua yang memiliki
karakter yang diharapkan), dan tahap regenerasi tanaman dari kalus menjadi
tanaman haploid (planlet).
Kultur antera dapat menghasilkan tanaman dihaploid atau galur murni
(Zapata, 1985). Tanaman haploid ini dihasilkan melalui induksi embryogenesis
dari pembelahan berulang mikrospora/polen tanaman donor antera yang berasal
dari persilangan tetua yang memiliki karakter yang diinginkan. Penggandaan
kromosom terjadi secara spontan. Kejadian ini diduga terjadi pada kultur kalus
embriogenik. Karakter tanaman dihaploid dengan kultur antera ini akan tetap
stabil dari generasi ke generasi (Fu et al., 2008).

5
Metode seleksi merupakan proses yang efektif untuk memperoleh sifat-sifat
yang dianggap sangat penting dan tingkat keberhasilannya tinggi. Helyanto et al.
(2000) menyatakan bahwa apabila suatu karakter memiliki keragaman genetik
cukup tinggi, maka keragaman karakter tersebut antar individu dalam populasinya
akan tinggi pula, sehingga seleksi akan lebih mudah untuk mendapatkan sifat-sifat
yang diinginkan. Oleh sebab itu, informasi keragaman genetik sangat diperlukan
untuk memperoleh varietas baru yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan seleksi,
harus diketahui antar karakter agronomi, komponen hasil, sehingga seleksi
terhadap satu karakter lebih dapat dilakukan (Zen, 2002).
Teknik kultur antera memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan dari
teknik ini diantaranya adalah memperpendek siklus pemuliaan dengan
memperoleh homozigositas secara cepat, menambah efisensi seleksi, memperluas
variabilitas genetik melalui produksi variasi gametoklonal, mempercepat
terekspresinya gen resesif, menyediakan sumber benih homozigos, dan
menghemat waktu, biaya dan tenaga (Dewi dan Purwoko, 2001). Disamping
keuntungan teknik kultur anter ini juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah
pelaksanaan kultur anter menggunakan peralatan dan personil khusus, kecilnya
persentase regenerasi, beragam ploidi tanaman yang dihasilkan, frekuensi haploid
tidak dapat diprediksi dalam populasi, dan penampilan galur inbred turunan
dihaploid mungkin lebih inferior dibanding penampilan galur inbred hasil
pemuliaan konvensional (Dewi dan Purwoko, 2011 ; Masyhudi et al., 1997 ;
Somantri et al., 2003).

Uji Daya Hasil
Peningkatan potensi hasil padi melalui pengembangan varietas unggul baru,
mencakup seluruh kegiatan pemuliaan galur-galur padi yang berdaya hasil tinggi
dan cara budidaya yang sesuai, sehingga suatu varietas mampu mencapai hasil
yang maksimal dan menguntungkan. Galur-galur yang sudah mantap dan
mempunyai sifat-sifat yang diharapkan perlu dievaluasi daya hasil dan
keragamannya pada berbagai agroekologi. Pengujian terhadap galur-galur ini
meliputi tiga tahap, yaitu uji daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil
lanjutan (UDHL), dan uji multilokasi (Poespodarsono, 1988 ; Mangoendidjojo,

6
2003). Pada uji daya hasil pendahuluan jumlah galur yang diuji lebih banyak
dibanding uji daya hasil lanjutan dan multilokasi, namun jumlah lokasi uji daya
hasil pendahuluan lebih sedikit.
Penyediaan varietas-varietas unggul selalu didahului dengan pengujian
galur-galur harapan yang memiliki potensi hasil tinggi dan mantap dengan
adaptasi luas maupun spesifik. Hasil uji multilokasi maupun uji daya hasil
lanjutan menunjukkan adanya keunggulan dari masing-masing galur sehingga
galur tersebut layak untuk diusulkan menjadi varietas unggul baru. Adapun galurgalur yang telah dikembangkan memiliki beberapa sifat-sifat unggulan antara lain:
mempunyai potensi hasil tinggi, tahan terhadap hama/penyakit utama, berumur
genjah, tidak mudah rebah, mutu beras baik, dan rasanya enak (Abbas, 1997;
Puslitbang Tanaman Pangan, 1993).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 – Maret 2012.
Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan
Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor sedangkan penanaman dilaksanakan di
kebun percobaan IPB Sawah Baru, Babakan, Darmaga, Bogor. Jenis tanah tempat
penelitian adalah latosol dan berada pada ketinggian 250 m di atas permukaan
laut.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah 10 galur dihaploid dari hasil kultur
anter dan dua varietas pembanding yaitu Ciherang dan Inpari 13. Nama genotipe
galur-galur harapan tersebut yaitu: KP1-3-1-2, KP3-18-1-2, KP3-19-1-3, KP3-191-4, KP4-42-2-1, KP4-43-2-3, FM1R-1-3-1, WI-44, IW56 dan B13-2e.
Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36 dan KCl dengan dosis 200 kg
Urea /ha, 150 kg SP-36 /ha, dan 100 kg KCl /ha. Pestisida yang dipakai adalah
insektisida, dan moluscisida. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
alat-alat yang umum digunakan pada budidaya padi sawah, timbangan, plastik,
dan alat tulis.

Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Perlakuan yang digunakan
adalah 10 galur dihaploid serta dua pembanding yang masing-masing diulang
sebanyak tiga kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Luas seluruh lahan
sekitar 324 m2. Setiap satuan percobaan berupa satu petakan yang berukuran 3 m
x 3 m. Benih ditanam dua bibit per lubang tanam dengan jarak tanam 25 cm x 25
cm.

8
Model rancangan yang digunakan adalah model Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) : Yij = µ + αi + βj + εij
dimana :
Yij

= nilai pengamatan galur ke-i dan ulangan ke-j

µ

= nilai rataan umum

αi

= pengaruh galur ke-i

βj

= pengaruh ulangan ke-j

εij

= pengaruh galat percobaan dari galur ke-i dan ulangan ke-j

Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil percobaan dianalisis menggunakan analisis
ragam dengan uji F pada taraf nyata 1 % dan 5 %. Jika diantara galur berbeda
nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan
(DMRT) pada taraf nyata 1 % dan 5 %. Pengujian ini dilakukan untuk
membandingkan nilai tengah semua perlakuan (Gomez dan Gomez, 1995). Sidik
ragam disajikan pada Lampiran 1 - 12. Deskripsi varietas Inpari 13 dan Ciherang
disajikan pada Lampiran 13 - 14. Data iklim disajikan pada Lampiran 15.

Pelaksanaan Penelitian
Pra tanam
Persemaian dilaksanakan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi
dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor dengan menggunakan persemaian
kering. Persemaian menggunakan bak tembok berukuran 3 m x 1 m x 2 m. Bak
diisi dengan tanah sampai 2/3 dari volume seluruhnya. Sebelum melakukan
persemaian, tanah yang ada di dalam bak dibersihkan dari semua kotoran dan
rumput yang tumbuh. Satu bak persemaian ini dibagi menjadi dua belas bagian.
Kemudian benih disemai di dalam bak persemaian dan disiram setiap hari. Benih
yang digunakan dalam persemaian ini ada 12 genotipe yang terdiri atas 10 galur
dan 2 varietas pembanding. Masing- masing genotipe menggunakan 50 g benih.

9
Penanaman dan Pemeliharaan
Bibit yang telah berumur 21 hari dipindahtanam pada petak percobaan yang
berukuran 3 m x 3 m. Sebelum dilakukan penanaman bibit, petakan percobaan
diolah. Proses pengolahan tanah terdiri atas pembajakan, garu, dan perataan yang
dilakukan pada saat benih masih di persemaian. Benih ditanam 2 bibit per lubang
tanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Setiap petak terdiri atas 12 baris, pada
tiap baris terdapat 12 lubang tanam sehingga pada satu petak terdapat 144 lubang
tanam.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan adalah pemupukan, pengaturan air
sesuai dengan fase pertumbuhan, penyulaman, penyiangan gulma, pengendalian
hama dan penyakit. Tanaman dipupuk dengan menggunakan pupuk SP-36 150
kg/ha, dan KCl 100 kg/ha diberikan seluruhnya pada saat tanam, sedangkan urea
200 kg/ha diberikan 3 kali yaitu pada waktu tanam dengan 1/3 dosis, pada saat
tanaman berumur 28 hari setelah tanam (HST) dengan 1/3 dosis dan pada saat
tanaman berumur 49 HST dengan 1/3 dosis.
Penyiangan gulma dilakukan secara manual yang dilakukan pada saat
tanaman berumur 22 HST. Pengendalian hama penyakit tanaman dilakukan
dengan menggunakan pestisida. Pestisida yang digunakan disesuaikan dengan
jenis dan intensitas hama penyakit yang menyerang tanaman. Pengendalian hama
burung dilakukan dengan cara memasang jaring di sekeliling lokasi percobaan

Panen
Sawah dikeringkan seminggu sebelum padi dipanen. Kondisi padi siap
panen ditandai dengan 80 % bulir-bulir menguning. Pemanenan dilakukan dengan
memotong bagian pangkal batang. Setelah itu dilakukan pengamatan terhadap
komponen produksi.

10
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap lima rumpun
tanaman contoh dan pengamatan hasil produksi. Peubah yang diamati adalah :
1. Tinggi tanaman, tinggi tanaman maksimum (cm) pada fase vegetatif diukur
dari permukaan tanah sampai ujung daun terpanjang diukur 45 HST pada tiap
tanaman contoh. Tinggi tanaman fase generatif diukur pada saat menjelang
panen (satu minggu sebelum panen) diukur dari permukaan tanah sampai
malai terpanjang pada tiap tanaman contoh.
2. Jumlah anakan total (batang/rumpun), pengamatan dilakukan dengan
menghitung jumlah anakan total tiap tanaman contoh pada 45 HST.
3. Jumlah anak produktif (batang/rumpun), pengamatan dengan menghitung
jumlah anakan yang bermalai pada saat tanaman menjelang panen.
4. Umur berbunga, umur berbunga dihitung dari saat benih disebar sampai bunga
terbentuk 50 % dalam satu rumpun.
5. Umur panen, umur panen dihitung dari saat benih disebar sampai malai 80 %
menguning.
6. Panjang malai (cm), pengamatan panjang malai dilakukan dengan mengukur
dari leher sampai ujung malai.
7. Jumlah gabah total per malai (butir), dilakukan dengan menghitung jumlah
total gabah (gabah isi + gabah hampa) dari lima malai dalam satu rumpun.
8. Jumlah gabah isi dan hampa per malai (butir), dilakukan dengan menghitung
jumlah gabah isi dan gabah hampa secara terpisah dari lima malai dalam satu
rumpun.
9. Persentase gabah isi per malai (%), dilakukan dengan membandingkan antara
jumlah gabah isi per malai dengan jumlah gabah total per malai.
10. Bobot 1,000 butir (g) dengan kadar air ± 14 %, diperoleh dengan menimbang
1,000 butir gabah bernas dari masing-masing petak percobaan dalam setiap
galur.
11. Bobot gabah per petak bersih (g) (gabah kering giling) dihitung dari bobot
gabah kering bernas yang berasal dari satu petak tanpa tanaman contoh dan
tanaman pinggir dengan kadar air ± 14 %.

11
12. Produktivitas setiap galur dan pembanding. Penghitungan produktivitas
dilakukan dengan dua cara. Cara pertama yaitu menghitung produktivitas
berdasarkan petak bersih dihitung dengan mengkonversikan ke luasan satu
hektar dengan menggunakan rumus = 10,000/luas petak bersih x hasil gabah
per petak (kg). Cara kedua yaitu menghitung komponen hasil dengan
menggunakan rumus (Yoshida, 1981) :
Hasil (ton/ha) = jumlah anakan produktif / m2 x jumlah gabah total / malai x
persentase gabah isi x bobot 1,000 butir (g) x 10-5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Pertumbuhan tanaman pada awal fase vegetatif kurang baik. Hal ini
disebabkan oleh serangan hama keong mas (Pomacea canaliculata). Serangan
keong ini mulai terjadi satu hari tanaman telah dipindahtanam ke petak percobaan
sampai tanaman berumur empat minggu setelah tanam (MST). Tingkat
serangannya cukup tinggi, mengakibatkan tanaman banyak yang disulam.
Penyulaman tanaman ini dibatasi sampai tanaman berumur 4 MST. Bibit
yang ditanam terlalu tua akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatifnya dan
menyebabkan ketidakseragaman pada pertumbuhan populasi. Serangan hama
keong ini diatasi secara kultur teknis dan kimia. Secara kultur teknis dilakukan
dengan mengatur air, sedangkan secara kimia menggunakan moluskisida. Di
samping serangan hama keong, tanaman juga terserang hama belalang (Valanga
nigricornis). Belalang ini memakan daun padi yang masih muda yang
mengakibatkan daun menjadi berlubang. Hama belalang diatasi secara kimia
dengan menggunakan pestisida.
Serangan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) terjadi pada fase
generatif. Hama ini mulai menyerang pada awal muncul malai sampai bulir padi
matang susu. Walang sangit menghisab cairan pada bulir padi sehingga
menyebabkan gabah berubah warna dan mengapur, hingga gabah menjadi kosong
(hampa). Serangan hama burung (Ploceus sp.) terjadi pada saat bulir masak susu
sampai tanaman akan dipanen. Pengendalian hama burung ini dilakukan dengan
pemasangan jaring di atas petak percobaan.
Taman terserang hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris pv. oryzae)
pada umur 13 MST. Serangan penyakit ini hanya terjadi pada galur B13-2e.
Penyakit hawar daun bakteri ini menyebabkan daun menjadi kuning sampai coklat
muda dan kemudian daun menjadi kering. Penyakit ini tidak membahayakan
tanaman karena serangannya terjadi pada saat tanaman akan dipanen.
Galur KP3-18-1-2 dan B13-2e menunjukkan pertumbuhan dan penampilan
yang kurang seragam. Pada galur KP3-18-1-2 tinggi tanaman tidak seragam, dan
waktu pembungaan tidak serempak, sehingga pada proses pengisian dan

13
pematangan bulir tanaman menjadi tidak seragam. Pada galur B13-2e ketidak
seragaman terjadi pada warna pelepah dan warna bulir. Pada galur ini seharusnya
pelepah berwarna keunguan, dan bulir berwarna kehitaman. Namun ada beberapa
rumpun tanaman yang pelepahnya berwarna hijau dan bulirnya berwarna hijau.
Pada kedua galur ini tetap dilakukan pengamatan, dan tanaman yang berbeda
penampilannya dibuang dari populasi dengan cara dipotong dari pangkal rumpun
tanaman.

Keragaman Agronomi Galur Dihaploid
Analisis Ragam
Karakter agronomi yang diamati dalam penelitian ini sebanyak dua belas
karakter. Dari hasil analisis ragam yang dilakukan sebanyak sebelas karakter
agronomi yang diamati, genotipe berpengaruh sangat nyata, namun pada satu
karakter yaitu karakter panjang malai genotipe berpengaruh nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara galur-galur yang diuji untuk
semua karakter.
Koefisien keragaman (KK) dari karakter yang diamati berkisar antara 1.39
% - 16.35 %. Karakter yang mempunyai KK tertinggi adalah jumlah gabah
hampa (16.35 %) sedangkan karakter yang memiliki KK terendah adalah umur
berbunga (1.39 %) (Tabel 1). Nilai KK menunjukkan tingkat ketepatan perlakuan
dalam suatu percobaan dan menunjukkan pengaruh lingkungan dan faktor lain
yang tidak dapat dikendalikan dalam percobaan (Gomez dan Gomez, 1995).

14
Tabel 1. Analisis ragam pengaruh genotipe pada karakter agronomi galur
dihaploid hasil kultur anter
Karakter
1. Tinggi tanaman fase vegetatif
2. Jumlah anakan total
3. Tinggi tanaman fase generatif
4. Jumlah anakan produktif
5. Umur berbunga
6. Umur panen
7. Panjang malai
8. Jumlah gabah isi
9. Jumlah gabah hampa
10. Jumlah gabah total
11. Bobot 1,000 butir
12. Produksi gabah kering giling

F Hitung
**
**
**
**
**
**
*
**
**
**
**
**

Koefisien keragaman (%)
6.02
13.54
2.99
10.39
1.39
2.05
8.23
9.90
16.35
5.99
2.29
11.17

Keterangan : (*) berpengaruh nyata pada taraf kesalahan 5 %; (**) berpengaruh sangat nyata pada
taraf kesalahan 1 %.

Tinggi Tanaman
Tinggi rata-rata tanaman dari galur yang diuji pada fase vegetatif bekisar
antara 71 – 87 cm. Dilihat dari nilai tengah, galur FM1R-1-3-1 dan B13-2e
merupakan galur yang memiliki tinggi rata-rata yang paling tinggi (Tabel 2).
Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT galur KP3-19-1-3, KP3-19-1-4, FM1R-1-3-1
dan B13-2e memiliki tinggi tanaman yang berbeda nyata dengan pembanding
Ciherang namun tidak berbeda nyata dengan pembanding Inpari 13. Enam galur
lainnya tidak berbeda nyata dengan kedua pembanding.
Tinggi tanaman merupakan karakter yang menentukan tingkat kerebahan
tanaman, sehingga sangat berpengaruh pada kualitas dan kuantitas hasil produksi.
Semakin tinggi tanaman maka tanaman akan semakin mudah rebah (Kush et al.,
2001). Tanaman yang rebah akan mengurangi hasil panen dan juga menurunkan
kualitas beras.

15
Tabel 2. Hasil uji lanjut DMRT pada tinggi tanaman (cm) pada fase
vegetatif dan fase generatif
Galur/ Varietas
KP1-3-1-2
KP3-18-1-2
KP3-19-1-3
KP3-19-1-4
KP4-42-2-1
KP4-43-2-3
FM1R-1-3-1
WI-44
IW56
B13-2e
Ciherang
Inpari 13

Tinggi Vegetatif (cm)

Tinggi Generatif (cm)

71.2 c
77.9 abc
81.7 ab
82.4 ab
74.0 bc
80.2 abc
86.7 a
76.9 bc
71.5 c
86.6 a
72.0 c
79.4 abc

94.9 fg
90.9 g
95.2 fg
95.9 fg
97.4 f
114.3 b
103.0 de
110.3 bc
98.1 ef
124.5 a
103.5 de
107.8 cd

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji DMRT 1%.

Rata-rata tinggi tanaman galur-galur yang diuji pada fase generatif berkisar
anatara 90 cm – 125 cm. Galur B13-2e merupakan galur yang memiliki tinggi
tanaman tertinggi yaitu 124.5 cm, sedangkan galur yang memiliki tinggi tanaman
terpendek dicapai oleh galur KP3-18-1-2 dengan tinggi tanaman 90.9 cm. Galur
KP1-3-1-2, KP3-18-1-2, KP3-19-1-3, KP3-19-1-4, KP4-42-2-1, KP4-43-2-3 dan
B13-2e ini berbeda nyata dengan kedua pembanding Ciherang dan Inpari 13.
Galur B13-2e dan KP4-43-2-3 memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dari
kedua pembanding sedangkan galur KP1-3-1-2, KP3-19-1-3, KP3-19-1-4, KP318-1-2, KP4-42-2-1 lebih pendek dari kedua pembanding yaitu Ciherang (103.5
cm) dan Inpari 13 (107.8 cm) (Tabel 2).
Siregar (1981) membagi tinggi generatif tanaman padi menjadi tiga
kelompok yaitu tinggi tanaman pendek (< 115 cm), sedang (115 - 125 cm) dan
tinggi (> 125 cm). Berdasarkan pengelompokan tinggi tanaman di atas, sembilan
galur yang diuji yaitu KP1-3-1-2, KP3-18-1-2, KP3-19-1-3, KP3-19-1-4, KP4-422-1, KP4-43-2-3, FM1R-1-3-1, WI-44, IW56 dan kedua varietas pembanding
yaitu Ciherang, Inpari 13 termasuk ke dalam kelompok tinggi tamanan pendek,
dan hanya satu galur yaitu galur B13-2e yang masuk ke kelompok tinggi tanaman
sedang.

16
Jumlah Anakan Total dan Jumlah Anakan Produktif
Hasil pengamatan pada Tabel 3 menunjukkan, bahwa jumlah anakan total
10 galur yang diuji berkisar antara 14 – 28 anakan. Galur KP3-19-1-3, KP3-19-14, dan KP4-42-2-1 berbeda nyata dengan pembanding Ciherang namun tidak
berbeda nyata dengan pembanding Inpari 13. FM1R-1-3-1 dan B13-2e berbeda
nyata dengan kedua pembanding. Galur-galur yang berbeda nyata dengan
pembanding Ciherang dan Inpari 13 memiliki jumlah anakan total lebih sedikit.
Jumlah anakan produktif merupakan karakter penting dalam menentukan
potensi hasil. Secara umum galur-galur dihaploid tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata dengan varietas pembanding namun nilai tengah anakan terbanyak
diperoleh pada galur KP4-43-2-3, KP3-18-1-2, IW56 dan WI-44. Galur KP4-432-3 unggul pada karakter nilai tengah anakan produktif terbanyak dengan nilai
tengah sebesar 17.3 anakan produktif.

Tabel 3. Hasil uji lanjut DMRT pada jumlah anakan total dan anakan
produktif
Galur/ Varietas
KP1-3-1-2
KP3-18-1-2
KP3-19-1-3
KP3-19-1-4
KP4-42-2-1
KP4-43-2-3
FM1R-1-3-1
WI-44
IW56
B13-2e
Ciherang
Inpari 13

Jumlah Anakan Total
25.1 ab
25.5 ab
18.3 cd
18.5 cd
22.5 c
27.6 ab
14.9 d
23.2 abc
28.0 ab
16.8 d
28.5 a
22.7 abc

Jumlah Anakan produktif
15.2 ab
17.1 a
14.9 ab
14.3 ab
16.0 ab
17.3 a
11.3 c
16.2 a
16.6 a
13.0 bc
16.4 a
14.5 ab

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji DMRT 1 %.

Menurut Las et al. (2004), jumlah anakan produktif per rumpun genotipe
padi dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu jumlah anakan sedikit (< 10),
sedang (11 - 15), banyak (16 - 20), dan sangat banyak (> 20). Berdasarkan
pengelompokan diatas, lima dari 10 galur yang diamati termasuk dalam jumlah

17
anakkan sedang (KP1-3-1-2, KP3-19-1-3, KP3-19-1-4, FM1R-1-3-1 dan B13-2e)
dan lima yang lainnya merupakan galur dengan anakan banyak (KP3-18-1-2,
KP4-42-2-1, KP4-43-2-3, WI-44 dan IW56).
Persentase anakan produktif galur-galur yang diuji berkisar antara 57 % 82 %. Galur KP3-19-1-3 memiliki persentase anakan produktif yang paling tinggi
yaitu 81.4 %, lebih tinggi dibandingkan persentase anakan produktif pembanding
Ciherang (57.5 %) dan Inpari 13 (63.9 %). Persentase jumlah anakan produktif
pada masing-masing galur dapat dilihat pada Gambar 1.

85

81.4
77.3

80
75

71.1

70
65

77.4

75.8
69.8

67.1
63.9

62.7

60.5

59.3

60

57.5

55
50

Gambar 1. Persentase anakan produktif per rumpun pada galur-galur yang diuji
dan dua pembanding yang diamati
Tanaman yang memiliki anakan yang banyak akan memiliki daun yang
banyak juga.

Gardner et al. (1991) menyatakan dengan daun yang banyak

tanaman diharapkan dapat meningkatkan produksi asimilat dari fotosintesis,
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pernyataan Gardner ini tidak dapat
diterapkan pada semua tanaman, salah satunya pada tanaman padi, karena
banyaknya jumlah daun tidak akan meningkatkan produksi hasil jika anakan pada
tanaman padi tidak produktif. Banyaknya jumlah anakan per rumpun belum tentu
akan meningkatkan produksi padi, karena setiap anakan yang dihasilkan belum
tentu akan menghasilkan malai.
Jumlah anakan yang terlalu banyak juga dapat menurunkan hasil dan
kualitas gabah, karena adanya

persaingan dalam mendapatkan energi panas

18
matahari dan unsur hara sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Selanjutnya, anakan yang terlalu banyak juga berpengaruh terhadap kemasakan
bulir tanaman padi ketika memasuki fase generatif. Abdullah et al. (2008)
menyatakan bahwa jumlah anakan per rumpun yang terlalu banyak akan
mengakibatkan masa masak malai tidak serempak, sehingga menurunkan
produktivitas dan mutu beras.

Umur Berbunga dan Umur Panen
Umur berbunga tercepat terdapat pada galur KP3-18-1-2 dengan nilai
tengah 81 hari, sedangkan umur berbunga yang paling lama terdapat pada galur
KP1-3-1-2 dan galur KP4-42-2-1 dengan nilai tengah 89 hari. Dari hasil uji lanjut
DMRT yang dilakukan, hanya galur KP3-18-1-2 yang berbeda nyata dengan
pembanding Ciherang dan Inpari 13. Galur KP1-3-1-2 dan KP4-42-2-1 berbeda
nyata dengan Inpari 13 namun tidak berbeda nyata dengan Ciherang (Tabel 4).

Tabel 4. Hasil uji lanjut DMRT untuk rata-rata umur berbunga dan rata-rata
umur panen
Galur/ Varietas
KP1-3-1-2
KP3-18-1-2
KP3-19-1-3
KP3-19-1-4
KP4-42-2-1
KP4-43-2-3
FM1R-1-3-1
WI-44
IW56
B13-2e
Ciherang
Inpari 13

Umur Berbunga (hari)
89.3 a
81.0 c
86.7 b
87.3 ab
89.3 a
88.7 ab
88.3 ab
87.0 ab
88.7 ab
86.3 b
88.7 ab
86.3 b

Umur Panen (hari)
117.3 a
110.7 cd
113.0 abc
112.3 bc
117.0 a
115.7 ab
112.0 bc
114.3 abc
115.3 ab
107.7 d
115.3 ab
114.0 abc

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji DMRT 1 %.

Umur panen padi dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan dihitung dari
hari setelah sebar (HSS), yaitu umur ultra genjah (< 85 hari), umur super genjah
(85 - 94 hari), sangat genjah (95 - 104 hari), genjah (105 - 124 hari), sedang (125 164 hari) dan berumur dalam (> 165 hari) (Balai Besar Penelitian Padi, 2010).

19
Menurut Yoshida (1981), umur yang optimal tanaman padi untuk berpotensi hasil
tinggi di daerah tropika adalah 120 hari. Rata-rata umur panen galur yang diuji
tergolong genjah yaitu antara 107 – 117 hari.
Galur B13-2e memiliki umur panen paling cepat yaitu 107 hari. Umur
panen paling lama yaitu 117 hari terdapat pada galur KP1-3-1-2 dan galur KP442-2-1. Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT hanya galur B13-2e yang berbeda
nyata dengan pembanding Ciherang Dan Inpari 13 (Tabel 4).

Panjang Malai dan Jumlah Gabah
Panjang malai menentukan jumlah gabah total per malai. Semakin panjang
malai diharapkan jumlah gabah total per malai tinggi sehingga jumlah gabah isi
per malai juga tinggi. Galur FM1R-1-3-1 memiliki panjang malai berbeda nyata
dengan kedua pembanding.

Deptan (1983) mengelompokkan panjang malai

dalam tiga kelompok. yaitu pendek (≤ 20 cm), sedang (20 – 30 cm), dan panjang
(> 30 cm). Berdasarkan pengelompokan di atas seluruh galur dan varietas
pembanding memiliki panjang malai yang sedang.
Jumlah gabah isi galur FM1R-1-3-1 dan B13-2e berbeda nyata dengan
varietas pembanding Ciherang dan Inpari 13. Galur FM1R-1-3-1 dan B13-2e
unggul terhadap nilai tengah karakter jumlah gabah isi dengan nilai tengah jumlah
gabah isi sebesar 127 butir dan 114 butir sedangkan varietas Ciherang dan Inpari
13 berturut-turut hanya sebesar 69 butir dan 105 butir gabah.
Galur FM1R-1-3-1 juga menunjukkan nilai tengah tertinggi pada karakter
gabah hampa dengan nilai tengah sebesar 110 butir gabah. Hal ini diduga akibat
banyaknya jumlah gabah total malai pada galur FM1R-1-3-1 (238 butir) sehingga
masa pengisian dan pemasakan menjadi lama dan berdampak pada banyaknya
gabah hampa (Tabel 5). Menurut Abdullah (2009) pada pembentukan padi tipe
baru jumlah gabah total yang disarankan berkisar antara 150-250.

20
Tabel 5. Rata-rata panjang malai, jumlah gabah total, jumlah gabah isi dan
jumlah gabah hampa per malai

Galur/
Varietas
KP1-3-1-2
KP3-18-1-2
KP3-19-1-3
KP3-19-1-4
KP4-42-2-1
KP4-43-2-3
FM1R-1-3-1
WI-44
IW56
B13-2e
Ciherang
Inpari 13

Panjang malai
per malai
(cm)*
23.3 bcd
22.0 d
22.8 cd
22.9 cd
24.5 bcd
26.5 abc
29.1 a
27.1 ab
24.9 bcd
25.0 bcd
25.1 bcd
25.0 bcd

Jumlah
gabah total
per malai
(butir)
130.2 cd
122.0 cd
136.1 c
138.5 c
136.0 c
137.4 c
238.2 a
136.8 c
118.9 d
166.2 b
115.8 d
164.4 b

Jumlah
gabah hampa
per
malai(butir)
57.1 b
48.1 bc
44.6 bc
50.8 bc
44.7 bc
49.0 bc
110.4 a
38.9 c
44.0 bc
51.6 bc
46.8 bc
58.9 b

Jumlah
gabah isi
per
malai(butir)
73.1 fg
73.8 fg
91.4 cde
87.7 def
91.3 cde
88.3 def
127.7 a
97.9 cd
74.9efg
114.5 ab
69.0 g
105.4 bc

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji DMRT 1 %; (*) angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu
kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.

Persentase gabah isi dan gabah hampa pada galur-galur dan varietas
pembanding yang diamati dapat dilihat pada Gambar 2. Galur-galur yang diuji
memiliki persentase gabah isi antara 53.8 % - 72.1 % dan gabah hampa antara
27.9 % - 46.2 %. Galur WI-44 merupakan galur yang memiliki persentase gabah
isi tertinggi (72.1 %) , dengan persentase gabah hampa terendah (27.9 %).
Persentase gabah isi pada galur WI-44 ini lebih tinggi dari pembanding Ciherang
(60 %) dan Inpari 13 (64 %). Galur FM1R-1-3-1 memiliki persentase gabah isi
terendah (53.8 %) dengan persentase gabah hampa tertinggi (46.2 %).
Tingginya kehampaan pada galur-galur dan kedua pembanding disebabkan
karena tanaman terserang hama. Tanaman terserang hama walang sangit pada saat
awal muncul malai sampai bulir padi matang susu. Hama ini menghisap cairan
yang terdapat pada bulir padi. Disamping tanaman terserang hama, faktor
lingkungan juga mempengaruhi persentase kehampaan ini, seperti rendahnya
intensitas penyinaran matahari, tingginya intensitas hujan dan rendahnya suhu
selama masa reproduktif. Kehampaan juga dapat terjadi karena faktor genetik.

21
Abdullah (2009) menyatakan, kehampaan karena faktor genetik dapat terjadi
apabila malai padi panjang dan memiliki gabah yang banyak sehingga masa
pengisian dan pemasakan akan lebih lama, biasanya akan menyebabkan
kehampaan pada pangkal malai .

80

72.1
67.6

70
60.7
60
50

63.8

66.9

64.2

56.2

69.3
63.6

64

60

53.8
46.2

43.8
39.3

40

32.4

36.2

32.4

27.9

30

40

37.3

35.8

35.4
30.7

20

Persentase gabah isi

Gambar 2. Persentase gabah
pembanding

Persentase gabah hampa

isi dan gabah hampa galur-galur dan dua

Bobot 1,000 Butir
Bobot 1,000 butir merupakan salah satu karakter yang mempengaruhi
komponen hasil. Gabah dengan ukuran yang besar dan bernas akan memiliki
bobot 1,000 butir yang lebih berat. Yoshida (1983) manyatakan bahwa bobot
1,000 butir dipengaruhi oleh faktor ukuran gabah dan juga temperatur. Abdullah
et al. (2004) juga menguatkan pernyataan tersebut dengan menyatakan semakin
besar butir gabah, maka bobot gabah akan lebih berat. Bobot 1,000 butir paling
tinggi ditunjukkan pada galur KP1-3-1-2 dengan nilai tengah sebesar 35.99 gram,
berbeda nyata dengan kedua pembandingnya yaitu Ciherang, Inpari 13. Bobot
paling rendah ditunjukkan oleh galur KP4-43-2-3 dengan nilai tengah sebesar
27.14 gram (Tabel 6).

22
Tabel 6. Rata-rata bobot 1,000 butir (gram) gabah bernas
Galur/ Varietas
KP1-3-1-2
KP3-18-1-2
KP3-19-1-3
KP3-19-1-4
KP4-42-2-1
KP4-43-2-3
FM1R-1-3-1
WI-44
IW56
B13-2e
Ciherang
Inpari 13

Bobot 1,000 butir (gram)
35.99 a
29.19 de
27.35 f
27.66 f
29.63 cd
27.14 f
30.65 c
29.69 cd
29.69 cd
28.23 ef
31.99 b
30.00 cd

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji DMRT 1 %.

Produktivitas
Hasil gabah per petak bersih dapat digunakan sebagai ukuran besarnya
produksi yang dihasilkan oleh tanaman. Hasil gabah kering giling menunjukkan
galur KP4-42-2-1 mencapai produktivitas tertinggi (4.96 ton/ha) lebih tinggi
dibanding Ciherang (3.99 ton/ha) dan Inpari 13 (4.19 ton/ha). Lima galur yang
memiliki produktivitas setara dengan pembanding Ciherang dan Inpari 13 yaitu
galur KP1-3-1-2, KP4-43-2-3, IW56, FM1R-1-3-1 dan WI-44, berturut-turut 4.17
ton/ha, 4.13 ton/ha, 4.09 ton/ha, 3.68 ton/ha dan 3.45 ton/ha. Hasil gabah kering
giling terendah dimiliki oleh galur KP3-18-1-2, galur KP3-19-1-3 dan galur KP319-1-4 yaitu berturut-turut 2.97 ton/ha, 2.97 ton/ha dan 2.92 ton/ha ( Tabel 7).
Tingginya produktivitas dipengaruhi oleh beberapa karakter diantaranya
yaitu karakter jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah total per
malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, lama panen dan
bobot 1,000. Galur KP4-42-2-1 merupakan galur yang memiliki produktivitas
paling tinggi dari semua galur. Umur panen pada galur ini yaitu 117 hari dengan
panjang malai 24 cm. Bobot 1,000 butir pada galur KP4-42-2-1 yaitu 29.63 gram
dan memiliki anakan produktif lebih banyak dari sembilan galur lainnya dan dari
dua pembanding.

23
Tabel 7. Hasil uji lanjut DMRT untuk produktivitas gabah kering giling
(ton/ha)
Galur/
Produktivitas gabah kering giling
Varietas
(ton/ha)
KP1-3-1-2
4.17 b
KP3-18-1-2
2.97 c
KP3-19-1-3
2.97 c
KP3-19-1-4
2.92 c
KP4-42-2-1
4.96 a
KP4-43-2-3
4.13 b
FM1R-1-3-1
3.68 bc
WI-44
3.45 bc
IW56
4.09 b
B13-2e
3.12 c
Ciherang
3.99 b
Inpari 13
4.19 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda
nyata pada uji DMRT 1 %.

Hasil produksi gabah kering giling pada galur-galur yang diuji pada
penelitian ini pada umumnya menunjukkan peningkatan dari penelitian yang
dalakukan sebelumnya. Sjafii et al. (2011) melaporkan, pada penelitian
sebelumnya galur KP1-3-1-2, KP4-42-2-1, dan KP4-43-2-3 hasil produksi per
hektarnya berturut-turut hanya 3.65 ton/ha, 4.27 ton/ha dan 2.9 ton/ha, sedangkan
pada penelitian ini hasil produksi dari galur tersebut berturut-turut 4.17 ton/ha,
4.96 ton/ha dan 4.13 ton/ha.
Perbedaan hasil produksi gabah kering giling pada penelitian ini dengan
penelitian yang sebelumnya dapat terjadi karena faktor lingkungan. Faktor
lingkungan yang mempengaruhi seperti curah hujan, lama penyinaran matahari,
suhu, intensitas cahaya dan kelembaban udara. Waktu pelaksanaan penelitian
yang berbeda berpengaruh terhadap perbedaan musim. Intensitas penyakit dan
hama yang menyerang pada masing-masing penelitian berbeda.

24
11.67

12
11
10
9
8
7
5.7

6

7.87

7.5

7.49
5.95

6.11

6.46

6.45
5.95

5.61

5.89

5
4
3

Gambar 3. Potensi hasil galur-galur dihaploid dan varietas pembanding (ton/ha)
Hasil produktivitas galur-galur yang diuji dan pembanding Ciherang dan
Inpari 13 yang dihitung dengan menggunakan komponen hasil menunjukkan hasil
yang lebih tinggi dari hasil dengan hitung produktivitas berdasarkan petak bersih.
Produksi dengan menggunakan komponen hasil ini produksi paling rendah 5.6
ton/ha dan produksi paling tinggi 11.67 ton/ha. Hasil yang paling tinggi terdapat
pada galur FM1R-1-3-1 dan hasil yang paling rendah terdapat pada galur IW56
(Gambar 3).
Perbedaan hasil yang diperoleh antara perhitungan komponen hasil dengan
hitung produktivitas berdasarkan petak bersih dipengaruhi oleh kondisi lapangan
dan serangan penyakit dan hama tanaman. Hasil produksi yang diperoleh dari
perhitungan komponen hasil di atas menunjukkan jika tanaman ditanam pada
kondisi yang optimal dan serangan hama dan penyakit minimal.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPU