Karakteristik Fermentasi dan Produksi Gas Total in vitro dengan Penggunaan Kombinasi Minyak Cengkeh, Ampas Teh dan Daun Kembang Sepatu

(1)

KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN PRODUKSI GAS

TOTAL

IN VITRO

DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI

MINYAK CENGKEH, AMPAS TEH DAN

DAUN KEMBANG SEPATU

SKRIPSI

WIDY ARTATI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(2)

RINGKASAN

WIDY ARTATI. D24070009. 2012. Karakteristik Fermentasi dan Produksi Gas Total in vitro dengan Penggunaan Kombinasi Minyak Cengkeh, Ampas Teh dan Daun Kembang Sepatu. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Sri Suharti, S.Pt., M.Si.

Pembimbing Anggota : Dr. Ir.Heri Ahmad Sukria, MSc.Agr.

Penggunaan senyawa aktif alami asal tanaman untuk memodifikasi fermentasi dalam rumen telah banyak dilakukan. Beberapa tanaman tropis yang mengandung senyawa sekunder antara lain ampas teh (tanin), daun kembang sepatu (saponin) dan cengkeh (eugenol). Ampas teh (AT) merupakan limbah pengolahan daun teh yang mengandung protein (kandungan protein kasar 22,8% BK) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Selain itu, ampas teh juga mengandung tanin sekitar 0,27% yang merupakan senyawa poliphenol dan dapat berfungsi sebagai by pass protein dan juga mencegah bloat. Tanin dalam jumlah kecil menguntungkan ruminansia karena dapat mencegah degradasi protein berlebih oleh mikroorganisme rumen sehingga protein asal rumen lebih banyak tersedia untuk proses pencernaan enzimatik pasca rumen. Tepung daun kembang sepatu (DKS) mengandung senyawa aktif saponin sebesar 8,5% yang dapat berfungsi sebagai agen defaunasi sehingga menurunkan populasi protozoa serta diharapkan dapat menstimulasi pertumbuhan populasi bakteri dalam rumen. Minyak daun cengkeh mengandung eugenol sekitar 55,14% yang dapat bermanfaat sebagai rumen modifier dan methane inhibitor. Penelitian sebelumnya telah menghasilkan kombinasi terbaik antara ampas teh dan daun kembang sepatu dalam meningkatkan fermentasi rumen yaitu 1 mg/ml ampas teh dan 0,3 mg/ml daun kembang sepatu. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dengan menambahkan minyak cengkeh pada kombinasi ampas teh dan daun kembang sepatu tersebut untuk meningkatkan aktivitas fermentasi.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pengelompokan menggunakan waktu pengambilan cairan rumen terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah A1 = Rumput gajah : Konsentrat dengan rasio 60:40 (BK) (Kontrol), A2 = Kontrol + Suplemen 1 (2 mg/ml Ampas Teh + 0,3 mg/ml Tepung Daun Kembang Sepatu), A3 = Kontrol + Suplemen 1 + 0,02 mg/ml Minyak Cengkeh, A4 = Kontrol + Suplemen 1 + 0,04 mg/ml Minyak Cengkeh. Peubah yang diamati adalah kecernaan bahan kering (KCBK), Kecernaan bahan organik (KCBO), volatilefatty acid (VFA) total dan parsial (asetat, propionat, butirat, valerat), produksi gas total serta konsentrasi aminia (NH3)).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan minyak cengkeh 0,04 mg/ml menurunkan (P<0,01) kecernaan bahan kering (KCBK) sebesar 7,87%, kecernaan bahan organik (KCBO) sebesar 11,71%, dan produksi gas total (P<0,1) pada jam ke-48 inkubasi dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi NH3 dan nilai pH tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) dengan penambahan minyak cengkeh 0,04 mg/ml. Namun demikian, penambahan minyak cengkeh 0,04 mg/ml sangat nyata meningkatkan (P<0,01) produksi VFA total, dan proporsi asetat (P<0,1). Sebaliknya, proporsi propionat cenderung menurun (P<0,1) dengan penambahan minyak cengkeh 0,04 mg/ml. Berdasarkan data penelitian ini dapat


(3)

ii disimpulkan bahwa penambahan minyak cengkeh 0,04 mg/ml dapat menstimulasi fermentasi rumen yang ditunjukkan dengan peningkatan produksi VFA total.

Kata Kunci : ampas teh, daun kembang sepatu, minyak daun cengkeh, eugenol, fermentasi rumen


(4)

iii ABSTRACT

Characteristic Fermentation and Total Gas Production In Vitro with the Use of Combined Clove Oil, Tea by Product, and Hibiscus Leaves

W. Artati., S. Suharti and H. A. Sukria

Feed supplement from plant secondary compound could improve fermentation process in ruminant. Previous study resulted the best combination of tea by product 2 mg/ml + hibiscus leaf 0.3 mg/ml (Supplement 1) that could improve VFA production. The addition of leaf clove oil to the Supplement 1 be expected could enhance fermentation process and increase VFA production. The experiment design used was improve block randomized design with 4 treatments and 5 replications. The substrates for in vitro fermentation were forage and concentrate with a ratio 60:40 (% DM), with the treatments were A1: forage : concentrate (60:40) as control, A2: control + Supplement 1, A3: control + Supplement 1 + 0.02 mg/ml clove oil, A4: control + Supplement 1 + 0.04 mg/ml clove oil. Variables observed were dry matter digestibility (DMD) organic matter digestibility (OMD), total volatile fatty acid (VFA) production and proportional VFA, ammonia (NH3) concentration, and total gas production. The result showed that the addition of clove oil 0.04 mg/ml decreased dry matter digestibility (DMD) up to 7.87%, organic matter digestibility up to 11.71%. NH3 concentrations and pH values showed no significant effect (P <0.05) with the addition of clove oil 0.04 mg/ml. The addition of clove oil 0.04 mg/ml increased total VFA (p<0.01) and tend to increase acetate (p<0.1) proportion, but tend to decrease propionate proportion (p<0.1). In conclusion, the addition of clove oil up to 0.04 mg/ml could stimulate rumen fermentation characteristic.

Keywords: tea by product, Hibiscus rosasinensis, clove oil, eugenol, and rumen fermentation


(5)

iv

KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN PRODUKSI GAS

TOTAL

IN VITRO

DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI

MINYAK CENGKEH, AMPAS TEH DAN

DAUN KEMBANG SEPATU

WIDY ARTATI D24070009

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(6)

v

Judul : Karakteristik Fermentasi dan Produksi Gas Total in vitro dengan Penggunaan Kombinasi Minyak Cengkeh, Ampas Teh dan Daun Kembang Sepatu

Nama : Widy Artati NIM : D24070009

Menyetujui, Pembimbing Utama

Dr. Sri Suharti, S.Pt., M.Si NIP. 19741012 200501 2 002

Pembimbing Anggota

Dr. Ir.Heri Ahmad Sukria, MSc.Agr NIP. 19660705 199103 1 003

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr. NIP. 19670506 199103 1 001


(7)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Persiluangan I, Gunung Selamat, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Aek Nabara, Sumatera Utara pada tanggal 9 Agustus 1989. Penulis merupakan anak kelima dari 5 bersaudara dari pasangan Bapak Suparjo dan Ibu Daniyem.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis hingga saat ini adalah pada tahun 1995 masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri 112185 Persiluangan I, Kec. Bilah Hulu, Kab. Labuhan Batu, Sumatera Utara dan lulus tahun 2001. Tahun 2001 masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Aek Nabara, Kec. Bilah Hulu, Kab. Labuhan Batu, Sumatera Utara dan lulus tahun 2004. Tahun 2004 masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Rantau Utara, Kec. Rantau Utara, Kab. Labuhan Batu, Sumatera Utara dan lulus tahun 2007. Tahun 2007 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) penulis diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.

Kegiatan yang pernah diikuti penulis di luar pendidikan formal adalah sebagai wakil bendahara Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak periode 2008-2009. Pada tahun 2008 penulis menjabat sebagai bendahara Unit Kegiatan Mahasiswa KSR PMI Unit I IPB, pada tahun yang sama penulis berkesempatan melakukan kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan “Kerajinan Balur”. Organisasi Mahasiswa Daerah HIMLAB periode 2009-2010. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Laboratorium Terpadu Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan pada tahun 2010. Penulis juga berkesempatan menjadi penerima beasiswa SUPERSEMAR pada tahun 2008-2010.


(8)

vii KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas rahmat serta hidayah –Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Karakteristik Fermentasi dan Produksi Gas Total In Vitro dengan Penggunaan Kombinasi Minyak Cengkeh, Ampas Teh dan Daun Kembang Sepatu”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan minyak cengkeh pada kombinasi ampas teh dan tepung daun kembang sepatu (feed additif) terhadap fermentasi rumen (KCBK, KCBO, VFA total dan proporsi VFA parsial, produksi gas serta NH3). Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat penullis harapkan. Proses pembelajaran bukanlah bagaimana menjadi sempurna, akan tetapi bagaimana memperbaiki suatu kekurangan. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi penulis khususnya serta pada pembaca dan dunia peternakan pada umumnya.

Bogor, Januari 2012


(9)

viii DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN………... ii

ABSTRACT……… iii

LEMBAR PENGESAHAN……… iv

LEMBAR PERNYATAAN……… v

RIWAYAT HIDUP……… vi

KATA PENGANTAR………... vii

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR TABEL……….. viii

DAFTAR GAMBAR……….. x

DAFTAR LAMPIRAN……….. xi

PENDAHULUAN Latar Belakang……… 1

Tujuan ……… 3

TINJAUAN PUSTAKA Cengkeh……….. 4

Ampas Teh dan Tepung Daun Kembang Sepatu………... 7

Volatile Fatty Acid (VFA)………... 10

Konsentrasi Amonia (NH3)………. 13

Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)….. 14

Produksi Gas Total………. 16

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu………... 17

Materi…………..……….... 18

Prosedur……….. 18

Preparasi Bahan Penelitian……… 18

Prosedur Pengujian Fermentasi in vitro……… 18

Prosedur Pengukuran Gas Test (Close & Menke, 1986).. 21

Rancangan Percobaan dan Analisis data………. 22

Perlakuan……….. 23

Peubah yang Diamati………... 23

Analisa Data………. 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pakan ………. 24

Senyawa Aktif Ampas Teh, Daun Kembang Sepatu dan Minyak Cengkeh………... 25

Konsentrasi Amonia (NH3)………... 28


(10)

ix

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik……….. 31

Produksi Gas Total……… 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan……… 36

Saran……….. 36

UCAPAN TERIMA KASIH………. 37

DAFTAR PUSTAKA……… 39


(11)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Nutrien Ampas Teh………... 8 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering 24 3. Kandungan Senyawa Aktif Tanin, Saponin, dan Eugenol

yang Terdapat pada Ampas Teh, Daun Kembang Sepatu

dan Minyak Daun Cengkeh…………..………. 26 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap NH3 (mM) dan pH…...………. 30 5. Pengaruh Perlakuan Terhadap profil VFA total (mM) dan

VFA parsial (mol/ 100 mol)……….. 31 6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering

dan Kecernaan Bahan Organik….…..……….………….……. 32 7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Gas Total……….. 34


(12)

xi DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Daun Cengkeh dan Minyak Daun Cengkeh .……….... 4 2. Skema Penyulingan Minyak Daun Cengkeh……..…………. 5

3. Struktur Kimia dari Eugenol………..……. 6

4. Struktur Kimia Tanin……….………….. 8 5. Struktur Umum Sapogenin Bagian Aglikon Saponin…... 9 6. Tepung Ampas Teh dan Tepung Daun Kembang Sepatu…… 10 7. Proses Metabolisme Karbohidrat di dalam Rumen

Ternak Ruminansia……….. 12 8. Pencernaan dan Metabolisme Komponen

Nitrogen dalam Rumen………. 15


(13)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap VFA Total….. 46 2. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap

Kecernaan Bahan Kering (KCBK)……….. 46 3. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap

Kecernaan Bahan Organik (KCBO)……… 46 4. Hasil Analisi Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi NH3... 48

5. Hasil Analisi Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi pH…. 48

6. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi

Gas Total 2 Jam………... 48

7. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi

Gas Total 4 Jam………... 49

8. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi

Gas Total 6 Jam………... 49

9. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi

Gas Total 8 Jam……….. 49

10.Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi

Gas Total 12 Jam………. 50 11.Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi

Gas Total 24 Jam………. 50

12.Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi

Gas Total 48 Jam………. 50

13.Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap VFA Total 51 14.Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap

Kecernaan Bahan Kering (KCBK)……… 51 15.Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap

Kecernaan Bahan Organik (KCBO)………. 51 16.Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi

Gas Total 2 Jam……… 51 17.Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha peternakan ruminansia khususnya peternakan sapi merupakan usaha yang memiliki prospek usaha yang baik mengingat potensi sumberdaya alam Indonesia yang memungkinkan untuk penyediaan hijauan dan bahan baku pakan lainnya sebagai pakan pendamping. Disamping itu, Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga usaha ini dapat berkelajutan seiring dengan bertambahnya kebutuhan akan pangan berbasis produk peternakan. Pertumbuhan populasi sapi di Indonesia dinilai mengalami peningkatan, dilihat dari populasi yang ada pada tahun 2005 sebesar 10.930.000 ekor dan pada tahun 2009 sebesar 13.090.000 ekor atau terjadi peningkatan sebesar 3,61% pada periode tersebut (Ditjenakeswan, 2011). Perkembangan peternakan sapi tersebut akan berkembang dan berjalan baik apabila didukung oleh pakan yang berkualitas sebagai salah satu faktor pendukung keberhasilan usaha peternakan.

Aspek pakan merupakan hal penting dalam usaha ternak ruminansia, dikarenakan pakan akan didegradasi di dalam rumen dan menjadi sumber suplai energi dan zat lain untuk keberlangsungan hidup ternak. Proses metabolisme bahan pakan terjadi secara anaerob dan berlangsung secara fermentatif di dalam rumen, pencernaan fermentatif dinilai sangat mempengaruhi, karena kapasitas pencernaan fermentatif mencapai 70% dari keseluruhan sistem pencernaan. Kondisi rumen yang kondusif didukung oleh simbiosis yang terjalin antar mikroorganisme yang terdapat di dalam rumen sehingga terbentuk kondisi optimal untuk fermentasi pakan, degradasi serat oleh mikroba, dan sintesis protein mikroba untuk suplai energi pada ruminan (Calsamiglia et al., 2007).

Sapi perah merupakan sapi yang diberikan pakan dengan kandungan lebih banyak hijauan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksi susu yang dihasilkan, namun dengan meningkatnya produksi asetat menyebabkan meningkatnya pula produk samping berupa H2 dan CO2 yang digunakan bakteri metanogen untuk diteruskan menjadi gas CH4 (gas metan). Gas metan merupakan hasil alami pada metabolisme bahan pakan di dalam rumen, dimana bakteri metanogen mengubah gas H2 dan CO2 untuk mencegah akumulasi gas di dalam rumen agar tidak terjadi bloat. Pemberian pakan dengan lebih banyak hijauan


(15)

2 menyebabkan komposisi serat kasar serta lignin menjadi relatif tinggi, sedangkan pemberian konsentrat yang terbatas akan mengurangi karbohidrat nonstruktural (Non Starch Polissacharida) lebih rendah sehingga proses fermentasi di dalam rumen tidak berjalan sempurna dan energi yang dihasilkan dikonversi menjadi gas metan sekitar 6%-10% sehingga berdampak pada performa sapi dan lingkungan.

Berbagai upaya telah dilakukan sebagai usaha mengurangi energi yang hilang dari fermentasi pada hewan ternak. Penggunaan senyawa aktif tanaman sudah banyak dikaji untuk memodifikasi rumen sehingga dapat meningkatkan aktivitas fermentasi dan efisiensi penggunaan pakan oleh mikroba rumen. Penelitian Daning (2008) menghasilkan bahwa penggunaan ampas teh hitam yang mengandung tanin pada level tinggi (12 mg/g tanin) menurunkan kadar NH3, produksi gas, jumlah protozoa serta produksi CH4. Senyawa saponin juga diduga berhasil meningkatkan degradasi bahan kering dan organik, VFA total serta N-amonia (Putra, 2006). Fitria et al. (2010) melaporkan penggunaan ekstrak daun kembang sepatu pada level 0,01% berhasil menurunkan produksi metan serta populasi protozoa. Minyak cengkah diharapkan dapat memperbaiki keadaan rumen tanpa harus menurukan produksi VFA total. Penggunaan minyak atsiri dapat menghambat deaminasi dan metanogenesis, menurunkan konsentrasi NH3, proporsi butirat dan meningkatkan proporsi propionat. Pemanfaatan ekstrak dan senyawa sekunder tanaman dapat menurunkan produksi VFA total serta meningkatkan proporsi propionat (Busquet et al., 2006).

Pada rangkaian penelitian Hidayah et al. dan Utami et al. (data belum dipublikasi) sebelumnya menghasilkan kombinasi ampas teh (AT) 2 mg/ml dan daun kembang sepatu (DKS) 0,3 mg/ml dapat meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat, populasi bakteri proteolitik serta selulolitik dan menurunkan populasi protozoa, populasi bakteri amilolitik dan produksi metan. Kombinasi ampas teh dan daun kembang sepatu ini perlu diperkaya dengan minyak esensial seperti minyak cengkeh yang dapat memodifikasi rumen untuk meningkatkan efektifitasnya dalam meningkatkan produksi total VFA.


(16)

3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan minyak cengkeh pada kombinasi ampas teh dan tepung daun kembang sepatu terhadap fermentasi rumen (KCBK, KCBO, VFA total dan proporsi VFA parsial, produksi gas serta NH3) dan mencari kombinasi terbaik antara ketiga bahan tersebut sehingga dapat diaplikasikan kepada ternak ruminansia.


(17)

4 TINJAUAN PUSTAKA

Cengkeh

Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum, (Linn.) Merr.) merupakan tanaman perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Tanaman ini memiliki masa tumbuh puluhan hingga ratusan tahun. Tinggi pohon mencapai 20-30 m dengan banyak cabang. Daun cengkeh berbentuk bulat telur memanjang, sedangkan bunga dan buahnya terdapat pada ranting daun. Berikut ini merupakan klasifikasi tanaman cengkeh:

- Divisi : Spermatophyta - Sub divisi : Angiospermae - Kelas : Dicotyledoneae - Sub kelas : Monochlamydae - Bangsa : Caryophylalles - Suku : Caryophillaceae - Famili : Myrtaceae

- Spesies : Syzygium aromaticum (L.) Meer. & Perry (Hutapea, 1991)

Gambar 1. Daun Cengkeh dan Minyak Daun Cengkeh Sumber : www.bi.go.id dan Dokumentasi Penelitian

Tanaman cengkeh tersebar di seluruh wilayah Indonesia, Sulawesi Utara merupakan daerah yang paling luas memiliki lahan yang ditanami cengkeh sekitar 74.381 Ha (BKPM, 2011). Harnani (2010) melaporkan bahwa daerah produksi cengkeh di Indonesia berlokasi di sekitar Padang, Bengkulu, dan Lampung (Pulau Sumatera), Minahasa (Pulau Sulawesi) dan Ternate, Tidore, Makian, Ambon, Nusa Laut,


(18)

5

Saparua, Amadina, Seram, dan Banda (Kepulauan Maluku). Pemanfaatan tanaman cengkeh digunakan dalam bidang farmasi, makanan, dan kosmetik. Minyak cengkeh merupakan hasil penyulingan tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum) berupa minyak atsiri yang terdapat dalam jumlah yang cukup besar, baik dalam bunga (10%-20%), tangkai (5%-10%), dan daun (1%-4%) (Nurdjannah, 2004). Proses penyulingan minyak daun cengkeh secara lengkap disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema Penyulingan Minyak Daun Cengkeh

Sumber : Supriatna et al. (2004)

Penyulingan cengkeh dapat dilakukan dengan cara penyulingan air dan penyulingan dengan uap. Daun cengkeh kering dihasilkan dari daun-daun yang berguguran pada saat kemarau yang kemudian dilakukan penyulingan daun dengan


(19)

6 kadar air sekitar 7%-12% yang dilakukan dalam tangki stainless steel volume 100 L selama delapan jam. Daun kering akan menghasilkan minyak dengan rendemen sekitar 3,5% dengan kadar eugenol 76,8% (Nurdjannah et al., 1993).

Minyak daun cengkeh mengandung senyawa eugenol yang merupakan bagian dari phenylpropanoids yang diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri melalui interaksi membran (Dorman dan Deans, 2000). Eugenol merupakan cairan tidak berwarna atau berwarna kuning-pucat, dapat larut dalam alkohol, eter dan kloroform. Mempunyai rumus molekul C10H1202 bobot molekulnya adalah 164,20 dan titik didih 250-255 °C. Eugenol telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri farmasi, makanan, dan kosmetik. Salah satu penggunaan eugenol seperti yang dilaporkan Chaieb et al.(2007) terhadap berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa eugenol terbukti memiliki aktivitas biologis sebagai antioksidan, antifungi, dan antiseptik. Struktur kimia dari senyawa eugenol disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kimia dari Eugenol

Sumber : Bulan (2004)

Lambert et al., (2000) melaporkan bahwa minyak cengkeh juga mempunyai aktivitas antimikroba. Minyak cengkeh dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif. Lebih lanjut dilaporkan oleh Lee dan Shibamoto (2001), bahwa komponen aroma utama pada minyak cengkeh yaitu eugenol, dilaporkan juga mempunyai aktivitas antijamur sehingga dapat digunakan sebagai fungisida, bakterisida, nematisida dan insektisida. Suplementasi ekstrak cengkeh sebanyak 0,5 g/L cairan rumen berhasil menurun total populasi protozoa (Patra et al., 2010). Hal ini berpotensi untuk menurunkan produksi metan, karena sekitar 20% bakteri metanogen rumen adalah parasit pada permukaan tubuh protozoa (Finlay, 1994; Newbold et al., 2005). Selanjutnya, Busquet et al. (2006) menyebutkan penambahan minyak cengkeh pada level 30 mg/L dengan kadar eugenol 98% cenderung menurunkan VFA total, meningkatkan proporsi propionat


(20)

7 serta konsentrasi NH3. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian level 30 mg/L dapat memperbaiki fermentasi rumen, dilihat dari peningkatan propionat yang dapat mengurangi proporsi pembentukan gas metan serta penggunaan protein dari bahan pakan.

Ampas Teh dan Daun Kembang Sepatu

Ampas Teh

Ampas teh diperoleh dari hasil pengolahan tanaman teh yang menghasilkan minuman teh dalam kemasan dan botol. Produksi teh di Indonesia cukup tinggi, hal ini didukung dengan banyaknya perkebunan teh yang tersebar di seluruh Indonesia dan terpusat di pulau Jawa. Menurut data yang diambil dari Badan Pusat Statistik (2011) menyebutkan bahwa Indonesia pada tahun 2010 memproduksi 108.963 ton dengan luas perkebunan mencapai 67.400 Ha.

Kandungan nutrisi ampas teh berdasarkan bahan kering disajikan dalam Tabel 1. Selain memiliki kandungan protein yang tinggi, ampas juga mengandung tanin yang relatif tinggi. Penggunaan ampas teh dengan taraf yang tepat dapat menghasilkan performa yang baik bagi tubuh ternak, hal ini disebabkan kadungan tanin berfungsi sebagai by pass protein yang tidak akan terdegradasi di dalam rumen, berguna untuk melindungi deaminasi protein berlebihan dan juga mencegah bloat. Tanin merupakan senyawa polifenol yang mempunyai kemampuan mengikat protein sehingga meningkatkan protein tercerna bagi hostnya yang dalam jumlah kecil menguntungkan ruminansia karena dapat mencegah degradasi protein berlebih oleh mikroorganisme rumen sehingga protein asal rumen lebih banyak tersedia untuk proses pencernaan enzimatik pasca rumen (Min et al., 2003). Kadar tanin di dalam ternak ruminansia yang dapat ditoleransi sehingga tidak memberikan dampak negatif bagi ternak tersebut adalah sebanyak 20 mg/g (BK) atau setara dengan 0,4% dalam pakan secara in vitro (Chruch, 1988).

Tanin merupakan senyawa sekunder yang terdiri dari tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin merupakan senyawa sekunder yang terdiri dari tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Carulla et al. (2005) bahwa ekstrak Acacia mearnseii sebanyak 25 g/kg (DM) yang mengandung tanin 0,615 g/g (DM) (tanin terkondensasi) secara in vivo menghasilkan total produksi VFA sebanyak 112,2


(21)

8 mmol/l dan terdiri dari 62,6% asetat; 26,8% propionat; 6,1% butirat; 0,8% isobutirat; 2,32% valerat; 1,41% isovalerat.

Tabel 1. Kandungan Nutrien Ampas Teh

Kandungan Nutrien Persentase (%)

Bahan Kering 43,87

Abu 4,76

Protein Kasar 27,42

Serat Kasar 20,39

Lemak Kasar 3,26

Beta-N TDN Ca

44,20 66,71 1,14 P

Gross Energy (kkal/kg)

0,25 4994.00

Sumber : Istirahayu (1993)

Kelompok tanin terkondensasi memiliki sifat tahan terhadap degradasi enzimatis dan asam serta berstruktur komplek (Makkar, 1998). Struktur tanin baik tanin terkondensasi maupun tanin terhidrolisis, disajikan lengkap pada Gambar 4.

Tanin terkondensasi Tanin terhidrolisis Gambar 4. Struktur Kimia Tanin


(22)

9 Tanin dapat berinteraksi dengan protein dan ada tiga bentuk ikatan yaitu: 1). ikatan hidrogen, 2) ikatan ion, 3) ikatan kovalen. Ikatan hidrogen dibentuk karena adanya gugus hidroksil dari tanin dengan gugus reaktif protein. Ikatan ini yang paling banyak terjadi antara protein-tanin. Ikatan ion terjadi karena tanin sebagai anion dan protein sebagai kationnya, sedangkan ikatan kovalen terbentuk sebagai interaksi gugus quinon dari tanin yang teroksidasi dengan gugus reaktif dari protein (Makkar, 2003).

Daun Kembang Sepatu

Tanaman kembang sepatu termasuk famili Malvaceae. Tanaman ini banyak ditanam orang di halaman rumah sebagai tanaman hias atau sebagai pagar hidup. Perkembangbiakan tanaman kembang sepatu dapat dilakukan dengan stek batang atau cangkokan atau bisa dibiakkan dengan biji. Daun, bunga, dan akar Hibiscus rosasinensis mengandung flavonoida.

Saponin merupakan senyawa glikosida rantai panjang yang bersifat faktor anti nutrisi (Teferedegne, 2000). Daun Hibiscus rosasinensis berkhasiat sebagai obat demam pada anak-anak, obat batuk, dan obat sariawan. Kembang sepatu diduga mempunyai kandungan saponin cukup tinggi, hal ini ditandai dengan keluarnya lendir apabila daun tersebut diremas (Perry dan Metzger, 1990). Senyawa saponin disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Struktur Umum Sapogenin sebagai Bagian Aglikon Saponin

Sumber : www.artikelkimia.info

Berdasarkan uji fitokimia dilaporkan bahwa kandungan tanin dan saponin dari daun kembang sepatu masing-masing 8,40% dan 1,99% (Ayeni & Yahaya, 2010). Senyawa saponin yang disuplementasikan pada Pennisetum purpureum dengan level 10% dari bahan kering menyebabkan penurunan populasi protozoa dan produksi gas, VFA total pada level ini adalah 165,81 mM (Istiqomah et al., 2011).


(23)

10 Penambahan 0,1% ekstrak daun kembang sepatu menghasilkan kecernaan berkisar antara 67,43%-69,18%, total VFA yang berkisar antara 36.87-60.19 mM (Fitri et al., 2010)

Gambar 6. Tepung Ampas Teh dan Tepung Daun Kembang Sepatu

Sumber : Dokumentasi Penelitian

Senyawa bioaktif merupakan senyawa kimia yang dimiliki tumbuh-tumbuhan sebagai mekanisme untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap kondisi lingkungan, baik faktor iklim maupun dari herbivora, serangga, dan hama penyakit (Arbain, 2004). Tanin dan saponin merupakan senyawa poliphenol (Min et al., 2003) dan glikosida (Teferedegne, 2000) sedangkan dari golongan minyak atsiri dikenal terpenoids (carvacrol, carvone, dan thymol) dan phenylpropanoids (cinnamaldehyde, eugenol, dan anethol) (Busquet et al., 2006). Pemanfaatan senyawa aktif tanaman telah banyak dikembangkan, diantaranya : sebagai penghambat aktivitas mikroba (Cowan, 1999), pengganti feed additive pada pada ransum pakan (Greathead, 2003), dan dapat memodifikasi fermentasi di dalam rumen sehingga menciptakan kondisi optimal dari penggunaan energi dan mengurangi emisi metan (Garcia-Lopez et al.,1996).

Volatile Fatty Acid (VFA)

Bahan pakan berupa karbohidrat terdegradasi menjadi monosakarida di dalam rumen oleh enzim-enzim mikroba rumen. Hasil pencernaan karbohidrat dalam rumen terutama berupa asam lemak terbang (volatile fatty acid/VFA) antara lain yang utama yaitu asetat, propionat, butirat. McDonald et al. (1995) melaporkan bahwa pakan dengan proporsi hijauan dan konsentrat pada domba (60:40) menghasilkan VFA sebanyak 87 mmol/l dengan perbandingan 61% asetat (C2), 23% propionat (C3), 13% butirat (C4) serta gas lainnya sekitar 3%. Proses fermentasi karbohidrat dalam rumen terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama adalah pemecahan karbohidrat


(24)

11 komplek menjadi gula sederhana. Selulosa didekomposisi menjadi selubiosa oleh β -1,3-glukosidase, kemudian selobiosa diubah menjadi glukosa-1-fosfat melalui aksi fosforilase. Pati dicerna oleh amylase menjadi maltose dan isomaltose, kemudian maltose dan isomaltose diubah oleh maltase menjadi glukosa dan glokosa-6-fosfat. Fruktan dihidrolisis menjadi fruktosa oleh enzim mikroba yang menyerang ikatan-ikatan 2,1 dan 2,6 bersamaan dengan diuraikannya sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa oleh sukrase (McDonald et al., 1995). Pentosa merupakan hasil utama dari perombakan di dalam rumen. Hemiselulosa diubah menjadi xylosa dan asam uronat. Selain itu, asam uronat dihasilkan dari penguraian pektin-pektin oleh pektinase dan poligalakturonidase. Proses metabolisme karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia disajikan secara skematis pada Gambar 7. Tahap kedua adalah metabolisme gula sederhana oleh mikroba rumen secara intraseluler menjadi piruvat. Selanjutnya asam piruvat diubah menjadi VFA (McDonald et al., 1995).

Asam lemak terbang atau volatile fatty acid (VFA) merupakan sumber energi utama pada ternak ruminansia. Kecepatan produksi VFA berhubungan dengan konsumsi TDN (Total Digestible Nutrient) (Arora, 1989). Volatile fatty acid umumnya terdiri dari asetat, propionat, butirat dan valerat serta beberapa jenis asam lainnya yang diproduksi dalam rumen sebagai hasil akhir dari fermentasi mikroba. Pada pakan ternak normal, penyerapan VFA akan bergantung pada jumlah konsentrasi yang ditentukan secara langsung oleh variasi konsentrasi hasil fermentasi produk akhir sesuai jenis pakan dan level pemberian pakan (Lopez et al., 2005). Faktor yang diperlukan untuk kelangsungan proses fermentasi oleh mikroba rumen adalah kondisi mendekati anaerob dengan pH pada 6-7 (Weimer et al., 1999). Menurut McDonald (1995) total konsentrasi VFA bervariasi secara luas tergantung dari jenis pakan ternak dan jangka waktu konsumsi pakan, secara normal berkisar antara 70-150 mmol/l.

Jayanegara dan Sofyan (2009) menyatakan bahwa VFA total yang dihasilkan oleh hijauan mengandung tanin dengan penambahan PEG (750 mg) seperti, Salix alba, Rhustyphina dan Peltiphyllum peltatum adalah berturut-turut 21,4; 19,8; dan 20,2 mM dengan kandungan tanin sebesar 1,45; 0,08 dan 1,57%. Oliveira et al. (2006) menyatakan bahwa suplementasi tanin yang berasal dari tanaman sorgum dikombinasikan dengan konsentrat dengan dosis rendah (230 g/kg BK) menghasilkan


(25)

12 VFA total yang lebih tinggi daripada suplementasi tanin dengan dosis tinggi (410 g/kg BK).

Selulosa Pati

Selobiosa Maltosa Isomaltosa

Glukosa-1-phosphat Glukosa

Glukosa-6-phosphat

Pektin Asam Uronik Sukrosa

Hemiselulosa Pentosa Fruktosa-6-phosphat Fruktosa Fruktan Pentosan

Fruktosa-1,6-diphosphat

Asam Piruvat

Gambar 7. Proses Metabolisme Karbohidrat di dalam Rumen Ternak Ruminansia

Sumber : McDonald et al. (1995)

Suplementasi saponin dari daun dan bunga kembang sepatu berhasil menurunkan total VFA pada level 0,001% (gr/100 ml cairan rumen) (Fitri et al.,

Format CO2 H2

Metan

Asetil phosphate

Asetat

Asetil CoA Malonyl

CoA

Asetoasetil CoA

β-Hidroksibutiriil CoA

Butiril CoA Butirat Krotonil CoA

Asam Laktat

Akrilil CoA Laktil CoA

Propionat Propionil CoA

Malat Oksalasetat

Fumarat

Suksinat

Metilmalonil CoA


(26)

13 2010). Saponin asal ekstrak lerak pada 0,18% BK berhasil meningkatkan VFA total dan proporsi propionat, butirat serta valerat masing-masing 31,26; 2,57; 1,43 dan 0,08 mM (Suharti et al., 2010). Wina et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan ekstra lerak menggunakan metanol 0,25; 0,5; 1; 2; 4 mg/ml ditambahkan pada rumput gajah : pollard (7:3 w/w) menghasilkan peningkatan pada proporsi porpionat dengan penambahan level ekstrak lerak. Pemberian eugenol minyak cengkeh pada level 3000 mg/l menghasilkan penurunan konsentrasi VFA total serta penurunan proporsi asetat dan peningkatan proporsi propionat (Busquet et al., 2006). Volatile fatty acid yang terbentuk dan diserap melalui dinding rumen merupakan sumber energi utama yang merupakan sumber energi utama yang merupakan salah satu ciri khas dari ruminansia, dan dapat menyumbang 55%-66% dari kebutuhan energi ternak ruminansia (Parakkasi, 1999).

Konsentrasi Amonia (NH3)

Protein pakan di dalam rumen dipecah oleh mikroba menjadi peptida, lalu dihidrolisis menjadi asam amino yang akan mengalami deaminasi menjadi amonia (NH3). Keduanya akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba. Proporsi protein yang didegradasi dalam rumen sekitar 70%-80% atau 30%-40% untuk protein yang sulit dicerna. Kandungan protein ransum yang tinggi dan mudah didegradasi akan meningkatkan konsentrasi NH3 di dalam rumen (McDonald et al., 1995). Amonia merupakan kunci yang menunjukkan degradasi dan sintesis mikrobial. Apabila pemberian pakan defisien protein atau protein tahan terhadap degradasi oleh mikroba rumen, konsentrasi amonia rumen menjadi rendah dan pertumbuhan mikroba menjadi lambat, namun apabila degradasi protein berjalan sangat cepat dibandingkan sintesis protein, maka akan terakumulasi dalam cairan rumen sehingga konsentrasinya berlebihan. Jika hal ini terjadi akan diserap ke dalam darah dan diubah menjadi urea yang sebagian besar akan diekskresikan melalui urin. Konsentrasi NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 6-21 mM (McDonald et al., 1995).

Amonia di dalam cairan rumen adalah kunci dari degradasi oleh mikroba dan sintesis protein. Apabila ransum pakan yang diberikan kekurangan sumber protein maka akan menurunkan konsentrasi NH3 dan menyebabkan pertumbuhan mikroba rumen melambat yang akan berakibat proses degradasi karbohidrat oleh mikroba


(27)

14 menjadi tidak optimal (McDonald et al., 1995). Pengukuran NH3 in vitro dapat digunakan untuk mengestimasi degradasi protein dan penggunaannya oleh mikroba. Amonia berasal dari beberapa sumber, antara lain sebagai degradasi NPN (Non Protein Nitrogen) pakan, hidrolisis daur ulang urea dalam rumen, dan degradasi protoplasma mikroba (Egan, 1980).

Faktor utama yang mempengaruhi penggunaan NH3 adalah ketersediaan karbohidrat dalam ransum yang berfungsi sebagai sumber energi untuk pembentukan protein mikroba. Penambahan minyak cengkeh dengan level 3000 mg/l menghasilkan penurunan konsentrasi ammonia N, yang menunjukkan adanya penurunan degradasi protein (Busquet et al., 2006). Oliveira et al. (2006) menyatakan bahwa suplementasi tanin yang berasal dari tanaman sorgum dikombinasikan dengan konsentrat dengan dosis rendah (230 g/kg BK) menghasilkan NH3 yang lebih tinggi daripada suplementasi tanin dengan dosis tinggi (410 g/kg BK) begitu juga dengan pH yang dihasilkan sekitar 6,47 dan 6,48. Senyawa aktif saponin ekstrak lerak (sapindus rarak) dengan taraf 0,25; 0,5; 1,0; 2,0 dan 4,0 mg/ml dalam ransum rumput gajah dan pollard (70:30) signifikan menurunkan NH3 (Wina et al., 2005). Proses metabolisme metabolisme protein pada ruminansia disajikan secara skematis seperti pada Gambar 8.

Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)

Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan menjadi butir-butir atau partikel kecil. Selain itu, pada ruminansia pakan juga mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif sehingga menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat asalnya. Kecernaan bahan kering juga dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, kekurangan sumber protein maka akan menurunkan konsentrasi ammonia dan menyebabkan pertumbuhan mikroba rumen melambat yang akan berakibat proses degradasi karbohidrat oleh mikroba menjadi tidak optimal (McDonald et al., 1995). Kecernaan in vitro dipengaruhi oleh pencampuran ransum, cairan rumen, pH, pengaturan suhu fermentasi, lamanya inkubasi, ukuran partikel sampel, dan larutan penyangga (Selly, 1994).


(28)

15 Gambar 8. Pencernaan dan Metabolisme Komponen Nitrogen dalam Rumen

Sumber : McDonald et al. (1995)

Kadar tanin di dalam ternak ruminansia yang dapat ditoleransi, sehingga tidak mempengaruhi dampak negatif bagi ternak tersebut adalah sebanyak 20 mg/g (BK) dalam pakan secara in vitro (Chruch, 1988). Suplemen tanin asal hijauan Rhus typhina dan Salix alba dengan kandungan tanin 20,93 dan 3,55% berhasil meningkatkan kecernaan bahan organik sebesar 68,9 dan 70% dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kecernaan lebih dipengaruhi oleh kadar ADF

diekskresi melalui urin

Dicerna di Usus Halus RUMEN

HATI SALIVA

GINJAL

Urea

NH3

HATI

Amonia Non Protein

Nitrogen

Protein Mikroba Protein Tak

Terdegradasi

Peptida

Asam Amino Pakan

Protein

Protein Terdegradasi


(29)

16 dalam bahan dan kurang dipengaruhi oleh kadar tanin bahan (Jayanegara et al., 2009). Hubungan antara tingginya kandungan serat, khususnya komponen ADF yang mengandung lignoselulosa dengan rendahnya kecernaan telah lama diketahui. Komponen struktural tanaman seperti selulosa, lignin, dinding sel, NDF dan ADF mempengaruhi secara negatif kecernaan nutrien ransum pada domba, sedangkan karbohidrat mudah larut (pati) dan protein kasar dapat meningkatkan kecernaan nutrien tersebut (De Boever et al., 2005).

Agen defaunasi asal kembang sepatu dapat menurunkan (P<0,05) populasi protozoa dalam rumen sehingga populasi bakteri meningkat, lebih efektif mendegradasi pakan, meningkatkan bahan kering dan bahan organik terdegradasi, VFA total serta N-amonia dibandingkan dengan kontrol (Putra, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa adanya penurunan aktivitas protozoa dapat meningkatkan fungsi dan bakteri yang didukung oleh suplai VFA total yang mencukupi sehingga tercipta kondisi optimal rumen. Rahmawati (2001) menyebutkan bahwa produksi amonia dan VFA pada rumen dapat menunjukkan nilai kecernaan bahan organik ransum yang dikonsumsi. Semakin tinggi produksi ammonia dan VFA dalam rumen menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik semakin tinggi pula. Suplementasi eugenol pada kombinasi bungkil kedelai, hay legum serta jagung tidak memberi pengaruh yang nyata pada degradasi bahan pakan (Benchaar, 2010).

Produksi Gas

Gas diproduksi langsung setelah bahan pakan dicerna dan diproduksi sebanyak 30 l/jam pada sapi. Komposisi gas yang dihasilkan dalam metabolisme rumen adalah karbondioksida 40%, metan 30%-40%, hydrogen 5%, dan sisanya berbagai gas lain yaitu oksigen dan nitrogen (McDonald et al., 1995). Hijauan dengan kandungan tanin berupa Salix alba, Rhus typhina, dan Peltphyllum peltatum memiliki jumlah produksi gas total yang meningkat setelah ditambah dengan PEG (Jayanegara dan Sofyan, 2008). Selain itu, pada Kondo et al. (2004) menyatakan bahwa penggunaan ampas teh hitam dengan kandungan tanin total 6,1%-9,6% dan tanin terkondensasi sebesar 0,8%-2,4% menghasilkan produksi gas total lebih rendah dibandingkan dengan lucerna dan ampas teh hijau. Penggunaan ekstrak daun kembang sepatu 1% meningkatkan produksi gas total sebesar 32,58% dibandingkan dengan kontrol.


(30)

17 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian kadar eugenol dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Pengujian proporsi molar VFA dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Kementrian Pertanian, Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Februari – Agustus 2011.

Materi

Bahan

Bahan yang digunakan untuk pembuatan sampel ransum perlakuan adalah rumput gajah kering, konsentrat, tepung ampas teh, tepung daun kembang sepatu, dan minyak daun cengkeh. Bahan-bahan yang digunakan di dalam analisis Laboratorium adalah Larutan McDougal sebagai saliva buatan, larutan pepsin, larutan Na2CO3, asam borat, H2SO4 pekat, HgCl2, larutan media gas test (larutan mineral makro dan mikro, larutan buffer rumen, resazurin, dan larutan pereduksi). Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium Agrostologi Kandang B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bahan konsentrat terdiri dari 34,25% pollard; 23,33% bungkil kelapa; 25,07% onggok; 5,26% tetes; 0,64% bungkil kedelai; 3,24% CaCO3, 1,31% Urea, 0,66% Premix. Ampas teh diperoleh dari PT. Sosro, Bekasi. Daun kembang sepatu diperoleh dari PUSPITEK Serpong, Tanggerang. Cairan rumen diperoleh dari Rumah Potong Hewan Bubulak, Bogor.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk preparasi bahan berupa pengeringan dan pembuatan tepung adalah terpal, mesin giling diskmill (Merek Yasuka) tipe FFC-15 dengan ukuran screen 1 mm dan speed 3000 rpm. Proses pencampuran bahan konsentrat dilakukan secara manual dengan tidak menggunakan mesin mixer berdasarkan formulasi yang telah dibuat. Pada proses penimbangan bahan, timbangan yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian empat desimal (Merek Adam). Pada pengujian laboratorium dengan metode in vitro digunakan peralatan sebagai berikut : termos, kain penyaring, corong, tabung


(31)

18 Erlenmeyer, pipet volumetrik, bulp, kertas pH, pH meter, tabung fermentor dan tutup karet, tabung reaksi, syringe Hohenheim 100 ml, tabung gas CO2, penjepit, shaker waterbath, waterbath, cawan porselen, kertas saring whatman No.41, eksikator, sudip, alumunium foil, cawan Conway, pompa vacuum, magnetic stirrer, buret, vortex, kondensor, sentrifuge, oven 105 oC, tanur (oven 600 oC).

Prosedur

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang telah menghasilkan kombinasi terbaik antara ampas teh (Camelia sinensis) dan daun kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis). Kombinasi ampas teh dengan level 2 mg/ml dan daun kembang sepatu 0,3 mg/ml dapat meningkatkan produksi total VFA, menurunkan protozoa, populasi bakteri proteolitik dan selulolitik serta menurunkan produksi metan Hidayah et al. dan Utami et al. (data belum dipublikasi). Pada penelitian lanjutan ini dilakukan percobaan in vitro dengan menambahkan minyak cengkeh pada kombinasi ampas teh dan daun kembang sepatu tersebut.

Preparasi Bahan Penelitian

Rumput gajah, ampas teh dan daun kembang sepatu dibersihkan, dikeringkan selama 5-6 jam dibawah sinar matahari. Daun dan ampas yang sudah kering digiling dengan menggunakan mesin penggiling diskmill. Minyak cengkeh diperoleh dari agen penjual minyak cengkeh dengan kadar eugenol 55,14 %. Daun cengkeh berasal dari perkebunan cengkeh daerah Banten. Penyulingan dilakukan dengan pemanasan uap dalam peralatan stainless steel.

Prosedur Pengujian Fermentasi in vitro

Pengambilan Cairan Rumen. Termos yang dipakai untuk tempat cairan rumen diisi dengan air panas sehingga suhunya mencapai 39 oC kemudian ditutup. Cairan rumen diambil dari sapi yang di potong di Rumah Potong Hewan (RPH) Bubulak. Cairan rumen yang diperoleh kemudian disaring dengan menggunakan kain kasa dan dimasukkan kedalam termos. Sebelum digunakan, air panas (39 oC) yang ada di dalam termos dibuang terlebih dahulu dan segera ditutup. Hal ini dilakukan bertujuan menjaga agar cairan rumen tetap dalam kondisi anaerob dan memiliki suhu sama


(32)

19 dengan kondisi rumen sebenarnya, termos harus segera ditutup rapat dan dialiri gas CO2 sebelum digunakan.

Pembuatan Larutan McDougal (Saliva Buatan). Untuk membuat larutan 6 liter, sebanyak 5 liter air destilasi dimasukkan ke dalam labu takar yang bervolume 6 liter kemudian dimasukkan bahan-bahan sebagai berikut NaHCO3 (58,8 gram), Na2HPO4.7H2O (42 gram), KCL (3,42 gram), NaCl (2,82 gram), MgSO4.7H2O (0,72 gram) dan CaCl2 (0,24 gram). Semua bahan tersebut dilarutkan kecuali CaCl2, setelah semua bahan larut ditambahkan CaCl2. Kemudian leher labu di cuci dengan air destilasi hingga permukaan air mencapai tanda tera. Campuran lalu dikocok agar homogen dan dialiri dengan gas CO2 secara perlahan-lahan.

Fermentasi Pakan. Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0,5 gram sampel ransum perlakuan ditambahkan 10 ml cairan rumen dan 40 ml larutan McDougal. Bahan sampel terdiri dari padatan tepung dan cairan minyak. Bahan berupa tepung dengan konsentrasi paling sedikit diaduk bersama dengan minyak kemudian ditambah dengan bahan tepung dengan konsentrasi yang lebih besar. Tabung fermentor dikocok dengan cara mengaliri gas CO2 selama 30 detik (pH 6,5-6,9) dan ditutup dengan karet berventilasi. Tabung dimasukkan kedalam shaker water bath dengan suhu 39 oC, dilakuan fermentasi selama 4 jam untuk sampel VFA/NH3 dan fermentasi 48 jam untuk sampel KCBK/KCBO. Untuk menghentikan fermentasi tutup karet berventilasi dibuka dan ditetesi 2 tetes HgCl2 untuk menghentikan aktivitas mikroba.

Prosedur Pengukuran KCBK dan KCBO (Tilley & Terry, 1963)

Pembuatan Larutan Pepsin. Sebanyak 2,8 gram pepsin (1:7000) dilarutkan dalam 850 ml air bebas ion, kemudian ditambahkan 17,8 ml HCL pekat dan campuran dimasukkan ke dalam labu takar. Air ditambahkan hingga permukaan mencapai tanda tera.

Pengukuran KCBK dan KCBO. Sampel dalam tabung fermentor yang sudah diinkubasi 48 jam dan ditetesi HgCl2 disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 20 menit. Supernatan dan endapan dipisahkan, kemudian endapan yang


(33)

20 terbentuk ditambah 50 ml larutan pepsin-HCL 0,2%. Campuran tersebut diinkubasi selama 48 jam tanpa tutup karet. Setelah 48 jam campuran endapan-pepsin disaring menggunakan kertas saring whatman No.41 dengan bantuan pompa vacuum. Hasil saringan (residu) dimasukkan kedalam cawan porselen yang sebelumnya sudah diketahui bobot kosongnya. Bahan kering diperoleh dengan cara mengeringkan sampel dalam oven 1050C selama 24 jam. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam pada suhu 450-6000C. Sebagai blanko digunakan residu asal fermentasi tanpa sampel ransum perlakuan.

Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) diitung dengan rumus :

Prosedur Pengukuran Konsentrasi NH3 (General Laboratory Procedures, 1966)

Pengukuran produksi NH3 menggunakan metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures, 1966). Sebelum digunakan bibir cawan Conway diolesi dengan vaselin. Supernatan yang dihasilkan dari proses fermentasi dengan inkubasi 4 jam diambil 1 ml, kemudian ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway, pada ujung satunya dimasukkan 1 ml Na2CO3 jenuh. Antara supernatan dan Na2CO3 tidak boleh bercampur. Larutan asam borat berindikator sebanyak 1 ml ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak ditengah cawan Conway, kemudian cawan Conway langsung ditutup rapat hingga kedap udara. Setelah itu cawan Conway digoyang-goyangkan hingga supernatan dan NaCO3 tercampur rata, kemudian dibiarkan dalam suhu ruang selama 24 jam. Setelah 24 jam asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0,005 N sampai terjadi perubahan warna dari merah menjadi biru.

Produksi NH3 dihitung dengan rumus :

NH3 (mM) = ml H2SO4 x NH2SO4 x 1000 g sampel x BKsampel

%KCBK = BKsampel(g)-(BKresidu(g)-BKblanko(g)

BKsampel x 100%

%KCBO = BOsampel(g)-BOresidu(g)-BOblanko(g) BOsampel x 100%


(34)

21 Prosedur Pengukuran Konsentrasi VFA Total dan Parsial

Volatile Fatty Acid (VFA) merupakan hasil fermentasi kabohidrat atau protein oleh mikroba dalam rumen. VFA terdiri dari asam asetat, propionat, butirat, iso butirat, valerat, dan iso valeratdengan menggunakan alat Gas Cromatography (GC). Sampel VFA parsial yang digunakan berasal dari proses fermentasi dengan inkubasi 4 jam yang diambil sebanyak 1,5 ml ke dalam tabung eppendof dan memiliki pH 3 (ditambahkan 1 tetes H2SO4 pekat) dengan tujuan untuk menstabilkan sampel. Selanjutnya dilakukan proses proteinase dengan cara menambahkan 30 mg asam sulfosalisinat pada setiap sampel kemudian disentrifuge selama 10 menit pada 1200 rpm pada suhu 7oC. Selanjutnya sampel diinjeksikan sebanyak 0,6 µl. Pengujian proporsi molar VFA menggunakan metode Gas Cromatography (GC). Pengujian dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Kementrian Pertanian, Bogor.

Kandungan VFA total sampel dapat diketahui dengan cara menjumlahkan data VFA parsial yang telah diperoleh, sedangkan kandungan VFA parsial diperoleh dengan menghitung data dengan menggunakan rumus berikut.

mMol sampel : area contoh X 1000 area standar X bobot molekul

Bobot molekul terdiri dari bobot molekul asetat, propionat, butirat, iso-butirat, valerat, dan iso-valerat.

Prosedur Pengukuran Gas Test (Close & Menke, 1986)

Pembuatan Larutan Media. Untuk pembuatan larutan media diperlukan :

 0,1 ml larutan mineral mikro (13,2 gr CaCl22H2O + 10 gr MnCl24H2O + 1,0 gr CoCl26H2O + 8,0 gr FeCl36H2O + aquades hingga volumenya 100 ml).

 200 ml larutan buffer rumen (4,0 gr NH4HCO3 + 35,0 gr NaHCO3 + aquades hingga volumenya 1000 ml).

 200 ml larutan makro (5,7 gr Na2HPO4 anhydrous + 6,2 g KHPO4 anhydrous + 0,6 g MgSO4.7H2O, dan ditambah dengan aquadest hingga mencapai volume 1000 ml).


(35)

22

 40 ml larutan pereduksi (4,0 ml NaOH 1 N + 625 mg Na2S.9H2) ditambah 95 ml aquades. Larutan tersebut dicampur menjelang akan digunakan dan dijaga pada temperatur 39oC.

Persiapan Sampel Gas Test. Piston syringe diberi vaselin, kemudian 230 mg pakan blok perlakuan yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam syringe dan piston kemudian dipasang. Larutan media yang sudah diaduk dan dialiri gas CO2 ditempatkan dalam waterbath 39oC. Selanjutnya, cairan rumen sebagai sumber inokulum diambil dan disaring. Satu bagian cairan rumen dicampur dengan 2 bagian media dan diaduk dengan magnetic stirer lalu disimpan dalam waterbath dan dialiri gas CO2. Sebanyak 30 ml campuran cairan rumen dan media dimasukkan kemasing-masing syring menggunakan spuit. Udara yang ada didalam syring dikeluarkan dan klep syringe ditutup. Posisi piston pada waktu sebelum inkubasi dicatat (Gb0). Piston diinkubasi dalam waterbath selama 48 jam dan pencatatan posisi piston dilakukan pada jam ke 2, 4, 6, 8, 12, 24, dan 48.

Total produksi gas (misalnya pada jam ke-24) diukur dengan rumus : Gb (ml/200 mg BK, 24 jam) = ((Gb24-Gb0) - (Gb24 blanko-Gb0

blanko)*200*((FH+FC)/2)/BK bahan) Asumsi nilai FH = 1 dan FC = 1

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dengan 5 ulangan. Model matematika yang digunakan dalam analisa adalah (Steel & Torrie, 1993) :

Yij = µ + βi + τj + εij

Keterangan :

Yij : nilai pengamatan perlakuan ke-i, blok ke-j

µ : rataan umum

βi : efek perlakuan ke-i

τj : efek blok ke-j


(36)

23 Perlakuan

Perlakuan yang digunakan antara lain : A1 : Hijauan : Konsentrat (Kontrol)

A2 : Kontrol + 2 mg/ml Ampas Teh (AT) + 0,3 mg/ml Daun Kembang Sepatu (DKS) (Suplemen I)

A3 : Kontrol + Suplemen I + 0,02 mg/ml Minyak Cengkeh (MC) A4 : Kontrol + Suplemen I + 0,04 mg/ml Minyak Cengkeh (MC) Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati adalah sebagai berikut : 1. Kecernaan Bahan kering (KCBK) 2. Kecernaan Bahan Organik (KCBO) 3. VFA total dan proporsi VFA parsial 4. Konsentrasi ammonia (NH3)

5. Produksi Gas Total Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA) yang dilakukan dengan software SPSS versi 16.0. Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993).


(37)

24 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Nutrien Pakan

Ransum yang digunakan pada penelitian merupakan campuran atara hijauan dan konsentrat dengan perbandingan antara hijauan (rumput gajah) : konsentrat (60:40 BK). Kandungan nutrien ransum yang digunakan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 . Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering

Nutrien

(%)

K RG K:RG=40:60 AT DKS

Bahan Kering 87,89 14,31 47,03 10,58 22,42 Kadar Abu 14,65 6,43 9,72 14,28 10,48 Protein Kasar 15,43 14,58 14,92 22,28 14,91 Lemak Kasar 8,57 2,64 5,01 1,76 2,73 Serat Kasar 6,49 25,37 17,82 16,78 13,43 Beta-N 54,86 50,98 52,53 44,90 58,45 TDN 1) 76,67 61,91 67,81 69,04 68,29

Keterangan:

1)K=Konsentrat, RG= Rumput Gajah, AT= Ampas Teh, DKS= Daun Kembang Sepatu

2)Analisa proksimat Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Dramaga Bogor (2011).

3)Perhitungan TDN dengan rumus (Hartadi,1980)

Rumus TDN = 92,464 - (3,338 x SK) - (6,945 x LK) - (0,762 x Beta-N) + (1,115 x PK) + (0,031 x SK2) - (0,133 x LK2) + (0,036 x SK x Beta-N) + (0,207 x LK x Beta-N) + (0,1 x LK x PK) - (0,022 x LK x PK)

Rumput gajah atau dalam bahasa latin disebut Pennisetum purpureum yang digunakan sebagai sumber hijauan dalam ransum mengandung serat kasar 25,37% BK. Sementara itu, kandungan protein rumput gajah (14,58% BK) yang digunakan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan Santoso et al. (2005) menyatakan bahwa kandungan protein pada rumput gajah sebesar 12,23%. Menurut Anindita (2009), rumput gajah yang dipanen pada musim penghujan akan memiliki kandungan PK 12,65% lebih tinggi dibanding dengan rumput yang dipanen pada saat kemarau. Perbedaan nilai-nilai ini diduga akibat perbedaan lokasi penanaman yang berhubungan dengan ketersediaan N di dalam tanah. Hasil analisis proksimat ampas teh yang digunakan sebagai suplemen menunjukkan bahwa kandungan serat kasar sebesar 16,78%. Rohayati (1994)


(38)

25 menyatakan kandungan serat kasar pada ampas teh mencapai 32,30%. Penelitian Kondo et al. (2004) menunjukkan bahwa kadungan NDF sebagai bagian pakan yang tidak terlarut dalam larutan deterjen netral pada ampas teh hijau dan teh hitam adalah 31,0% dan 41,2%. Tingginya kandungan serat pada ampas teh berasal dari struktur daun tumbuhan teh sendiri, ditambah dengan proses pengeringan serta penyeduhan saat proses pembuatan teh kemasan menyebabkan larutnya sebagian besar karbohidrat mudah larut yang akhirnya menyisakan karbohidrat tidak mdah larut pada ampas tehnya (Nurcahyani, 2005).

Kandungan serat dan protein memberi pengaruh terhadap keadaan mikroba rumen dalam mencerna bahan pakan. McDonald et al. (1995) menyatakan bahwa pakan hijauan dengan kandungan serat kasar tinggi akan meningkatkan proporsi asetat dalam produksi VFA total, sedangkan konsentrat akan meningkatkan proporsi propionat. Penggunaan bahan pakan berbahan dasar karbohidrat di dalam rumen akan didegradasi dan sebagian lagi masuk ke dalam usus halus. Protein dalam pakan diduga akan dicerna secara optimal dikarenakan adanya senyawa tanin yang dapat mengikat senyawa protein dan melindunginya hingga pasca rumen. Amonia di dalam cairan rumen adalah kunci dari degradasi oleh mikroba dan sintesis protein mikroba. Apabila ransum pakan yang diberikan kekurangan sumber protein maka akan menurunkan konsentrasi NH3 dan menyebabkan pertumbuhan mikroba rumen melambat yang akan berakibat proses degradasi karbohidrat oleh mikroba menjadi tidak optimal (McDonald et al., 1995).

Senyawa Bioaktif Ampas Teh, Daun Kembang Sepatu dan Minyak Cengkeh

Kandungan senyawa bioaktif digunakan untuk memodifikasi fermentasi rumen karena meningkatkan efisiensi penggunaan pakan sehingga dapat meningkatkan aktivitas fermentasinya. Tanin merupakan senyawa aktif dari limbah hasil olahan teh. Tanin merupakan komponen polifenol yang mampu berikatan dengan protein pakan, sehingga mampu menghambat transport nutrien ke dalam mikroorganisme (McSweeney et al., 2001). Pada ternak ruminansia, penggunaan tanin dapat meningkatkan efisiensi dari protein yang dikonsumsi dan meningkatkan daya tahan ternak terhadap lingkungan yang tidak sesuai dengan alat pencernaan.


(39)

26 Senyawa aktif saponin yang berasal dari daun kembang sepatu diketahui berfungsi sebagai agen defaunasi protozoa. Penghambatan protozoa dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan bakteri karena telah diketahui bahwa protozoa yang memangsa bakteri. Penekanan pertumbuhan protozoa menyebabkan meningkatnya protein asal bakteri pada duodenum sebanyak 25% dan fungsi protozoa sebagai pendegradasi polisakarida digantikan oleh fungi (McDonald et al.,1995). Kandungan saponin yang terdapat dalam daun kembang sepatu berhasil mengurangi jumlah protozoa rumen sebanyak 55% (Jalaludin, 1994).

Minyak atsiri merupakan senyawa sekunder tanaman yang memiliki warna dan bau berasal dari tanaman dan rempah-rempah yang berfungsi sebagai antibakteri, antijamur, dan antioksidan sehingga sering dimanfaatkan sebagai bahan aditif alami (Castillejos et al., 2006; Davidson dan Naidu, 2000). Busquet et al. (2006) melaporkan penambahan minyak cengkeh pada level 30 mg/L cenderung menurunkan VFA total, meningkatkan proporsi propionat serta konsentrasi NH3. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan pemberian level 30 mg/L dapat memperbaiki fermentasi rumen, dilihat dari peningkatan propionat yang dapat mengurangi proporsi pembentukan gas metan serta penggunaan protein dari bahan pakan. Kandungan senyawa aktif dari ketiga bahan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Senyawa Aktif Tanin, Saponin, dan Eugenol yang Terdapat pada Ampas Teh, Kembang Sepatu, dan Minyak Daun Cengkeh

Keterangan:

* Laboratorium Balai Penelitian Ternak, 2011 ** Fitri et al., 2010

*** Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, 2011.

Bahan Tanin (%) Saponin (%) Eugenol (%)

Ampas Teh* 0,27 1,01 -

Tepung Daun Kembang Sepatu* 0,5 8,5 -

Ekstrak Kembang Sepatu ** - Batang

- Daun - Bunga

0,11 0,28 1,14

16,47 23,33 21,57

- - -


(40)

27 Kandungan tanin dalam teh hijau dan teh hitam diketahui sekitar 25 dan 18% (Nasution et al., 1985). Perbedaan kandungan tanin yang terdapat di dalam teh disebabkan adanya perbedaan proses pembuatan dari teh itu sendiri. Teh hijau merupakan teh yang tidak mengalami fermentasi, sedangkan teh hitam merupakan teh yang dalam proses pembuatannya mengalami proses fermentasi penuh. Ampas teh yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah ampas teh yang berasal dari campuran kedua jenis teh di atas, namun diketahui lebih banyak mengandung teh hitam yang mengalami proses fermentasi secara penuh, sehingga kandungan nutrien yang terkandung dalam ampas teh tersebut rendah dan lebih banyak mengandung serat. Galleher et al. (1993) melaporkan bahwa ampas teh merupakan sisa dari teh yang telah mengalami proses pelarutan air, sehingga serat yang tertinggal lebih dominan serat tidak larut.

Tanin dalam jumlah kecil menguntungkan ruminansia karena dapat mencegah degradasi protein berlebih oleh mikroorganisme rumen sehingga protein asal rumen lebih banyak tersedia untuk proses pencernaan enzimatik pasca rumen. Penggunaan ampas teh dinilai menguntungkan karena selain dapat mengurangi sisa produk industri juga dapat memberikan efek yang menyebabkan proses pencernaan pada ruminan berjalan lebih efisien. Aktivitas tanin dimulai dari pencernaan bahan pakan di dalam mulut, senyawa tanin akan mengikat protein pakan dan dilanjutkan hingga ke usus halus yang kemudian akan terdigesti sebanyak 78% (Makkar, 2003; McSweeney et al., 2001).

Menurut uji fitokimia Ayeni dan Yahaya (2010) menyatakan bahwa kandungan tanin dan saponin dari daun kembang sepatu masing-masing 8,40% dan 1,99%. Tepung buah lerak mengandung saponin sebesar 3,87% dan ekstraksi lerak dengan methanol sebesar 81,50% (Suharti et al., 2009) sehingga pada konsentrasi 1%, ekstrak metanol tepung Lerak dapat menurunkan populasi protozoa sebesar 96,4% sedangkan ekstrak air tepung Lerak dapat menurunkan populasi protozoa sebesar 77,9% dalam waktu 30 menit. Pada penelitian ini digunakan saponin yang

berasal dari tepung daun kembang sepatu dengan kandungan saponin 7,68%. Perbedaan hasil analisis dari batang, daun, dan bunga pada kembang sepatu dipengaruhi oleh ikatan senyawa glikosida yang terdapat dalam bagian - bagian tersebut. Francis et al. (2002) menyebutkan besarnya kompleksitas struktur saponin


(41)

28 berasal dari variabilitas struktur aglikon. Diketahui saponin terdiri atas gula yang mengandung glukosa, galaktosa, asam glukoronat, xylosa, rhamnosa atau methylpentosa.

Kadar eugenol setelah minyak cengkeh yang digunakan dalam penelitian adalah 55,14%. Lingkungan dan metode penyulingan dari tanaman cengkeh mempengaruhi kadar eugenol yang tersedia. Selain itu, minyak cengkeh dapat disuling dari bunga, batang, dan daun yang memiliki kadar eugenol yang berbeda. Pada bunga (10%-20%), tangkai (5%-10%), dan daun (1%-4%) (Nurdjannah, 2004). Penambahan minyak daun cengkeh pada kombinasi ampas teh dan daun kembang sepatu dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan yang dihasilkan dari interaksi ikatan hidrosil dalam eugenol dengan membran sel bakteri, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa eugenol dikenal sebagai antiseptik dan antimikroba yaitu mempengaruhi aktivitas bakteri gram positif dan gram negatif (Dorman dan Deans, 2000; Walsh et al., 2003). Eugenol merupakan golongan phenylpropanoids dengan ikatan hirophobik pada rantai hidroksilnya sehingga dengan mudah akan menempel pada lapisan membran bakteri (menempati ruang antara ikatan asam lemak).

Penggunaaan minyak ditujukan untuk menekan pertumbuhan bakteri metanogen berupa bakteri penghasil asetat serta butirat yang diketahui dapat mengurangi efisiensi pakan karena kehilangan energi berlebih. Penggunaan minyak atsiri memiliki pengaruh positif pada fermentasi rumen diantaranya adalah meningkatkan VFA total, menurunkan proporsi asetat serta meningkatkan proporsi propionat dan menurunkan konsentrasi ammonia.

Konsentrasi Amonia (NH3) dan Nilai pH

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian minyak cengkeh tidak nyata (P>0,05) mempengaruhi produksi amonia (NH3) (Tabel 4). Hal tersebut menunjukkan bahwa suplementasi minyak cengkeh dengan level 0,02 dan 0,04 mg/ml tidak mempengaruhi produksi amonia. Demikian juga dengan keadaan pH, berdasarkan hasil analisis statistik diketahui bahwa penambahan suplementasi minyak cengkeh tidak nyata mempengaruhi (P>0,05) pH cairan rumen (Tabel 4). Senyawa eugenol minyak cengkeh diduga mempengaruhi penurunan konsentrasi NH3 di dalam rumen. Selain itu, proteksi protein dengan adanya senyawa tanin asal


(42)

29 ampas teh juga dapat menyebabkan penurunan ketersediaan protein bagi mikroorganisme rumen (Tanner et al., 1994). Hal tersebut mempengaruhi kinerja dari bakteri penghasil amonia yang masih terdapat di dalam rumen. Aktivitas tanin dimulai dari pencernaan bahan pakan di dalam mulut, senyawa tanin akan mengikat protein pakan dan dilanjutkan hingga ke usus halus yang kemudian akan terdigesti sebanyak 78% (Makkar, 2003; McSweeney et al., 2001).

Beberapa bakteri pemecah protein sehingga menjadi asam amino antara lain : Butyrivibrio, Succinivibrio, Selenomonas lactilytica, Borrrelia, Bacteriobes sp., dan Clostridium lochhiadii (Hungate, 1966). Bakteri penghasil amonia memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas deaminasi, namun populasi di dalam rumen hanya sekitar 1% diantara populasi bakteri yang ada (Wallace, 2002). Minyak daun cengkeh mengandung senyawa eugenol yang merupakan bagian dari phenylpropanoids yang diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri melalui interaksi membran (Griffin et al., 1999; Davidson dan Naidu, 2000; Dorman dan Deans, 2000). Penelitian ini memiliki hasil yang sama dengan Castillejos et al.. (2006) bahwa pemberian eugenol 50 mg/L (0,05 mg/ml) memberikan hasil yang tidak berbeda dengan kontrolnya.

Konsentrasi NH3 yang dihasilkan dari semua perlakuan berkisar antara 6,92-8,07 mM dan nilai tersebut masih optimal untuk pertumbuhan mikroba rumen. McDonald et al. (1995) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam rumen berkisar antara 6-21 mM. Pada perlakuan dengan penambahan hanya menggunakan AT serta DKS menghasilkan konsentrasi NH3 yang meningkat yaitu 8,07 mM lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yang hanya 6,93 mM. Hal ini diduga disebabkan bakteri penghasil amonia dapat bekerja karena tidak adanya senyawa eugenol pada perlakuan. Hal ini dinilai menguntungkan ternak karena dapat meningkatkan amonia dalam rumen sehingga dapat dimanfaatkan untuk produksi sel mikroba dan sintesis protein mikroba.

Pemberian minyak cengkeh dengan level 0,02 dan 0,04 mg/ml tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap pH, namun masih dalam taraf normal yang berkisar antara 6,51-6,55. Menurut Sutardi (1977) faktor yang diperlukan untuk kelangsungan proses fermentasi oleh mikroba rumen adalah kondisi mendekati anaerob dengan pH pada 6-7, sedangkan McDonald et al. (1995) menyatakan bahwa pH normal cairan


(43)

30 rumen pada kisaran 5,5-6 dengan phospat dan bicarbonat pada saliva sebagai buffer. Apabila pH menurun dapat diartikan akan terjadi peningkatan suplai H2 yang merupakan produk samping fermentasi rumen. Hal ini juga mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan aktivitas fermentasi rumen. Busquet et al. (2006) dan Castillejos et al. (2006) menyebutkan bahwa peningkatan pH akan menyebabkan penurunan pada produksi VFA total, dikarenakan pH yang tidak netral akan menekan pertumbuhan bakteri pendegradasi sehingga pencernaan berjalan lambat.

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap NH3 (mM) dan pH

Perlakuan NH3 (mM) pH

A1 6,93± 2,44 6,54±0,03

A2 8,07± 2,98 6,55±0,03

A3 6,92± 1,91 6,51±0,02

A4 7,03± 1,15 6,53±0,03

Keterangan : Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan (P>0,05).

A1= 60% rumput lapang + 30% konsentrat (K), A2 = K + 1 mg/ml ampas teh + 0,3 mg/ml tepung daun kembang sepatu (SI), A3 = K + SI + 0,02 mg/ml minyak daun cengkeh (MC), A4 = K + SI + 0,04 mg/ml MC.

Konsentrasi VFA Total dan Parsial

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan minyak cengkeh 0,04 mg/ml pada kombinasi AT dan DKS sangat nyata (p<0,01) meningkatkan VFA total sebesar 35,6% dari kontrol (Tabel 6). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan fermentasi pakan yang terjadi di dalam rumen dengan pemberian minyak cengkeh, ampas teh dan daun kembang sepatu. Peningkatan VFA total mencerminkan peningkatan sumber protein dan karbohidrat yang mudah tercerna (bahan organik) di dalam ransum. Hal ini dikarenakan oleh pemecahan sumber pati berjalan dengan baik. Adanya penambahan senyawa tanin yang bisa melindungi protein sehingga dapat bertahan dengan sedikit degradasi hingga pasca rumen, ditambah dengan kemampuan saponin sebagai defaunasi protozoa menghasilkan peningkatan aktivitas dari bakteri pemecah karbohidrat. Hal ini ditandai dengan meningkatkan populasi bakteri amilolitik pada penelitian Wiristya et al. (data belum dipublikasi) pada penambahan level 0,04 mg/ml mampu meningkatkan populasi sebesar 10,5% dibandingkan kontrol.


(44)

31 Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Profil VFA Total dan VFA Parsial

Parameter

Perlakuan

A1 A2 A3 A4

VFA Total (mM) 58,66 ± 11,04a 59,19 ± 12,88a 60,67 ± 14,18ab 79,54 ± 22,91b

Proporsi molar (mol/100 mol) : - Asetat

- Propionat - Butirat - Valerat

64,33± 2,95a

23,62 ± 3,35b

10,97 ± 2,54 1,08 ± 0,13

65,32 ± 2,89ab

23,41 ± 2,92b

10,22 ± 1,18 1,05 ± 0,19

64,28 ± 2,69a

23,45 ± 3,19b

10,98 ± 0,85 1,29 ± 0,52

66,76 ± 3,75b

21,78 ± 2,42a

10,26 ± 1,65 1,19 ± 0,52

Keterangan : Superskrip pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) untuk VFA total serta (P<0,1) untuk asetat, propionat, butirat, dan valerat.

A1= 60% rumput lapang + 30% konsentrat (K), A2 = K + 1 mg/ml ampas teh + 0,3 mg/ml tepung daun kembang sepatu (SI), A3 = K + SI + 0,02 mg/ml minyak daun cengkeh (MC), A4 = K + SI + 0,04 mg/ml MC.

Penambahan minyak cengkeh 0,04 mg/ml juga cenderung meningkatkan (P<0,1) proporsi molar asetat sebesar 2,43%. Hal ini diduga akibat adanya penambahan ampas teh yang ikut berkontribusi dalam penambahan serat kasar ransum sehingga menyebabkan asetat meningkat. Ampas teh yang digunakan terdiri dari bagian besar serat (SK 16,78% dari BK) hasil sisa dari fermentasi dan pembuatan teh kemasan. Penambahan minyak cengkeh pada level 0,04 mg/ml cenderung menurunkan (P<0,1) pembentukan propionat, namun tidak nyata menurunkan produksi butirat dan valerat. Hasil ini berbeda dengan Busquet et al. (2006) yang menyatakan penggunaan minyak cengkeh dan eugenol murni (98%) pada level 30 mg/L cairan rumen berhasil meningkatkan pH dan proporsi propionat. Hal ini diduga akibat adanya perbedaan rasio pakan yang digunakaan pada saat penelitian. Pada penelitian ini digunakan rasio rumput gajah dan konsentrat 60:40 sehingga kandungan pati sebagai penghasil propionat menjadi berkurang. McDonald et al. (1995) menyatakan penambahan konsentrat pada pakan hijauan akan meningkatkan proporsi propionat terhadap asetat, hal ini terjadi apabila konsentrat mencapai 60% dari pakan.

Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan minyak cengkeh hingga level 0,04 mg/ml pada kombinasi AT dan DKS sangat nyata (P<0,01)


(45)

32 menurunkan KCBK dan KCBO ransum (Tabel 6). Pada penambahan kombinasi AT dan DKS saja menurunkan kecernahan bahan dan kecernaan organik sebesar 8,96% dan 12,01% dibandingkan kontrol. Hal ini diduga akibat adanya tanin dan saponin yang terdapat dalam bahan tersebut. Tanin mampu membentuk senyawa kompleks dengan protein dan berikatan dengan dinding sel mikroorganisme rumen. Hal ini menyebabkan protein dengan kualitas pakan tinggi diproteksi oleh tanin dari degradasi mikroorganisme rumen sehingga lebih tersedia pada saluran pasca rumen. Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan

Bahan Organik

Perlakuan KCBK (%) KCBO (%)

A1 66,31±6,17b 69,74±4,72b

A2 57,35±5,62a 57,73±4,95a

A3 58,92±6,34a 60,28±4,79a

A4 58,44±5,77a 58,03±4,58a

Keterangan : Superskrip pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) A1= 60% rumput lapang + 30% konsentrat (K), A2 = K + 1 mg/ml ampas teh + 0,3 mg/ml tepung daun kembang sepatu (SI), A3 = K + SI + 0,02 mg/ml minyak daun cengkeh (MC), A4 = K + SI + 0,04 mg/ml MC.

Penurunan kecernaan bahan kering dan bahan organik diduga akibat pengaruh rasio ransum basal yang digunakan yaitu rumput gajah : konsentrat (60:40), selain itu suplementasi ampas teh yang mengandung serat tinggi (16,78% BK) turut mempengaruhi proses degradasi serat. Populasi protozoa yang menurun diduga dapat mengurangi daya cerna bahan pakan yang terjadi di dalam rumen. Menurut Wiristya et al. (data belum dipublikasi), diketahui populasi protozoa nyata menurun (P<0,05) pada penambahan level DKS 0,3 mg/ml cairan rumen. Penelitian Fitri et al. (2010) bahwa dengan pemberian 1% ekstrak kembang sepatu berhasil menurunkan (P<0,05) sebesar 1,27 x 104/ml populasi protozoa dan menurunkan kecernaan bahan kering serta organik masing-masing 8,98% dan 11,35%.

Pada penggunaan ekstrak lerak dengan metanol pada level pemberian 3% (w/v) berhasil menurunkan protozoa (Suharti et al., 2010). Protozoa merupakan fauna yang hidup di dalam rumen dan memiliki populasi sekitar 106 per ml lebih kecil dan memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan populasi bakteri. Protozoa di dalam rumen bertindak sebagai pencerna serat sama dengan fungi, namun


(46)

33 protozoa juga memangsa bakteri yang yang ukurannya lebih kecil (McDonald et al., 1995).

Produksi Gas Total

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan minyak cengkeh pada pakan yang telah memperoleh suplementasi AT dan DKS setiap perlakuan nyata menurunkan (P<0,05) produksi gas total pada 48 jam inkubasi (Tabel 7). Gas yang dihasilkan pada metode ini berasal dari fermentasi substrat secara langsung (CO2 dan CH4) dan berasal dari produksi gas secara tidak langsung melalui mekanisme buffering VFA yakni berupa gas CO2 yang dilepaskan dari buffer bikarbonat yang diproduksi selama proses fermentasi (Getachew et al., 1998).

Produksi gas yang dihasilkan menunjukkan terjadinya proses fermentasi pakan oleh mikroba di dalam rumen. Produksi VFA total yang dihasilkan juga sangat nyata (P<0,01) meningkat. Namun pada VFA parsialnya hanya berhasil meningkatkan proporsi asetat saja tanpa diimbangi dengan peningkatan propionat. Hal ini dikarenakan ransum basal yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa rumput gajah : konsentrat (60:40), hal ini secara langsung akan mempengaruhi produksi propionat yang diketahui hasil dari fermentasi konsentrat (McDonald et al., 1995). Penambahan minyak cengkeh pada level 0,02 mg/ml MC hingga level 0,04 mg/ml MC menurun sekitar 16,7%;16,6% pada 2 jam pertama dan 16,6%; 24,4% pada 4 jam inkubasi. Waktu ini merupakan saat dimana pertama kali bahan pakan masuk, sehingga masih banyak zat makanan yang dapat didegradasi oleh mikroba.

Pada inkubasi 6, 8 dan 12 jam pemberian 0,02 mg/ml MC menurunkan produksi gas sebesar 12,3%; 13,15% dan 12,0% dari kontrol. Pada pemberian 0,04 mg/ml MC menghasilkan produksi gas total yang menurun sebesar 18,2%; 18,3% dan 17% dari kontrol. Penurunan yang terjadi dengan penambahan minyak cengkeh diduga karena adanya senyawa phenolik di dalam minyak cengkeh yang menghambat proses fermentasi dengan mengikat bakteri (antibakteri) (Griffin et al., 1999; Davidson dan Naidu, 2000; Dorman dan Deans, 2000). Sehingga proses pencernaan bahan pakan oleh bakteri menurun. Selain itu, penambahan tanin mengakibatkan protein dalam pakan terlindungi dari degradasi sehingga secara langsung akan menghambat produksi gas yang merupakan hasil samping dari proses fermentasi nutrien pakan. Makkar et al. (2003) menyatakan keberadaan tanin dapat


(1)

47 Lampiran 6. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 2 Jam

SK JK db KT Fhit Sig.

Perlakuan 3.155 3 1.052 5.502 .020

Kelompok 6.846 3 2.282 11.938 .002

Galat 1.720 9 .191

Total Terkoreksi 11.721 15

Lampiran 7. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 4 Jam

SK JK db KT Fhit Sig.

Perlakuan 8.096 3 2.699 5.774 .018

Kelompok 11.383 3 3.794 8.118 .006

Galat 4.207 9 .467

Total Terkoreksi 23.686 15

Lampiran 8. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 6 Jam

Lampiran 9. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 8 Jam

SK JK db KT Fhit Sig.

Perlakuan 8.071 3 2.690 3.261 .073

Kelompok 19.192 3 6.397 7.754 .007

Galat 7.426 9 .825

Total Terkoreksi 34.688 15

SK JK db KT Fhit Sig.

Perlakuan 12.135 3 4.045 2.175 .161

Kelompok 23.060 3 7.687 4.133 .042

Galat 16.740 9 1.860


(2)

48 Lampiran 10. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 12 Jam

Lampiran 11. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 24 Jam

Lampiran 12. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 48 Jam

SK JK db KT Fhit Sig.

Perlakuan 20.340 3 6.780 .297 .827

Kelompok 1119.101 3 373.034 16.339 .001

Galat 205.478 9 22.831

Total Terkoreksi 1344.919 15

Lampiran 13. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap VFA Total

Perlakuan N Subset

1 2

1 5 58.6620

2 5 59.1920

3 5 60.6740 60.6740

4 5 79.5420

Sig. .763 .010

SK JK db KT Fhit Sig.

Perlakuan 16.702 3 5.567 2.002 .184

Kelompok 21.481 3 7.160 2.575 .119

Galat 25.026 9 2.781

Total Terkoreksi 63.209 15

SK JK db KT Fhit Sig.

Perlakuan 103.299 3 34.433 3.524 .062

Kelompok 110.953 3 36.984 3.786 .052

Galat 87.928 9 9.770


(3)

49 Lampiran 14. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering

(KCBK)

Lampiran 15. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Organik (KCBO)

Lampiran 16. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 2 Jam

Lampiran 17. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Produksi Gas Total 4 Jam

Perlakuan N Subset

1 2

4 4 6.0650

3 4 6.7000 6.7000

2 4 6.8325 6.8325

1 4 8.0325

Sig. .163 .027

Perlakuan N Subset

1 2

2 5 57.3540

4 5 58.4380

3 5 58.9240

1 5 66.3100

Sig. .253 1.000

Perlakuan N Subset

1 2

2 5 57.7320

4 5 58.0340

3 5 60.2820

1 5 69.7420

Sig. .052 1.000

Perlakuan N Subset

1 2

4 4 3.7775

2 4 4.0175 4.0175

3 4 4.1300 4.1300

1 4 4.9575


(4)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Usaha peternakan ruminansia khususnya peternakan sapi merupakan usaha yang memiliki prospek usaha yang baik mengingat potensi sumberdaya alam Indonesia yang memungkinkan untuk penyediaan hijauan dan bahan baku pakan lainnya sebagai pakan pendamping. Disamping itu, Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga usaha ini dapat berkelajutan seiring dengan bertambahnya kebutuhan akan pangan berbasis produk peternakan. Pertumbuhan populasi sapi di Indonesia dinilai mengalami peningkatan, dilihat dari populasi yang ada pada tahun 2005 sebesar 10.930.000 ekor dan pada tahun 2009 sebesar 13.090.000 ekor atau terjadi peningkatan sebesar 3,61% pada periode tersebut (Ditjenakeswan, 2011). Perkembangan peternakan sapi tersebut akan berkembang dan berjalan baik apabila didukung oleh pakan yang berkualitas sebagai salah satu faktor pendukung keberhasilan usaha peternakan.

Aspek pakan merupakan hal penting dalam usaha ternak ruminansia, dikarenakan pakan akan didegradasi di dalam rumen dan menjadi sumber suplai energi dan zat lain untuk keberlangsungan hidup ternak. Proses metabolisme bahan pakan terjadi secara anaerob dan berlangsung secara fermentatif di dalam rumen, pencernaan fermentatif dinilai sangat mempengaruhi, karena kapasitas pencernaan fermentatif mencapai 70% dari keseluruhan sistem pencernaan. Kondisi rumen yang kondusif didukung oleh simbiosis yang terjalin antar mikroorganisme yang terdapat di dalam rumen sehingga terbentuk kondisi optimal untuk fermentasi pakan, degradasi serat oleh mikroba, dan sintesis protein mikroba untuk suplai energi pada ruminan (Calsamiglia et al., 2007).

Sapi perah merupakan sapi yang diberikan pakan dengan kandungan lebih banyak hijauan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksi susu yang dihasilkan, namun dengan meningkatnya produksi asetat menyebabkan meningkatnya pula produk samping berupa H2 dan CO2 yang digunakan bakteri

metanogen untuk diteruskan menjadi gas CH4 (gas metan). Gas metan merupakan

hasil alami pada metabolisme bahan pakan di dalam rumen, dimana bakteri metanogen mengubah gas H2 dan CO2 untuk mencegah akumulasi gas di dalam


(5)

2 menyebabkan komposisi serat kasar serta lignin menjadi relatif tinggi, sedangkan pemberian konsentrat yang terbatas akan mengurangi karbohidrat nonstruktural (Non Starch Polissacharida) lebih rendah sehingga proses fermentasi di dalam rumen tidak berjalan sempurna dan energi yang dihasilkan dikonversi menjadi gas metan sekitar 6%-10% sehingga berdampak pada performa sapi dan lingkungan.

Berbagai upaya telah dilakukan sebagai usaha mengurangi energi yang hilang dari fermentasi pada hewan ternak. Penggunaan senyawa aktif tanaman sudah banyak dikaji untuk memodifikasi rumen sehingga dapat meningkatkan aktivitas fermentasi dan efisiensi penggunaan pakan oleh mikroba rumen. Penelitian Daning (2008) menghasilkan bahwa penggunaan ampas teh hitam yang mengandung tanin pada level tinggi (12 mg/g tanin) menurunkan kadar NH3, produksi gas, jumlah

protozoa serta produksi CH4. Senyawa saponin juga diduga berhasil meningkatkan

degradasi bahan kering dan organik, VFA total serta N-amonia (Putra, 2006). Fitria et al. (2010) melaporkan penggunaan ekstrak daun kembang sepatu pada level 0,01% berhasil menurunkan produksi metan serta populasi protozoa. Minyak cengkah diharapkan dapat memperbaiki keadaan rumen tanpa harus menurukan produksi VFA total. Penggunaan minyak atsiri dapat menghambat deaminasi dan metanogenesis, menurunkan konsentrasi NH3, proporsi butirat dan meningkatkan

proporsi propionat. Pemanfaatan ekstrak dan senyawa sekunder tanaman dapat menurunkan produksi VFA total serta meningkatkan proporsi propionat (Busquet et al., 2006).

Pada rangkaian penelitian Hidayah et al. dan Utami et al. (data belum dipublikasi) sebelumnya menghasilkan kombinasi ampas teh (AT) 2 mg/ml dan daun kembang sepatu (DKS) 0,3 mg/ml dapat meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat, populasi bakteri proteolitik serta selulolitik dan menurunkan populasi protozoa, populasi bakteri amilolitik dan produksi metan. Kombinasi ampas teh dan daun kembang sepatu ini perlu diperkaya dengan minyak esensial seperti minyak cengkeh yang dapat memodifikasi rumen untuk meningkatkan efektifitasnya dalam meningkatkan produksi total VFA.


(6)

3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan minyak cengkeh pada kombinasi ampas teh dan tepung daun kembang sepatu terhadap fermentasi rumen (KCBK, KCBO, VFA total dan proporsi VFA parsial, produksi gas serta NH3) dan mencari kombinasi terbaik antara ketiga bahan tersebut sehingga